You are on page 1of 17

KATA PENGANTAR

Salah satu aspek penting yang ikut menentukan kualitas hidup manusia ialah kehidupan seksual. Kehidupan seksual yang menyenangkan memberikan pengaruh positif bagi kualitas hidup. Dalam perkawinan, fungsi seksual mempunyai beberapa peran, yaitu sebagai sarana reproduksi (memperoleh keturunan), sarana untuk kesenangan atau rekreasi, serta merupan ekspresi rasa cinta dan sebagai sarana komunikasi penting bagi suami-istri. Suatu penelitian di Amerika, pada wanita dilaporkan 33% mengalami penurunan hasrat seksual, 19% kesulitan dalam lubrikasi, dan 24% tidak dapat mencapai orgasme. Statis pada pria juga bermakna, kesulitan yang umum sering dijumpai meliputi ejakulasi dini (29%), kecemasan terhadap kemampuan seksual(17%), dan rendahnya hasrat seksual (16%). Disfungsi ereksi atau kesulitan ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap atau terusmenerus untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang berkualitas sehingga dapat mencapai hubungan seksual yang memuaskan.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1.1 Latar Belakang ............................................................................ BAB 2 ISI .................................................................................................... 2.1 Pengertian .................................................................................... 2.2 Etiologi ........................................................................................ 2.3 Patofisiologi ................................................................................ 2.4 Angka Kejadian ........................................................................... 2.5 Manifestasi Klinik ....................................................................... 2.6 Pemeriksaan Diagnosa ................................................................. 2.7 Penatalaksanaan Medis ................................................................ 2.8 Penanganan dan Pengobatan ....................................................... 2.9 Cara Mencegah Disfungsi Ereksi................................................. BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................. 3.1 Kesimpulan ................................................................................. 3.2 Saran ........................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Disfungsi ereksi atau impotensi adalah ketidakmampuan yang persisten dalam mencapai atau mempertahankan fungsi ereksi untuk aktivitas seksual yang memuaskan. Batasan tersebut menunjukkan bahwa proses fungsi seksual laki-laki mempunyai dua komponen yaitu mencapai keadaan ereksi dan mempertahankannya. Hal ini sangat penting bagi laki-laki sebab disfungsi ereksi dapat menimbulkan depresi bagi penderita yang berujung terganggunya hubungan suami istri serta menyebabkan masalah dalam kehidupan rumah tangga. Secara garis besar, penyebab disfungsi ereksi terdiri dari faktor organik, psikis, dan andropause. Umumnya laki-laki berumur lebih dari 40 tahun mengalami penurunan kadar testosteron secara bertahap. Saat mencapai usia 40 tahun, laki-laki akan mengalami penurunan kadar testosteron dalam darah sekitar 1,2 % per tahun. Bahkan di usia 70, penurunan kadar testosteron dapat mencapai 70% . Penelitian National Institutes of Health 2002 menunjukkan kurang lebih 15 juta sampai 30 juta laki-laki di Amerika mengalami disfungsi ereksi. Insidensi terjadinya gangguan bervariasi dan meningkat seiring dengan usia. Pada usia 40 tahun, terdapat kurang lebih 5% laki-laki mengalami keadaan disfungsi ereksi, pada usia 65 tahun, terdapat kurang lebih 15-25% (Handriadi Winaga, 2006). Prevalensi disfungsi ereksi di Indonesia belum diketahui secara tepat, diperkirakan 16 % laki-laki usia 20 75 tahun di Indonesia mengalami disfungsi ereksi. Disfunsi ereksi (DE) merupakan masalah yang signifikan dan umum di bidang medis, merupakan kondisi medis yang tidak berhubungan dengan proses penuaan walaupun prevelensinya meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Pria dengan diabetes, penyakit jantung iskemik dan penyakit vaskuler perifer lebih banyak mendrita DE. Walaupun di Indonesia tidak terdapat survei yang cukup besar, namun gambaran penderita DE yang datang ke klinik impotensi di perkirakan hasilnya tidak jauh berbeda. Banyak cara yang dilakukan dalam mengatasi keluhan DE ini, salah satunya adalah dengan obat-obatan. Salah satu obat yang terbaru dan dapat dikonsumsi secara oral adalah sidenfil sitrat.

