You are on page 1of 41

LAPORAN MODUL 2 BLOK XV EPILEPSI DAN GANGGUAN KOGNITIF

Disusun oleh : Kelompok V


Harry Hamyasa M. Taufik Adhyatma Isma Zul Abdillah M. Azhadi Rahmadani Rina Zubaidah Dewi Ayu Puspitasari Astri Nova Ratna Noor Mariyati Saniyata Lawrensia 0808015017 0808015046 0808015047 0808015018 0808015020 0808015014 0808015015 0808015006 0808015059

Tutor : dr. Dian Rahmawati, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS MULAWARMAN 2010

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah laporan dengan tema Epilepsi dan Gangguan Kognitif ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami. Laporan ini secara garis besar berisikan tentang Epilepsi, diagnosis diferensialnya dan patomekanisme gejala penyertanya. Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. Dian Rahmawati, M.Kes selaku tutor kelompok V yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil pada modul 2 mengenai Epilepsi ini. 2. Dosen-dosen yang telah mengajarkan materi perkuliahan kepada kami sehingga dapat membantu dalam penyelesaian laporan hasil diskusi kelompok kecil ini. 3. Teman-teman kelompok V yang telah mencurahkan pikiran, tenaga dan waktunya sehingga diskusi sehingga dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi ini. 4. Teman-teman mahasiswa kedokteran Universitas Mulawarman angkatan 2008 khususnya yang telah bersedia untuk sharing bersama mengenai materi yang kita bahas. Akhirnya, tak ada gading yang tak retak, tentunya laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (dkk) ini.

Hormat Kami,

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................... ii Daftar Isi............................................................................................................................. iii

Bab I

Pendahuluan Latar Belakang................................................................................................ 1 Tujuan Modul................................................................................................. 1

Bab II

Isi Identifikasi Masalah....................................................................................... 2 Analisis Masalah............................................................................................ 3 Strukturisasi................................................................................................... 6 Learning Objective......................................................................................... 6 Belajar Mandiri............................................................................................... 6 Sintesis..................................................................................................... 7

Bab III

Penutup Kesimpulan................................................................................................... 58 Saran . 58

Daftar Pustaka................................................................................................................. 59

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem saraf merupakan salah satu organ yang vital bagi tubuh manusia. Karena fungsi dari sistem saraf adalah mengkoordinasikan seluruh kerja dari organ organ tubuh agar dapat mnjalankan fungsinya dengan baik. Adanya kerusakan atau gangguan pada jaringan atau sistem syaraf khususnya di otak dapat memberikan cetusan-cetusan potensial listrik yang abnormal serta berlebihan yang kemudian akan menimbulkan manifestasi patologik pada tubuh salah satunya kejang atau epilepsi. Kelainan-kelainan diluar sistem saraf otak pun dapat menimbulkan manifesatasi berupa kejang atau epilepsi. Inilah pentingnya kita mengetahui patofisologi dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada kelainan organik otak yang menimbulkan manifestasi kejang dan epilepsi atau hanya gangguan neurokimiawi tanpa disertai kelainan structural otak.

B. Tujuan Pembelajaran
Berdasarkan hasil diskusi kelompok kecil yang kami lakukan dengan membahas scenario Epilepsi dan Gangguan Kognitif ini kami telah manentukan tujuan pembelajaran kami, yaitu : 1. Mengetahui mengenai definisi, etiologi, patofisiologi kejang 2. Mengetahui mengenai definisi, etiologi, patogenesa, klasifikasi, manifestasi klinis, penegakkan diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan, serta prognosis dari epilepsi.

BAB 2 PEMBAHASAN
STEP 1 1. Kejang : Gerakan involunter mendadak karena aktivitas neuron berlebihan pada korteks serebral 2. Epilepsy : Kejang yang terjadi secara berulang ditandai dengan terjadinya gangguan kesadaran, kontraksi otot otot, gangguan morotik, psikis dan tidak terdapat gangguan metabolise didalamnya 3. EEG : Alat untuk merekam aktivitas listrik pada otak dengan frekuensi 8 10 Hz, amplitude 10 100 v dengan pemasangan elektroda elektroda di kepala.

STEP 2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Apa penyebab kejang? Bagaimana mekanismenya? Mengapa ada gangguan kesadaran saat kejang? Apa hubungan kejang yang sekarang dengan kejang yang di alami saat berusia 1 tahun? Bagaimanakah fase fase kejang? Apa hubungan main game dengan gejala kejang? Apa saja faktor pencetus kejang? Apa hubungan antara aktivitas (upacara dan olahraga) dengan kejang yang di alami pasien? Apa saja diagnose bandingnya? Bagaimana tatalaksana awal untuk menangani pasien tersebut?

STEP 3 1. Penyebab kejang

Mekanisme terjadinya kejang

Klasifikasi kejang

2. Kategori generalisata Hilang kesadaran gangguan di formation retikularis 3. Kemungkinan saat kejang demam waktu kecil sudah terjadi kerusakan otak sehingga saat dewasa jika ada faktor patologis dapat memicu terjadinya kejang 4. Gejala prodromal (menjerit) Kejang tonik 10 detik klonik sadar dan kebingungan 5. Jawaban no 5, 6 dan 7 Faktor pemicu terjadinya kejang a. Main game (terjadi fotosensitif pada pasien kejang) b. Kelelahan saat aktivitas berlebihan (saat upacara dan olahraga) c. Obat obatan d. Alkohol 6. Diagnosa Banding a. Epilepsi generalisata b. Epilepsy parsial c. Kejang absence d. Status epileptikus e. Narcolepsy f. Sleep apnea sindrom 7. Tata laksana a. Baring miring b. Ekstremitas jangan dipegang c. Sumbat di mulut (dengan sendok dililiti kain) agar lidah tidak tergigit

STEP 4

Etiologi

Faktor Pemicu
Etiologi

Kejang

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik Epilepsi Generalisata Epilepsi Parsial Kejang Absen Status Epileptikus Narcolepsi Sleep Apnea Sindrome

Diagnosa Banding

EEG CT Scan MRI Pem Laboratorium

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosa

Tata Laksana

STEP 5 1. Menjelaskan definisi, etiologi dan patofisiologi dari kejang? 2. Menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnose dan tata laksana dari epilepsy? 3. Menjelaskan diagnose banding dari epilepsy

a. b. c. d. e. f. STEP 7

Epilepsi generalisata Epilepsi parsial Kejang Absen Status Asmatikus Narcolepsy Sleep Apnea Sindrome

KEJANG
Bangkitan motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan kombinasi kontraksi otot tonik-klonik sering disebut kejang. Kejang adalah masalah neurologik yang relatif sering dijumpai. Diperkirakan bahwa 1 dari 10 orang akan mengalami kejang suatu saat selama hidup mereka. Dua puncak usia untuk insidensi kejang adalah dekade pertama kehidupan dan setelah usia 60 tahun. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu (fokus kejang) sehingga mengganggu fungsi normal otak. Namun kejang juga terjadi dari jaringan otak normal dibawah kondisi patologik tertentu, seperti perubahan keseimbangan asam basa atau elektrolit. Kejang itu sendiri, apabila berlangsung singkat, jarang menimbulkan kerusakan, tetapi kejang dapat merupakan manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan, misalnya gangguan metabolisme, infeksi intrakranium, gejala putus obat, intoksikasi obat, atau enselofati obat, atau enselofati hipertensi. Bergantung pada lokasi neuron-neuron fokus kejang ini, kejang dapat bermanifestasi sebagai kombinasi perubahan tingkat kesadaran dan gangguan dalam fungsi motorik, sensorik, atau otonom. Istilah kejang bersifat generik, dan dapat digunakan penjelasan lain yang spesifik sesuai karakteristik yang diamati. Kejang dapat terjadi hanya sekali atau berulang. Kejang rekuran, spontan, dan tidak disebabkan oleh kelainan metabolisme yang terjadi bertahun-tahun disebut epilepsi. Kejang konvulsi biasanya menimbulkan kontraksi otot rangka yang hebat dan involunter yang mungkin meluas dari satu bagian tubuh keselruh tubuh atau mungkin terjadi secara mendadak disertai keterlibatan seluruh tubuh. Diperkirakan bahwa 10% orang akan mengalami paling sedikit satu kali kejang selama hidup mereka dan sekitar 0,3%-0,5% akan didiagnosa mengidap epilepsi (didasarkan pada kriteria dua atau lebih kejang spontan/tanpa pemicu). Laporan spesifik jenis jenis kelamin mengisyaratkan angka yang sedikit lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan. Insidensi berdasarkan usia memperlihatkan pola konsistensi berupa anagka paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, penurunan pesat menuju

usia remaja, dan pendataran secara bertahap selama usia pertengahan untuk kembali memuncak pada usia setelah 60 tahun. Lebih dari 75% pasien dengan epilepsi mengalami kejang pertama sebelum usia 20 tahun, apabila kejang pertama terjadi setelah usia 20 tahun, maka gangguan kejang tersebut biasanya sekunder. Epilepsi dapat diklasifikasikan sebagai tipe idiopatik atau simptomatik. Pada epilepsi idiopatik atau esensial, tidak dapat dibuktikan adanya lesi sentral. Pada epilepsi simptomatik atau sekunder terdapat kelainan serebrum yang mendorong terjadinya respon kejang. Di antara berbagai penyakit yang mungkin menyebabkan epilepsi sekunder adalah cedera kepala (termasuk yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran), gangguan metabolik dan gizi (hipoglikemia, fenilketonuria, defisiensi vitamin B6), faktor toksik (intoksikasi alkohol, putus obat narkotik, uremia), ensefalitis, hipoksia, gangguan sirkulasi, gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hiponatremia dan hipokalsemia), dan neoplasma.

