You are on page 1of 0

1

Laju Infiltrasi Air Tanah Sebagai Upaya Mitigasi Potensi Longsor Serta
Konservasi Air Di Universitas Pendidikan Indonesia Dan Sekitarnya
Nanang Dwi Ardi, Mimin Iryanti, Egie M. Syaban
Program Studi Fisika Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik tanah berdasarkan laju
dan kapasitas infiltrasi air di daerah UPI. Daerah UPI merupakan daerah yang
sebagian besar lahannya telah mengalami perubahan penggunaan tanah
pertanian menjadi lahan non-pertanian sehingga dapat mengakibatkan
perubahan karakteristik tanah berdasarkan laju dan kapasitas infiltrasi air. Hasil
pengukuran infiltrasi di lahan pertanian menunjukan bahwa daerah UPI
mempunyai laju infiltrasi rata-rata sebesar 79,96 cm/jam sampai 89,16 cm/jam
dan kapasitas infiltrasi sebesar 23,59 cm/jam sampai 28,18 cm/jam, karakteristik
tanah di daerah UPI mempunyai klasifikasi laju infiltrasi yang sangat cepat
dengan tekstur tanah berupa lempung berpasir.
Kata kunci: Karakteristik Tanah, UPI, Laju Infiltrasi, Kapasitas Infiltrasi
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Air mengalami siklus yang sering kita
kenal sebagai siklus air atau siklus
hidrologi. Siklus air adalah rangkaian
peristiwa yang terjadi pada air dari saat
jatuh ke bumi hingga menguap ke
udara untuk kemudian jatuh kembali ke
bumi. Pada saat air hujan turun ke
permukaan tanah, sebagian air tersebut
masuk ke dalam permukaan tanah dan
sebagian lagi mengalir di atas
permukaan tanah. Air yang masuk ke
permukaan tanah secara vertikal
disebut infiltrasi, sedangkan air yang
mengalir di atas permukaan tanah
disebut sebagai aliran permukaan
(Arsyad, 1989). Menurut Dhalhar
(dalam Sudibyakto, 1989), infiltrasi
dapat dinyatakan dalam dua dimensi,
yaitu laju infiltrasi dan kapasitas
infiltrasi. Laju infiltrasi adalah
banyaknya air yang masuk ke dalam
tanah per satuan waktu sedangkan
kapasitas infiltrasi merupakan laju
maksimum infiltrasi suatu tanah pada
suatu saat.
Kapasitas infiltrasi menunjukan
seberapa besar tanah dapat meresap air.
Kapasitas infiltrasi ini dipengaruhi oleh
kondisi tanah dan vegetasi di atas
permukaan tanah tersebut. Jenis dan
tekstur tanah yang berbeda akan
mempunyai kapasitas infiltrasi yang
berbeda, begitupun dengan vegetasi
yang ada di atasnya. Tanah yang
ditanami rumput-rumputan atau yang
tertutupi daun-daun akan mempunyai
kapasitas infiltrasi yang besar
dibandingkan dengan tanah yang tidak
ditanami atau hanya ditanami oleh
pohon-pohon yang tinggi dan berdaun
jarang (Arsyad, 1989).
Menurut Tejoyuwono (1998), kapasitas
infiltrasi berhubungan dengan sifat
fisik tanah. Tekstur, kerapatan dan
kadar air tanah merupakan contoh dari
sifat fisik tanah yang mempunyai peran
penting terhadap kapasitas infiltrasi.
2
Besar kapasitas infiltrasi pada tekstur
tanah yang berbeda mempunyai nilai
yang berbeda, begitupun dengan besar
kapasitas infiltrasi pada tekstur tanah
yang sama. Hal ini bisa terjadi karena
tanah tersebut dipengaruhi oleh
penggunaan tanah. Tanah yang
digunakan untuk pemukiman, kebun
yang sering dicangkul, jalan dan
vegetasi yang sedikit akan memiliki
kapasitas infiltrasi yang kecil
sedangkan tanah dengan vegetasi yang
banyak akan memiliki kapasitas
infiltrasi yang besar.
