You are on page 1of 58

KONSUMERISME DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT URBAN

(STUDI KASUS MASYARAKAT PERKOTAAN DI KECAMATAN SENEN JAKARTA PUSAT)

DISERTASI
Untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh Gelar Doktor dalam bidang Ilmu Budaya dan Media

Oleh :

BIBIT SANTOSO
09/294118/SMU/00740

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA 2012

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Disertasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

INTISARI Berangkat dari keingintahuan peneliti untuk mengetahui berbagai permasalahan tentang kosumerisme yang mempengaruhi kehidupan masyarakat urban di Kecamatan Senen Jakarta Pusat, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk(1) mengidentifikasi proses menurunnya nilai-nilai budaya yang mempengaruhi konsumerisme kehidupan masyarakat perkotaan (2) memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kehidupan masyarakat kota terutama pada masyarakat Kecamatan Senen Jakarta Pusat, dan (3) menemukan beberapa pengaruh konsumerisme dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Senen. Metode penelitiannya adalah metode kualitatif yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman berdasarkan pada metodologi yang meneliti suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada metode ini peneliti membuat suatu gambaran secara menyeluruh, meneliti hasil laporan yang dibuat secara resmi oleh Pemerintah Daerah Kecamatan Senen Jakarta Pusat, dari pandangan responden, melakukan studi pada fakta-fakta yang ditemukan di lapangan melalui dokumentasi, wawancara dan observasi dilapangan. Penelitian ini menemukan hasil bahwa adanya pengaruh signifikan media televisi terhadap kebiasaan konsumerisme sehari-hari. Televisi merupakan faktor yang dominan dalam kehidupan masyarakat urban Kecamatan Senen karena baik anak-anak muda maupun orang dewasa selalu menonton televisi sehingga apa yang ditayangkan di media televisi termasuk media cetak menjadi dominan dalam kehidupan masyarakat urban. Jumlah penduduk diperkirakan akan meningkat lebih cepat karena sulitnya mencari pekerjaan yang layak , muncul banyaknya pengangguran, dampaknya sering terjadi pencurian , hal ini berpengaruh pada faktor keamanan masyarakat sehingga masyarakat menjadi kurang nyaman dalam kehidupan sehari-hari. Ditemukan bahwa penggunaan radio dan internet tidak ada pengaruh yang signifikan kepada seluruhnya .Pada umumnya masyarakat lebih banyak menonton televisi, karena masyarakat merasa lebih praktis dan ekomonis. Dalam penelitian ini Pasarmodern (Mall) dan pasar tradisional menunjukkan hasil yang sama yaitu tidak ada pengaruh yang signifikan antara pasar modern dan tradisional terhadap konsumerisme . Kata Kunci: Konsumerisme, Keamanan Masyarakat, Television, Gerakan Politik

PENGANTAR

1.1. Latar Belakang Akibat era globalisasi yang ditandai dengan Triple T yaitu perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi, Transportasi serta Tourisme

mengakibatkan penyerapan budaya lain diantaranya budaya konsumerisme dalam berbagai bentuk. Proses seperti ini juga terjadi dalam masyarakat Kecamatan Senen Jakarta Pusat. Konsumtivisme yang menurut Featherstone , Mike ( 2007 ) adalah merupakan faham untuk hidup konsumtif , sehingga orang dikatakan tidak lagi mempertimbangkan fungsi atau kegunaan ketika membeli barang melainkan mempertimbangkan prestise yang melekat pada barang tersebut atau konsumsi yang mengada-ada akibat dari pengaruh media massa baik media cetak maupun media elektronik yang kemudian istilah tersebut berubah bentuk karena sering digunakan menjadi konsumerisme. Konsumerisme menurut Wikipedia bahasa Indonesia adalah faham atau idiologi yang menjadikan seseorang atau kelompok melakukan atau menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang - barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan .Sifat konsumtif yang ditimbulkan akan menjadikan penyakit jiwa yang sadar menjangkit manusia dalam kehidupannya. Penggunaan kata konsumtivisme belakangan ini telah disalah kaprahkan menjadi konsumerisme seperti ilmuwan seperti Tocqueville, Aleixis de, yang menyatakan bahwa dampak

konsumerisme yang tumbuh dan tak terkontrol ditengah masyarakat mennyebabkan adanya kemiskinan relative ( relative deprivation ) ( Alemberte ,1991 ) . Dalam kondisi krisis ekonomi yang di alami Indonesia saat ini, menurut Suparlan, tidak nampak adanya perasaan krisis, malahan

konsumerisme terus meningkat ( Suparlan, 2003 ) Pernyataan itu sejalan dengan pendapat Kartjono yang menyatakan bahwa perkembangan politik yang sekarang ada di Indonesia, antara lain adalah menimbulkan nilai nilai dalam budaya dan konsumerisme. Pada masa lalu ditekankan oleh pemerintah untuk melaksanakan pola hidup sederhana namun sekarang ini menjadi suatu hal yang paradox. Disatu sisi masyarakat dihimbau untuk mengikuti pola hidup
sederhana, namun disisi lain masyarakat banyak dipengaruhi oleh budaya konsumerisme dimana masyarakat cenderung ingin memenuhi kebutuhan semu yang mestinya tidak diperlukan. Hal ini adalah karena bukan saja faktor struktural namun juga lebih diakibatkan oleh faktor kultural Bangsa Indonesia yang mempunyai nilai nilai budaya welcome sejak jaman penjajahan Belanda.

Teori globalisasi muncul sebagai akibat perkembangan di dalam teori sosial, khususnya reaksi terhadap perspektif sebelumnya seperti teori modernisasi (Tiryakian, 1992). Di antara karakteristiknya yang menjadi ciri teori ini adalah bias Barat: kemajuan perkembangan di Barat dan gagasan bahwa seluruh dunia tidak memiliki banyak pilihan kecuali semakin mirip dengan Barat. Kendati ada beberapa versi teori globalisasi, terdapat kecenderungan di hampir semua teori tersebut untuk menjaga jarak dramatis dari fokus di Barat dan menelaah tidak hanya proses-proses transnasional yang

mengalir ke berbagai penjuru namun juga, pada batas-batas tertentu, yang otonom dan independen dari bangsa atau wilayah dunia (Appadurai, 1995). Globalisasi dapat dianalisis secara kultural, ekonomi, politis, dan atau institusional. Pada masing-masing kasus, perbedaan utamanya adalah apakah orang melihat semakin besarnya homogenitas atau heterogenitas. Pada kutub ekstrem, globalisasi kebudayaan bisa dipandang sebagai ekspansi transnasional kode-kode dan praktik utama (homogenitas) atau sebagai proses dimana inputinput lokal dan global berinteraksi untuk menciptakan semacam pasthice, atau campuran, yang mengarah ke berbagai persilangan kultural (heterogenitas). Kecenderungan ke arah homogenitas sering kali diasosiasikan dengan imperialisme kultural, dari kebudayaan tertentu.( Ritzer , George dan Douglas J.
2011)

Memasuki zaman Revolusi Industri, dan didorong oleh sejumlah masalah dan prospek, teori sosiologi telah lama menyimpan bias produktivitas. yaitu teori-teorinya yang cenderung memfokuskan perhatiannya pada industri, organisasi industri, kerja dan pekerja. Hal ini paling kelihatan dalam teori Marxian dan neo-Marxian, meski juga dapat ditemukan pada teori-teori lain, seperti pemikiran Durkheim tentang pembagian kerja. Karya Weber tentang kelahiran kapitalisme di Barat dan kegagalannya berkembang di belahan dunia lain, analisis Simmel terhadap tragedi kebudayaan yang diakibatkan oleh proliferasi produk yang dihasilkan manusia, minat Mazhab Chicago pada kerja, dan perhatian teori konflik terhadap hubungan antara pekerja dengan

karyawan, pemimpin dan pengikut, dan lain sebagainya. Perhatian yang jauh lebih sedikit diberikan konsumsi dan konsumen. Ada perkecualian seperti karya terkenal Veblen , Thorstein (1899/1994) tentang konsumsi berlebihan dan pemikiran Simmel tentang uang dan gaya, namun mayoritas teoretisi sosial tidak terlalu banyak membicarakan konsumsi ketimbang produksi.

Konsumerisme merupakan bahaya besar bagi substansi etis dan sosial bangsa Indonesia. Cultural studies merupakan suatu pembentukan wacana, yaitu kluster (atau bangunan) gagasan-gagasan, citra-citra dan praktek-praktek, yang menyediakan cara-cara untuk membicarakan topik, aktivitas sosial tertentu atau arena institusional dalam masyarakat. Cara-cara tersebut dapat membentuk pengetahuan dan tindakan yang terkait dengannya (Hall, 1997a: 6). Cultural studies dibangun oleh suatu cara berbicara yang tertata perihal objek-objek (yang dibawahnya sebagai permasalahan) dan yang berkumpul disekitar konsep-konsep kunci, gagasan-gagasan dan pokok-pokok perhatian. Selain itu, cultural studies memiliki suatu momen ketika dia memaknai dirinya sendiri, meskipun penamaan itu hanya menandai penggalan atau kilasan dari suatu proyek intelektual yang terus berubah hal ini dikemukakan Barker , Chris ( 2011)
.Kajian ini adalah mengamati fenomena media dengan pendekatan nilai nilai budaya salah satunya adalah televisi yang mempunyai dampak terhadap konsumerisme dalam masyarakat Senen sehingga terjadi penurunan nilai nilai budaya . Menurut Marcuse, Hebert (1964), seorang pemikir kritis sekolah

