You are on page 1of 28

SMF/Laboratorium Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Referat

Otitis Media Supurativa Kronik (OMSK) Tipe Bahaya dengan Komplikasi

Oleh : Rizkia Mulyasari 0808015004 Rina Zubaidah 0808015020

Pembimbing :

dr. Moriko Pratiningrum,Sp.THT KL

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik SMF/Laboratorium Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda 2013

ii

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ........................................................................................................................ i Halaman Judul ............................................................................................................................ ii Daftar Isi ..................................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 2 2.1 OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK ............................................................................ 2 2.1.1 Klasifikasi OMSK ............................................................................................................. 2 2.1.2 Epidemiologi ..................................................................................................................... 3 2.1.3 Etiologi .............................................................................................................................. 4 2.1.4 Patogenesis ......................................................................................................................... 5 2.1.5 Patologi .............................................................................................................................. 5 2.1.6 Gejala Klinis ...................................................................................................................... 6 2.1.7 Tanda Klinis OMSK Tipe Bahaya ..................................................................................... 7 2.1.8 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................. 8 2.1.9 Penatalaksanaan ................................................................................................................. 10 2.2 KOMPLIKASI OMSK ......................................................................................................... 13 2.2.1 Komplikasi Ekstratemporal ............................................................................................... 16 2.2.2 Komplikasi Intratemporal .................................................................................................. 20 BAB III Kesimpulan .................................................................................................................. 25 Daftar Pustaka ............................................................................................................................ 26

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah radang kronis pada telinga tengah ditandai dengan adanya lubang (perforasi) pada membran timpani dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.1,2 Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.3,4 Awalnya OMSK terbagi menjadi 2, yaitu otitis media supuratif kronik tubotimpani (benigna) dan otitis media supuratif kronik atikoantral (maligna). OMSK atikoantral merupakan bentuk yang paling berbahaya karena sifatnya yang dapat mendestruksi jaringan sekitar sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang lebih berat.1,3 Namun saat ini OMSK dibagi menjadi OMSK tipe tenang dan tipe bahaya. Perbedaan ini ditandai dengan melihat proses peradangan, ada tidaknya kolesteatom dan letak perforasi membran timpani.6 Komplikasi ke intrakranial pada OMSK lebih banyak di negara berkembang, di mana

sebagian besar kasus terjadi karena penderita mengabaikan keluhan telinga berair dan akses kesehatan yang sulit dijangkau. Kematian terjadi pada 18,6% kasus OMSK dengan komplikasi intrakranial seperti meningitis.3 Oleh karena beratnya komplikasi yang ditimbulkan oleh OMSK ini, maka penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan referat.

1.2 Tujuan Penulisan 1. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang Otitis Media Supuratif Kronis beserta komplikasi yang bisa timbul. 2. Sebagai tugas untuk persyaratan menempuh ujian di bagian Laboratorium Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah radang kronis pada telinga tengah ditandai dengan adanya lubang (perforasi) pada membran timpani dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.1,2

2.1.1 Klasifikasi OMSK Otitis Media Supuratif Kronik dapat dibagi atas 2 tipe yaitu2,9 : 1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen. Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: a. Penyakit aktif Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan terjadi penurunan pendengaran. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen1,2. b. Penyakit tidak aktif Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga1,4. 2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :1,3 a. Kongenital b. Didapat.

Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi marginal. Teori yang dapat menjelaskan itu adalah2,5 : Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi ke dalam kavum timpani dan membentuk kolesteatom (teori migrasi menurut Hartmann) di mana epitel yang masuk menjadi nekrosis dan terangkat ke atas. Pada saat masa embrio sudah ada pulau-pulau kecil yang akan menjadi kolesteatom. Mukosa dari kavum timpani mengalami metaplasia akibat infeksi (teori metaplasia menurut Wendt). Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida (attic retraction cholesteatom).

Beberapa jenis perforasi pada OMSK : 1. Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadangkadang sub total1,2,4. 2. Perforasi marginal Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir posterosuperior berhubungan dengan kolesteatom1,2,4 3. Perforasi atik Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired kolesteatoma1,2,4.

