You are on page 1of 44

BAB 3 AKAD PEMBIAYAAN

Akad-akad pembiayaan syariah yang populer dewasa ini dalam sistem perbankan kita terbagi berdasarkan beberapa kriteria, yaitu: Berdasarkan prinsip titipan atau simpanan (Depository) Berdasarkan prinsip bagi hasil (Profit sharing) Berdasarkan Prinsip Jual-Beli (Sale and Purchase) Berdasarkan Prinsip Sewa (Operational Lease and Financial Lease) Berdasarkan Prinsip Jasa (Fee-Based Services)

A.

Prinsip Titipan atau Simpanan (Depository)


AL-WADIAH

PENGERTIAN : Wadiah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain yang bukan pemiliknya untuk tujuan keamanan. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut dan yang dititipi menjadi penjamin pengembalian barang titipan.

LANDASAN SYARIAH : 1. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya... (QS. An-Nisaa:58) 2. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tunaikanlah amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Hakim). 3. Ijma para ulama terhadap legitimasi al-wadiah karna kebutuhan manusia terhadap hal itu sebagaimana dikutip oleh Dr. Wahab al-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatiha.

MACAM-MACAM WADIAH : 1. Wadiah Yad Dhamanah - wadiah di mana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya. 2. Wadiah Yad Amanah - wadiah di mana si penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut. Hadist Rasulullah: Jaminan pertanggung jawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalah gunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai terhadap titipan tersebut.

SKEMA WADIAH YAD ADH DHAMANAH

TITIP BARANG/UANG KJKS/ BMT

NASABAH (PENITIP) BERI BONUS 4

BAGI HASIL KETERANGAN: 1. Penyimpan boleh memanfaatkan barang/uang titipan 2. Keuntungan sepenuhnya menjadi milik penyimpan 3. Penyimpan dapat memberikan bonus kepada penitip 3

PEMANFAATAN BARANG/UANG

PENGGUNA DANA

SKEMA WADIAH YAD AL AMANAH

TITIP BARANG

NASABAH (PENITIP)
BEBANKAN BIAYA PENITIPAN

BANK (PENYIMPAN)

KETERANGAN: 1. Harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan 2. Penerima titipan berfungsi menjaga barang yang dititipkan tanpa memanfaatkannya 3. Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan

JENIS BARANG YANG DI WADI`AHKAN Dalam kehidupan kita masa sekarang ini bahkan mungkin sejak adanya bank kompensional kita mungkin hanya mengenal tabungan/wadi`ah itu hanya berbentuk uang, tapi sebenarnya tidak, masih banyak lagi barang yang bisa kita wadi`ahkan seperti : 1. Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank konvensional tempat penyimpanannya dikenal dengan Safety Box sutu tempat/kotak dimana nasabah bisa menyimpan barang apa saja kedalam kotak tersebut. 2. Uang, jelas sebagaimana yang telah kita lakukan pada umumnya. 3. Dokumen (Saham, Obligasi, Bilyet giro, Surat perjanjian Mudhorobah dll) 4. Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll yang dianggap berharga mempunyai nilai uang)

RUKUN WADI`AH Rukun wadi`ah adalah hal-hal yang terkait atau yang harus ada didalamnya yang menyebabkan terjadinya Akad Wadi`ah yaitu : 1. Barang/Uang yang di Wadi`ahkan dalam keadaan jelas dan baik. 2. Ada Muwaddi` yang bertindak sebagai pemilik barang/uang sekaligus yang menitipkannya/menyerahkan. 3. Ada Mustawda` yang bertindak sebagai penerima simpanan atau yang memberikan pelayanan jasa custodian. 4. Kemudian diakhiri dengan Ijab Qabul (Sighat), dalam perbankan biasanya ditandai dengan penanda tanganan surat/buku tanda bukti penyimpanan. Dalam perbankan Syari`ah tanpa salah satu darinya maka proses Wadi`ah itu tidak berjalan/terjadi/sah.

APLIKASI AKAD WADIAH Tn. Baris memiliki rekening giro wadiah di Bank Muamalat Sungailat dengan saldo ratarata pada bulan Mei 2002 adalah Rp 1.000.000,-. Bonus yang diberikan BMS kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di BMS adalah Rp 500.000.000,-. Pendapatan BMS dari penggunaan giro wadiah adalah Rp 20.000.000,-Pertanyaan : Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Baris pada akhir bulan Mei 2002.

Jawab: Bonus yang diterima = Rp 1.000.000 x Rp. 20.000.000 x 30% Rp.500.000.000 = Rp 12.000 Bank syariah sentosa menyalurkan pembiayaan sebesar Rp.600.000.000 dengan keuntungan dari pembiayaan tsb adalah sebesar Rp16.000.000. jika pak hasan adalah salah satu nasabah yang memiliki giro di bank tersebut senilai Rp.25.000.000. dimana nisbah bagi hasil untuk jenis giro adalah 20:80.dengan bobot giro 0,91. Berapakah pendapatan yang diterima oleh pak hasan: Jawab: Pembiyaan = Rp.600.000.000

Total pendapatan = Rp.16.000.000

Jenis produk

Saldo akhir bulan (1)

Bobot (2)

Saldo tertimbang (3=12)

Distribusi pendapatan /jenis 4=(3/3)x4

Nisbah untuk nasabah 5 20% 65% 70% 75% 80% 85%

Bagi hasil nasabah per produk 6=45 Rp.520.000 Rp.3.417.143 Rp.2.850.000 Rp.508.929 Rp.1.628571 Rp.1.153.571

% PA 7=(6/1)x12100%

A. Giro B. Tabungan C. Deposito 1 bulan 3 bulan 6 bulan 12 bulan jumlah

Rp.100.000.000 Rp.200.000.000 Rp.150.000.000 Rp.25.000.000 Rp.75.000.000 Rp.50.000.000

0.91 0.92 0.95 0.95 0.95 0.95

Rp.91.000.000 Rp.184.000.000 Rp.142.500.000 Rp.23.750.000 Rp.71.250.000 Rp.47.500.000

Rp.2.600.00 Rp.5.257.143 Rp.4.071.429 Rp.678.571 Rp.2.035.714 Rp.1.357.143

6% 21% 23% 24% 26% 28%

Rp.600.000

Rp.560.000.000

Rp.16.000.000

Rp.10.078.214

Bagi hasil yang diperoleh pak hasan per tahunnya adalah: Rp 25.000.0006% = Rp.1.500.000,

B. Prinsip Bagi Hasil (Profit-Sharing)


AL-MUSYARAKAH (PARTNERSHIP, PROJECT FINANCING PARTICIPATION) Pengertian: Al-Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha

tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Landasan Syariah: 1. 2. maka mereka berserikat pada sepertiga (QS. An-Nisa: 12) Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman,

Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya (HR. Abu Dawud dan Hakim) 3. Ijma para ulama sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni telah

berkata, Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.

Jenis-jenis al-Musyarakah: 1. Syirkah al-Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi

dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati diantara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan.Mayoritas ulama membolehkan jenis al-musyarakah ini. 2. Syirkah Mufawadhah adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak

memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis al-musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak. 3. Syirkah Amal adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara

bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerjasama dua orang arsitek utk menggarap sebuah proyek atau kerjasama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Al-Musyarakah ini kadang-kadang disebut musyarakah abdan atau sanaai. 4. Syirkah Wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise

baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tsb secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tsb. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai musyarakah piutang.

2. AL-MUDHARABAH (TRUST FINANCING, TRUST INVESTMENT) Pengertian : Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tsb.