Penggunaan lahan atau tanah (land use)
merupakan bentuk intervensi atau
campur tangan manusia terhadap lahan
atau tanah, baik secara menetap
maupun berkala untuk memenuhi
kebutuhan hidup baik material maupun
spiritual. Penggunaan lahan harus
seimbang dengan pemeliharaan lahan
itu sendiri agar hasil yang diperoleh
sesuai dengan kebutuhan penduduk.
Selain itu, agar lahan yang digunakan
tersebut tidak rusak (Arsyad, 1989).
Kerusakan tanah tersebut bisa
mempengaruhi besarnya kapasitas
infiltrasi. Kapasitas infiltrasi yang kecil
bisa menyebabkan tanah sangat sedikit
dalam menyerap air hujan sehingga
mengakibatkan air tanah sedikit,
genangan air tinggi atau terjadi banjir
dan erosi tanah.
Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI), Bandung merupakan daerah
yang memiliki penggunaan tanah yang
beragam baik untuk pertanian maupun
non-pertanian. Lahan pertanian di UPI
digunakan untuk kebun campuran yang
didominasi oleh pohon tinggi yang
berdaun lebat dan rerumputan. Pada
saat ini, penggunaan lahan untuk non-
pertanian sangat besar sehingga dapat
mengakibatkan perubahan terhadap
penyerapan air hujan. Penggunaan
lahan untuk non-pertanian
menyebabkan daya serap tanah akan
lebih kecil daripada penggunaan tanah
untuk pertanian sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya aliran
permukaan atau genangan. Oleh karena
itu, perlu diketahui penyerapan air oleh
tanah di lahan pertanian sebelum
adanya perubahan penggunaan lahan
menjadi lahan non-pertanian atau
pemukiman.
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi peneliti
tentang kondisi penyerapan air di lahan
tempat penelitian.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
maka dapat dirumuskan masalahnya
adalah bagaimana karakteristik tanah
berdasarkan laju dan kapasitas infiltrasi
air di daerah penelitian?
Batasan Masalah
Adapun yang menjadi batasan masalah
dalam penelitian ini adalah:
Daerah UPI diwakili oleh titik
pengukuran B1 dan B2 yang terletak
di Kebun Botani yang lahannya
digunakan untuk kebun campuran.
Titik pengukuran B1 didominasi
oleh pohon tinggi dan berdaun lebat
sedangkan titik pengukuran B2
didominasi oleh rumput-rumputan.
Penentuan kapasitas infiltrasi
menggunakan model Horton dengan
asumsi bahwa model Horton baik
digunakan untuk pengukuran dalam
waktu yang lama dan mempunyai
tingkat kesalahan yang kecil
dibandingkan model yang lain
(Sudibyakto, 1989).
Sifat fisis tanah terdiri dari jenis
tekstur tanah yang ditentukan
berdasarkan ukuran dan fraksi tanah,
kerapatan tanah, dan kadar air tanah
3
Karakteristik tanah meliputi jenis
tekstur tanah dan klasifikasi laju
infiltrasi air pada tanah.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui karakteristik tanah
berdasarkan laju dan kapasitas infiltrasi
air di daerah penelitian.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
mengetahui karakteristik tanah
berdasarkan laju dan kapasitas
infiltrasi di daerah penelitian,
memberikan informasi kepada
masyarakat dan lembaga atau
instansi terkait mengenai kondisi
penyerapan air di lahan tempat
penelitian sehingga dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam
pengolahan tanah serta konservasi
air dan tanah.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode
eksperimen. Eksperimen yang
dilakukan adalah pengukuran laju
infiltrasi secara langsung di lapangan
dan uji sifat fisis tanah berupa tekstur,
kerapatan, dan kadar air tanah.
Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di empat titik pada
dua tempat yang berbeda:
Daerah UPI sebanyak dua titik di
Kebun Botani yaitu titik B1 yang
terletak pada koordinat 06
o
5145,4
LS dan 107
o
3541,9 BT dengan
ketinggian 928 m dpl serta titik B2
pada koordinat 06
o
5144,4 LS dan
107
o
3542,8 BT dengan ketinggian
951 m dpl.