Patofisiologi Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebih dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks serebrum kemunginan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut: Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan kesimbangan ini menyebakan peningkatan berlebihan neurotransmitter inhibitor.

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastic meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000/detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinal (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamate mungkin mengalami depresi selama aktivitas kejang. Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada otopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi bersifat neurokimiawi bukan structural. Belum ada faktor patologik yang konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetilkolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat meningkat atau manyingkirkan asetilkolin.

PATOFISIOLOGI KEJANG
Stimulasi Mekanis / Kimiawi

Sel Glia Na+ K+


Jejas /kel.Gen POMPA ION Gangguan metabolik

K+

LEPAS MUATAN BERLEBIHAN

Na K ATPase

Eksitasi
Asetil kolin As. glutamat Zat Transmiter Inhibisi
GABA Gliserin

Oksigen Glukose

Tidak menjalar ke sekitar Kejang (-)

Menjalar sampai jarak Menjalar ke seluruh tertentu otak (kejang umum) (kejang fokal)

Efek fisiologik kejang Awal (kurang dari 15 menit) o o o o o Meningkatnya kecepatan denyut jantung Meningkatnya tekanan darah Meningkatnya kadar glukosa Meningkatnya suhu pusat tubuh Meningkatnya sel darah putih

Lanjut (15-30 menit) o o o o Menurunnya tekanan darah Menurunnya gula darah Disritmia Edema paru non jantung

Berkepanjangan (lebih dari 1 jam) o o Hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga terjadi hipotensi serebrum Gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema serebrum

Jenis kejang Masing-masing sentra klinis untuk epilepsi yang besar menggunakan klasifikasi yang paling sesuai dengan tujuan mereka. Pemeriksaan elektroensefalografik, MRI, penilaian klinis dan anamnesis digunakan untuk mengidentifikasi jenis kejang. Kejang diklasifikasikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang).

Kejang parsial dimulai disuatu daerah diotak, biasanya korteks serebrum. Gejala kejang ini bergantung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila fokus terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan otot sementara apabila fokus terletak di fokus sensorik maka pasien mengalami gejala-gejala sensorik termasuk baal sensasi seperti ada yang merayap atau seperti tertusuk-tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena di korteks sensorik terdapat beberapa representasi motorik. Gejala autonom adalah kepucatan, kemerahan, berkeringat dan muntah. Gangguan daya ingat, disfagia dan dejavu adalah contoh gejala psikis pada kejang parsial. Kita harus mengamati dengan cermat dimana kejang di mulai, karena hal ini dapat memberi petunjuk tentang lokasi lesi. Sebagian pasien mungkin mengalami perluasan ke hemisfer kontralateral disertai hilangnya kesadaran. Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks (dahulu dikenal sebagai kejang psikomotorik atau lobus temporalis) sering berasal dari lobus temporalis medial atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan pada fungsi serebrum yang lebih tinggi serta proses-proses pikiran, serta perilaku motorik yang kompleks. Kejang ini dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip atau rangsangan lain dan sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunta yang terkoordinasi yang dikenal sebagai perilaku otomatis (automatic behavior). Contoh dari perilaku ini adalah menarik-narik baju, meraba-raba benda, bertepuk tangan, mengecap-ngecap bibir atau mengunyah berulang-ulang. Pasien mungkin mengalami perasaan khayali berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama serangan tetapi umumnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi. Kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalisata. Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktifitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang. Kejang ini biasanya muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa kejang generalisata. Kejang absence (dahulu disebut petit mal) ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebih dari beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin pasien tiba-tiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong atau berkedip-kedip dengan cepat. Pasien mungkin mengalami satu atau dua kali kejang sebulan atau beberapa kali sehari. Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak, awitan jarang di jumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang stelah pubertas atau di ganti oleh kejang tipe lain terutama kejang tonik-klonik.

Kejang tonik-klonik (dahulu disebut grand mal) adalah kejang epilepsi klasik. Kejang tonik-klonik diawali oleh hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien mungkin bersuara menangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan oleh spasme toraks atau abdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan tonik kemudian klonik, dan inkontinensia urin atau alvi (atau keduanya), disertai disfungsi autonom. Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh mungkin berubah. Fase ini berlangsung beberapa detik. Fase klonik memperlihatkan kelompok-kelompok otot yang berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan-gerakan menyentak. Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang tetapi kekuatannya tidak berubah. Lidah mungkin tergigit, hal ini terjadi pada sekitar separuh pasien (spasme rahang dan lidah). Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti oleh periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit sampai selama 30 menit. Setelah sadar pasien mungkin tampak kebingungan, agak stupor atau bengong. Tahap ini disebut sebagai periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak dapat mengingat kejadian kejangnya. Efek fisiologik kejang tonik-klonik bergantung pada lama kejang berlangsung. Kejang tonik-klonik yang berkepanjangan menyebabkan efek neurologik dan kardiorespirasi yang berat. Efek dini disebebkan oleh meningkatnya ketokolamin dalam sirkulasi. Apabila kejang berlanjut lebih dari 15 menit, maka terjadi epilepsi ketokolamin yang menyebabkan timbulnya efek sekunder atau lambat. Kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan henti jantung dan nafas. Kejang tonik-klonik demam, yang sering disebut sebagai kejang demam, paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri . Kejang ini umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial. Pada beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati masa anak dan mungkin mengalami kejang nondemam pada kehidupan selanjutnya. Kejang tonik-klonik demam, paling sering terjadi pada anak-anak berusia < 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini umumnya berlangsung singkat dan mungkin terdapat predisposisi familial. Pada beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati masa anak dan anak mungkin mengalami kejang non demam pada kehidupan selanjutnya. Cidera kepala tetap merupakan penyebab tersering kejang didapat. Insidensi bervariasi bergantung pada tipe dan keparahan cedera awal. Apapun mekanismenya, penetrasi dura merupaka factor resiko yang signifikan untuk timbulnya kejang. Dalam kaitanya dengan patofisiologi kejang,

terdapat dua factor penting yang berperan. Cedera primer terjadi akibat gaya mekanis yang merobek prosesus dendritik, merusak kapiler dan mengganggu lingkungan ekstrasel. Cedera sekunder ditimbulkan oleh edema serebrum. Penimbunan produk metabolic toksik dan iskemia akibat hipotensi, hipoksia, dan hiperkarbia ikut berperan menimbulkan edema serebrum. Mekanisme patofisiologi timbulnya kejang setelah trauma kepala adalah iskemia akibat terganggunya aliran darah otak, efek mekanis dari jaringan parut, destruksi control inhibitor dendrite, gangguan sawar darah orak dan perubahan dalam system buffer ion ekstrasel. Selain itu, kejang dapat terjadi akibat fase akut atau sekuele dari infeksi system saraf pusat (SSP) yang di sebabkan oleh bakteri, virus atau parasit. Perlu digarisbawahi bahwa kejang biasanya merupakan gejala klinis pertama pada abses serebrum. Infeksi merupakan penyebab sekitar 3% kasus epilepsi di dapat.