BAB II ISI 2.1 Pengertian Disfungsi Ereksi atau erectile dysfunction adalah disfungsi sexsual yang ditandai dengan ketidakmampuan atau mempertahankan ereksi pada pria untuk mencapai kebutuhan sexsual dirinya sendiri maupun pasangannya. Disfungsi ereksi (DE) merupakan masalah yang signifikan dan umum di bidang medis, merupakan kondisi medis yang tidak berhubungan dengan proses penuaan walaupun prevalensinya meningkat sejalan dengan bertambahnya usia

2.2 Etiologi Banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya DE ini. Walaupun secara garis besar faktor penyebabnya dibagi menjadi penyebab fisik (organik), psikologis (psikogenik), tetapi belum tentu salah satu faktor tersebut menjadi penyebab tunggal DE. Faktor fisik menyebabkan sekitar 60-80% kasus DE. Yang termasuk penyebab fisik adalah 1 2 penyakit kronik (misalnya aterosklerosis, diabetes dan penyakit jantung) obat-obatan, contoh antihipertensi (terutama diuretik thiazid dan penghambat beta), antiaritmia (digoksin), antidepresan dan antipsikotik (terutama neuroleptik),

antiandrogen, antihistamin II (simetidin), (alkohol atau heroin), obat penenang, litium 3 4 5 6 7 8 9 pembedahan/ operasi misal operasi daerah pelvis dan prostatektomi radikal trauma (misal spinal cord injury) radioterapi pelvis. Inflamasi prostat (prostatitis) Penyakit parah (anemia, tuberkulosis, pneumonia, dll) Gangguan hormonal Multiple sclerosis dan penyakit saraf lainnya

Di antara sekian banyak penyebab fisik, gangguan vaskular adalah penyebab yang paling umum dijumpai. Faktor psikologis dapat menyebabkan cacat fisik ringan menjadi DE. Banyak pria merasa gagal sebagai lelaki ketika daya seksual mereka melemah. Kegagalan awal mempertahankan ereksi menimbulkan kecemasan dan stress yang pada

gilirannya justru memperburuk DE. Beberapa masalah psikologis yang dapat menyebabkan DE antara lain: 1 Kurangnya kepercayaan diri 2 Gangguan hubungan personal 3 Kurangnya hasrat seksual 4 Cemas, depresi, stress, kepenatan, kehilangan, kemarahan 5 Konflik rumah tangga Penyebab yang bersifat fisik lebih banyak ditemukan pada pria lanjut usia, sedangkan masalah psikologis lebih sering terjadi pada pria yang lebih muda. Pada pria muda, faktor psikologis ini menjadi penyebab tersering dari DE intermiten. Semakin bertambah umur seorang pria, maka impotensi semakin sering terjadi, meskipun impotensi bukan merupakan bagian dari proses penuaan tetapi merupakan akibat dari penyakit yang sering ditemukan pada usia lanjut. Sekitar 50% pria berusia 65 tahun dan 75% pria berusia 80 tahun mengalami impotensi. Agar bisa tegak, penis memerlukan aliran darah yang cukup. Karena itu penyakit pembuluh darah (misalnya aterosklerosis) bisa menyebabkan impotensi. Impotensi juga bisa terjadi akibat adanya bekuan darah atau akibat pembedahan pembuluh darah yang menyebabkan terganggunya aliran darah arteri ke penis.

2.3 Patofisiologi Ereksi terjadi melalui 2 mekanisme: 1 2 Pertama, adalah reflex ereksi oleh sentuhan pada penis (ujung batang dan sekitarnya). Kedua, ereksi psikogenik karena rangsangan erotis. Keduanya menstimulir sekresi nitric oxide yang memicu relaksasi otot polos batang penis (corpora cavernosa), sehingga aliran darah ke area tersebut meningkat dan terjadilah ereksi. Disamping itu, produksi testosteron (dari testis) yang memadai dan fungsi hipofise (pituitary gland) yang bagus, diperlukan untuk ereksi. Ereksi merupakan hasil dari suatu interaksi yang kompleks dari faktor psikologik, neuroendokrin dan mekanisme vaskular yang bekerja pada jaringan ereksi penis. Organ erektil penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa dan korpus spongiosum yang ditengahnya berjalan urethra dan ujungnya melebar membentuk glans penis. Korpus spongiosum ini terletak di bawah kedua korpora kavernosa. Ketiga organ erektil ini

