Professional Documents
Culture Documents
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang1 Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering dilakukan dalam sejarah operasi. Kontroversi mengenai tonsilektomi dilaporkan lebih banyak bila dibandingkan dengan prosedur operasi manapun. Konsensus umum yang beredar sekarang menyatakan bahwa tonsilektomi telah dilakukan dalam jumlah yang tidak tepat (seharusnya) pada anak-anak pada tahun-tahun yang lalu. Besarnya jumlah ini karena keyakinan para dokter dan orangtua tentang keuntungan tonsilektomi dan bukan berdasarkan bukti ilmiah atau studi klinis. Pada dekade terakhir, tonsilektomi tidak hanya dilakukan untuk tonsilitis berulang, namun juga untuk berbagai kondisi yang lebih luas termasuk kesulitan makan, kegagalan penambahan berat badan, overbite, tounge thrust, halitosis, mendengkur, gangguan bi ara dan enuresis. !aat ini walau jumlah operasi tonsilektomi telah mengalami penurunan bermakna, namun masih menjadi operasi yang paling sering dilakukan. Pengeluaran pelayanan medik untuk prosedur ini diperkirakan adalah setengah triliun dolar pertahun. Pada pertengahan abad yang lalu, mulai terdapat pergeseran dari hampir tidak adanya kriteria yang jelas untuk melakukan tonsilektomi menuju kriteria yang lebih tegas dan jelas. !elama ini telah dikembangkan berbagai studi untuk menyusun indikasi "ormal yang ternyata menghasilkan perseteruan berbagai pihak terkait. #alam penyusunannya ditemukan kesulitan untuk memprediksi kemungkinan in"eksi di kemudian hari sehingga dianjurkan terapi dilakukan dengan pendekatan personal dan tidak berdasarkan peraturan yang kaku. $merican Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery telah mengeluarkan rekomendasi resmi mengenai tindakan tonsilektomi yang merupakan kesepakatan para ahli. !aat ini, selain hasil analisa klinis, isu di bidang ekonomi mulai mun ul dalam pertimbangan pemilihan suatu tindakan, karena mulai mun ulnya aturan yang ketat dalam pembayaran pelayanan kesehatan oleh pembayar pihak ketiga. Pembayar pihak ketiga mensyaratkan adanya indikasi yang jelas dan terdokumentasi sebelum suatu prosedur dilakukan. !elain itu, beberapa pembayar pihak ketiga juga mensyaratkan adanya second opinion. %alaupun "enomena ini tidak membatalkan operasi yang telah disepakati pasien (orangtua) dan dokter, namun ternyata dapat membantu dalam proses seleksi operasi tonsilektomi sehingga benar-benar dilakukan untuk kandidat yang tepat. Tonsilektomi telah dilakukan oleh dokter T&T, dokter bedah umum, dokter umum dan dokter keluarga selama lebih dari '( tahun terakhir. )amun, dalam *( tahun terakhir, kebutuhan akan adanya standarisasi teknik operasi menyebabkan pergeseran pola praktek operasi tonsilektomi. !aat ini di $merika !erikat tonsilektomi se ara ekslusi" dilakukan oleh dokter T&T. Tingkat komplikasi, seperti perdarahan pas aoperasi berkisar antara (,+-,,+- dari jumlah kasus. Kematian pada operasi sangat jarang. Kematian dapat terjadi akibat komplikasi bedah maupun anestesi. Tantangan terbesar selain operasinya sendiri adalah pengambilan keputusan dan teknik yang dilakukan dalam pelaksanaannya. B. Permasalahan #alam praktek sehari-hari, terdapat beberapa masalah utama seputar tonsilektomi, yaitu penentuan indikasi tonsilektomi baik bagi anak maupun dewasa dan belum adanya koordinasi antara masing-masing abang ilmu kedokteran spesialis dalam hal ini. !elain itu, ditinjau dari segi keamanan, hingga kini belum ada a uan mengenai teknik terpilih dalam melakukan tindakan tonsilektomi. C. Tujuan
1. Tujuan Umum Terwujudnya kajian ilmiah sebagai dasar kebijakan penerapan teknologi tonsilektomi di .ndonesia. 2. Tujuan Khusus /engkaji dan menyeragamkan penentuan indikasi operasi tonsiloadenoidektomi berdasarkan bukti ilmu kedokteran yang mutakhir dan sahih ( Evidence Based edicine). /ensosialisasikan indikasi-indikasi tersebut kepada seluruh dokter T&T di .ndonesia agar dapat dilaksanakan dengan tetap mempertimbangkan imbang 0/an"aat dan 1isiko2. /engkaji dan menentukan standarisasi teknik operasi tonsiloadenoidektomi yang aman, e"ekti" dan e"isien, serta dapat dikerjakan di .ndonesia.
makalah ilmiah yang didapat dinilai berdasarkan evidence based medicine, ditentukan hierarchy of evidence dan derajat rekomendasi. Hierarchy of evidence dan derajat rekomendasi diklasi"ikasikan berdasarkan de"inisi dari Scottish 'ntercollegiate &uidelines Net$ork, sesuai dengan de"inisi yang dinyatakan oleh *S Agency for Health "are !olicy and +esearch.
Hierarchy of evidence3 .a. eta-analysis of randomised controlled trials. .b. /inimal satu randomised controlled trials. ..a. /inimal penelitian non-randomised controlled trials. ..b. "ohort dan "ase control studies ...a. "ross-sectional studies ...b. "ase series dan case report .8. Konsensus dan pendapat ahli
9in in waldeyer merupakan jaringan lim"oid yang mengelilingi "aring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil "aringeal (adenoid). :nsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus lim"oid lateral "aring dan kelenjar-kelenjar lim"oid yang tersebar dalam "osa 1osenmuller, di bawah mukosa dinding posterior "aring dan dekat ori"isium tuba eusta hius. a. ns&l Palat&na Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan lim"oid yang terletak di dalam "osa tonsil pada kedua sudut oro"aring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palato"aringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 4-' m, masing-masing tonsil mempunyai +(-*( kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh "osa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai "osa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral oro"aring. #ibatasi oleh3 >ateral? m. konstriktor "aring superior $nterior ? m. palatoglosus Posterior ? m. palato"aringeus !uperior ? palatum mole .n"erior ? tonsil lingual !e ara mikroskopik tonsil terdiri atas * komponen yaitu jaringan ikat, "olikel germinativum (merupakan sel lim"oid) dan jaringan inter"olikel (terdiri dari jaringan lin"oid). *%sa T%ns&l ;osa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot oro"aring, yaitu batas anterior adalah otot T%
palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor "aring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas men apai palatum mole, tuba eusta hius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral eso"agus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral "aring. Ka"sul T%ns&l Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut kapsul. %alaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 6@' bagian tonsil. Pl&ka Tr&angular&s #iantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. !erabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah. Pen#arahan Tonsil mendapat pendarahan dari abang- abang $. karotis eksterna, yaitu +) $. maksilaris eksterna ($. "asialis) dengan abangnya $. tonsilaris dan $. palatina asendenA 4) $. maksilaris interna dengan abangnya $. palatina desendenA *) $. lingualis dengan abangnya $. lingualis dorsalA 6) $. "aringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh $. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh $. palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh $. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh $. "aringeal asenden dan $. palatina desenden. 8ena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari "aring. $liran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus "aringeal. Al&ran getah )en&ng $liran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal pro"unda ( deep ,ugular node) bagian superior di bawah /. !ternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil
hanya mempunyai pembuluh getah bening e"eran sedangkan pembuluh getah bening a"eren tidak ada. Persara(an Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut sara" ke 8 melalui ganglion s"enopalatina dan bagian bawah dari sara" gloso"aringeus. Imun%l%g& T%ns&l Tonsil merupakan jaringan lim"oid yang mengandung sel lim"osit, (,+-(,4- dari keseluruhan lim"osit tubuh pada orang dewasa. Proporsi lim"osit B dan T pada tonsil adalah '(-3'(-, sedangkan di darah ''-='-3+'-*(-. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel / (sel membran), makro"ag, sel dendrit dan $P9s ( antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel lim"osit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesi"ik. Buga terdapat sel lim"osit B, lim"osit T, sel plasma dan sel pembawa .gC. Tonsil merupakan organ lim"atik sekunder yang diperlukan untuk di"erensiasi dan proli"erasi lim"osit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 4 "ungsi utama yaitu +) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan e"ekti"A 4) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel lim"osit T dengan antigen spesi"ik. ). ns&l *ar&ngeal +A#en%&#, $denoid merupakan masa lim"oid yang berlobus dan terdiri dari jaringan lim"oid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. >obus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah eruk dengan elah atau kantong diantaranya. >obus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa "aringeus. $denoid tidak mempunyai kriptus. $denoid terletak di dinding belakang naso"aring. Baringan adenoid di naso"aring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke "osa 1osenmuller dan ori"isium tuba eusta hius. :kuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan men apai ukuran maksimal antara usia *-= tahun kemudian akan mengalami regresi. D. In#&kas& T%ns&lekt%m& T%
.ndikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relati" dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat
ini. #ulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. !aat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertro"i tonsil.5 :ntuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). )amun, indikasi relati" tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. !ebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.+* +. In#&kas& A)s%lut-. ($$7) a. Pembengkak an tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, dis"agia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner b. $bses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase . Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi 4. &kas& $elat&(-. ($$7, a. Terjadi * episode atau lebih in"eksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat b. &alitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis . Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik Dlaktamase resisten Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Euinsy), tonsilektomi dapat dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses., !aat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. #ugaan keganasan dan obstruksi saluran na"as merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena in"eksi kronik. $kan tetapi semua bentuk tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat sederhana seperti halitosis, debris kriptus dari tonsil (0cryptic tonsillitis2) dan pada keadaan yang lebih berat dapat timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak di In#
tenggorok yang menetap. .ndikasi tonsilektomi mungkin dapat berdasarkan terdapat dan beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk tonsilektomi karena gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun tidak mengan am nyawa.+' K%ntra&n#&kas& Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang 0man"aat dan risiko2. Keadaan tersebut adalah3, +. Cangguan perdarahan 4. 1isiko anestesi yang besar atau penyakit berat *. $nemia 6. .n"eksi akut yang berat E. Pers&a"an Pra%"eras&-/0ga)ungan 1. Pen&la&an Pra%"eras& Keputusan untuk melakukan operasi tonsilektomi pada seorang pasien terletak di tangan dokter ahli di bidang ini, yaitu dokter spesialis telinga, hidung dan tenggorok atau dokter yang bertanggungjawab bila dalam keadaan tertentu tidak ada dokter spesialis T&T. /engingat tonsilektomi umumnya dilakukan di bawah anestesi umum, maka kondisi kesehatan pasien terlebih dahulu harus dievaluasi untuk menyatakan kelayakannya menjalani operasi tersebut. Karena sebagian besar pasien yang menjalani tonsilektomi adalah anak-anak dan sisanya orang dewasa, diperlukan keterlibatan dan kerjasama dokter umum, dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam untuk memberikan penilaian preoperasi terhadap pasien. #alam beberapa literatur disebutkan bahwa konsultasi kepada dokter spesialis anak maupun penyakit dalam hanya dilakukan untuk kondisi tertentu oleh dokter spesialis T&T atau anestesi. /isalnya anak dengan malnutrisi, kelainan metabolik atau penyakit tertentu yang dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas selama dan pas aoperasi. Konsultasi ini dapat dilakukan baik oleh dokter spesialis T&T maupun spesialis anestesi.