KEJANG
PANAS (+) PANAS (-)

Proses Intra kranial (+)

Proses Intra kranial (-)

EPILEPSI

Non Epilepsi

Meningitis Ensefalitis Abses

Kejang Demam

Tumor Perdarahan Ensefalopati Kel. Kongenital

Diagnosis Banding Breath Holding Spell Sinkop Migren TIC &Masturbasi Gangguan Tidur

Kelainan metabolik, sebagai kelainan yang mendasari kejang, mencakup hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, keadaan hiperosmolar, hipokalsemia, hipomagnesemia, hipoksia, dan

uremia. Gejala neurogik perubahan kadar natrium serum terjadi akibatnya peningkatan atau penurunan volume cairan intrasel neuron dan berkaitan dengan kadar absolute kurang dari 125 mEq/L atau lebih dari 150 mEq/L. kemajuan dalam bidang resusitasi jantung paru ikut memberikan kontribusi dalam meningkatkan insidensi kesintasan pasien yang mengalami hipoksia serebrum dan sekuelenya, enselopati anoksik, sehingga kelainan ini semakin sering menyebabkan gangguan kejang di dapat. Tumor otak adalah kausa lain kejang didapat, terutama pada pasien berusia 35-55 tahun. Kejang dapat merupakan gejala pada tumor otak tertentu,khususnya meningioma, glioblasatoma, dan astrositoma. Tumor yang terletak supratentorium dan mengenai kortes kemungkinan besar menyebabkan kejang. Insiden tertinggi terjadi pada umor yang terletak di sepanjang sulkus sentralis disertai keterlibatan daerah motorik. Semakin jauh tumor dari bagiana ini, semakin kecil kemungkinan terjadi kejang. Insufisiensi serebrovaskular arteriosklerotik dan infark serebrum merupakan kausa utama kejang pada pasien dengan penyakit vascular, hal ini tampaknya meningkat seiring peninkatan usia lanjut. Infark besar dan infark dalam yang meluas ke struktur-struktur subkorteks lebih besar kemungkinannya menimbulkan kejang berulang. Berbagai bahan toksik dan obat dapat ,menyebabkan kejang. Pada beberapa obat kehang merupakan menifestasi efek toksik. Obat ynag berpotensi menimbulkan kejang ialah aminofilin, obat antidiabetes, lidokain, fenotiazin, fisostogmin, dan trisiklik. Penyalahgunaan zat seperti alcohol dan kokain juga dapat menyebabkan kejang.

Efek fisiologik kejang Awal (kurang dari 15 menit) o o o o o Meningkatnya kecepatan denyut jantung Meningkatnya tekanan darah Meningkatnya kadar glukosa Meningkatnya suhu pusat tubuh Meningkatnya sel darah putih

Lanjut (15-30 menit)

o o o o

Menurunnya tekanan darah Menurunnya gula darah Disritmia Edema paru non jantung

Berkepanjangan (lebih dari 1 jam) o o Hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga terjadi hipotensi serebrum Gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema serebrum

KEJANG
Diazepam
Cegah Fraktur & lidah tergigit Oksigen Melonggarkan pakaian Membersihkan jalan napas Posisi anak Gerakan otot Hipoksia Suhu sekitar, a.p Hipertermi Gangguan Metebolisme Edema Otak Asidosis Kortiko steroid Manitol/gliserol Kongesti vena Hiperkalemia Hperaktivitas Saraf simpatis Perdarahan ptekial Kerusakan permanen sel otak

Hipertensi

Aritmia

MENINGGAL

Mengatasi kejang
KEJANG
DIAZEPAM RECTAL 5/10 mg DIAZEPAM PARENTERAL0,2 0,5 mg/Kg Dapat diulangi 2x IVFD NaCl 0,9%

(-)
DIAZEPAM PHENOBARBITAL AS. VALPROAT (-)

BOLUS GLUKOSE 40% 1cc/KgBB

(+)
PHENITOIN 10 15 mg/KgBB 50 mg/menit

(+) ICU
RELAKSASASI OTOT RESPIRATORI DLL

PHENITOIN MAINTENANCE 2X(5 7 MG/KgBB

EPILEPSI GENERALISATA Tipe Absense (Petit Mal) Petit mal adalah serangan epileptik yang berupa hilang kesadaran sejenak. Serangan tersebut biasanya timbul pada anak-anak yang berumur antara 4 sampai 8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang untuk beberapa detik itu, tonus otot-otot skeletal tidak hilang, sehingga penderita tidak jatuh. Lamanya serangan petit mal ialah antara 5 sampai 10 detik. Serangan yang berlangsung sampai 30 detik jarang dijumpai. Adakalanya dapat timbul gerak otot setempat pada wajah (facial twitching). Pada waktu serangan petit mal berlangsung kedua mata dapat menetap secara hampa ke depan atau kedua mata berputar ke atas sambil melepaskan benda yang sedang dipegangnya atau berhenti bicara. Setelah sadar kembali penderita sama sekali lupa akan apa yang telah terjadi dengan dirinya. Juga pembicaraan yang dihentikan sewaktu petit mal bangkit tidak dapat diingat kembali. EEG petit mal adalah khas. Polanya adalah satu-satunya pola EEG yang mempunyai arti diagnostik mutlak. EEG tersebut memperlihatkan kompleks spike-weave yang berfrekwensi 3 siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh. Dengan adanya pola tersebut maka diagnosa satu-satunya yang tepat adalah petit mal. Lain-lain prosedur diagnoostik tidak perlu dilakukan. Serangan petit mal dapat berhenti untuk seterusnya setelah penderita berusia 20 tahun atau selambat-lambatnya pada umur menjelang 30 tahun. Tetapi ada kemungkinana dimana petit mal berkembang sebagai grand mal pada umur duapuluhan. Petit mal yang dapat berhenti dapat diramalkan berdasarkan 4 kriteria, yakni : a. Mulai timbulnya pada umur 4 sampai 8 tahun pada anak dengan taraf intelegensi yang normal. b. Serangan petit malanya harus terdiri hanya dari hilang kesadaran sejenak saja, tanpa gejala motorik, seperti facial twitching, bibir yang berkomat-kamit atau tonus postrural yang hilang. c. Serangan petit malnya mudah terkelola dengan satu jenis obat saja.

d. Pola EEG-nya harus berupa kompleks spike wave yang tepat 3 siklus per detik, tanpa adanya pola abnormal lainnya. Petit mal yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas cenderung menjadi grand mal pada perkembangan selanjutnya. o Tatalaksana Obat pilihan utama untuk pemberantasan petit mal ialah ethosuximide. Dosis yang dipergunakan sehari ialah 20-40 mg/Kg/BB dan diberikan dalam 2 atau 3 angsuran. Dosis permulaan (20mg/Kg/BB/hari) dapat dinaikkan secara berangsur-angsur setiap seminggu sekali sampai orang sakit bebas serangan atau sampai gejala efek samping timbul. Adapun gejala efek samping itu ialah mulas, mual, ataksi dan ngantuk Ethosuximide mempunyai kecenderungan untuk membangkitkan serangan grand aml. Bila seranmgan grand mal timbul maka orang sakit dapat diberi orang tambaghan yang dapat memberantas serangan grand mal, yaitu luminal. Antikonvulsan lain yang lain digunakan untuk pemberantasan petit mal ialah clonozepam dalam dosis 0,01-0,03 mg/Kg/BB/hari. Bilamana obat-obat tersebut di atas masih belum sempurna, maka acetazolamide dalam dosis 10-25 mg/Kg/BB/hari dapat diberikan sebagai obat tambahan.

Epilepsi Tonic-clonic (Grand Mal) Serangan epileptik yang dikenal sebagai grand mal adalah sebagai berikut. Secara tiba-tiba penderita jatuh sambil mengeluarkan jeritan atau teriakan. Untuk sejenak pernafasan berhenti dan seluruh tubuh menjadi kaku, kemudian bangkit gerakan-gerakan yang dinamakan gereakan tonik-klonik. Apa yang dimaksud dengan itu ialah gerakan tonik yang sejenak diseling oleh relaksasi, sehingga selama serangan grand mal lengan dan tungkai tetap dalam sikap lurus, namun secara ritmik terjadi fleksi ringan dan ekstensi kuat pada semua persendian anggota gerak. Juga otot wajah dan badan melakukan gerakan tonik yang diselingi dengan relaksasi sejenak secara ritmik. Gerakan tonik itu kuat sekali sehingga tulang dapat patah dan bibir atau lidah dapat tergigit sampai