Frankfurt Jerman, di dalam masyarakat Indonesia muncul kebutuhan-

kebutuhan semu, yang pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan. Eksistensi kebutuhan semu ini, kemudian membuat masyarakat Indonesia senang menikmati dan mengambil apa saja, memudar daya kritisnya, serta gemar mempercepat proses dan menyukai hal-hal yang berbau instan dan cepat. Ketiga hal inilah yang menandai konsumerisme (Soedjatmiko, 2008). Dampak sosial dari konsumerisme pun tidak terelakkan terjadi pada masyarakat Indonesia. Tocqueville , Alexis de menyatakan konsumerisme yang tumbuh tak terkontrol di tengah masyarakat menyebabkan adanya relative deprivation (kemiskinan relatif) (Alemberte, 1991). Maksudnya, sekelompok masyarakat merasa miskin bukan karena keadaan riil materi dan finansialnya yang anjlok, tetapi dengan membandingkan kehidupannya dengan kehidupan kelompok masyarakat lain yang menurutnya jauh lebih nikmat (Wells, 2001: 29). Dalam proses perubahan masyarakat urban dikarenakan interaksi dari globalisasi yang merupakan kekuatan pendorong dan faktor kekuatan lokal sebagai akibat beberapa proses yang berbeda dalam perubahan masyarakat urban.Urbabisasi terjadi ketika kota mulai berkembang disebabkan beberapa kota atau desa-desa yang berada disekitarnya (Pacione, 2009). Setiap masyarakat yang sedang membangun akan mengalami masa transisi yang menunjukkan pola perkembangan karena dipengaruhi oleh masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik serta keamanan. Salah satu gejala serta masalah yang akan diuraikan dalam tulisan ini adalah perubahan nilai-

nilai budaya dalam masyarakat Indonesia yang kini sedang mengalami transisi. Sejalan dengan proses pembangunan dan modernisasi di Indonesia yang memanfaatkan teknologi modern, terjadilah pergeseran nilai-nilai kebudayaan. Yang dimaksud dengan teknologi modern adalah teknologi yang berasal dari negara-negara industri maju seperti Amerika Utara, Eropa Asing, Jepang, Korea Selatan, dan sebagainya. Nilai-nilai budaya di Indonesia yang tradisional sedang menghadapi tantangan-tantangan dan penurunan nilai-nilai budaya. Sejalan dengan penurunan nilai-nilai budaya tersebut muncul gaya hidup dengan falsafah konsumen atau yang disebut konsumerisme yang terlihat dimana-mana, utamanya di kota-kota besar di Indonesia. Produsen pun saat ini bersaing menghasilkan suatu benda yang memiliki segmentasi kelas. Benda maupun produk yang dikonsumsi saat ini merupakan perangkat kebutuhan tertier seperti handphone, mp3 player, notebook, dan aksesoris pakaian dengan merk ternama sampai kepada menghabiskan waktu luang di sebuah klub yang menyajikan musik hingar bingar. Aktivitas konsumsi masyarakat urban tidak hanya mengkonsumsi benda, namun lebih dari itu mereka mengkonsumsi makna-makna dibalik kepemilikan suatu benda. Makna-makna yang dimaksud berkaitan dengan kepemilikan suatu benda dan kesan yang muncul dari kepemilikan benda tersebut. Konsumsi menjadi aktivitas utama dan juga menjadi wacana di dalam konteks sosio kultural masyarakat urban. Munculnya berbagai merk ternama dari suatu benda merupakan strategi politik yang ditujukan kepada masyarakat urban agar

tercipta suatu pembentukan strata sosial dan citarasa disaat kepemilikan maupun penggunaan produk tersebut. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain dalam kehidupannya, sekelompok manusia yang saling membutuhkan tersebut akan membentuk suatu kehidupan bersama yang disebut dengan masyarakat. Masyarakat itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 2005). Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia senantiasa menyerasikan diri dengan lingkungan sekitarnya dalam usahanya menyesuaikan diri untuk meningkatkan kualitas hidup, karena itu suatu masyarakat sebenarnya merupakan sistem adaptif karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi pelbagai kepentingan dan tentunya untuk dapat bertahan namun disamping itu masyarakat sendiri juga mempunyai pelbagai kebutuhan yang harus dipenuhi agar masyarakat tersebut dapat hidup terus. Dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini sering dibedakan antara mayarakat urban atau yang sering disebut dengan masyarakat kota dengan masyarakat desa. Pembedaan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa pada hakikatnya bersifat gradual, agak sulit memberikan batasan apa yang dimaksud dengan perkotaan karena adanya hubungan antara konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan

urbanisme dan tidak semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi dapat disebut dengan perkotaan. Pada masyarakat kota ada beberapa ciri-ciri yang menonjol yaitu (1) masyarakat kota mempunyai jalan pikiran rasional yang menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi; (2) jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu; dan (3) perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar. Beberapa ciri-ciri masyarakat kota yang selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya dan terbuka dalam menerima pengaruh luar tersebut menyebabkan teknologi terutama teknologi informasi berkembang dengan pesat dalam masyarakat kota karena bagi masyarakat kota penggunaan teknologi informasi di segala bidang telah sangat signifikan meningkatkan kualitas kehidupan mereka (Sukanto, 2006). Masyarakat urban cenderung melakukan sifat-sifat konsumerisme akibat berbagai tawaran baik melalui media massa,media electronik seperti televisi, radio, internet maupun berbagai barang yang ditawarkan di pusat perbelanjaan dan pasar-pasar modern. Masyarakat urban cenderung membeli barang-barang yang diminati sehingga hasil kerja hanya digunakan untuk menikmati produk (Kartjono, 1984).

Hal ini merupakan gaya hidup masa kini dimana orang membeli barang namun tidak dipakai atau orang hanya ingin memiliki kemudian

menggudangkan barang-barang tersebut. Huat , Chua Beng (2003) berpendapat bahwa kemungkinan sebagai konsekwensi mereka yang tinggal di negara yang berupa pulau kecil seperti Singapura memperlakukan kegiatan masyarakat sudah mempunyai peraturan yang dibuat sejak tahun 1959 untuk memelihara kekuasaan sebagai bagian dalam pemerintahan saat itu. Nilai-nilai budaya tradisional di Indonesia sedang menghadapi tantangantantangan dan penurunan nilai-nilai budaya. Gaya hidup dengan falsafah konsumen atau yang disebut konsumerisme terlihat dimana-mana, utamanya di kota-kota besar di Indonesia. Pengamatan itu sejalan dengan pendapat Kartjonodi diatas yang menyatakan bahwa perkembangan politik yang sekarang ada di Indonesia, antara lain menimbulkan polusi budaya dan konsumerisme. Mengingat hal itu, dalam proses modernisasi di Indonesia memanfaatkan teknologi modern. Sejalan dengan hal tersebut, konsumerisme juga tersebar, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Di dalam modernisasi terselip falsafah konsumerisme, yang mengajar orang menjadi konsumtif supaya layak disebut modern. Dalam kondisi krisis ekonomi yang dialami Indonesia saat ini, menurut Suparlan, tidak tampak adanya perasaan tengah mengalami krisis, malahan konsumerisme terus meningkat (Suparlan, 2003).

Kondisi masyarakat desa yang kurang mampu dan tidak mempunyai pekerjaan tetap, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di desa menjadi awal ketertarikannya pada kehidupan di kota. Sebagian besar masyarakat desa berpendapat bahwa kehidupan di kota lebih menjanjikan, sehingga niat untuk bekerja dan mengadu nasib di kota menjadi pilihan. Pada umumnya mereka bekerja sebagai karyawan swasta, buruh bangunan atau industri, pelayan, pedagang dan sebagainya walau ada sebagian kecil yang menjadi pegawai pemerintah. Johnson, Lousise C (2009) mengutarakan bahwa apa yang dilihat dari beberapa kunci kontribusi muncul beberapa pertanyaan tentang seni masyarakat urban adalah disiplin, yang dihasilkan melalui penelusuran beberapa konsep dan perbedaan yang terdahulu untuk melihat disiplin yang berasal dari budaya kapitalis. Selama bertahun-tahun persentase perpindahan penduduk dari desa ke kota didominasi oleh masyarakat yang selain kurang mampu juga tidak memiliki ketrampilan untuk modal dalam bekerja. Namun pada

kenyataannya, untuk mendapat pekerjaan yang layak di kota tidaklah mudah seperti yang diharapkan. Sebaliknya bagi orang-orang kota yang memiliki modal membeli tanah di desa dengan membuka usaha untuk menambah penghasilan dengan cara diantaranya membangun vila-vila, perumahan, lapangan golf dan lain-lain sehingga mengakibatkan perbedaan sosial yang menyolok. Dalam pembentukan masyarakat urban dapat menghilangkan sasaran,

hal ini merupakan salah satu pernyataan yang sangat menarik dari Hall ,Sir Peter (2010) bahwa kota-kota yang akan datang akan dikelola agar dapat memberikan gambaran yang sangat efektif, berlipat ganda namun sering tidak dapat dikonsumsi perencanaan nilai-nilai kebudayaannya. Hall, Peter Sir membuat suatu pengertian dalam uji coba kepribadian yang terkenal dan catatan sejarah dan mendapatkan tempat yang baik. Pemukiman masyarakat menunjukkan bahwa hanya sekitar 7 (tujuh) % dari total perumahan yang disediakan pemerintah dan masih banyak masyarakat urban yang kurang mampu untuk dapat memiliki rumah walaupun dengan cara direlokasi dan dengan berbagai pertimbangan dalam pembayaran (Mitlin and Satterthwaite, 2004). Berkembangnya konsumerisme di Indonesia ini tidaklah tanpa sebab. Globalisasi yang dimulai sejak awal abad ke-20 merupakan titik awal berseminya konsumerisme di Indonesia. Konsep pasar bebas sebagai anak kandung paham neoliberalisme yang terkandung dalam globalisasi, disebutsebut menjadi penyebab semua ini. Pemodal asing yang tidak percaya pada peraturan pemerintah terhadap pasar mengakibatkan terjadinya banyak deregulasi di berbagai sektor. Tujuannya adalah untuk memudahkan para pemodal asing masuk ke pasar Indonesia. Dalam globalisasi dan resikonya menunjukkan bahwa kegagalan dari teori monopoli modal dan imperialisme dikategorikan oleh Gilroys sudah tepat dan juga sebagai salah satu titik kelemahan dari bantuan penting seperti apa yang dikatakan Giddens, Lash,

Urry dan Castells (Robotham, 2005). Pemerintah Indonesia membuka peluang bagi investor asing untuk mengembangkan modalnya di berbagai bentuk industri. Berbekal media dan budaya, para pemodal asing menanamkan beragam nilai-nilai dari ideologi mereka yang bermuara pada pembentukan kesadaran semu masyarakat Indonesia. Di sisi lain, pebisnis domestik yang mulai menerapkan nalar ekonomi dengan prinsip optimalisasi keuntungan, pun mulai menguat dengan terus-menerus mengembangkan bisnis yang berlisensi asing, contohnya adalah MRA Group. Dalam kajian yang dilakukan Wijendaru, Andini perluasan bisnis berkelanjutan yang dilakukan MRA Group dipandangnya sebagai bentuk hegemoni. MRA Group yang mengawali bisnisnya dengan membuka Hard Rock Caf yang menggunakan lisensi asing, pada beberapa tahun setelahnya, mulai mengembangkan diri dengan mengembangkan bisnis media yang juga berlabel asing. Radio Hard Rock FM dan MTV Sky, majalah Cosmopolitan maupun Cosmo Girl, semuanya dimiliki MRA Group. Melalui beragam media tersebut, MRA Group menanamkan kebiasaan bersenang-senang kepada masyarakat Indonesia, khususnya kalangan menengah ke atas, dengan pembuatan hiburan sebagai salah satu kebutuhan manusia dalam mengisi waktu luang. Dengan pemantapan ideologi tersebut, maka terbentuklah kesadaran semu masyarakat dalam bentuk hasrat konsumsi berlebihan atas artifak-

