You are on page 1of 13

LAPORAN KASUS TINEA FACIALIS Oleh : Edward Wijaya Pembimbing : dr. Doddy Suhartono, Sp.

KK

PENDAHULUAN Penyakit infeksi jamur pada kulit mempunyai prevalensi yang cukup tinggi pada Indonesia. Hal ini disebabkan karena negara Indonesia memiliki iklim tropis dan kelembaban yang tinggi. Dermatofitosis merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tandung, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichopyton, dan Epidermophyton. Dermatofita mempunyai sifat mencernakan keratin atau keratofilik. Berdasarkan habitatnya, dermatofit ini digolongkan sebagai antropofilik (manusia), zoofilik (hewan) dan geofilik (tanah). Penyakit dermatofitosis ini tersebar di seluruh dunia dan menyerang semua umur, terutama dewasa.1,2 Nama penyakit akibat jamur dermatofit ini sesuai dengan lokasi yang diserang oleh jamur tersebut. Berikut adalah klasifikasi dermatofitosis berdasarkan lokasinya : Tinea kapitis Tinea fasialis Tinea barbe Tinea kruris : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala : dermatofitosis pada wajah : dermatofitosis pada dagu dan jenggot : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus dan perineum Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan Tinea unguium Tinea korporis : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki : dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 6 tinea di atas Selain bentuk tersebut, masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus yang dianggap sebagai sinonim tinea korporis, yaitu : 1

Tinea imbrikata

: dermatofitosis

dengan

susunan

skuama

yang

konsentris dan disebabkan Trichophyton concentricum Tinea favosa : dermatofitosis yang terutama disebabkan Trichophyton schoenleini, secara klinis terbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy odor). Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut. Tinea korporis disebut juga tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende flechte, kurap, herpes sircine trichophytique. Infeksi ini tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara pria dan wanita. Penyakit ini mengenai semua orang dari semua tingkatan usia. Secara geografis lebih sering pada daerah tropis dan subtropis. Biasanya mudah terjadi pada lingkungan dan daerah yang kotor dan lembab. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi. 1,2 Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah tengah biasanya lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan dikarenakan keluhan pasien adalah gatal, terutama saat berketingat. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan lainnya. Kelainan kulit dapat terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu. 3 Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus atau bagian tubuh yang lain. Tinea kruris disebut juga eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch, ringworm of the groin. 1,2 Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada iklim yang panas (tropis dan subtropis). Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur. Trichophyton rubrum merupakan etiologi infeksi yang paling umum di seluruh dunia dan sekitar 47% menyebabkan tinea korporis. 3,4 Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam 2

bentuk yang primer dan sekunder (polimorf). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat di Indonesia. 3 Angka kejadian dermatofitosis secara umum di poliklinik kulit dan kelamin RSUD Kardinah Tegal pada periode Januari Desember 2011 sebanyak 362 kasus baru. Dengan kasus tinea korporis mencapai 79 pasien. Jumlah penderita laki-laki 48 dan wanita 40 orang. Rentang usia yang terbanyak antara 25 44 tahun.

LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Status Pernikahan Pekerjaan Pendidikan Agama Alamat : An. I : Perempuan : 3 tahun 6 bulan : Menikah : Pedagang : SMP : Islam : Pesantunan RT 02 RW 04, Brebes

II.

ANAMNESIS Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 17 Juni 2013 pukul 11.00 WIB di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal.

Keluhan Utama Os datang ke rumah sakit umum daerah Kardinah, Tegal hari senin pukul 11:00 pada tanggal 17- juni 2013 dengan keluhan utama bentol-bentol merah pada daerah muka sejak 1 bulan yang lalu. Ibu pasien berkata bahwa pasien awalnya timbul mrintis-mrintis kemerahan pada wajah anaknya kemudian pasien berobat ke puskesmas diberi obat salep bethamethasone dan obat puyer tetapi kulit menjadi kering, mrintis-mrintis merah menjadi bertambah besar dan meluas lalu pasien juga pergi berobat ke dokter umum, pasien juga diberi obat salep dan puyer tetapi pasien lupa nama obat salep yang diberikan tapi juga tidak sembuh setelah berobat ke dokter umum kulit wajah menjadi bentol-bentol kemerahan yang besar dan semakin kasar. Pasien juga mengeluh adanya gatal pada daerah muka yang dirasakan apabila berkeringat terutama apabila anaknya sehabis bermain diluar dan bentol-bentol merah hanya ada di daerah muka tidak ada di daerah lain. selama ini pasien mengaku tidak ada alergi obatobatan.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang serupa dengan pasien. III. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Tanda vital Nadi Suhu Pernafasan : tampak sakit ringan : compos mentis : : 94x/m : afebris : 18x/m :: 19 kg : Gizi cukup : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, ada kelainan kulit di wajah (status dermatologikus) Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, alis mata hitam, tidak ada madarosis Telinga Hidung Mulut Thorax Inspeksi Palpasi : Bentuk normal, pergerakan simetris, kelainan kulit (-) : Tidak dilakukan 5 : Normotia, tidak ada kelainan kulit : Normal, deviasi (-), sekret (-), tidak ada kelainan kulit : Bibir tidak pucat, tidak ada kelainan kulit