Penilaian preoperasi pada pasien rawat jalan dapat mengurangi lama perawatan di rumah sakit dan meminimalkan pembatalan atau penundaan operasi (American -amily !hysician). Penilaian preoperasi se ara umum terdiri dari penilaian klinis yang diperoleh dari anamsesis, rekam medik dan pemeriksaan "isik. Penilaian laboratoris dan radiologik kadang dibutuhkan. !ampai saat ini masih terdapat perbedaan baik di kalangan klinisi maupun institusi pelayanan kesehatan dalam memilih pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan se ara rutin atau atas indikasi tertentu. &al ini memiliki dampak pada keselamatan pasien selain meningkatnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan pasien, pemerintah atau pihak ketiga. ). Anamnes&s #an $ekam Me#&k
1iwayat kesehatan. $danya penyulit seperti asma, alergi, epilepsi, kelainan maksilo"asial pada anak dan pada orang dewasa asma, kelainan paru, diabetes melitus, hipertensi, epilepsi, dll. $;P3 riwayat kelahiran (trauma lahir, berat dan usia kelahiran), imunisasi, in"eksi terakhir terutama in"eksi saluran napas khususnya pneumonia, Penyakit kronik terutama paru-paru dan jantung, kelainan anatomi, obat yang sedang dan pernah digunakan beserta dosisnya. 1iwayat operasi terdahulu dan riwayat anestesi 1. Pemer&ksaan *&s&k Keadaan umum !tatus giFi3 malnutrisi Penilaian jantung dan paru3 peningkatan tekanan darah, murmur pada jantung, tanda-tanda gagal jantung kongesti" dan penyakit paru obstrukti" menahun. Perlu perhatian khusus terutama bagi dokter spesialis T&T untuk pasien dengan penyulit berupa kelainan anatomis, kelainan kongenital di daerah oro"aring dan kelainan "ungsional. Pada pasien ini, kelainan yang telah ada dapat menyulitkan proses operasi. !elain itu penting untuk mendokumentasikan semua temuan pemeriksaan "isik dalam rekam medik. Pemer&ksaan Penunjang12
#.
Berdasarkan hasil kajian &T$ .ndonesia 4((* tentang persiapan rutin prabedah elekti", maka pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan untuk tonsilektomi adalah sebagai berikut3 1) Pemeriksaan darah tepi3 &b, &t, leukosit, hitung jenis, trombosit 2) Pemeriksaan hemostasis3 BT@9T, PT@$PTT Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan atas indikasi. (lihat tabel +) TABEL 1. PE$'IAPAN P$ABEDAH ELEKTI*12
PE$'IAPAN 7a8a)an #arah tepi G$ ANAK +341/ tahun, $ek%men#as& Pemeriksaan darah tepi lengkap rutin (&b, &t, leukosit, hitung jenis, trombosit) dilakukan pada anak usiaH' tahun, sedangkan untuk anak usia I ' tahun pemeriksaan darah tepi dilakukan atas indikasi, yaitu pasien yang diperkirakan menderita anemia de"isiensi, pasien dengan penyakit jantung, ginjal, saluran napas atau in"eksi . Pemeriksaan kimia darah dilakukan bila terdapat risiko kelainan ginjal, hati, endokrin, terapi perioperati", dan pemakaian obat alternati". Pemeriksaan hemostasis dilakukan pada pasien dengan riwayat atau kondisi klinis mengarah pada kelainan koagulasi, akan menjalani operasi yang dapat menimbulkan gangguan koagulasi (seperti cardiopulmonary bypass), ketika dibutuhkan hemostasis yang adekuat (seperti tonsilektomi), dan 7a8a)an DE5A'A +61/ tahun, $ek%men#as& Pemeriksaan darah tepi lengkap dilakukan pada pasien dengan penyakit hati, riwayat anemia, perdarahan dan kelainan darah lainnya, serta tergantung tipe dan derajat invasi" prosedur operasi.
T.#$K
T.#$K
&emostatis T.#$K
T.#$K
Pemeriksaan kimia darah rutin hanya dilakukan pada pasien usia lanjut, adanya kelainan endokrin, kelainan "ungsi ginjal dan hati, pemakaian obat tertentu atau pengobatan alternati". Pemeriksaan hemostasis dilakukan pada pasien yang memiliki riwayat kelainan koagulasi, atau riwayat terbaru yang mengarah pada kelainan koagulasi, atau sedang memakai obat antikoagulan, pasien yang memerlukan antikoagulan
kemungkinan perdarahan pas abedah (seperti operasi sara"). PE$'IAPAN 7a8a)an :rinalisis T.#$K ANAK +341/ tahun, $ek%men#as& Pemeriksaan urin rutin dilakukan pada operasi yang melibatkan manipulasi saluran kemih dan pasien dengan gejala in"eksi saluran kemih. Pemeriksaan "oto toraks rutin prabedah tidak perlu dilakukan. 7a8a)an
pas abedah, pasien yang memiliki kelainan hati dan ginjal. DE5A'A +61/ tahun, $ek%men#as& Pemeriksaan urin rutin dilakukan pada operasi yang melibatkan manipulasi saluran kemih dan pasien dengan gejala in"eksi saluran kemih. Pemeriksaan "oto toraks dilakukan pada pasien usia di atas <( tahun, pasien dengan tanda dan gejala penyakit kardiopulmonal, in"eksi saluran napas akut, riwayat merokok. Pemeriksaan JKC dilakukan pada pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, nyeri dada, gagal jantung kongesti", riwayat merokok, penyakit vaskular peri"er, dan obesitas, yang tidak memiliki hasil JKC dalam + tahun terakhir tanpa memperhatikan usia. !elain itu JKC juga dilakukan pada pasien dengan gejala kardiovaskular periodik atau tanda dan gejala penyakit jantung tidak stabil (unstable), dan semua pasien berusia usia K6( tahun. Pemeriksaan spirometri dilakukan pada pasien dengan riwayat merokok atau dispnea yang akan menjalani operasi pintasan (bypass) koroner atau abdomen bagian atasA pasien dengan dispnea tanpa sebab atau gejala paru yang akan menjalani operasi leher dan kepala, ortopedi, atau abdomen bawahA semua pasien yang akan menjalani reseksi paru dan semua pasien usia lanjut. >ihat tabel 4
T.#$K
T.#$K
JKC T.#$K
Puasa G$
>ihat tabel 4 G$
e.
Informed consent8
(.
Pers&a"an "ra%"eras&12
'nformed consent perlu diberikan kepada pasien sehubungan dengan risiko dan komplikasi yang potensial akan dialami pasien.
Puasa harus dilakukan sebelum operasi dilakukan. >ama puasa dapat dilihat pada tabel 4, berdasarkan umur pasien.
2.
Pen&la&an Praanestes&a
Penilaian preanestesia (preanesthesia evaluation) merupakan proses evaluasi@penilaian klinis yang dilakukan sebelum melaksanakan pelayanan anestesi baik untuk prosedur bedah maupun nonbedah. Penilaian preanestesi ini merupakan tanggung jawab dokter ahli anestesia dan terdiri dari3 +, a. Anamnes&s #an E9aluas& rekam me#&k /engetahui keadaan kesehatan pasien akan sangat berman"aat dalam mengetahui riwayat kesehatan dan penyakit yang pernah atau sedang diderita pasien. Terutama adanya in"eksi saluran pernapasan atas yang dapat mengganggu manajemen anestesi. !ehingga dapat dilakukan pelayanan anestesi yang baik dan persiapan untuk mengantisipasi kemungkinan komplikasi yang mungkin akan dihadapi dokter anestesi yang bersangkutan. Beberapa studi menyatakan bahwa terdapat kondisi-kondisi tertentu yang didapatkan dengan anamnesis disamping data dari rekam medik. a. Pemer&ksaan (&s&k alampatti untuk feasibility intubasi , evaluasi paru-
Pemeriksaan "isik minimum3 evaluasi jalan napas, test paru, jantung dan atatan mengenai tanda vital pasien.