Landasan Syariah: 1. Al Quran dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari mencari sebagian karunia Allah SWT (QS. Al-Muzammil: 20). 2. Al Hadits Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdil Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas pada dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun membolehkannya. (HR. Thabrani). 3. Ijma Para Sahabat sebagaimana dikutip oleh Imam Zailai, beliau menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Jenis-jenis al-Mudharabah : a. Mudharabah Muthlaqah : adalah bentuk kerjasama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan ifal ma syita (lakukanlah sesukamu) dari shahibul mal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar. b. Mudharabah Muqayyadah: adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul mal dalam memasuki jenis dunia usaha.

AKAD MUDHARABAH

3. AL-MUZARAAH (HARVEST-YIELD PROFIT SHARING) Pengertian Al-Muzaraah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (presentase) hasil panen. Al-Muzaraah seringkali diidentikan dengan Mukhabarah. Diantara keduanya terdapat sedikit perbedaan sebagai berikut. Muzaraah: benih dari pemilik lahan, sedangkan Mukhabarah: benih dari penggarap. Landasan Syariah 1. Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan tanah Khaibar kepada penduduknya (waktu itu mereka masih Yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman. 2. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jbir yang mengatakan bahwa bangsa Arab senantiasa mengolah tanahnya secara Muzaraah dengan rasio bagi hasil 1/3:2/3 , 1/4:3/4 , 1/2:1/2, maka Rasulullah SAW pun bersabda: Hendaklah menanami atau menyerahkannya untuk digarap. Barangsiapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya 3. Ijma. Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar: Tidak ada satu rumahpun di Madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara Muzaraah dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4. Hal ini telah dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib, Saad bin Abi Waqash, Ibnu Masud, Umar bin Abdil Aziz, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar dan keluarga Ali. Rukun Muzaraah Rukun Muzaraah terdiri dari tiga unsur yaitu: a) Pemilik lahan b) Petani penggarap c) Objek akad d) Ijab dan qabul Berakhirnya akad Muzaraah

a. Jangka waktu yang disepakati berakhir b. Apabila salah seorang yang berakad wafat c. Adanya uzhur salah satu pihak, baik dari pihak pemilik lahan maupun dari pihak petani yang menyebabkan mereka tidak bisa melanjutkan akad Muzaraah. Aplikasi akad Muzaraah Akad Muzaraah dimaksudkan untuk membantu mengembangkan sektor pertanian, namun sistem Muzaraah ini jarang sekali digunakan karena sudut pandang perbankan itu sendiri kurang menarik untuk berinvestasi dibidang pertanian hanya UMKM dan usaha kecil saja yang baru menggunakannya. Contoh : Ada seseorang mempunyai tanah tetapi ia tidak bisa menggarap tanah tersebut karena suatu hal, misal sibuk banyak pekerjaan ataupun keterbatasan fisik. Orang tersebut dapat menyuruh orang lain untuk menggarap tanahnya itu, tetapi semua kebutuhan bercocok tanam seperti benih dan alat-alat bercocok tanam lainnya disediakan oleh pemilik tanah dan orang yang disuruh menggarap tanah tersebut harus diberi imbalan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.

Skema Muzaraah.
Kesepakatan

Pemilik lahan

Penggarap/pengelola

benih

LAHAN

= Hasil

4. AL-MUSAQAH (PLANTATION MANAGEMENT FEE BASED ON CERTAIN PORTION OF YIELD) Pengertian: Al-Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah dimana si pengelola hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan si pengelola berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. Landasan Syariah : 1. Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW pernah memberikan tanah dan tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Khaibar untuk dipelihara dengan mempergunakan peralatan dan dana mereka. Sebagai imbalan, mereka memperoleh persentase tertentu dari hasil panen. 2. Ijma. Telah berkata Abu Jafar Muhammad bin Ali bin Husein bin Ali bahwa Rasulullah SAW telah menjadikan penduduk Khaibar sebagai pengelola dan

pemelihara atas dasar bagi hasil. Hal ini dilanjutkan oleh Abu Bakar, Umar, Ali, serta keluarga-keluarga mereka sampai hari ini dengan rasio 1/3 dan 1/4. Semua telah dilakukan oleh Khulafa ar-Rasyidin pada zaman pemerintahannya dan semua pihak telah mengetahuinya, tetapi tak ada seorangpun yang

menyanggahnya. Berarti, ini adalah suatu ijma sukuti dari umat. 3. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing rukun adalah: a. Ucapan yang dilakukan kadang jelas (sharih) dan dengan samaran (kinayah), disyaratkan shigat itu dengan lafazd dan tidak cukup dengan perbuatan saja; b. Kedua belah pihak yang melakukan transaksi al-musaqah harus yang mampu dalam bertindak yaitu dewasa (akil baligh) dan berakal;

c. Dalam obyek al-musaqah itu terdapat perbedaan pendapat ulama fiqh. Menurut Hanafiyah yang menjadi obyeknya adalah pepohonan yang berbuah, seperti kurma, anggur dan terong atau pohon yang mempunyai akar ke dasar bumi. Menurut ulama Malikiyah mengatakan bahwa obyeknya adalah tanaman keras dan palawija, seperti kurma, anggur, terong dan apel, dengan syarat bahwa: (a) Akad al-musaqah itu dilakukan sebelum buah itu layak panen; (b) Tenggang waktu yang ditentukan harus jelas; (c) Akad dilakukan setelah tanaman itu tumbuh; (d) Pemilik perkebunan tidak mampu untuk mengelola dan memelihara tanaman itu. Menurut Hanabilah yang boleh dijadikan obyek al-musaqah adalah tanaman yang buahnya boleh dikonsumsi, maka dari itu al-musaqah tidak berlaku terhadap tanaman yang tidak berbuah. Sedangkan ulama Syafiiyah berpendapat bahwa yang boleh dijadikan obyek itu adalah kurma dan anggur saja. Sebagaimana terlampir dalam hadits Rasulullah Saw yang berbunyi Artinya : Rasulullah Saw. menyerahkan perkebunan kurma di Khaibar kepada Yahudi dengan ketentuan sebagian hasilnya, baik dari buah-buahan maupun dari biji-bijian menjadi mililk orang Yahudi itu; d. Tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada petani pengelola setelah akad berlangsung untuk dikelola, tanpa campur tangan pemiliknya; e. Hasil (buah) yang dihasilkan dari kebun itu merupakan hak mereka bersama, sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat, baik dibagi menjadi dua, atau tiga, dan sebagai berikut; f. Lamanya perjanjian itu harus jelas, karena transaksi ini hampir sama dengan transaksi ijarah ( sewa menyewa ). g. Rukun musaqah antara lain adalah : pemilik kebun ( musaaqi ) dan pengelola ( saqiy ), keduanya hendaklah orang yang berhak membelanjakan harta. h. Pohon yang dipelihara baik yang buahnya musiman, tahunan maupun terus Menerus pekerjaan yang harus di selesaikan pengelola harus jelas baik waktu, jenis dan sifatnya hasil yang diperoleh berupa buah, daun, kayu atau yang lainnya. Pembagian hasil pekerjaan ini harus dijelaskan pada waktu akad Akad yaitu wajib qabul berupa tulisan, perkataan atau isyarat i. Berakhirnya Akad Al-Musaqah Menurut para ulama fiqh berakhirnya akad al-musaqah itu apabila :

Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis; Salah satu pihak meninggal dunia; Ada udzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan akad. Dalam udzur disini para ulama berbeda pendapat tentang apakah akad almusaqah itu dapat diwarisi atau tidak : Ulama Malikiyah : bahwa almusaqah adalah akad yang boleh diwarisi, jika salah satunya meninggal dunia dan tidak boleh dibatalkan hanya karena ada udzur dari pihak petani. Ulama Syafiiyah : bahwa akad al-musaqah tidak boleh dibatalkan meskipun ada udzur, dan apabila petani pengelola mempunyai halangan, maka wajib petani pengelola itu menunjuk salah seorang untuk melanjutkan pekerjaan itu. Ulama Hanabilah : bahwa akad al-musaqah sama dengan akad al-muzaraah, yaitu akad yang tidak mengikat bagi kedua belah pihak. Maka dari itu masing-masing pihak boleh membatalkan akad itu. Jika pembatalan itu dilakukan setelah pohon berbuah, dan buah itu dibagi dua antara pemilik dan pengelola sesuai dengan kesepakatan yang telah ada.