artifak budaya pop Asing yang ditawarkan MRA Group sebagai barang dagangannya. Masyarakat pun tidak menyadari bila sebenarnya mereka sedang dieksploitasi secara ekonomi. Menurut Soerawidjaja dalam Wijendaru bahwa etika kapitalis adalah bagaimana menciptakan sebuah keyakinan sehingga orang yang dieksploitasi tidak merasakan sakitnya (Wijendaru, 2004: 90-117) 1.2. Rumusan Masalah Sebagai salah satu dampak Revolusi Industri, banyak orang pada abad ke-19 dan 20 tercerabut dari rumah mereka di desa dan pindah ke perkotaan. Migrasi besar-besaran ini terutama disebabkan oleh pekerjaan yang ditawarkan sistem industri diwilayah perkotaan. Namun hal ini melahirkan kesulitan bagi mereka, karena harus menyesuaikan diri dengan kehidupan kota. Selain itu, ekspansi kota menimbulkan masalah-masalah perkotaan yang seakan tiada ujungnya seperti kepadatan penduduk, polusi, kebisingan, lalu lintas, dan lain sebagainya. Sifat kehidupan kota dan masalah yang dihadapinya menarik perhatian beberapa sosiolog awal Amerika, Mazhab Chicago, yang sebagian besar didefinisikan perhatiannya pada kota dan minatnya dalam menggunakan Chicago sabagai laboratorium tempat meneliti urbanisasi dan masalahmasalahnya.(Ritzer ,George dan Douglas J. 2011.) Kemajuan di bidang teknologi dan ekonomi cenderung akan

mempengaruhi,bahkan seringkali mempengaruhi kebudayaan asli suatu negara, bangsa dan masyarakat. Di dalam modernisasi terkandung falsafah

konsumerisme, yang mengajarkan orang menjadi konsumtif supaya layak disebut modern. Pihak asing yang tidak percaya pada peraturan pemerintah terhadap pasar mengakibatkan terjadi banyak deregulasi pada berbagai sektor. Muncul kebutuhan-kebutuhan semu, yang pada dasarnya tidak terlalu dibutuhkan. Menurut Ian Connel dalam tulisannya yang berjudul Berita televisi dan kontrak sosial bahwa,Ketidakberpihakan berita televisi dan peristiwa sosialpolitik mutakhir kini secara luas dipandang sebagai mitos. Kritik standar ini biasanya diketengahkan dalam kaitan dengan bisa dan pemutarbalikan. Dalam artikel ini, saya membantah pernyataan dan implikasi dari pandangan ini. Dalam pelbagai kajian luas, gambar dan ketajaman presentasi visual foto yang dikontruksi oleh praktek jurnalistik dikatakan memberikan memberikan deskripsi berat sebelah (biased) atau terjadi penurunan tentang realitas objektif dan independen; deskripsi tentang fakta (accounts) itu berat sebelah atau terjadi penurunan karena diarahkan oleh sekumpulan ide dominan dan berlaku umum,yang diaktakan dimiliki dengan cara sederhana oleh kelompok ekonomi atau politik yang berkuasa. Dampak sosial dari konsumerisme pun tidak terelakkan terjadi pada masyarakat Indonesia. Konsumerisme tumbuh dan berkembang tidak mungkin tanpa media. Kecenderungan untuk hidup berlebihan yang sebelumnya terbatas pada golongan kaya, namun kini telah menyebar di kalangan menengah. Implikasinya pada masyarakat urban terjadi gejala ekonomisme (economism)

serta penurunan nilai dan kapasitas ekonomi individu. Berangkat dari keingintahuan inilah yang menjadi pokok permasalahannya Bagaimana agar masyarakat Kecamatan Senen tidak terpengaruh oleh media sehingga mengakibatkan menjadi masyarakat konsumerisme sehingga terjadinya

penurunan nilai-nilai budaya dan sosial ekonomi. Penelitian ini berusaha menjelaskan bagaimana dampak konsumerisme terhadap nilai nilai budaya masyarakat dan bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat urban di Kecamatan Senen Jakarta Pusat. Untuk memudahkan penulisan dan pemaparan disertasi ini maka, saya mengemukakan 3 (tiga) permasalahan pokok sebagai berikut yaitu: a. Bagaimana konsumerisme beroperasi dalam praktek-praktek budaya pada masyarakat ekonomi kelas bawah,masyarakat ekonomi kelas menengah dan mayarakat ekonomi kelas atas di Kecamatan Senen, Jakarta Pusat ? b. Memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumerisme dalam kehidupan masyarakat kota, terutama pada masyarakat Kecamatan Senen Jakarta Pusat? c. Penemuan dampak fenomena yang terjadi pada media utamanya televisi sehingga menurunkan nilai-nilai budaya masyarakat akibat konsumerisme yang mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat urban di Kecamatan Senen Jakarta Pusat? Hal inilah yang menjadi alasan untuk dikemukakan peneliti yang dipandang menarik, penting dan perlu diteliti. Tiga permasalahan pokok

tersebut merupakan fenomena yang terjadi pada masyarakat Kecamatan Senen sehingga menjadi masyarakat yang konsumerisme sebagai akibat dari pengaruh media massa yang dikonsumsi. Kajian ini mengemukakan tesis bahwa untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh konsumerisme masyarakat Senen sehingga terhindar dari menurunnya nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dan mencegah terjadinya kemiskinan akibat terpengaruh salah satunya yang paling dominan yaitu media televisi. 1.3. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai tingkat konsumerisme dalam kehidupan masyarakat perkotaan di Kecamatan Senen Jakarta Pusat, perlu dilakukan terhadap kondisi obyektif di lapangan sehingga akan dihasilkan suatu kajian yang berkualitas. Penelitian yang pernah dilakukan oleh H.W. Dick dalam konsumerisme bahwa pada tahun 1960 sampai tahun 1976 memperoleh hasil dimana pengeluaran masyarakat jumlahnya mencapai sebesar dua kali lebih cepat didaerah urban 20 % didaerah pedesaan dan lebih cepat lagi yaitu di Jakarta yang mencapai 50 % tentunya termasuk di Kecamatan Senen. Sepengetahuan peneliti bahwa konsumerisme dalam kehidupan masyarakat urban di Kecamatan Senen Jakarta Pusat sampai saat ini belum pernah diteliti dampaknya terhadap-terhadap kebudayaan dan kehidupan ekonomi masyarakat perkotaan dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi wilayah. 1.4. Manfaat Penelitian Besar harapan penulis agar pembahasan dalam penelitian ini dapat

berguna dan bermanfaat untuk tiga hal sebagai berikut : a. Kegunaan teoritis diharapkan dapat memberikan manfaat dengan mencontohkan hal-hal yang menjadi permasalahan konsumerisme yang dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat ibu kota yang di representasikan oleh Kecamatan Senen. b. Kegunaan praktis agar dapat menentukan manfaat khususnya bagi pengambil kebijaksanaan dibidang konsumerisme masyarakat urban. c. Penelitian ini untuk mengindentifikasikan faktor-faktor yang ada kaitannya dengan konsumerisme sehingga dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi suatu masyarakat. Atas dasar tersebut maka masyarakat Daerah Ibukota perlu mengambil langkah-langkah antisipasi yang strategis terhadap gejala konsumerisme, karena pengaruh dari konsumerisme akan berakibat pada masyarakat itu sendiri, dimana masyarakat merasakan dampak yang ditimbulkan. Pandangan di atas memberikan gambaran bahwa masyarakat akan menanggung akibat buruk dari konsumerisme, kondisi ekonomi dan taraf hidup masyarakat akan menurun. Konsumsi masyarakat dan daya beli masyarakat meningkat, tetapi berakibat pada produktivitas masyarakat yang rendah, hal ini akan berimbas pada kinerjayangjuga berimbas pada ketahanan pangan negara, sehingga ketahanan pangan menjadi menurun. Dalam hal ini pemerintah sudah berupaya untuk menekan laju konsumerisme, tapi disisi lain pemerintah juga membutuhkan pemasukan

berupa PAD guna mendukung pertumbuhan perekonomian daerah. Pertumbuhan perekonomian daerah ini sejalan dengan berdirinya pasarpasar modern yang melemahkan pasar-pasar tradisional. Hal ini

mengakibatkan tingkat konsumtif masyarakat semakin terpacu untuk berlomba-lomba dibutuhkannya. Hal inilah yang menjadi permasalahan yang mana disatu sisi pemerintah membuka jalan dalam berinvestasi, disisi lain pemerintah perlu memikirkan agar masyarakat jangan sampai terpuruk perekonomiannya akibat dari konsumerisme yang berlebihan, berujung pada penurunan Ketahanan Nasional Bangsa Indonesia. Untuk itu pemerintah perlu memperbesar peran masyarakat dan YLKI yang berfungsi mengontrol setiap barang yang beredar di pasar, sehingga masyarakat tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif yang ditimbulkan oleh meluasnya iklan-iklan barang yang dijual produsen. Ini merupakan bukti sinergitas antara masyarakat, YLKI dan lembaga pemerintah dalam mengatasi dampak konsumerisme yang negatif bagi masyarakat. Namun demikian tidak cukup oleh pemerintah saja yang harus bertindak akan tetapi harus disertai peran aktif dari seluruh elemen masyarakat dalam membantu agar tidak terbawa oleh arus negatif. 1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk menemukan membeli sesuatu meskipun hal tersebut tidak

dan menjelaskan masalah utama yaitu konsumerisme dalam kehidupan masyarakat perkotaan Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Secara khusus tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah yang telah dinyatakan di atas adalah sebagai berikut: a. Untuk mengidentifikasiproses penurunan nilai-nilai budaya yang

dipengaruhi konsumerisme dalam kehidupan masyarakat perkotaan di Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. b. Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi konsumerisme kehidupan masyarakat kota terutama pada masyarakat Kecamatan Senen Jakarta Pusat. c. Untuk menemukan pengaruh konsumerisme dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Senen. 2.1. Landasan Teori 2.2.1. Cultural Studies Cultural studies tidak akan mampu mempertahankan namanya tanpa fokus pada kebudayaan. Sebagaimana dinyatakan Hall, Yang saya maksud dengan kebudayaan di sini adalah lingkungan aktual untuk berbagai praktek, representasi, bahasa dan adat istiadat masyarakat tertentu. Yang dimaksudkan adalah berbagai bentuk akal sehat yang saling kontradiktif berakar sangat mendalam, serta membantu membentuk, kehidupan orang banyak (Hall, 1996c: 439). Kebudayaan terkait dengan pertanyaan tentang makna sosial yang dimiliki bersama, yaitu berbagai cara kita memahami dunia ini. Tetapi,

