You are on page 1of 63

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Epilepsi atau yang sering dikenal dengan penyakit ayan atau sawan ini bukanlah suatu penyakit kutukan ataupun penyakit yang menular. Sering kali masyarakat melakukan tindakan pertama yang salah apabila ada disekitarnya yang mengalami ayan. Saat seseorang mengalami epilepsi atau ayan, maka orang-orang sekitar akan memegangi penderita. Tindakan tersebut akan menimbulkan dampak yang buruk bagi penderita. Definisi dari epilepsi itu sendiri yaitu semua kelompok sindrom yang ditandai dengan gangguan paroksismal sementara dari fungsi otak. Gangguan ini dapat berupa terganggunya atau hilangnya kesadaran secara episodic, fenomena motorik yang tidak normal, gangguan psikis atau gangguan sensoris atau kekacauan system saraf otonom. Epilepsi ini bukanlah suatu penyakit yang menular dan diturunkan. Meskipun prevalensi dari epilepsi yang diturunkan ini sangat kecil. Ada banyak jenis dan factor yan mencetuskan serangan epilepsi ini. Oleh karena ini pada diskusi kelompok kecil di modul 2 ini, kami kelompok III akan membahas mengenai Epilepsi. Sehingga para pembaca laporan ini akan lebih memahami mengenai Penyakit Epilepsi ini.

2.

Manfaat

Manfaat dari modul ini yaitu untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan epilepsi dan penyakit-penyakit yang menyerupai (diagnosis banding) dari epilepsi. Kompetensi yang ingin dicapai mulai dari definisi, etiologi, faktor resiko, manifestasi klinis, patofisiologi, diagnosa, komplikasi, diagnosa banding serta penatalaksanaan dari epilepsi dan diagnosis bandingnya, yang secara khusus akan dibahas pada diskusi PBL Modul 2 ini.

BAB II ISI
1. Step 1: Terminologi Asing 1. Epilepsi : semua kelompok sindrom yang ditandai dengan gangguan paroksismal

sementara dari fungsi otak. Gangguan ini dapat berupa terganggunya atau hilangnya kesadaran secara episodic, fenomena motorik yang tidak normal, gangguan psikis atau gangguan sensoris atau kekacauan system saraf otonom. 2. EEG : kepanjangan dari Elektroensefalogram yaitu rekaman potensial pada

tengkorak yang dihasilkan oleh arus yang keluar secara spontan dari sel-sel saraf dan otak. Frekuensi dominan potensial listrik ini adalah sekitar 8 hingga 10 siklus per detik dan amplitude sekitar 10 hingga 100 mikrovolt. Fluktuasi dalam potensial tampak dalam bentuk gelombang yang berkolerasi baik dengan berbagai kondisi neurologis sehingga digunakan sebagai criteria diagnostic. 3. Kejang : Manifestasi klinik ggn fungsi otak akibat lepas muatan listrik

berlebihan pada sel-sel otak , disebabkan oleh berbagai macam kausa dan ditandai dengan rangkaian kontraksi otot somatomotorik bersifat lokal atau umum.

4. 1. 2. 3. 4. 5.

Step 2: Identifikasi Masalah Apa yang menyebabkan amel kejang ? Apa yang menyebabkan amel tidak sadar saat mengalami kejang ? Apakah yang membedakan penyebab dari kejang pertama dan kedua ? Apakah ada hubungan aktivitas yang dilakukan amel dengan kejang yang dialaminya ? Apakah kejang ini disebabkan karena faktor keturunan ?
2

6. 7. 8.

Bagaimana gambaran hasil pemeriksaan EEG pada amel ? Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan selain EEG? Pertolongan pertama apa yang dapat dilakukan pada amel?

9. 1.

Step 3: Brainstorming Hal ini terjadi dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara factor eksitatorik dan inhibisi sehingga terjadi pencetusan listrik berlebihan. Dengan begitu akan terjadi penjalaran ke neuron lain untuk mencetuskan listrik yang berlebihan. Selain itu ketidakseimbangan ini menyebabkan ion kalsium dan natrium akan mudah masuk ke intrasel yang akan menghambat factor eksitatorik yang akan menyebabkan kejang .

2. PENDING 3. Yang membedakan , pada kejang pertama di dapatkan kejang dengan demam yang biasa terjadi pada bayi, sedangkan kejang kedua mungkin bisa disebabkan karena trauma kepala, neoplasma,gangguan vaskular ke otak,gangguan metabolik, dan lain-lain. 4. Kelelahan ini merupakan salah satu factor pencetus yang menyebabkan epilepsi selain alcohol, obat, dan alcohol. Kelelahan ini akan menyebabkan hiperventilasi peningkatan kadar CO2 dalam darah vasokonstriksi vascular di otak epilepsi. Selain itu dapat pula dari kelelahan aktivitas otak akan meningkat neuron mengalami hipersensitivitas dengan ambang yang rendah kejang.

5.

Kemungkinan dapat berhubungan. Dikarenakan menurut prevalensi data, sekitar 5-10% epilepsi dapat diturunkan. Namun dapat pula epilepsi ini merupakan penyakit primer yang tidak diketahui penyebabnya. Sehingga kita harus mampu melakukan anamnesa yang tersusun dengan baik sehingga memperoleh data yang diinginkan.

6.

Pada penderita epilepsi, jika terjadi serangan kejang kemudian dilakukan pemeriksaan EEG maka kemungkinan akan didaptkan gambaran abnormal pada EEG. Namun jika dilakukan pemeriksaan EEG setelah sesaat serangan maka gambaran pada EEG tidak akan menunjukan keabnormalan. Dengan begitu sebagai dokter kita harus mampu memahami perbedaan dari tiap gejala klinis epilepsi.dan Gambaran EEG pada penderita epilepsi terbentuknya Spike wave. (tampak gambaran gelombang 3 Hz atau 3 siklus/detik (absens)

7.

Cara penegakan diagnose dapat dilakukan dengan cara : 10.Pemeriksaan penunjang, dengan menggunakan EEG, ST scan, MRI, pemeriksaan darah dan urin, serta foto polos.

1.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan di rumah saat serangan : 11.Menempatkan penderita di tempat yang aman 12.Jangan disiram dengan menggunakan air 13.Saat kejang jangan dipegang tangan dan kaki penderita 14.Miringkan kepala pasien untuk menjaga jalan nafas 15.Beri sesuatu yang dapat menyumbat mulut penderita agar lidahnya tidak tergigit

16.

Step 4: Strukturisasi
Etiologi ( Abnormal Neuron Activity) Predispositi on Factor Seizure
Status Epilepsi

Primary

Secondary

Parsial

Generalize d - Absence - Atonia - Tonic Clonic -

Unclassified

Infectio n

Febrile Seizure

- Simple - Complex - Secondarily Generalized Partial Seizure

Pemeriksaa n Penunjang

Diagnosa

Penatalaksanaan

17. 1. 2.

Step 5: Learning Objectives (LO) Mengetahui dan memahami kejang secara umum. Mengetahui dan memahami definisi, epidemologi, etiologi, klasifikasi, patogenesa, gambaran klinis, dasar diagnosa, diagnosa banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari: Epilepsi

3.

Step 6: Belajar Mandiri Pada tahap ini mahasiswa melakukan aktivitas belajar mandirinya dengan banyak belajar dan membaca dari berbagai sumber dan referensi untuk kemudian didiskusikan pada DKK 2.

4.

Step 7: Sintesis Masalah

KEJANG
Kejang adalah masalah neurologik yg relatif sering dijumpai. Diperkirakan bahwa 1 dari 10 orang akan mengalami kejang suatu saat selama hidup mereka. dua puncak usia untuk insidensi kejang adalah dekade pertama kehidupan dan setelah usia 60 tahun. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu (fokus kejang) sehingga mengganggu fungsi normal otak. Namun kejang juga terjadi dari jaringan otak normal dibawah kondisi patologik tertentu, seperti perubahan keseimbangan asam basa atau elektrolit. Kejang itu sendiri, apabila berlangsung singkat, jarang menimbulkan kerusakan, tetapi kejang dapat merupakan manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan, misalnya gangguan metabolisme, infeksi intrakranium, gejala putus obat, intoksikasi obat, atau enselofati obat, atau enselofati hepertrnsi. Bergantung pada lokasi neuron7

neuron fokus kejang ini, kejang dapat bermanifestasi sebagai kombinasi perubahan tingkat kesadaran dan gangguan dalam fungsi motorik, sensorik, atau otonom. Istilah 'kejang' bersifat generik, dan dapat digunakan penjelasan lain yang spesifik sesuai karakteristik yang diamati. Kejang dapat terjadi hanya sekali atau berulang. Kejang rekuran, spontan, dan tidak disebabkan oleh kelainan metabolisme yang terjadi bertahun-tahun disebut epilepsi. Bangkitan motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan kombinasi kontraksi otot tonik-klonik sering disebut kejang. Kejang konvulsi biasanya menimbulkan kontraksi otot rangka yang hebat dan involunter yang mungkin meluas dari satu bagian tubuh keselruh tubuh atau mungkin terjadi secara mendadak disertai keterlibatan seluruh tubuh. Diperkirakan bahwa 10% orang akan mengalami paling sedikit satu kali kejang selama hidup mereka dan sekitar 0,3%-0,5% akan didiagnosa mengidap epilepsi (didasarkan pada kriteria dua atau lebih kejang spontan/tanpa pemicu). Laporan spesifik jenis jenis kelamin mengisyaratkan angka yang sedikit lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan. Insidensi berdasarkan usia memperlihatkan pola konsistensi berupa anagka paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, penurunan pesat menuju usia remaja, dan pendataran secara bertahap selama usia pertengahan untuk kembali memuncak pada usia setelah 60 tahun. Lebih dari 75% pasien dengan epilepsi mengalami kejang pertama sebelum usia 20 tahun, apabila kejang pertama terjadi setelah usia 20 tahun, maka gangguan kejang tersebut biasanya sekunder. Epilepsi dapat dklasifikasikan sebagai tipe idiopatik atau simptomatik. Pada epilepsi idiopatik atau esensial, tidak dapat dibuktikan adanya lesi sentral. Pada epilepsi simptomatik atau sekunder terdapat kelainan serebrum yang mendorong terjadinya respon kejang. Diantara berbagai penyakit yang mungkin menyebabkan epilepsi sekunder adalah cedera kepala (termasuk yang terjadi sebelum dan setelah kelahiran), gangguan metabolik dan gizi (hipoglikemia,fenilketonuria,defisiensi vitamin B6), faktor toksik (intoksikasi alkohol, putus obat narkotik, uremia), ensefalitis, hipoksia, gangguan sirkulasi, gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hiponatremia dan hipokalsemia), dan Neoplasma.

PATOFISIOLOGI

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebih dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks serebrum kemunginan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membrane sel, fokus keang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut: 1. 2. Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan 3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA 4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan kesimbangan ini menyebakan peningkatan berlebihan neurotransmitter inhibitor. Perubahan-perubahan metabolic yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastic meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000/detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinal (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamate mungkin mengalami depresi selama aktivitas kejang. Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada otopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi bersifat neurokimiawi bukan structural. Belum ada faktor patologik yang konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetilkolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat meningkat atau manyingkirkan asetilkolin.
9

Jenis kejang Masing-masing sentra klinis untuk epilepsi yang besar menggunakan klasifikasi yang paling sesuai dengan tujuan mereka. Pemeriksaan elektroensefalografik, MRI, penilaian klinis dan anamnesis digunakan untuk mengidentifikasi jenis kejang. Kejang diklasifikasikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang). Kejang parsial dimulai disuatu daerah diotak, biasanya korteks serebrum. Gejala kejang ini bergantung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila fokus terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan otot sementara apabila fokus terletak di fokus sensorik maka pasien mengalami gejala-gejala sensorik termasuk baal sensasi seperti ada yang merayap atau seperti tertusuk-tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena di korteks sensorik terdapat beberapa representasi motorik. Gejala autonom adalah kepucatan, kemerahan, berkeringat dan muntah. Gangguan daya ingat, disfagia dan dejavu adalah contoh gejala psikis pada kejang parsial. Kita harus mengamati dengan cermat dimana kejang di mulai, karena hal ini dapat memberi petunjuk tentang lokasi lesi. Sebagian pasien mungkin mengalami perluasan ke hemisfer kontralateral disertai hilangnya kesadaran. Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks (dahuli dikenal sebagai kejang psikomotorik atau lobus temporalis) sering berasal dari lobus temporalis medial atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan pada fungsi serebrum yang lebih tinggi serta proses-proses pikiran, serta perilaku motorik yang kompleks. Kejang ini dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip atau rangsangan lain dan sering disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunta yang terkoordinasi yang dikenal sebagai perilaku otomatis (automatic behavior). Contoh dari perilaku ini adalah menarik-narik baju, meraba-raba benda, bertepuk tangan, mengecap-ngecap bibir atau mengunyah berulang-ulang. Pasien mungkin mengalami perasaan khayali berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama serangan tetapi umumnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi. Kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalisata.
10

Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktifitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tandatanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang. Kejang ini biasanya muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa kejang generalisata. Kejang absence (dahulu disebut petit mal) ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebih dari beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin pasien tiba-tiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong atau berkedip-kedip dengan cepat. Pasien mungkin mengalami satu atau dua kali kejang sebulan atau beberapa kali sehari. Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak, awitan jarang di jumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang stelah pubertas atau di ganti oleh kejang tipe lain terutama kejang tonikklonik. Kejang tonik-klonik (dahulu disebut grand mal) adalah kejang epilepsi klasik. Kejang tonik-klonik diawali oleh hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien mungkin bersuara menangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan oleh spasme toraks atau abdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan tonik kemudian klonik, dan inkontinensia urin atau alvi (atau keduanya), disertai disfungsi autonom. Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh mungkin berubah. Fase ini berlangsung beberapa detik. Fase klonik memperlihatkan kelompok-kelompok otot yang berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan-gerakan menyentak. Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang tetapi kekuatannya tidak berubah. Lidah mungkin tergigit, hal ini terjadi pada sekitar separuh pasien (spasme rahang dan lidah). Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti oleh periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit sampai selama 30 menit. Setelah sadar pasien mungkin tampak kebingungan, agak stupor atau bengong. Tahap ini disebut sebagai periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak dapat mengingat kejadian kejangnya. Efek fisiologik kejang tonik-klonik bergantung pada lama kejang berlangsung. Kejang tonik-klonik yang berkepanjangan menyebabkan efek neurologik dan kardiorespirasi yang berat. Efek dini disebebkan oleh meningkatnya ketokolamin dalam sirkulasi. Apabila kejang berlanjut lebih dari 15 menit, maka terjadi epilepsi ketokolamin yang menyebabkan timbulnya efek

11

sekunder atau lambat. Kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan henti jantung dan nafas. Kejang tonik-klonik demam, yang sering disebut sebagai kejang demam, paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri . Kejang ini umumnya berlangsung singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial. Pada beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati masa anak dan mungkin mengalami kejang nondemam pada kehidupan selanjutnya.

Efek fisiologik kejang Awal (kurang dari 15 menit) 1. 2. 3. 4. 5. Meningkatnya kecepatan denyut jantung Meningkatnya tekanan darah Meningkatnya kadar glukosa Meningkatnya suhu pusat tubuh Meningkatnya sel darah putih

Lanjut (15-30 menit) 1. 2. 3. 4. Menurunnya tekanan darah Menurunnya gula darah Disritmia Edema paru non jantung

Berkepanjangan (lebih dari 1 jam) 1. Hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga terjadi hipotensi serebrum 2. Gangguan sawar darah otak yang menyebabkan edema serebrum

12

tonik-klonik demam, paling sering terjadi pada anak-anak berusia < 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini umumnya berlangsung singkat dan mungkin terdapat predisposisi familial. Pada beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati masa anak dan anak mungkin mengalami kejang non demam pada kehidupan selanjutnya. Cidera kepala tetap merupakan penyebab tersering kejang didapat. Insidensi bervariasi bergantung pada tipe dan keparahan cedera awal. Apapun mekanismenya, penetrasi dura merupaka factor resiko yang signifikan untuk timbulnya kejang. Dalam kaitanya dengan patofisiologi kejang, terdapat dua factor penting yang berperan. Cedera primer terjadi akibat gaya mekanis yang merobek prosesus dendritik, merusak kapiler dan mengganggu lingkungan ekstrasel. Cedera sekunder ditimbulkan oleh edema serebrum. Penimbunan produk metabolic toksik dan iskemia akibat hipotensi, hipoksia, dan hiperkarbia ikut berperan menimbulkan edema serebrum. Mekanisme patofisiologi timbulnya kejang setelah trauma kepala adalah iskemia akibat terganggunya aliran darah otak, efek mekanis dari jaringan parut, destruksi control inhibitor dendrite, gangguan sawar darah orak dan perubahan dalam system buffer ion ekstrasel. Selain itu, kejang dapat terjadi akibat fase akut atau sekuele dari infeksi system saraf pusat (SSP) yang di sebabkan oleh bakteri, virus atau parasit. Perlu digarisbawahi bahwa kejang biasanya merupakan gejala klinis pertama pada abses serebrum. Infeksi merupakan penyebab sekitar 3% kasus epilepsy di dapat. Kelainan metabolic, sebagai kelainan yang mrndasari kejang, mencakup hiponatremia, hipernatremia,hipoglikemia,keadaan hiperosmolar, hipokalsemia, hipomagnesemia, hipoksia, dan uremia. Gejala neurogik perubahan kadar natrium serum terjadi akibatnya peningkatan atau penurunan volume cairan intrasel neuron dan berkaitan dengan kadar absolute kurang dari 125 mEq/L atau lebih dari 150 mEq/L. kemajuan dalam bidang resusitasi jantung paru ikut memberikan kontribusi dalam meningkatkan insidensi kesintasan pasien yang mengalami hipoksia serebrum dan sekuelenya, enselopati anoksik, sehingga kelainan ini semakin sering menyebabkan gangguan kejang di dapat.

13

Tumor otak adalah kausa lain kejang didapat, terutama pada pasien berusia 35-55 tahun. Kejang dapat merupakan gejala pada tumor otak tertentu,khususnya meningioma, glioblasatoma, dan astrositoma. Tumor yang terletak supratentorium dan mengenai kortes kemungkinan besar menyebabkan kejang. Insiden tertinggi terjadi pada umor yang terletak di sepanjang sulkus sentralis disertai keterlibatan daerah motorik. Semakin jauh tumor dari bagiana ini, semakin kecil kemungkinan terjadi kejang. Insufisiensi serebrovaskular arteriosklerotik dan infark serebrum merupakan kausa utama kejang pada pasien dengan penyakit vascular, hal ini tampaknya meningkat seiring peninkatan usia lanjut. Infark besar dan infark dalam yang meluas ke struktur-struktur subkorteks lebih besar kemungkinannya menimbulkan kejang berulang. Berbagai bahan toksik dan obat dapat ,menyebabkan kejang. Pada beberapa obat kehang merupakan menifestasi efek toksik. Obat ynag berpotensi menimbulkan kejang ialah aminofilin, obat antidiabetes, lidokain, fenotiazin, fisostogmin, dan trisiklik. Penyalahgunaan zat seperti alcohol dan kokain juga dapat menyebabkan kejang.

EPILEPSI
Definisi Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang muncul

disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal dengan berbagai Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal dengan nama macam etiologi.epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang.

Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa gangguan
14

tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif), gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenallah bermacam jenis epilepsi. Epidemiologi Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy pada kondisi tanpa serangan, pasien terlihat

normal dan semua data lab juga normal, selain itu ada stigma tertentu pada penderita epilepsy malu/enggan mengakui Insiden paling tinggi pada umur 20 tahun pertama, menurun sampai umur 50 th, dan meningkat lagi setelahnya terkait dg kemungkinan terjadinya penyakit cerebrovasular Pada 75% pasien, epilepsy terjadi sebelum umur 18 th

Etiologi Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome. Bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30% Beberapa jenis hormon dapat mempengaruhi serangan epilepsi seperti hormon estrogen, hormon tiroid (hipotiroid dan hipertiroid) meningkatkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi, sebaliknya hormon progesteron, ACTH, kortikosteroid dan testosteron dapat menurunkan kepekaan terjadinya serangan epilepsi. Kita ketahui bahwa setiap wanita di dalam kehidupannya mengalami perubahan keadaan hormon (estrogen dan progesteron), misalnya dalam masa haid, kehamilan dan menopause. Perubahan kadar hormon ini dapat mempengaruhi frekwensi serangan epilepsi.
15

Epilepsi mungkin disebabkan oleh: 1. 2. aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis yang mempengaruhi otak gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di otak akibat trauma otak pada saat lahir atau cedera lain 3. pada bayi penyebab paling sering adalah asfiksi atau hipoksia waktu lahir, trauma intrakranial waktu lahir, gangguan metabolik, malformasi congenital pada otak, atau infeksi 4. pada anak-anak dan remaja mayoritas adalah epilepsy idiopatik, pada umur 5-6 tahun disebabkan karena febril 5. pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi idiopatik, karena birth trauma, cedera kepala, tumor

Etiologi 1. Epilepsi Primer (Idiopatik).. Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan selsel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. 2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik).

16

Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol,

uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.


17

Klasifikasi Ada dua klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE yaitu pada tahun 1981 dan tahun 1989. nternational League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi): 1. Serangan parsial a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)
18

- Dengan gejala motorik - Dengan gejala sensorik - Dengan gejala otonom - Dengan gejala psikis b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu) - Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran - Gangguan kesadaran saat awal serangan c. Serangan umum sederhana - Parsial sederhana menjadi tonik-klonik - Parsial kompleks menjadi tonik-klonik - Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik 2. Serangan umum a. Absans (Lena) b. Mioklonik c. d. e. f. Klonik Tonik Atonik (Astatik) Tonik-klonik

3. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang kurang lengkap). Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan untuk para klinisi karena hanya ada dua kategori utama, yaitu - Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang terlokalisir di otak. - Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebih luas pada kedua belahan otak.

Klasifikasi menurut sindroma epilepsi yang dikeluarkan ILAE tahun 1989 1. Berkaitan dengan letak fokus a. Idiopatik
19

- Epilepsi Rolandik benigna (childhood epilepsy with centro tem - Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital b. Simptomatik 2. Umum a. Idiopatik - Kejang neonatus familial benigna - Kejang neonatus benigna - Kejang epilepsi mioklonik pada bayi - Epilepsi Absans pada anak - Epilepsi Absans pada remaja - Epilepsi mioklonik pada remaja - Epilepsi dengan serangan tonik-klonik pada saat terjaga - Epilepsi tonik-klonik dengan serangan acak b. Simptomatik - Sindroma West (spasmus infantil) - Sindroma Lennox Gastaut 3. Berkaitan dengan lokasi dan epilepsi umum (campuran 1 dan 2) - Serangan neonatal 4. Epilepsi yang berkaitan dengan situasi - Kejang demam - Berkaitan dengan alkohol - Berkaitan dengan obat-obatan - Eklampsia - Serangan yang berkaitan dengan pencetus spesifik (refleks epilepsi) Diagnosis pasti epilepsi adalah dengan menyaksikan secara langsung terjadinya serangan, Lobus temporalis Lobus frontalis Lobus parietalis Lobus oksipitalis

namun serangan epilepsi jarang bisa disaksikan langsung oleh dokter, sehingga diagnosis
20

epilepsi hampir selalu dibuat berdasarkan alloanamnesis. Namun alloanamnesis yang baik dan akurat sulit didapatkan, karena gejala yang diceritakan oleh orang sekitar penderita yang menyaksikan sering kali tidak khas, sedangkan penderitanya sendiri tidak tahu sama sekali bahwa ia baru saja mendapat serangan epilepsi. membantu menegakkan diagnosis (EEG). KLASIFIKASI EPILEPSI Satu-satunya pemeriksaan yang dapat

penderita epilepsi adalah rekaman elektroensefalografi

1. PETIT MAL Petit mal adalah serangan e;pileptik yang berupa hilang kesadaran sejenak. Serangan tersebut biasanya timbul pada anak-anak yang berumur antara 4 sampai 8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang untuk beberapa detik itu, tonus otot-otot skeletal tidak hilang, sehingga penderita tidak jatuh. Lamanya serangan petit mal ialah antara 5 sampai 10 detik. Serangan yang berlangsung sampai 30 detik jarang dijumpai. Adakalanya dapat timbul gerak otot setempat pada wajah (facial twitching). Pada waktu serangan petit mal berlangsung kedua mata dapat menetap secara hampa ke depan atau kedua mata berputar ke atas sambil melepaskan benda yang sedang dipegangnya atau berhenti bicara. Setelah sadar kembali penderita sama sekali lupa akan apa yang telah terjadi dengan dirinya. Juga pembicaraan yang dihentikan sewaktu petit mal bangkit tidak dapat diingat kembali. EEG petit mal adalah khas. Polanya adalah satu-satunya pola EEG yang mempunyai arti diagnostik mutlak. EEG tersebut memperlihatkan kompleks spike-weave yang berfrekwensi 3 siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh. Dengan adanya pola tersebut maka diagnosa satu-satunya yang tepat adalah petit mal. Lain-lain prosedur diagnoostik tidak perlu dilakukan. Serangan petit mal dapat berhenti untuk seterusnya setelah penderita berusia 20 tahun atau selambat-lambatnya pada umur menjelang 30 tahun. Tetapi ada kemungkinana dimana petit mal berkembang sebagai grand mal pada umur duapuluhan. Petit mal yang dapat berhenti dapat diramalkan berdasarkan 4 kriteria, yakni :
21

1.