Contoh Musaqah Misal si A adalah orang yang sangat kaya dan memiliki banyak tanah atau ladang dimana-mana dan si B adalah seorang yang rajin bekerja tapi kekurangan lapangan pekerjaan, karena si B orang yang jujur dan dapat dipercaya maka si A menyerahkan sebagian kebunnya kepada si B dengan ketentuan ketentuan tertentu yang telah di setujui oleh kedua pihak. Dan dengan disetujuinya perjanjian tersebut maka si B pun harus merawat kebun si A dengan sebaik baiknya sampai waktu panen telah tiba.

Hikmah Musaqah 1. Menghilangkan bahaya kefaqiran dan kemiskinan dan dengan demikian terpenuhi segala kekurangan dan kebutuhan. 2. Terciptanya saling memberi manfaat antara sesama manusia. 3. Bagi pemilik kebun sudah tentu pepohonannya akan terpelihara dari kerusakan dan akan tumbuh subur karena dirawat.

Skema Musaqoh

Perjanjian Bagi Hasil

SKEMA MUSAQAH
Pemilik Lahan Pengelola

Lahan Pertanian

Lahan Benih Pupuk Air Hasil Panen

Pemeliharaan Penyiraman

C. Prinsip Jual-Beli (Sale and Purchase)


1. BAI AL-MURABAHAH (DEFERRED PAYMENT SALE) Pengertian:

Bai al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Misalnya pedagang eceran membeli komputer dari grosir dengan harga Rp.10.000.000,00. kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp.750.000,00 dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rp.10.750.000,00. Pada umumnya, si pedagang eceran tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar keuntungan yang akan diambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran kalau memang akan dibayar secara angsuran. Bai al-murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembelian (KPP). Dalam kitab al-Umm Imam Syafii menamai transaksi sejenis ini dengan istilah al-aamir bi asy-syira. Alur Transaksi Murabahah: 1. Negosiasi

Bank Syariah (Penjual) 2. Akad Murabahah 6. Bayar

Nasabah (Pembeli)

5. Kirim Dokumen

3. Beli Barang

Pemasok

3. Kirim Barang

16

Landasan Syariah:

1. Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah: 275) 2. Dari Suhaib ar-Rumi ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah). 3. Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang MURABAHAH ini adalah sebagai berikut : Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah: 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank. Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah: 1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank. 2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. 3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

17

7. Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka : jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Ketiga : Jaminan dalam Murabahah: 1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. 2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. Keempat : Utang dalam Murabahah: 1. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank. 2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. 3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan. Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah: 1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya. 2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Keenam : Bangkrut dalam Murabahah: Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

18

Aplikasi:

Pada tanggal 5 Januari 2013 PT Halal melakukan negosiasi dengan Bank Syariah untuk memperoleh fasilitas Murabahah dengan pesanan untuk pembelian sebuah mobil dengan rencana sebagai berikut: Harga Barang Uang muka Pembiayaan oleh bank Margin Harga jual Jumlah bulan angsuran Biaya administrasi Rp 100 juta Rp 10 juta (10% dari harga barang) Rp 90 juta Rp 18 juta (20% dari pembiayaan oleh bank) Rp 118 juta (harga barang plus margin) 24 bulan 1 % dari pembiayaan oleh bank

Jawab: Misalkan dengan menggunakan data murabahah dengan pesanan di atas (Total Piutang Rp 118.000.000, Uang Muka Rp 10.000.000, Jangka Waktu 24 bulan) maka: Cicilan perbulan = Total Piutang Uang Muka Jumlah bulan pelunasan = Rp 118.000.000 Rp 10.000.000 24 = Rp 108.000.000 24 = Rp 4.500.000 Pendapatan marjin perbulan = Piutang murabahah jatuh tempo perbulan / Total piutang bersih x MYD (Marjin Yang Ditangguhkan) Pendapatan marjin perbulan = Rp 4.500.000 / Rp 108.000.000 X Rp.18.000.000 = Rp 750.000 Jika pada jumlah cicilan per bulan sebesar Rp 4.500.000 mengandung marjin sebesar Rp 750.000 maka pokok piutang yang terlunasi adalah Rp 3.750.000 (cicilan dikurangi marjin)

19

2. BAI AS-SALAM (IN FRONT PAYMENT SALE) A. SALAM BIASA Pengertian:

Dalam pengertian yang sederhana, bai as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka, akad salam ini digunakan untuk memfasilitasi pembelian suatu barang (biasanya barang hasil pertanian) yang memerlukan waktu untuk memproduksinya. Landasan Syariah:

1. Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya (QS. Al-Baqarah: 282). Dalam kaitan ayat tersebut Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai as-salam. Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada Kitab-Nya dan diizinkan-Nya, ia lalu membaca ayat tersebut. 2. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW datang ke Madinah dimana penduduknya melakukan salam dalam buah-buahan untuk jangka waktu satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata: Barangsiapa yang melakukan salaf (salam) hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula untuk jangka waktu yang diketahui Ketentuan Syariah

Transaksi salam diatur dalam fatwa DSN no 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam. Fatwa tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran, barang, salam paralel, waktu penyerahan dan syarat pembatalan kontrak. Rukun-rukun salam meliputi:

(a) transaktor yakni pembeli (muslam) dan penjual (muslam ilaih); (b) objek akad salam berupa barang dan harga yang diperjualbelikan dalam transaksi salam; dan (c) ijab dan kabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual beli secara salam, baik berupa ucapan atau perbuatan. a. Transaktor Transaktor terdiri atas pembeli (muslam) dalam hal ini nasabah dan penjual (muslam ilaih) dalam hal ini bank syariah. Kedua transakstor disyaratkan memiliki kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa dan lain yang sejenis. Adapun untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan pantauan dari walinya. Terkait dengan penjual, fatwa DSN no 05/DSN-MUI/IV/2000 mengharuskan agar penjual menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
20

Penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga. b. Objek Salam DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh barang yang diperjualbelikan dalam transaksi salam. Ketentuan tersebut antara lain: harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang harus dapat dijelaskan spesifikasinya penyerahannya dilakukan kemudian waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan Terkait dengan alat pembayaran, DSN mensyaratkan alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya. Alat bayar bisa berupa uang, barang atau manfaat. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati. Pembayaran itu sendiri tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang. B. SALAM PARALEL Salam paralel merupakan bai as-salam antara bank dan nasabah dan antara bank dan pemasok atau pihak ketiga lainnya secara simultan. Dewan Pengawas Syariah Rajhi Banking and Investment Corporation telah menetapkan fatwa yang membolehkan praktik salam paralel dengan syarat pelaksanaan transaksi salam kedua tidak bergantung pada pelaksanaan akad salam yang pertama. Rukun Transaksi Salam Paralel

Berdasarkan fatwa DSN no 5 tahun 2000, disebutkan bahwa akad salam kedua (antara bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang terdapat pada akad salam pertama juga berlaku pada akad salam kedua. Pengawasan Syariah Transaksi Salam dan Salam paralel

a) memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam; b) memastikan bahwa pembayaran atas barang salam kepada pemasok telah dilakukan diawal kontrak secara tunai sebesar akad salam; c) meneliti bahwa akad salam telah sesuai dengan fatwa DSN-MUI tentang salam dan peraturan Bank Indonesia yang berlaku; d) meneliti kejelasan akad salam yang dilakukan dalam format salam paralel atau akad salam biasa; e) meneliti bahwa keuntungan bank syariah atas praktik salam paralel diperoleh dari selisih antara harga beli dari pemasok dengan harga jual kepada nasabah/pembeli akhir.
21

