Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
Disusun oleh
Endrizka Rachmadienia
Kelas XI IIS 1 / 17
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat limpahan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan makalah mengenai penyiksaan anak dengan judul
“Penyiksaan Anak dan Dampaknya”.
Penyiksaan anak merupakan kasus yang sering terjadi, namun dalam
kehidupan kita ini penyiksaan anak masih sering diabaikan karena ketidaktahuan
kita. Makalah yang disusun untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia ini disusun
dengan harapan bahwa pembaca akan mendapatkan manfaat setelah membacanya.
Makalah ini memuat informasi mengenai penyiksaan anak, mengajak
pembaca membuka matanya dan melihat kenyataan dibalik kehidupan anak-anak
yang identik dengan keceriaan, serta dengan harapan bahwa pembaca akan dapat
ikut mencegah terjadinya hal tersebut.
Terimakasih juga penyusun sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini dan telah mendukung serta memberi
saran-saran mereka sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu
yang ditentukan.
Meski demikian, tidak ada hal yang sempurna, begitu pula dengan makalah
ini. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan maaf apabila masih ada banyak
kekurangan pada makalah ini. Kritik dan saran membangun akan penyusun terima
sebagai bahan referensi untuk penysunan makalah-makalah selanjutnya.
Maret 2009
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ….................................................................................... 1
C. Tujuan …....................................................................................................... 1
D. Manfaat ….................................................................................................... 2
E. Metode …...................................................................................................... 2
BAB IX PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 28
B. Saran............................................................................................................ 29
A. Latar Belakang
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau
nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok
masyarakat. Namun, proses sosialisasi yang terjadi dalam kehidupan nyata
tidak selalu berjalan lancar.
Perilaku menyimpang adalah salah satu contoh kesalahan dalam proses
sosialisasi. Perilaku menyimpang merupakan suatu perilaku yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Salah satu
yang paling buruk adalah perilaku menyimpang terhadap anak yang biasa kita
kenal dengan penyiksaan anak (child abuse).
Jika penyiksaan terhadap anak tidak dicegah, maka dapat menimbulkan
dampak yang sangat buruk pada pembentukan kepribadian anak. Atas dasar
inilah penyusun mencoba menyusun makalah yang berjudul “Penyiksaan Anak
dan Dampaknya”.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas macam-macam perilaku menyimpang
terhadap anak dan dampaknya pada kepribadian anak yang mengalaminya serta
bagaimana kita dapat berusaha membuat perubahan.
C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui dampak negatif perilaku menyimpang terhadap anak
2. Untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia
3. Untuk menambah kepustakaan sekolah
4.
D. Manfaat
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan pembaca dapat menyadari
betapa buruknya dampak penyimpangan terhadap anak dan mencegah terjadinya
hal tersebut di lingkungan sekitar.
E. Metode
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode studi pustaka.
Penyusunan dilakukan dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan
perilaku menyimpang terhadap anak dari berbagai buku dan artikel serta
membacanya secara intensif pada bagian yang akan disusun dalam pembuatan
makalah ini.
BAB II
PENYIKSAAN ANAK
A. Pengertian
Dari hasil riset yang dilakukan oleh Mitra Perempuan Women´s Crisis
Centre, sebuah lembaga pendampingan bagi perempuan dan anak-anak yang
mengalami kekerasan terutama dalam rumah tangga, menunjukkan bahwa
jumlah anak yang mengalami penganiayaan meningkat dari tahun ke tahun
dengan bentuk-bentuk penyiksaan fisik dan seksual.
• Situasi yang menyulitkan orang tua dalam menghadapi anak sehingga tanpa
disadari mengatakan atau melakukan sesuatu yang tanpa disadari dapat
membahayakan atau melukai anak, biasanya tanpa alasan yang jelas dapat
disebut penyiksaan terhadap anak.
B. Faktor Penyebab
Ada banyak faktor beresiko tinggi yang dapat mengarah kepada
penyiksaan anak. Faktor-faktor yang paling umum adalah sebagai berikut:
• Kemiskinan dan akses yang terbatas ke pusat ekonomi dan sosial saat
masa-masa krisis.