terputus. Kesadaran hilang pada saat penderita jatuh. Air kemih dikeluarkan karena kontraksi tonik involunter dan air liur yang berbusa keluar dari mulut hasil kontraksi tonik-klonik secara kuat dan gencar selama beberapa puluh detik sampai 1-2 menit, frekwensi dan intensitas konvulsi berkurang secara berangsur-angsur hingga akhirnya berhemti. Penderita masih belum sadar, tapi tidak lama kemudian yaitu dalam waktu beberapa menit sampai setengah jam, ia membuka mata, tampak letih sekali dan tertidurlah ia. Tergantung pada berat/ringannya konvulsi, penderita dapat tidur selama setengah sampai 6 jam. Setelah tidur pasca grandmal, penderita merasakan sakit kepala dan tidak ingat/tahu apa yang telah terjadi dengan dirinya. Sebelum serangan grand mal timbul, banyak penderita sudah memperlihatkan gejala-gejala prodromal yang terdiri dari iritabilitas (cepat marah/tersinggung), pusing, sakit kepala atasu bersikap depressed. Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa pemderita greamdmal sudah sejak kecil mendapat serangan. Grand mal dapat juga, mulai timnbul pada umur 20 sampai 30 tahun. Tetapi jika konvulsi umum bangkit untuk pertama kali pada usia 30 tahun ke atas, maka tumor erebri yang dapat mendasarinya harus dicurigai dan diselidiki. Cerebrovascular disease dapat juga menimbulkan konvulsi umum pada orang-oarng yang berusia tua. Setiap konvulsi umum tidak boleh dianggap sebagai manifestasi grand mal saja. Konvulsi umum dapat menyusul suatu aura, bahakn menyusul serangan Jackson motorik. Maka dari itu, pada interogasi anamnestik adanya aura dalam bentuk apaapun harus diselidiki dengan teliti sekali. Karena penyusunan anamnesa tidak selalu mudah, maka seringkali anamnesa kurang lengkap, sehingga konvulsi umum yang menyusul timbulnya serangan epilepsi fokal dapat dianggap sebagai manifestasi grand mal. Bila terdapat informasi bahwa konvulsi umum yang dihadapi merupakan manifestasi epilepsi fokal, apalagi jika penderita yang bersangkutan sudah berusia lebih dari 30 tahun, maka pemeriksaan neurologik umum dan khusus harus dilakukan setelititelitinya. Bilamana penderita yang bersangkutan sudah lama dikenal sebagai seorang epilepti, maka pemeriksaan tersebut tidak perlu dilkakukan seluruhnya. Dalam hal ini cukuplah dengan pemeriksaan klinik umum saja yang di lengkapi dengan EEG.

o Tatalaksana Obat pilihan utama terdiri dari phenobarbital atau phenytoin. Dua-duanya baik sekali dan murah harganya. Phenytoinm empunyai sifat-sifat yang unggul, yaitu tidak membikin orang mengantuk, tidak akan menimbulkan manifestasi overdose yang fatal dan bila dihentikam tidak akan membangkitkan status epileptikus. Efek samping yang kurang enak ialah sakit epigastrik, dermatitis, anemia, hipertrofi gusi, hirsutismus, nistagmus, dan ataksia. Bila pilihan jatuh pada phenytoin daan penderita tidak mau diraawat di rumah sakit, maka mulailah langsung dengan dosis tinggi, yaitu 5-10mg/Kg/BB/hari untuk orang dewasa dan 5-8 mmg/Kg/BB/hari untuk anak-anak dibawah 6 tahun. Khasiat phenytoin dengan dosis rendah baru efektif pada hari pengobatan ke 5 sampai 15. Anak-anak, bayi, wanita lebih baik diobati dengan phenobarbital, mengingat efek buruk kosmetik dari phenytoin. Efek samping phenobarbital hanya ngantuk saja. Oleh karena harganya lebih murah dari phenytoin, maka phenobarbital sangat cocok untuk masyarakat kurang mampu. Akan tetapi oleh karena para penderita dari lapisan ini kurang berdisiplin untk menggunakan antikonvulsan, maka para pemakai phenobarbnital dari masyarakat lapisan rendah sering mendapat konvulsi withdrawal. Orang tua dari lapisan masyarakat kurang mampu tidak mempunyai waktu dan pembantu untuk mengawasi anak yang harus menggunakna phenobarbital secara teratur dan sinambung. Maka dari itu, pilihan untuk menggunakan phenobarbital atau phenytoin lebih tepat ditentukan oleh peryimbangan-pertimbangan yang menyeluruh dan jangan ditentukan berdasarkan status kaya atau tidak saja. Dosis phenobarbital untuk anak-anak dibawah umur 6 tahun ialah 3-5 mg/Kb/BB/hari yaitu kira-kira 60-120 mg./hari. Walaupun biological half-life dari phenobarbital cukup lama (95 jam), naman mengingat efek samping yang membikin orang mengantuk, maka pemberiannya sebaiknya diatur dalam 3 atau 4 angsuran. Orang dewasapun mudah mengatuk dengan dosis 3dd 30-50 mg phenobbarbital. Interaksi yang buruk hasil kombinsi kedua obat itu tidak ada. Bilamana serangan grand mal masih belum dapat diberantas dengan obat-obat tersebut di atas, baik secara kombinasi maupun obat tunggal, boleh dicoba primidone.

Primidone adalah sangat dekat pada phenobarbital dalam struktur kimianya. Karena itu secara teoritik kombinasi phenobarbital dengan primidone tidak dianjurkan. Tetapi menurut pengalaman pribadi, kombinasi phenobarbial dengan primidone adaah efektif juga. Dosis primidone untuk anak di bawah umur 6 tahun adalah 10-25 mg/kg/BB/hari, dibagi dalam 2 atau 3 angsuran. Anak-anak dapat memulai dengan dosis 50-100 mg/hari. Orang dewasa memerlukan dosis yang relatif jauh lebih rendah, yaitu 300-600 mg/hari. Dosis permulaan harus rendah, misalnya 100-150 mg/hari. Secara berangsur-angsur dosis permulaan dapat ditinggikan sesuai dengan keadaan yang dilaporkan pada follow up. Efek samping primidone dapat berupa ngantuk, vertigo, ataksia, dermatitis dan anemia (megalobastik). Juga primidone mengakibatkan timbulnya konvulsi umum withdrawal. Obat pilihan ke-4 ialah carbazepine, yang sering digunakan juga untuk pemberantasan neuralgia idiopatik. Dosis untuk anak-anak ialah 150-300 mg/hari dan untuk orang dewasa 200-800 mg/hari, diberi dalam 2 sampai 3 angsuran. Efek sampingnya dapat berupa dermatitis, ngantuk, mulut kering, rasa tidak enak epigastrik, ikterus dan aplastik anemia. Carbazepine dapat digunakan sebagai obat antikonvulsi tunggal atau dalam kombinasi dengan phenytoin atau phenobarbital atau dengan keduaduanya atau pun juga dalam kombinasi dengan primidone.

EPILEPSI MIOKLONIK Mioklonus ialah gerakan involunter sekelompok otot skeletal yang timbul sekonyongkonyong dan berlangsung sejenak. Mioklonus merupakan manifestasi bermacam-macam penyakit, baik yang bersifat neurologik (degenerasi pontoserebral, mielitis) maupun yang non-neurologik (uremia, hepatic failure). Tetapi antara mioklonus dan miokl onus terdapat perbedaan pokok, yaiut mioklonus dengan EEG yang memperlihatkan spike dan mioklonus yang berasosiasi dengan EEG yang normal. Dua jenis mioklonus dengan EEG abnormal dikenal sebagai manifestasi epilepsi idiopatik, yaitu spasmus infanti dan epilepsi mioklonik anak-anak. Spasmus Infantil