Mulai timbulnya pada umur 4 sampai 8 tahun pada anak dengan taraf intelegensi yang normal.

2.

Serangan petit malanya harus terdiri hanya dari hilang kesadaran sejenak saja, tanpa gejala motorik, seperti facial twitching, bibir yang berkomat-kamit atau tonus postrural yang hilang.

3. 4.

Serangan petit malnya mudah terkelola dengan satu jenis obat saja. Pola EEG-nya harus berupa kompleks spike wave yang tepat 3 siklus per detik, tanpa adanya pola abnormal lainnya. Petit mal yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas cenderung menjadi grand mal pada perkembangan selanjutnya. Perawatan Obat pilihan utama untuk pemberantasan petit mal ialah ethosuximide (Zarontin, Parke Davis). Dosis yang dipergunakan sehari ialah 20-40 mg/Kg/BB dan diberikan dalam 2 atau 3 angsuran. Dosis permulaan (20mg/Kg/BB/hari) dapat dinaikkan secara berangsur-angsur setiap seminggu sekali sampai orang sakit bebas serangan atau sampai gejala efek samping timbul. Adapun gejala efek samping itu ialah mulas, mual, ataksi dan ngantuk Ethosuximide mempunyai kecenderungan untuk membangkitkan serangan grand aml. Bila seranmgan grand mal timbul maka orang sakit dapat diberi orang tambaghan yang dapat memberantas serangan grand mal, yaitu luminal. Antikonvulsan lain yang lain digunakan untuk pemberantasan petit mal ialah clonozepam (Rivotril, Roche) dalam dosis 0,01-0,03 mg/Kg/BB/hari. Bilamana obat-obat tersebut di atas masih belum sempurna, maka acetazolamide (Diamox, Lederide) dalam dosis 10-25 mg/Kg/BB/hari dapat diberikan sebagai obat rambahan. Jangan dilupakan untuk meneliti faktor-faktor di luar obat bilamana serangan epileprtik masih belum dapat diatasi.

2. GRAND MAL

22

Serangan epileptik yang dikenal sebagai grand mal adalah sebagai berikut. Secara tiba-tiba penderita jatuh sambil mengeluarkan jeritan atau teriakan. Untuk sejenak pernafasan berhenti dan seluruh tubuh menjadi kaku, kemudian bangkit gerakan-gerakan yang dinamakan gereakan tonik-klonik. Apa yang dimaksud dengan itu ialah gerakan tonik yang sejenak diseling oleh relaksasi, sehingga selama serangan grand mal lengan dan tungkai tetap dalam sikap lurus, namun secara ritmik terjadi fleksi ringan dan ekstensi kuat pada semua persendian anggota gerak. Juga otot wajah dan badan melakukan gerakan tonik yang diselingi dengan relaksasi sejenak secara ritmik. Gerakan tonik itu kuat sekali sehingga tulang dapat patah dan bibir atau lidah dapat tergigit sampai terputus. Kesadaran hilang pada saat penderita jatuh. Air kemih dikeluarkan karena kontraksi tonik involunter dan air liur yang berbusa keluar dari mulut hasil kontraksi tonik-klonik secara kuat dan gencar selama beberapa puluh detik sampai 1-2 menit, frekwensi dan intensitas konvulsi berkurang secara berangsur-angsur hingga akhirnya berhemti. Penderita masih belum sadar, tapi tidak lama kemudian yaitu dalam waktu beberapa menit sampai setengah jam, ia membuka mata, tampak letih sekali dan tertidurlah ia. Tergantung pada berat/ringannya konvulsi, penderita dapat tidur selama setengah sampai 6 jam. Setelah tidur pasca grandmal, penderita merasakan sakit kepala dan tidak ingat/tahu apa yang telah terjadi dengan dirinya. Sebelum serangan grand mal timbul, banyak penderita sudah memperlihatkan gejala-gejala prodromal yang terdiri dari iritabilitas (cepat marah/tersinggung), pusing, sakit kepala atasu bersikap depressed. Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa pemderita greamdmal sudah sejak kecil mendapat serangan. Grand mal dapat juga, mulai timnbul pada umur 20 sampai 30 tahun. Tetapi jika konvulsi umum bangkit untuk pertama kali pada usia 30 tahun ke atas, maka tumor erebri yang dapat mendasarinya harus dicurigai dan diselidiki. Cerebrovascular disease dapat juga menimbulkan konvulsi umum pada orang-oarng yang berusia tua. Setiap konvulsi umum tidak boleh dianggap sebagai manifestasi grand mal saja. Konvulsi umum dapat menyusul suati aura, bahakn menyusul serangan Jackson motorik.Maka dari itu, pada interogasi anamnestik aadanya aura dalam bentuk apaapun
23

harus diselidiki dengan teliti sekali. Karena penyusunan anamnesa tidak selalu mudah, maka seringkali anamnesa kurang lengkap, sehingga konvulsi umum yang menyusul timbulnya serangan epilepsi fokal dapat dianggap sebagai manifestasi grand mal. Bila terdapat informasi bahwa konvulsi umum yang dihadapi merupakan manifestasi epilepsi fokal, apalagi jika penderita yang bersangkutan sudah berusia lebih dari 30 tahun, maka pemeriksaan neurologik umum dan khusus harus dilakukan setelititelitinya. Bilamana penderita yang bersangkutan sudah lama dikenal sebagai seorang epilepti, maka pemeriksaan tersebut tidak perlu dilkakukan seluruhnya. Dalam hal ini cukuplah dengan pemeriksaan klinik umum saja yang di lengkapi dengan EEG. Perawatan Obat pilihan utama terdiri dari phenobarbital atau phenytoin. Dua-duanya baik sekali dan murah harganya. Phenytoin (Dliantin, Parke Davis) mempunyai sifat-sifat yang unggul, yaitu tidak membikin orang mengantuk, tidak akan menimbulkan manifestasi overdose yang fatal dan bila dihentikam tidak akan membangkitkan status epileptikus. Efek samping yang kurang enak ialah sakit epigastrik, dermatitis, anemia, hipertrofi gusi, hirsutismus, nistagmus, dan ataksia. Bila pilihan jatuh pada phenytoin daan penderita tidak mau diraawat di rumah sakit, maka mulailah langsung dengan dosis tinggi, yaitu 5-10mg/Kg/BB/hari untuk orang dewasa dan 5-8 mmg/Kg/BB/hari untuk anak-anak dibawah 6 tahun. Khasiat phenytoin dengan dosis rendah baru efektif pada hari pengobatan ke 5 sampai 15. Anak-anak, bayi, wanita lebih baik diobati dengan phenobarbital, mengingat efek buruk kosmetik dari phenytoin. Efek samping phenobarbital hanya ngantuk saja. Oleh karena harganya lebih murah dari phenytoin, maka phenobarbital sangat cocok untuk masyarakat kurang mampu. Akan tetapi oleh karena para penderita dari lapisan ini kurang berdisiplin untk menggunakan antikonvulsan, maka para pemakai phenobarbnital dari masyarakat lapisan rendah sering mendapat konvulsi withdrawal. Orang tua dari lapisan masyarakat kurang mampu tidak mempunyai waktu dan pembantu untuk mengawasi anak yang harus menggunakna phenobarbital secara teratur dan sinambung.
24

Maka dari itu, pilihan untuk menggunakan phenobarbital atau phenytoin lebih tepat ditentukan oleh peryimbangan-pertimbangan yang menyeluruh dan jangan ditentukan berdasarkan status kaya atau tidak saja. Dosis phenobarbital untuk anak-anak dibawah umur 6 tahun ialah 3-5 mg/Kb/BB/hari yaitu kira-kira 60-120 mg./hari. Walaupun biological half-life dari phenobarbital cukup lama (95 jam), naman mengingat efek samping yang membikin orang mengantuk, maka pemberiannya sebaiknya diatur dalam 3 atau 4 angsuran. Orang dewasapun mudah mengatuk dengan dosis 3dd 30-50 mg phenobbarbital. Interaksi yang buruk hasil kombinsi kedua obat itu tidak ada. Bilamana serangan grand mal masih belum dapat diberantas dengan obat-obat tersebut di atas, baik secara kombinasi maupun obat tunggal, boleh dicoba primidone (Mysolin, ICI). Primidone adalah sangat dekat pada phenobarbital dalam struktur kimianya. Karena itu secara teoritik kombinasi phenobarbital dengan primidone tidak dianjurkan. Tetapi menurut pengalaman pribadi, kombinasi phenobarbial dengan primidone adaah efektif juga. Dosis primidone untuk anak di bawah umur 6 tahun adalah 10-25 mg/kg/BB/hari, dibagi dalam 2 atau 3 angsuran. Anak-anak dapat memulai dengan dosis 50-100 mg/hari. Orang dewasa memerlukan dosis yang relatif jauh lebih rendah, yaitu 300-600 mg/hari. Dosis permulaan harus rendah, misalnya 100-150 mg/hari. Secara berangsur-angsur dosis permulaan dapat ditinggikan sesuai dengan keadaan yang dilaporkan pada follow up. Efek samping primidone dapat berupa ngantuk, vertigo, ataksia, dermatitis dan anemia (megalobastik). Juga primidone mengakibatkan timbulnya konvulsi umum withdrawal. Obat pilihan ke-4 ialah carbazepine (Tegretol, Geigy), yang sering digunakan juga untuk pemberantasan neuralgia idiopatik. Dosis untuk anak-anak ialah 150-300 mg/hari dan untuk orang dewasa 200-800 mg/hari, diberi dalam 2 sampai 3 angsuran. Efek sampingnya dapat berupa dermatitis, ngantuk, mulut kering, rasa tidak enak epigastrik, ikterus dan aplastik anemia. Carbazepine dapat digunakan sebagai obat antikonvulsi tunggal atau dalam kombinasi dengan phenytoin atau phenobarbital atau dengan keduaduanya atau pun juga dalam kombinasi dengan primidone.

3. EPILEPSI MIOKLONIK
25

Mioklonus ialah gerakan involunter sekelompok otot skeletal yang timbul sekonyongkonyong dan berlangsung sejenak. Mioklonus merupakan manifestasi bermacam-macam penyakit, baik yang bersifat neurologik (degenerasi pontoserebral, mielitis) maupun yang non-neurologik (uremia, hepatic failure). Tetapi antara mioklonus dan mioklonus terdapat perbedaan pokok, yaiut mioklonus dengan EEG yang memperlihatkan spike dan mioklonus yang berasosiasi dengan EEG yang normal. Dua jenis mioklonus dengan EEG abnormal dikenal sebagai manifestasi epilepsi idiopatik, yaitu spasmus infanti dan epilepsi mioklonik anak-anak.

3 A. Spasmus Infantil Spasmus infantil ialah fleksi spastik anggota gerak dan badan yang timbul sebagai serangan pada bayi antara 4 sampai 9 bulan dengan pola EEG yang dikenal sebagai hipsaritmia. Dari anamnesa dapat diketahui bahwa pada partus ada sedikit kesulitan atau terdapat tanda-tanda gangguan perkembangan intrauterin (mikrosefaus, lisensefalus, phenylketonuria). Tetapi kebanyakan bayi dengan spasmus infantil tidak didapati anamnesa yang abnormal. Juga seara badaniah adalah normal. Akan tetapi setelah timbul serangan-serangan spasmus infantil, bayi-bayi yang tadinya tampak sehat dan normal itu cepat menunjukkan kemunduran mental dan badaniah. Serangan spasmus infantil dapat rjadi berkali-kali sampai 50 kali sehari. Letupanletupan spasmus infantil dalam satu serangan bangkit dengan interval 2-5 detik. Jenis epilepsi umum idiopatik ini dikenal juga sebagai salaam spasm atau West syndrome. Lukisan serangan spasmus infantil adalah khas. Juga umur dan kemunduran mental/badanlah merupakan tanda-tanda yang relevan bagi sindroma yang dilengkapi oleh pola EEG hipsaritmia harus didiagnosa sebagai spasmus infantil. Adapun pola hipsaritmia itu ialah pola yang seluruhnya kacau dimana spike soliter dan l etupan spike timbul secara difus bersama-sama dengan gelombang lambat dan kompleks spike wave, tanpa adanya aktivitas dasar yang normal, atau hanya secara episodik saja aktivitas dasar itu agak normal. Perawatan
26