Segala bentuk penyiksaan fisik terjadi ketika orang tua frustrasi atau
marah, kemudian melakukan tindakan-tindakan agresif secara fisik, dapat
berupa cubitan, pukulan, tendangan, menyulut dengan rokok, membakar, dan
tindakan-tindakan lain yang dapat membahayakan anak. Bentuk lain dari
penyiksaan anak yang melibatkan bayi adalah shaken baby syndrome, dimana
seorang pengasuh yang frustrasi mengguncang seorang bayi dengan kasar untuk
membuatnya berhenti menangis, yang menyebabkan kerusakan otak yang
seringkali mengakibatkan masalah neurologis yang fatal dan bahkan kematian.
• Penolakan: Orang tua mengatakan kepada anak bahwa dia tidak diinginkan,
mengusir anak, atau memanggil anak dengan sebutan yang kurang
menyenangkan. Kadang anak menjadi kambing hitam segala problem yang
ada dalam keluarga.
• Tidak diperhatikan: Orang tua yang mempunyai masalah emosional
biasanya tidak dapat merespon kebutuhan anak-anak mereka. Orang tua
jenis ini mengalami problem kelekatan dengan anak. Mereka menunjukkan
sikap tidak tertarik pada anak, sukar memberi kasih sayang, atau bahkan
tidak menyadari akan kehadiran anaknya. Banyak orang tua yang secara
fisik selalu ada disamping anak, tetapi secara emosi sama sekali tidak
memenuhi kebutuhan emosional anak.
• Ancaman: Orang tua mengkritik, menghukum atau mengancam anak.
• Isolasi: Bentuknya dapat berupa orang tua tidak mengijinkan anak
mengikuti kegiatan bersama teman sebayanya, atau bayi dibiarkan dalam
kamarnya sehingga kurang mendapat stimulasi dari lingkungan, anak
dikurung atau dilarang makan sesuatu sampai waktu tertentu.
• Membiarkan anak terlibat penyalahgunaan obat dan alkohol, berlaku kejam
terhadap binatang, melihat tayangan porno, atau terlibat dalam tindak
kejahatan seperti mencuri, berjudi, berbohong, dan sebagainya. Untuk anak
yang lebih kecil, membiarkannya menonton adegan-adegan kekerasan dan
tidak masuk akal di televisi termasuk juga dalam kategori penyiksaan emosi
(Alva Nadia, dkk, 1991).
Sampai saat ini tidaklah mudah membicarakan hal ini, atau untuk
menyadarkan masyarakat bahwa pelecehan seksual pada setiap usia – termasuk
bayi - mempunyai angka yang sangat tinggi. Bahkan Hopper (2004)
mengemukakan bahwa hal ini terjadi setiap hari di Amerika Serikat. Pelecehan
seksual pada anak adalah kondisi dimana anak terlibat dalam aktivitas seksual
dimana anak sama sekali tidak menyadari, dan tidak mampu
mengkomunikasikannya, atau bahkan tidak tahu arti tindakan yang diterimanya.
Semua tindakan yang melibatkan anak dalam kesenangan seksual masuk dalam
kategori ini:
Setiap perbuatan yang kita lakukan pasti akan membuahkan suatu hasil.
Begitu pula penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan terhadap seorang anak. Ada
banyak sekali dampak buruk yang dihasilkan oleh penyiksaan terhadap anak.
• Anak akan hidup dalam ketakutan akan siksaan dari orang-orang yang yang
mengasuhnya.
• Pada anak yang masih kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi
mengompol, mudah merasa takut, perubahan pola tidur, kecemasan tidak
beralasan, atau bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau adanya masalah
kulit, dll.
• Pengaruh yang paling terlihat adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang
orang tua terhadap anak.
• Biasanya anak yang mengalami pengabaian akan merasa terkucil dan tidak
disayangi atau tidak layak menyayangi orang lain.
• Bayi yang dipisahkan dari orang tuanya dan tidak memperoleh pengganti
pengasuh yang memadai, akan mengembangkan perasaan tidak aman dan
gagal mengembangkan perilaku akrab (Hurlock, 1990)
• Akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
BESAR/KECIL DAMPAK
• Faktor usia anak. Semakin muda usia anak maka akan menimbulkan akibat
yang lebih fatal.
• Siapa yang terlibat. Jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tua,
ayah atau ibu tiri, atau anggota keluarga maka dampaknya akan lebih parah
daripada yang melakukannya orang yang tidak dikenal.
• Seberapa parah. Semakin sering dan semakin buruk perlakuan yang
diterima anak akan memperburuk kondisi anak.