masing-masing diliputi oleh tunika albuginea, suatu lapisan jaringan kolagen yang padat, dan secara keseluruhan ketiga silinder erektil ini di luar tunika albuginea diliputi oleh suatu selaput kolagen yang kurang padat yang disebut fasia Buck. Di bagian anterior kedua korpora kavernosa terletak berdampingan dan menempel satu sama lain di bagian medialnya sepanjang 3/4 panjang korpora tersebut. Pada bagian posterior yaitu pada radix krura korpora kavernosa terpisah dan menempel pada permukaan bawah kedua ramus iskiopubis. Korpora kavernosa ini menonjol dari arkus pubis dan membentuk pars pendularis penis. Permukaan medial dari kedua korpora kavernosa menjadi satu membentuk suatu septum inkomplit yang dapat dilalui darah. Radix penis bulbospongiosum diliputi oleh otot bulbokavernosus sedangkan korpora kavernosa diliputi oleh otot iskhiokavernosus. Jaringan erektil yang diliputi oleh tunika albuginea tersebut terdiri dari ruang-ruang kavernus yang dapat berdistensi. Struktur ini dapat digambarkan sebagai trabekulasi otot polos yang di dalamnya terdapat suatu sistim ruangan yang saling berhubungan yang diliputi oleh lapisan endotel vaskular dan disebut sebagai sinusoid atau rongga lakunar. Pada keadaan lemas, di dalam korpora kavernosa terlihat sinusoid kecil, arteri dan arteriol yang berkonstriksi serta venula yang yang terbuka ke dalam vena emisaria. Pada keadaan ereksi, rongga sinusoid dalam keadaan distensi, arteri dan arteriol berdilatasi dan venula mengecil serta terjepit di antara dinding-dinding sinusoid dan tunika albuginea. Tunika albuginea ini pada keadaan ereksi menjadi lebih tipis. Glans penis tidak ditutupi oleh tunika albuginea sedangkan rongga sinusoid dalam korpus spongiosum lebih besar dan mengandung lebih sedikit otot polos dibandingkan korpus kavernosus. Penis dipersarafi oleh sistem persarafan otonom (parasimpatik dan simpatik) serta persarafan somatik (sensoris dan motoris). Serabut saraf parasimpatik yang menuju ke penis berasal dari neuron pada kolumna intermediolateral segmen kolumna vertebralis S2-S4. Saraf simpatik berasal dari kolumna vertebralis segmen T4L2 dan turun melalui pleksus preaortik ke pleksus hipogastrik, dan bergabung dengan cabang saraf parasimpatik membentuk nervus kavernosus, selanjutnya memasuki penis pada pangkalnya dan mempersarafi otot-otot polos trabekel. Saraf sensoris pada penis yang berasal dari reseptor sensoris pada kulit dan glans penis bersatu membentuk nervus dorsalis penis yang bergabung dengan saraf perineal lain membentuk nervus pudendus.

Kedua sistem persarafan ini (sentral/psikogenik dan periferal/ refleksogenik) secara tersendiri maupun secara bersama-sama dapat menimbulkan ereksi. Sumber pendarahan ke penis berasal dari arteri pudenda interna yang kemudian menjadi arteri penis komunis dan kemudian bercabang tiga menjadi arteri kavernosa (arteri penis profundus), arteri dorsalis penis dan arteri bulbouretralis. Arteri kavernosa memasuki korpora kavernosa dan membagi diri menjadi arteriol-arteriol helisin yang bentuknya seperti spiral bila penis dalam keadaan lemas. Dalam keadaan tersebut arteriol helisin pada korpora berkontraksi dan menahan aliran darah arteri ke dalam rongga lakunar. Sebaliknya dalam keadaan ereksi, arteriol helisin tersebut berelaksasi sehingga aliran darah arteri bertambah cepat dan mengisi rongga-rongga lakunar. Keadaan relaksasi atau kontraksi dari otot-otot polos trabekel dan arteriol menentukan penis dalam keadaan ereksi atau lemas. Selama ini dikenal adrenalin dan asetilkolin sebagai neurotransmiter pada sistem adrenergik dan kolinergik, tetapi pada korpora kavernosa ditemukan adanya neurotransmiter yang bukan adrenergik dan bukan pula kolinergik (non adrenergik non kolinergik = NANC) yang ternyata adalah nitric oxide/NO. NO ini merupakan mediator neural untuk relaksasi otot polos korpora kavernosa. NO menimbulkan relaksasi karena NO mengaktifkan enzim guanilat siklase yang akan mengkonversikan guanosine triphosphate (GTP) menjadi cyclic guanosine