2.1.2 Epidemiologi Insiden OMSK bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak Aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% penderita OMSK di dunia berada di negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi penyebab meningkatnya prevalensi OMSK pada negara berkembang.1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan keluhan penderita OMSK terutama adalah telinga berair (65330 juta orang), dengan 60% di antaranya (39200 juta) mengalami penurunan pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia7. 3

2.1.3 Etiologi Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Downs syndrome. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluks isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan humoral (seperti hipogamma globulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV) dapat bermanifestasi sebagai otorea kronis1,2. Penyebab OMSK antara lain1,2,5: 1. Lingkungan 2. Genetik 3. Otitis media sebelumnya.
4.

Infeksi

5. Infeksi saluran nafas atas 6. Autoimun 7. Alergi 8. Gangguan fungsi tuba Eustachius. Beberapa faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :1,2 Infeksi yang menetap pada telinga tengah maupun mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen terus-menerus. Berlanjutnya obstruksi tuba Eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada perforasi. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme migrasi epitel. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat di atas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi. Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis majemuk, antara lain8 : 1. Gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis atau berulang. a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang. b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total. 2. Perforasi membran timpani yang menetap. 3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga tengah. 4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. 4

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid. 6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh. Kuman penyebab otitis media supuratif kronis paling sering adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B. proteus, E.coli dan Aspergillus. Organisme dari nasofaring di antaranya Streptococcus viridans (Streptococcus A hemolitikus, Streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus).2

2.1.4 Patogenesis Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk, diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus1. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis1.

2.1.5 Patologi Otitis Media Supuratif Kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah : 1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. 2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit 3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya. 4. Pneumatisasi mastoid OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi antara 510 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang1.

2.1.6 Gejala Klinis 1. Otorrhea Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar biasanya mukoid, tidak berbau busuk, sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adanya sekret telinga. Pada OMSK tipe bahaya, unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga, dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya2.

2. Gangguan Pendengaran Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem penghantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.6 3. Otalgia Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembangnya komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis1,2. 4. Vertigo Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum4.

2.1.7 Tanda Klinis OMSK Tipe Bahaya Tanda-tanda klinis OMSK tipe bahaya3 : 1) Adanya abses atau fistel retroaurikular 2) Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani. 3) Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom). 4) Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut1,3 : 1. Pemeriksaan Audiometri Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapatkan tuli konduktif, namun dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural. Beratnya ketulian tergantung pada besar dan letak perforasi serta keutuhan dan mobilitas membran timpani.3 8

Derajat ketulian nilai ambang pendengaran Normal : -10 dB sampai 26 dB Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB Tuli total : lebih dari 90 dB. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu : 1) Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB. 2) Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi. 3) Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB. 4) Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan koklea parah. 2. Pemeriksaan Radiologi 1) Proyeksi Schuller Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen3. 2) Proyeksi Mayer atau Owen Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai strukturstruktur3. 3) Proyeksi Stenver Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat2,3 4) Proyeksi Chause III Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom3. 3. Bakteriologi Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus sp. Bakteri lainnya yang dapat dijumpai pada OMSK antara lain E. Coli, 9

Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob seperti Bacteriodes sp. Sedangkan bakteri pada OMSA biasanya Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis.1,2 a) Bakteri spesifik Misalnya Tuberkulosis. Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari 1% menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru yang lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media tuberkulosa dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang tidak dipasteurisasi3. b) Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob. Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus sp. Antibiotik yang sensitif untuk Pseudomonas aeruginosa adalah ceftazidime dan ciprofloksasin, dan resisten pada penisilin, sefalosporin dan makrolid. Sedangkan Proteus mirabilis sensitif untuk antibiotik kecuali makrolid. Stafilokokus aureus resisten terhadap sulfonamid dan trimethoprim dan sensitif untuk sefalosforin generasi I dan gentamisin.2

2.1.9 Penatalaksanaan Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, di mana pengobatan dapat dibagi atas : 1. Konservatif 2. Operatif2,3 OMSK Tipe Aman Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan pasien diedukasi untuk tidak mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran. OMSK Tipe Bahaya Pengobatan untuk OMSK tipe bahaya adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.3 Prinsip terapi OMSK tipe bahaya ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.5 10

Pedoman Tatalaksanan otitis media supuratif kronik : Otorea Kronis

Otoskopi

MT Utuh

MT Perforasi

Otitis Eksterna Difusa Otomikosis Dermatitis/Eksim Otitis Eksterna Maligna Miringitis Granulomatosa