Tinggi badan Berat badan Status gizi Kepala

Perkusi Auskultasi o Paru

: Tidak dilakukan

: Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

o Jantung: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Datar, tidak tampak perubahan warna : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak diperiksa : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, tidak terdapat kelainan kulit Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, tidak terdapat kelainan kulit

Genitalia Ekstremitas atas

Status Dermatologikus Distribusi : Regional

Ad regio

: facialis

Lesi

: Multipel, diskret sebagian konfluens, berbatas tegas, irreguler sentral, ukuran terkecil 3 cm x 1 cm dan ukuran terbesar 15 cm x 8 cm.

Efloresensi

: Makula, eritema pada tepi lesi, skuama halus berwarna putih, hipopigmentasi

gambar 1. Regio facialis

Gambar 2. Regio facialis

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

V. RESUME Seorang pasien berusia 3 tahun datang ke RSUD kardinah, Tegal dengan ibunya ke poli kulit dan kelamin pada hari senin tanggal 17 juni 2013 jam 11:00 dengan keluhan utama bentol-bentol merah di daerah wajah sejak 1 bulan yang lalu. Dari anamnesis didapatkan 1 bulan sebelum ke rumah sakit pasien pertama kali mengeluh timbul mrintis-mrintis kemerahan pada daerah muka kemudian pasien berobat ke puskesmas diberi obat salep bethamethasone dan obat puyer tetapi kulit menjadi kering, mrintis-mrintis merah menjadi bertambah besar dan meluas lalu pasien juga pergi berobat ke dokter umum, pasien juga diberi obat salep dan puyer tetapi pasien lupa nama obat salep yang diberikan tapi juga tidak sembuh setelah berobat ke dokter umum kulit wajah menjadi bentol-bentol kemerahan yang besar dan semakin kasar. Pasien juga mengeluh adanya gatal pada daerah muka yang dirasakan apabila berkeringat terutama apabila anaknya sehabis bermain diluar dan bentol-bentol merah hanya ada di daerah muka tidak ada di daerah lain. selama ini pasien mengaku tidak ada alergi obatobatan. Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada status dermatologikus, didapatkan distribusi regional, ad region facialis didapatkan lesi yang multiple, diskret, sebagian konfluens, berbatas tegas, irregular sementara efloresensi nya berupa macula, eritema pada tepi lesi, skuama halus berwarna putih, dan hipopigmentasi.

VI. DIAGNOSIS Tinea facialis

VII. USULAN PEMERIKSAAN Pemeriksaan mikologi Kerokan kulit ditambah dengan larutan KOH 10% untuk mencari adanya hifa bersepta dan bercabang

Pemeriksaan pembiakan dengan menanamkan bahan klinis pada medium agar dekstrosa Sabouraud. Pada agar Sabouraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol) atau ditambah pula klorheksimid.

VIII. PENATALAKSANAAN 1. UMUM Memberikan penjelasan pada pasien tentang penyakit yang diderita dan pengobatannya. Menyarankan agar pasien selalu menyeka keringatnya dan menjaga kebersihan dirinya seperti dengan sering mengganti pakaiannya terutama bila berkeringat atau lebih sering mencuci handuk, setiap anggota keluarga mempunyai handuk sendiri. Bila terasa gatal, sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat menyebabkan luka dan infeksi sekunder. Menyarankan agar pasien menjaga kebersihan lingkungan rumah.

2. KHUSUS Topikal : o Anti jamur golongan azol misalnya ketokonazol krim dioleskan 2 kali sehari sehabis mandi tiap pagi dan sore hari selama 2 minggu.