Tes yang dilakukan sebelum operasi terdiri dari tes rutin dan tes yang dilakukan atas dasar indikasi tertentu. *. Tekn&k "eras& T%ns&lekt%m&
Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada abad + /asehi oleh 9ornelius 9elsus di 1oma dengan menggunakan jari tangan. 5,+5 !elama bertahun-tahun, berbagai teknik dan instrumen untuk tonsilektomi telah dikembangkan. !ampai saat ini teknik tonsilektomi yang optimal dengan morbiditas yang rendah masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak seperti kebanyakan operasi dimana luka sembuh per primam, penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam.+5 #iskusi terkini dalam memilih jenis teknik operasi di"okuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperati" dan pas aoperati" serta durasi operasi. +5 !elain itu juga ditentukan oleh kemampuan dan pengalaman ahli bedah serta ketersediaan teknologi yang mendukung. 4( Beberapa teknik dan peralatan baru ditemukan dan dikembangkan di samping teknik tonsilektomi standar. 5 #i .ndonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Cuillotine dan diseksi. 1. !u&ll%t&ne Tonsilektomi ara guillotine dikerjakan se ara luas sejak akhir abad ke +5, dan dikenal sebagai teknik yang epat dan praktis untuk mengangkat tonsil. )amun tidak ada literatur yang menyebutkan kapan tepatnya metode ini mulai dikerjakan. Tonsilotom modern atau guillotine dan berbagai modi"ikasinya merupakan pengembangan dari sebuah alat yang dinamakan uvulotome. :vulotome merupakan alat yang diran ang untuk memotong uvula yang edematosa atau elongasi. ' >aporan operasi tonsilektomi pertama dilakukan oleh 9el us pada abad ke-+, kemudian $lbu assis di 9ordova membuat sebuah buku yang mengulas mengenai operasi dan pengobatan se ara lengkap dengan teknik tonsilektomi yang menggunakan pisau seperti guillotine. Creen"ield !luder pada sekitar akhir abad ke+5 dan awal abad ke-4( merupakan seorang ahli yang sangat merekomendasikan teknik Cuillotine dalam tonsilektomi. Beliau mempopulerkan alat !luder yang merupakan modi"ikasi alat Cuillotin. ' &ingga kini, di :K tonsilektomi ara guillotine masih banyak digunakan. &ingga dikatakan bahwa teknik Cuillotine merupakan teknik tonsilketomi tertua yang masih aman untuk digunakan hingga sekarang. )egaranegara maju sudah jarang yang melakukan ara ini, namun di beberapa rumah sakit masih tetap dikerjakan. #i .ndonesia, terutama di daerah masih laFim dilkukan ara ini dibandingkan ara diseksi. '
Kepustakaan lama menyebutkan beberapa keuntungan teknik ini yaitu epat, komplikasi anestesi ke il, biaya ke il.4+ 2. D&seks& Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. &anya sedikit ahli T&T yang se ara rutin melakukan tonsilektomi dengan teknik !luder. 44 #i negara-negara Barat, terutama sejak para pakar bedah mengenal anestesi umum dengan endotrakeal pada posisi 1ose yang mempergunakan alat pembuka mulut #avis, mereka lebih banyak mengerjakan tonsilektomi dengan ara diseksi. 9ara ini juga banyak digunakan pada pasien anak.L++ %alaupun telah ada modi"ikasi teknik dan penemuan peralatan dengan desain yang lebih baik untuk tonsilektomi, prinsip dasar teknik tonsilektomi tidak berubah. Pasien menjalani anestesi umum ( general endotracheal anesthesia). Teknik operasi meliputi3 memegang tonsil, membawanya ke garis tengah, insisi membran mukosa, men ari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari "ossa dengan manipulasi hati-hati. >alu dilakukan hemostasis dengan elektokauter atau ikatan. !elanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut dengan salin.5 Bagian penting selama tindakan adalah memposisikan pasien dengan benar dengan mouth gag pada tempatnya. >ampu kepala digunakan oleh ahli bedah dan harus diposisikan serta di ek "ungsinya sebelum tindakan dimulai. /outh gag diselipkan dan bilah diposisikan sehingga pipa endotrakeal ter"iksasi aman diantara lidah dan bilah. outh gag paling baik ditempatkan dengan ara membuka mulut menggunakan jempol dan 4 jari pertama tangan kiri, untuk mempertahankan pipa endotrakeal tetap di garis tengah lidah. outh gag diselipkan dan didorong ke in"erior dengan hati-hati agar ujung bilah tidak mengenai palatum superior sampai tonsil karena dapat menyebabkan perdarahan. !aat bilah telah berada diposisinya dan pipa endotrakeal dan lidah di tengah, $ire bail untuk gigi atas dikaitkan ke gigi dan mouth gag dibuka. Tindakan ini harus dilakukan dengan visualisasi langsung untuk menghindarkan kerusakan mukosa oro"aringeal akibat ujung bilah. !etelah mouth gag dibuka dilakukan pemeriksaan se ara hati-hati untuk mengetahui apakah pipa endotrakeal terlindungi adekuat, bibir tidak terjepit, sebagian besar dasar lidah ditutupi oleh bilah dan kutub superior dan in"erior tonsil terlihat. Kepala di ekstensikan dan mouth gag dielevasikan. !ebelum memulai operasi, harus dilakukan inspeksi tonsil, "osa tonsilar dan palatum durum dan molle. + outh gag yang dipakai sebaiknya dengan bilah yang mempunyai alur garis tengah untuk tempat pipa endotrakeal (ring blade). Bilah mouth gag tersedia dalam beberapa ukuran. $nak dan dewasa (khususnya wanita) menggunakan bilah no. * dan laki-laki dewasa memerlukan bilah no. 6. Bilah no. 4 jarang digunakan ke uali pada anak yang ke il. .ntubasi nasal trakea lebih tepat dilakukan dan sering digunakan oleh banyak ahli bedah bila tidak dilakukan adenoidektomi.+ Berbagai teknik diseksi baru telah ditemukan dan dikembangkan disamping teknik diseksi standar, yaitu3 1. Electrosurgery +Be#ah l&str&k,23
$walnya, bedah listrik tidak bisa digunakan bersama anestesi umum, karena mudah memi u terjadinya ledakan. )amun, dengan makin berkembangnya Fat anestetik yang nonflammable dan perbaikan peralatan operasi, maka penggunaan teknik bedah listrik makin meluas. Pada bedah listrik trans"er energi berupa radiasi elektromagnetik (energi radio"rekuensi) untuk menghasilkan e"ek pada jaringan. ;rekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada (.+ hingga 6 /&F. Penggunaan gelombang pada "rekuensi ini men egah terjadinya gangguan konduksi sara" atau jantung. Pada teknik ini elektroda tidak menjadi panas, panas dalam jaringan terbentuk karena adanya aliran baru yang dibuat dari teknik ini. Teknik ini menggunakan listrik 4 arah ($9) dan pasien termasuk dalam jalur listrik (ele tri al pathway). Teknik bedah listrik yang paling paling umum adalah monopolar blade, monopolar su tion, bipolar dan prosedur dengan bantuan mikroskop. Tenaga listrik dipasang pada kisaran +( sampai 6( % untuk memotong, menyatukan atau untuk koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-satunya teknik yang dapat melakukan tindakan memotong dan hemostase dalam satu prosedur. #apat pula digunakan sebagai tambahan pada prosedur operasi lain. 2. $a#&%(rekuens&2:
Pada teknik radio"rekuensi, elektroda disisipkan langsung ke jaringan. #ensitas baru di sekitar ujung elektroda ukup tinggi untuk membuat kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. !elama periode 6-< minggu, daerah jaringan yang rusak menge il dan total volume jaringan berkurang. Pengurangan jaringan juga dapat terjadi bila energi radio"rekuensi diberikan pada medium penghantar seperti larutan salin. Partikel yang terionisasi pada daerah ini dapat menerima ukup energi untuk meme ah ikatan kimia di jaringan. Karena proses ini terjadi pada suhu rendah (6( (9-=((9), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak. $lat radio"rekuensi yang paling banyak tersedia yaitu alat Bovie, Jlmed !urgitron system (bekerja pada "rekuensi *,, /&F), the !omnus somnoplasty system (bekerja pada 6<( k&F), the $rthro9are oblation system dan $rgon plasma oagulators. #engan alat ini, jaringan tonsil dapat dibuang seluruhnya, ablasi sebagian atau berkurang volumenya. Penggunaan teknik radio"rekuensi dapat menurunkan morbiditas tonsilektomi. )amun masih diperlukan studi yang lebih besar dengan desain yang baik untuk mengevaluasi keuntungan dan analisa biaya dari teknik ini. ;. 'kal"el harm%n&k2<
!kalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasikan jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. Teknik ini menggunakan suhu yang lebih rendah dibandingkan elektrokauter dan laser. #engan elektrokauter atau laser, pemotongan dan koagulasi terjadi bila temperatur sel ukup tinggi untuk tekanan gas dapat meme ah sel tersebut (biasanya +'( (9-6(((9), sedangkan dengan skalpel harmonik temperatur disebabkan oleh "riksi jauh lebih rendah (biasanya '( (9 -+(((9). !istim skalpel harmonik terdiri atas generator ++( 8olt, handpiece dengan kabel penyambung, pisau bedah dan pedal kaki. $latnya memiliki 4 mekanisme memotong yaitu oleh pisau tajam yang bergetar dengan "rekuensi '',' k&F sejauh lebih dari ,( Mm (paling penting), dan hasil dari pergerakan maju mundur yang epat dari ujung pemotong saat kontak dengan jaringan yang menyebabkan peningkatan dan penurunan tekanan jaringan internal, sehingga menyebabkan "ragmentasi berongga dan pemisahan jaringan. Koagulasi mun ul ketika energi mekanik ditrans"er kejaringan, meme ah ikatan hidrogen tersier menjadi protein denaturasi dan melalui pembentukan panas dari "riksi jaringan internal akibat vibrasi "rekuensi tinggi. !kalpel harmonik memiliki beberapa keuntungan dibanding teknik bedah lain, yaitu3 #ibandingkan dengan elektrokauter atau laser, kerusakan akibat panas minimal karena proses pemotongan dan koagulasi terjadi pada temperatur lebih rendah dan harring, desiccation (pengeringan) dan asap juga lebih sedikit. Tidak seperti elektrokauter, skalpel harmonik tidak memiliki energi listrik yang ditrans"er ke atau melalui pasien, sehingga tidak ada stray energi (energi yang tersasar) yang dapat menyebabkan sho k atau luka bakar. #ibandingkan teknik skalpel, lapangan bedah terlihat jelas karena lebih sedikit perdarahan, perdarahan pas a operasi juga minimal. #ibandingkan dengan teknik diseksi standar dan elektrokauter, teknik ini mengurangi nyeri pas aoperasi. Teknik ini juga menguntungkan bagi pasien terutama yang tidak bisa mentoleransi kehilangan darah seperti pada anak-anak, pasien dengan anemia atau de"isiensi "aktor 8... dan pasien yang mendapatkan terapi antikoagulan. :. C%)lat&%n2.
