Professional Documents
Culture Documents
Tomini, Gorontalo merupakan salah satu program dari Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), melalui Proyek Pengembangan Geologi Kelautan Tematik (PGKT) tahun anggaran 2004. Data-data yang dihimpun dari lapangan berupa data-data geologi, geofisika dan hidro-oseanografi yang diolah dan dianalisis secara langsung ataupun dilakukan di laboratorium. Selain menampilkanissu utama mengenai keterdapatandan
penyebaran mineral ekonomis, pada laporan ini juga coba disinggung mengenai permasalahan yang muncul lainnya seperti dinamika lingkungan. Puji syukur ke hadirat Nya, penulis panjatkan dengan segala kerendahan hati dengan terselesaikannya penyusunan laporan ini. Dalam kesempatan yang berbahagia ini pula, penulis mengucapkan terimakasih kepada: Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan; Pemimpin Proyek Pengembangan Geologi Kelautan Tematik beserta jajarannya; Koordinator Program Lingkungan dan Sumber Daya Mineral serta Pejabat Fungsional di lingkungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan; Bapak Kepala Dinas Pertambangan Propinsi Gorontalo; Keluarga besar Ilahude dan Wartabone; Istri dan anak-anakku, atas pengertian dan doa yang tiada putusnya;
Kata Pengantar
Semua
rekan
dan
kolega
di
lingkungan
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Geologi Kelautan yang turut membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian laporan ini. Kami sadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikanperbaikan di masa datang. Akhir kata, menjadi harapan kami laporan ini dapat bermanfaat bagi kepentingan kita bersama. Semoga ridho Allah selalu menyertai kita.
Desember 2004
Penulis.
Kata Pengantar
ii
S ARI
aporan ini selain sebagai wujud pertanggungjawaban dari hasil kegiatan Penyelidikan Potensi Sumberdaya Mineral Pantai dan Lepas Pantai di Perairan Pantai Gorontalo, Kabupaten
Gorontalo dan sekitarnya juga sebagai ajang penyeberluasan informasi, yang dituangkan dalam suatu kolokium Puslitbang Geologi Kelautan. Kegiatan penyelidikannya sendiri dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana dugaan akan potensi unsur logam dasar (base metal) di atas sebagai jawaban untuk mengantisipasi kebutuhan mineral-mineral letakan menurut konsep pembentukan endapan letakan yang terjadi di daerah telitian selain sebagai wujud pelaksanaan kegiatan dari Proyek Pengembangan Geologi Kelautan Tematik tahun anggaran 2004. Tujuan penelitian adalah selain untuk melengkapi data dasar geologi dan geofisikan kelautan juga untuk mengetahui penyebaran dan besarnya kandungan dan variasi mineral letakan, khususnya mineral berat yang prospek dan ekonomis secara lateral (horisontal) pada sedimen dasar laut maupun sedimen pantai. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan terhadap 10 contoh singkapan di darat (dan pantai) serta 9 contoh di lepas pantai dengan menggunakan metoda Atomic Absorption Spectrometric (AAS) berhasil mengindentifikasi besaran konsentrasi dari beberapa logam dasar seperti Au, Cu, Zn dll. Dari hasil analisa tersebut diketahui kandungan Au berkisar antara 8 ppb di pantai Batato sekitar muara sungai Bone sisi barat (GRTP-01) dan pantai Batudaa (GRTP-09) hingga 17.3 ppm yang dijumpai pada daerah hulu Sungai Oluhutu di sekitar tinggian Bubotulo (GRTP-17). Konsentrasi kandungan Cu memiliki kisaran relatif merata antara 5 ppm yang dijumpai di sebelah tenggara Pantai Molutabu timur (GRTP-20) hingga 13 ppm terdapat sangat berdekatan dengan lokasi yang memiliki konsentrasi Au tertinggi (GRTP-17A). Sedangkan kisaran konsentrasi Pb antara 11 ppm (GRTP-20) hingga 179 ppm (GRTP-17A). Pendeliniasian yang dilakukan dengan berdasarkan ploting kandungan unsur-unsur yang bersangkutan dengan mempertimbangkan kondisi singkapan menghasilkan zonasi mineralisasi yang berbentuk subradier ke arah pantai dengan lokasi GRTP-17 dan 17-A sebagai pusatnya. Hasil di atas merupakan informasi awal yang diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan eksplorasi tahapan selanjutnya (misalnya pemboran) guna mendapatkan konsentrasi kandungan yang lebih terukur yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi nyata bagi daerah secara langsung tentu saja dengan tetap mengedepankan aspek keseimbangan lingkungan.