C. SKEMA SALAM PARALEL

D. SKEMA SALAM BIASA

22

Contoh Jual Beli Salam

Seorang petani yang memiliki 2 hektar sawah mengajuan pembiayaan sebesar Rp. 5.000.000,00. Pembiyaan tersebut sudah mencakup ongkos bibit dan upah pekerja. Ia berencana menanami sawahnya dengan bibit jenis IR36 yang bila telah digiling menjadi beras dijual dipasar dengan harga Rp. 2.000,00 per kg. Penghasilan yang di dapat dari sawahnya biasanya berjumlah 4 ton beras per hektar. Ia akan mengantar beras ini setelah 3 bulan. Bagaimana cara perhitungannya? Jawaban

Jumlah pembiayaan yang diajukan oleh petani sebesar Rp. 5.000.000,00, sedangkan harga beras IR36 di pasar Rp. 2.000,00 per kg. Karenanya, bank bisa membeli dari petani sebanyak 2,5 ton (Rp. 5.000.000,00 dibagi Rp. 2.000,00 per kg). Beras tersebut dapat dijual kepada pembeli berikutnya. Setelah melalui negoisasi, bank menjualnya sebesar Rp. 2.400,00 per kg., yang berarti total dana yang kembali sebesar Rp. 6.000.000,00 (dibilang secara umum, bank mendapat keuntungan jual beli, bukan pembuangan uang, sebesar 20% margin). 3.BAI AL-ISTISHNA

(PURCHASE

BY

ORDER

OR

MANUFACTURE)

PENGERTIAN: Bai al-istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual/Shani. Shani akan menyiapkan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dimana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. Menurut jumhur fuqaha, bai al-istishna merupakan suatu jenis khusus dari akad bai as-salam. Biasanya jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur. Dengan demikian, ketentuan bai alistishna mengikuti ketentuan dan aturan akad bai as-salam.

LANDASAN SYARIAH: Mengingat bai al-istishna merupakan lanjutan dari bai as-salam maka secara umum landasan syariah yang berlaku pada bai as-salam juga berlaku pada bai al-istishna.

RUKUN DAN KETENTUAN AKAD ISTISHNA :


23

Rukun Istishna ada 3, yaitu : 1. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli atau mustasni) dan penjual (pembuat sani) 2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan & modal istishna berbentuk harga 3. Ijab qabul/ serahterima.

KETENTUAN SYARIAH : 1. Pelaku, harus cakap hukum dan balig 2. Objek akad: a. Ketentuan tentang pembayaran 1). Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat, demikian juga degan cara pembayarannya. 2). Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi apabila setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam akad maka penambahan biaya menjadi tanggung jaawab pembeli 3). Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan 4). Pembayaran tidak boleh berupa pe,mbebasan utang. b. Ketetuan tentang barang 1) Barang pesanan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, mutu) sehingga tidak ada lagi jahala dan perselisihan dapat dihindari 2) Barang pesanan diserahkan kemudian 3) Waktu dan penyerahan barang harus ditetapkan nberdasarkan kesepakatan 4) Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual 5) Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan 6) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepatan, pemesan pemilik hak khiyar (hak memilik) untuk melanjutkan atau membatalkan akad 7) Dalam hal pemesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan karena ia telah menjalankan kewajibannya sesssuai dengan kesepakatan. 3. Ijab qabul Adalah pernyataan ekpsresi saling ridha/ rela diantara pihak pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, terttulis, melaui korespondensi atau menggunakan cara cara komunikasi modern Berakhirnya 1.Dipenuhinya akad istishna bias secara
24

disebakan normal

oleh oleh

hal-hal kedua

berikut belah

kewajiban

pihak

2.Persetujuan

bersama

kedua

belah

pihak

untuk

menghentikan

kotrak

3.Pembatalan hukum kontrak ini jika muncul sebab yang masuk akal untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing masing pihak bisa menuntut pembatalannya. AL-ISTISHNAPARALEL: Dalam al-istishna paralel, penjual membuat akad al-istishna dengan subkontraktor untuk membantunya memenuhi kewajiban akad al-istishna pertama (antara penjual dan pemesan). Pihak yang bertanggung jawab pada pemesan tetap terletak pada penjual tidak dapat dialihkan pada subkontraktor karena akad terjadi antara penjual dan pemesan bukan pemesan denga subkontraktor. Sehingga penjual tetap bertanggung jawab atas hasil kerja subkontraktor.

SKEMA AKAD ISTISHNA PARALEL

APLIKASI AKAD ISTISHNA Contoh kasus: untuk membangun sebuah bangunan


25

Transaksi istishna pertama: antara nasabah dengan bank Harga bangunan Termin pembayaran : Rp. 150.000.000 : 5 termin sebesar @ 30.000.000

Transaksi istishna kedua: antara bank dengan pemasok (kontraktor) Harga bangunan Termin pembayaran : Rp. 130.000.000 : 3 termin sebesar : 20%= 26.000.000 : 30%= 39.000.000 dan : 50%= 65.000.000

NERACA AWAL PERBANKAN SYARIAH Aktiva Aset Kas Penempatan pada BI Giro pada bank lain Piut ang murabahah, salam & istishna Pembiayaan musyarakah Persediaan Asset tetap dan akm penyusutan 25 jt mudharabah- 175 jt Passiva Utang Tabungan wadiah Giro wadiah Hutang salam Hutang istisna Investasi tidak terikat Tabungan mudharabah Deposito mudharabah Tab. & deposit dari bank lain Musyarakah Modal Modal disetor Laba ditahan Jumlah 200 jt Jumlah 100 jt 200 jt 25 jt 75 jt -

1. Bank membutuhkan dana untuk survey hal yang demikian di kemudian hari akan diakui sebagai biaya overhead sebagai penambah jumlah harga perolehan barang istishna Beban praakad yang diangguhkan Rp. 2 jt
26

Kas

Rp.2 jt

2. Saat penandatangan akad sebagai bentuk jadinya akad diteruskan Biaya istishna Rp. 2 jt Rp. 2 jt

Beban praakad yang ditangguhkan

3. Saat menerima barang dari pemasok, karena pemasok telah menyelesaikan 20% pembangunan, dan diakui dengan hutang Asset istisna dalam penyelesaian Utang Pembayaran barang kepada pemasok Utang istishna Kas Pengakuan pendapatan istishna Asset istishna dalam penyelesaian Harga pokok istishna Pendapatan margin istishna Rp. 4 juta Rp. 26 juta Rp. 30 juta Rp. 26 juta Rp. 26 juta Rp. 26 juta Rp. 26 juta

4. Saat menerima barang dari pemasok, karena pemasok telah menyelesaikan 30% pembangunan, dan diakui dengan hutang Asset istisna dalam penyelesaian Utang istishna Rp. 39 juta Rp. 39 juta

Pembayaran barang kepada pemasok Utang istishna Kas Rp. 39 juta Rp. 39 juta

Pengakuan pendapatan istishna Asset istishna dalam penyelesaian Harga pokok istishna Pendapatan margin istishna Rp. 6 juta Rp. 39 juta Rp. 45 juta

5. Saat menerima barang dari pemasok, karena pemasok telah menyelesaikan 50% pembangunan, dan diakui dengan hutang
27

Asset istisna dalam penyelesaian Utang istishna

Rp. 65 juta Rp. 65 juta

Pembayaran barang kepada pemasok Utang istishna Kas Rp. 65 juta Rp. 65 juta

Pengakuan pendapatan istishna Asset istishna dalam penyelesaian Harga pokok istishna Pendapatan margin istishna Rp. 10 juta Rp. 65 juta Rp. 75 juta