Teknik oblation juga dikenal dengan nama plasma-mediated tonsillar ablation, ionised field tonsillar ablation. radiofre)uency tonsillar ablation. bipolar radiofre)uency ablation. cold tonsillar ablation/ Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe untuk menghasilkan listrik radio"rekuensi (radiofre)uency electrical) baru melalui larutan natrium klorida. Keadaan ini akan menghasilkan aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan sekitar. 9oblation probe memanaskan jaringan sekitar lebih rendah dibandingkan probe diatermi standar (suhu <((9 (6'-,'(9) dibanding lebih dari +(((9). National 'nstitute for clinical e0cellence menyatakan bahwa e"ikasi teknik oblation sama dengan teknik tonsilektomi standar tetapi teknik ini bermakna mengurangi rasa nyeri, tetapi komplikasi utama adalah perdarahan. <. Intracapsular partial tonsillectomy22
.ntra apsular tonsille tomy merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan mikrodebrider endoskopi. /eskipun mikrodebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya. Pada tonsilektomi intrakapsular, kapsul tonsil disisakan untuk menghindari terlukanya otot-otot "aring akibat tindakan operasi dan memberikan lapisan 0pelindung biologis2 bagi otot dari sekret. &al ini akan men egah terjadinya perlukaan jaringan dan men egah terjadinya peradangan lokal yang menimbulkan nyeri, sehingga mengurangi nyeri pas a operasi dan memper epat waktu pemulihan. Baringan tonsil yang tersisa akan meningkatkan insiden tonsillar regro$th. (onsillar regro$th dan tonsilitis kronis merupakan hal yang perlu mendapat perhatian khusus dalam teknik tonsilektomi intrakapsuler. Tonsilitis kronis dikontraindikasikan untuk teknik ini. Keuntungan teknik ini angka kejadian nyeri dan perdarahan pas a operasi lebih rendah dibanding tonsilektomi standar. Tetapi masih diperlukan studi dengan desain yang baik untuk menilai keuntungan teknik ini. .. Laser +C 24KTP,2/
#aser tonsil ablation (>T$) menggunakan 974 atau KTP (!otassium (itanyl !hospote) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan Nre essesO pada tonsil yang meyebabkan in"eksi kronik dan rekuren. >T$ dilakukan selama +'-4( menit dan dapat dilakukan di poliklinik dengan anestesi lokal. #engan teknik ini nyeri pas aoperasi minimal, morbiditas menurun dan kebutuhan analgesia pas aoperasi berkurang. Tekhnik ini direkomendasikan untuk tonsilitis kronik dan rekuren, sore throat kronik, halitosis berat atau obstruksi jalan na"as yang disebabkan pembesaran tonsil. !. Pen=ul&t Berikut ini keadaan-keadaan yang memerlukan pertimbangan khusus dalam melakukan tonsilektomi maupun tonsiloadenoidektomi pada anak dan dewasa36 +. Kelainan anatomi3 !ubmu osal le"t palate (jika adenoidektomi dilakukan) Kelainan maksilo"asial dan dento"asial 4. Kelainan pada komponen darah3 &emoglobin H +( g@+(( dl &ematokrit H *( gKelainan perdarahan dan pembekuan (&emo"ilia) *. .n"eksi saluran na"as atas, asma, penyakit paru lain 6. Penyakit jantung kongenital dan didapat (/!.) 1/ ultiple Allergy <. Penyakit lain, seperti3 #iabetes melitus dan penyulit metabolik lain &ipertensi dan penyakit kardiovaskular 7besitas, kejang demam, epilepsi
H. Tekn&k Anestes&2> Pemilihan jenis anestesi untuk tonsilektomi ditentukan berdasarkan usia pasien, kondisi kesehatan dan keadaan umum, sarana prasarana serta keterampilan dokter bedah, dokter anestesi dan perawat anestesi. #i .ndonesia, tonsilektomi masih dilakukan di bawah anestesi umum, teknik anestesi lokal tidak digunakan lagi ke uali di rumah sakit pendidikan dengan tujuan untuk pendidikan. #alam kepustakaan disebutkan bahwa anestesi umum biasanya dilakukan untuk tonsilektomi pada anakanak dan orang dewasa yang tidak kooperati" dan gelisah. Pilihan untuk menggunakan anestesi lokal bisa
merupakan keputusan pasien yang tidak menginginkan tonsilektomi konvensional atau dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk menjalani anestesi umum. Biasanya ditujukan untuk tonsilektomi pada orang dewasa. #imana sebelumnya pasien telah diseleksi kondisi kesehatannya terlebih dahulu dan mempertimbangkan tingkat keterampilan dokter bedah yang bersangkutan sehingga pasien dinilai dapat mentoleransi teknik anestesi ini dengan baik. Tujuan tindakan anestesi pada operasi tonsilektomi dan adenoidektomi3 +. /elakukan induksi dengan lan ar dan atraumatik 4. /en iptakan kondisi yang optimal untuk pelaksanaan operasi *. /enyediakan akses intravena yang digunakan untuk masuknya airan atau obat-obatan yang dibutuhkan 6. /enyediakan rapid emergence. Preme#&kas&;3 Pemberian premedikasi ditentukan berdasarkan evaluasi preoperasi. !aat pemberian obat premedikasi dilakukan setelah pasien berada di bawah pengawasan dokter@perawat terlatih. $nak-anak dengan riwayat sleep apneu atau obstruksi saluran napas intermitten atau dengan tonsil yang sangat besar harus lebih diperhatikan. Anestes& Umum $da berbagai teknik anestesi untuk melakukan tonsiloadenoidektomi. 7bat anestesia eter tidak boleh digunakan lagi jika pembedahan menggunakan kauter@diatermi. Teknik anestesi yang dianjurkan adalah menggunakan pipa endotrakeal, karena dengan ini saturasi oksigen bisa ditingkatkan, jalan napas terjaga bebas, dosis obat anestesi dapat dikontrol dengan mudah. #okter ahli anestesi serta perawat anestesi walaupun berada di luar lapangan operasi namun masih memegang kendali jalan napas. ;1 1. Anestes& en#%trakea;3?;1 Pasien dibaringkan di atas meja operasi. Pasang elektroda dada untuk monitor J9C (bila tidak ada, dapat menggunakan precordial stetoskop). /anset pengukur tekanan darah dipasang di lengan dan in"us deLtrose '- atau larutan 1inger dipasang di tangan. Bika sulit men ari akses vena pada anak ke il, induksi anestesi dilakukan dengan halotan. Karena halotan menyebabkan dilatasi pembuluh darah super"isial, in"us menjadi lebih mudah dipasang setelah anak tidur. Pada anak, induksi menggunakan sungkup dapat dilakukan dengan halotan atau sevo"lurane dengan oksigen dan nitrous oLide. Kehadiran orangtua di ruang operasi selama induksi inhalasi bisa membantu menenangkan anak yang gelisah. .ntubasi endotrakea dilakukan dalam anestesi inhalasi yang dalam atau dibantu dengan pelemas otot nondepolarisasi kerja pendek. :ntuk menghindari masuknya darah ke dalam trakea, jika JTT tidak memiliki u"", perlu diletakkan kasa bedah di daerah supraglotik tepat di atas pita suara dan sekitar endotrakeal tube. !elama maintenan e, pernapasan dibantu (assisted) atau dikendalikan (controlled). $ntisialalogue (atropin) dapat diberikan untuk meminimalkan sekresi di lapangan operasi. !etelah operasi selesai, "aring dan trakea dibersihkan dengan penghisap (su tion), dilakukan oksigenasi dan kemudian ekstubasi. !etelah ekstubasi, dipasang pharyngeal air$ay dan oksigenasi dilanjutkan dengan sungkup. Jkstubasi dapat dilakukan bila pasien sudah sadar, dimana jalan napas sudah terjagabebas ( intact protective air$ay refle0es).*4 Jkstubasi juga dapat dilakukan saat pasien masih dalam anestesi dalam. Pemberian lido aine +-+.' mg@kg .8 bisa mengurangi risiko batuk dan laringospasme pada saat ekstubasi. Pasien kemudian dibaringkan dengan dengan posisi lateral dengan kepala lebih rendah daripada panggul (tonsil position) sehingga memudahkan sisa-sisa darah mengumpul di sekitar pipi dan mudah dihisap keluar. Kejadian mual dan muntah setelah tonsilektomi adalah sebesar <(- sehingga dapat diberikan antiemetik sebagai pen egahan.
Perdarahan pas atonsilektomi*4 - Pada perdarahan pas a tonsilektomi, lambung pasien bisa penuh berisi darah yang tertelan. #arah dalam lambung dapat memi u muntah se ara spontan maupun pada waktu induksi anestesi untuk re-operasi. Pengosongan lambung dengan oro@nasogastri tube diperlukan sebelum anestesi.
Perkembangan baru adalah menggunakan #aryngeal ask Air$ay (LMA, sebagai pengganti pipa endotrakeal. Keuntungan >/$ dibanding JTT adalah berkurangnya risiko stridor postoperasi. 7bstruksi saluran napas postoperasi juga lebih sedikit. Tetapi ara ini memerlukan perhatian khusus seperti3 *( - !elama anestesi anak harus bernapas spontan. Pemberian ventilasi tekanan positi" akan meningkatkan risiko regurgitasi isi lambung terutama bila tahanan jalan napas besar dan omplian e paru rendah. - Pemasangan >/$ akan sulit pada pasien dengan pembesaran tonsil. - >/$ harus dilepaskan sebelum pasien sadar kembali. - /an"aat penggunaan >/$ pada tonsilektomi harus ditimbang juga dengan risiko yang mungkin terjadi dan pengambilan keputusan harus berdasarkan pertimbangan per individu. 2. M%#&(&kas& Cr%8e4Da9&s m%uth gag*+ Keberatan dokter ahli T&T tentang penggunaan intubasi endotrakeal adalah karena pipa JTT menyita lapangan operasi. #engan modi"ikasi 9rowe-#avis mouth gag JTT dapat diletakkan pada elah sepanjang permukaan bawah dari bilah lidah. !ehingga lapang operasi menjadi bebas. Pengamatan selama %"eras& !elama operasi yang harus dipantau3 - Balan napas tetap bebas, posisi JTT yang baik tidak mengganggu operasi - Pernapasan dan gerak dada ukup - (kalau ada) !aturasi oksigen di atas 5'- #enyut nadi yang teratur - Bumlah perdarahan dan jumlah airan in"us yang masuk $lat monitoring tambahan yang dianjurkan3 - Pulse oLymetri Pada pasien yang menjalani tonsilektomi untuk tatalaksana obstructive sleep apnea, ketersediaan monitoring postoperati" dan pulseoksimetri merupakan keharusan. Begitu juga dengan pasien dengan sindroma #own yang bisa mengalami depresi susunan sara" pusat untuk waktu yang lama setelah anestesi umum selama tonsilektomi berlangsung. )ser9as& Pas1a "eras& #& $uang Pemul&han +PACU4 Post anesthesia care unit,
Pas a operasi, pasien dibaringkan dalam posisi tonsil. Gaitu dengan berbaring ke kiri dengan posisi kepala lebih rendah dan mendongak.** Pasien diobservasi selama beberapa waktu di ruang pemulihan untuk meminimalkan komplikasi selain untuk memaksimalkan e"ektivitas biaya dari pelayanan kesehatan. !aat ini, pasien yang menjalani tonsilektomi sudah bisa pulang pada hari yang sama untuk pasien-pasien yang telah diseleksi se ara tepat sebelumnya. Belum ada kesepakatan mengenai lama observasi optimum sebelum pasien dipulangkan. :mumnya, observasi dilakukan selama minimal < jam untuk mengawasi adanya perdarahan dini.*( Jvaluasi keadaan@status pasien di unit perawatan pas aanestesi (P$9:) memerlukan dokter spesialis anestesi, perawat dan dokter ahli bedah yang bekerja sebagai sebuah tim. Bersama-sama, dilakukan observasi adanya masalah terkait medis, bedah dan anestesi dengan tujuan dapat memberikan terapi se ara epat sehingga dapat meminimalkan e"ek komplikasi yang timbul. .dealnya, penilaian rutin postoperasi meliputi pulse o0imetry, pola dan "rekuensi respirasi, "rekuensi denyut dan irama jantung, tekanan darah dan suhu. ;rekuensi pemeriksaan tergantung kondisi pasien, namun paling sering dilakukan setiap +' menit untuk jam pertama dan selanjutnya setiap setengah jam. :ntuk menentukan se ara objekti" kapan pasien bisa dipulangkan, dapat digunakan sistem skoring. !istem yang saat ini digunakan se ara luas adalah !kor $ldrete yang dimodi"ikasi3 Kesadaran 4P sadar penuh +P respons bila nama dipanggil (P tidak ada respons $ktivitas atas perintah 4P menggerakkan semua ektrimitas
