You are on page 1of 5

Perkembangan Tulang (Osteogenesis) Proses pembentukan tulang disebut osteogenesis atau osifikasi.

Perkembangan sel prekusor tulang dibagi ke dalam tahapan perkembangan yakni 1. mesenchymal stem cells 2. Sel-sel osteoprogenitor 3. Pre-osteoblas 4. Osteoblas, dan 5. Osteosit matang. Setelah sel progenitor membentuk garis osteoblastik, kemudian dilanjutkan dengan tiga tahap perkembangan diferensiasi sel yaitu proliferasi, pematangan matrik, dan mineralisasi. Faktor pertumbuhan tulang tergantung pada herediter, nutrisi, vitamin, mineral, hormon, dan latihan atau stres pada tulang (Scalon dan Sanders 2007). Osifikasi adalah istilah lain untuk pembentukan tulang. Osifikasi (osteogenesis) berdasarkan asal

embriologisnya terdapat dua jenis osifikasi, yaitu ossifikasi intramembran yang terjadi pada sel mesenkim yang berdiferensiasi menjadi osteoblas di pusat ossifikasi secara langsung tanpa pembentukan kartilago terlebih dahulu dan osifikasi endokondral yaitu mineralisasi jaringan tulang yang dibentuk melalui pembentukan kartilago terlebih dahulu (Junqueira dan Carneiro 2005). a. Osifikasi intramembran Pada osifikasi intramembran, perkembangan tulang terjadi secara langsung. Selama ossifikasi intramembran, sel mesenkim berproliferasi ke dalam area yang memiliki vaskularisasi yang tinggi pada jaringan penghubung embrionik dalam pembentukan kondensasi sel atau pusat osifikasi primer (Junqueira dan Carneiro 2005). Sel ini akan mensintesis matriks tulang pada bagian periperal dan sel mesenkimal berlanjut untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas. Setelah itu, tulang akan dibentuk kembali dan semakin digantikan oleh tulang lamela matang/dewasa. Proses osifikasi ini merupakan sumber

pembentukan tulang pipih, salah satu diantaranya yaitu tulang pipih kepala. Pada awal perkembangan tulang pipih atap kepala, tulang yang baru dibentuk diendapkan pada pinggir dan permukaan tulang tersebut. Untuk tetap menjaga adanya ruang bagi pertumbuhan otak, rongga kranium harus membesar yaitu dengan cara resorpsi tulang pada permukaan luar dan permukaan dalam oleh osteoklas, bersamaan dengan terjadinya pengendapan tulang yang terus menerus pada kedua permukaan tulang (Junqueira dan Carneiro 2005).

b. Osifikasi endokondral Semua sel tulang lainnya di dalam tubuh dibentuk melalui proses osifikasi endokondral. Proses ini terjadi secara tidak langsung yaitu melalui pembentukan model tulang rawan terlebih dahulu dan kemudian mengalami penggantian menjadi tulang dewasa. Ossifikasi endokondral dapat dilihat pada proses pertumbuhan tulang panjang. Pada proses pertumbuhan tulang panjang akan terbentuk pusat osifikasi primer dimana penulangan pertama kali terjadi yaitu proses dimana kartilago memanjang dan meluas melalui proliferasi kondrosit dan deposisi matriks kartilago. Setelah pembentukan tersebut, kondrosit di daerah sentral kartilago mengalami proses pemasakan menuju hypertropic kondrosit (Junqueira dan Carneiro 2005). Setelah pusat osifikasi primer terbentuk maka rongga sumsum mulai meluas ke arah epifise. Perluasan rongga sumsum menuju ke ujung-ujung epifisis tulang rawan dan kondrosit tersusun dalam kolom-kolom memanjang pada tulang dan tahapan berikutnya pada osifikasi endokondral berlangsung pada zona-zona pada tulang secara berurutan (Junqueira dan Carneiro 2005). 2.1.2 Struktur Sel Tulang Osteoblas Osteoblas terbentuk dari sel osteoprogenitor yang telah berdiferensiasi. Di dalam osteoblas terdapat reseptor dari estrogen dan juga kalsitriol. Osteoblas memiliki diameter antara 20- 30 m dan terlihat sangat jelas pada sekitar lapisan osteoid dimana tulang baru terbentuk. Membran plasma osteoblas memiliki sifat khas yakni kaya akan enzim alkali fostatase, yang konsentrasinya dalam serum digunakan sebagai indeks dari adanya pembentukan tulang. Sel osteoblas yang telah matang memiliki banyak aparatus golgi yang berkembang dengan baik yang berfungsi sebagai sel sekretori, sitoplasma yang basofilik, dan banyak sekali retikulum endopasma. Osteoblas merupakan sel yang berbentuk kubus atau kolumnar dalam keadaan aktif sedangkan dalam keadaan tidak aktif osteoblas akan berbentuk pipih (Kierszenbaum 2002). Osteoblas berasal dari sel pluripoten mesenkim dan menyimpan osteoid, yakni matriks organik yang tidak