OMSK Onset,progresifitas, predisposisi Fokus Infeksi Riwayat Pengobatan Cari gejala/tanda komplikasi

Komplikasi (-)

Komplikasi (+)

Kolesteatom (-) OMSK Benigna

Komplikasi (+) OMSK Bahaya

Lihat Algoritma 1

Lihat Algoritma 2

Diagram 1. Tatalaksana OMSK1,2

11

Kolesteatom (-) OMSK Benigna

Komplikasi (+) OMSK Bahaya

OMSK Tenang

OMSK Bahaya

Stimulasi Epitelisasi Tepi Perforasi

Cuci Telinga Antibiotik Sistemik Lini I: Amoksisilin/sesuai kuman penyebab Antibiotik Topikal

Perforasi Menutup

Perforasi Menetap

Otorea Menetap > 1 minggu

Tuli Konduktif (+) RO.Mastoid (Schuller) X-Ray Audiogram

Antibiotik Berdasarkan Pem. Bakteriologik

Otorea Menetap >3 bulan

Ideal : Timpanoplasti tanpa/dengan mastoidektomi

Ideal : Mastoidektomi + Timpanoplastui

Pilihan :
Atikotomi Anterior Timpanoplasti Dinding Utuh Timpanoplasti Dinding Runtuh Atikoantroplasti Timpanoplasti Buka-Tutup

Diagram 2. Algoritma 11,2 12

OMSK + Komplikasi

Komplikasi Intratemporal

Komplikasi Ekstratemporal

Abses Subperiosteal Labirintitis Paresis Fasial Petrositis

Abses Ekstradura Abses Perisinus Tromboflebitis Sinus Lateral Meningitis Abses Otak Meningitis Otikus

Antibiotik Dosis Tinggi Mastoidektomi Dekompresi N.VII Petrosektomi

Rawat Inap Periksa Sekret Telinga Antibiotik IV Dosis Tinggi 7-15 hari Konsul Spesialis Saraf/Saraf Anak Mastoidektomi Anestesi Lokal/Umum Operasi Bedah Saraf

Diagram 3. Algoritma 2 1,2

2.2 KOMPLIKASI OMSK Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mengalami komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan komplikasi1,2. Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa

13

kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah jaringan granulasi. Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya : 1. Komplikasi yang terjadi pada awal infeksi atau eksaserbasi akut. 2. Gejala prodromal tidak jelas. 3. Pada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh dan lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah. Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila : 1. Komplikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit. 2. Gejala prodromal mendahului gejala infeksi. 3. Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi dengan struktur sekitarnya. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila : 1. Komplikasi terjadi pada awal penyakit. 2. Serangan Labirintitis atau meningitis berulang, mungkin juga dapat ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang, atau riwayat otitis media yang sudah sembuh. 3. Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena erosi. Tanda-tanda adanya komplikasi dapat diketahui melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien biasanya akan mengeluhkan gejala yang tidak berkurang setelah mendapat pengobatan, misalnya otore terus menerus. Pada stadium akut, tanda bahaya yang dapat ditemukan dari anamnesis antara lain demam, nyeri kepala, atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, drowsiness, somnolen, serta gelisah yang menetap. Untuk kecurigaan komplikasi intrakranial, perlu dicari adanya keluhan nyeri kepala di bagian parietal atau oksipital, mual, muntah proyektil, serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi. Dari pemeriksaan fisik, kejang onset baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun dapat menjadi tanda bahaya pada OMSK. Kemungkinan terjadinya komplikasi juga harus diwaspadai jika pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan setelah terapi diberikan. Pemeriksaan neurologi memberikan informasi yang dibutuhkan untuk diagnosis Labirintitis supuratif, parese N. Fasialis, dan komplikasi intrakranial. Sebagai tambahan dalam memeriksa fungsi saraf kranial, pemeriksa harus mengetahui kesadaran pasien, mengetahui respon tanda meningeal dan mengevaluasi adanya defisit pada serebellum atau serebrum. Pemeriksaan radiologik dapat membantu memperlihatkan kemungkinan kerusakan dinding mastoid, tetapi untuk yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan CT scan. Erosi tulang merupakan 14