IX. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad fungtionam Quo ad sanationam : Ad bonam : Ad bonam : Ad bonam

PEMBAHASAN Diagnosis Tinea korporis et facialis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tinea korporis adalah dermatofitosis pada daerah kulit tidak berambut meliputi badan, lengan dan tungkai. Sedangkan tinea facialis adalah dermatofitosis pada wajah. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah facialis saja atau meluas ke bagian tubuh yang lain. Dermatofitosis ini dapat terjadi pada semua umur, prevalensinya sama antara pria dan wanita. Infeksi ini terutama terdapat pada daerah tropis. Insiden meningkat pada kelembaban udara yang tinggi. Kebersihan individu dan lingkungan sangat besar pengatuhnya terhadap perkembangan penyakit ini. Pada tinea korporis terdapat gejala subjektif berupa keluhan gatal, terutama jika berkeringat. Selain itu terdapat kelainan berupa lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah tengah biasanya lebih tenang. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lainnya. Oleh karena gatal dan digaruk, maka lesi akan semakin meluas, terutama pada daerah kulit yang lembab, Sehingga kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata lebih sering terlihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali. Sedangkan perjalanan penyakit pada tinea facialis termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan berupa rasa gatal yang hebat pada daerah wajah, ruam kulit yang berbatas tegas, eritematosa dan bersisik, semakin hebat jika banyak berkeringat. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Tepi lesi aktif, berbatas tegas, polisiklik, ditutupi skuama halus dan kadang-kadang disertai dengan banyak vesikel kecil-kecil. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Bila kronik, terdapat makula yang menjadi hiperpigmentasi dengan skuama di atasnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorf). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. 10

Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis pasien mengeluh bentol-bentol merah di daerah wajah sejak 1 bulan yang lalu. 1 bulan sebelum ke rumah sakit pasien pertama kali mengeluh timbul mrintis-mrintis kemerahan pada daerah muka kemudian pasien berobat ke puskesmas diberi obat salep bethamethasone dan obat puyer tetapi kulit menjadi kering, mrintis-mrintis merah menjadi bertambah besar dan meluas lalu pasien juga pergi berobat ke dokter umum, pasien juga diberi obat salep dan puyer tetapi pasien lupa nama obat salep yang diberikan tapi juga tidak sembuh setelah berobat ke dokter umum kulit wajah menjadi bentol-bentol kemerahan yang besar dan semakin kasar. Pasien juga mengeluh adanya gatal pada daerah muka yang dirasakan apabila berkeringat terutama apabila anaknya sehabis bermain diluar dan bentol-bentol merah hanya ada di daerah muka tidak ada di daerah lain. selama ini pasien mengaku tidak ada alergi obatobatan. Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan dalam batas normal. Pada status dermatologikus, didapatkan distribusi regional, ad region facialis didapatkan lesi yang multiple, diskret, sebagian konfluens, berbatas tegas, irregular sementara efloresensi nya berupa macula, eritema pada tepi lesi, skuama halus berwarna putih, dan hipopigmentasi. Untuk membantu menegakkan diagnosis pada pasien ini diperlukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikologi kerokan kulit ditambah tetesan KOH 10% untuk mencari hifa yang bersepta dan bercabang. Penatalaksanaan umum pada pasien adalah memberikan penjelasan pada pasien tentang penyakit yang diderita dan pengobatannya, menyarankan agar pasien selalu menyeka keringatnya dan menjaga kebersihan dirinya seperti dengan sering mengganti pakaiannya terutama bila berkeringat atau lebih sering mencuci handuk dan 1 anggota keluarga memakai 1 handuk. Pasien juga dianjurkan bila terasa gatal, sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat menyebabkan luka dan infeksi sekunder. Pasien juga disarankan agar menjaga kebersihan lingkungan rumah.

11

Terapi yang diberika berupa anti jamur topikal. Anti jamur topikal yaitu anti jamur golongan imidazol (ketokonazol krim 2x/hari) selama 2 minggu. Pada kasus ini, diberikan golongan imidazol untuk terapi topikal karena umumnya berkhasiat fungistatis yang berfungsi menghambat pertumbuhan dermatofitosis secara in vitro dengan mempengaruhi permeabilitas membrane sel. Imidazol memiliki efektivitas klinis yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70-100%. Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien immunocompromised, atau pasien yang tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ topikal. Prognosis dari tinea korporis et facialis ini akan baik dengan tingkat kesembuhan 70100% setelah pengobatan dengan obat jamur golongan imidazol sistemik dan topikal secara teratur dan juga dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungannya.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam, cetakan pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. p.92-99. 2. Gerd P, Thomas J. Dermatophyte. Terdapat dalam: Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 6th ed [ebook]. New York: McGraw-Hill; 2003. p.205. 3. Siregar RS. Atlas berwarna. Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta: EGC; 2002. P.17-20. 4. Nasution A, Mansur, Kamaliah M, Juwono, Tapi S. Diagnosis dan Penatalaksanaan Dermatofitosis. Available at :http://kalbe.co.id. Accessed on November 28, 2012.

13

You might also like