makna tidak semata-mata mengawang-awang diluar sana; melainkan, mereka dibangun melalui tanda, khususnya tanda-tanda bahasa. Cultural studies menyatakan bahwa bahasa bukanlah media netral bagi pembentukan makna dan pengetahuan tentang dunia tentang objek independen yang ada di luar bahasa, tetapi ia merupakan bagian utama dari makna dan pengetahuan tersebut. Jadi, bahasa memberi makna pada objek material dan praktek sosial yang di berikan oleh bahasa kepada kita sehingga membuat kita bisa memikirkannya dalam konteks yang dibatasi oleh bahasa. Proses-proses produksi makna merupakan praktek yang signifikan dalam memahami kebudayaan yang berarti mengeksplorasi bagaimana makna yang dihasilkan secara simbolis dalam bahasa sebagai suatu sistem signifikan. Bagian terbesar cultural studies terpusat pada pertanyaan tentang representasi, yaitu bagaimana dunia ini dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada dan oleh kita. Bahkan unsur utama cultural studies dapat dipahami sebagai studi atas kebudayaan sebagai praktek yang signifikan dalam representasi. Ini mengharuskan kita mengeksplorasi pembentukan makna tekstual. Ia juga menghendaki sensasi dan makna cultural yang memiliki materialitas tertentu, mereka melekat pada bunyi, prasasti, objek, cerita, buku, majalah, dan program televisi. Mereka diproduksi, ditampikan, digunakan dan dipahami dalam konstek sosial tertentu.( Barker ,Chris. 2011) Cultural studies menempatkan perhatiannya pada tiga masalah yang terkait satu sama lain produksi makna cultural, analisis tekstual makna-

makna ini, dan studi kebudayaan yang dijalani dan pengalaman yang dijalani (Denzin, 1992: 34). Karya dalam bidang ini diarahkan pada seluruh bentuk budaya, termasuk karya seni, musik populer, sastra populer, berita, televisi, dan media massa (Denzin, 1992: 76). Studi atas bentuk-bentuk cultural ini banyak dipengaruhi oleh teori-teori seperti posturkulturalisme dan

postmodernisme, dan Denzin berupaya mengasosiasikan interaksionalisme simbolis dengan studi dan teori ini. Menurut Denzin, seharusnya interaksionisme simbolis memainkan peran lebih besar dalam cultural studies daripada sekarang ini. Satu masalah dasar adalah bahwa interaksionisme simbolis cenderung mengabaikan gagasan yang menghubungkan symbol dengan interaksi-komunikasi (yang merupakan pokok perhatian utama cultural studies). Denzin berusaha meluruskan duduk perkara ini: Dalam upaya mengiring kalangan interaksionis simbolis kepada perspektif cultural studies, saya memilih memusatkan perhatian pada istilah yang hilang dan tidak terteorikan dalam perspektif mereka. Tentu saja, terdapat paradoks di sini; karena komunikasi adalah interkasi dan agar interaksi dapat berjalan, pihak-pihak yang berinteraksi harus berkomunikasi.( Ritzer ,George dan Douglas J. 2011.) 2.2.2. Konsumerisme Konsumerisme awalnya dari kata konsumtivisme yang menurut Featherstone , Mike ( 2007 ) adalah faham untuk hidup konsumtif. Momen konsumsi menandai salah satu proses dimana dibentuk sebagai pribadipribadi. Apa artinya menjadi satu pribadi, subjektivitas, dan bagaimana

mendeskripsikan diri kepada orang lain, indentitas, menjadi bidang perhatian utama cultural studies selama era 1990-an. Dengan kata lain, cultural studies mengeksplirasi bagaimana menjadi sosok seperti adanya sekarang, bagaimana diproduksi sebagai objek, dan bagaimana kita mengidentifikasi diri (atau secara emosional menamakan diri) dengan deskripsi-deskripsi sebagai lakilaki atau perempuan, hitam atau putih, tua atau muda. Sebuah argumen, yang dikenal dengan antisendialisme, menyatakan bahwa identitas bukanlah sesuatu yang eksis; tidak memiliki kualitas universal atau esensial. Ia merupakan hasil konstruksi dekstruktif, produk diskursus atau cara bertutur yang terarah tentang dunia ini. Dengan kata lain, identitas itu dibentuk, diciptakan ketimbang ditemukan, oleh representasi, terutama oleh bahasa. Permainan bahasa, politik, posisionalitas, pembentukan wacana, kebudayaan, kehidupan sosial, praktik signifikasi, representasi, materialisme kultural, ekonomi politik, nonreduksionisme, formasi sosial, artikulasi, kekuasaan, budaya pop, ideologi, teks, audien aktif, karakter polisemi, subjektivitas, identitas, antiesensialisme dan diskusrus adalah sekumpulan konsep teoritis yang ingin dieksplorasi dan dimasukkan oleh cultural studies kontemporer ke dalam dunia sosial. Pada tahap ini tidak mengaitkan konsepkonsep spesifik dengan penulis-penulis tertentu, meskipun pada bab berikutnya demikian, karena dalam satu hal, mereka adalah hak milik kolektif cultural studies. Tak dapat disangkal, para penulis cultural studies

memiliki perbedaan dalam hal bagaimana menjelaskan konsep-konsep tersebut dan konsep mana yang paling signifikan, karena cultural studies adalah ruang bagi debat dan argumen yang sehat (yang kadang-kadang memang kasar, riuh dan penuh permusuhan).( Barker , Chris 2011) Menurut Habermas, Jurgen (1964), Etika berkaitan dengan konsensus, tentunya karena etika dihasilkan melalui diskursus untuk memperoleh kesepakatan bersama mengenai apa yang baik.Problemnya adalah ketika diskursus tersebut disandarkan pada tubuh dan konsumsi, maka obsesi atas penampakan tubuh, dan bagaimana tubuh dilihat seolah-olah semakin menemukan alasannya. Super-ego yang didasarkan konsumsi, tentu akan menimbulkan represi yang berbasis konsumsi pula. Simbol dan nilai tubuh dikelompokkan, selanjutnya membaginya ke tingkatan-tingkatan sosial, barang atau bentuk tubuh tertentu mencerminkan yang kelas sosial pemiliknya. Karena wacana tubuh itu demikian dominan, mulai melupakan nilai-nilai yang lain, terbelenggu bahwa tubuh adalah satusatunya media aktualisasi diri, penampilan adalah segalanya. Rahmanto Andre (2009) menuturkan, ditinjau dari perspektif komunikasi, dapat dilihat konsumerisme sebagai dampak dari upaya pemasaran produsen melalui berbagai media. Media sendiri saat ini mengalami peluasan begitu pesat sehingga pesan untuk beli, beli, dan beli itu ada di mana saja, tuturnya.

Melalui paradigma kritis dalam kerangka Teori Kritis Sekolah Frankfurt, khususnya Teori Kritis Marcuse , Hebert (1964) tentang Manusia Satu Dimensi, penelitian ini berupaya memahami dan menjelaskan mengapa penderitaan rakyat kecil masih juga berlangsung (Soedjatmiko, 2008). 2.2.3. Materialisme Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi. Sebagai teori materialisme termasuk paham ontologi monistik. Materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralisme. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme (Drijarkara, 1966: 57-59). Materialism belongs to the class of monistontology. As such, it is different from ontological theories based on dualism or pluralism. For singular explanations of the phenomenal reality, materialism would be in contrast to idealism, neutral monism and spiritualism. 2.2.4. Teori Media Marshall McLuhan dari University of Toronto (1965), pernah mengatakan bahwa the medium is the mass-age. Media adalah era massa. Maksudnya adalah bahwa saat ini kita hidup di era yang unik dalam sejarah peradaban manusia, yaitu era media massa. Terutama lagi, pada era media

elektronik seperti sekarang ini. Media pada hakikatnya telah benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa. McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat periode: a tribal age (era suku atau purba), literate age (era literal/huruf), a print age (era cetak), dan electronic age (era elektronik). Menurutnya, transisi antar periode tadi tidaklah bersifat gradual atau evolusif, akan tetapi lebih disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi. Inti dari teori McLuhan adalah determinisme teknologi. Maksudnya adalah penemuan atau

perkembangan teknologi komunikasi itulah yang sebenarnya mengubah kebudayaan manusia. Jika Karl Marx berasumsi bahwa sejarah ditentukan oleh kekuatan produksi, maka menurut McLuhan eksistensi manusia ditentukan oleh perubahan mode komunikasi. METODE PENELITIAN 3.1. Pemilihan Lokasi Secara geografis, letak wilayah Kecamatan Senen Jakarta Pusat menjadi strategis karena berada ditengah-tengah kota Jakarta yang merupakan bagian dari kota metropolitan. Wilayah ini memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dimana hampir 50% merupakan warga pendatang (urban). Selain itu, sebagian besar masyarakat Kecamatan Senen Jakarta Pusat baik pendatang (urban) maupun pribumi merupakan masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah dengan

penghasilan rata-rata masih dibawah standar kelayakan hidup dikota besar. Dengan pesatnya kemajuan teknologi dan pembangunan berbagai sarana kebutuhan masyarakat seperti tempat perbelanjaan modern (mall, super market, cafe), hotel berbintang, sarana hiburan dan juga sarana komunikasi serta media informasi sangatlah mudah didapat dan pasar tradisional juga masih ada. Lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Kelompok masyarakat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok masyarakat kelas bawah, masyarakat kelas menengah dan masyarakat kelas atas. Hal ini menjadi pertimbangan peneliti karena wilayah Jakarta Pusat merupakan tolok ukur diwilayah Ibukota yang merupakan lokasi strategis terhadap pengaruh media massa dan pusat perbelanjaan di ibukota sehingga dapat diamati bagaimana konsumerisme mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Masyarakat Kecamatan Senen tinggal diberbagai tempat dan juga ada yang diperkampungan, pendatang yang kost maupun datang dari berbagai tempat dimana mempunyai berbagai macam profesi ada yang pedagang kaki lima seperti pedagang bakso, mie goreng, es, dan lain-lain serta ada yang usaha kecil kecilan di kampung-kampung, ada juga masyarakat kelas menengah karena sudah punya tempat tinggal yang layak dan bermobil. Sedang pengusaha menengah tersebut mayoritas berada dipusat pembelanjaan Senen, seperti penjual atribut TNI, penjual sepatu, berbagai kebutuhan electronik seperti komputer, Radio, televisi, air condisioner, tas-tas dan lain sebagainya. Sementara masyarakat kelas atas adalah mereka yang sudah mampu menyewa ruangan-ruangan di Plaza Atrium Senen yang beromset besar mulai

dari onderdil mobil, makanan, grosir, pakaian untuk yang berharga tinggi karena menggunakan merk-merk terkenal. Ada juga pengusaha hotel, restoran, perbengkelan, perbankkan, toko buku, penjualan sepeda motor, dan lain-lain.