+P menggerakkan 4 ekstrimitas (P tidak bergerak Pernapasan 4P bernapas dalam tanpa hambatan +P dispneu, hiperventilasi, obstruksi pernapasan (P apneu !irkulasi 4P tekanan darah dalam kisaran 4(nilai preoperasi +P tekanan darah dalam kisaran '(4(- nilai preoperasi (P tekanan darah '(- atau kurang dari nilai preoperasi !aturasi oksigen 4P !p74 K 54- pada udara ruangan +P dibutuhkan tambahan 74 untuk mempertahankan !p74 K 54(P !p74 H 54- dengan tambahan 74
!kor totalP +(A skor H atau P 5 membutuhkan P$9: Pera8atan "%st%"eras&-23 #alam hal ini terjadi kontroversi mengenai diet. Belum ada bukti ilmiah yang se ara jelas menyatakan bahwa memberikan pasien diet biasa akan menyebabkan perdarahan postoperati". Bagaimanapun juga, pemberian airan se ara rutin saat pasien bangun dan se ara bertahap pindah ke makanan lunak merupakan standar di banyak senter. 9airan intravena diteruskan sampai pasien berada dalam keadaan sadar penuh untuk memulai intake oral. Kebanyakan pasien bisa memulai diet air selama < sampai , jam setelah operasi dan bisa dipulangkan. :ntuk pasien yang tidak dapat memenuhi intake oral se ara adekuat, muntah berlebihan atau perdarahan tidak boleh dipulangkan sampai pasien dalam keadaan stabil. Pengambilan keputusan untuk tetap mengobservasi pasien sering hanya berdasarkan pertimbangan perasaan ahli bedah daripada adanya bukti yang jelas dapat menunjang keputusan tersebut. $ntibiotika postoperasi diberikan oleh kebanyakan dokter bedah. !ebuah studi randomi2ed oleh Crandis dkk. /enyatakan terdapat hubungan antara berkurangnya nyeri dan bau mulut pada pasien yang diberikan antibiotika postoperasi. $ntibiotika yang dipilih haruslah antibiotika yang akti" terhadap "lora rongga mulut, biasanya penisilin yang diberikan per oral. Pasien yang menjalani tonsilektomi untuk in"eksi akut atau abses peritonsil atau memiliki riwayat "aringitis berulang akibat streptokokus harus diterapi dengan antibiotika. Penggunaan antibiotika pro"ilaksis perioperati" harus dilakukan se ara rutin pada pasien dengan kelainan jantung. Pemberian obat antinyeri berdasarkan keperluan, bagaimanapun juga, analgesia yang berlebihan bisa menyebabkan berkurangnya intake oral karena letargi. !elain itu juga bisa menyebabkan bertambahnya pembengkakan di "aring. !ebelum operasi, pasien harus dimotivasi untuk minum se epatnya setelah operasi selesai untuk mengurangi keluhan pembengkakan "aring dan pada akhinya rasa nyeri. I. K%m"l&kas& Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi umum maupun lokal, sehingga komplikasi yang ditimbulkannya merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. !ekitar +3+'.((( pasien yang menjalani tonsilektomi meninggal baik akibat perdarahan maupun komplikasi anestesi dalam '-= hari setelah operasi.*' 1. K%m"l&kas& anestes&;3
Komplikasi terkait anestesi terjadi pada +3+(.((( pasien yang menjalani tonsilektomi dan adenoidektomi (brookwood ent asso iates). Komplikasi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. $dapun komplikasi yang dapat ditemukan berupa3 - >aringospasme - Celisah pas a operasi - /ual muntah - Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi*4 - .nduksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hippotensi dan henti jantung*4 - &ipersensiti" terhadap obat anestesi 2. K%m"l&kas& )e#ah-22 a. Per#arahan. /erupakan komplikasi tersering ((,+-,,+- dari jumlah kasus). *= Perdarahan dapat terjadi selama operasi, segera sesudah operasi atau di rumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada +3*'.((( pasien. !ebanyak + dari +(( pasien kembali karena masalah perdarahan dan dalam jumlah yang sama membutuhkan trans"usi darah. Perdarahan yang terjadi dalam 46 jam pertama dikenal sebagai early bleeding, perdarahan primer atau 0reactionary haemorrage2 dengan kemungkinan penyebabnya adalah hemostasis yang tidak adekuat selama operasi. :mumnya terjadi dalam , jam pertama. Perdarahan primer ini sangat berbahaya, karena terjadi sewaktu pasien masih dalam pengaruh anestesi dan re"leks batuk belum sempurna. #arah dapat menyumbat jalan napas sehingga terjadi as"iksia. Perdarahan dapat menyebabkan keadaan hipovolemik bahkan syok. Perdarahan yang terjadi setelah 46 jam disebut dengan late3delayed bleeding atau perdarahan sekunder. :mumnya terjadi pada hari ke '-+( pas abedah. Perdarahan sekunder ini jarang terjadi, hanya sekitar +-. Penyebabnya belum dapat diketahui se ara pasti, bisa karena in"eksi sekunder pada "osa tonsilar yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan perdarahan dan trauma makanan yang keras. ). N=er&
)yeri pas aoperasi mun ul karena kerusakan mukosa dan serabut sara" gloso"aringeus atau vagal, in"lamasi dan spasme otot "aringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya +6-4+ hari setelah operasi. )yeri tenggorok mun ul pada hampir semua pasien pas atonsilektomi. Penggunaan elektrokauter menimbulkan nyeri lebih berat dibandingkan teknik 0 old2 diseksi dan teknik jerat. )yeri pas abedah bisa dikontrol dengan pemberian analgesik. Bika pasien mengalami nyeri saat menelan, maka akan terdapat kesulitan dalam asupan oral yang meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi. Bila hal ini tidak dapat ditangani di rumah, perawatan di rumah sakit untuk pemberian airan intravena dibutuhkan. ;. K%m"l&kas& la&n #ehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (+3+(.(((), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insu"isiensi velopharingeal, stenosis "aring, lesi di bibir, lidah, gigi dan pneumonia.
Paradise dkk. (+5,6) melakukan randomi2ed dan nonrandomi2ed clinical trials se ara paralel pada +,= anak yang berusia *-+' tahun dengan in"eksi tenggorok berat dan berulang. #ilaporkan bahwa pada pemantauan selama 4 tahun pas aoperasi, insiden in"eksi tenggorok pada kelompok operasi lebih rendah dan bermakna se ara statistik (pQ(,(') dibanding kelompok nonoperasi. !etelah tiga tahun pemantauan tidak terdapat perbedaan bermakna diantara kedua kelompok. Pada pemantauan tiap tahun kelompok nonoperasi, ditemukan bahwa episode in"eksi H * kali dan sebagian besar in"eksi ringan. &asil studi ini mendukung tonsilektomi untuk anak-anak dengan kriteria yang sesuai dengan studi ini (memiliki I= episode in"eksi tengggorokan pada tahun sebelumnya atau I' episode tiap tahun pada 4 tahun sebelumnya atau I* episode tiap tahun pada * tahun sebelumnyaA episode ditandai dengan gambaran klinik spesi"ik Rtemperatur K*,,' (9, adenopati servikal K4 m, terdapat eksudat pada tonsil atau kultur positi" streptokokus -hemolitikus kelompok $ (C$B&!)SA telah diobati dengan antibiotika ketika in"eksi streptokokus diduga atau terbuktiA dan setiap episode didokumentasikan), tetapi juga mendukung untuk penanganan nonoperasi, sehingga pilihan terapi untuk anak-anak tersebut harus berdasarkan individualisasi. !aat ini penelitian ini hanya dipublikasikan dalam bentuk abstrak sehingga tidak dapat dilakukan telaah lebih lanjut. ). Berulang2 In(eks& Tengg%r%k 'e#ang #an
Paradise dkk. (+554) melakukan 4 randomi2ed, unblinded, controlled trials se ara paralel di Pittsburgh pada 4(* anak. Keluaran utama berupa timbulnya episode in"eksi tenggorok dalam "ollow up selama * tahun. #ilaporkan bahwa insidens in"eksi tenggorok se ara signi"ikan lebih rendah pada kelompok yang menjalani operasi dibandingkan dengan kelompok kontrol selama * tahun pemantauan. )amun, di antara pasien dalam kelompok kontrol, episode in"eksi sedang maupun rendah se ara rata-rata memang rendah (berkisar antara (.+<-(.6* per tahun). :ntuk studi ini, kriteria inklusi yang digunakan untuk sampel adalah berusia * sampai +' tahun dan memiliki riwayat in"eksi tenggorok berulang (tonsilitis, "aringitis, atau tonsilo"aringitis). !elain itu, pasien harus memenuhi kriteria "rekuensi atau gambaran klinis atau dokumentasi dan tidak memiliki lebih dari + kriteria tersebut (penjelasan kriteria sama dengan penelitian sebelumnya untuk in"eksi tenggorok berat dan berulang). Kriteria inklusi ini lebih ketat bila dibandingkan dengan national guidelines yang dikeluarkan oleh the American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (* atau lebih in"eksi pada tonsil dan atau adenoid per tahun dengan terapi medis yang adekuat). !ehingga disimpulkan bahwa walaupun terdapat man"aat tonsilektomi, harus dipertimbangkan juga kemungkinan risiko yang akan ditemui, morbiditas serta biaya operasi. #alam keadaan biasa, kriteria indikasi tonsilektomi yang digunakan dalam penelitian ini dan yang berasal dari national guidelines sudah ukup untuk digunakan sebagai pedoman dalam praktek seharihari.
!taaj dkk. (4((6) melakukan sebuah 19T yang melibatkan *(( pasien anak berusia 4 sampai , tahun yang mengalami in"eksi tenggorok berulang, obstruksi saluran napas atau in"eksi saluran napas atas berulang dan membutuhkan tonsiloadenoidektomi. $nak-anak yang menjalani tonsiloadenoidektomi mengalami episode demam (.4+ lebih rendah (5'9. -(.+4 ? (.'6) dibandingkan anak-anak yang hanya diobservasi ketat. Pada < bulan pertama observasi, jumlah episode demam lebih sedikit pada kelompok tonsiloadenoidektomi, namun setelah < bulan tidak terdapat perbedaan pada kedua kelompok. #ibandingkan dengan kelompok observasi ketat, pasien pada kelompok tonsiloadenoidektomi memiliki episode in"eksi tenggorok yang lebih rendah ((.4+, 5'- 9. (.(<(.*<), episode nyeri tenggorok yang lebih rendah ((.<(, 5'- 9. (.*(-(.5() dan episode in"eksi saluran napas atas yang lebih rendah ((.',5'- 9. (.(,-(.5=) #ari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tindakan tonsiloadenoidektomi pada pasien dengan keluhan in"eksi tenggorok atau hipertro"i adenotonsiler ringan hanya memberikan sedikit man"aat klinis dibandingkan dengan observasi ketat. Perbedaan klinis hanya nampak pada < bulan pertama setelah tindakan dilakukan. Pada penilaian kualitas hidup anak yang menderita penyakit tonsil dan adenoid ditemukan bahwa status kesehatan se ara keseluruhan dan kualitas hidup anak dengan penyakit tonsil dan adenoid bermakna lebih buruk dibandingkan anak yang sehat (studi ross-se tional oleh !tewart dkk. 6( 4(((). Keadaan ini ditunjukkan oleh rendahnya beberapa nilai rata-rata "hild Health 4uestionnaire version !-56 (9&E-P;4,), meliputi kesehatan umum, "ungsi "isik, perilaku, bodily pain, dan pengaruh terhadap orang tua (emosional), yang menunjukkan status kesehatan yang jelek.
1.