termineralisasi pada tulang. Osteoblas berfungsi untuk menginisiasi dan mengontrol proses mineralisasi osteoid (Kierszenbaum 2002). Osteoblas menghasilkan faktor pertumbuhan bersama dengan protein tulang morfogenetik. Osteoblas berperan dalam sintesis protein, glikosilasi, dan sekresi menghasilkan kolagen tipe I (90% dari total protein), osteocalcin, protein yang bukan kolagen diantaranya osteonectin, osteopontin, sialoprotein tulang, factor pertumbuhan tulang, sitokin, dan tentunya reseptor dari hormon-hormon (Kierszenbaum 2002). Osteocalcin merupakan protein sekretori spesifik yang timbul hanya pada akhir diferensiasi osteoblas di bawah pengaruh Cbfa1 (corebinding factor) (Kierszenbaum 2002). Osteocalcin banyak terdapat pada protein nonkolagen berfungsi

meregulasi kristal apetit pertumbuhan dan mengikat hidroksiapatit. Osteonectin merupakan polipeptida rantai tunggal yang terdapat pada beberapa jaringan karena ada saat awal perkembangan tulang. Osteonectin terbentuk karena adesi osteoblas yang mengikat hidroksiapatit. Sialoprotein tulang merupakan polipeptida rantai tunggal pada tulang dan jaringan ikat termineralisasi berfungsi mengikat sel melalui ikatan integrin dan hidroksiapatit (Meyer dan Wiesmann 2006). Osteosit Osteosit merupakan sel tulang yang telah dewasa dan sel utama pada tulangyang berperan dalam mengatur metabolisme seperti pertukaran nutrisi dan kotoran dengan darah. Osteosit berasal dari osteoblas yang berdeferensiasi dan terdapat di dalam lacuna yang terletak diantara lamela-lamela matriks pada saat pembentukan lapisan permukaan tulang berlangsung. Jumlahnya 20.000 30.000 per mm3 dan sel-sel ini secara aktif terlibat untuk mempertahankan matriks tulang dan kematiannya diikuti oleh resorpsi matriks tersebut sehingga osteosit lebih penting saat perbaikan tulang daripada pembentukan tulang baru (Junqueira dan Carneiro 2005; Tortora dan Derrickson 2009). Setelah pembentukan tulang selesai, sebagian kecil (10-20%) dari osteoblas melekat ke dalam bentuk baru dari matriks ekstraseluler dan kemudian menjadi osteosit (Junqueira dan Carneiro 2005). Kanalikuli merupakan suatu kanal dimana terdapat pembuluh darah yang berfungsi sebagai penyalur nutrisi