Jenis epiepsi ini paling sulit untuk diatasi dengan obat antikonvulsan. Clonazepam (Rivotril, Roche) dan nitrazepam (Mogadon, Roche; Sedatin, Kimia Farma; Dumoid, Dumex) mempunyai efek yang lumayan. Tetapi oabt yang merupakan pilihan utama untuk spasmus infantil adalah ACTH. Dosisnya adalah 30 unit/hari yang dapat dibagi dalam 1 atau 2 kali suntikan i.m. selama 4-6 minggu. Dengan ACTH hipsaritmia dapat berubah dan pola EEG menjadi lebih normal. Akan tetai manifestasi kliniknya tidak selamanya sesuai dengan perubahan baik EEG itu. Kira-kira 20% meninggal sebelum umur 4 tahun dan kira-kira 35% sembuh dengan ACTH, sehingga dapat berkembang normal dan dapat mengikuti pelajaran sekolah biasa. Kriteria untuk mendapatkan hasil yang baik adalah diagnosa yang dini, mula timbulnya pada usia di atas 4 bulan dan serangan spasmus tidak berlangsung lama. Mayoritas para penderita mula timbul sebeum usia 4 bulan dengan kemunduran mental yang jelas, tidak dapat diperbaiki lagi. 3 B. Epilepsi Mioklonik Anak-Anak Serangan epileptik jenis ini beraneka ragam. Ada yang menyerupai spasmus infantil, ada juga yang disertai oleh konvulsi umum atau menyerupai petit mal namun dengan hilangnya tonus postura sehingga penderita jatuh lunglai dan tidak sadar untuk sejenak. Oleh karena itu berbagai julukan dikenal, yaitu Lennox -Gastaut syndrome, akinetic drop attacks, epilepsi mioklonik anak-anak, petit mal myoclonus, dan seterusnya. Pada dasarnya epilepsi mioklonik pada anak-anak erarti epilepsi mioklonik yang mula timbulnya pada umur 3 tahun. Sebagian mencakup anak-anak yang tadinya memperlihatkan serangan jenis spasmus infantil atau petit mal yang tidak murni. Sebagaimana sudah disinggung di muka, petit mal dapat memperlihatkan juga manifestasi lain, seperti muscular twitching pada wajah, mulut yang berkomat-kamit atau pun yang disertai mioklonus. Pada petit mal ini telah dinyatakn, bahwa pola EEGnya tidak murni 3 sampai dengan kompleks spike-wave, lagi pula memperlihatkan abnormalitas lain. Jenis petit mal inilah yang tidak hilang, melainkan menetap hingga anak menjadi orang dewasa. Dan perkembangan selanjutnya sesuai dengan sindroma Lennox-Gastaut. Menurut para ahli elektroensefalografi, istilah-istilah yang merupakan sinonim diagnosa epilepsi mioklonik anak-anak adalah tidak tepat. Adapun istilah-istilah itu
27

ialah petit mal akinetik, petit mal mioklonik, epilepsi akinetik, petit mal akinetik, dan sebagainya. Pada hakekatnya argumentasi mereka didasarkan atas ciri-ciri EEG. Predikat tidak tepat dan tepat tidak banyak mempengaruhi pengenalan dan perawatan, maka secara praktis argumentasi mereka adalah akademik. Jika pola EEG penderita sindroma Lennox-Gastaut diteliti secara kritis, maka semua pola abnormal dapat ditemukan. Spike yang timbul secara tersendiri dapat berdampingan dengan letupan spike (polvspikes), kompleks spike-wave yang tak khas dan gelombang lambat. Sebagaimana telah dibedakan spasmus infantil yang timbul pada bayi yang sejak dilahirkan memang sudah memperlihatkan tanda-tanda abnormal mental dan fisik di satu pihak dan spasmus infantil yang berkembang setelah bayi mengidap trauma atau infeksi post-natal di lain pihak, demikian juga halnya dengan epilepsi mioklonik anakanak. Yang dinamakan epilepsi mioklonik anak-anak idiopatik ialah epilepsi yang mulai timbul pada umur 1-3 tahun dengan konvulsi umum, dimana di antaranya bersifat serangan mioklonus, spasmus infantil dan hilang kesadaran sejenak yang menyerupai petit mal. Sebaliknya yang dijuluki epilepsi mioklonik anak-anak simtomatik, ialah jenis serangan epileptik yang serupa, namun para penderitanya memperlihatkan menifestasi penyakit lain, misalnya lipidosis, sklerosis tuberosa dan lain-lain penyakit herediter. Penderita epilepsi mioklonik anak-anak baik yang idiopatik maupun yang simtomatik, kedua-duanya adalah cacat mental dan fisik. Perawatan Oleh karena serangan epileptiknya beraneka ragam, ialah konvulsi umum, hilang kesadaran sejenak (absence) dengan tonus postural yang hlang sejenak pula, mioklonus dan muscular twitching, maka obat yang digunakan untuk memberantas manifestasi epilepsi mioklonik anak-anak (sindroma Lennox-Gastaut) adalah phenytoin, phenobarbital, clonazepam, carbazepine, acetazolamide, dan ethosuximide. Dosis masing-masing obat sudah diuraikan di atas. Hasil yang lumayan diperoleh dengan kombinasi 2 atau 3 obat antikonvulsan. Pada umumnya prognosa sindroma LennoxGastaut adalah buruk.

28

Gejala Klinis dari epilepsi berdasarkan klasifikasinya Kejang Umum Grand Mal Petite Mal Myoklonik Kejang Parsial Simpel Kompleks Diawali oleh aura Hilang kesadaran Jika parah dapat menjadi amnesia Halusinasi visual (dj vu), auditori (jamais etendu), olfaktori, gustatory dan vertiginous Rasa curiga berlebihan Gangguan tingkah Somatosensorik Sensasi rasa tersengat ataupun bergetar atau rasa panas dan nyeri (jarang) Kehilangan rasa sensorik terutama bibir dan jari Visual (melihat kilatan cahaya, gelap, kabur, atau
29

Terdiri atas 4 fase : Tidak ada 1. Prodormal (kram perut, wajah merah / pucat, sakit kepala) 2. Tonik (elevasi lengan, kornea keatas, semi fleksi siku, sianosis krn aktivitas motorik Berhenti berbicara tibatiba Jika distimulasi tidak memberi respon

Kontraksi otot Lobus Frontalis nyata yang berlangsung singkat dan intermiten 50-100 milisekon Kejang bersifat tonik dan klonik Unilateral Tanpa penurunan kesadaran Onsetnya dimulai dari tangan, wajah, dan jari kaki Juvenile Kejang umum saat tidur Myoklonik pada pagi hari Afasia (berulang-ulang bicaranya) 20-30 detik

penutupan vocal Klonik pada cord, pupil midriasis, dan pupil tidak bereaksi dengan cahaya), selama 10-20 detik 3. Klonik (kontraksi dan relaksasi bergantian, spasme otot dan ritmisitas, takikardia, peningkatan 2-10 detik Pada orang dewasa bisa diawali dan diakhiri kejang tonik-klonik kelopak mata, otot wajah dan jari Terpaku pada posisinya

Tidak berpengaruh pada kecerdasan dan tidak progresif

laku dan psikiatrik (karena gangguan pada amigdala)

tekanan darah, peningkatan saliva), 30 detik 4. Terminal (tidak sadarkan diri, napas mulai tenang, sakit kepala pulsatil)

tidak bisa membedakan warna terutama warna pokok (merah, biru, hijau, kuning), bisa unilateral / bilateral) Auditori (merasa mendengar suara orang atau berbisik atau musik) Sensasi vertigo (karena terganggunya auditori sehingga merasa pusing) Halusinasi olfaktori (merasa mencium bau) Halusinasi gustatory (peningkatan penghasilan saliva) Sensasi viseral (terutama pada thoraks, epigastrium dan abdomen)

Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. 30

Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut : Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan nuatan menurun secara berlebihan.

Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA). Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik. Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin mmuncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas kejang. Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.

Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling

berhubungan.

Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah:
31

1. 2.

Glutamat, yang merupakan brains excitatory neurotransmitter GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai neurotransmitter. Golongan neurotransmiter lain yang bersifat eksitatorik adalah aspartat dan asetil kolin, brains inhibitory

sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin, dopamine, serotonin (5-HT) dan peptida. Neurotransmiter ini hubungannya dengan epilepsy belum jelas dan masih perlu Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi

penelitian lebih lanjut.

impuls di area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis serangan epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu: - Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya (lobus oksipitalis). sinaptik. Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan impuls Disini fungsi neuron penghambat normal tapi sistem pencetus Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post

epileptik yang berlebihan.

impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi didapatkan peningkatan kadar glutamat pada berbagai tempat di otak. Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk mengadakan

pelepasan abnormal impuls epileptik.Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga kejadian yang saling terkait : 1. Perlu adanya pacemaker cells yaitu kemampuan intrinsic dari sel untuk menimbulkan bangkitan.
32

2. 3.

Hilangnya postsynaptic inhibitory controle sel neuron. Perlunya sinkronisasi dari epileptic discharge yang timbul.

Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi neuron sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak, stroke, kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan menimbulkan kejang bila ada rangsangan pencetus seperti hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia, stimulus sensorik dan lainlain. Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek, thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesadimulailah proses inhibisi di korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara intermiten menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron. (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion. Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis metabolik depolarisasi impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan yang berkepanjangan disebut status epileptikus. Diagnosis 1. 2. 3. 4. Pasien didiagnosis epilepsi jika mengalami serangan kejang secara berulang Untuk menentukan jenis epilepsinya, selain darigejala, diperlukan berbagai alat diagnostik : EEG CT-scan
33

5. 6.

MRI Lain-lain

ACT or CAT scan (computed tomography)is a much more sensitive imaging technique than Xray, allowing high definition not only of the bony structures, but of the soft tissues.

Terapi Non farmakologi: 7. 8. Amati faktor pemicu Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll. Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi

Obat-obat antiepilepsi
34

Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+: 1. Inaktivasi kanal Na menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan listrik 2. Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat agonis reseptor GABA meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja reseptor GABA . contoh: benzodiazepin, barbiturat 2. 3. 4. menghambat GABA transaminase konsentrasi GABA meningkat contoh: Vigabatrin menghambat GABA transporter memperlama aksi GABA .contoh: Tiagabin
meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikularpool. contoh: Gabapentin

Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik: 1.

STRATEGI TERAPI EPILEPSI. Secara keseluruhan, terapi epilepsi memerlukan suatu strategi yang tepat. Strategi ini sangat diperlukan mengingat sifat-sifat epilepsi yang kompleks dan pemberian OAE dalam jangka panjang dengan segala konsekuensinya. Diagnosis Sebelum memberi OAE pada penderita maka diagnosis epilepsi harus ditegakkan terlebih dahulu.serangan yang bersifat tunggal tidak dapat dipakai sebagai alasan sebagai diagnosis epilepsi, karena banyak orang yang hanya memperoleh serangan sekali saja dan untuk seterusnya tidak dapat serangan lagi.disamping itu sehubungan dengan upaya menegakkan diagnosis epilepsi. Masih ada beberapa hal yang perlu di perhatikan antara lain keterbatasan informasi baik pemderita maupun dari saksi mata, jenis epilepsi, epilepsi yang bersifat idiopatik atau simptomatik. Serta penyakit lain yang menyerupai epilepsi misalnya narkolepsi, migren, hipersonatik. Sementara itu ada beberapa jenis serangan epilepsi yang sering kali tek dikenali sebagai serangan epilepsi yang terkenal adlah epilepsi parsial dan refleks epilepsi. Epilepsi parsial memiliki jenis serangan yang bervariasi . bisa bersifat tunggal dan bisa bisa pula dalam bentuk
35

kombinasi. Jenis seringan meliputi sensasi epigastrik, halusinasi, gangguan memori dan keadaan seperti mimpi , otomatisme, hipergrafia dan gangguan efektif. Dengan demikian jelas bhwa untuk meneggakkan diagnosis epilepsi di perlukan pertimbangan yang cukup luas karena terapi epilepsi bergantung pada diagnosis yang benar.