monophosphate (cGMP). cGMP merangsang kalsium keluar dari otot polos korpora kavernosa, sehingga terjadi relaksasi. NO dilepaskan bila ada rangsangan seksual. cGMP dirombak oleh enzim phosphodiesterase (PDE) yang akan mengakhiri/ menurunkan kadar cGMP sehingga ereksi akan berakhir. PDE adalah enzim diesterase yang merombak cyclic adenosine monophosphate (cAMP) maupun cGMP menjadi AMP atau GMP. Ada beberapa isoform dari enzim ini, PDE 1 sampai PDE7. Masing-masing PDE ini berada pada organ yang berbeda. PDE5 banyak terdapat di korpora kavernosa.

2.4 Angka kejadian Diperkirakan pada 1995, terdapat lebih dari 152 juta pria di seluruh dunia yang menderita DE. Proyeksi pada 2025 menunjukkan prevalensi sekira 322 juta pria, artinya akan terjadi penambahan sebanyak 170 juta penderita DE dalam kurun waktu 30 tahun.

2.5 Manefestasi klinik Pada disfungsi ereksi, tanda-tandanya adalah sebagai berikut: 1. Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan ereksi secara berulang ( paling tidak selama 3 bulan ). 2. Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten 3. Ereksi hanya sesaat ( dalam referensi tidak disebutkan lamanya )

2.6 Pemeriksaan diagnostik 1 Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda hipogonadisme (termasuk testis kecil, ginekomasti dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut) memerlukan perhatian khusus. Pemeriksaan penis dan testis dikerjakan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan bawaaan atau induratio penis. Bila perlu dilakukan palpasi transrektal

dan USG transrektal. Tidak jarang ED disebabkan oleh penyakit prostat jinak ataupun prostat ganas atau prostatitis. Pemeriksaan rektum dengan jari (digital rectal examination), penilaian tonus sfingter ani, dan bulbo cavernosus reflek (kontraksi muskulus bulbokavernous pada perineum setelah penekanan glands penis) untuk menilai keutuhan dari sacral neural outflow. Nadi perifer dipalpasi untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit vaskuler. Dan untuk melihat komplikasi penyakit diabetes ( termasuk tekanan darah, ankle bracial index, dan nadi perifer ). 2 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis ED antara lain: kadar serum testosteron pagi hari (perlu diketahui, kadar ini sangat dipengaruhi oleh kadar luteinizing hormone). Pengukuran kadar glukosa dan lipid, hitung darah lengkap (complete blood count), dan tes fungsi ginjal. Sedangkan pengukuran vaskuler berdasarkan injeksi prostaglandin E1 pada corpora penis, duplex ultrasonography, biothesiometry, atau nocturnal penile tumescence tidak direkomendasikan pada praktek rutin/sehari-hari namun dapat sangat bermanfaat bila informasi tentang vascular supply diperlukan, misalnya, untuk menentukan tindakan bedah yang tepat.

2.7 Penatalaksanaan Medis Prinsip penatalaksanaan dari disfungsi seksual pada pria dan wanita adalah sebagai berikut:
1. Membuat diagnosa dari disfungsi seksual 2. Mencari etiologi dari disfungsi seksual tersebut 3. Pengobatan sesuai dengan etiologi disfungsi seksual 4. Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari pengobatan bedah dan

pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy, obat-obatan, alat bantu seks, serta pelatihan jasmani). Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah disfungsi seksual. Diantara yang paling sering terjadi adalah pasien tidak dapat mengutarakan masalahnya semua kepada dokter, serta perbedaan persepsi antara pasien dan dokter terhadap apa yang diceritakan pasien. Banyak pasien dengan disfungsi seksual membutuhkan konseling seksual dan terapi, tetapi hanya sedikit yang peduli. Oleh karena masalah

