You are on page 1of 1

IAI ID JUDUL KARYA

: 4565 : CORRIDOR FOR CHANGE : TOWARDS SUSTAINABILITY

2012 Toni, lajang, 27 tahun. Mahalnya harga tanah di Jakarta membuat Toni terpaksa tinggal di Bekasi. Setiap hari Toni harus bangun jam 4:30 pagi dan bersiap-siap ke kantor yang berada di di pusat Jakarta. Saat ini tidak ada pilihan lain baginya kecuali berangkat sepagi mungkin untuk menghindari kemacetan, pilihan yang sama dilakukan oleh sebagian besar penduduk Jakarta. Perjalanan pulang adalah cerita yang sama, Toni pulang paling tidak setelah jam 9 malam saat kemacetan sudah mulai mereda dan sampai di rumah 1 jam kemudian. Saat ini sarana transportasi massa sangat tidak nyaman dan tidak bisa diandalkan. Mobil pribadi terus bertambah dan pemerintah berencana membuat jalan layang disana sini, Toni tidak yakin ini sebuah solusi ditambah lagi wajah kota yang semakin memburuk karenanya. Secercah harapan, rencana MRT mulai terdengar. Toni membayangkan Jakarta bisa seperti kota-kota lain di dunia dengan transportasi massa yang sangat efisien. Sebuah kota yang bebas polusi dan berfungsi dengan baik yang menjadi tempat tinggal yang layak bagi anak cucunya. 2045 Toni, seorang kakek, 60 tahun. Toni duduk di taman di seberang apartemennya di pusat kota Jakarta. Di hari senjanya, Toni sering sekedar membaca koran dan berjalan-jalan di Taman Linear ini. Sangat sulit dibayangkan, taman ini dulunya adalah jalan raya yang sehari-hari dia lewati di masa mudanya. Sekarang, taman-taman linear dikembangkan dimanamana, bahkan di jalan layang yang tidak lagi digunakan. Jakarta menjadi hijau! Udara kota menjadi bersih dan lingkungan sangat ramah bagi pejalan kaki. Mobil tidak lagi sebanyak dulu. MRT sudah ada 5 line, monorail, trem dan cable bus menggantikan angkutan kota yang tidak efektif. Kendaraan pribadi dibatasi dan bahan bakar sudah tidak lagi menggunakan bensin namun dengan biogas dan solar cell. Karena nyaman, warga Jakarta pun banyak yang bersepeda dan berjalan kaki. Pembangunan apartemen dan rusun bersubsidi yang terus dilakukan sejak tahun 2010-an telah berhasil mengkonversi hunian landai yang tidak layak huni menjadi hunian-hunian vertikal. Dulu Toni tidak percaya Jakarta bisa mengikuti Singapura yang bisa menghapus slum dalam 50 tahun. Sekarang, slum hanyalah sebuah sejarah bagi Jakarta. Penataan kawasan yang compact, tata guna lahan yang mixed dan sebaran fasilitas umum yang baik membuat hidup lebih nyaman, terutama bagi Toni yang tidak lagi muda. Sekarang Toni dapat memenuhi hampir semua kebutuhannya tanpa harus naik kendaraan. Toni pun dapat mengantar cucunya ke sekolah dasar yang hanya berjarak 400 meter dari apartemen mereka. Hari ini, sepulang menjemput cucunya, Toni akan berkumpul di community garden untuk memanen hasil sayuran yang mereka tanam 3 bulan yang lalu dan menyiapkan acara peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-100. Rencananya, warga sekitar akan membuat panggung terapung di kolam banjir yang saat ini airnya sedang pasang karena musim hujan. Jakarta sekarang telah berubah menjadi seperti impian Toni. Program peningkatan transportasi massa dan konversi jalan telah merubah lebih dari 40 km2 jalan menjadi ruang terbuka hijau. Ruang hijau ini tidak hanya menjadi taman tempat bermain bagi anak-anak namun memberikan manfaat yang lebih besar. Program konversi jalan menjadi RTH juga telah membantu pengendalian banjir karena resapan kota bertambah, sebagian memiliki constructed wetland untuk pemurnian air limpasan, sebagian dilengkapi dengan kolam-kolam yang menjadi penuh saat banjir dan kering di saat musim kemarau. Beberapa komunitas bahkan bercocok tanam dan memenuhi sebagian bahan makanan dari ruang hijau ini. Hebatnya lagi, pada beberapa lokasi ada wind turbine dan solar cell yang dapat mencukupi kebutuhan energi bagi beberapa fasilitas publik di sekitarnya. Toni tersenyum, saat ini, 100 tahun kemerdekaan Indonesia, Jakarta meraih peringkat menjadi kota metropolitan hijau peringkat 10 di dunia. 100 tahun Indonesia merdeka, Jakarta merdeka dari kemacetan, banjir, sampah dan polusi.

You might also like