Ta)el ;. N&la& rata4rata su)skala CHA4P*2/ "a#a anak4anak #engan "en=ak&t t%ns&l #an a#en%&# serta anak sehat :3 'u)skala Anak4anak #engan "en=ak&t t%ns&l #an Anak4anak sehat a#en%&# +n0 <<,B +n0 ;>1, ;ungsi "isik =',4 (<=,*-,*,+) 5',(T Keterbatasan peranan@sosial perilaku@emosional ,*,( ( =6,'-5+,') 54,'T "isik ,+,= (=4,<-5(,,) 5*,=T Bodily pain@dis om"ort <*,' ('6,,-=4,*) ,+,*T Perilaku '5,+ ('*,4-<6,5) =(,,T Kesehatan mental =<,+ (=(,5-,+,6) =5,= Keper ayaan diri ==,( (<5,=-,6,6) ,(,+ Persepsi kesehatan umum ',,' ('4,<-<6,') =6,(T Pengaruh terhadap orangtua (emosional) '*,4 (6','-<(,5) ,+,*T $ktivitas "amili <<,* ('<,*-=<,6) ,,,6T Kohesi "amili <4,' ('6,*-=(,=) 5+,+T =,,6 (=*,4-,*,=) =4,6T
U (5'- 9.) T perbedaan bermakna se ara statistik (PH(.(') #ari studi pengamatan sebelum dan sesudah disordered breathing preoperasi membaik setelah operasi yang dilakukan oleh Coldstein dkk. 6+ (4((4), dilakukan operasi dan nilai dari pegukuran standar dilaporkan bahwa kelainan perilaku dan emosional perilaku (the "hild Behavior "hecklist@9B9>) yang ditemukan pada anak dengan sleepberhubungan bermakna dengan nilai survei kualitas
hidup (!ediatric Obstructive Sleep Apnea R7!$-+,S). !tudi ini melibatkan <6 anak dengan usia 4-+, tahun yang menjalani tonsilektomi dan adenoidektomi untuk penanganan sleep disorder breathing dan tonsilitis rekuren. )ilai rata-rata 7!$+, preoperasi *,5 (+,') dan perubahan nilai setelah operasi 4,* (5'- 9. +,5-4,=), perubahan paling besar terhadap kualitas hidup terjadi untuk gangguan tidur, caregiver concern dan gejala "isik (perubahan skor I +,'). Total problem score ratarata =,* poin lebih rendah setelah operasi (5'- 9. 6,5-5,=) dan bermakna se ara statistik ( PH(,((+). Total problem score preoperasi konsisten dengan kelainan perilaku pada +< anak (4'-), dan pas aoperasi skor abnormal hanya pada ' anak (,-), PP(,(*. !urvey score rata-rata 7!$-+, preoperasi berhubungan fair to good dengan 9B9> total problem ( score preoperasi (rP(,'(, PH(,(+) dan perubahan skor 7!$-+, berhubungan fair to good dengan perubahan nilai 9B9> total problem ( score (rP(,'6, PH(,((+). 2. De8asa /uis dkk.64 (+55,) melaporkan hasil studi analisa retrospekti" dari 46( rekam medik pasien yang berusia +< tahun atau lebih yang menjalani tonsilektomi pada tahun +5,,-+55* di 9ali"ornia. Bumlah kunjungan dokter rata-rata dan penggunaan antibiotik untuk in"eksi tenggorok bermakna lebih tinggi sebelum tonsilektomi dibandingkan sesudah tonsilektomi. Perbedaan jumlah kunjungan dokter sebelum dan sesudah tonsilektomi *,' (PH(,((+) dan perbedaan penggunaan antibiotik 4,++ (PH(,((+). Pada *' pasien dengan kultur tenggorok positi" streptokokus, kunjungan klinik sebelum operasi juga lebih sering (pP(,(+), begitu juga dengan penggunaan antibiotik (PH(,(+) bila dibandingkan dengan pasien yang streptokokusnya
negati". Perbedaan diantara kedua kelompok tidak bermakna lagi setelah operasi baik untuk kunjungan dokter maupun penggunaan antibiotik. !aat survei melalui telepon, sebagian besar responden melaporkan radang tenggorok mereka jarang mun ul dan merekomendasikan operasi ini (,,pasien), radang tenggorok yang mun ul lebih ringan (,=- pasien) dan kehilangan hari kerja atau sekolah lebih sedikit (5(- pasien). #isimpulkan bahwa tonsilektomi dini pada pasien dengan in"eksi tenggorok berulang dapat memperbaiki kepuasan pasien, kesehatan dan penggunaan sumber pengobatan. Bhatta harya dkk.6* (4((+) melaporkan studi ross-se tional pada <' pasien yang berusia ratarata 4=,* tahun (+<-<( tahun) yang telah menjalani tonsilektomi minimal satu tahun sebelumnya. %aktu pemantauan pada studi ini rata-rata 6<,4 bulan (+',5 bulan-=<,4 bulan). #ari studi ini ditemukan adanya perbaikan &lasgo$ Benefit 'nventory (CB.) yang bermakna se ara statistik (PH(,((+), yakni pada skor total (V4=,+), subskor kesehatan umum (V*6,=), subskor "ungsi sosial (V+6,6) dan subskor "ungsi "isik (V5,'). &al ini menunjukkan adanya keuntungan tonsilektomi yang bermakna terhadap kesehatan. !etelah tonsilektomi, juga di atat adanya penurunan yang bermakna se ara statistik (PH(,((+) dalam jumlah rata-rata minggu menerima antibiotik (-=,, minggu), rata-rata kunjungan dokter (-',6) dan ratarata kehilangan hari kerja (-<,* hari). #isimpulkan bahwa tonsilektomi pada dewasa bermakna memperbaiki kualitas hidup pada pasien dengan tonsilitis kronik. Tonsilektomi bermakna mengurangi penggunaan sumber pengobatan dan kehilangan hari kerja setelah tonsilektomi. ;aktor tersebut harus dimasukkan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan tonsilektomi.
Tabel 6. Dam"ak T%ns&l&t&s Kr%n&s 'e)elum #an 'esu#ah T%ns&lekt%m&:; $ata4rata +'D, Pengukuran ke"arahan "en=ak&t 12 )ulan se)elum 12 )ulan sesu#ah t%ns&lekt%m& t%ns&lekt%m& Bumlah minggu mendapat antibiotik <,5 (=,() (,< ((,5) Bumlah kehilangan hari kerja ,,( (++,,*) (,' (+,6) Bumlah kunjungan dokter ',, (',5) (,* ((,,)
B. Tekn&k
"eras&
Berbagai kepustakaan yang didapatkan mengenai perbandingan berbagai teknik terbaru tonsilektomi tidak ada yang membandingkan se ara langsung keuntungan dan kerugian dari masing-masing teknik. Kebanyakan dari kepustakaan tersebut
membandingkan 4 teknik terbaru. Penilaian umumnya berdasarkan durasi operasi, perdarahan intra dan pas aoperasi serta nyeri pas aoperasi. 9o hrane review66 (4((6) yang membandingkan morbiditas dihubungkan teknik tonsilektomi diseksi dengan diatermi menyimpulkan bahwa data yang
ada tidak ukup untuk menunjukkan keunggulan salah satu dari metode tonsilektomi. Terdapat bukti bahwa nyeri lebih banyak terjadi dengan teknik diseksi monopolar dibandingkan old disse tion. 19T yang lebih besar dengan desain yang baik diperlukan untuk menjelaskan metode yang optimum untuk tonsilektomi. dari review ini ditemukan sejumlah 44 studi tetapi 4( studi tidak diikuitkan karena tidak memenuhi kriteria inklusi untuk metode randomisasi, kontrol dan kriteria outcome. !ejumlah 4 studi yang memenuhi kriteria, salah satu membandingkan monopolar dissection diathermy dengan conventional cold dissection pada anak dan yang lainnya membandingkan microscopic bipolar dissection dengan cold dissection pada anak dan dewasa. Pada kedua studi tersebut, perdarahan intraoperasi pada kelompk diatermi lebih sedikit dibanading kelompok diseksi. Tidak ada perdarahan primer dilaporkan pada kedua studi. Kejadian perdarahan sekunder jarang pada kedua studi dan tidak ada perbedaan antara kelompok diseksi dengan diatermi. Kebutuhan akan analgesik pada 46 jam pertama tidak berbeda diantara kedua kelompok. Tetapi dosis total yang dibutuhkan dalam +4 hari pertama bermakna lebih tinggi (pP(,(4) pada kelompok diatermi. Tidak ada perbedaan yang bermakna se ara statistik dari jumlah hari sebelum kembali ke aktivitas normal. Tidak ada perbedaan waktu operasi rata-rata diantara kedua keklompok ditemukan pada salah satu studi. Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. &anya sedikit ahli T&T yang se ara rutin melakukan tonsilektomi dengan teknik !luder. &olmer dkk.44 (4((() melaporkan studi prospekti" skala ke il ()P,< pasien) yang membandingkan nyeri pas aoperasi pada teknik diseksi dan guillotine. #ari studi didapatkan bahwa teknik Cuillotine lebih sedikit menimbulkan nyeri pas aoperasi dibandingkan teknik diseksi (pH(.((+). 1isiko relati" untuk mengalami nyeri pas aoperasi yang berat pada teknik Cuillotine adalah (.*< (5'9. (.+,-(.=4). Penemuan ini terutama bermakna pada pasien anak-anak. Berdasarkan hal ini, maka teknik Cuillotine dapat direkomendasikan terutama untuk anak-anak. C. Tekn&k Anestes& 1. Anestes&a umum !e ara umum, dilakukan dengan anestesi endotrakea. Belum ditemukan ukup artikel ilmiah yang memaparkan tentang e"ektivitas penggunaan anestesi umum dengan anestesi endotrakea. $dapun artikel yang didapatkan sejauh ini hanya berupa da"tar pustaka dari artikel berbahasa 1usia, Berman, Bepang, BraFil dan Belanda. $rtikel-artikel tersebut diterbitkan sekitar tahun +5<( dan =(-an.
/engenai pemakaian >/$, didapatkan beberapa abstrak yang mendukung penggunaannya sebagai alternati" intubasi endotrakeal. !ebuah metaanalisis yang dilaporkan oleh KretrF ;B dkk.6' pada tahun 4((( menyatakan bahwa laryngeal mask airway (>/$) terbukti merupakan sebuah alternati" lain untuk intubasi yang aman pada tonsiloadenoidektomi dengan anestesi umum. %ebster $9 dkk.6< (+55*) melaporkan hasil studi 19T mengenai perbandingan teknik anestesi intubasi endotrakea dengan penggunaan >/$ pada tonsiloadenoidektomi. !tudi ini dilakukan pada +(5 anak. #idapatkan hasil bahwa patensi jalan napas dapat diperoleh lebih epat pada kelompok dengan >/$ dan keadaan ini dapat dipertahankan selama operasi. !elain itu, >/$ tidak menghalangi akses ke lapangan operasi. #etak jantung, tekanan darah rerata dan jumlah darah yang hilang bermakna lebih rendah daripada kelompok dengan JTT. Pada akhir operasi, dengan fibreoptic laryngoscopy tidak ditemukan darah pada laring pada +5 pasien dengan >/$. 2. Anestes&a l%kal Bredenkamp BK dkk.6= (+55() melaporkan hasil analisis retrospekti" <6 kasus tonsilektomi pada remaja dan dewasa, ditemukan bahwa anestesi lokal merupakan alternati" yang aman dan e"ekti" serta lebih cost-effective bila dibandingkan dengan anestesi umum. $nestesi lokal diberikan bersama dengan sedasi intravena dan dilakukan dalam ruang operasi minor. 7perasi dilakukan oleh residen dan dokter ahli T&T. #ari studi ini didapatkan jumlah darah yang hilang pada anestesi lokal 64 ml, tidak ada kasus perdarahan postoperasi, sedangkan pada anestesi umum jumlah darah yang hilang +5, ml dan 4 kasus perdarahan postoperasi. !ebuah studi 19T dilakukan oleh $gren K dkk.6, (+5,5) untuk membandingkan anestesi umum dengan anestesi lokal pada tonsilektomi. Parameter yang dinilai adalah lama pasien berada di ruang operasi, durasi operasi, perdarahan preoperasi, jumlah ikatan yang dibutuhkan untuk hemostasis, perdarahan postoperasi, in"eksi dan penurunan berat badan. !elain itu, juga dianalisis rasa tidak nyaman pada pasien setelah operasi yang diukur melalui skala analog visual dan tes minum. Konsumsi analgesik selama postoperasi juga dilaporkan. #ari keseluruhan parameter tersebut, dapat disimpulkan bahwa anestesi lokal merupakan alternati" yang aman untuk anestesi umum. !elain itu, anestesi lokal dapat menghemat beberapa sumber daya yang harus digunakan bila menggunakan anestesi umum.