Diagnosis etiologik dan jenis serangan Dalam rangka menelusuri diagnosis epilepsi maka dikenal dua hal pokok yang harus selalu diperhatikan. Pertama diagnosis yang mendasar, yang biasa di sebut diagnosis etiologik. Diagnosis ini mengandung kepastian penyebab timbulnya serangan epilepsi. Kedua. Adalah diagnosa yang superfisial, cukup dengan memastikan jenis serangan yang ada. Diagnosis ini sehubungan dengan farmakoterapi. Dua hal tersebut sangat diperlukan untuk terapi rasional. Kegagalan mengenal jenis serangan berarti bahawa penderita akan terus mengalami serangan karena obat yang diterima tidak cocok untuknya. Kegagalan mengetahui faktor etiologi bahwa penderita dapat terus mengalami serangan karena, misalnay tumor otak tidak terdiagnosis. Apaabila dalam pengambilan kesimpulan terdapat keragu-raguan apakah kasus yang sedang di tangani merupakan kasus epilepsi, maka ada petunjuk sebagai berikut : pemberian OAE ditunda atau sama sekali dihindarkan pada kasus- kasus, (b). Serangan ulang yang berjarak beberapaa tahun, (c). Kejang demam sederhana.(d). Epilepsi parsial benigna pada anankanak,(e). Epilepsi dengan faktor presipitasi yang spesifik, diketahui secara persis daan dapat di hindarkan, misalnya obat-obat psikotropik dan kurang tidur. Tata laksana farmakoterapeutik Apabila diagnosis epilepsi telah diketahui kebenaaraannya, maka langkah berikutnya adalaah membuat rancangan tata laksana farmakoterapeutik dengan segala macam

konsekuensinya. Pada prinsipnya, OAE harus segera diberikan dengan tetap memperhatikan apakah ada hal-hal lain yang harus dilaksanakan secara bersama-sama misalnya opertasi tumor otak, pemasangan ventriculoperitoneal shunt, dan sebagainya.
36

Tata laksana farmakoterupetik berjangka panjang. Di dasarkan atas pemberian OAE yang sebenarnya memiliki potensi toksik. Dengan demikian dapat memutuskan memberikan OAE kepada penderita epilepsi, hal-hal berikut ini harus selalu di perhatikan : (a). Risk beneffit ratio, harus dievaluasi secara terus- menerus. (b). Penggunaan OAE harus sehemat mungkin dan sedapat mungkin dalam jangka waktu yang lebih pendek, (c).dan pemilihan obat yang paling spesifik untuk jenis serangan yang akan diobati. Setelah OAE diberikan kepada penderita, maka kadar OAE dalam serum harus di pantau, dengan alasan-alasan sebagai berikut: (a). Untuk mengevaluasi kepatuhan penderita minum obat, (b). Menilai faktor farmakokinetika dan farmakodinamika, yang mungkin dapat memberi sumbangan dalam hal terjadinya kegagalan terapi, (c).untuk mengidentfikasi kadar obat yang efektif, dengan demikian dapat mengenali perubahan-perubahan dikemudian hari yang mungkin berupa munculnya serangan ulang atau efek samping, dan (d). Untuk menentukkan obat apa yang bertanggung jawab atau munculnya efek toksik apabila dipergunakan obat lebih dari satu macam. Namun demikian, dalam praktek upaya tersebut sulit dilaksnakan karena dua alasan utama : (1). Fasilitas laboratprium belum lengkap, sehingga belum dapat memeriksa kadar seluruh jenis OAE yang kini beredar di indonesia, dan (b). Biaya pemeriksaan laboratorium memerlukan biaya yang tidak sedikit. Namun bagaimana pun juga, anjuran untuk memantau kadar OAE dalam serum tetap merupakan anjuran yang sangat berharga. Pendekatan monoterapi Dewasa ini strategi yag dipilih ialah monoterapi. Yang paling sesuai dengan jenis epilepsi yang sedang dihadapi. Obat tadi harus diberikan dengan dosis yang cukup, serta bertahap dari dosis yan g rendah, untuk dapat mengendalikan. Serangan epilepsi. Terapi dengan adanya OAE campuran lebih dari satu jenis OAE biasanya kurang efektif karena interaksi OAE tadi justru akan mengganggu efektivitas, dan efek sampingnya bdapat berakumulasi. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa dari bernagai jenis OAE yang ada maka seluruhnya mempunyai efek samping dan tidak samping dan tidak satupun yang mempunyai keunggulan yang jelas dalam hal pengendalian serangan epilepsi. Dengan demikian pilihlah obat
37

yang mempunyai efek samping atau toksik yang minimal dan kerjanya cukup efektif. Dan justru disinilah letak ekstensi dari strategi monoterapi. Sehubungan dengan strategi monoterapi maka diperlukan pendekatan agar strategi yang diterapkan dapat efektifitas terkendali. Pendekatannya adalah sebagai berikut : 1. tujuan utama terapi farmakologik untuk epilesi adalah untuk mengendalikan serangan epilepsi dengan satu jenis obat tertentusetelah serangan epilepsi terkendali dengan dosis yang konstan dalam periode tertentu, serangan epilepsi dapat muncul kembali. 2. obat yang dipilih adalah obat yang terbaik dan paling sesuai untuk serangan tertentu dan juga untuk penderita itu sendiri. Dosis dinaikkan secara bertahap sampai seranga terkendali atau sampai efek samping yang benar-benar terganggu.apabila gejala-gejala toksik yang berhubungan dengan dosis maka dosis diturunkan secara bertahap. 3. apabila obat pilihan pertama jelas-jelas tidak efektif, maka obat jenis kedua harus diberikan. Pemberian kedua ini harus memenuhi ketentuan sebagaimana diberlakukan terhadap pilihan pertama.. apabila terjadi efek toksik maka keadaan ini dapat disebabkan oleh inhibisi enzim. 4. penghentian obat pertama tidak dianjurkan berhenti mendadak karena akan menimbulkan serangan berulang. Penurunan dosis dianjurkan 20% dari dosis harian total setiap 5 kali waktu-paruh. Serangan berulang-ulang sebagai akibat penghentian obat secara mendadak. Dalam praktek, pendekatan monoterapi tersebut mungkin sulit diterapkan secara konsisten mengingat diperlukannya tenaga yang benar-benar profesional. Fasilitas laboratorium yang mampu mendukungnya serta kerjasama yang sebaik-bauknya denagn penderita serta keluarganya. Namun demikian, strategi monoterapi memang lebih rasional dan ekonomis daripada politerapi.

38

39

40

41

dipertimbangkan dlm manajemen epilepsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Monoterapi ( paling tepat ) Dosis bertahap dinaikkan Bila serangan terkendali, itulah dosis pemeliharaan Bila total tdk efektif, secara bertahap obat di cabut Bila efektif , dipertahankan Tambahan obat ke dua, lini pertama, dosis bertahap dinaikkan, pilah dari grup yg berbeda Serangan terkendali, kombinasi dipertahankan Bila tdk maju, pertahankan yg efeknya >> & ES kecil Obat lain diganti lini kedua, penarikan/penambahan sec. bertahap Bila lini kedua efektif, pertimbangkan menarik obat terdahulu Bila lini kedua tdk efektif, tarik, refrakter, OAE terus dicoba dipertimbangkan bedah dapat

42

Diagnosa Banding

KONVERSI HISTERIA Histeria adalah suatu kondisi dimana seseorang memindahkan penderitaan mentalnya pada suatu jenis penderitaan tubuh. Reaksi histeria adalah khas bagi kepribadian histerik yang mempunyai ciri narsistik (mencintai diri sendiri secara berlebihan), infantil (bertabiat kekanak-kanakan), suka bersandiwara (over acting), dan hiperaktif. Hal-hal yang selalu terjadi dalam praktek sehari-hari adalah masih banyak masyarakat masih menganggap bahwa konversi histerik yang terjadi pada seseorang adalah kasus pura-pura, bahkan di luar negeri pun masih banyak para dokter yang bertindak tidak tepat karena mereka mengatakan bahwa konversi histerik adalah its just your imagination atau theres nothing wrong with you. Suatu manifestasi klinik atau penyakit yang dicurigai sebagai gejala konversi histerik, maka anamnesa psikiatrik harus dibuat selengkap-lengkapnya. Kesulitan dalam membuat anamnesa psikiatrik adalah khas bagi penderita konversi histerik. Insidensi konversi histerik di beberapa negara bervariasi antara 0,2 0,7 % dan prevalensinya bervariasi antara 3 - 6%. Di duga penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Penanganan dari konversi histerik pada intinya tidak ada terapi yang khusus, namun sebagai dokter yang terpenting dalam penanganan konversi histerik ini adalah memberikan terapi persuasif dan sugesti terhadap pasien. Ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa pendekatan religius juga perlu dilakukan pada penderita konversi histerik.

Definisi
Histeria ialah suatu kondisi dimana seseorang memindahkan penderitaan mentalnya pada suatu jenis penderitaan badaniah. Maka dari itu manifestasi badaniah tersebut dinamakan konversi histerik. Reaksi tersebut adalah khas bagi kepribadian histerik, yang dicirikan oleh sifat narsistik (mencintai diri sendiri secara berlebihan), infantil (bertabiat kekanak-kanakan), suka bersandiwara (overacting) dan hiperaktif. 43

Etiologi
Etiologi dari Konversi Histerik belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa hal yang diduga menyebabkan terjadinya Konversi Histerik yaitu adanya gangguan gerakan voluntar / involuntar, gangguan sensorik, gangguan kesadaran dan gangguan susunan saraf autonom.

Epidemiologi
Terdapat perbedaan data epidemiologi dari beberapa negara, hal ini disebabkan oleh belum adanya keseragaman dalam pengertian dan konversi histerik bukan merupakan penyakit yang harus dilaporkan. Insidensi kejadian konversi histerik di berbagai negara bervariasi antara 0,2-0,7%, prevalensi antara 3-6 %. Konversi histerik di jumpai pada semua ras di dunia, yang insidensi dan prevalensinya hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka lebih tinggi di negara berkembang. Penderita wanita lebih banyak daripada laki-laki. Awitan dapat dimulai pada semua umur. 30 % 33% penderita mendapat serangan pertama pada usia kurang dari 17 tahun, 50-51 % terdapat pada kelompok lebih dari 20 tahun. 15% penderita pada usia lebih dari 35 tahun, dan 2% pada usia lebih dari 50 tahun.

Segi Psikiatrik
Seorang yang sedih, memperlihatkan paras muka yang khas. Dari paras mukanya dunia luar mengetahui bahwa ia sedang berduka cita. Paras muka sedih itu merupakan reaksi tubuh, sungguhsungguh dan wajar. Reaksi histerik atau konversi histerik melambangkan suatu bentuk komunikasi nonverbal. Misalnya seorang wanita menjadi lumpuh pada kedua tungkai setelah ia mengancam akan meninggalkan suaminya. Konversi histeri yang berupa paraplegia melambangkan pembatalan ancamannya, yang sekaligus merupakan permohonan non-verbal yang bermakna: Janganlah membiarkan saya meninggalkanmu. Karena komunikasi dengan bahasa tidak sanggup dilakukan, konflik emosi berkomunikasi dengan dunia luar dalam bentuk suatu jenis konversi histerik. Konflik emosi itu dirasakan tidak pantas untuk diungkapkan dengan kata-kata, dan meledaklah reaksi tubuh yang melambangkan konflik tersebut. Walaupun penderita tidak mau mengungkapkan penderitaan mentalnya, sifat histeriknya dapat terungkap oleh pertanyaan-pertanyaan tentang manifestasi psikosomatik: sering bernafas pendek dan cepat (hiperventilasi), sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah dan sakit perut yang samar-samar. Dalam hal ini harus diketahui sifat manusia. Seseorang lebih rela menderita penyakit badaniah daripada 44

menderita penyakit jiwa. Kalau penyakitnya dinyatakan sebagai manifestasi gangguan mental, ia menerimanya sebagai penghinaan, oleh karena dalam penilaiannya, penyakit jiwa adalah penyakit yang merendahkan martabatnya dan nama baik keluarganya. Sebagian para penderita konversi histerik justru bereaksi lebih histerik jika ditanya mengenai penderitaan mentalnya. Pertanyaan tentang kesukaran di rumah tangga dapat dijawab dengan tangisan, pingsan atau kejang-kejang. Sifat psikoneurosis yang berupa fobia, depresi, anxiety dan obsesi dapat dijumpai pada kebanyakan penderita konversi histerik. Pengungkapannya harus dilakukan secara tidak langsung. Misalnya; Sudah pernah berobat pada dokter mana? Berobat pada dokter A karena apa? Pada dokter B karena apa?. Dari jawabannya dapat disimpulkan bahwa ia khawatir mempunyai kanker, khawatir mempunyai penyakit jantung, ginjal dan lever (fobia, obsesi) bahwa ia sering tidak dapat tidur (anxiety, depresi). Manifestasi Klinis : 1. Nyeri Histerik Nyeri histerik merupakan manifestasi konversi histerik yang sukar didiagnosa. Sifat nonorganiknya tidak mudah dikenal. Banyak contoh dapat diberikan untuk menggambarkan bahwa nyeri histerik mudah dianggap oleh dokter yang berpengalaman sebagai nyeri organik dan sebaliknya. Terutama nyeri abdominal histerik seringkali menyesatkan, sehingga tindakan operatif dilakukan. Banyak penderita histerik telah menjalani operasi perut: pertama karena nyeri kholelitiasis, kedua karena diduga menderita apendisitis dan ketiga karena nyeri yang diduga karena invaginasi ileus. Dalam hal nyeri histerik, faktor penunjang diagnosa yang dapat diperoleh dari anamnesa ialah cara melukiskan sifat-sifat nyeri. Seorang histerik yang menyajikan nyeri konversi tidak dapat melukiskan apa yang dirasakannya secara singkat dan tepat. Sifat nyeri, lokasinya, gejala penyerta dan saat timbulnya diuraikan secara samar, dan tidak menyakinkan. 2. Defisit Sensorik Histerik Manifestasi histerik yang berupa defisit sensorik, yang paling sering dijumpai, ialah parestesia dan anestesia. Defisit sensorik yang bersifat organik jarang sekali berupa anestesia total. Anestesia histerik hampir selamanya total. Dan pola anaestesia atau parestesia histerik hampir selamanya berupa sarung tangan atau kaos kaki, yang menyerupai pola parestesia / hipestesia karena polineuropatia (diabetes mellitus, defisiensi makanan, intoksikasi dan sebagainya). Namun 45

demikian, defisit sensorik histerik tersebut tidak diiringi tanda atau gejala yang sesuai dengan manifestasi polineuropatia, seperti : reflek tendon lutut dan achilles yang menurun dan kelemahan otot dorso-fleksor kaki. Anestesi di daerah erogen (Vagina, introitus, mamae, bibir, leher) yang menunjukkan pola aneh (tidak sesuai dengan suatu kawasan sensorik organik) dapat dijumpai juga manifestasi konversi histerik. Pola defisit sensorik yang bersifat organik ditentukan oleh lesi pada saraf penghantar impuls protopatik dan oleh sifat proses patologiknya.