6. Penagihan piutang istishna dan menerima pembayaran piutang istishna dari pembeli (nasabah) selama 5 kali termin, maka sebenarnya jurnal ini dibut sebanyak 5 kali sesuai tanggal terminnya, namun disini dilakukan penyingkatan menjadi Satu Piutang istishna Termin istishna Rp. 30 juta Rp. 30 juta

Menerima pembayaran termin istishna dari pembeli (5 kali jurnal sesuai termin) Kas Piutang istishna Termin istishna Rp. 30 juta Rp. 30 juta Rp. 30 juta Rp. 30 juta

Asset istishna dalam penyelesaian

4. Prinsip Sewa (Operational Lease and Financial Lease)


AL-IJARAH (OPERATIONAL LEASE)

28

Pengertian: Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Landasan Syariah: 1. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 233). 2. Yang menjadi dalil dari ayattersebut adalah ungkapan apabila kamu memberikan pembayaran yang patut. Ungkapan tersebut menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah secara patut. Dalam hal ini termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau leasing. 2. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu, (HR. Bukhari dan Muslim).

29

AL-WAKALAH (DEPUTYSHIP) Pengertian Al-Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Akad al-wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Agen (wakil) boleh menerima komisi dan boleh juga tidak menerima komisi. Tetapi bila ada komisi atau upah maka akadnya seperti akad ijarah/sewa menyewa. Wakalah dengan imbalan disebut dengan wakalah bil ujrah, bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak. Landasan Syariah 1. Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya akau adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman. Dalam konteks ayat ini, Nabi Yusuf a.s. siap untuk menjadi wakil dan pengemban amanah menjaga gudang uang negeri Mesir. 2. Bahwasanya Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafidan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti al-harits. (Malik dalam kitab alMuwaththa) 3. Ijma para ulama yang bersepakat atas dibolehkannya wakalah. Rukun dan Syarat Wakalah a. Rukun Wakalah 1) Muwakil (orang yang mewakilkan/pemberi kuasa). 2) Wakil (yang mewakili/penerima kuasa). 3) Muwakkal fih/taukil (obyek yang diwakilkan/dikuasakan). 4) Shighat (ijab dan qabul). b. Syarat-syarat Wakalah 1) Orang yang mewakilkan ialah dia pemilik barang atau di bawah kekuasaannya dan dapat bertindak pada harta tersebut. Jika yang mewakilkan bukan pemilik atau pengampu, wakalah tersebut batal. Anak kecil yang dapat membedakan baik dan buruk dapat (boleh) mewakilkan tindakan-tindakan yang bermanfaat mahdhah, seperti perwakilan untuk menerima hibah, sedekah, dan wasiat. 2) Orang yang mewakili hendaknya orang yang sudah baligh dan berakal sehat. Bila seorang wakil itu idiot, gila, atau belum dewasa, maka perwakilan batal. Menurut Hanafiyah, anak kecil yang sudah dapat membedakan yang baik dan buruk sah untuk menjadi wakil, alasannya ialah bahwa Amar bin Sayyidah Ummuh Salah mengawinkan ibunya kepada Rasulullah saw., saat itu Amar merupakan anak kecil yang masih belum baligh. 3) Syarat-syarat obyek yang diwakilkan ialah: a) Menerima penggantian, maksudnya boleh diwakilkan pada orang lain untuk mengerjakannya, maka tidaklah sah mewakilkan untuk mengerjakan sholat, puasa, dan membaca ayat al-Quran, karena hal ini tidak bisa diwakilkan. b) Dimiliki oleh yang berwakil ketika ia berwakil itu, maka batal mewakilkan sesuatu yang akan dibeli. c) Diketahui dengan jelas, maka batal mewakilkan sesuatu yang masih samar, seperti seseorang berkata: Aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawinkan salah seorang anakku. 4) Shighat diucapkan dari yang berwakil sebagai simbol keridhoannya untuk mewakilkan, dan wakil menerimanya. Berakhirnya Wakalah Akad wakalah berakhir jika terjadi salah satu dari hal-hal sebagai berikut:

30

a. Matinya salah seorang dari yang berakad karena salah satu syarat sah akad adalah orang yang berakad masih hidup. b. Bila salah seorang yang berakad gila, karena syarat sah akad salah satunya orang yang berakad mempunyai akal. c. Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah berhenti, dalam keadaan seperti ini wakalah tidak berfungsi lagi. d. Pemutusan oleh yang mewakilkan terhadap wakil meskipun wakil belum mengetahui (pendapat Syafii dan Hambali). Menurut Madzab Hanafi wakil wajib mengetahui putusan yang mewakilkan. Sebelum ia mengetahui hal itu, tindakannya itu tak ubah seperti sebelum diputuskan, untuk segala hukumnya. e. Wakil memutuskan sendiri, menurut Madzab Hanafi tidak perlu orang yang mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak perlu kehadirannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. f. Keluarnya orang yang mewakilkan dari status kepemilikan. Aplikasi akad Wakalah Aplikasi Wakalah dalam konteks akad tabarru dalam perbankan Syariah berbentuk jasa pelayanan, dimana Bank Syariah memberikan jasa Wakalah, sebagai wakil dari nasabah sebagai pemberi kuasa (muwakil) untuk melakukan sesuatu (taukil). Dalam hal ini Bank akan mendapatkan upah atau biaya administrasi atas jasanya tersebut. Contoh : Proses transfer uang, yaitu proses yang menggunakan konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Muwakil terhadap bank sebagai Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan

Skema Wakalah

Pemberi Kuasa (Nasabah)

Kontrak+fee

Penerima Kuasa

Taukil (Obyek) -Transfer -Kliring - Inkaso

31

AL-IJARAH AL-MUNTAHIA BI AT-TAMLIK (FINANCIAL LEASE WITHPURCHASE OPTION) Pengertian adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa.

2 4

1 3

Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. Identifikasi dan memilih Pengajuan IMBT Menjual rumah tunai pada harga 100 juta (perjanjian penjualan property) Menyewakan rumah 1 jt/bulan perjanjian sewa menyewa (PSM) Membayar uang sewa 1 juta/ bulan di akhir dengan pembelian 10 juta perjanjian jual property

Contoh soal IMBT dalam kehidupan nyata


Perhitungan dari skema IMBT ini dapat djelaskan melalui contoh berikut: Misalkan ada seseorang yang hendak menjual rumah seharga Rp100.000.000. Dan ada seorang pembeli B yang ingin membeli rumah tersebut dengan meminta bantuan Bank A memberikan pembiayaan, maka bank A dapat menawarkan kepada pembeli B untuk bekerja sama dengan akad IMBT. Maka kontrak pertama yang dilakukan adalah Bank A harus membeli rumah kepada penjual rumah dengan harga Rp100.000.000 dan akan dilanjutkan dengan perjanjian kontrak kedua, yaitu Bank A menyewakan rumahnya kepada pembeli B. Misalkan biaya sewa yang disepakati adalah sebesar Rp1.000.000 per bulan selama 10 tahun (120 bulan), maka pembeli B akan mengeluarkan uang sewa sampai 10 tahun adalah sebesar Rp1.000.000 dikali dengan 120 bulan, adalah sebesar Rp120.000.000. Di akhir masa sewa, Bank A menjual rumah yang telah dimilikinya kepada pembeli B dengan harga Rp10.000.000. Maka kepemilikan rumah telah berpindah kepada pembeli B pada saat kontrak 32

perjanjian yang terakhir, yaitu setelah 10 tahun. Apabila perhitungan tersebut digambarkan ke dalam skema akad IMBT, gambar berikut adalah skema aliran dana yang terjadi.