Spasmus infantil ialah fleksi spastik anggota gerak dan badan yang timbul sebagai serangan pada bayi antara 4 sampai 9 bulan dengan pola EEG yang dikenal sebagai hipsaritmia. Dari anamnesa dapat diketahui bahwa pada partus ada sedikit kesulitan atau terdapat tanda-tanda gangguan perkembangan intrauterin (mikrosefaus, lisensefalus, phenylketonuria). Tetapi kebanyakan bayi dengan spasmus infantil tidak didapati anamnesa yang abnormal. Juga seara badaniah adalah normal. Akan tetapi setelah timbul serangan-serangan spasmus infantil, bayi-bayi yang tadinya tampak sehat dan normal itu cepat menunjukkan kemunduran mental dan badaniah. Serangan spasmus infantil dapat rjadi berkali-kali sampai 50 kali sehari. Letupanletupan spasmus infantil dalam satu serangan bangkit dengan interval 2-5 detik. Jenis epilepsi umum idiopatik ini dikenal juga sebagai salaam spasm atau West syndrome. Lukisan serangan spasmus infantil adalah khas. Juga umur dan kemunduran mental/badanlah merupakan tanda-tanda yang relevan bagi sindroma yang dilengkapi oleh pola EEG hipsaritmia harus didiagnosa sebagai spasmus infantil. Adapun pola hipsaritmia itu ialah pola yang seluruhnya kacau dimana spike soliter dan letupan spike timbul secara difus bersama-sama dengan gelombang lambat dan kompleks spike wave, tanpa adanya aktivitas dasar yang normal, atau hanya secara episodik saja aktivitas dasar itu agak normal. o Tatalaksana Jenis epilepsi ini paling sulit untuk diatasi dengan obat antikonvulsan. Clonazepam dan nitrazepam mempunyai efek yang lumayan. Tetapi obat yang merupakan pilihan utama untuk spasmus infantil adalah ACTH. Dosisnya adalah 30 unit/hari yang dapat dibagi dalam 1 atau 2 kali suntikan i.m. selama 4-6 minggu. Dengan ACTH hipsaritmia dapat berubah dan pola EEG menjadi lebih normal. Akan tetai manifestasi kliniknya tidak selamanya sesuai dengan perubahan baik EEG itu. Kira-kira 20% meninggal sebelum umur 4 tahun dan kira-kira 35% sembuh dengan ACTH, sehingga dapat berkembang normal dan dapat mengikuti pelajaran sekolah biasa. Kriteria untuk mendapatkan hasil yang baik adalah diagnosa yang dini, mula timbulnya pada usia di atas 4 bulan dan serangan spasmus tidak berlangsung lama.

Mayoritas para penderita mula timbul sebeum usia 4 bulan dengan kemunduran mental yang jelas, tidak dapat diperbaiki lagi. Epilepsi Mioklonik Anak-Anak Serangan epileptik jenis ini beraneka ragam. Ada yang menyerupai spasmus infantil, ada juga yang disertai oleh konvulsi umum atau menyerupai petit mal namun dengan hilangnya tonus postura sehingga penderita jatuh lunglai dan tidak sadar untuk sejenak. Oleh karena itu berbagai julukan dikenal, yaitu Lennox -Gastaut syndrome, akinetic drop attacks, epilepsi mioklonik anak-anak, petit mal myoclonus, dan seterusnya. Pada dasarnya epilepsi mioklonik pada anak-anak erarti epilepsi mioklonik yang mula timbulnya pada umur 3 tahun. Sebagian mencakup anak-anak yang tadinya memperlihatkan serangan jenis spasmus infantil atau petit mal yang tidak murni. Sebagaimana sudah disinggung di muka, petit mal dapat memperlihatkan juga manifestasi lain, seperti muscular twitching pada wajah, mulut yang berkomat-kamit atau pun yang disertai mioklonus. Pada petit mal ini telah dinyatakn, bahwa pola EEGnya tidak murni 3 sampai dengan kompleks spike-wave, lagi pula memperlihatkan abnormalitas lain. Jenis petit mal inilah yang tidak hilang, melainkan menetap hingga anak menjadi orang dewasa. Dan perkembangan selanjutnya sesuai dengan sindroma Lennox-Gastaut. Menurut para ahli elektroensefalografi, istilah-istilah yang merupakan sinonim diagnosa epilepsi mioklonik anak-anak adalah tidak tepat. Adapun istilah-istilah itu ialah petit mal akinetik, petit mal mioklonik, epilepsi akinetik, petit mal akinetik, dan sebagainya. Pada hakekatnya argumentasi mereka didasarkan atas ciri-ciri EEG. Predikat tidak tepat dan tepat tidak banyak mempengaruhi pengenalan dan perawatan, maka secara praktis argumentasi mereka adalah akademik. Jika pola EEG penderita sindroma Lennox-Gastaut diteliti secara kritis, maka semua pola abnormal dapat ditemukan. Spike yang timbul secara tersendiri dapat berdampingan dengan letupan spike (polvspikes), kompleks spike-wave yang tak khas dan gelombang lambat. Sebagaimana telah dibedakan spasmus infantil yang timbul pada bayi yang sejak dilahirkan memang sudah memperlihatkan tanda-tanda abnormal mental dan fisik di

satu pihak dan spasmus infantil yang berkembang setelah bayi mengidap trauma atau infeksi post-natal di lain pihak, demikian juga halnya dengan epilepsi mioklonik anakanak. Yang dinamakan epilepsi mioklonik anak-anak idiopatik ialah epilepsi yang mulai timbul pada umur 1-3 tahun dengan konvulsi umum, dimana di antaranya bersifat serangan mioklonus, spasmus infantil dan hilang kesadaran sejenak yang menyerupai petit mal. Sebaliknya yang dijuluki epilepsi mioklonik anak-anak simtomatik, ialah jenis serangan epileptik yang serupa, namun para penderitanya memperlihatkan menifestasi penyakit lain, misalnya lipidosis, sklerosis tuberosa dan lain-lain penyakit herediter. Penderita epilepsi mioklonik anak-anak baik yang idiopatik maupun yang simtomatik, kedua-duanya adalah cacat mental dan fisik. o Tatalaksana Oleh karena serangan epileptiknya beraneka ragam, ialah konvulsi umum, hilang kesadaran sejenak (absence) dengan tonus postural yang hlang sejenak pula, mioklonus dan muscular twitching, maka obat yang digunakan untuk memberantas manifestasi epilepsi mioklonik anak-anak (sindroma Lennox-Gastaut) adalah phenytoin, phenobarbital, clonazepam, carbazepine, acetazolamide, dan ethosuximide. Dosis masing-masing obat sudah diuraikan di atas. Hasil yang lumayan diperoleh dengan kombinasi 2 atau 3 obat antikonvulsan. Pada umumnya prognosa sindroma LennoxGastaut adalah buruk.

ATONIC SEIZURE Kehilangan kekuatan Classic drop attack ( astatic Seizure ) Penderita kolaps / jatuh Kedua kelopak mata turun, kepala terangguk, badan terkulai Drop ke tanah injuri Lama 15 detik, segera recovery Kerusakan otakdifus, Learning Disability, Epilepsi Simptomatik berat

OBAT-OBAT ANTIKONVULSIF & SINDROMA EPILEPSI

Epilepsi Parsial Epilepsi parsial adalah serangan epileptik yang bangkit akibat lepas muatan listrik di suatu daerah korteks serebri. Lepas muatan regional ini dapat : a. Tetap bersifat fokal (parsial) b. Menggalakkan daerah yang berdampingan, sehingga lepas muatan meluas, atau c. Seluruh korteks serebri melepaskan muatan listrik secara menyeluruh.

Pada jenis C lepas muatan listrik regional merupakan aura konvulsi umum. Setelah serangan konvulsi fokal berlalu, dapat timbul paralisis yang dikenal sebagai paralisis Todd. Paralisis ini bersifat sementara.

Manifestasi epilepsi parsial dapat bersifat sederhana atau kompleks. 1. Manifestasi sederhana. Yang dimaksud dengan manifestasi sederhana ialah perasaan pokok, gerakan otot setempat yang klonik-tonik atau gangguan bicara. Gejala-gejala tersebut dapat timbul sebagai manifestasi epilepsy parsial sendiri atau sebagai aura konvulsi umum. Adapun gejala-gejala tersebut yang sering dijumpai ialah: a. Motorik : Gerakan nvolunter otot-otot salah satu anggota gerak, wajah,rahang bawah (mengunyah), pita sara (vokalisasi) dan kolumna vertebralis (badan berputar, torsi leher/kepala = adversif). b. Sensorik : Merasakan nyeri, panas/dingin, hipestesia/parastesia pada daerah kulit setempat, skotoma, tinnitus, mencium bau barang busuk, mengecap perasa logam, vertigo, mual, mntah, perut mules atau afasia. c. Autonom: Muntah/mual dan hiperhidrosis setempat dapat dianggap sebagai manifestasi susunan saraf autonom. 2. Manifestasi kompleks. Gejala-gejala yang dijuluki kompleks itu ialah gejala sensorik, motorik dan autonom yang memperlihatkan cirri yang tampaknya bertujuan dan terintegrasi. Adapun gejala kompleks yang dimaksud itu ialah: a. Halusinasi b. Ilusi yang dinamakan dj vu, yaitu perasaan pernah melihatnya, tapi dalam situasi yang asing: jamais vu, yaitu perasaan tidak pernah melihatnya, tapi dalam situasi yang tidak asing baginya. Demikian juga dapat timbul perasaan pernah dan belum pernah mendengar / (dj/jamais entendu) dan pernah dan belum pernah mengalami (dj/jamais vecu). Gejala-gejala tersebut dikenal juga sebagai dreamy state. c. Perasaan curiga, perasaan seolah-olah pikirannya memaksakan sesuatu an perasaan kesal sehingga marah-marah. d. Autimastimus, yaitu gerakan yang tampaknya bertujuan, namun dilakukan dalam keadaan tak sadar. Misalnya: tangan mengusap-usap baju atau kain sprei; membuka kancing baju baju; memindah-mindahkan barang; lidah dan bibir mengecap-ngecap seolah-olah sedang menikmati maknan yang enak.