tanda nyata komplikasi dan memerlukan tindakan operasi segera. CT scan bermanfaat untuk menentukan letak anatomi lesi. Walaupun mahal, pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sehingga terapi dapat diberikan lebih cepat dan efektif.Untuk melihat lesi di otak, misalnya abses otak, hidrosefalus dan lain-lain dapat dilakukan pemeriksaan CT scan otak tanpa dan dengan kontras. Magnetic resonace imaing (MRI) jauh lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan dalam mendiagnosa infeksi atau abses pada parenkim otak, abses epidural, thrombosis sinus lateralis, atau empiema subdural. Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan1,2 : 1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak. 2. Menembus selaput otak. 3. Masuk ke jaringan otak. Insidensi terjadinya komplikasi dari otitis media kronik dan kolesteatoma sudah menurun sejak semakin banyaknya antibiotik pada awal abad ke-20. Bagaimanapun, komplikasi ini dapat terus terjadi, dan bisa berakibat fatal apabila tidak diidentifikasi dan diterapi secara tepat. Terapi dari komplikasi otitis media kronik tidak sama dengan penanganan terhadap otitis media akut, karena biasanya memerlukan tindakan intervensi bedah. Otitis media kronik (OMSK) dikenal sebagai infeksi atau inflamasi persisten dari telinga tengah dan mastoid. Kondisi ini melibatkan perforasi dari membran timpani, dengan adanya cairan yang keluar dari telinga (otorrhea) secara intermiten atau terus-menerus. Dengan terjadinya otomastoiditis kronis dan disfungsi dari tuba eustachius yang persisten, membran timpani melemah, yang meningkatkan kemungkinan atelektasis telinga atau pembentukan kolesteatoma. Kedekatan dari telinga tengah dan mastoid ke intratemporal dan intrakranial meningkatkan risiko infeksi serta terjadinya komplikasi dari struktur kompartemen yang berlokasi di sekitar daerah itu. Otitis media akut (OMA) dan komplikasinya lebih sering terjadi pada anak kecil, sedangkan komplikasi sekunder untuk otitis media kronis dengan atau tanpa kolesteatoma lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua dan dewasa. Komplikasi dari OMA dan OMSK dikenal dengan menggunakan sistem klasifikasi yang dibagi menjadi komplikasi intrakranial dan ekstrakranial. Namun dalam tulisan ini pembagian komplikasi dibagi menjadi komplikasi ekstratemporal dan intratemporal. Pengembangan dan penggunaan antibiotik yang tepat dapat menurunkan komplikasi yang merugikan. Namun, komplikasi dapat terus terjadi, dan kewaspadaan klinis diperlukan untuk deteksi dini dan pengobatan. Selanjutnya,

15

dengan terus berkembangnya patogen yang multy drug resistant, komplikasi ini mungkin menjadi lebih sering terjadi karena antibiotik yang ada saat ini menjadi kurang efektif.

2.2.1 Komplikasi Ekstratemporal 1. Meningitis7,10 Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMSK, sedangkan OMA adalah penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri terbaru komplikasi OMSK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap merupaka komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitik telah menurun secara signifikan, dari 35% di era preantibiotik sampai 5% di era postantibiotik. Meningitis dapat muncul dari tiga rute otogenik yang berbeda : penyebaran hematogen dari meningen dan ruang subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyebaran langsung. Dari ketiga kemungkinan, meningitis otogenik paling umum adalah hasil dari penyebaran hematogen. Diagnosis Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda bahaya oleh dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan komplikasi intrakranial termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah; iritabilitas, letargi, atau sakit kepala persisten. Tandatanda yang juga membantu diagnosis proses intrakranial meliputi perubahan visual; kejang onset baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut sangat penting. Antibiotik spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus diberikan selama tes diagnostik sedang dilakukan. Pemeriksaan CT scan atau MRI kontras akan menunjukkan peningkatan karateristik meningeal dan menyingkirkan komplikasi intrakranial tambahan yang dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak adanya efek massa yang signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas. 2. Abses Otak 7,10 Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari otitis media setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan meningitis, yang lebih sering disebabkan oleh OMA, abses otak hampir selalu merupakan hasil dari OMSK. Lobus temporal dan serebelum yang paling sering terkena dampaknya. Abses ini berkembang sebagai hasil dari penyebaran hematogen sekunder menjadi tromboflebitis di hampir semua kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan abses lobus temporal. Hasil kultur dari abses ini