• Berapa lama terjadi. Semakin lama kejadian berlangsung akan semakin
meninggalkan trauma yang membekas pada diri anak.
• Jika anak mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya, dan menerima
dukungan dari orang lain atau anggota keluarga yang dapat mencintai,
mengasihi dan memperhatikannya maka kejadiannya tidak menjadi lebih
parah sebagaimana jika anak justru tidak dipercaya atau disalahkan.
• Tingkatan sosial ekonomi. Anak pada keluarga dengan status sosial
ekonomi rendah cenderung lebih merasakan dampak negatif dari
penganiayaan anak.
Dalam beberapa kasus anak-anak yang mengalami penganiayaan tidak
menunjukkan gejala-gejala seperti yang telah disebutkan. Banyak faktor lain yang
berpengaruh, seperti seberapa kuat status mental anak, kemampuan anak mengatasi
masalah dan penyesuaian diri. Ada kemungkinan anak tidak mau menceritakannya
karena takut diancam, atau bahkan dia mencintai orang yang melakukan
penganiyaan tersebut. Dalam hal ini anak biasanya menghindari adanya tindakan
hukum yang akan menimpa orang-orang yang dicintainya, seperti orang tua,
anggota keluarga atau pengasuh.
BAB VI
A. Statistik di Indonesia
• Sekitar 25% kasus penganiayaan dan penelantaran terjadi pada anak yang
berumur kurang dari 2 tahun. Penelantaran anak 10-15 kali lebih sering
ditemukan dan 12 kali lebih sering terjadi pada anak-anak dari keluarga
miskin.
• Angka dari Sakernas (2003) menunjukkan para pekerja anak yang di daerah
perdesaan jauh lebih banyak yakni sebesar 79% dibanding di perkotaan
yakni sebesar 21%.
• Data Biro Pusat Statistik (BPS) pada 2004 mencatat perokok pada usia
anak-anak cukup tinggi, yaitu perokok aktif pada usia 13-15 tahun sebanyak
26, 8% dan pada usia 5-9 tahun sebanyak 2, 8%. Ini menunjukkan bahwa
banyak anak di Indonesia yang kurang mendapat perhatian dari
orangtuanya.
• Selama kurun 2008, sebanyak 150 ribu anak menjadi korban trafficking.
Jumlah tersebut tersebar dalam berbagai modus kejahatan seperti sindikat
pelacuran, pedofolia, pornografi dan sebagainya. 70% dari korban adalah
anak yang berusia 14-16 tahun.
B. Statistik Global
Pada tanggal 11 Oktober 2006, PBB merilis Studi Sekjen PBB Mengenai
Kekerasan Terhadap Anak (UN Secretary-General’s Study on Violence Against
Children) pertama, yang menyebutkan kekerasan terhadap anak didalam
keluarga, sekolah, institusi pengasuh alternatif dan fasilitas penahanan, tempat
dimana anak-anak bekerja, serta lingkungan masyarakat. Diperlukan bertahun-
tahun untuk menyelesaikan studi ini, dan studi ini didukung oleh United Nations
Children’s Fund (UNICEF), World Health Organization (WHO), dan Office of
the High Commissioner on Human Rights (OHCHR).
• “Studi global pertama yang bersifat komprehensif yang dilakukan oleh PBB
mengenai segala bentuk penyiksaan terhadap anak.”
• “Studi global pertama yang secara langsung dan konsisten berdialog dengan
anak. Anak-anak telah ikut berpartisipasi dalam semua konsultasi regional
yang diadakan karena berhubungan dengan studi, menjelaskan mengenai
penyiksaan yang dialami dan cara mereka mengakhirinya secara tuntas.”
• Pada tahun 2004, 218 juta anak termasuk pekerja dibawah umur, dimana
126 juta mengerjakan pekerjaan yang berbahaya.
• Perkiraan dari tahun 2000 memperkirakan bahwa 1.8 juta anak dipaksa ke
dalam prostitusi dan pornografi, serta 1.2 juta merupakan korban trafficking.
• Pada tahun 2003 hampir 50 juta kelahiran tidak tecatat setiap tahunnya.
• Ada perkiraan bahwa sekitar 317 juta anak usia 5-17 yang aktif secara
ekonomi pada tahun 2004, dimana 218 juta darinya dapat dianggap sebaga
pekerja anak, dan dari jumlah tersebut, 126 juta dipekerjakan dalam
pekerjaan berbahaya.