disfungsi seksual melibatkan kedua belah pihak yaitu pria dan wanita, dimana masalah disfungsi seksual pada pria dapat menimbulkan disfungsi seksual ataupun stres pada wanita, begitu juga sebaliknya, maka perlu dilakukan dual sex theraphy. Baik itu dilakukan sendiri oleh seorang dokter ataupun dua orang dokter dengan wawancara keluhan terpisah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi atau penanganan disfungsi seksual pada kenyataanya tidak mudah dilakukan, sehingga diperlukan diagnosa yang holistik untuk mengetahui secara tepat etiologi dari disfungsi seksual yang terjadi, sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat pula.

2.8 Penanganan dan pengobatan Penanganan disfungsi ereksi tentu harus disesuaikan dengan penyebabnya. Penangannan disfungsi ereksi melibatkan keikutsertaan pasangan suami-istri. Karena gaya hidup sangat berperan, maka modifikasi gaya hidup sangat berperan dalam penatalaksanaannya. Pria yang mengalami disfungsi ereksi harap mengurangi konsumsi rokok, menghindari kegemukan, dan meningkatkan aktivitas fisik. Kadang diperlukan terapi psikoseksual untuk mengatasi penyebab psikogenik seperti kecemasan dan depresi.

Berbagai jenis pengobatan yang tersedia untuk mengatasi masalah DE dapat dilihat pada tabel 1. Terdapat banyak cara yang digunakan untuk terapi DE, salah satunya adalah dengan obat oral yang mulai dipasarkan secara luas yaitu sildenafil. Obat ini hanya bekerja bilamana terdapat stimulasi seksual dan diminum satu jam sebelum aktifitas seksual dengan dosis antara 25 100mg. Sildenafil bekerja dengan menghambat kompetitif enzim PDE 5 yang banyak terdapat pada korpus kavernosus penis, sehingga menyebabkan relaksasi otot polos yang terdapat berlangsung lebih lama, dengan demikian ereksi juga akan berlangsung lebih lama. Masih banyak kontradiksi mengenai

penggunaan sildenafil dalam penatalaksanaan DE, dengan angka keberhasilannya sekitar 60-70 %. Pada penderita diabetes angka keberhasilan hanya sekitar 50 %. Kontraindikasi pemakaian sildenafil adalah pasien yang menggunakan preparat nitrat, adanya riwayat stroke, infark miokard, hipotensi, penyakit degeneratif retina dan obat yang membuat waktu paruh sildenafil menjadi lebih panjang.

Penanganan disfungsi ereksi dengan farmakologi dan bedah dibagi menjadi 3 lini terapi, yaitu: 1 Terapi lini pertama Terapi lini pertama yaitu memberi oral pada pasien. Untuk tahap ini, Badan Pengawasan Obat-obatan dan Makanan telah mengizinkan tiga jenis obat yang beredar di Indonesia, masing-masing dikenal dengan jenis obat a. Sildenafil (viagra), b. Tadalafil (Cialis) dan c. Vardenafil (Levitra).