16

biasanya steril, dan, bila positif, biasanya menampakkan bakteri campuran, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen lain. Perkembangan klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu gejala demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini diikuti oleh laten, diam atau di mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan peningkatan tekanan intrakranial. Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang pecah atau meluas. Diagnosis Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin mengindikasikan keterlibatan intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT scan atau MRI kontras harus direncanakan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk abses otak, MRI lebih unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih baik mengenai abses sendiri, CT scan memberikan informasi tentang erosi tulang mastoid, dan dapat membantu dalam menentukan penyebab abses dan pilihan pengobatan yang paling tepat. Pencitraan itu sendiri adalah diagnostik abses parenkim yang signifikan, dan evaluasi menyeluruh dari pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan komplikasi intrakranial secara bersamaan, atau bukti adanya peningkatan tekanan intrakranial. 3. Trombosis Sinus Lateral 7,10 Sinus sigmoid atau trombosis sinus lateralis merupakan komplikasi yang terkenal dari otitis media di mana tercatat 17% sampai 19% kasus dari komplikasi intrakranial. Kedekatan dari telinga tengah dan sel udara mastoid ke sinus vena dural memudahkan mereka untuk menjadi trombosis dan tromboflebitis sekunder terhadap infeksi dan peradangan di telinga tengah dan mastoid. Keterlibatan sinus sigmoid atau lateral dapat hasil dari erosi tulang sekunder untuk OMSK dan kolesteatoma, dengan perpanjangan langsung dari proses menular ke ruang perisinus, atau dari penyebaran ruang dari tromboflebitis vena mastoid. Setelah sinus telah terlibat, dan trombus intramural berkembang, dapat menghasilkan sejumlah komplikasi yang serius. Hidrosefalus Otitik dikenal untuk mempersulit sejumlah besar kasus ini. Bekuan yang terinfeksi dapat menyebar ke arah proximal melibatkan pertemuan sinus (torcular herophili) dan sinus sagital, menyebabkan hidrosefalus yang mengancam jiwa, atau menyebar ke arah distal untuk melibatkan vena jugularis interna. Keterlibatan vena jugularis interna meningkatkan risiko emboli paru septik. Diagnosis Presentasi klasik dari trombosis sinus sigmoid atau lateral adalah adanya demam tinggi yang tajam dalam pola "picket fence", sering terlihat dengan sakit kepala dan malaise umum. Seperti 17

banyak komplikasi ini, tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan karena demam spiking mungkin tumpul oleh penggunaan antibiotik bersamaan. Dengan adanya demam tinggi spiking, atau kepedulian untuk tekanan intrakranial meningkat, CT scan harus dikontraskan dilakukan untuk melihat tromboflebitis. Dinding sinus akan lebih cerah dengan kontras dan menghasilkan tanda delta karakteristik yang berkaitan dengan trombosis sinus. Dengan adanya trombosis sinus signifikan, sebuah Venogram resonansi magnetik MRI dijamin, karena mereka dapat digunakan serial untuk mengevaluasi propagasi gumpalan atau resolusi. 4. Abses Epidural 10 Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan. Abses ini berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari kolesteatoma atau dari mastoiditis Koalesens. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan dari yang ditemukan dalam OMSK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan otalgia atau sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMSK. Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis, sehingga sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi kolesteatoma atau CT scan. Diagnosis Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau spesifik sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan untuk mendiagnosis abses epidural sebelum operasi. Kehadiran otalgia meningkat atau sakit kepala sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi intrakranial. CT scan atau MRI kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang cermat, diagnosis ini sering dibuat pada saat operasi. 5. Hidrosefalus Otitik Hidrosefalus Otitik digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial dengan LCS yang normal pada pungsi lumbal, yang dapat muncul sebagai komplikasi dari OMA, OMSK, atau operasi otologi. Hidrosefalus Otitik sampai sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi. Ini adalah sebuah ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki ventrikel yang melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah Hidrosefalus Otitik, merasa bahwa kondisi ini dikembangkan dari infeksi sinus (transversal) lateral, dengan perluasan thromboflebitis ke pertemuan sinus untuk melibatkan sinus sagital superior. Peradangan atau infeksi dari sinus sagital superior mencegah penyerapan LCS melalui vili arachnoid, sehingga tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya terjadi tromboflebitis menular sebagai akibat dari infeksi otologi, tetapi beberapa kasus juga terdapat pada kasus tanpa operasi otologi atau otitis. 18