• Menurut data perkiraan tahun 2002, sekiranya 1,2 juta anak di seluruh dunia
menjadi korban trafficking setiap tahunnya.
• Perkiraan terbaru menyatakan bahwa saat ini ada lebih dari 250.00 anak
yang menjadi tentara.
• Sekiranya 90% dari kematian akibat konflik global sejak 1990 merupakan
kematian penduduk sipil, dimana 80% dari korbannya merupakan wanita
dan anak-anak.
• Lebih dari 1 juta anak di seluruh dunia ditahan dalam penjara anak.
• Ada sekiranya 133 juta anak yatim piatu (usia 0-17) di seluruh dunia. Dari
jumlah tersebut, 15 juta menjadi yatim piatu karena AIDS serta ikut
terjangkit, lebih dari 12 juta dari mereka di Sub-Sahara Afrika.
• Dari 1.39 juta orang yang terlibat dalam exploitasi seks secara komersil,
40%-50% darinya adalah anak-anak.
• Studi sejak tahun 1980 mengindikasikan bahwa 20% dari wanita dan 5%-
10% dari pria di seluruh dunia mengalami pelecehan seksual sebagai anak-
anak.
3. Data Lain
• Dua puluh sembilan persen dari laporan penyiksaan anak didapatkan trauma
kepala, wajah dan bagian kepala lain. Penyebab yang paling sering
menyebabkan kematian dalam kasus penyiksaan adalah trauma kepala.
• Lebih dari 95% korban penyiksaan mengalami luka kepala yang serius
selama 1 tahun kehidupannya.
• Sekitar 166 juta anak di seluruh dunia kini telah menjadi pekerja, bahkan
lebih dari 74,4 juta di antaranya sudah terlibat dalam bentuk-bentuk
pekerjaan berbahaya seperti prostitusi dan peredaran narkoba. (ILO, 2008)
BAB VII
Dalam media massa, tidak jarang kita membaca kisah tentang anak-anak
yang menjadi korban kekerasan seksual, anak-anak yang teraniaya, anak yang
tereksploitasi akibat pekerjaan yang menumpuk diluar kemampuannya sebagai
anak-anak, dan kisah-kisah lain yang intinya memperlihatkan bahwa dibalik dunia
anak yang seolah begitu ceria, ternyata ada sisi-sisi kelam yang niscaya akan
menguras air mata kita semua.
Apakah cukup kita merasa prihatin dan mencucurkan air mata bagi mereka?
Tentu tidak. Sebagai sesama manusia, kita memiliki kewajiban untuk menolong
sesama. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk dapat membuat
perubahan.
• Luka yang menimbulkan bekas merupakan hal yang paling sering terdapat
pada kasus penyiksaan anak dan dapat terdapat di semua permukaan badan.
Luka yang terdapat pada pantat, alat genital dan punggung jarang
berhubungan dengan kecelakaan sehingga patut dicurigai sebagai bentuk
penyiksaan.
• Kulit Terbakar. Pada lebih dari 10% kasus penyiksaan secara fisik
didapatkan kulit yang terbakar, salah satunya luka bakar karena rokok.
Sebuah tim yang profesional yang terdiri dari dokter anak, pekerja
sosial, perawat bidang anak, dan psikiater atau psikolog diharapkan mampu
memberikan solusi yang terbaik baik bagi anak yang menjadi korban serta
orang tuanya. Seorang dokter anak diharapkan dapat terus memantau anak
yang menjadi korban penyiksaan. Hal ini memerlukan kerjasama dengan
pekerja sosial dan lembaga yang berwenang dalam mengurus masalah
penyiksaan anak
B. Mencegah Terjadinya Penyiksaan
Luka Hati Seorang Gadis Kecil (diterjemahkan dari One Child, pertama terbit
tahun 1980) adalah buku karya Torey Hayden tentang upayanya
membangkitkan kemampuan luar biasa anak yang tersiksa ini.
Beberapa bagian buku ini – penganiayaan seksual yang keji – pasti membuat
Anda geram. Beberapa bagian buku ini – pemaparan Sheila tanpa suara
tentang kegeraman dan ketakutan dan keraguannya – pasti membuat Anda
menangis. Dan beberapa bagian buku ini – kesadaran Sheila yang tumbuh
sedikit demi sedikit tentang kemampuannya – membuat Anda bersorak
gembira.