3.2.Metode Penelitian yang digunakan Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada metode ini peneliti membuat suatu gambaran secara menyeluruh, meneliti hasil laporan resmi yang dibuat oleh Kecamatan Senen, dari pandangan responden, dan melakukan studi pada faktafakta yang ditemukan dilapangan. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Yang menjadi obyek penelitian adalah masyarakat ekonomi kelas bawah, menengah dan atas jumlahnya 32 orang dilaksanakan selama 3 bulan mulai tanggal 25 April 2011 sampai dengan tanggal 25 Juli 2011. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen kunci dan dalam penelitian ini penulis menggunakan 3 (tiga) cara antara lain: Dokumentasi, Observasi dan Wawancara PENUTUP

7.1. Kesimpulan Landasan teori Cultural Studies yang mengatakan bahwa Cultural Studies agar fokus pada kebudayaan supaya dapat mempertahankan namanya dapat berkembang, teori konsumerisme yang berasal dari kata konsumtivisme

yaitu kebutuhan yang mengada-ada sudah sesuai dan teori materialisme bahwa materialisme adalah segala-galanya relatif dan teori media yang mengatakan bahwa sekarang ini adalah The Mass age telah terjadi dan akan berkembang pesat. Berdasarkan data-data dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa

masyarakat Kecamatan Senen Jakarta Pusat adalah masyarakat yang sebagian besar merupakan pendatang (urban) yang datang dari berbagai suku di Indonesia pada awalnya pergi ke kota dengan tujuan untuk mencari nafkah demi penghidupan yang lebih baik dibanding ketika masih berada di kampung halaman, walaupun hanya bermodalkan tekat dan merasa yakin akan kehidupan yang lebih baik. Ada beberapa masyarakat yang berhasil dalam meraih penghidupan

dengan segala kebutuhannya yang serba tercukupi diantaranya ditemukan peneliti dilapangan seorang penjual beras dengan penghasilan tiap bulannya lebih dari 10 Juta rupiah, akan tetapi sebagian besar masyarakat urban berada dalam kondisi tidak seperti apa yang diharapkan ketika mereka berangkat ke kota. Masyarakat Kecamatan Senen mayoritas adalah masyarakat yang kelas ekonominya menengah kebawah, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian dan hasil informasi dari pejabat resmi yang mendata masyarakat Kecamatan Senen. Arus globalisasi yang melanda di berbagai negara yang salah satunya juga terjadi di Indonesia, juga memberikan pengaruh yang sangat luas dan

signifikan terhadap kenaikan harga produk-produk kebutuhan masyarakat yang tidak diimbangi oleh meningkatnya penghasilan khususnya kalangan masyarakat ekonomi menengah kebawah apalagi bagi masyarakat yang berdomisili di kota besar seperti masyarakat Kecamatan Senen yang rata-rata ber-wira swasta manjadikan beban yang semakin berat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun kondisi seperti itu bagi sebagian besar masyarakat Kecamatan Senen tidak menjadi tolok ukur dalam mengendalikan keinginan untuk memiliki apa yang diinginkan atau pun mengikuti gaya yang modern sesuai penghasilannya tanpa harus mengorbankan kebutuhan lainnya. Ditemukan beberapa contoh dan fakta pengamatan saat peneliti berada di lokasi yaitu mulai dari hobby belanja di mall, jajan di Mc Donald, model pakaian, perhiasan dan aksesoris lainnya yang mereka gunakan seakan-akan terbawa oleh pengaruh perkembangan masyarakat kota yang sebenarnya, tak luput juga alat komunikasi hand phone, kendaraan dan gaya rambut selalu berubah-ubah mengikuti perkembangan yang mereka lihat dan saksikan dari berbagai media massa maupun elektronika khususnya televisi. Berdasarkan pengamatan peneliti tentang pengaruh media televisi adalah bahwa sebagian besar masyarakat Kecamatan Senen terbawa perkembangan lingkungan karena media massa khususnya Televisi sehingga mempengaruhi gaya hidupnya sehari-hari. Mereka juga terpengaruh oleh apa-apa yang ditawarkan di mall-mall/pusat perbelanjaan maupun apa-apa yang ditawarkan

di pasar-pasar tradisional karena Televisi merupakan media yang mencakup audiens yang sangat luas, sehingga sering dimanfaatkan oleh pemasar untuk memasarkan produk atau jasa dengan kegiatan periklanan. Iklan mampu memberikan informasi, mengingatkan, hingga

mempersuasi pemirsa untuk menggunakan produk atau jasa yang diiklankan oleh pemasar. Pada saat ini, iklan tidak hanya dimanfaatkan oleh pemasar produk untuk mempersuasi konsumen membeli produknya atau pemasar jasa saja, namun juga dimanfaatkan oleh pelaku bisnis ritel (eceran) untuk mendorong konsumen untuk melakukan kunjungan dan transaksi. Disinilah media televisi memiliki peran penting sebagai agen penyebaran ideologi konsumerisme. Kemampuan televisi menyajikan pesan suara dan gambar bergerak secara bersamaan merupakan keunggulan yang tidak dimiliki media lain, misalnya koran atau majalah. Televisi mampu menembus kehidupan masyarakat Kecamatan Senen. Boleh dikata, saat ini televisi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Senen. Ini membuktikan bahwa dalam konsumerisme masyarakat Kecamatan Senen tidak lagi dieksploitasi secara fisik. Gaya hidup (life style) masyarakat menjadi lahan garapan utama yang konsumerisme. lebih dan Dengan nilai penciptaan

citra imajiner tentang

sesuatu

kebanggaan bagi

masyarakat. Seseorang belum dianggap modern bila tidak mengikuti gaya hidup tersebut. Pemaksaan yang berlangsung dengan cara-cara halus (soft violence) berupa iklan di ruang publik. Pemuatan iklan suatu produk

kebudayaan secara berulang-ulang dan massif, diakui atau tidak, mampu membentuk sebuah realitas citraan dalam ruang kesadaran masyarakat. Hasilnya, masyarakat menganggap hal itu sebagai sesuatu yang riil dan benar. Nilai-nilai budaya konsumerisme merupakan jantung dari kapitalisme dan sebuah nilai-nilai budaya yang didalamnya terdapat berbagai bentuk dusta, halusinasi, mimpi, kesemuan, artifisialitas, pendangkalan, kemasan wujud komoditi, melalui strategi hipersemiotika dan imajogologi yang kemudian dikonstruksi secara sosial melalui komunikasi ekonomi seperti iklan, show, media dan sebagainya) sebagai kekuatan tanda (semiotic power) kapitalisme. Pengaruh iklan dan media menjadikan masyarakat membelinya walaupun diluar kemampuannya maka akan terjadilah kemiskinan dalam kehidupan msyarakat. Nilai-nilai budaya konsumerisme terutama muncul setelah masa industrialisme ketika barang-barang mulai diproduksi secara massal sehingga membutuhkan konsumen lebih luas. Media dalam hal ini menempati posisi strategis sekaligus menentukan yaitu sebagai medium yang menjembatani produsen dengan masyarakat sebagai calon konsumen. Secara umum, media berperan sebagai agen yang menyebar imaji-imaji kepada khalayak luas. Keputusan setiap orang untuk membeli atau tidak lagi berangkat dari dalam diri seseorang berdasarkan kebutuhannya yang riil, namun lebih karena adanya otoritas lain di luar dirinya yang memaksa untuk membeli.

Hasrat belanja masyarakat merupakan hasil konstruksi yang disengaja. Jauh sebelum hari-hari besar itu, media terutama televisi telah memolesmoles dirinya untuk bersiap bergumul kedalam kancah persaingan merebut hati para pemirsa. Berbagai program, dari mulai sinetron, kuis, sandiwara komedi, sampai musik, disediakan sebagai persembahan spesial untuk menyambut hari spesial. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumerisme masyarakat Senen dapat dijabarkan sebagai berikut: Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya pengaruh signifikan media Televisi terhadap kebiasaan konsumerisme sehari-hari. Televisi merupakan faktor yang dominan dalam kehidupan masyarakat urban Kecamatan Senen karena baik anak-anak maupun orang dewasa selalu menyaksikan tayangan yang ada di televisi sehingga apa yang ditayangkan di media Televisi sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat urban mulai dari cara berbicara, berpakaian, makanan dan minuman yang dikonsumsi, gaya rambut yang dipakai, tas yang dipakai, sepatu, sandal, maupun perilaku-perilaku yang lain. Selain itu, informasi secara global yang sangat banyak baik verbal maupun visual menjadikan Televisi menjadi suatu kebutuhan primer bagi masyarakat, yaitu dapat berupa pendidikan, hiburan, dan berita yang dikonsumsi oleh semua kalangan usia di masyarakat.

Hasil analisis yang sama juga diperoleh untuk media Koran, yaitu disimpulkan bahwa adanya pengaruh signifikan media Koran terhadap kebiasaan konsumerisme sehari-hari walaupun pengaruhnya tidak sehebat televisi. Koran juga merupakan hal yang sama pentingnya untuk menambah wawasan maupun kebutuhan pribadi yang diiklankan lewat media massa sehingga masyarakat dapat merasakan mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di sekitar mereka dari apa yang dibaca di media massa. Meskipun informasi yang diterima hanya berupa informasi visual saja, namun media massa berperan sama pentingnya dalam memberikan informasi seperti media Televisi. Masyarakat dapat memperoleh pendidikan, hiburan, dan berita yang terus diperbaharui setiap hari di mana tentunnya segala kejadian yang berada di lingkungan sekitar mereka akan berubah setiap hari pula. Hasil analisis mengenai radio menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara media Radio terhadap kebiasaan konsumerisme sehari-hari. Hal ini dapat diakibatkan sedikitnya responden yang menggunakan radio dalam kehidupan sehari-harinya. Penggunaan radio yang cenderung menjadi sedikit ini dapat disebabkan para responden lebih memilih untuk mencari informasi melalui Televisi. Televisi memiliki keunggulan dibandingkan radio dalam menyediakan informasi, yaitu dapat diperolehnya informasi secara visual pada televisi dan tidak pada radio. Televisi memberikan informasi yang lebih lengkap dibandingkan radio

karena masyarakat dapat memahami apa yang terjadi di sekitar mereka secara visual. Hasil analisis mengenai internet menunjukkan hasil yang sama dengan radio bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara media

Internetterhadap kebiasaan konsumerisme sehari-hari. Hal ini dapat disebabkan karena Internet banyak digunakan oleh anak-anak muda untuk berkomunikasi melalui facebook atau pun permainan game online. Orangorang dewasa jarang menggunakan karena selain kesibukan mereka seharihari untuk mencari nafkah guna menghidupi keluarganya juga bagi orangorang dewasa kurang tertarik pada duia multimedia seperti internet. Pada kenyataannya, informasi yang disediakan media Internet tidaklah semenarik dibandingkan media lainnya. Cakupan informasi yang disediakan Internet dapat dikatakan sangat luas dan global serta tidak terbatas. Selain itu, pengguna internet dapat memilih sendiri informasi yang dibutuhkan, sehingga pengguna internet dapat merasakan akses informasi yang lebih eksklusif dibandingkan dengan menggunakan media yang lain. Namun media internet memiliki kelemahan tertentu, yaitu terletak pada cara pengoprasiannyaakan tetapi penggunaan media televisi dan Koran lebih mudah dibandingkan dengan menggunakan media internet. Hasil analisis mengenai pasar modern (Mall) maupun pasar tradisional menunjukkan hasil yang sama yaitu tidak ada pengaruh yang signifikan antara pasar terhadap kebiasaan konsumerisme sehari-hari. Hal ini dapat

diakibatkan kondisi responden yang dipilih secara acak dalam penelitian ini, yaitu di mana sebagian besar responden adalah pria dan berusia 40 tahun ke atas. Dari hasil deskripsi data responden diperoleh bahwa terdapat 23 responden laki-laki dari 32 responden dan terdapat 15 responden berusia 40 tahun ke atas dari ke- 23 responden tersebut. Sementara di dalam masyarakat terdapat kecenderungan bahwa masyarakat yang lebih sering berbelanja ke pasar modern adalah ibu-ibu dan anak muda. Sedangkan, masyarakat yang lebih sering berbelanja ke pasar tradisional didominasi oleh ibu-ibu. Pada para responden pria,

kecenderungan mereka untuk pergi ke pasar, khususnya ke pasar modern, adalah semata-mata untuk jalan-jalan (refreshing) atau sekadar meluangkan waktu di akhir pekan bersama keluarga. Hal ini juga menunjukkan bahwa terdapat kebiasaan responden untuk jalan-jalan tiap minggu tanpa adanya keperluan yang signifikan dalam kehidupan mereka. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengaruh produk-produk tertentu terhadap kebiasaan konsumerisme sehari-hari terhadap produk tersebut. Hasil analisis tersebut dapat juga dijelaskan bahwa kebiasaan responden dalam mengonsumsi produk tidak berkaitan dengan pengaruh yang ditimbulkan produk tersebut terhadap kehidupan responden sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi konsumerisme terus-menerus responden terhadap suatu produk tertentu tanpa melihat manfaat yang signifikansi dari produk terhadap kehidupan responden.