&asil serupa juga dilaporkan oleh / 9lairen %9 Br dan !trauss / pada tahun +5,<, bahwa dengan anestesi lokal didapatkan perbedaan yang signi"ikan pada beberapa parameter, yaitu durasi operasi lebih singkat, perdarahan intraoperasi lebih sedikit dan biaya yang dikeluarkan lebih ke il. )amun, tidak terdapat perbedaan yang bermakna untuk insidens komplikasi postoperasi atau morbiditas antara kedua teknik ini. !tudi dilakukan dengan analisis restrospekti" pada =* pasien dewasa yang menjalani tonsilektomi dalam periode ,,' tahun.65 ;. In(<ras& anestes& l%kal "a#a t%ns&lekt%m&. !aat ini banyak dokter ahli T&T menyarankan pemberian anestesi lokal berupa in"iltrasi pada tonsilektomi, namun belum ada bukti ilmiah yang sahih dan mutakhir yang jelas-jelas mendukung penggunaannya untuk mengurangi nyeri. $dapun penelitian-penelitian yang telah ada terbatas pada besar sampel yang ke il baik yang pro maupun kontra. Kountakis !J'( (4((4) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dari intensitas rasa nyeri yang dirasakan pasien yang diberikan in"iltrasi lokal bupiva aine pada tonsilektomi dibandingkan kelimpok kontrol. !ampel 19T ini terdiri dari *6 pasien dewasa dan keluaran yang dinilai adalah intensitas rasa nyeri postoperasi. 7lhms >$ melakukan sebuah analisis mengenai injeksi anestesi lokal pada anak-anak berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya. Tujuan anestesi lokal tersebut adalah untuk mengurangi nyeri, jumlah darah yang hilang dan memudahkan proses diseksi. Kehilangan darah dapat dikurangi sedikit dengan penyuntikan anestesi lokal dengan epine"rin. )amun, keadaan tersebut hanya bermakna pada beberapa keadaan seperti pada anak yang sangat ke il. )amun, se ara keseluruhan, penggunaannya untuk mengurangi kehilangan darah pada kebanyakan pasien tidak bermakna se ara klinis. !edangkan untuk kemudahan dalam diseksi, sangat ditentukan oleh keahlian dari dokter yang melakukan pembedahan itu sendiri. Komplikasi yang terjadi tetap harus
diperhitungkan, walaupun jarang, dilaporkan komplikasi dapat berat dan mengan am nyawa. !ehingga berdasarkan studi yang ada mengenai pemakaian anestesi lokal dan man"aat serta risiko dari penggunaannya, sampai saat ini, sebelum dilakukan studi dengan kontrol dan besar sampel yang men ukupi, risiko pemakaian anestesi lokal tetap lebih besar daripada man"aat yang diterima pasien.'+ D. K%m"l&kas& (he British Association of Otorhinolaryngologists Head and Neck Surgeons (B$7-&)!) bersama dengan the "linical Effectiveness *nit of (he +oyal "ollege of Surgeons of England (9J:-19!) melakukan audit tonsilektomi terhadap +*.''6 kasus tonsilektomi pada tahun 4((*-4((6. #ilaporkan sebanyak (,'- pasien yang menjalani tonsilektomi mengalami perdarahan primer dan 4,5- lainnya mengalami perdarahan sekunder. #ua pertiga di antaranya dikategorikan mengalami perdarahan berat dan membutuhkan operasi ulang dan atau trans"usi darah. Komplikasi lain yang menyebabkan penundaan waktu kepulangan pasien seperti nyeri, demam, atau muntah dialami oleh (,5- pasien.'4 !tudi oleh Paradise dkk. Tahun +554 tentang e"ektivitas tonsilektomi pada in"eksi tenggorok sedang dan berulang melaporkan3 dari 4(* pasien, +< pasien (=,5-) mengalami komplikasi operasi baik intraoperati" maupun pas aoperati".= Penelitian-penelitian terbaru menemukan bahwa risiko terjadinya perdarahan pas a tonsilektomi adalah 4-6- dengan mortalitas + per 4(.((( prosedur.'* Krishna dan >ee (4((+) melakukan sebuah meta-analisa dari 6 studi prospekti" dan , studi retrospekti", didapatkan bahwa insiden komlikasi perdarahan pas atonsilektomi antara 4.*--++.4-, dengan sensiti"itas (.((-(.+< dan spesi"itas (.5*+.((.'*
BAB @ BIACA
!uatu jenis terapi untuk dapat diterima baik oleh pemberi layanan kesehatan, peren ana pelayanan kesehatan maupun oleh pihak ke tiga, harus terbukti e"ekti" se ara klinis dan cost-effective dalam penanganan suatu penyakit.'6 Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering dilakukan dalam sejarah operasi. !aat ini jumlah operasi ini telah menurun bermakna, namun masih menjadi operasi yang paling sering dilakukan. #iperkirakan pengeluaran pelayanan medik untuk operasi ini men apai setengah triliun dolar per tahun.+ #ari studi kohort yang dilakukan oleh Bhatta harya dan Kepnes (4((4) dilaporkan bahwa pada populasi dewasa, tonsilektomi terbukti e"ekti" se ara klinis, dimana setelah dilakukan tonsilektomi terdapat perbaikan kualitas hidup yang bermakna (skor total CB. V4=,'6 RW5'-9. W6,<*, pH(,((+S). !etelah +4 bulan tonsilektomi juga ditemukan penurunan rata-rata pertahun yang bermakna dalam jumlah minggu penggunaan antibiotik (menurun ',5 minggu RpH(,((+S), jumlah kehilangan hari kerja karena tonsilitis (menurun ,,= hari RpH(,((+S) dan jumlah kunjungan dokter untuk tonsilitis (menurun ',* kunjungan RpH(,((+S).'6 !elain terbukti e"ekti" se ara klinis, tonsilektomi pada pasien dewasa juga memiliki pengaruh ekonomi. !etelah +4 bulan tonsilektomi ditemukan adanya penghematan biaya sebesar X+,4=',,4@tahun dibanding sebelum dilakukan tonsilektomi.'6 #i $merika serikat, total biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien untuk operasi tonsilektomi adalah sebesar X*,(56.*6. Biaya ini terdiri atas biaya medik (jasa bedah, anestesi, rumah sakit dan pengobatan pas a operasi) yakni sebesar X4,666,5+ dan biaya yang hilang (pengaruh ekonomi) karena tidak bekerja selama ' hari yakni sebesar X<65,6*. Break-event point biaya medik tonsilektomi ter apai setelah +4,= tahun, sedangkan break-event point pengaruh ekonomi se ara keseluruhan (biaya medik dan biaya akibat kehilangan hari kerja) ter apai setelah 4,* tahun. Break event point adalah saat dimana biaya yang telah dikeluarkan untuk suatu intervensi ( ontoh tindakan bedah) tertutupi oleh penurunan biaya pelayanan kesehatan ( ontoh berkurangnya penggunaan obat atau kunjungan dokter) pada penanganan suatu penyakit dalam tahun-tahun setelah dilakukan intervensi. #i .ndonesia belum ada studi yang menilai e"ektivitas tonsilektomi se ara klinis dan costeffectiveness tonsilektomi. Pada kajian ini baru dapat disajikan data mengenai tari" tonsilektomi di rumah sakit pemerintah ataupun swasta di .ndonesia. #ata yang ada diwakili oleh satu rumah sakit pemerintah di Bakarta dan Gogyakarta dan satu rumah sakit swasta di Bakarta. #ari data tersebut didapatkan bahwa untuk operasi tonsilektomi, total biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien bervariasi dari 1p +.6'(.(((,((-1p 6.(((.(((,(( untuk rumah sakit pemerintah dan 1p *.+++.'((,((-1p <. ('6.(((,(( untuk rumah sakit swasta. Besarnya biaya ini tergantung pada jenis perawatan pilihan pasien.
B&a=a rata4rata "eng%)atan t%ns&l&t&s kr%n&s B&a=a rata4rata #&hu)ungkan #engan keh&langan har& kerja ak&)at t%ns&l&t&s kr%n&s T%tal "enghematan )&a=a ek%n%m&
C. PE$'IAPAN +.
$namnesis untuk mendeteksi adanya penyulit (lihat bab penyulit) 4. Pemeriksaan "isik untuk mendeteksi adanya penyulit (lihat bab penyulit) *. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan darah tepi3 &b, leukosit, hitung jenis, trombosit b. Pemeriksaan hemostasis3 BT@9T dan atau PT@$PTT D. TEKNIK +. PE$A'I
4.
Teknik tonsilektomi yang direkomendasikan adalah teknik Cuillotine dan teknik #iseksi 4. Pelaksanaan operasi dapat dilakukan se ara rawat inap atau one day care. *. #ianjurkan untuk melakukan penelitian untuk membandingkan teknik Cuillotine dan #iseksi di rumah sakit pendidikan. 6. #ianjurkan untuk mengembangkan teknik #iseksi modern khususnya di rumah sakit pendidikan. E. TEKNIK ANE'TE'I +. $nestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik perlindungan jalan na"as. 4. Pemantauan ditujukan atas "ungsi na"as dan sirkulasi. !ulse o0ymeter dianjurkan sebagai alat monitoring.
4.
*.
Evidence Based
edicine &uidelines17
6.
'.
<.
Henry -ord
=. ,.