B.

AL-KAFALAH (GUARANTY) Pengertian: Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Akad kafalah secara teknis berupa perjanjian bahwa seseorang memberikan penjaminan kepada seorang kreditur yang memberikan hutang kepada seorang debitur, yaitu menjamin bahwa hutang debitur akan dilunasi oleh penjamin apabila debitur tidak membayar hutangnya. Contoh akad kafalah garansi bank dan sebagai berikut. Landasan Syariah : 1. Penyeru-penyeru itu berseru, Kami kehilangan piala raja dan barangsiapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya. (QS. Yusuf: 72). Kata Zaim yang berarti penjamin dalam surat Yusuf tersebut adalah gharim, orang yang bertanggung jawab atas pembayaran. 2. Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW mayat seorang laki-laki utk dishalatkanRasulullah SAW bertanya: Apakah dia mempunyai hutang? Sahabat menjawab: ya sejumlah tiga dinarAbu Qatadah lalu berkata: Saya menjamin utangnya ya Rasulullah (HR. Bukhari).

Adapun beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi kafalah, diantaranya: 1) Kafiil merupakan orang yang berkewajiban melakukan tanggungan. 2) Ashiil/ makful anhu merupakan orang yang berutang atau orang yang ditanggung. 3) Makful lahu merupakan orang yang memberi utang(berpiutang). 4) Makful bihi merupakan sesuatu yang dijamin berupa orang atau barang atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang keadaannya ditanggung(ashiil/ makful anhu). 5) Lafal merupakan lafal yang menunjukkan arti menjamin. Ketentuan Umum Kafalah (Fatwa DSN NO: 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah) 1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). 2. Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan. 3. Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak. Macam-macam Orang Yang Dapat Ditanggung Mengenai siapa orang-orang yang dapat ditanggung, para ulama fikih menyatakan, bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menerima jaminan/tanggungan tersebut. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai orang yang sudah wafat (mati) yang tidak meninggalkan harta warisan. Menurut pendapat Imam Malik dan Syafi'i, hal yang demikian boleh ditanggung. Alasannya adalah dengan berpedoman pada Hadis tersebut di atas tentang ketidaksediaan Nabi SAW. menshalatkan jenazah karena meninggalkan sejumlah hutang. Sedangkan Imam Hanafi menyatakan tidak boleh,
33

dengan alasan bahwa tanggungan tersebut tidak berkaitan sama sekali dengan orang yang tidak ada. Berbeda halnya dengan orang yang pailit. Jumhur fuqaha' juga berpendapat tentang bolehnya memberikan tanggungan kepada orang yang dipenjara atau orang yang sedang dalam keadaan musafir. Tetapi Imam Abu Hanifah tidak membolehkannya. Masa Tanggungan Masa tanggungan dengan harta, yakni masa penuntutan kepada penanggung adalah dimulai sejak tetapnya hak atas orang yang ditanggung, baik berdasarkan pengakuannya maupun saksi, demikian pendapat fuqaha'. Kemudian fuqaha' bersilang pendapat tentang masa wajibnya tanggungan dengan badan, apakah tanggungan tersebut menjadi wajib sebelum tetapnya hak atau tidak?. Segolongan fuqaha' berpendapat, bahwa tanggungan itu tidak menjadi wajib sebelum tetapnya hak. Pandangan ini dipegangi oleh golongan Imam Malik, Syuraih al-Qadhi dan al-Sya'bi. Segolongan lainnya berpendapat, bahwa untuk menetapkan hak tersebut harus ada konfirmasi dengan pihak penanggung (dengan badan) dan ia memang bersedia menjadi penanggung. Selanjutnya, kapan pengambilan hak itu terjadi atau kapankah pengambilan hak itu menjadi wajib, dan sampai kapan waktunya?, Sebagian fuqaha' berpendapat bahwa apabila debitur dapat menyampaikan bukti-bukti yang kuat atau saksi misalnya, maka ia harus memberikan penanggung (dengan badan), sehingga terlihat haknya. Jika tidak demikian, maka tidak ada keharusan memberi penanggung. Apabila ia ingin juga mengambil penanggung dengan berupaya menghadirkan saksi, maka ia diberikan tempo selama 5 (lima) hari kerja untuk maksud tersebut, yakni masa penanggung memberikan tanggungan. Ini pendapat Ibn al-Qashim dari kalangan madzhab Maliki. Fuqaha' Irak berpandangan, bahwa tidak dapat diambil penanggung atas debitur sebelum tetapnya hak. Sependapat dengan Ibn al-Qashim, mereka memberikan waktu hanya 3 (tiga) hari. la menambahkan, bahwa tidak boleh diambil penanggung atas seseorang kecuali dengan adanya saksi. Dengan demikian akan tampak jelas pengakuannya itu benar atau tidak benar. Apabila keadilan antara kedua belah pihak dalam masalah ini akan ditegakkan, maka keberadaan saksi mutlak diperlukan, baik kesaksian atas beban (hutang) debitur maupun kesaksian atas diambilnya tanggungan oleh pihak penanggung. Ini memudahkan pihak Kreditur dalam melakukan tindakantindakan ke depan, apabila diperlukan. Kewajiban Penanggung Apabila orang yang ditanggung tersebut bepergian jauh atau "menghilang", bagaimanakah tanggung jawab orang yang menanggung?. Dalam hal ini ada tiga pendapat, sebagai berikut:Penanggung wajib mendatangkan (menemukan) orang yang ditanggung, atau mengganti kerugian. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik beserta pengikutnya dan fuqaha' Madinah. Bahwa penanggung dipenjarakan, sehingga orang yang ditanggung telah datang, atau kalau dia wafat, telah diketahui kewafatannya. Ini pandangan Imam Abu Hanifah dan fuqaha' Irak. Bahwa penanggung tidak terkena kewajiban apapun termasuk dipenjarakan, kecuali ia harus mencarinya/mendatangkannya, jika ia mengetahui tempatnya. Ini pendapat Abu Ubaid al-Qasim. Pendapat Imam Malik yang mengatakan, bahwa penanggung harus menanggung kerugian atas orang yang ditanggung apabila ia pergi, didasarkan pada Hadis Ibnu 'Abbas r.a. sebagai berikut: "Sesungguhnya seorang laki-laki meminta kepada debiturnya agar memberikan hartanya kepadanya, lalu ia memberikan
34