Selanjutnya, meskipun trombosis sinus lateral biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitik, kasus telah dilaporkan tanpa trombosis sinus dural. Diagnosis Diagnosis hidrosefalus otitik membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi untuk mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien ini adalah akibat dari tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit kepala, mual, muntah, perubahan visual, dan kelesuan. Adanya gejala ini memerlukan pemeriksaan menyeluruh dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic harus dilakukan untuk mengevaluasi papilledema sebagai bukti tekanan intrakranial meningkat. MRI dan MRV harus dilakukan untuk mengevaluasi untuk pembesaran ventrikel, atau komplikasi intrakranial yang lain, seperti trombosis sinus yang signifikan dengan obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial dengan gejala klinis dan papilledema tanpa adanya dilatasi ventrikel atau meningitis sudah cukup untuk membuat diagnosis ini. MRV akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat trombosis sinus dural, tetapi tidak diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus otitik. 6. Abses Subperiosteal Abses subperiosteal adalah komplikasi ekstrakranial dari OMSK yang paling sering terjadi. Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini sering terjadi sebagai akibat dari erosi korteks sekunder menjadi mastoiditis akut, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi flebitis dari vena mastoid. Abses subperiosteal lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga ditemukan pada otitis kronis dengan atau tanpa kolesteatoma. Kolesteatoma dapat menghalangi aditus ad antrum, mencegah hubungan antara mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan dekompresi yang infeksius sampai korteks mastoid, secara klinis tampak sebagai abses subperiosteal. Diagnosis Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya, pasien akan datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama dengan tanda-tanda lokal, seperti daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan inferior, dan juga terdapat daerah yang fluktuatif, eritema, dan nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis tidak pasti pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal pada mastoid. Pemeriksaan CT scan kontras dari tulang temporal dapat dilakukan untuk membantu dalam perencanaan terapi dan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses, limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah kemungkinan lain yang harus disingkirkan. 19

7. Abses Bezold Abses Bezold adalah abses servikal yang berkembang secara patologi mirip dengan abses subperiosteal. Dengan adanya Mastoiditis Koalesens, jika korteks mastoid terkena pada ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang di leher, dalam sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan sebagai massa yang dalam dan lembut pada leher. Karena abses berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, abses ini ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana pneumatisasi dari mastoid telah meluas sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari ekstensi langsung melalui korteks, sisanya adalah dari transmisi melalui korteks utuh dengan cara infeksi vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA dengan mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagai komplikasi dari OMSK dengan kolesteatoma. Diagnosis Pemeriksaan CT scan dengan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk menegakkan diagnosis dari abses Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di leher harus dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, karena sulit dibedakan atas dasar klinis saja. Hasil CT scan abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat dengan peradangan di sekitarnya, dapat menunjukkan dehisensi tulang di ujung mastoid, dan dapat membantu dalam perencanaan operasi.

2.2.2 Komplikasi Intratemporal 1. Fistula Labirin4,9 Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis kronis dengan kolesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari kasus. Keadaan yang lebih menyulitkan ahli bedah otologi adalah labirin terbuka yang ditemukan pada saat operasi kolesteatoma. Risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya menjadi topik yang sangat kontroversial. Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian yang paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini. Meskipun kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan superior, dan di koklea itu sendiri. Gangguan pendengaran yang lebih berat ditemukan lebih banyak pada fistula koklea dibandingkan dengan fistula labirin. Erosi tulang dari kapsul otik dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda. Dengan terdapatnya kolesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan dari kolesteatoma itu 20

sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin. Namun, fistula labirin dapat terjadi dari proses reabsorbsi kapsul otik karena mediator inflamasi bila tidak ada kolesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMSK dengan granulasi. Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya sistem pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan. Sistem diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, di mana sistem ini berkaitan dengan keterlibatan labirin yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan endosteum utuh diklasifikasikan sebagai stadium I fistula. Jika endosteum ini terkena, namun ruang perilimfe tidak, fistula ini diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika perilimfe ini terkena penyakit atau sengaja disedot, fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium III menunjukkan bahwa labirin membran dan endolimfe telah terganggu oleh penyakit atau intervensi bedah. Diagnosis Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang memiliki fistula sebelum operasi. Tes fistula positif dalam 32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan di sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada pasien yang memiliki kolesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula, tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini sebagai alasan bahwa pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya fistula di setiap kasus kolesteatoma, untuk mencegah komplikasi yang tak terduga. Pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki kolesteatoma belum standar, namun tinjauan literatur menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT scan pra operasi meningkat. Karena ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif atas dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan merupakan upaya untuk meningkatkan deteksi suatu labirin, nervus fasialis, atau dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan operasi. Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada CT scan pra operasi telah dilaporkan hanya 57-60%, tidak lebih sensitif daripada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi fistula labirin. Diagnosis definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang menegaskan kembali kebutuhan untuk menangani semua kasus kolesteatoma dengan hati-hati.

21

2. Mastoiditis Koalesens Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat untuk diterapi secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa atau efusi mastoid, adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara rutin pada CT scan. Mastoiditis secara klinis menunjukkan eritema pada postaurikular, nyeri, dan edema, dengan daun telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan untuk menentukan pengobatan yang paling tepat. Diagnosis Dengan adanya gejala klinis mastoiditis, CT scan harus dilakukan untuk mengevaluasi abses subperiosteal atau Mastoiditis Koalesens. Mastoiditis Koalesens adalah proses akut, infeksi tulang mastoid, dengan hilangnya karakteristik tulang trabekuler. Komplikasi ini jarang terjadi, dan biasanya terjadi pada anak-anak muda dengan OMA. Secara klasik, Mastoiditis Koalesens digambarkan sebagai akibat OMA yang tidak sempurna diobati, sedangkan otitis kronis dan kolesteatoma terjadi pada tulang temporal sklerotik. Namun, sebanyak 25% dari kasus Mastoiditis Koalesens telah dilaporkan terjadi pada tulang temporal sklerotik dengan OMSK dan kolesteatoma. a. Mastoiditis Akut Gejala klinis2,3 :

Nyeri telinga yang meningkat. Demam tinggi atau rekuren. Otore yang semakin banyak dan persisten. Tampak pembengkakan postaurikuler. Tenderness di sekitar antrum mastoid, kadang-kadang abses subperiosteal berkembang selama proses mastoid.

Membran timpani perforasi dan sekret telinga atau kelihatan merah dan bulging, jika membran timpani normal pasien tidak menderita mastoiditis akut.

Investigasi 2 :

CT Scan lebih akurat dan dapat memperlihatkan komplikasi yang lainnya. CT Scan memperlihatkan gambaran opak dan koalesen air cell.

Evaluasi Audiologi kadang-kadang dibutuhkan pada mastoiditis. Kultur dan tes sensitivitas dari sekret telinga.

Terapi 2,3,8:

Antibiotik spectrum luas sebaiknya diberikan secara intravena, misalnya vancomycin dan ceftriaxone. 22

Analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Dekongestan nasal, lokal dan sistemik untuk meningkatkan fungsi tuba auditiva. Jika terdapat abses subperiosteal atau respon antibiotik tidak tampak perubahan dan pengobatan operasi komplit diindikasikan dengan masoidektomi kortikal.