Dalam penelitian ini, produk minuman yang dikonsumsi oleh mqasyarakat Kecamatan Senen sehari-hari sebagian besar adalah teh dan kopi. Sedangkan, responden tidak menyadari signifikansi produk-produk tersebut dan mengkonsumsinya setiap hari dengan hanya didasarkan perasaan suka saja dan terbiasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumerisme adalah faktor struktural dalam hal ini pemerintah harus arif dan bijaksana agar masyarakat tidak terkena dampak konsumerisme yang mengakibatkan kemiskinan yang terstruktur walaupun ini sulit dilakukan karena nilai budaya welcome bangsa Indonesia dan pemerintah ingin mendapatkan devisa negara. Faktor yang lain adalah faktor kultural yang sulit dihindari karena bangsa Indonesia ingin merasa lebih hebat, lebih bergengsi. Namun demikian ada juga masyarakat baik kelas menengah maupun kelas atas yang betul-betul memerlukan (need) bukan keinginan untuk membeli yang seharusnya tidak dibeli atau kebutuhan semu agar tampil trendy akibat pengaruh salah satunya media massa dan elektronik. Permasalahan permasalahan konsumerime yang dihadapi oleh masyarakat Senen adalah perkembangan jumlah pendududuk yang signifikan akibat kurangnya peserta Keluarga Berencana dan juga dipicu oleh perpindahan penduduk dari desa kekota yang meningkat setiap tahun, pengaruh media media massa yang begitu kuat utamanya televisi, terjadi penurunan penghasilan akibat beban keluarga yang semakin meningkat,

pendidikan yang tidak bias ditingkatkan terjadi banyaknya pengangguran yang berdampak pada angka kriminalitas yang meningkat dan keamanan masyarakat akan terganggu. Faham konsumtivisme yaitu kebutuhan yang mengada ada akibat perkembangan lingkungan globalisasi dan pengaruh media massa telah berubah menjadi konsumerisme karena telah banyak dipakai oleh para ilmuwan dan masyarakat mempunyai pengaruh positif yaitu

berkembangnya investasi pabrik pabrik, munculnya banyak tenaga kerja yang diserap dan juga produk produk baru namun disisi lain berdampak negative kepada masyarakat utamnya kelas ekonomi bawah dimana terjadi penurunan nilai nilai budaya masyarakat sehingga terjadi kemiskinan struktural. Konsumerisme berkembang bukan saja dari faktor struktural namun juga dari faktor kultural bangsa Indonesia yang mempunyai budaya welcome terhadap apa saja sejak penjajahan Belanda. Untuk itu Pemerintah harus cerdas menyikapai hal ini dengan mengambil kebijakan kebijakan yang tepat dan mengamati perkembangan media massa sehingga masih dapat mengendalikan dampak negatif yang diterima oleh masyarakat. 7.2. Saran Bagaimana menghindar dari konsumerisme? Mengkonsumsi

sebenarnya merupakan kegiatan yang wajar dilakukan. Namun, dewasa ini disadari bahwa masyarakat tidak hanya mengkonsumsi, tapi telah terjebak ke dalam budaya konsumerisme. Nilai-nilai budaya ini dikatakan berbahaya

karena berdampak negatif terhadap penghidupan, juga menurunnya hubungan sosial dan menguatnya kesadaran semu dibenak masyarakat. Sekarang sudah saatnya menjadi konsumen yang cerdas dan kritis, bukan lagi saatnya menjadi konsumen yang selalu ketergantungan pada hasrat yang konsumtif dan mudah dikelabui. Mulailah mengendalikan diri dan membelanjakan uang hanya untuk kebutuhan yang benar-benar memang diperlukan, jangan mudah terpengaruh dengan tawaran untuk

mengkonsumsi sesuatu dan mulai mempertanyakan proses di balik pembuatan produk yang akan kita konsumsi. Konsumen berhak menentukan segala sesuatunya. Hal ini penting untuk disosialisasikan kepada masyarakat Kecamatan Senen khususnya dan masyarakat kota besar lainnya pada umumnya agar terhindar dari obyek nilai-nilai budaya konsumerisme yang semakin hari semakin berkembang pesat karena masyarakat akan tenggelam dan terjebak dalam kemiskinan yang terjadi secara terstruktur. Perlunya resistensi terhadap konsumerisme untuk melawan nilai-nilai budaya asing agar nilai-nilai budaya bangsa Indonesia tetap dapat dipertahankan walaupun dalam hal ini sangat berat karena harus melawan globalisasi yang sulit untuk dibendung apalagi budaya welcome bangsa Indonesia yang sudah ada dalam sejarah budaya Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa sangat jelas pengaruh nilai-nilai budaya asing seperti pengaruh jaman penjajahan Belanda, pengaruh Hindu, Islam, Kristen,

teknologi baru untuk itu harus ada gerakan politik yang bertujuan melindungi pengaruh negatif kapitalisme. Pengaruh pemerintah harus selektif terhadap intervensi dari luar jangan merasa rendah diri kalau tidak mengambil budaya dari luar. Budaya konsumerisme sulit dibendung misalnya Indonesia penghasil kentang tetapi mengapa kita import kentang dari RRC. Indonesia bukan penghasil terigu namun Mc. Donald ada dimana-mana. Ternak-ternak ayam banyak namun import paha ayam dari Amerika dan itu tidak bisa dibendung karena Indonesia juga ada kepentingan bisnis internasional agar kelapa sawit masuk ke Amerika. Untuk masyarakat Kecamatan Senen hendaknya dapat berusaha bagaimana menghindari nilai-nilai budaya konsumtif untuk tidak menjadi masyarakat konsumerisme karena hal ini sangat berbahaya dan berefek negatif terhadap lingkungan hidupselain itu juga menurunnya hubungan sosial dan kesadaran semu di masyarakat. Apalagi masyarakat Kecamatan Senen adalah masyarakat yang mayoritas terdiri dari masyarakat urban yaitu masyarakat yang berasal dari berbagai suku-suku di Indonesia dengan latar belakang mayoritas masyarakat kelas ekonomi menengah kebawah yang rentan terhadap kemiskinan. Untuk itu pemerintah terutama instansi atau pejabat yang memiliki

kewenangan dalam memberdayakan rakyat hendaknya membuat program untuk berinvestasi. Menumbuh-kembangkan pola hidup hemat melalui nilai-

nilai budaya menabung harus digalakkan sampai masyarakat tingkat yang paling bawah. Dengan menabung atau berinvestasi akan mampu

menggairahkan dan meningkatkan ekonomi bangsa dan negara. Pemerintah juga harus menyaring program-program dimedia cetak maupun elektronik tentang kebohongan publik yang telah dilakukan oleh pengusaha agar masyarakat tidak terkecoh pada produk-produk yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dalam iklan-iklan sehingga masyarakat terhindar dari penipuan-penipuan pengusaha. 7.3. Pengembangan Penelitian Penelitian ini dapat dikembangkan dan diperluas untuk kota-kota besar lain sehingga masyarakat kota yang pada umumnya berasal dari desa dapat menghindari budaya konsumerisme untuk tidak terjebak dalam gaya hidup dan mengkonsumsi barang-barang yang ditawarkan di media cetak maupun elektronik maupun barang-barang yang ditawarkan di mall-mall/pusat perbelanjaan maupun pasar tradisional pada tingkat yang berlebihan. Setelah penelitian ini dilakukan di kota-kota besar lainnya, seharusnya dapat disimpulkan untuk dijadikan kajian di tingkat nasional, sehingga masyarakat Indonesia secara umum memahami bahwa konsumerisme mempunyai nilai yang positif namun lebih besar dampak negatifnya sehingga dapat mencegah kemiskinan yang berlarut-larut dan mengurangi jumlah angka kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, 2009, Konstruksi Yogyakarta:Pustaka Pelajar. dan Reproduksi Kebudayaan,

Adarno, M, 1981, Penerusan Budaya Kita Terputus,Prisma, No. 11, Jakarta: LP3ES. ADB, 2009, Survey ADB tahun 2009 tentang Pengusaha Ekonomi Kelas Bawah, Menengah dan Kelas Atas, Jakarta: ADB Alfathri Aldin, 2006, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas,Yogyakarta: Jalasutra. Alfathri, Aldin, 2006,Menggeledah Hasrat: Sebuah Pendekatan Multi Prespektif, Yogyakarta: Jalasutra. Arikunto, Suharsimi, 1993Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 124 Arikunto, Suharsimi, 1996, Teknik dan Metode Penelitian,Yogyakarta, UGM Arikunto, Suharsimi,1996, Prosedur Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 46 Armando, 1998, Cild Property and cash Transfer, Jakarta, LP3ES. Bakel, J.W. M, 1984, Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Karisnes. Bandrillard, Jefri, 1998,The Consumer Society,London: Sage Publication. Barker, Chris. 2011. Cultural Studies, teori dan Praktik. (terj). Yogayakrta. Kreasi Wacana Offset. Baumann, Zygmunt, 2007, Consuming Life, USA: Polity Press. Belinda, Wheaton, 2004,Understanding Lifestyle Sports:Consumption, Identity and Difference, London: Routledge, Taylor & finance group. Boudrillard, Jean, 1970, Wiriting Selected, Paris: Galiword. Boudrillard, Jean, 2004, Masyarakat Konsumsi, Yogyakarta: Kreasi Wacana. Burton, Graeme, 2008,Pengantar untuk Memahami Budaya dan Media, Jakarta: Jalasutra.