Uji sifat fisis tanah dilakukan di
Laboratorium Ekologi Jurusan
Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode
eksperimen. Eksperimen yang
dilakukan adalah pengukuran laju
infiltrasi secara langsung di lapangan
dan uji sifat fisis tanah berupa tekstur,
kerapatan, dan kadar air tanah.
Pengukuran laju infiltrasi dilakukan
dengan menggunakan infiltrometer
cincin ganda di UPI.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 21 dan 22 Januari 2012 dari
sekitar pukul 09.00 WIB sampai
dengan pukul 16.00 WIB.
Peralatan Lapangan
Peralatan lapangan yang digunakan
untuk pengukuran infiltrasi ini terdiri
dari:
1. Cincin yang kedap air terbuat dari
besi ukuran diameter 13,3 cm dan
26,1 cm, tinggi 30 cm.
2. Tutup Cincin.
3. Palu (massa: +/- 20 kg).
4. Jerigen min. 5 buah.
5. Penggaris 2 buah.
6. Ember + gayung 1 buah.
7. Water Pass, GPS (Global
Positioning System), dan stopwatch.
Pengukuran di Lapangan
Pengukuran Infiltrasi
Sebelum pengukuran, terlebih dahulu
dilakukan survey untuk memilih tempat
penelitian yang cocok yaitu titik yang
bisa mewakili kondisi tanah
4
disekitarnya dengan melihat vegetasi
dan penggunaan tanah. Titik tersebut
dicari lokasinya menggunakan GPS.
Langkah yang dilakukan dalam
pengukuran infiltrasi adalah memasang
alat yang sudah dipersiapkan. Alat
yang dipakai adalah infiltrometer
cincin ganda yang terdiri dari dua buah
cincin yang kedap air. Cincin
kecil/bagian dalam berukuran diameter
13,3 cm dan tinggi 30 cm, sedangkan
cincin besar/bagian luar berukuran
diameter 26,1 cm dan tinggi 30 cm.
Kedua cincin ini ditanam sekitar 5 cm
ke dalam permukaan tanah secara
bersamaan menggunakan palu yang
telah disediakan. Kemudian periksa
hasil pemasangan tersebut, jika
pemasangan salah, maka harus
diperbaiki dengan membongkar cincin
tersebut dan memilih tempat yang lain.
Hal ini dilakukan supaya mendapatkan
titik percobaan yang asli tanpa ada
kerusakan profil tanah. Namun jika
pemasangan sudah benar, maka pasang
jarum di tengah cincin atau penggaris
di samping cincin bagian dalam.
Setelah itu, masukan air di cincin
bagian dalam dan cincin bagian luar
sampai batas atas yang telah
ditentukan.
Langkah kedua adalah mencatat
volume air yang dimasukan ke dalam
cincin atau mencatat perubahan tinggi
muka air setiap waktu yang telah
ditentukan. Dalam hal ini, yang diukur
adalah pada cincin bagian dalam. Hal
ini dikarenakan bahwa pada cincin
dalam air akan masuk ke dalam tanah
secara vertikal sedangkan cincin bagian
luar selain airnya masuk secara
vertikal, juga masuk secara lateral atau
terjadi rembesan ke arah horizontal
menjauhi cincin bagian luar.
Pencatatan dilakukan setiap saat
sampai air berinfiltrasi secara konstan.
Pengukuran Sifat Fisis Tanah
Sifat fisis tanah yang diukur yaitu
struktur tanah, kerapatan tanah (bulk
density), dan kadar air tanah.
Pengukuran struktur tanah dilakukan
dengan mengambil sampel tanah
menggunakan alat yang disebut soil
corer. Tanah diambil dari kedalaman 0-
40 cm di masing-masing titik
penelitian. Hal ini dilakukan untuk
melihat struktur tanah pada masing-
masing titik. Kemudian tanah tersebut
dikeringkan menggunakan oven selama
8 jam dengan suhu 90
o
C. Tanah yang
sudah dikeringkan tersebut diayak
menggunakan alat yang disebut sieve
sesuai dengan ukuran butir sampai
benar-benar terpisah antar semua jenis
partikel tanah tersebut.