2. 24 Wajah Billy
Pikiran anak itu, yang sarat oleh simbol yang aneh-aneh dan tindakan seksual
yang tidak lazim, tampaknya menghasilkan penafsiran yang bahkan Torey
sendiri pun enggan mengakuinya. Mungkinkah Jadie korban penganiayaan
ritual? Atau penganiayaan seksual yang keji? Atau adakah ini bayangan
siksaan yang menghantui anak yang sangat terganggu pikirannya ini?
David mengajak kita ikut mengalami rasa takutnya, rasa kekalahannya, rasa
kesendiriannya, rasa sakitnya, dan rasa marahnya, sampai pada harapan
terakhirnya. Dengan masuk ke dalam alur itu, menjadi jelas betapa
menyakitkannya dunia gelap yang diderita oleh anak-anak korban child
abuse. Kita bisa merasakan tangisan anak-anak itu melalui mata, telinga, dan
badan David Pelzer secara lebih detil. Dengan membaca buku ini kita juga
bahkan bisa merasakan keteguhan hati David untuk keluar dari siksaan yang
tak kunjung henti menuju kemenangan.
5. Venus: Duka Lara si Anak Cantik
Kesabaran dan dedikasi Torey membuahkan hasil ketika gadis tujuh tahun itu
menunjukkan minat pada tokoh komik She-Ra, Sang Dewi Kekuatan. Dari
situlah kisah-kisah yang melatari keadaan Venus mulai terkuak -- kisah-kisah
yang hampir tak tertanggungkan oleh Torey, di tengah keharusan menghadapi
persoalan murid-muridnya yang lain dan seorang asisten dengan prinsip
pengajaran yang benar-benar berseberangan dengannya (Julie).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai sebuah masalah sosial yang sangat penting, diakui atau tidak,
selama ini isu-isu tentang penyiksaan anak umumnya hanya dipahami secara
parsial dan diasumsikan akan segera dapat terselesaikan dengan sendirinya jika
urusan kesejahteraan masyarakat, kemiskinan, hak-hak asasi manusia, atau
persoalan bias dan ketimpangan gender telah tertangani. Apakah benar
demikian? Ternyata tidak selalu. Apa yang telah dipaparkan pada bab-bab
sebelumnya memperlihatkan bahwa meskipun kita di masa lalu pernah
menikmati masa dimana kesadaran masyarakat terhadap persoalan yang telah
disebutkan diatas telah meningkat cukup baik, ternyata masih banyak anak yang
rawan tereksploitasi, baik oleh orangtuanya sendiri, pengasuhnya, maupun
orang lain.
Dari data statistik yang tercatat, sangat ironis bahwa setiap tahunnya
terjadi peningkatan kasus penyiksaan anak. Penyebab utama pada umumnya
adalah krisis global yang terjadi serta rantai penyiksaan. Namun tidak jarang
juga anak-anak korban penyiksaan memilih karir menjadi konselor atau pekerja
sosial untuk mendampingi korban kekerasan saat ini dengan harapan dapat
menolong mereka keluar dari rasa takut dan rendah diri akibat penyiksaan yang
telah mereka alami serta mengembalikan kemampuan mereka untuk
bersosialisasi dengan baik kepada orang-orang disekitarnya. Tidak hanya itu,
kita pun dapat membuat perubahan. Kita hanya perlu berfilosofi “Kita bisa jika
kita mau” dan bertindak dengan benar.
B. Saran
Hayden, Torey L. 2002. Venus: Duka Lara si Anak Cantik. Bandung: Qanita.
____________. 2003. Sheila: Luka Hati Seorang Gadis Kecil. Bandung: Qanita.
Pelzer, Dave. 2003. A Child Called 'It': Sebuah Kisah Nyata Perjuangan Seorang
Anak Untuk Bertahan Hidup. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sularto, St. 2000. Seandainya Aku Bukan Anakmu. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
www.bbawor.blogspot.com
www.duniapsikologi.dagdigdug.com
www.fantasticfiction.co.uk
www.google.com
www.helpguide.org
www.himpsijaya.org
www.ibnuchaldunoke.multiply.com
www.indonesiaindonesia.com
www.kabarindonesia.com
www.lautanindonesia.com
www.orangtuabijak.wordpress.com
www.razimaulana.wordpress.com
www.ronawajah.wordpress.com
www.sasak.net
www.sederet.com
www.torey-hayden.com
www.unicef.org
www.wikipedia.org