Chaney, David 2006, Life style Sebuah Pengantar Komprehensif, Jogjakarta, Jalasutra. Coafee, Jon, 2009, Terrorism, Risk and the Global City: Towards Urban Resilience,USA, England: Ashgate. Corner, John And Dick Pels, 2003, Media and the Restyling of Politics, London: Sage Publcation Ltd. Dick, H.W, 1985, The Rise of A Middle Class and The Changing Concept of Equity in Indonesia: An Interpretation, Indonesia: Cornell Southeast Asia program, No. 39. Drijarkara, N, 1966, Pertjikan Filsafat, Jakarta: PT. Pembangunan Djakarta. Engel, Janus F, Blackwell, A Roger D. Miniard, Paul W, 1993, Perilaku Konsumen, Jakarta: Binarupa Aksara. Evans, Peter, 2002, Livable Cities: Urban Struggles for Livelihood and Sustainability, London:University of California Press, Ltd. Farris, Nancy, 1986, Commodities in Cultural Perspective,Australia: Press Syndicate of the University of Cambridge. Featherstone, 2007, Consumer Culture and Postmodernism, 2nd Edition, London: SAGE Publications Ltd. Featherstone, Mike, 2005, Postmodernisme dan Budaya Konsumen, Penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fine, Ben, Michael Heasman and Judith Wright, 2002,Consumption in The Age Of Affluence, London: Routledge, Taylor and finance e-Library. Fornas, Johan, 2007, Consuming Media, New York: Oxford International Publishers Ltd. Friedman, Jonathan, 2005, Consumption and Identity, Australia:Taylor & Francis e-Library. Gillette, Maris Boyd, 2000,Between Mecca and Beijing,CA: Stanford University Press. Grazia, Victoria de and Ellen Furlough, 1996, The Sex of Things:Gender and Consumptionin Historical Perspective,USA: University Of California Press.

Hall, Michael, 2008, Tourism and the Consumption of Wildlife, USA: Routledge, Taylor & finance group Haryanto, Sedjatmiko, 2008, Saya Berbelanja Maka Saya Ada, Yogyakarta: Jalasutra. Hebarmas, Jurgen 1964, Teori Kritis, Jerman, Universitas Frankfurt. Heryanto, Januar, 2004, Pergeseran Nilai dan Konsumerisme di Tengah Krisis Ekonomi Indonesia, Jakarta, NIRMANA Vol. 6, No. 1, 52-62. Huat, Chua Beng 2003,Life Is Not Complete Without Shopping,Singapore: Photoplates Pte Ltd. Ibrahim, Idi Subandy, 1997,Ectasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop Dalam Komoditas Masyarakat Indoesia, Bandung: Mizan. Ihromi, T.O, 2006,Pokok-pokok Antropologi Budaya,Jakarta:Yayasan Obor Indonesia. Johnson, Louise C., 2009, Cultural Capitals, London: TJ International Ltd, Padstow. Cornwall. Jones, P. P., 2009, Pengantar Teori-teori Sosial, Jakarta: Yayasan Oleh Indonesia. Kartjono, 1984,Depolitization Politics in Indonesia, Transnationalization of The State and Sosial Formation: Indonesia Experience, Research Projects Seminar on The State and People in the Context of Transnationalization, held in Salatiga, October 8-12, 1984, Sponsored by U.N. University, LP3ES. Kim, Youna,2008, Media Consumption and Everyday London:Routledge Taylor & Francis e-Library. Life in Asia,

Koshar, Rudy, 2002, Histories of Leisure, London: Oxford International Publishers Ltd. Laporan Tahunan Kecamatan Senen Tahun 2011, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Kota Administrasi Jakarta Pusat Kecamatan Senen. Lavine, Madeline, Chalenging the Cultured of Affluence, Independent School, 67 (207): 28-36. Leftwich, R.H. and A.M. Sharp, 1984, Economics of Social Issues, Plano, Texas: Business Publication, Inc.

Lincoln, Y.S, & Guba, E. G, Naturalistic Inquiry, Beverly Gills: Sage. Lindner, Rolf, 2006,The Reportage of Urban Culture,London, Cambridge University Press. Low, Nicholas, Brendan Gleeson, Ingemar Elander and Rolf Lidskog, 2005, Consuming Cities, USA:Routledge Taylor & Francis Group Mahasin, A, 1977, Pengantar Redaksi, Prisma, No. 6, Jakarta: LP3ES. Mangunwijaya, Y.B, 1983, Teknologi dan Dampak Kebudayaannya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mantra, Ida Bagoes, 2008,Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian dan Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Maryani, 2005,Metode Penelitian Kebudayaan, Malang:Bumi Aksara. Mc Luhan, 1965,Under Standing Media: The Extenshion New York, Herald Tribune Mark, Karl, 2000, Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis, Jakarta,LKIS Max Weber, 2010, Teori Sosial atau Tindakan Sosial, Jerman. Mercuse, Hebert 1964, Manusia Dalam Satu Dimensi, Boston, Beaca Press. Miles, Steven and Malcolm Miles, 2004, Consuming Cities, USA: Palgrave Macmillan. Miller, Daniel, 1998, Material Cultures, London: UCL Press Limited Taylor & Francis Group. Mitlin, Diana and David Satterthwaite, 2004, Empowering Squatter Citizen, London: Earthscan n.n, 2009, Dixi Square Mall: Dawu Of The Dead Mall. Harvey, Illinois: Harvey Nairin, Agnes,Jo Ormrod and Paul Botton Ley Wathcing, 2007, Wanting and Wellbering, Exploring the Link A Study of 9-13 Years Old. National Consumer Council. Nawawi, Hadari, 1993, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: UGM Press.

Pacione, Michael, 2009, Urban Geography,USA: Routledge, Taylor &Finance Group. Palermo, Pier Carlo and Davide Ponzini, 2010, Spatial Planning and Urban Development, Italia: Springer Science+Business Media. Paterson, Mark, 2006, Consumption And Everyday Life, USA: Taylor & Francis Group. Piliary Yasraf A, 2004, Dunia Yang di Lepas, Yogyakarta: Jalasutra. Pilliang, Yasraf A, Realitas Kebudayaan dalam Era Post Metafisika, Yogyakarta: Jalasutra. Rahmanto, Andre 2009, Media dan Budaya Populer, Klaten, PPMUNS Ransome, Paul, 2005, Work, Consumption And Culture, London: SAGE Publications Ltd Ritzer, George dan Douglas J. 2011. Teori Sosiologi Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern.terj.Yogyakarta. Kreasi Wacana Offset. Robotham, Don, 2005,Culture, Society and Economy, London: Sage Publications Ltd. Ronald, Walpole E. and Raymond H. Myers, 1995, Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan, Bandung: Penerbit ITB. Santoso, Bibit, 2005, Efektifitas Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia,Tesis, Jakarta:Pasca Sarjana Universitas Jaya Baya Jakarta. Saraswati, Sylvia, 2009,Cara Mudah Menyusun Proposal, Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta: Am Ar-Ruzz Media. Saukko, Paula, Doing Research in Cultural Studies, an Introduction to Clasical,UK: University of Exeter. Setiawan, Bambang. 2012. Kelas Menengah: Konsumtif dan Intoleran.http://nasional.kompas.com/read/2012/06/08/11204529/Kelas. Menengah.Konsumtif.dan.Intoleran Setioko, Bambang, 2000,Pengendalian Urbanisasi Dalam Rangka Memantapkan Ketahanan Nasional,Kertas Karya Perorangan (Taskap) Kursus Reguler Angkatan XXXIII Lemhannas Tahun 2000, Jakarta: Lemhanas.

Showalter, Pamela S. and Yongmei Lu, 2010,Geospatial Techniques in Urban Hazard and Disaster Analysis, Texas: Springer ScienceBusiness Media. Storey, John, 2011, Pengantar Teori dan Metode Budu Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop,Jakarta: Jalasutra. Suara Pembaruan, 17 Agustus 2003, Katanya Krisis, Konsumerisme Malah Meningkat, Tahun XVII Nomor 5800, Jakarta: Suara Pembaruan. Sudjana, 1983,Teknik dan Metode Penelitian,Bandung: Tarsito Sudjana, 1992, Metode Statistika, Bandung: Tarsito. Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Administrasi Bisnis, Bandung: Alfabeta. Sunardi, R. M, 2004, Ketahanan Ekonomi Wilayah.Jakarta: Gramedia. Suparlan, Parsudi, 2003, Iklan dan Polusi Gaya Hidup, Prisma, No 6, Jakarta: LP3ES Tim, 2001, Pedoman Penulisan Disertasi, Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Veblen, Thorstein, 1899, The Theory of The Leisures Class, USA: Societal Study. Wick, M. Jeffry Hord, 2001, Mall Maka, Phila delpia: University Of Press. Wong, Cecilia, 2006, Indicator for Urban and Regional Planning,USA: The RTPI Library series 11. Yasin, Sulchan,1995, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia. Yenny, 1990,Pengaruh iklan makanan di media massa di Rusia.

BIODATA PENELITI A. Jati Diri Nama Lengkap Agama Pangkat/Golongan Isteri Anak Alamat No. Telpon e-mail Pendidikan Umum : - SDN tamat tahun1963 - SMPN tamat tahun 1966 - STMN tamat tahun 1969 - Fakultas Sos Pol UT Jurusan Administrasi Negara - Fakutas Hukum Universitas Jaya Baya jurusan Hukum Bisnis Pendidikan Militer : - AKABRI tahun 1975 - Sussarcab tahun1976 - Sustafpur tahun 1986 - Seskoad tahun 1991 - Sesko ABRI tahun 1997 - KRA Lemhannas tahun 2000 Pendidikan Pengembangan Spes : - Susjurpajasmil tahun1977 - Susjurpaturbak tahun 1981 - Sus Ins Radar Giraffe dan RBS 70 th. 1983 - Sus Bahasa Inggris tahun 1985 : Bibit Santoso : Islam : Mayor Jenderal TNI Purn./1A Hj. Dra Siti Rahayu,MSc,MH : Mayor Inf Hendra Santiko Aji Lettu Kav Kurnia Santi Adi Wicaksono : Jl. DR. Abdurrahman Saleh No.23 Senen Jakarta Pusat : 081234312198/ 087859106189 : bibits@ymail.com, bibit.santoso17@gmail.com Tempat dan Tanggal lahir : Bojonegoro,15 Desember 1951

- Sus Manual Test Equipment Rudal Rapier tahun1987 - Sus English Mathematic Phiycs Teacher tahun 1988 - Penataran P4 - Sussospol ABRI tahun 1998 - Sus Scuba Diver tahun 1998 Pendidikan dan penugasan Luar Negeri : - Giraffe Radar and RBS 70 Ins Course di Swedia 1982 - Instroduction Rapier Course di Australia tahun 1984 - Manual Tech Equip Rapier Course di Inggris 1986 - English Math Physic Teacher Course Inggris 1988 - United Nation Somalia Garuda XIVA - Inspector RPV Snipe Inggris 1995 - Inspector RBS 70 Swedia 1996 - KKLN Sesko ABRI Thailand 1997 - Seminar Defence Management Australia 1998 - Subyect Matter Expert Exchance USA 1998 - Asia Pasific Cecter For Sec Studies Hawaii USA 1999 - National Development Course Taiwan 2000 - KKLN Lemhannas RI Perancis 2000 - KKLN Lemhannas RI Philipina 2001 - Symposiom On East Asia Security USA 2003 - Symposiom On East Asia Security Jepang 2003 - Symposiom On East Asia Security Korea sel 2003 - Toast Master Delegation Sabah Malaysia 2005 - Senior APCSS Hawaii USA 2006

B. Riwayat Jabatan :
1.

Jabatan Terakhir adalah : (1) Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Politik dan Kewarganegaraan Lemhannas RI (2) Manager Sasana Tinju Aru Boxing Club

2.