Pengukuran kerapatan dan kadar air
tanah dilakukan dengan mengambil
sampel tanah tidak terganggu. Tanah
diambil menggunakan silinder besi
kecil. Kemudian diukur volume dan
massa tanah basah. Tanah dikeringkan
menggunakan oven selama +/- 8 jam
pada suhu 90
o
C.
Pengolahan Data
Pengolahan Data Infiltrasi
Data yang diperoleh adalah data yang
digunakan untuk menghitung laju dan
kapasitas infiltrasi. Data tersebut
berupa waktu dan volume air yang
ditambahkan ke cincin bagian dalam.
Setelah diperoleh, maka data tersebut
di olah untuk menghitung laju infiltrasi
setiap waktu dan membuat grafik
antara laju infiltrasi terhadap waktu.
Data infiltrasi tersebut juga digunakan
untuk menghitung kapasitas infiltrasi
atau laju kumulatif maksimum infiltrasi
untuk mengetahui tekstur tanah pada
lahan tersebut. Perhitungan laju
infiltrasi menggunakan metode Horton
sesuai persamaan 1 yaitu
5
f =fc + (fo-fc)e
-Kt
Keterangan :
f = laju infiltrasi pada saat t (cm/jam)
fc = besarnya laju infiltrasi saat konstan
(cm/jam)
fo = besarnya laju infiltrasi saat awal
(cm/jam)
K = konstanta tanah
t = waktu dari awal hujan
e = 2,718
Untuk memperoleh nilai konstanta K,
maka persamaan Horton diolah sebagai
berikut :
f = fc + (fo - fc) e
-Kt
f - fc = (fo - fc) e
-Kt
ln (f - fc ) =ln [(fo - fc) e
-Kt
] atau
ln (f - fc ) =ln (fo - fc)+ ln e
-Kt
ln (f - fc ) = ln (fo - fc)- Kt
atau
ln (f - fc ) = -Kt + ln (fo - fc)
dengan menggunakan persamaan
umum liner, y = m X + C, sehingga :
y = ln (f - fc )
m = -k
x = t
C = ln (fo - fc)
Karena m merupakan gradien dari
persamaan tersebut, maka k juga
merupakan gradien dari persamaan
tersebut. Gradien tersebut diperoleh
dari grafik y terhadap x atau y = ln (f -
fc ) terhadap x = t.
Pengolahan Sifat Fisis Tanah
Data yang diperoleh dari hasil
penelitian diolah untuk menentukan
tekstur, kerapatan, dan kadar air tanah.
Tekstur tanah masing-masing sampel
dapat ditentukan dengan
membandingkan persentase antara
pasir, debu, dan liat. Untuk mengetahui
persentase tekstur tanah tersebut
menggunakan persamaan berikut:
=
( )
( )
100%
sedangkan untuk menentukan
kerapatan dan kadar air tanah
menggunakan persamaan 2 dan
persamaan 3.
Metode Analisis
Dalam penelitian ini, peneliti
menganalisis data primer hasil
penelitian untuk mengetahui laju dan
kapasitas infiltrasi. Hasil analisis data
tersebut dihubungkan dengan kondisi
tekstur tanah, kerapatan tanah, kadar
air tanah, jenis vegetasi, dan
penggunaan lahan di tempat penelitian
untuk mengetahui karakteristik tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi UmumDaerah Penelitian
Titik Pengukuran B1 dan B2
Titik pengukuran B1 dan B2 terletak di
kebun botani yang merupakan daerah
sekitar komplek Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) yang
berada di Jalan Dr. Setiabudhi 229
Kota Bandung Jawa Barat. Secara
geografis, titik B1 terletak pada
06
o
5145,4 LS dan 107
o
3541,9 BT
dengan ketinggian 928 m dpl serta titik
B2 terletak pada 06
o
5144,4 LS dan
107
o
3542,8 BT dengan ketinggian
951 m dpl.