Manifestasi kompleks tersebut di atas merupakan gejala sindroma epilepsi parsial lobus temporalis. Sindroma ini dapat terdiri dari: a. Manifestasi kompleks tersebut di atas yang langsung disusul dengan konvulsi umum. Disini automastismus, dreamy state, rage dan ilusi merupakan aura konvulsi umum epilepsy lobus temporalis. Peristilahan lain yang sering digunakan untuk manifestasi kompleks yang timbul sebelum konvulsi umum bangkit ialah gejala pre ictal. b. Hanya manifestasi kompleks saja. Dalam hal ini halusinasi, automastimus, rage, dreamy state bangkit sebagai serangan utama. Oleh karena itu gejala kompleks itu dijuluki sebagai manifestasi ictal. c. Konvulsi umum yang setelah berhenti, lalu langsung disusul dengan timbulnya dreamy state, automastimus, rage, atau ilusi. Dalam hal ini gejala-gejala itu dikenal sebagai manifestasi post ictal.

Gejala ictal dan pre ictal merupakan manifestasi lepas muatan suatu fokus epileptogenik di lobus temporalis. Sedangkan gejala post ictal dianggap sebagai manifestasi lepas muatan sekelompok neuron di lobus temporalis akibat gaya listrik dari focus epileptogenik luas disekitar lobus temporalis. Sisa gaya listrik itu menyasar ke suatu kelompok neuron yang menyusun suatu sirkuit kompleks tertentu.

Diagnosis Pasien didiagnosis epilepsi jika mengalami serangan kejang secara berulang Untuk menentukan jenis epilepsinya, selain darigejala, diperlukan berbagai alat diagnostik : EEG ; CT-scan ; MRI ; Lain-lain

Terapi Non farmakologi:

Amati faktor pemicu Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.

Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi

Obat-obat antiepilepsi Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+: Inaktivasi kanal Na menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan listrik Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat

Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik: agonis reseptor GABA meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja reseptor GABA . contoh: benzodiazepin, barbiturat menghambat GABA transaminase konsentrasi GABA meningkat contoh: Vigabatrin menghambat GABA transporter memperlama aksi GABA .contoh: Tiagabin meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikularpool. contoh: Gabapentin

Prognosis Prognosis umumnya baik, 70 80% pasien yang mengalami epilepsy akan sembuh, dan kurang lebih separo pasien akan bisa lepas obat 20-30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis pengobatan semakin sulit 5 % di antaranya akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan gangguan psikiatri dan neurologik prognosis jelek

Kejang Absence

Dulu sindrom ini disebut petit mal epilepsy atau epilespi lena. Tetapi sekarang sering disebut dengan absense/absans saja. Onset atau awitan biasanya dimulai pada usia awal sekolah, sekitar 5-7 tahun dengan kasus lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Sindrom ini merupakan kasus tersering, mencapai 2-8% dari semua kasus. Termasuk jenis epilepsi idiopatik, artinya ada riwayat keluarga. Anak dengan sindrom jenis ini memiliki tingkat intelegensi (IQ) normal. Salah satu ciri sindrom ini adalah frekuensi serangan absanse-nya sangat sering, dalam satu periode bisa 10 kali. Anak tampak tidak sadar atau tampak seperti melamun. Dari pemeriksaan EEG tampak gambaran yang sangat khas, 3 Hz atau 3 siklus per detik. Pada waktu kesadaran hilang untuk beberapa detik itu, tonus otot-otot skeletal tidak hilang, sehingga penderita tidak jatuh. Lamanya serangan petit mal ialah antara 5 sampai 10 detik. Serangan yang berlangsung sampai 30 detik jarang dijumpai. Adakalanya dapat timbul gerakotot setempat pada wajah (facial twitching). Pada waktu serangan petit mal berlangsung kedua mata dapat menatap secara hampa ke depan atau kedua mata berputar-putar ke atas sambil melepaskan benda yang sedang dipegangnya atau berhenti berbicara. Setelah sadar krmbali penderita sama sekali lupa akan apa yang telah terjadi dengan dirinya. Juga pembicaraan yang dihentikan sewaktu petit mal bangkit tidak dapat diingat kembali. Kejang pada sindrom ini bisa diprovokasi oleh hiperventilasi. Secara umum, remisi sindrom absence epilepsy baik. 80% gejala akan hilang saat dewasa. Namun 20-40% akan berkembang menjadi generalized tonic-clonic seizure saat dewasa. Obat lini pertama untuk sindrom ini adalah valproate. EEG petit mal adalah khas. Polanya adalah satu-satunya pola EEG yang mempunyai arti diagnosis mutlak. EEg tersebut memperlihatkan kompleks spike wave yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh. Dengan adanya pola tersebut, maka diagnosis satu-satunya adalah petit mal. Serangan petit mal dapat berhenti untuk seterusnya sampai penderita berusia 20 tahun atau selambat-lambatnya berusia 30 tahun. Tetapi ada kemungkinan petit mal dapat berkembang menjadi grand mal pada usia 20an. Petit mal yang dapat berhenti diramalkan berdasarkan 4 kriteria: a. b. Mula timbulnya pada usia 4 8 tahun dengan anak intelegensi normal Serangan petit mal nya harus terdiri hanya dari hilang kesadaran sebentar, tanpa gejala motorik seperti fascial twitching, bibir yang komat-kamit atau tonus postural yang hilang c. d. Serangan petit malnya dapat dikelola dengan 1 jenis obat saja Poal EEGnya harus berupa kompleks spike-wave yang tepat 3 siklus perdetik, tanpa adanya pola abnormal lainnya.

Petit mal yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut diatas cendrung menjadi grand mal dalam perkembangan selanjutnya.

SLEEP APNEA SYNDROM

Sleep apnea adalah gangguan ditandai dengan pengurangan atau jeda pernafasan (aliran udara) selama tidur . Hal ini sering terjadi pada orang dewasa, tetapi jarang di kalangan anakanak. Meskipun diagnosis apnea tidur sering akan dicurigai atas dasar itu riwayat medis seseorang, ada beberapa tes yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Perlakuan apnea tidur dapat berupa bedah atau pembedahan. Apnea adalah suatu periode waktu yang berhenti bernapas atau nyata berkurang. Dalam kalimat sederhana, apnea terjadi ketika seseorang berhenti bernapas selama 10 detik atau lebih apnea. Jika Anda berhenti bernapas benar atau memakan waktu kurang dari 25% dari normal napas untuk jangka waktu yang berlangsung 10 detik atau lebih, ini adalah. Definisi ini mencakup penghentian lengkap dari aliran udara. definisi lain apnea yang dapat digunakan mencakup setidaknya penurunan 4% oksigen dalam darah, akibat langsung dari pengurangan dalam transfer oksigen ke dalam darah ketika pernapasan berhenti. Bila apnea terjadi, biasanya tidur terganggu karena pernapasan tidak memadai dan kadar oksigen dalam darah yang buruk. Kadang-kadang ini berarti orang bangun sepenuhnya, tapi terkadang hal ini bisa berarti orang keluar dari tingkat yang dalam tidur dan masuk ke tingkat yang lebih dangkal tidur. Apnea biasanya diukur selama tidur (lebih baik dalam semua tahap tidur) selama dua jam. Perkiraan tingkat keparahan apnea dihitung dengan membagi jumlah apneas dengan jumlah jam tidur, memberikan indeks apnea (AI dalam apneas per jam), sedangkan semakin besar AI, semakin parah apnea tersebut. Hypopnea adalah penurunan pernapasan yang tidak begitu parah sebagai suatu apnea. Hypopnea biasanya terjadi selama tidur dan dapat didefinisikan sebagai 69% menjadi 26% dari napas normal. Seperti kejadian apnea, hypopneas juga dapat didefinisikan sebagai penurunan 4% atau lebih oksigen dalam darah. Seperti kejadian apnea, hypopneas biasanya mengganggu tingkat tidur. Sebuah indeks Hypopnea (HI) dapat dihitung dengan membagi jumlah hypopneas dengan jumlah jam tidur.