Jabatan Sebelumnya : (1) Danton 2 Baterai B Batalyon Arhanudri -15/Dam IV Diponegoro tahun 1976 (2) Danrai D Yon Arhanudri 15 /Dam IV Diponegoro tahun 1981 (3) Danrai A Yon Arhanudri 15/Dam IV Diponegoro tahun 1982 (4) Kasi 1/Intelejen Yon Arhanudri 15/Dam IV Diponegoro tahun 1982 (5) Gumil Gol VII Pus Arhanud tahun 1982 (6) Danrai Har Pus Arhanud tahun 1985 (7) Kasi 2 Yon Arhanudse-10/Dam Jaya tahun 1986 (8) Kabenghar Elka Instek TNI-AD tahun 1988 (9) Instruktur Gol VI Instek TNI-AD tahun 1988 (10) Dan Denarhanud Rudal 001/Dam I/BB 1989 (11) Kadep Sista Instek TNI-AD tahun1991 (12) Danyon Arhanudse -8 /Dam V/BRW tahun 1991 (13) Dansearhanud Pusdikart tahun 1994 (14) Danserudal Pusdikart tahun 1995 (15) Dosen GolIV Seskoad tahun 1997 (16) Kabinjianbang Straops Seskoad 1999 (17) Kasubdit Rendalduk Ditrendik Dedik Lemhannas Dephan tahun 1999 (18) Widya Iswara Madya Bidang Strategi Lemhannas RI tahun 2001 (19) Karohumas dan Kermalugri Lemhannas RI tahun 2003 (20) Waka Puspen TNI tahun 2005

C. Riwayat Kepangkatan Letda 01-12-1975 Lettu 01-04-1978 Kapten 01-10-1981 Mayor 01-04-1988 Letkol 01-04-1992 Kolonel 01-04-1997 Brigjen 15-07-2001 Mayjen 22-05-2009 D. Tanda Penghargaan : SL KesetiaanXXIV tahun SL Dwija Sista I SL Dwija Sista II SL UNOSOM PBB Somalia SL Santi Dharma VI SL OPS Seroja TIM TIM SL GOM VI Aceh Bintang Karika Eka Phaksi Nararya Bintang Yudha Dharma Nararya SL Maheswara tingkat III E. Penugasan Operasi : Operasi Seroja Timor Timor tahun 1978-1979 Operasi GOM Aceh tahun1988-1989 Operasi Perdamaian PBB Garuda XIV Somalia tahun 1994-1995 F. Penghargaan Yang diterima : - Juara I Lulusan Terbaik SDN Ponco Kec Parengan Tubanth1963 - Juara harapan 2 Menembak seluruh Pati TNI th 2005 - Juara 1 Team Tennis Lapangan Mabes TNI 2005 SL Kesetiaan XVI tahun

G. Piagam Penghargaan - Dari Gubernur Lemhannas RI pada saat menjabat sebagai Karo Humas dan Kermalugri - Dari Ketua PGSI sebagai Pelaksana Kejurda Gulat Expoar Senior Sejatim - Dari Dan Danseskoad sebagai Dosen GOL IV SESKOAD - Dari Lemhannas RI sebagai Tenaga AHli Pengkaji Bidang Politik Lemhannas RI - Dari Danseskoad sebagai Ketua Pengarah Materi PMN dalam PKB Juang antar Sesko Angkatan / Sespim Polri dan Program Pasca Sarjana ITB,UNPAD,IKIP,Th 1997/1998 tanggal 4-9 Mei 1998 di Bandung. - Dari Danseskoau sebagai Wasru SUB kogla D Gladi Posko PKB OPSGAB WIRA SIAGA XVII/1997 tanggal 20 24 A pril 1998 - Dari Danseskoal sebagai Wasru LINUD II SUB KOGLA C Gladi POSKO OPSGAB WIRA SIAGA XVII/97 TANGGAL 21 April sd 26 April 1997 - Dari Danseskoad sebagai anggota De Oyu SUBGLA A dalam GLADI POSKO PKB OPSGAB WIRA siaga xix/99 TANGGAL 19 sd 23 April 1999 H. Tulisan yang dipublikasikan : Beberapa Tulisan di Majalah Patriot TNI diantaranya tentang

WawasanKebangsaan Beberapa Tulisan di Majalah Tannas Lemhannas RI diantaranya tentang

Bagaimana membentuk satu Kesatuan yang Efektif dan Efisien. I. Peran Serta dalam Pertemuan Ilmiah : 1. 2. Peserta Asia Pasific Retail and Workshop 30 Nov 2004 Peserta Seminar Nasional tema Urgensi Pemekaran Daerah untuk Meningkatkan Pelayanan dan Kesejahteraan Masyarakat di Lemhannas RI tanggal 29 September 2009

3.

Peserta Seminar PRODIK PPRA XLIII Lemhannas dengan Judul Penguatan Kebijakan Energi Mendukung Perekonomian Nasional dalam Rangka Ketahanan Nasional diLemhannas RI tanggal 2 Desember 2009

4.

Peserta Seminar Prodik PPSA XVI Lemhannas dengan Tema Membangun Indexs Pencegahan Korupsi Indonasia dan Penindakan Korupsi Indonesia guna mewujudkan Good Governance dalam rangka Pembangunan Nasional

5.

Panitia Diskusi Panel Forum Kajian Masalah Kerusuhan Sosial dan Krisis Moneter tanggal 24 November 1997 di Seskoad Bandung

6. 7.

Peserta Defence Management Seminar 1-6 Maret 1998 di Australia Peserta Rapat Kerja Terbatas tentang Penyusunan Rencana Tindakan Menghadapi Kontijensi Terpilih di Papua di Wantnnas tanggal 20 September 2007

8.

Moderator/Fasilitator serta peseta Lemhannas tanggal9-11 Maret 2004

Seminar Counter Terrorism di

9.

Ketua Koordinator Humas dalam Simposiom, Seminar dan Lokakarya Kewaspadaan dan Ketahanan Nasional: Aktualisasi Panca Sila untuk Persatuan Bangsa dalam Meningkatkan Wawasan Kebangsaan di Lemhannas tanggal 2 Mei 2005

10. Peserta Sosialisasi UUD 45setelah amandemen oleh MPR RI tahun 992002 di Lemhannas RI tanggal 18 Maret 2003 11. Peserta Seminar KRA XXXVI Lemhannas dengan Tema Stabilitas Politik sebagai Prasarat utama dalam menyongsong Pemilu 2004 di Lemhannas tanggal 4 Desember 2004 12. Peserta Seminar Nasional Migas dg Tema Sistem Pengamanan Terpadu berbasis Masyarakat setempat proyek vital sumber daya alam migas di Lemhannas tanggal 8 juli 2003 13. Peserta seminar 2 hari SUSREG XXXIII Lemhannas dengan tema Pemberdayaan Hukum di daerah menuju Indonesia Baru di Lemhannas tanggal 22-23 November 2000

14. Peserta Seminar KSA XI Lemhannas Judul Penegakan Supremasi Hukum Guna Meningkatkan Stabilitas Politik dalam Memperkokoh Integrasi Nasional di Lemhannas tanggal 23 Oktober 2003 15. Peserta lokakarya tema Sinkronisasi Pendidikan Umum dan Pendidikan Kedinasan dengan Pendididkan Ketahanan Nasional dalam rangka meningkatkan kualitas Persatuan dan Kesatuan Bangsa di Lemhannas tanggal 24 Agustus 2004 16. Peserta Seminar Nasional dalam rangka memperingati Hari Olah Raga Nasional tanggal 4 September 2002 di Hotel Indonesia 17. Peserta Seminar Nasional Kebijakan Pengelolaan Konservasi Hutan dalam rangka mendukung Ketahanan Nasional di Lemhannas tanggal 21 Oktober 2003 18. Peserta Seminar SUSREG XXXV Lemhannas dengan judul Aktualisasi Manejemen Nasional guna meningkatkan Investasi dalam rangka memulihkan Ekonomi Nasional diLemhannas tanggal 29-30 Oktober 2002 19. Peserta Seminar KSA X Lemhannas dengan Tema Peningkatan Peran Kepemimpinan Nasional dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas Nasional di LEMHANNAS TANGGAL 18-19 Juni 2002 20. Peserta Seminar KSA II Lemhannas dengan Tema Meningkatkan Kerjasama antar Daerah Guna mendorong pertumbuhan dan pemerataan pembangunan daerah dalam rangka mencegah disintegrasi bangsa di Lemhannas tanggal 3-4 Desember 2001 21. Peserta Seminar nasional dalam rangka HUT Lemhannas RI Kerjasama dengan Yayasan Jati Diri Banga dengan tema Implementasi Character Building dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara guna memperkokoh Wawasan Kebangsaan di Lemhannas RI tanggal 6 Mei 2003 22. Peserta Seminar KRA XXXVII Lemhannas dengan tema Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dalam rangka memperkokoh NKRI di Lemhannas RI tanggal 11 November 2004 23. Nara Sumber pada Pelaksanaan KRA XXXVII Lemhannas RI tahun 2004 24. Pembicara pada Kuliah Umum di Fakultas Tehnik UniversitasPakuan Bogor tanggal 29 Mei 2004. 25. Perencana dalam menyusun Seminar Nasional Counter Terrorism di Lemhannas RI tahun 2004. 26. Peserta Seminar KSKA II Lemhannas dengan Tema Meningkatkan Kerja sama antar Daerah guna mendorong pertumbuhan dan Pemeretaaan Pembangunan Daerah dalam Rangka mencegah Dis Integrasi Bangsa tanggal 4 Desember 2001 27. Peserta Seminar Nasioanl kembali ke UUD 45 Kemajuan atau Kemunduran dari Ikatan Aumni Resimen Mahasiswa Indonesia tanggal 11 Maret 2010. 28. Peserta Seminar Indo Defence AND Indo Aerospce 2008 dengan tema Harceney Defence Tehnology Capabilities and Improving the Role of Current National Air Transportation tanggal 20 November 2008 29. Peserta Konferensi Nasional Membangun Indonesia Baru tema Reformulasi Format Penyelenggara Negara dalam rangka Memperkokoh Persatuan dan Keasatuan Indonesia tanggal 20 sd 22 Maret 2010

You might also like