Titik pengukuran B1 digunakan untuk
hutan yaitu lahan dengan tanaman
keras yang berdaun cukup lebat dan
pohon yang tinggi sehingga cukup
menutupi tanah yang ada di bawahnya,
sedangkan titik pengukuran B2
digunakan untuk kebun campuran yaitu
lahan yang ditanami dengan berbagai
macam tanaman berupa rumput,
pisang, talas, dan kunyit. Tanah di titik
pengukuran B1 pada kedalaman 0-40
6
cm mempunyai tekstur tanah berupa
lempung berpasir, kerapatan tanah
sebesar 0,90 g/cm
3
, dan kadar air
sebesar 41,82%. Sedangkan tanah di
titik pengukuran B2 pada kedalaman 0-
40 cm mempunyai tekstur tanah berupa
lempung berpasir, kerapatan tanah
sebesar 0,92 g/cm
3
, dan kadar air
sebesar 44,55%.
Laju dan Kapasitas Infiltrasi Air di
Daerah Penelitian
Laju infiltrasi merupakan banyaknya
air yang masuk ke dalam tanah tiap
satuan waktu. Besarnya laju infiltrasi
bergantung dari besarnya kapasitas
infiltrasi. Hasil pengukuran laju
infiltrasi di empat titik mempunyai laju
infiltrasi rata-rata yang berbeda-beda.
Hasil pengukuran di titik pengukuran
B1 mempunyai laju infiltrasi rata-rata
sebesar 79,96 cm/jam, titik pengukuran
B2 sebesar 89,16 cm/jam. Hasil
pengukuran ini dapat dilihat pada tabel
4.3 di bawah ini:
Tabel 1. Laju Infiltrasi di Tempat
Penelitian
No. Tempat
Laju Infiltrasi
Rata-rata
1. B1 79,96 cm/jam
2. B2 89,16 cm/jam
Kapasitas infiltrasi adalah laju
maksimum infiltrasi atau banyaknya
air maksimum yang masuk ke dalam
tanah tiap satuan waktu. Besar
kapasitas infiltrasi dapat diperoleh dari
persamaan Horton. Dari hasil
pengukuran dan perhitungan
menggunakan persamaan Horton,
diperoleh bahwa tiap titik pengukuran
penelitian mempunyai kapasitas
infiltrasi awal dan kapasitas pada saat
laju infiltrasi konstan yang berbeda-
beda. Titik pengukuran penelitian B1
memiliki kapasitas infiltrasi awal
sebesar 148,71 cm/jam dan kapasitas
saat laju infiltrasi konstan sebesar
28,18 cm/jam. Titik pengukuran
penelitian B2 memiliki kapasitas
infiltrasi awal sebesar 189,94 cm/jam
dan kapasitas saat laju infiltrasi konstan
sebesar 23,59 cm/jam.
Hasil perhitungan infiltrasi
menunjukan bahwa setiap tempat
penelitian memiliki kapasitas awal
yang besar kemudian menurun sampai
mencapai besar kapasitas yang
menurun. Perubahan ini bisa kita lihat
dari grafik antara kapasitas infiltrasi
terhadap waktu penelitian di bawah ini:
- Grafik kapasitas infiltrasi di titik
pengukuran B1
0 1 2 3 4 5 6
20
40
60
80
100
120
140
160
Grafik Kapasitas Infiltrasi terhadap Waktu
K
a
p
a
s
i
t
a
s

I
n
f
i
l
t
r
a
s
i

(
c
m
/
j
a
m
)
waktu (jam)
- Grafik kapasitas infiltrasi di titik
pengukuran B2
0 1 2 3 4 5 6
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Grafik Kapasitas Infiltrasi terhadap Waktu
K
a
p
a
s
i
t
a
s

I
n
f
i
l
t
r
a
s
i

(
c
m
/
j
a
m
)
Waktu (jam)
7
Dari grafik di atas untuk setiap titik
pengukuran penelitian, semua grafik
menunjukan bahwa besar kapasitas
infiltrasi terbesar terjadi saat awal
hujan dan menurun seiring waktu
berjalan sampai menunjukan nilai yang
minimum. Hal itu terjadi karena pada
saat awal hujan terjadi, air hujan
tersebut diserap oleh tanah secara
maksimum namun karena semakin
lama tanah meresap air maka tanah
tersebut akan semakin jenuh sehingga
air yang diserap oleh tanah semakin
sedikit. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Arsyad (1989) yaitu
kapasitas infiltrasi pada saat permulaan
hujan adalah terbesar kemudian
berkurang dengan semakin lamanya
hujan terjadi sehingga mencapai nilai
minimum yang konstan.