Defisit sensorik Lesi Pola Manifestasi Hipestesia yang terbatas pada permukaan terluka. (2) Saraf tepi Hipestesia neuritik Hipestesia yang terasa pada kawasan sensorik suatu saraf tepi tertentu (3) Radiks dorsalis Hipestesia radikular (4) Lubang disubstansia Hipestesia grisea jenis dissociated sensibility (5) Hemilesi medula spinalis Hipestesia jenis Hipestesia yang terasa disuatu dermatoma Suatu kawasan sensorik yang hipestetik terhadap rangsang nyeri, tetapi masih peka tubuh yang

(1) Ujung-ujung serabut Hipestesia sensorik setempat lokal

terhadap rangsang vibrasi Hipestesia sesisi bagian bawah yang kontralateral dengan bagian

Brown- tubuh terhadap

Seguard

hemilesi sesisi

kelumpuhan

bawah tubuh yang ipsilateral


46

terhadap hemilesi. (6) Lesi tranversal medula spinalis Para-hipestesia Hipestesia yang terasa dari tingkat abdomen atau torakal sampai kebawah (7) Hemilesi medula oblongata Hemihipestesia alternans Hipestesia hemi-fasialis

ipsilateral dengan hipestesia kontralateral dibelahan leher, toraks, abdomen dan anggota gerak

(8) Hemilesi di korteks sensorik primer (9) Degenerasi serabut-

Hemihipestesia Hipestesia

Hipestesia kontralateral pada sesisi seluruh tubuh Hipestesia distal bilateral pada anggota gerak (hipestesia

serabut distal sensorik polineuropatia (neuropatia)

sarung tangan dan kaos kaki)

2. Manifestai Viseral Vegetatif Histerik Berbagai macam manifestasi emosional yang wajar disertai gejala-gejala vaskular, sekretorik dan motorik viseral. Pada kasus konversi histerik gejala-gejala tersebut bangkit secara berlebihan, sehingga pertolongan dokter sering diperlukan. Adapun gejala viseral yang dimaksudkan ialah takhikardia, takhipne, batuk, disfagia, aerofagia, muntah, meteorismus, konstipasi, diare dan hiperhidrosis. Takhikardia histerik hampir selamanya timbul sehubungan dengan suatu kejadian yang emosional atau menegangkan, jarang sekali timbul secara paroksismal. Rasa tidak enak di daerah prekordium, yang mengiringi takhikardia histerik sering diceritakan secara samar, misalnya seperti perasaan mau mati (takut, khawatir). Sifat-sifat keorganikan yang dapat diungkapkan oleh adanya gejala-gejala penyakit jantung atau oleh rekaman aktivitas jantung (EKG) tidak mengiringi takhikardia histerik. Takhipneu histerik selalu bangkit kalau ada orang di sekitar penderita, jarang atau tidak pernah bila orang sakit sendirian.

47

Hiperventilasinya diiringi oleh suara mengeram, merintih atau bunyi nafas yang keras, tetapi tidak disertai sianosis atau tanda-tanda penyakit paru atau penyakit jantung. Karena hiperventilasi yang berlangsung lama dapat timbul alkalosis respiratorik, maka dari itu dapat dijumpai tanda Chvostek atau tanda Trousseau. Batuk histerik sering dijumpai. Cara batuknya ialah keras dan kering. Dahak tidak ada, walaupun penderitanya sering berdahak-dahak. Pada suasana tegang batuk lebih sering bangkit dan sewaktu tidur tidak pernah timbul. Aerofagia sering dijumpai pada orang-orang histerik dan keluhan yang disajikan ialah perut kembung atau rasa penuh di ulu hati. Tanpa disadari udara ditelan sewaktu tegang / emosional sehingga memenuhi lambung. Disfagia histerik yang sering bersifat globus, yaitu perasaan seperti ada bola di kerongkong merupakan stigma histerik yang mantap. Globus histerikus dan klavus histerikus (sakit kepala di batok kepala) hampir selalu menyertai manifestasi histerik apa pun. Muntah histerik sering diiringi nyeri dan rasa tidak enak di perut bagian bawah. Muntahnya dipresipitasikan oleh suasana emosional. Bertanak berulang-ulang yang dapat dibangkitkan secara voluntar (tetapi disangkal oleh penderita) merupakan gejala pengiring muntah histerik. Gejala gastritis atau infeksi umum yang sering diawali oleh muntah tidak merupakan gejala penyerta muntah histerik. Konstipasi histerik biasanya terjadi setelah defekasi ditahan, oleh karena sewaktu bepergian tidak mau menggunakan kamar kecil yang asing bagi penderita. Karena itu, maka sekembalinya di rumah sendiri, defekasi dipersulit oleh skibala yang kering dam besar. Setelah defekasi berhassil dengan bantuan laksansia, maka pengalaman dalam kesukaran berdefekasi membekas, sehingga konstipasi berikutnya timbul akibat autosugesti. Diare histerik adalah manifestasi refleks gastro-kolon yang berlebihan. Setiap kali lambung menerima makanan atau minuman, kolong terangsang sehingga timbul diare. Penyajian yang khas adalah sebagai berikut: setiap kali makan / minum langsung buang air. 3. Paralis Histerik Kelumpuhan histerik dapat menyerupai kelumpuhan flaksida atau spastika. Yang terkena kelumpuhan dapat setiap bagian tubuh, tetapi tidak pernah terjadi pada suatu otot tunggal. Kelumpuhan histerik banyak menyerupai kelumpuhan organik, tetapi pada penelitian tanda-tanda yang mencirikan setiap jenis kelumpuhan organik tidak ditemukan.

48

Bilamana kelumpuhan histerik menunjukkan kontraktur atau atrofi, EMG yang tidak dapat mengungkapkan patologi dari otot yang terkena. Tanda-tanda UMN / LMN yang seharusnya mencirikan kelumpuhan spastika / flaksida tidak menyertainya secara sesuai. Tanda-tanda yang tidak mudah disimulasi, seperti refleks tendon yang meninggi, apa lagi tanda-tanda yang sama sekali tidak dapat disimulasi seperti refleks patologik, sindroma horner, oftalmoplegia dan nistagmus, tidak menyertai / mengiringi kelumpuhan histerik. Paraplegia dan hemiplegia histerik dapat diperlihatkan penderita histerik, tetapi hanya gerakan voluntarnya saja yang disajikan sebagai lumpuh. Bahwasanya kelumpuhan itu secara organik tidak ada, tetapi hanya secara mental saja dihadapkan kepada orang-orang di sekelilingnya dapat dibuktikan dengan test Hoover. Dengan test tersebut dapat diungkapkan langkanya niat untuk mengangkat anggota gerak yang difikirkannya lumpuh. Pada waktu mengangkat salah satu tungkai dalam posisi berbaring, tekanan tungkai lainnya dapat dirasakan dengan jelas, bilamana kesungguhan dalam berusaha untuk mengangkat tungkai memang ada. Bilamana tekanan kaki tidak dapat dirasakan pada waktu berusaha untuk mengangkat tungkai lainnya, maka dapatlah disimpulkan bahwa niat / minat untuk mengangkat tungkai tidak ada. Dalam hal ini tungkai yang harus diangkat itu bukannya lumpuh, tetapi tidak dapat bergerak oleh karena tidak ada minat / niat untuk menggerakkannya. Jadi, kelumpuhan pada tungkai tersebut ialah histerik. Gaya berjalan yang khas bagi setiap jenis kelumpuhan anggota gerak tidak memperlihatkan kekhasan yang sesuai. Gaya berjalan histerik adalah khas dalam arti, bahwa setiap gaya berjalan organik dapat ditiru secara tidak tepat. Yang paling umum ialah gaya berjalan histerik, dimana salah satu tungkai diseret. Kaki yang diseret menyikat tanah dengan bagian medialnya, bahkan dengan dorsum pedisnya. Hemiplegia organik jarang disertai retensio urina. Pada hemiplegia histerik, retensio urina sering menjadi gejala penyerta. Dalam menganalisa retensio urina hendaknya diteliti semua hasil pemeriksaan secara sistematik, oleh karena kendatipun retensio urina tidak jarang bersifat histerik, gangguan tersebut adalah cukup serius untuk diabaikan begitu saja sebagai fenomen histerik. Juga inkontinensia urina dapat melengkapi hemiplegia histeris. Bilamana retensio atau inkontinensia urina timbul pada paraplegia yang diduga bersifat histerik, dugaan itu adalah gegabah. Walaupun benar, bahwa retensio / inkontinensia urina mudah disimulasi, tetapi kombinasi paraplegia dengan gangguan miksi adalah suatu sindroma yang sudah mantap, sehingga diagnosa konversi histerik dalam kasus semacam itu hanya boleh dibuat setelah orang sakit sembuh dari penyakitnya. Sebelum kesembuhan menjadi suatu

49

kenyataan yang jelas, maka pemeriksaan yang relevan harus dilanjutkan sampai semua persoalan organik dan non-organik diselesaikan secara tuntas. Gangguan gerakan histerik paling jelas menunjukkan protes non-verbal. Kelumpuhan pada kedua tungkai sering melambangkan frustasi untuk berpindah, keengganan untuk melanjutkan hidup, keengganan untuk melaksanakan keputusan dan sebagainya. Gangguan gerakan yang mengganggu ketangkasan gerakan voluntar, misalnya monoparesis lengan, spastisitas otot jari tertentu seperti pada writer cramp dapat menunjukkan frustasi dalam pekerjaan atau konflik dalam bidang seksual. 2. Serangan Pseudo-Epileptik Histerik Epilepsi dan histeria dapat bergandengan. Dalam hal tersebut pengenalan sifat keorganikan penyakit sangat sulit, kecuali jika terdapat manifestasi-manifestasi yang mencirikan serangan epileptik, yaitu : 1. Penderita terluka sewaktu mendapat serangan epileptik karena jatuh, lidahnya tergigit atau terjadi luksasio salah satu anggota geraknya. 2. Kejang klonik-tonik yang tidak bertujuan dan berakhir dengan pernafasan stertorous dan koma. 3. 4. Mulut berbusa dan inkontinensia urina. EEG yang memperlihatkan pola epileptik yang jelas.

Serangan pseudo-epileptik histerik memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut : Setiap kali mendapat serangan, penderita tidak pernah sendirian, tetapi selalu kalau ada orang, terutama yang terlibat dalam konflik emosionalnya. 1. Penderita tidak pernah terluka akibat serangan epileptik histeriknya, lidah tidak pernah tergigit dan sebagainya. 2. 3. 4. Gerakan yang timbul sewaktu serangan memperlihatkan pola voluntar. Serangan epileptik histerik tidak diawali oleh wajah yang pucat atau sianotik. Serangan epileptik histerik tidak pernah menunjukkan adanya mulut yang berbusa atau timbulnya inkontinensia urina. 5. Mata penderita epileptik histerik tidak melirik ke atas atau ke samping atas pada awal serangan, tetapi ditutup keras. Bilamana dokter membuka kelopak matanya untuk pemeriksaan, secara kuat penderita menahannya. 6. Setelah gerakan epileptik histerik berhenti, penderita berbaring dengan mata tertutup. Kesadarannya tidak terganggu, tetapi penderita bertingkah laku seolah-olah dalam koma. Pada 50

kelopak mata yang ditutup tampak gerakan yang khas yang diperlihatkan juga oleh orang yang pura-pura tidur. 7. EEG penderita epilepsi histerik tidak memperlihatkan pola epileptik. Tidak jarang serangan epileptik histerik berakhir juga dalam keadaan trance (kesurupan), dimana penderita berbicara secara tidak beres. Tetapi di antara kalimat-kalimat yang kurang terang diucapkannya dapat ditangkap kalimat-kalimat yang jelas diucapkannya dengan penekanan yang adekuat. Kalimat-kalimat semacam itu mengandung arti yang menunjuk pada inti problematik konflik emosionalnya. Adakalanya timbul sindroma histerik post-iktal, yang menyerupai automatismus epilepsi lobus temporalis. Dalam keadaan demikian penderita dapat tertawa-tawa, berdansa, menelanjangi diri sendiri dan sebagainya, sebagai manifestasi non-verbal yang menunjukkan gerakan kepada inti konflik emosionalnya.