penanggung kepadanya, tetapi ia tidak mampu, sehingga orang tersebut mengadukannya kepada Nabi SAW. Maka Rasulullah SAW. pun menanggungnya, kemudian debitur memberikan harta kepadanya." Obyek Tanggungan Mengenai obyek tanggungan, menurut sebagian besar ulama fikih, adalah harta. Hal ini didasarkan kepada Hadis Nabi SAW: Penanggung itu menanggung kerugian. Sehubungan dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh penanggung adalah berupa harta, maka hal ini dikategorikan menjadi tiga hal, sebagai berikut: 1. Tanggungan dengan hutang, yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi tanggungan orang lain. Dalam masalah tanggungan hutang, disyaratkan bahwa hendaknya, nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi tanggungan/jaminan dan bahwa barangnya diketahui, karena apabila tidak diketahui, maka dikhawatirkan akan terjadi gharar. 2. Tanggungan dengan materi, yaitu kewajiban menyerahkan materi tertentu yang berada di tangan orang lain. Jika berbentuk bukan jaminan seperti 'ariyah (pinjaman) atau wadi 'ah (titipan), maka kafalah tidak sah. 3. Kafalah dengan harta, yaitu jaminan yang diberikan oleh seorang penjual kepada pembeli karena adanya risiko yang mungkin timbul dari barang yang dijualbelikan. Macam-macam Kafalah M. Syafi'i Antonio memberikan penjelasan tentang pembagian kafalah sebagai berikut: 1. Kafalah bi al-mal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu. 2. Kafalah bi al-nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan tertentu. 3. Kafalah bi al-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin pengembalian barang sewaan pada saat masa sewanya berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan, leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/fee kepada nasabah tersebut. 4. Kafalah al-munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu dan untuk tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia perbankan, kafalah model ini dikenal dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi). 5. Kafalah al-muallaqah, Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan tujuan tertentu pula. Upah Atas Jasa Kafalah Adiwarman A. Karim memberikan keterangan tentang upah atas jasa kafalah ini yang ia kemukakan dengan mengawali sebuah pertanyaan: "Bolehkah si pejamin mengambil upah atas jasanya itu?" Kemudian ia menjelaskan bahwa, ulama kontemporer, seperti Mustafa Abdullah al-Hamsyari yang mengutip pendapat Imam Syafi'i, berpandangan bahwa pemberian uang (fee) kepada orang yang ditugaskan untuk mengadukan suatu masalah kepada raja tidak dapat dianggap sebagai uang sogok (riswah), tetapi dianggap sebagai upah (ju'alah), dan hukumnya sebagai ganjaran lelah atau biaya perjalanannya. Ulama lain, Abdu al-Sai' al-Misri mengatakan, bahwa seorang penanggung/penjamin haruslah mendapatkan upah
35

sesuai dengan pekerjaannya sebagai penjamin. Pendapat ini membuka peluang dimasukkannya pertimbangan besarnya risiko yang dipikul oleh si penjamin dalam memperhitungkan upahnya. Akibat-akibat Hukum Kafalah Apabila orang yang ditanggung tidak ada (pergi atau menghilang), maka kafil berkewajiban menjamin sepenuhnya. Dan ia tidak dapat keluar dari kafalah, kecuali dengan jalan memenuhi hutang yang menjadi beban 'ashil (orang yang ditanggung). Atau dengan jalan, bahwa orang memberikan pinjaman (hutang) -dalam hal ini bank- menyatakan bebas untuk kafil, atau ia mengundurkan diri dari kafalah. la berhak mengundurkan diri, karena memang itu haknya. Adapun yang menjadi hak orang/bank (sebagai makful lahu) menfasakh akad kafalah dari pihaknya. Karena hak menfasakh ini adalah hak makful lahu. Dalam hal orang yang ditanggung melarikan diri, sedangkan ia tidak mengetahui tempatnya, maka si penanggung tidak wajib mendatangkannya, tetapi apabila ia mengetahui tempatnya, maka ia wajib mendatangkannya, dan si penanggung diberikan waktu yang cukup untuk keperluan tersebut. Penerapan Kafalah Dalam Perbankan Sebagaimana dimaklumi, bahwa kafalah (bank garansi) adalah jaminan yang diberikan bank atas permintaan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak lain apabila nasabah yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya. Di samping itu, jaminan (penanggungan) tersebut bisa bersifat kebendaan, seperti hak tanggungan dan jaminan fiducia serta jaminan perorangan (personal guarantee). Jaminan perorangan (termasuk di dalamnya badan hukum = company guarantee) dalam praktek perbankan diberikan dalam bentuk bank garansi, sebagaimana diatur dalam SE Dir BI nomor: 23/7/UKU, tanggal 18 Maret 1991. Bank garansi yang diterbitkan suatu bank merupakan pernyataan tertulis untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan apabila di kemudian hari pihak terjamin tidak memenuhi kewajibannya kepada penerima jaminan sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah ditentukan. Oleh karena itu, di dalam mekanisme bank garansi terdapat tiga pihak yang terkait, yaitu bank sebagai penjamin, nasabah sebagai terjamin atas permintaannya, dan penerima jaminan. Bank dalam pemberian garansi ini, bisaanya meminta setoran jaminan sejumlah tertentu (sebagian atau seluruhnya) dari total nilai obyek yang dijaminkan. Di samping itu, bank memungut biaya sebagai ju'alah dan biaya administrasi. Dalam buku Konsep, Produk, Dan Implementasi Operasional Bank Syariah surat garansi yang dikeluarkan oleh bank garansi dapat di bagi menjadi lima bentuk surat penjaminan garansi yang dikeluarkan oleh bank penjamin kepada yang dijamin agar proyek usaha atau bisnisnya bisa selesai berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati dengan pemilik proyek. 1) Bid Bond Secara umum bid bond perngertiannya sama dengan penjabaran arti dengan makna dari bank garansi di atas. Bank sebagai pihak penjamin mengeluarkan jaminan atas permintaan nasabah untuk kepentingan pemilik proyek agar pengerjaan proyek tadi dapat selesai dengan seksama dan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan di awal. 2) Performance Bond Hampir sama dengan bid bond Jaminan yang diberikan oleh bank penjamin atas permintaan nasabah untuk kepentingan pihak pemilik proyek. hanya saja dalam
36

Permormance Bond justru disengaja ditekankan kepada pihak yang mengelola proyek terikat dengan kontrak dan hal ini juga menyebabkan pihak yang mengelola proyek tadi bisa dengan aman dan nyaman serta sungguh-sungguh dalam pengerjaan proyek yang tentunya pihak pengelola sangat ditekankan tanggung jawabnya kepada kepada pemilik proyek. 3) Advance Payment Bond Hampir sama dengan dua penjelasan di atas hanya saja yang menjadi perbedaannya antara bank penjamin, pihak yang dijamin, dan pihak yang terjamin adalah pembayaran di awal muka atau pembayaran termin oleh pemilik proyek kepada kontraktor. 4) Rentention Bond Jaminan yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah sebagai madhmun lahu untuk kepentingan pemilik proyek yang menjadi mitra kerja nasabah. Ia berkaitan dengan pemeliharaan hasil pekerjaan/proyek sampai batas waktu yang telah diperjanjikan kontrak kerja. 5) Custom Bond Berkaitan erat dengan penangguhan bea masuk atas barang = barang impor yang dimintakan penangguhan pembayarannya apanila memnuhi syarat-syarat yang ditetapkan penangguhan pembayarannnya. Garansi yang berupa surat penjaminan oleh bank atas permiantaan nasabah bank sebagai yang dijamin atas persetujuan pihak ketiga ( dalam hal ini adalah pemilik proyek ) akan berkahir bila masa berlaku yang telah disepakati sebelumnya oleh tiga pihak tersebut telah berakhir atau expired jika tidak masa berlaku garansi jaminan yang diberikan bank akan berkahir ketika masa pengerjaan atau pengelolaan proyek yang telah direncanakan antara pengelola proyek dengan pemilik proyek setelah selesai dalam waktunya atau finished dan menurut buku Konsep, Produk dan Implementasi Operasional bank Syariah ada dua hal lagi selain dua tadi yang menjadi alasan telah habisnya masa berlaku garansi yang ditebritkan oleh bank yaitu pihak ketiga telah mengembalikan bank garansi ,dan pihak ketiga melepaskan bank garansi. Bank Garansi dapat diperpanjang jika menurut pertimbangan pemilik proyek untuk menjamin keselamatan dan terpeliharanya keberlangsungan pengerjaan proyek . Atau Nasabah pun dapat memperpanjang bank garansi kjika merasa perlu untuk memastikan bahwa pengerjaan proyek tersebut dapat mencapai kesepakatan yang telah dicanangkan sebelumnya .

Skema Skema 1

Bu As, hari ini saya tidak mengajar anak2 3psa, rapat ndadak ig ... Ya Bu Mus. Nanti saya gantikan .. Ibu tenang aja...