Ketiga jenis obat ini merupakan obat untuk menghambat enzim Phosphodiesterase-5 (PDE-5), suatu enzim yang terdapat di organ penis dan berfungsi untuk menyelesaikan ereksi penis. Ketiga jenis obat ini memiliki kelebihan dan kekurangan : a. Sildenafil merupakan preparat erektogenik golongan PDE-5 yang pertama kali ditemukan. Mula kerja Sildenafil antara jam 1 jam. Sedangkan masa kerjanya berkisar 5-10 jam. Dari segi profilnya, Sildenafil tidak begitu selektif dalam menghambat PDE-5. karena, zat ini ternyata juga menghambat PDE-6, jenis enzim yang letaknya di mata. Kondisi ini menyebabkan penglihatan mata menjadi biru (blue vision). Obat ini juga tidak bisa diminum berbarengan dengan makanan karena absorsi (penyerapannya) akan terganggu jika lambung dalam kondisi penuh. b. Vandenafil, lebih selektif dalam menghambat PDE-5 mengingat dosisnya tergolong kecil yaitu antara 10mg-20mg. Mula kerjanya lebih cepat, 10 menit 1jam, dengan masa kerja 5-10 jam. Keunggulan Vandenafil adalah absorsinya tidak dipengaruhi oleh makanan. Jadi jika Anda ingin melakukan hubungan intim dengan istri setelah candle light dinner, boleh-boleh saja. Kelemahannya, akan terjadi vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah di hidung sehingga menyebabkan hidung tersumbat). Biasanya minum pertama akan menyebabkan pening. c. Tadalafil, masa kerjanya jauh lebih panjang yaitu 36 jam. Mula kerjanya sekitar 1 jam dan tidak dipengaruhi oleh makanan sehingga absorsinya tidak terganggu. Kekurangannya, obat ini juga menghambat PDE-11 enzim yang letaknya di pinggang sehingga jika mengkonsumsi ini, si pria akan mengalami rasa sakit di pinggang. Sedangkan farmakologi topikal dapat digunakan pada penderita yang tidak dapat mengkonsumsi obat penghambat PDE 5. Obat topikal dioleskan pada kulit batang penis dan glans penis. Beberapa agen yang biasa digunakan adalah solusio minoksidil, nitrogliserin dan gel papaverin. Sementara penggunaan VCD bertujuan untuk memperbesar penis secara pasif yang kemudian cincin pengikat pada pangkal penis akan mempertahankan darah dalam penis. Namun penggunaan VCD ini dapat menimbulkan efek samping berupa nyeri, sulit ejakulasi, perdarahan bawah kulit (petekie) dan baal. 2 Terapi lini kedua Pada terapi lini keduan yang terdiri dari suntikan intravernosa dan pemberian alprostadil melalui uretra. Terapi suntikan intrakarvenosa yang digunakan adalah penghambat adrenoreseptor dan prostaglandin. Prinsip kerja obat ini adalah dapat menyebabkan relakasasi otot polos pembuluh darah dan karvenosa yang dapat menyebabkan ereksi.

melakukan penyuntikan secara entrakavernosa dan pengobatan secara inraurethra yang memasukkan gel ke dalam lubang kencing. Pasien dapat melakukan sendiri cara ini setelah dilatih oleh dokter. 3 Terapi lini ketiga Terapi lini ketiga yaitu implantasi prosthesis pada penis. Tindakan ini dipertimbangkan pada kasus gagal terapi medikamentosa atau pada pasien yang menginginkan solusi permanen untuk masalah disfungsi ereksi. Terdapat 2 tipe prosthesis yaitu semirigid dan inflatable. Tindakan ini sudah banyak dilakukan di luar negeri namun di Indonesia belum ada

2.9 Cara Mencegah Disfungsi Ereksi Seiring perubahan waktu dan gaya hidup, kemampuan pria berereksi memang akan berkurang, dan ini sulit untuk dihindarkan. Tapi, bukan berarti Anda harus pasrah pada keadaan. Ada beberapa langkah yang dapat Anda lakukan agar masalah DE bisa teratasi dan Anda mampu mempertahankan ereksi Anda terhadap pasangan. Berikut delapan langkah mudah untuk mempertahankannya: 1 Hindari Nikotin Berdasarkan studi yang dilakukan universitas di Kentucky, para ahli menemukan fakta ketika pria ditanya mengenai tingkat kehidupan seksualnya dalam kisaran 1-10, kebanyakan pria perokok menjawab dengan angka 5 sementara pria tanpa rokok menjawab dengan angka 9. Rokok adalah penyebab DE, selain membahayakan pembuluh darah, merokok juga menyebabkan kerusakan pada Mr Dick seperti kurangnya elastisitas dan menghambat pelebaran fungsi pembuluh darah Mr Dick. 2 Vasektomi Tindakan vasektomi adalah upaya mengontrol kehamilan. Beberapa pria biasanya mengalami kegelisahan dan ketakutan akan perasaan tak mampu lagi membuahi, karena tingkat efektivitas vasektomi 99,9%, artinya kemungkinan kehamilan sangat kecil. Menurut Karen Donahey, Ph.D., Director Sex and Marital Therapy Program dari Northwestern University, kegelisahan semacam ini kadang mempengaruhi gangguan fungsi ereksi dan merusak mood berhubungan seksual. Jadi pertimbangkan baik-baik pilihan KB yang satu ini.