Perhitungan kapasitas infiltrasi
menggunakan persamaan Horton
menghasilkan suatu persamaan untuk
mengetahui kapasitas infiltrasi setiap
waktu. Persamaan Horton untuk setiap
tempat penelitian adalah sebagai
berikut:
Tabel 2. Persamaan Kapasitas Infiltrasi
Horton di Tempat Penelitian
No. Tempat Persamaan kapasitas Horton
1. B1 = , + ,
,
2. B2 = , + ,
,
Dengan menggunakan persamaan di
atas, dapat diperoleh besar kapasitas
infiltrasi saat laju infiltrasi konstan.
Besar kapasitas infiltrasinya adalah
sebagai berikut:
Tabel 3. Kapasitas Infiltrasi Horton di
Tempat Penelitian
No. Tempat Kapasitas Infiltrasi
1. B1 28,18 cm/jam
2. B2 23,59 cm/jam
Identifikasi Karakteristik Tanah
Berdasarkan Laju dan Kapasitas
Infiltrasi Air
Tanah sangat penting dalam kehidupan
manusia. Tanah merupakan salah satu
komponen yang terpenting dalam
proses daur hidrologi. Salah satu daur
hidrologi yang langsung berhubungan
dengan kondisi tanah adalah proses
infiltrasi. Proses infiltrasi merupakan
masuknya air ke dalam tanah baik air
hujan maupun air irigasi secara vertikal
akibat dari adanya gaya kapiler (dalam
arah vertikal) dan gaya gravitasi.
Menurut Dhalhar (dalam Sudibyakto,
1989), infiltrasi dinyatakan dalam dua
dimensi yaitu laju infiltrasi dan
kapasitas infiltrasi. Laju infiltrasi
adalah banyaknya air yang masuk ke
dalam tanah tiap satuan waktu
sedangkan kapasitas infiltrasi
merupakan laju maksimum infiltrasi
suatu tanah pada suatu saat.
Hasil pengukuran laju infiltrasi
diperoleh bahwa B1 mempunyai laju
infiltrasi sebesar 79,96 cm/jam, titik
pengukuran B2 sebesar 89,16 cm/jam.
Menurut Uhland dan ONeal (1951)
(dalam Arsyad, 1989), tanah yang
mempunyai laju infiltrasi sebesar di
atas maka dapat diklasifikasikan bahwa
titik pengukuran B1 mempunyai tanah
dengan laju infiltrasi yang sangat cepat,
titik pengukuran B2 dengan klasifikasi
sangat cepat.
Klasifikasi laju infiltrasi ini bisa dilihat
pada tabel 4. di bawah ini:
Tabel 4. Klasifikasi Laju Infiltrasi di
Tempat Penelitian
No. Tempat Laju Infiltrasi Klasifikasi
8
Rata-rata
1. B1 79,96 cm/jam Sangat cepat
2. B2 89,16 cm/jam Sangat cepat
Tabel 4. di atas menunjukan bahwa di
titik pengukuran yang tanahnya
tertutupi oleh tanaman mempunyai laju
infiltrasi rata-rata yang sangat cepat
dibandingkan dengan titik pengukuran
yang tanahnya terbuka. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Serief (1989)
(dalam Januardin, 2008) yang
menyatakan bahwa permukaan tanah
yang ditutupi oleh tanaman biasanya
mempunyai laju infiltrasi yang lebih
cepat daripada permukaan tanah yang
terbuka.
Tabel 4. di atas juga menunjukan
bahwa dengan semakin cepatnya tanah
dalam meresap air, maka semakin
banyak pula air yang masuk ke dalam
tanah.