Indeks apnea-Hypopnea (AHI) adalah suatu indeks keparahan yang menggabungkan kejadian apnea dan hypopneas. Menggabungkan mereka memberikan keseluruhan kerasnya apnea tidur termasuk gangguan tidur dan desaturations (tingkat rendah oksigen dalam darah). Indeks apnea-Hypopnea, seperti indeks apnea dan indeks Hypopnea, dihitung dengan membagi jumlah kejadian apnea dan hypopneas dengan jumlah jam tidur. Indeks lain yang digunakan untuk mengukur sleep apnea adalah indeks gangguan pernafasan (RDI). Indeks gangguan pernafasan mirip dengan indeks apnea-Hypopnea, namun juga mencakup peristiwa pernapasan yang tidak secara teknis memenuhi definisi apneas atau hypopneas, tetapi jangan mengganggu tidur. Sleep apnea secara formal didefinisikan sebagai indeks apnea-Hypopnea minimal 15 episode / jam pada pasien jika mereka tidak memiliki masalah medis yang diyakini disebabkan oleh sleep apnea. Ini adalah setara dengan sekitar satu episode apnea atau Hypopnea setiap 4 menit. Tekanan darah tinggi , stroke , kantuk di siang hari, gagal jantung kongestif (aliran rendah darah ke jantung), insomnia , atau gangguan suasana hati dapat disebabkan atau diperburuk oleh tidur apnea. Dalam keberadaan kondisi tersebut, sleep apnea didefinisikan sebagai indeks apneaHypopnea minimal lima episode / jam. Definisi ini ketat karena individu-individu ini mungkin sudah mengalami efek medis negatif dari apnea tidur, dan mungkin penting untuk memulai pengobatan di indeks apnea-Hypopnea rendah. Ada tiga jenis sleep apnea: 1. central sleep apnea (CSA) 2. obstructive sleep apnea (OSA) 3. mixed sleep apnea (central sleep apnea dan obstructive sleep apnea). Selama tidur, otak memerintahkan otot-otot pernapasan untuk mengambil napas.

Central sleep apnea (CSA) terjadi ketika otak tidak mengirimkan sinyal ke otot untuk mengambil napas, dan tidak ada upaya otot untuk mengambil napas.

Obstructive sleep apnea (OSA) terjadi ketika otak mengirimkan sinyal ke otot dan otototot berusaha untuk mengambil napas, tetapi mereka tidak berhasil karena jalan napas menjadi terhambat dan mencegah aliran udara yang memadai.

Mixed sleep apnea, terjadi ketika ada baik sleep apnea sentral dan apnea tidur obstruktif.

NARKOLEPSY
Narkolepsi (narcolepsy) adalah gangguan tidur yang cukup umum diderita, namun seperti gangguan tidur lainnya ia juga amat jarang dikenali oleh masyarakat. Narkolepsi dalam bahasa awam, bisa dikatakan sebagai serangan tidur dimana penderitanya amat sulit mempertahankan keadaan sadar. Hampir sepanjang waktu ia mengantuk. Rasa kantuk dapat dipuaskan setelah tidur selama 15 menit, tetapi dalam waktu singkat kantuk sudah menyerang kembali. Sebaliknya di malam hari, banyak penderita narkolepsi yang mengeluh tidak dapat tidur. Yang terutama terganggu adalah mekanisme pengaturan tidur, dimana tahap tidur REM dapat menembus kesadaran disaat kita terjaga. Tahap tidur REM adalah tahap dimana kita bermimpi (lihat bagian Gambaran Pola Tidur.) Tidak jarang penderitanya berada dalam kondisi tidak sepenuhnya terjaga atau tidak sepenuhnya tertidur. Untuk mengenali penderita narkolepsi, terdapat 4 gejala klasik (classic tetrad): 1. 2. 3. 4. Rasa kantuk berlebihan (EDS) Katapleksi (cataplexy) Sleep paralysis Hypnagogic/hypnopompic hallucination.

Rasa kantuk yang berlebihan di siang hari merupakan gejala umum gangguan tidur. Tetapi jika rasa kantuk ini timbul pada orang yang tidak menderita OSA (Obstructive Sleep Apnea) ataupun PLMS (Periodic Limb Movements) dengan disertai gejala lain (4 gejala klasik,) narkolepsi harus dipertimbangkan sebagai diagnosa. Katapleksi merupakan gejala khas narkolepsi yang ditandai dengan melemasnya otot secara mendadak. Otot yang melemas bisa beberapa otot saja sehingga kepala terjatuh, mulut membuka, menjatuhkan barang-barang, atau bisa juga keseluruhan otot tubuh. Keadaan ini dipicu oleh lonjakan emosi, baik itu rasa sedih maupun gembira. Biasanya emosi positif lebih memicu

katapleksi dibanding emosi negatif. Pada sebuah penelitian penderita narkolepsi diajak menonton film komedi, dan saat ia terpingkal-pingkal tiba-tiba ia terjatuh lemas seolah tak ada tulang yang menyangga tubuhnya. Penderita narkolepsi dapat mengingat semua kejadian selama serangan yang berlangsung selama beberapa detik hingga menit. Tetapi, dalam suasana yang kondusif dan nyaman, ketika mengalami serangan katapleksi seorang penderita dapat langsung tertidur pulas. Kondisi ini perlu dibedakan dengan sinkop atau serangan kejang dimana penderitanya tidak dapat mengingat segala kejadian selama serangan. Tidak semua penderita narkolepsi mengalami katapleksi. Beberapa orang tidak mengalami katapleksi sama sekali atau baru merasakannya setelah beberapa tahun. Hypnagogic / hypnopompic hallucination merupakan halusinasi yang sering kali muncul begitu saja saat penderita hendak tidur. Isi halusinasi secara misterius sering kali menyeramkan. Yang paling sering dilaporkan adalah kehadiran orang asing di sudut kamar. Tidak jarang penderita menceritakan kehadiran seorang teman di kamar tidurnya yang sebenarnya tidak sedang berkunjung. Kondisi ini sering kali mengarahkan diagnosa pada gangguan-gangguan kejiwaan. Padahal yang terjadi adalah kesadaran mimpi yang menerobos kesadaran terjaga, sehingga muncul sebagai halusinasi. Ini biasanya terjadi pada saat peralihan dari sadar ke tidur (hypnagogic) atau dari tidur ke sadar (hypnopompic.) Sleep paralysis adalah keadaan lumpuh dimana penderitanya tidak dapat menggerakkan tubuhnya sama sekali. Di saat peralihan dari sadar ke tidur, sleep paralysis bisa menyerang berbarengan dengan halusinasi sehingga menimbulkan pengalaman yang menakutkan bagi penderitanya. Ini terjadi karena gelombang tidur REM (mimpi) yang menerobos ke kesadaran sehingga seolah penderita bermimpi di siang bolong. Anda tentu ingat, bahwa dalam tahap tidur REM seluruh otot tubuh (kecuali mata dan pernafasan) menjadi lumpuh total. Untuk menegakkan diagnosa, selain keempat gejala klasik tadi diperlukan juga pemeriksaan Polysomnografi (sleep study.) Pemeriksaan dilakukan semalaman dan dilanjutkan dengan Multiple Sleep Latency Test (MSLT.) MSLT adalah sleep study yang dilakukan di pagi hingga

sore hari untuk mengetahui seberapa lama seseorang dapat tertidur di pagi/siang hari. Pemeriksaan dibagi menjadi 5 kali tidur siang, dimana setiap kalinya pasien diberi waktu 20 menit untuk jatuh tidur dengan tidur pertama berjarak 1,5 hingga 3 jam setelah bangun pagi. Penderita narkolepsi tertidur kurang dari 5 menit dan biasanya dari 5 tidur siang terdapat 2 sleep onset REM (SOREM.) SOREM adalah kondisi dimana gelombang otak penderita berubah langsung dari terjaga ke REM. Pada narkolepsi yang tidak disertai dengan katapleksi, selain menggunakan MSLT diagnosa dapat juga ditegakkan dengan ditemukannya antigen khusus (HLA DQB1*0602) atau rendahnya kadar hipokretin (orexin) dalam cairan serebro spinal. Walaupun tidak spesifik untuk memeriksa narkolepsi, pemeriksaan ini dapat membantu diagnosa. Biasanya pasien tanpa katapleksi yang tes DQB1*0602-nya positif, baru akan diperiksakan kadar hipokretin. Sleep paralysis dan hypnagogic hallucination tidak hanya terjadi pada penderita narkolepsi. Anda tentu pernah mengalaminya, setidaknya sekali dalam sepanjang hidup. Saat kelelahan dan mempunyai hutang tidur yang menumpuk, tanpa disadari Anda pun langsung jatuh pada tahap tidur REM (SOREM.) Antara sadar dan bermimpi Anda seolah melihat bayangan gelap melintas di depan, dalam ketakutan Anda ingin beranjak, tetapi seluruh tubuh lumpuh tak mau bergerak hingga akhirnya Anda tersadar penuh dan bertanya-tanya tentang kejadian yang baru saja dialami. Pengalaman mistis? Narkolepsi merupakan gangguan yang penyebabnya masih belum diketahui secara pasti. Penelitian dengan menggunakan anjing-anjing narkoleptik masih terus dilakukan dan mulai menampakkan titik terang. Walau demikian, dengan perawatan yang tepat dan penuh disiplin, seorang penderita narkolepsi dapat hidup normal. Apalagi dengan disertai dukungan dari keluarga dan para sahabat yang siap menjaga keselamatan si penderita. Kecelakaan sering terjadi karena serangan lumpuh (paralysis) yang muncul tiba-tiba saat memasak, mengendara, menyetrika atau berendam. Penderita narkolepsi yang berada dalam pengobatan dapat mengendara jarak dekat secara aman. Bahkan dikatakan bahwa mereka berada dalam kondisi yang lebih aman dibandingkan dengan orang normal yang sedang kurang tidur!