Stop Stres & Perasaan Bersalah Beberapa pria yang menjalani affair mengalami gangguan ereksi. Kemungkinan ini terjadi karena faktor psikis, semacam perasaan bersalah dan kecemasan banyak mempengaruhi. Jadi, jika Anda ingin fungsi ereksi kembali normal, sebaiknya hindari affair.

Bakar Lemak Perut Lebih dari 50% pria dengan diabetes mengalami gangguan ereksi. Menjaga berat ideal dan menyingkirkan lemak jahat pada perut adalah cara terbaik menghindari diabetes. Tapi jika sudah terlanjur tetap kontrol kadar gula darah Anda.

Hindari Benturan Benda Keras Perkiraan para ahli, lebih dari tiga pria dengan gangguan fungsi ereksi mengalami penile trauma. Jadi, berhati-hatilah saat melakukan aktivitas seksual dengan posisi women on top, atau melakukan olahraga dengan peralatan keras.

Mulailah Kebiasaan Berjalan Kaki Berdasarkan hasil penelitian, pria yang rajin berjalan kaki meski hanya sekitar tiga kilometer sehari hanya mengalami setengah dari gangguan ereksi dibanding pria yang terbiasa duduk dan bergantung pada alat transportasi. Menurut urolog dari Chicagos Rush-Presbyterian Medical Center, Laurence Levine, M.D., saluran darah pada Mr Dick adalah organ biologis aktif, artinya semakin banyak Anda bergerak, latihan, dan berolahraga, maka pembuluh darah akan semakin fleksibel dan fungsi ereksi akan semakin bekerja maksimal.

Menguap Tanpa Anda Sadari Menguap dan ereksi adalah dua kejadian yang dipengaruhi proses kimia yang disebut nitric oxide. Senyawa kimia ini diproduksi di otak dan disalurkan melalui neuron yang mengendalikan proses pernafasan dan menguap, serta melebarkan pembuluh darah penis dan menyebabkan ereksi. Kadang hal ini terjadi bersamaan. Tidak mengherankan jika saat Anda menguap lebar kadang dilanjutkan dengan ereksi. Ini bukan berarti Anda harus melakukan foreplay dengan mulut ternganga lebar, tapi sesekali membiarkan mulut menguap lebar bisa membantu menyehatkan fungsi ereksi Anda agar tetap optimal.

Tidur Sehabis Hubungan Seksual Bisa dimengerti kenapa mata terasa berat usai hubungan seksual, meski sesungguhnya Anda tak menginginkannya. Tapi tidak demikian dengan fungsi seksual tubuh Anda.

Tanpa disadari, di saat Anda tertidur, Mr Dick penis beberapa kali mengalami ereksi. Menurut Dr Goldstein, ereksi yang Anda alami antara pukul 3-5 pagi hari saat Anda tertidur adalah fenomena alami yang berfungsi mempertahankan kekuatan ereksi. Secara teori ereksi di pagi hari terjadi karena tubuh mengalirkan darah yang mengandung banyak oksigen ke arah Mr Dick.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Disfungsi Ereksi adalah salah satu penyakit sexsual pada pria yaitu,

ketidakmampuan untuk mencapai atau menjaga ereksi tetap pada waktu penentrasi.

DAFTAR PUSTAKA

Boolell M, Gepi-Attee S, Gingel JC, Allen MJ. Sildenafil : a novel effective oral therapy for male erectile dysfucntion. Br J Urol 1996;78:257-61.

Feldman HA, Goldstein I, Hatzichrictou DG, Krane RJ, McKinley JB. Impotence and its medical and psychosocial correlates : results of the Massachusetts male aging study. J Urol 1994;151:54-61. Garbett R. New generation ED treatment in pipeline. Asian Medical News 2000;22:5. Henwood J. Sildenafil for erectile dysfunction. Medical Progress 1999;26:37-9.

Shah PK, Schwartz I, Mc Carthy D, Saldana MJ, Villaran C, Alholel B. et al. Sildenafil in the treatment of erectile dysfunction. N Engl J Med 1998;339:699-702. Taher A, Karakata S, Adimoelya A, Pangkahila W, Kakiailatu F. Penatalaksanaan disfungsi ereksi. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan;10 Juli 1999;Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.

http://srirahayumanjja.blogspot.com/2013/04/makalah-impotensi_28.html

You might also like