Dilihat dari kapasitas infiltrasi pada
saat laju konstan (tabel 3), tanah di titik
pengukuran penelitian mempunyai
kapasitas berbeda-beda. Kapasitas
infiltrasi dari yang terbesar berturut-
turut adalah titik pengukuran B1, dan
B2. Dilihat dari besarnya kapasitas
infiltrasi pada saat laju konstan, maka
menurut klasifikasi Kohnke & Bertrand
(dalam Arsyad, 1989) titik pengukuran
penelitian mempunyai tekstur tanah
sebagai berikut:
Tabel 5. Klasifikasi Tekstur Tanah
Berdasarkan Kapasitas Infiltrasi di
Tempat Penelitian
No. Tempat
Kapasitas
Infiltrasi
Tekstur
Tanah
1. B1
28,18
cm/jam
Lempung
Berpasir
2. B2
23,59
cm/jam
Lempung
Berpasir
Tabel 5. menunjukan bahwa tanah di
titik pengukuran penelitian didominasi
oleh tekstur dengan jenis lempung
berpasir dan tanah jenis lempung
berdebu. Hasil uji tanah di
laboratorium pun menunjukan hasil
yang sama yaitu titik pengukuran
penelitian didominasi oleh tekstur
tanah berupa lempung berpasir di titik
pengukuran B1, B2.
Tabel 5. menunjukan bahwa tanah
dengan tekstur lempung berpasir
memiliki kapasitas infiltrasi yang lebih
besar daripada tanah dengan tekstur
lempung berdebu. Hal ini disebabkan
karena pasir mempunyai ukuran
partikel yang besar daripada debu
sehingga pasir mempunyai lebih
banyak pori besar dibandingkan pori
halus sedangkan debu mempunyai
lebih banyak pori halus daripada pori
besar. Dengan semakin banyaknya pori
besar tersebut, maka air yang
berinfiltrasi akan lebih banyak
sehingga kapasitas infiltrasinya lebih
besar. Pernyataan ini sama dengan
yang dikemukakan oleh Juanda (2003)
yaitu bahwa pasir miskin akan pori
halus namun kaya akan pori yang besar
sehingga air akan mudah meresap dan
akan mempunyai kapasitas infiltrasi
yang tinggi.
Tabel 5. juga memperlihatkan bahwa
pada tekstur yang sama yaitu pada
tekstur lempung berpasir memiliki
kapasitas infiltrasi yang berbeda.
Kapasitas infiltrasi berturut-turut dari
yang terbesar pada tekstur berupa
lempung berpasir adalah titik
pengukuran penelitian B1 dan B2.
Menurut Arsyad (1989) yang
mempengaruhi besar kecilnya kapasitas
infiltrasi adalah sifat fisik tanah,
vegetasi di atas tanah, dan penggunaan
tanah.
9
Sifat fisik tanah yang mempengaruhi
kapasitas infiltrasi tersebut adalah
diantaranya kerapatan dan kadar air
tanah. Semakin besar kerapatan dan
kadar air tanah maka akan semakin
kecil kapasitas infiltrasinya, begitupun
sebaliknya semakin kecil kerapatan dan
kadar air tanah maka akan semakin
besar kapasitas infiltrasinya. Hasil
analisis tanah menunjukan bahwa di
titik B1 mempunyai kerapatan dan
kadar air tanah yang kecil daripada titik
pengukuran B2 sehingga
mengakibatkan kapasitas infiltrasi di
titik pengukuran B1 lebih besar
daripada B2.
Selain sifat fisik tanah, vegetasi dan
penggunaan tanah pun memiliki
peranan dalam mempengaruhi besar
kecilnya kapasitas infiltrasi. Tabel 5.
menunjukan bahwa B1 mempunyai
kapasitas infiltrasi yang hampir sama
dibandingkan dengan B2.
Penyebabnya adalah vegetasi yang ada
di atas permukaan tanah tersebut.
Vegetasi di atas permukaan tanah di
titik pengukuran B1 cukup banyak
dibandingkan dengan vegetasi yang ada
di B2. Vegetasi yang menutupi
permukaan tanah tersebut berfungsi
untuk melindungi tanah dari tumbukan
secara langsung dengan air hujan.