Penyakit ini juga tidak dapat dikatakan penyakit keturunan. Meskipun ada anak yang menderita narkolepsi seperti orang tuanya, kebanyakan penderita mempunyai anak-anak yang normal. Jadi jika pasangan Anda menderita narkolepsi jangan ragu untuk menikahinya.

EPILEPSI FOKAL Epilepsi fokal ialah serangan epileptik yang bangkit akibat lepas muatan listrik di suatu daerah korteks serebri. Lepas muatan regional ini dapat : 1. Tetap bersifat fokal 2. Menggalakkan daerah yang berdampingan, sehingga lepas muatan meluas, atau 3. Seluruh korteks serebri melepaskan muatan listrik secara menyeluruh Pada jenis (3) lepas muatan listrik regional merupakan aura konvulsi umum. Setelah serangan konvulsi fokal berlalu, dapat timbul paralisis yang dikenal dengan paralisis Todd. Paralisis ini bersifat sementara. Manifestasi epilepsy fokal dapat berifat sederhana atau kompleks. 1. Manifestasi sederhana. Yang dimaksud dengan manifestasi sederhana ialah perasaan pokok, gerakan otot setempat yang klonik tonik atau gangguan fokal sendiri atau sebagai aura konvulsi umum. Adapun gejala-gejala tersebut yang sering dijumpai adalah : a. Motorik : gerakan involunter otot-otot salah satu anggota gerak, wajah, rahang bawah (mengunyah), pita suara (vokalisasi), dan kolumna vertebralis ( badan berputar, torsi leher, kepala = adversif)

b. Sensorik : merasakan nyeri, panas atau dingin, hipestesia atau paraestesia pada daerah kulit setempat, skotoma, tinnitus, mencium bau barang busuk, mengecap rasa logam, vertigo, mual, muntah, perut mules atau afasia. c. Autonom : muntah/mual dan hiperhidrosis stempat dapat dianggap sbagai manifestasi susunan saraf otonom. 2. Manifestasi kompleks. Gejala-gejala yang dijuluki kompleks itu ialah gejala sensorik, motorik dan autonom yang memperlihatkan cirri yang tampaknya bertujuan dan terintegrasi. Adapun gejala kompleks yang dimaksud itu ialah : a. Halusinasi b. Ilusi yang dinamakan dj vu, yaitu perasaan pernah melihatnya, tapi dalam situasi yang asing; jamais vu, yaitu perasaan tdak pernah melihatnya, tapi dalam situasi yang tidak asing baginya. Demikian juga dapat timbul perasaan pernah dan belum pernah mengalami (dj/ jamais vecu). Gejala-gejala tersebut dikenal juga sebagai dreamy state. c. Perasaan curiga, perasaan seolah-olah pikirannya memaksakan sesuatu dan perasaan kesal sehingga marah-marah (rage). d. Automatismus, yaitu gerakan yang tampak bertujuan, namun dilakukan dalam keadaan tak tersadar. Misalnya : tangan mengusap-usap baju atau kain sprei; membuka kancing baju; memindah-mindahkan barang; lidah dan bibir mengecapngecap seolah-olah sedang menikmati makanan yang enak. Manifestasi kompleks tersebut di atas merupakan gejala sindroma epilepsy fokal lobus temporais. (Epilepsi psikoniotorik, suatu istilah yang sudah dianggap absolute). Sindroma ini dapat terdiri dari : a. Manifestasi kompleks tersbut di atas yang langsung disusul dengan konvulsi umum. Di sini automatismus, dreamy state, rage, dan ilusi merupakan aura konvulsi umum epilepsy lobus temporalis. Peristilahan lain yang sering digunakan untuk manifestasi kompleks yang timbul sebelum konvulsi umum bangkit ialah gejala pre-iktal. b. Hanya manifestasi kompleks saja. Dalam hal ini halusinasi, automatismus, rage atau dreamy state bangkit sebagai serangan utama. Oleh karena itu, gejala kompleks itu dijuluki sebagai manifestasi iktal.

c. Konvulsi umu yang setelah berhenti, lalu langsung disusul dengan timbulnya dreamy state, automatismus, rage atau ilusi. Dalam hal ini gejala-gejala itu dikenal sebagai manifestasi post-iktal. Gejala iktal dan pre iktal merupakan manifestasi lepas muatan suatu focus epileptogenik di lobus temporalis. Sedangkan gejala pos iktal dianggap sebagai manifestasi lepas muatan sekelompok neuron di lobus temporalis akibat gaya listrik dari focus epileptogenik luas di sekitar lobus temporalis. Sisa gaya listrik itu menyasar ke suatu kelompok neuron yang menyusun suatu sirkuit kompleks tertentu. Perawatan Oleh karena epilepsy fokal merupakan suatu symptom dari gangguan serebral, maka penyakit primernya adalah proses sisa, misalnya ensefalitis/meningitis atau trauma lahir, maka pemeriksaan yang mendalam tidak usah diselenggarakan. Akan tetapi bilamana terdapat tanda-tanda defisit neurologi yang progresif, orang sakit sebaiknya dirujukkan ke dokter ahli penyakit saraf atau bagian neurologi yang mempunyai fasilitas yang cukup lengkap. Pemeriksaan yang akan dilakukan mencakup : a. Pemeriksaan neurologic umum b. EEG c. Pungsi lumbal d. X-toraks dan X-tengkorak e. Pemeriksaan darah dan urin lengkap f. Elektrolit serum, berikut kalsium dan fosfat. g. Pemeriksaan enzim, BUN, kreatinin serum, glukosa h. Arteriografi, pneumo-ensefalografi, dan brain scan bila diperlukan Tergantung dari hasil evaluasi, maka tindakan terapeutiknya dapat bersifat medicinal atau operatif, jika diputuskan untuk menyelenggarakan terapi medicinal, maka obat-obat antikonvulsif yang digunakan utnuk pemberantasan epilepsy umum idiopatik dapat diberikan juga sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi untuk epilepsy fokal.

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan Bangkitan motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan kombinasi kontraksi otot tonik-klonik sering disebut kejang. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu (fokus kejang) sehingga mengganggu fungsi normal otak. Namun kejang juga terjadi dari jaringan otak normal dibawah kondisi patologik tertentu, seperti perubahan keseimbangan asam basa atau elektrolit. Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal. Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang. Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan aktivitas kejang yang kontinu atau intermiten yang berlangsung selama 20 menit atau lebih saat pasien kehilangan kesadarannya. Status epileptikus harus dianggap sebagai kedaruratan neurologik. Dapat terjadi kerusakan saraf yang bermakna akibat aktivitas listrik abnormal yang berkelanjutan. B. Saran Pada pasien gangguan neurologi, khususnya kejang dan epilepsi perlu dilakukan penanganan yang benar. Penanganan intensif berdasarkan tanda dan gejala penyakit. Tujuan utama penatalaksanaan kejang dan epilepsi adalah: a. Menghilangkan aktivitas kejang sesegara mungkin, b. menghilangkan kemungkinan terjadinya komplikasi, c. menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat kejang dan epilepsi

DAFTAR PUSTAKA
Ginsberg, L. Lecture Notes Neurologi. Ed. 8. 2008. Surabaya : Penerbit Erlangga. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. Dalam : Kapita Selekta Neurologi. 2005. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

You might also like