;aringitis rekuren
DA*TA$ PU'TAKA
+. Jibling #J. Tonsille tomy. .n3 /yers J), editor. 7perative 7tolaryngology &ead and )e k !urgery. Philadelphia3 %B !aunders 9ompany +55=.p.+,<-5= Burton /B, Towler B, ClasFiou P. Tonsille tomy versus non-surgi al treatment "or hroni @re urrent a ute tonsillitis (9o hrane 1eview). .n3 The 9o hrane >ibrary, .ssue *, 4((6. 9hi hester, :K3 Bohn %iley Y !ons, >td. >ariFgoita .. Tonsille tomy3 s ienti"i eviden e, lini al pra ti e and un ertainties. Bar elona3 9$&T$ +555 Bailey BB. Tonsille tomy. .n3 Bailey BB, 9alhour K&, ;riedman )1, )ewlands !#, 8rabe BT, editors. $tlas o" &ead and )e k !urgery-7tolaryngology. Philadelphia3>ippin ott %illiams Y %ilkins 4((+.4nd edition.p.*4=-4-*4=-< /athews B, >an aster B, !herman ., !ullivan C7. &istori al arti le guillotine tonsille tomy3 a glimpse into its history and urrent status in the :nited Kingdom. The Bournal o" >aryngology and 7tology 4((4A++<35,,-5+ #arrow #&, !iemens 9. .ndi ations "or tonsille tomy and adenoide tomy. >aryngos ope 4((4A++43<-+( Paradise B>, Bluestone 9#, 9olborn #K, Bernard B!, 1o kette &J, Kurs>asky /. Tonsille tomy and adenoide tomy "or re urrent throat in"e tion in moderately a""e ted hildren. Pediatri s 4((4A++(3=-+' &asil rapat Tim $hli Tonsilektomi pada $nak dan #ewasa, &T$ .ndonesia. Gounis 1T, >aFar 1&. &istory and urrent pra ti e o" tonsille tomy. >aryngos ope 4((4A++43*-' #ata operasi Tonsiloadenoidektomi tahun +555-4((* Bagian T&T ;K:.-1!:P)9/. #ata operasi Tonsiloadenoidektomi tahun 4((4-4((6 1! ;atmawati. Zuniar. Kumpulan karya ilmiah3 Cambaran mikrobiologi pada tonsilitis kronis dari hasil usapan tenggorok dan bagian dalam tonsil. ;K:.-PP#! bidang studi ilmu T&T 4((+. BerkowitF 1C, ZalFal C&. Tonsille tomy in hildren under * years o" age. $r h 7tolaryngol &ead )e k !urg +55(A ++<3<,'-<.R$bstra tS #rake $. 9arr /!. Tonsille tomy. 7 tober, 4((6. $vailable at3 http3@@www.emedi ine. om@ent@topi *+'.htm Bhatta harya ). %hen does an adult need tonsille tomy[ 9leveland 9lini Bournal o" /edi ine 4((*3=(A<5,-=(+ L,Pgabungan mona 1ahardjo J, !unatrio &, /usta"a ., :mbas 1, Thayeb :, %indiastuti J, dkk. Persiapan rutin prabedah elekti". &T$ .ndonesia 4((* Pasternak >1, $rens B;, 9aplan 1$, 9onnis 1T, ;leisher >$, ;lowerdew 1, et al. Pra ti e advisory "or preanestheti evaluation. $ report by the $meri an !o iety o" $nesthesiologists Task ;or e on Preanesthesia Jvaluation 4((* B\ k >. Paloheimo /, Glikoski B. Traditional tonsille tomy ompared with bipolar radio"re]uen y thermal ablation tonsille tomy in adults. $r h otolaryngol &ead )e k !urg 4((+A+4=3++(<-+4 /addern B1. Bedah listrik "or tonsille tomy. >aryngos ope 4((4A++43++-+* )awawi ;. !tudi Perbandingan ara Cuillotine dan #iseksi. ;K:. +55( %ebster $9, /orley-;orster PK, #ain !, Canapathy !, 1uby 1, $u $, 9ook /B. $nesthesia "or adenotonsille tomy3 a omparison between tra heal intubation and the armoured laryngeal mask airway. 9an B $naeth +55*A6(3='=-, R$bstra tS L++ Plant 1>. 1adio"re]uen y treatment o" tonsillar hypertrophy. >aryngos ope 4((43++4A4(-4 %iatrak BB, %illging BP. !kalpel harmonik "or tonsille tomy. >aryngos ope 4((43++4A+6-+< )ational .nstitute "or 9lini al JL ellen e. 9oblation tonsille tomy. $vailable "rom3 http3@@www.ni e.org.uk@ip+='overview Koltai PB, !olares $, /as ha JB, /eng ^u. .ntra apsular partial tonsille tomy "or tonsillar hypertrophy in hildren. >aryngos ope 4((4,++43+=-+5. $meri an $ ademy o" 7tolaryngology-&ead and )e k !urgery. Tonsille tomy pro edures. $vailable "rom3 http3@@www.entlink.net@KidsJ)T@tonsil_pro edur es. "m Pra ti e advisory "or preanesthesia evaluation. $ report by the $meri an !o iety o" anesthesiologists task "or e on preanesthesia evaluation. 4((*. ;errari >1, 8assalo !$. $nesthesia "or otolaryngology pro edures. .n3 9ote 9B, Todres .#, 1yan B;, CoudsouFian )C, editors. $ Pra ti e o" anesthesia "or in"ants and hildren. Philadelphia3 %B !aunders 9ompany 4((+. *rd ed.p.6<+-<=. Tonsille tomy and adenoide tomy. .n3 !now B9. $nesthesia in otolaryngology and ophthalmology.:!$39harles 9 Thomas +5=5.p.46'-'=. Boseph //. $nesthesia "or ear, nose, and throat surgery. .n3 >ongne ker #J, Tinker B&, /organ CJ,editors. Prin iples and pra ti e o" anesthesiology. >ondon3 /osby +55,.4nd ed.p.44(,-+(. Keith $llman, .ain %ilson. 7L"ord &andbook o" $naesthesia, + st Jdition. 7L"ord :niversity Press, 4((+, '+= L4( ;rey 1B. Cale Jn y lopedia o" /edi ine. Published #e ember, 4((4 by the Cale Croup L44 1andal #$, &o""er /J. 9ompli ation o" tonsille tomy and
+5.
4.
*. 6.
'.
<. =.
26.
4=.
28.
45.
*(.
+*.
*+.
14.
+'. +<. +=.
*4.
+,.
*,.
*5.
6(.
6+.
64.
6*.
66.
6'.
6<.
6=.
6,.
65.
'(.
adenoide tomy. 7tolaryngol &ead )e k !urg +55,A++,3<+-, Paradise B>, Bluestone 9#, Ba hman 1Z, 9olborn #K, Bernard B!, Taylor ;&, et al. J""i a y o" tonsille tomy "or re urrent throat in"e tion in severely a""e ted hildren. 1esult o" parallel randomiFed and nonrandomiFed lini al trials. B$/$ +5,6A*+(3<=6-<,* R$bstra tS van !taaij BK, van den $kker J&, 1overs //, &ordijk CB, &oes $%, ! hilder $C/. J""e tiveness o" adenotonsille tomy in hildren with mild symptoms o" throat in"e tions or adenotonsillar hypertrophy3 open, randomised ontrolled trial. B/B, doi3+(.++*<@bmj.*,4+(.,4=5+=.=9 (published +( !eptember 4((6) !tewart /C, ;riedman J/, !ulek /, &ulka C;, Kuppersmith 1B, &arrill %9, et al. Euality o" li"e and health status in pediatri tonsil and adenoid disease. $r h 7tolaryngol, &ead )e k !urg 4(((A+4<36'-, Coldstein )$, ;atima /, 9ampbell T;, 1osen"eld 1/. 9hild behavior and ]uality o" li"e be"ore and a"ter tonsille tomy and adenoide tomy. $r h 7tolaryngol, &ead )e k !urg 4((4A+4,3==(-' /uis !, 1asgon B/, &ilsinger 1> Br. J""i a y o" tonsille tomy "or re urrent throat in"e tion in adults. >aryngos ope +55,A+(,3+*4'-, Bhatta harya ), Kepnes >B, !hapiro B. J""i a y and ]uality-o"-li"e impa t o" adult tonsille tomy. $r h o" 7tolaryngol and &ead )e k !urg 4((+A+4=3+*6=-'( Pinder #, &ilton /. #isse tion versus diathermy "or tonsille tomy (9o hrane 1eview). .n3 (he "ochrane #ibrary, .ssue *,4((6. 9hi hester, :K3 Bohn %iley Y !ons, >td. KretF ;B, 1eimann B, !telFner B, &eumann &, >ange-!tump" :. The laryngeal mask in pediatri adenotonsille tomy. $ metaanalysis o" medi al studies. $naesthetist 4(((A653=(<-+4 R$bstra tS $rti le in Cerman Jbster $9, /orley-;orster PK, #ain !, Canapathy !, 1uby 1, $u $, 9ook /B. $nesthesia "or adenotonsille tomy3 a omparison between tra heal intubation and the armoured laryngeal mask airway. 9an B $naeth +55*A6(3='=-,.R$bstra tS Bredenkamp BK, $bemayor J, %a kym P$, %ard P&. Tonsille tomy under lo al anesthesia3 a sa"e and e""e tive alternative. $m B 7tolaryngol +55(A++3+,-44 R$bstra tS $gren K, $ng]uiat !, #anneman $, ;ey hting B. >o al versus general anesthesia in tonsille tomy. 9lin 7tolaryngol +5,5A+635=-+(( R$bstra tS / 9lairen %9 Br, !trauss /. Tonsille tomy3 a lini al study omparing the e""e ts o" lo al versus general anesthesia. >aryngos ope +5,<A5<3*(,-+( R$bstra tS Kountakis !J. J""e tiveness o" perioperative bupiva aine in"iltration in tonsille tomy patients. $m B 7tolaryngol 4((4A4*3=<-,(
'+.
7hlms >$. .nje tion o" lo al anestheti in tonsille tomy. $r h 7tolaryngol &ead )e k !urg 4((+A+4=3+4=<-, 52. )ational Prospe tive Tonsille tomy $udit. .nterim report 4((6. $vailable "rom3 http3@@www.tonsil-audit.org '*. Krishna P, >ee #. Posttonsille tomy bleeding3 $ meta-analysis. >aryngos ope 4((+A+++3+*',-<+ '6. Bhatta harya ), Kepnes >B. J onomi bene"it o" tonsille tomy in adults with hroni tonsillitis. $r h o" 7tolaryngol and &ead )e k !urg 4((4A+4=3+*6=-'( 55. Scottish 'ntercollegiate &uidelines Net$ork/ /anagement o" sore throat and indi ations "or tonsille tomy. Banuary, +555. $vailable at3 http3@@www.sign.a .uk@pd"@sign*6.pd" 56. JB/ Cuidelines. !ore throat and tonsillitis. $pril, 4((+. $vailable at3 http3@@www.ebm-guidelines. om
PANEL AHLI dr.Bambang &ermani, !pT&T #epartemen Telinga &idung dan Tenggorok ;akultas Kedokteran :niversitas .ndonesia dr. #arnila ;a hrudin, !pT&T #epartemen Telinga &idung dan Tenggorok ;akultas Kedokteran :niversitas .ndonesia dr. !yahrial /.&., !pT&T #epartemen Telinga &idung dan Tenggorok ;akultas Kedokteran :niversitas .ndonesia dr. Bambang :djidjoko 1iyanto, !pT&T #epartemen Telinga &idung dan Tenggorok 1umah !akit dr. !ardjito Gogyakarta dr. !usilo, !p$nK.9 #epartemen $nestesi ;akultas Kedokteran :niversitas .ndonesia dr. &.). )aFar, ;ina9! .katan #okter Bedah .ndonesia TIM TEKNI' Ketua 3 Pro".#r.dr. !udigdo !astroasmoro, !p$(K) $nggota 3 Pro".#r.dr. &.1.Jddy 1ahardjo, !p$n, K.9 #r.dr. $kmal Taher, !pB, !p: dr. 1atna /ardiati, !pKB dr. %uwuh :tami )., /Kes dr. /onalisa )asrul dr. /utiara $r an dr. )astiti 1ahajeng