37

Skema 2

Fee Kafalah

Beli

38

Hikmah dan Manfaat Kafalah 1) Sebagai salah satu akad yang terdapat dalam Fiqh Muamalah yang mengatur secara adil dan memilki maqashid menuju terciptanya kesejahteraan dan kenyamanan sesama manusia tatkala melakukan transaksi perdagangan maupun dalam perbankan. 2) Dengan adanya kafalah, pihak yang dijamin atau disebut juga dengan madhmun anhu dapat menyelesaikan proyek atau usaha bisnisnya dengan ditanggung pengerjaanya dan bisa selesai dengan tepat waktu atau efisien dengan jaminan pihak ketiga yang menjamin pengerjaannya. 3) Dengan adanya kafalah, pihak yang terjamin atau dalam istilah fiqh muaamalah disebut sebagai Madhmun lahu menerima jaminan oleh penjamin (dalam hal ini bank) bahwa proyek yang diselesaikan oleh nasabah tadi dapat selesai dengan tepat waktunya dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya.

C. Al-HAWALAH (TRANSFER SERVICE) Pengertian: Adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal alaih atau orang yang berkewajiban membayar hutang. Skema: B. MUHIL A. MUHAL

HUTANG

Rp.10.000.000,00

PIUTANG PEMBAYARAN HUTANG

C. MUHAL ALAIH

39

Landasan Syariah: 1. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kedzaliman. Dan jika salah seorang dari kamu diikutkan (dihawalahkan) kepada orang yang mampu/kaya terimalah hawalah itu. 2. Ijma ulama bahwa hawalah dibolehkan. 3. Bill discounting. Secara prinsip bill discounting serupa dengan hawalah, hanya saja dalam bill discounting nasabah harus membayar fee.

4. Fatwa DSN-MUI NO. 12/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Hawalah Pertama : Ketentuan Umum dalam Hawalah: Rukun hawalah adalah muhil, yakni orang yang berutang dan sekaligus berpiutang, muhal atau muhtal, yakni orang berpiutang kepada muhil, muhal alaih, yakni orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal, muhal bih, yakni utang muhil kepada muhtal, dan sighat (ijabqabul). Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal/muhtal, dan muhal alaih. Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas. Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhtal dan muhal alaih; dan hak penagihan muhal berpindah kepada muhal alaih.

Kedua : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Sumber tambahan : http://www.ekonomisyariahindonesia.com Aplikasi: Hawalah Mutlaqah 1. Pak Ali adalah pengusaha yang sukses. Pada suatu tender ia memasang harga yang sangat tinggi, ternyata ia kalah tender. Untuk menutupi biaya yang terlanjur dikeluarkan, ia berhutang ke bank. Tapi Pak Ali mengalihkan hak penagih bank
40

kepada Pak Joni, karena Pak Joni telah bersepakat dengan Pak Ali dan ia mau menggantikan Pak Ali membayar hutangnya. Hawalah Muqayyadah 2. Pak Raden adalah seorang nasabah di BRI Syariah. Salah seorang rekan bisnisnya berhutang sebesar Rp 10.000.000,00. Karena Pak Raden juga sedang sangat sibuk dengan bisnisnya yang lain, maka dia memutuskan untuk menghawalahkan piutang tersebut kepada BRI Syariah. Dengan demikian, BRI Syariah akan menyerahkan uang Rp 10.000.000,00 kepada Pak Raden, dan bank akan menagih uang tersebut pada rekan kerja Pak Raden. D. AR-RAHN (MORTAGE) AR-RAHN (MORTAGE) A. Pengertian Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Sedangkan barang gadaian dalam dunia finansial disebut collateral.

B. Landasan Syariah 1. Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). (QS. Al-Baqarah: 283) 2. Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi. (HR. Bukhari dan Muslim)

C. Rukun dan Syarat Rahn Ulama fiqih dalam menetapkan rukun pelaksanaan akad rahn tersebut. Menurut jumhur ulama ulama rukun rahn itu ada empat. 1. Sigah ( Lafal ijab Kabul) yaitu pernyataan adanya perjanjian gadai. Lafaz dapat saja dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak 2. Ar-rahin dan al-murtahin (orang yang berakat) 3. Al-marhun (harta yang dijadikan anggunan) 4. Al-marhunbih (utang)
41

Sedangkan ulama mazhaf hanafi berpendapat lain bahwa rukun rahn itu hanya ijab (pernyataan meyerahkan barang sebagai anggunan oleh pemilik barang) dan kabul (pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima barang anggunan tersebut). Disamping itu, menurut mereka, untuk sempurna dan mengikatya akad rahn ini, maka di perlukan al-qabd (penguasaan barang) oleh kridor. Adapaun kedua orang yang melakukan akad, harta yang dijadikan agunan, dan utang, menurut ulama mashaf hanafi termaksuk syarat-syarat rahn bukan rukunnya. Syarat-syarat rahn. Ulama fiqhi mengemukakan syarat-syarat rahn itu sendiri adalah sebagai berikut : 1. Syarat yang terkait dengan orang yang berakat adalah cakap bertindak hokum. Kecakapan bertindak hokum, menurut jumhur ulama, adalah orang yang telah balig dan berakal. Namun menurut ulama Mazhaf hanafi, kedua belah pihak yang berakat tidak disayaratkan balig melainkan cukup berakal saja. Oleh sebab itu, menurut mereka anak kecil yang mumayis boleh melakukan akad rahn, dengan syarat akad rahn yang dialakukan anak kecil yang sudah mumayis ini mendapat persetujuan wilayah. 2. Syarat sigah ( lafal). Ulama mazhab hanafi mengatakan dalam akad rahn tidak boleh di kaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang, karena akad rahn sama dengan akad jual beli. Apabila akad tersebut dibarengi dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang. 3. Syarat al-marhunbih (utang) adalah a. b. c. merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada kreditor hutang itu bisa dilunasi dengan agunan utang itu jelas dan tertentu

4. Syarat al-marhun (barang yang dijadikan agunan) menurut ahli fiqhi : a. b. c. d. e. f. g. Agunan itu bisa dijual dan nilainya seimbang dengan utang Agunan itu bernilai harta dan bisa dimanfaatkan Agunan itu jelas dan tertentu Agunan itu milik sahdebitor Agunan itu tidak terkait dengan dengan hak orang lain Ugunan itu harta yang utuh tidak bertebaran dalam beberapa tempat Agunan itu bisa diserahkan baik materinya maupun manfaatnya.

D. Aplikasi dalam Perbankan:


42

1. Sebagai produk pelengkap: dipakai sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai al-murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut. 2. Sebagai Produk tersendiri, tetapi nasabah tidak dikenakan bunga akan tetapi sebatas biaya penitipan, pemeliharaan, serta penaksiran, dan dikenakan biaya hanya sekali dan ditetapkan di muka. Contoh aplikasi Rahn : Ibu Eva membutuhkan uang sebesar Rp. 10.000.000,-. Untuk itu, beliau mendatangi Bank syariah untuk meminjam uang dengan jaminan emas seberat 30 gr yang dimilikinya.(asumsi: biaya pemeliharaan emas adalah Rp. 3000/gr). Perhitungan Bank: Harga taksiran bank atas emas =Rp. 12.000.000,Maksimum pinjaman =75% dari nilai taksiran =75% x Rp. 12.000.000,=Rp. 9.000.000,Biaya pemeiharaan 30 gr emas =Rp. 90.000,Fasilitas Bank untuk Ibu Eva: Pinjaman =Rp. 9.000.000,Biaya (dibayar di muka) =Rp. 90.000,Jangka waktu = 2 bulan E. Skema Rahn

43

Marhun bih pembiayaan

2. Permohonan Pembiayaan

1c

44
3. Akad Pembiayaan
RAHIN/NASABAH

You might also like