1.

Gangguan Pancaindra Histerik


Gangguan penglihatan histerik mudah dikenal, oleh karena pola organiknya tidak ada. Buta histerik

memperlihatkan refleks pupil yang normal. Pola hemianopia homonim atau heteronim tidak akan diperlihatkan oleh buta sesisi histerik. Mata yang dinyatakan buta oleh seorang histerik masih bereaksi jika hendak disentuh secara mendadak dan secara tidak diduga (refleks ancam mata). Buta histerik sering disertai anestesia konjungtiva bulbi dan kornea. Anosmia histerik berbeda dengan anosmia organik dalam hal penciuman iritansia. Daya penghidu yang hilang karena lesi organik berarti bahwa seseorang tidak menyadari adanya bau cengkeh, tembakau, minyak wangi dan sebagainya. Tetapi walaupun tidak mengetahui baunya, ia masih menyadari adanya sesuatu yang merangsang jika ia mencium amoniak dan lain-lain jenis iritansia yang merangsang serabut saraf trigeminus di selaput lendir hidung. Tuli histerik selalu timbul sebagai protes berhenti untuk mendengar. Demikian juga halnya dengan afasia histerik, yaitu protes berhenti untuk berbicara. Tetapi adanya refleks aurikulo-palpebral mengungkapkan sifat histerik tuli itu. Tuli histerik dan afasia histerik sering timbul secara bersama-sama, sehingga perilaku penderita menyerupai mutismus. Tetapi dalam keadaan darurat, seorang dengan mutismus histerik dapat bereaksi adekuat sesuai dengan usaha penanggulangan keadaan darurat.

1.

Hiperpireksia Histerik

51

Manifestasi konversi histerik dapat menyerupai segala macam gangguan organik yang bersifat motorik, sensorik, senso-sekreto-motorik viseral, fungsi luhur dan kesadaran. Sebagian besar manifestasi tersebut dapat disimulasi tetapi sebagian kecil sukar. Hiperpireksia adalah salah satu manifestasi yang sukar disimulasi. Tetapi hiperpireksia histerik memang dapat terjadi. Di antara sekian banyak jenis hiperpireksia yang tidak dapat dimengerti terdapat beberapa yang bersifat konversi histerik. Walaupun demikian janganlah terlalu cepat menyimpulkan bahwa suatu kasus hiperpireksia ialah histerik. Penderita histerik sering berobat dan menggunakan banyak macam obat. Di antara mereka banyak juga yang mendapat demam obat (drug fever) yang bukan bersifat histerik. Demam histerik boleh didiagnosa, bilamana semua penelitian klinis dan laboratorik sudah dilakukan dan dengan sugesti dalam rangka psikoterapi demam itu sudah dapat dilenyapkan secara tuntas.

Penatalaksanaan Penderita Histerik Dalam penatalaksanaan penderita dengan konversi histerik tidak ada terapi yang bersifat standar dan khusus. Setiap penderita harus dirawat sesuai dengan manifestasi histerik dan situasi konflik masing-masing. Juga bagi seorang histerik yang sepanjang hidupnya mendapat berbagai macam manifestasi konversi histerik secara berkala, obat-obat yang digunakan dan nasihat yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan fakta-fakta yang dihadapi. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam memberikan terapi terhadap pasien konvulsi histerik, antara lain : a. Setiap kasus konversi histerik harus ditanggulangi secara tegas. Dokter yang tidak menunjukkan ketegasan dalam tindakan mediknya tidak akan mendapat kepercayaan orang sakit. b. Penderita konversi histerik akan memutuskan hubungan dengan dokternya yang menyatakan bahwa ia adalah orang yang pura-pura sakit, atau orang yang cengeng atau orang sehat yang senang mengeluh. c. Kepribadian histerik sangat peka terhadap sugesti, maka terapi yang menggunakan persuasi dan sugesti akan memperoleh hasil yang maksimal. d. Sebelum persuasi dan sugesti dimulai, semua pemeriksaan klinis dan laboratorik harus dilakukan dahulu. Apabila semua pemeriksaan laboratorik sudah dimintakan oleh dokter lain, hasilnya harus diteliti kembali. Bila semua data lengkap, pemeriksaan tidak perlu dilakukan lagi. 52

e. Penderita harus mendapat kesan bahwa ia sudah diperiksa dengan seksama. Tergantung pada kasus dan situasi, dokter dapat menggunakan tranquiliser dahulu, sebelum persuasi dan ssugesti dilakukan atau langsung memulai psikoterapi tersebut. f. Oleh karena kebanyakan orang tidak menerima kalau dinyatakan bahwa penyakitnya disebabkan oleh gangguan pikiran (mental), maka sebaiknya janganlah menggunakan kata-kata sehingga kesan tersebut di atas timbul. Yang paling mudah diterima oleh para penderita histerik dan yang tidak menyesatkan ialah pernyataan bahwa otaknya lemah. Karena otaknya lemah maka emosi tidak dapat dikendalikan lagi dan timbullah gangguan badaniah. Dengan kata-kata awam dan contoh-contoh sederhana dijelaskan bahwa gejala konversi reaksi tidak lain daripada manifestasi wajar yang berlebihan. Misalnya takhikardia histerik diterangkan sebagai berikut: setiap orang yang takut atau khawatir merasakan bahwa jantungnya berdenyut lebih cepat; jika otaknya lemah, jantungnya lebih cepat dan lebih mudah berdebar-debar. Penjelasan mengenai kejang histerik dapat diberikan sebagai berikut: setiap orang yang terkejut, baik karena suara keras atau karena suatu kenyataan yang tidak diduga / diingini, tubuhnya atau bagian tubuh tertentu berkejut; pada orang dengan lemah otak kejutan tubuh itu lebih keras dan dapat berupa kejang yang dapat berlangsung agak lama. g. Pada follow up diberi sugesti bahwa kelemahan otak sudah jauh lebih baik dan dengan kemauan diri sendiri otaknya akan lebih tahan terhadap gangguan pikiran. Persuasi untuk bersikap realistis dilakukan dengan contoh-contoh sederhana yang sesuai dan tepat. Misalnya persuasi dalam menentukan sikap yang realistik: dengan kesadaran bahwa kalau jatuh sakit lagi berarti mengeluarkan uang banyak untuk dokter dan obat, maka janganlah terburu nafsu, cepat terharu, setiap kali anda dapat mengatasi goncangan emosi, masukkanlah dalam tabungan anda uang yang diperuntukkan ongkos berobat untuk dimanfaatkan dalam menikmati penghidupan. h. Bersikaplah waspada terhadap manifestasi seorang yang pernah atau sering mendapat konversi histerik. Ingatlah, orang-orang histerik tidak kebal terhadap penyakit organik. Setiap kali mereka datang dengan keluhan lama atau baru, periksalah secara klinis sebagaimana mestinya.

53

Penderita yang sudah pernah mendapat persuasi dan sugesti tidak perlu menggunakan obatobat setiap kali ia datang dengan manifestasi histerik yang beraneka warna itu. Ingatkan lagi mereka akan hal-hal yang pernah dibicarakan.

SYNCOP Definisi Pingsan (sinkop) adalah kehilangan kesadaran yang terjadi secara mendadak dan dalam waktu yang singkat. Penyebab Pingsan merupakan gejala dari tidak memadainya suplai oksigen dan zat makanan lainnya ke otak, yang biasanya disebabkan oleh berkurangnya aliran darah yang bersifat sementara. Berkurangnya aliran darah ini dapat terjadi jika tubuh tidak dapat segera mengkompensasi suatu penurunan tekanan darah, seperti yang terjadi pada:

a) Gangguan irama jantung Pada seseorang yang memiliki irama jantung abnormal, jantungnya tidak mampu meningkatkan curah jantung untuk mengkompensasi menurunnya tekanan darah. Ketika sedang dalam keadaan istirahat, orang tersebut akan merasakan baik-baik saja; mereka akan pingsan jika sedang melakukan aktivitas karena kebutuhan tubuh akan oksigen meningkat secara tiba-tiba. Keadaan ini disebut sinkop eksersional.

b) Aktivitas fisik yang berat Seseorang sering pingsan setelah melakukan aktivitas. Jantung hampir tidak mampu mempertahankan tekanan darah yang adekuat selama aktivitas. Jika aktivitas dihentikan, denyut jantung mulai menurun tetapi pembuluh darah dari otot-otot tetap melebar untuk membuang hasil limbah metabolik. Berkurangnya curah jantung dan meningkatnya kapasitas pembuluh, menyebabkan tekanan darah turun dan pingsan. c) Penurunan volume darah Volume darah akan berkurang pada:
54

1. 2.

perdarahan dehidrasi akibat diare, keringat berlebihan dan berkemih berlebihan (yang sering terjadi pada diabetes yang tidak diobati dan penyakit Addison).

Mekanisme kompensasi terhadap sinyal yang berasal dari bagian tubuh lain Kram usus bisa mengirim sinyal ke jantung melalui saraf vagus yang akan memperlambat denyut jantung sehingga seseorang pingsan. Keadaan ini disebut sinkop vasomotor atau sinkop vasovagal. Berbagai sinyal lainnya bisa menyebabkan pingsan jenis ini (misalnya nyeri,

ketakutan, melihat darah).

Pingsan karena batuk (sinkop batuk) atau karena berkemih berlebihan (sinkop mikturisi) biasanya terjadi jika jumlah darah yang mengalir kembali ke jantung berkurang selama mengedan. Hal ini sering terjadi pada orang tua.Sinkop karena menelan dapat menyertai penyakit pada kerongkongan.

Pingsan juga dapat disebabkan oleh: 1. 2. 3. Berkurangnya jumlah sel darah merah (anemia) Berkurangnya kadar gula darah (hipoglikemi) Berkurangnya kadar karbondioksida dalam darah (hipokapni) karena hiperventilasi.

Weight lifter's syncope merupakan akibat dari hiperventilasi sebelum mengangkat beban pada atlet angkat besi. Pada orang tua, pingsan bisa merupakan bagian dari stroke ringan, dimana aliran darah ke salah satu bagian otak tiba-tiba menurun. Gejala Pingsan bisa didahului oleh pusing atau perasaan melayang, terutama pada saat seseorang sedang dalam keadaan berdiri. Setelah terjatuh, tekanan darah akan kembali meningkat karena penderita telah berbaring dan karena penyebab pingsan telah hilang. Berdiri terlalu cepat dapat memnyebabkan penderita kembali pingsan.

55

Jika penyebabnya adalah gangguan irama jantung, pingsan akan terjadi dan berakhir secara tiba-tiba. berdebar). Pingsan ortostatik terjadi jika seseorang duduk atau berdiri terlalu cepat. Parade ground syncope terjadi jika seseorang berdiri untuk waktu yang lama pada cuaca yang panas. Otot kaki tidak digunakan sehingga tidak mendorong darah ke arah jantung, karena itu darah terkumpul di pembuluh balik tungkai dan tekanan darah turun. Sinkope vasovagal dapat terjadi ketika seseorang duduk atau berdiri, dan sering didahului oleh mual, kelemahan, menguap, penglihatan kabur dan berkeringat. Penderita terlihat pucat, denyut nadi menjadi sangat lambat dan kemudian pingsan. Pingsan yang dimulai secara bertahap disertai gejala pendahulu dan juga menghilang secara bertahap, menunjukkan adanya perubahan di dalam kimia darah misalnya penurunan kadar gula darah (hipoglikemi) dan penurunan kadar karbondioksida darah (hipokapni) karena hiperventilasi. Hipokapni sering didahului oleh perasaan tertusuk jarum dan rasa tidak nyaman didada. Pingsan histeris bukan merupakan pingsan yang sesungguhnya. Penderita hanya Sesaat sebelum pingsan, kadang penderita mengalami palpitasi (jantung

berpura-pura tidak sadar tetapi tidak memiliki kelainan denyut jantung maupun tekenan darah dan tidak berkeringat serta tidak tampak pucat.

Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Elektrokardiogram dapat menunjukkan adanya penyakit jantung atau penyakit paru-paru. Untuk menemukan penyebabnya, dokter bisa memasang monitor Holter pada penderita untuk merekam irama jantung selama 24 jam dan penderita melakukan kegitannya seperti biasa. Jika irama jantung yang tidak teratur terjadi bersamaan dengan pingsan, kemungkinan penyebabnya adalah suatu kelainan jantung. Ekokardiogram bisa menunjukkan kelainan struktur maupun kelainan fungsi jantung. Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya kadar gula darah yang rendah
56

(hipoglikemi) atau kekurangan sel darah merah (anemia). Untuk mendiagnosis epilepsi, yang kadang dikelirukan dengan pingsan, dilakukan pemeriksaan EEG.