Ketika air hujan bertumbukan secara
langsung dengan tanah, maka
permukaan tanah akan menjadi
terganggu yaitu pori-pori tanah akan
tertutupi oleh partikel-partikel tanah
yang lebih kecil sehingga air hujan
tersebut sulit untuk masuk ke dalam
tanah, tetapi jika air hujan tersebut
tertahan oleh pohon atau daun-daun
dari pohon atau tanaman maka kondisi
permukaan tanah akan relatif tetap atau
tidak terganggu sehingga air hujan
lebih mudah untuk masuk ke dalam
tanah melalui pori-pori. Sehingga
vegetasi yang lebat dan menutupi
permukaan tanah akan mempunyai
kapasitas infiltrasi yang lebih besar
daripada tanah yang terbuka.
Besar kecilnya kapasitas infiltrasi
menunjukan banyaknya air yang
mampu diserap oleh tanah. Semakin
besar kapasitas infiltrasi semakin
banyak air yang diserap oleh tanah.
Dengan kata lain bahwa dengan
semakin banyaknya air yang diserap
tanah, maka akan memperkecil adanya
aliran permukaan yang bisa
menyebabkan banjir dan sedikitnya
ketersediaan air tanah. Dilihat dari laju
dan kapasitasnya, maka bisa dilihat
bahwa daerah UPI mempunyai
kemampuan menyerap air yang besar
sehingga ketika air hujan turun di
daerah sekitarnya, air akan diserap
tanpa adanya aliran permukaan atau
banjir. Namun dengan semakin
banyaknya perubahan penggunaan
tanah dari lahan pertanian menjadi
lahan pemukiman, maka bukan tidak
mungkin daerah UPI akan mengalami
aliran permukaan atau banjir pada saat
musim hujan dikarenakan
berkurangnya lahan terbuka.
Selain mengakibatkan banjir,
banyaknya pemukiman atau penutupan
tanah dengan bahan yang keras juga
dapat mengakibatkan air tanah semakin
sedikit sehingga menimbulkan
terjadinya kekeringan ketika masuk
musim kemarau. Tidak hanya daerah
UPI yang akan merasakan akibatnya,
tetapi daerah sekitar khususnya daerah
yang lebih rendah dari UPI juga akan
merasakan akibatnya seperti banjir
pada saat hujan dan kekeringan pada
saat kemarau.
Oleh karena itu, perlu kesadaran dari
masyarakat dan pemerintah untuk
menggunakan lahan sekitar secara
10
bijaksana supaya tidak terjadi bencana
yang tidak diinginkan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengukuran dan
analisis laju dan kapasitas infiltrasi di
UPI , maka dapat disimpulkan bahwa:
Daerah UPI mempunyai laju
infiltrasi rata-rata sebesar 79,96
cm/jam sampai 89,16 cm/jam dan
kapasitas infiltrasi sebesar 23,59
cm/jam sampai 28,18 cm/jam.
Karakteristik tanah di daerah UPI
mempunyai klasifikasi laju infiltrasi
yang sangat cepat dengan tekstur
tanah berupa lempung berpasir.
Hasil ini sama dengan hasil uji tanah
yaitu daerah UPI mempunyai tekstur
tanah berupa lempung berpasir.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, I. 2008. Penggunaan Bahan
Geoshyntetic. FT UI. (Online).
Tersedia di
www.lontar.ui.ac.id/file?file=di
gital/125062-R210836..pdf
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah
dan Air. Bogor: IPB Press.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press..
Januardin. 2008. Pengukuran Laju
Infiltrasi pada Tata Guna
Lahan yang berbeda di Desa
Tanjung Selamat Kecamatan
Medan Tuntungan Medan.
Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Juanda, D. J. 2003. Kajian Laju
Infiltrasi dan Beberapa Sifat
Fisik Tanah pada Tiga Jenis
Tanaman Pagar dalam Sistem
Budidaya Lorong. Purwokerto:
Fakultas Pertanian Universitas
Jenderal Soedirman.
Seyhan, E. F. 1990. Dasar-dasar
Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Subagyo, S. 1990. Dasar Dasar
Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Sudibyakto. 1989. Model Infiltrasi
DAS: Suatu Tinjauan
Perbandingan Metodologi.
Majalah Geografi Indonesia
Tahun 2-3, No. 4-5.
Tejoyuwono. 1998. Tanah dan
lingkungan. Bogor: IPB Press.

You might also like