dan pertukaran gas yang akan digunakan oleh osteosit . Osteosit lebih kecil dari osteoblas dan osteosit telah kehilangan banyak organel pada sitoplasmanya. Osteosit muda lebih menyerupai osteoblas tetapi merupakan sel dewasa yang memiliki aparatus golgi dan reticulum endoplasma kasar yang sedikit lebih jelas tetapi memiliki jumlah lisosom yang lebih banyak. Osteosit dapat berhubungan satu sama lain melalui penjuluran sitoplasma yang melewati kanalikuli yang berperan dalam membantu koordinasi respon tulang terhadap stres atau deformasi. Osteoklas Osteoklas adalah sel raksasa hasil peleburan monosit (jenis sel darah putih) yang terkonsentrasi di endosteum dan melepaskan enzim lisosom untuk memecah protein dan mineral di matriks ekstraseluler. Osteoklas memiliki progenitor yang berbeda dari sel tulang lainnya karena tidak berasal dari sel mesenkim, melainkan dari jaringan mieloid yaitu monosit atau makrofag pada sumsum tulang (Ott 2002). Osteoklas bersifat mirip dengan sel fagositik lainnya dan berperan aktif dalam proses resorbsi tulang. Osteoklas merupakan sel fusi dari beberapa monosit sehingga bersifat multinukleus (10-20 nuklei) dengan ukuran besar dan berada di tulang kortikal atau tulang trabekular. Osteoklas berfungsi dalam mekanisme osteoklastogenesis, aktivasi resorpsi kalsium tulang, dan kartilago, dan merespon hormonal yang dapat menurunkan struktur dan fungsi tulang. Osteoklas dalam proses resorpsi tulang mensekresi enzim kolagenase dan proteinase lainnya, asam laktat, serta asam sitrat yang dapat melarutkan matriks tulang. Enzim-enzim ini memecah atau melarutkan matriks organik tulang sedangkan asam akan melarutkan garam-garam tulang. Melalui proses resorpsi tulang, osteoklas ikut mempengaruhi sejumlah proses dalam tubuh yaitu dalam mempertahankan keseimbangan kalsium darah, pertumbuhan dan perkembangan tulang serta perbaikan tulang setelah mengalami fraktur (Derek et al. 2007). Aktifitas osteoklas dipengaruhi oleh hormon sitokinin. Osteoklas memiliki reseptor untuk kalsitokinin, yakni suatu hormon tiroid. Akan tetapi osteoblas memiliki reseptor untuk hormon paratiroid dan begitu teraktivasi oleh hormon ini, osteoblas akan memperoduksi suatu sitokin yang disebut factor perangsang osteoklas. Osteoklas bersama hormon parathyroid berperan dalam

pengaturan kadar kalsium darah sehingga dijadikan target pengobatan osteoporosis (Junqueira dan Carneiro 2005; Tortora dan Derrickson 2009).

Gambar 1 Gambaran sel osteogenik, osteoblas, osteosit, dan osteoklas (dimodifikasi dari Leeson et al. 1996).

DAFTAR PUSTAKA
1. Scalon VC, Sanders T. 2007. Essentials of Anatomy and Physiology. Ed. 5. Philadelphia: F. A. Davis Comp. 2. Junqueira LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology: Text and Atlas. Ed.11. Poule; McGraw-Hill Medical. 3. Kierszenbaum AL. 2002. Histology and Cell Biology: An Introduction to Pathology. St. Louis: Mosby. Inc. An Affiliate of Elsevier. 4. Meyer U, Wiesmann HP. 2006. Bone and Cartilage Engineering. Heidelberg: Springer. 5. Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc. 6. Ott SM. 2002. Osteoporosis and bone physiology. J Am Medic 228: 334-341. 7. Derek S, Kalangi SJR, Wangko S. 2007. Kerja osteoklas pada perombakan tulang. BIK Biomed. 8. Leeson RC, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku ajar histologi. Ed. 7. Tambajong et al. Editor. Jakarta. Terjemahan dari : Textbook of Histology.

You might also like