Pengobatan Biasanya berbaring mendatar merupakan satu-satunya cara untuk mengembalikan kesadaran penderita. Mengangkat kaki dapat mempercepat pemulihan karena bisa meningkatkan aliran darah ke jantung dan otak. Jika penderita terlalu cepat duduk atau disangga/digendong dalam posisi duduk, dapat terjadi episode pingsan lain. Pada orang muda yang tidak memiliki penyakit jantung, pingsan biasanya tidak serius, dan jarang diperlukan pemeriksaan diagnostik maupun pengobatan yang lebih lanjut. Pada usia lebih tua, pingsan bisa disebabkan oleh beberapa keadaan yang berhubungan dengan terhambatnya kemampuan jantung dan pembuluh darah dalam menyesuaikan fungsinya terhadap penurunan tekanan darah. Pengobatan tergantung kepada penyebabnya misalnya Denyut jantung yang terlalu lambat dapat diperbaiki dengan pencangkokan alat pacu jantung, suatu alat listrik yang merangsang denyut jantung. Pada denyut jantung yang terlalu cepat, bisa diberikan obat untuk memperlambat denyut jantung. Jika denyut jantung tidak teratur,

dicangkokkan suatu defibrilator untuk menyentak jantung agar kembali ke iramanya yang normal. Penyebab lain dari pingsan (misalnya hipoglikemi, anemia atau volume darah yang rendah), dapat diobati. Pada penderita kelainan katup jantung mungkin perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan.

STATUS EPILEPTIKUS Status epileptikus didefinisikan sebagai keadaan aktivitas kejang yang kontinu atau intermiten yang berlangsung selama 20 menit atau lebih saat pasien kehilangan kesadarannya.Status epileptikus harus dianggap sebagai kegawadaruratan neurologic. Dapat terjadi kerusakan saraf yang bermakna akibat aktivitas listrik yang abnormal yang berkelanjutan. Angka kematian untuk status epileptikus tetap tinggi, sekitar 22-25%, walaupun dengan terapi obat secara agresif. Aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 60 menit dan usia lanjut adalah
57

factor yang berperan memperburuk prognosis. Kematian pada status epileptikus disebabkan oleh hiperpireksia dan obstruksi ventilasi, aspirasi muntahan dan kegagalan mekanisme kompensasi dan regulatorik. Terdapat dua jenis status epileptikus : status epileptikus konvulsif dan status epileptikus non-konvulsif. Kejang tonik- klonik pada status epileptikus konvulsif menandakan keberlanjutan aktivitas kejang. Hal ini tidak terjadi pada status epileptikus nonkonvulsif. Para pasien ini mungkin membentuk sampai 10% dari semua pasien status epileptikus yang dirawat di unit perawatan intensif. Tidak ada tanda klinis kejang yang menandai status epileptikus tipe ini, tetapi pasien tetap tumpul atau tidak sadar selama lebih dari 30 menit setelah kejang tonik-klonik yang yang nyata telah berhenti. Keadaan komatosa ini sering disanggka disebabkan oleh efek sedative obat-obat yang diberikan selama keadaan kejang. Satu-satunya alat untuk mendiangnosis status epileptikus non-konvulsif adalah elektroensefalogram (EEG). Karena sering salah diagnosis, maka angka kematian sangat tinggi. Kematian disebabkan oleh disebabkan oleh oleh dekompensasi dan kolapsnya fungsi kardiovaskular sehingga terjadi disritmia letal dan memburuknya fungsi otonom. Pada status epileptikus baik yang konvulsif ataupun yang nonkonvulsif, tujuan penggobatannya adalah menghentikan aktivitas kejang. Diperlukan penatalaksanaan yang agresif. Obat yang sering digunakan adalah benzodiazepine, fosfenitoin ( yang dapat diberikan tanpa mempertimbangkan kadar fenitoin serum), dan fenobarbital. The American Academy of Neurology merekomendasikan bahwa semua pasien status epileptikus juga mendapat tiamin ( vitamin B1) dan destroksa 50%. Semua pasien dengan kejang yang rekalsitran memerlukan intubasi dan bantuan pernapasan. Apabila semua tindakan gagal, maka dokter dapat mempertimbangkan sedasi dalam dengan infuse midazolam ( Versed ) atau koma barbiturate. Urutan penatalaksanaan penderita dewasa dengan status epileptikus sebagai berikut: 1. 0-5 menit

Evaluasi fungsi kardiorespiratorik, anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologik, periksa kadar glukosa, BUN, elektrolit, PaO2, PaCO2, beri oksigen. 2. 6-9 menit
58

Pasang infus dengan dekstrose 5%, beri 50 ml glukosa 40 % intravena 3. 10-30 menit

Diazepam 10 mg intravena dan dapat diulang - 1 jam kemudian bila masih ada kejang, atau difenilhidantoin 20 mg/kg dg kecepatan tidak lebih dari 50 mg/menit intravena. Selama pemberian difenilhidantoin dilakukan pemantauan EKG dan tekanan darah. NARKOLEPSI Dalam bahasa awam, bisa dikatakan sebagai serangan tidur, dimana penderitanya amat sulit mempertahankan keadaan sadar. Hampir sepanjang waktu ia mengantuk. Rasa kantuk biasanya hilang setelah tidur selama 15 menit, tetapi dalam waktu singkat kantuk sudah menyerang kembali. Sebaliknya di malam hari, banyak penderita narkolepsi yang mengeluh tidak dapat tidur. Serangan tidur siang hari tersebut terjadi seperti tanpa tanda apapun seperti menguap atau yang lain dan kejadian tersebut terjadi berulang kali dalam satu hari. Penderita narkolepsi sering kesulitan untuk tetap terjaga dalam jangka waktu lama. Bagi penderita, Narkolepsi dapat menyebabkan gangguan serius dalam rutinitas harian. Penderita narkolepsi terfragmentasi sering tidur di malam hari dengan singkat dan sering terbangun. Penyebab pasti narkolepsi tidak diketahui. Namun dipercaya bahwa genetika kemungkinan mempengaruhi terjadinya gangguan ini. Tetapi pengaruh yang lebih besar kemungkinan karena infeksi yang mengakibatkan kerusakan sel-sel otak tertentu yang mengatur bagian tidur. Gangguan terjadi pada mekanisme pengaturan tidur. Tidur, berdasarkan gelombang otak, terbagi dalam tahapan-tahapan mulai dari tahap 1, 2, 3, 4 dan Rapid Eye Movement (REM.) Tidur REM adalah tahapan dimana kita bermimpi. Pada penderita narkolepsi gelombang REM seolah menyusup ke gelombang sadar. Akibatnya kantuk terus menyerang, dan otak seolah bermimpi dalam keadaan sadar. Untuk mengenali penderita narkolepsi, terdapat 4 gejala klasik (classic tetrad):
59

1. 2. 3. 4.

Rasa kantuk berlebihan (EDS) Katapleksi (cataplexy) Sleep paralysis Hypnagogic/hypnopompic hallucination.

Tanda-tanda dan gejala dari narkolepsi meliputi: 1. Kantuk di siang hari yang berlebihan. Karakteristik utama narkolepsi adalah mengantuk luar biasa dan tak terkendali di siang hari. Orang dengan narkolepsi tertidur secara tiba-tiba, di mana saja dan kapan saja. Sebagai contoh, penderita mungkin tiba-tiba tertidur untuk beberapa menit di tempat kerja atau ketika sedang berbicara dengan teman. Penderita tidur hanya beberapa menit atau sampai setengah jam sebelum bangun dan merasa segar, tapi kemudian tertidur lagi. Selain tidur di waktu dan tempat yang tidak tepat, penderita juga mengalami penurunan kewaspadaan sepanjang hari. 2. Tiba-tiba lemas Kondisi tiba-tiba lemas (seperti tak berotot) disebut cataplexy, dapat menyebabkan berbagai perubahan fisik, dari cadel ketika berbicara untuk melengkapi kelemahan dari sebagian besar otot, dan dapat berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa menit. Cataplexy yang tidak terkontrol dan sering dipicu oleh emosi yang kuat, biasanya yang positif seperti tertawa atau kegembiraan, tapi kadang-kadang ketakutan, kejutan atau kemarahan. Misalnya, kepala penderita dapat terkulai tak terkendali atau lutut tiba-tiba lemas ketika tertawa. Beberapa orang dengan pengalaman narkolepsi hanya satu atau dua episode cataplexy setahun, sementara yang lain memiliki banyak episode setiap hari. Dari data Mayoclinic diperkirakan 70 persen orang dengan pengalaman narkolepsi mengalami cataplexy. 3. Tidur Lumpuh Orang-orang dengan narkolepsi sering mengalami ketidakmampuan untuk bergerak atau berbicara saat jatuh tertidur atau saat terjaga dalam beberapa menit. kejadian ini biasanya singkat- yang berlangsung satu atau dua menit. Penderita merasa hilang kendali atas tubuhnya.
60

4.

Halusinasi Halusinasi inidisebut hypnagogic halusinasi, mungkin terjadi ketika seseorang dengan narkolepsi dengan cepat jatuh ke tidur sementara, seperti yang dia lakukan pada permulaan tidur di malam hari dan secara berkala sepanjang hari, atau setelah bangun. Karena penderita setengah sadar ketika mulai bermimpi. Karakteristik lainnya dari narkolepsi meliputi gelisah ketika tidur di malam hari dan

melakukan gerakan otomatis. Gerakan otomatis itu seperti meletakkan barang, berbicara, atau perilaku lain. Namun ketika terbangun, penderita tidak sadar dengan perilaku yang dilakukan sebelumnya. Orang dengan narkolepsi juga melakukan gerakan seperti gerakan dalam mimpi mereka. Penderita bisa menggapai-gapai lengan atau menendang mereka, bahkan berteriakteriak. Katapleksi merupakan gejala khas narkolepsi yang ditandai dengan melemasnya otot secara mendadak. Otot yang melemas bisa beberapa otot saja sehingga kepala terjatuh, mulut membuka, menjatuhkan barang-barang, atau bisa juga keseluruhan otot tubuh. Keadaan ini dipicu oleh lonjakan emosi, baik itu rasa sedih maupun gembira. Biasanya emosi positif lebih memicu katapleksi dibanding emosi negatif. Pada sebuah penelitian penderita narkolepsi diajak menonton film komedi, dan saat ia terpingkal-pingkal tiba-tiba ia terjatuh lemas seolah tak ada tulang yang menyangga tubuhnya. Kondisi mimpi yang menyusup ke alam sadar bermanifestasi sebagai halusinasi. Penderita narkolepsi biasanya berhalusinasi seolah melihat orang lain di dalam ruangan. Orang lain tersebut bisa orang yang dikenal, teman, keluarga, sekedar bayangan, hantu atau bahkan makhluk asing, tergantung pada latar belakang budaya penderita. Dengan gejala-gejala yang tidak biasa ini, tidak jarang keluarga menganggap penderita narkolepsi mengidap gangguan jiwa. Terapi Tujuan utama terapi farmakologik untuk epilepsy adalah mengendalikan serangan epilepsy dengan satu jenis obat. Setelah serangan benar-benar terkendali dengan dosisyang konstan dalam periode tertentu, serangan epilepsy dapat muncul kembali. Hal ini sering disebabkan oleh induksi enzim yang dapat diperlihatkan dengan menurunnya kadar obat dalam serum. Menghadapi hal
61

demikian ini maka tindakan yang tepat adalahmenaikkan dosis obat dan bukan dengan memberi obat baru. Peningkatan dosis diizinkan sampai mendekati dosis toksik. Prinsip-prinsip terapi obat antiepilepsi 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. Menentukan diagnosis yang tepat Menentukan kapan dimulainya Memilih obat yang paling sesuai tipe serangan dan karakteristik pasien Pengaturan dosis Monoterapi Penggantian Obat Politerapi Ketaatan pasien

Monoterapi Berbagai keuntungan sbb : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mudah dilakukan evaluasi hasil pengobatan Mudah dievaluasi kadar obat dalam darah Efek samping minimal ( ditoleransi 50-80 % pasien ) Terhindar dari interaksi obat-obat Harga lebih ekonmis Ketaatan pasien lebih tinggi

Prinsip dasar dalam pengobatan OAE 1. 2. 3. Rencana jangka pendek / panjang seb memulai/menurunkan Indikasi dan risiko dari OAE Mulai monoterapi, dosis rendah dan dinaikkan bertahap terkontrol atau timbul efek samping 4. Monitor serum level
62

OAE

5. 6. 7.

Hati-hati interaksi obat Hati-hati relaps sehub dgn penghentian / perubahan obat. Dosis obat / serum level tak dirobah bila seizure terkontrol dan bebas dari efeksamping.

Prognosis 1. Prognosis umumnya baik, 70 80% pasien yang mengalami epilepsy akan sembuh, dan kurang lebih separo pasien akan bisa lepas obat 2. 20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis pengobatan semakin sulit 5 % di antaranya akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari 3. Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan gangguan psikiatri dan neurologik prognosis jelek

63

You might also like