b. Mastoiditis subakut (masking mastoiditis) Mastoiditis subakut dapat terjadi ketika pengobatan yang tidak adekuat dari pengobatan otitis media akut sebagai hasil dari infeksi ringan rongga mastoid. Gejala dan tanda klinis sama dengan akut mastoiditis, tetapi lebih berat dan persisten. Diagnosis dibuat dengan menggunakan CT Scan. Kebanyakan kasus membutuhkan ventilasi dari telinga tengah dikombinasikan dengan antibiotik. Jika pengobatan gagal dalam menyingkirkan infeksi, diindikasikan mastoidektomi kortikal. c. Mastoiditis kronik Biasanya terjadi pada otitis media kronik dengan jaringan granulasi yang melibatkan mastoid, erosi tulang dan dapat menyebabkan komplikasi lain. Mastoiditis kronik paling sering ditemukan di mastoid-mastoid sklerotik. Terapi untuk mastoiditis kronik yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Antibiotik yang digunakan ciprofloxacin peroral dengan atau tanpa klindamisin, piperacillin / tazobactam IV. 3. Parese N. Fasialis Otogenik yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA, OMSK tanpa kolesteatoma, dan dengan kolesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi akibat pecahnya saluran tuba dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak langsung mediator inflamasi dengan saraf wajah itu sendiri. OMSK dengan atau tanpa kolesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui pecahnya saraf, atau melalui erosi tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat. Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMSK atau kolesteatoma sering menyebabkan kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk. Diagnosis Diagnosis kelumpuhan wajah otogenik dibuat atas dasar klinis. Paresis atau kelumpuhan wajah pada OMA, OMSK, atau kolesteatoma merupakan diagnosis yang dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik. Peran diagnostik pencitraan CT masih dipertanyakan. Meskipun CT scan tidak diperlukan, namun ia dapat berguna dalam perencanaan terapi dan konseling pasien. Ketika kolesteatoma mengenai saluran tuba, ia juga dapat mengikis struktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba dan derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT. 23

4. Petrosis Hampir sepertiga tulang temporal memiliki sel-sel udara dalam apeks petrosa. Sel-sel ini menjadi terinfeksi melalui perluasan langsung dari infeksi telinga tengah dan mastoid. Terdapat beberapa cara penyebaran infeksi dari telingah tengah ke os.petrosa. yang sering adalah penyebaran langsung ke sel-sel udara tersebut. Infeksi dapat menyebar ke apeks petrosa dan melibatkan nervus cranial VI. Petrosis merupakan salah satu komplikasi persisten setelah mastoidektomi kortikal atau radikal yang tidak adekuat sebelumnya. 1,3,7,8 Manifestasi klinis 2 : Petrosis terdiri dari trias gejala yang disebut Gradenigos sindrom yang terdiri dari : 1. Diplopia dari kelemahan rektus lateralis 2. Nyeri reto-orbital (karena melibatkan divisi oftalmika nervus trigeminus) 3. Otore yang persisten Investigasi 2:

CT Scan merupakan alat diagnostik

Pengobatan 2 : 1.Pemberian antibiotik untuk mencegah komplikasi intracranial. 2.Eksplorasi mastoid dengan drainase di sel apikal

24

BAB III KESIMPULAN

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan peradangan atau infeksi kronis yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani, ditandai dengan perforasi membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMSK saat ini dibagi menjadi OMSK tipe aman dan tipe bahaya. Perbedaan ini ditandai dengan melihat proses peradangan, ada tidaknya kolesteatom dan letak perforasi membran timpani. OMSK tipe bahaya memiliki gmabaran klinis berupa adanya abses atau fistel retroaurikular, jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani, pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom), serta foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis OMSK antara lain pemeriksaan audiometri, pemeriksaan radiologi, dan bakteriologi. Prinsip pengobatan pasien OMSK tipe aman adalah tidak memerlukan pengobatan dan edukasi pasien agar tidak mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran. Komplikasi biasanya terjadi pada OMSK tipe bahaya, yang dibagi menjadi komplikasi komplikasi ekstratemporal (meningitis, abses otak, trombosis sinus lateral, abses epidural, hidrosefalus otitik, abses subperiosteal, abses Bezold) dan komplikasi intratemporal (fistula labirin, mastoiditis koalesens, parese N. Fasialis dan petrosis).

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2007. h. 49-62 2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 1997 3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73 4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2009: 88-118 5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2010. Available from URL: http:// www. pediatrics.org 6. Yusra, Helmi, Sosrosumiharjo R. Perbandingan jenis kuman dan kepekaan antibiotik dan secret telinga tengah penderita otitis media supuratif kronik tipe benigna dan tipe maligna. Otorhinolaryngologica Indonesia 2005; 35: 1-9 7. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif otitis media, atticoantral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2009; 1: 36-39 Available from URL: http://www.jneuroscience.org 8. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical antibiotiks for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical Journal of Australia. 2013. Available from URL: http://www.mja.com.au 9. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of Australia. 2009. Available from URL: http://www.mja.com.au 10. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intrakranial complication of chronic suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2012. Available from URL: http://www.rborl.org.br 11. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitusinvestigation and management. BMJ. 2010. available from URL: http:// www.bmj.org

26

You might also like