Sari
iii
BAB I
PENDAHULUAN
P
1.1
enyelidikan Potensi Sumber Daya Mineral di pantai dan perairan Teluk Tomini adalah untuk mengetahui (identifikasi) potensi
nirhayati dalam hal ini variasi mineral letakan dan konsentrasinya. LATAR BELAKANG Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Geologi Kelautan adalah merupakan salah satu instansi pemerintah di bawah
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral yang berkewajiban dalam kegiatan inventarisasi penyelidikan geologi dan potensi sumberdaya mineral di seluruh wilayah perairan laut dan pesisir Indonesia. Penyelidikan Potensi Sumberdaya Mineral Perairan Teluk Tomini, Gorontalo yang dilakukan oleh Puslitbang Geologi Kelautan dalam hal ini di bawah pengelolaan Proyek Pengembangan Geologi Kelautan Tematik
Pendahuluan
I-1
(pertambangan) khususnya sumberdaya mineral pantai dan lepas pantai, ini dapat dimengerti apabila mengingat usia Propinsi Gorontalo yang relatif masih muda selain masih kurangnya sumber daya manusia (juga peralatan) guna menginventarisasi segala potensi tersebut merupakan permasalahan menonjol hingga keberadaan berikut potensi dari sumberdaya mineral tersebut belum tergarap secara sungguhsungguh. Sebagai solusi alternatif diperlukan suatu kegiatan penyelidikan yang menghasilkan data yang berisi informasi mengenai letak, macam hingga besarnya kandungan, baik kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pusat terkait maupun kegiatan dimana peran daerah lebih menonjol sejalan dengan semangat otonomi daerah. Untuk kedepannya karena jenis kegiatan ini memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit selain
Pendahuluan
I-3
Gambar 1.1 Geotektonik Regional Sulawesi (disederhanakan dari Silver drr.,1983; Sukamto
& Simandjuntak, 1983 & Parkinson,1996, 1997)
Pendahuluan
I-5
magmatik tersebut, terjadilah pengangkatan pada akhir dari Miosen Akhir. Pada akhir kegiatan magmatik diorit Boliohuto, terjadilah kegiatan gunungapi yang menghasilkan Batuan Gunungapi Pani dan breksi Wobudu. Pada waktu itu, jalur tunjaman Sulawesi Utara diduga masih aktif, dan menghasilkan sejumlah sesar mendatar di bagian barat daerah penelitian. Pada pliosen terjadi pula kegiatan magmatik yang menghasilkan batuan terobosan granodiorit Bumbulan, yang kemudian diikuti oleh kegiatan gunungapi. Kegiatan gunungapi ini berlangsung hingga plistosen Awal dan menghasilkan batuan gunungapi Pinogu. Pada saat itu juga terjadi pengendapan batuan sedimen yang membentuk Formasi Lokodidi. Sementara itu, retas-retas yang bersusunan basal, andesit dan dasit masih terbentuk yang kemudian tidak lama lagi berhanti setelah berakhirnya gunung kegiatan api tersebut. Pada akhir Pliosen hingga Plistosen di daerah ini terjadi pengendapan yang membantuk satuan Batugamping Klastik pada laut dangkal. Sedangkan pada Plistosen Awal, terbentuklah endapan danau dan endapan sungai tua. Ketiga satuan batuan tersebut telah mengalami pengangkatan pada sekitar akhir plistosen. Pada akhir Plistosen hingga sekarang terjadi proses pendataran serta kegiatan tektonik yang masih aktif. Proses pendataran menghasilkan endapan aluvium sedangkan kegiatan tektonik menghasilkan beberapa
Pendahuluan
I-7
Daerah yang dipetakan dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi; satuan pegunungan berlereng terjal, perbukitan bergelombang dan satuan dataran rendah. Satuan pegunungan berlereng terjal
menempati bagian tengah dan utara daerah penelitian dengan beberapa puncaknya antara lain G. Tentolomatinan (2207 m), G. Bondalo (918 m), G. Pentolo (2051 m), G. Bian (1620 m), G. Pomonto
Pendahuluan
I-8
di sekitar Tumani, Poopo, dan di sebelah utara Telaga Mooat batuannya agak mengeras dan sedikit berubah bentuk. Di daerah Tawaang satuan ini sulit dipisahkan dari satuan Qs yang terdapat di Lembar Manado. Ql BATUGAMPING TERUMBU : Batugamping koral. Batugamping
koral berwarna putih dan umumnya pejal. Satuan ini sebagian sudah terangkat membentuk perbukitan sedang sebagian lainnya masih berkembang terus di bawah permukaan laut hingga sekarang. Umurnya di perkirakan Plistosen Akhir hingga Holosen. Satuan ini dijumpai di dekat Danau Limboto, di pantai selatan bagian timur dan di pantai
Pendahuluan
I-9
Endapan ini pada umumnya didominasi oleh Batulempung yang berwarna abu-abu kecoklatan; setempat mengandung sisa tumbuhan dan Lignit. Di beberapa tempat terdapat Batupasir berbutir halus hingga kasar, serta Kerikil. Pada batupasirnya setempat terdapat struktur Silang siur berskala kecil. Umumnya satuan ini masih belum padu. Umurnya diperkirakan Plistosen sampai Holosen. Sebaran batuan ini terutama menempati daerah lembah Paguyaman dan di sekitar danau Limbioto. Ketebalannya mencapai 94 m, dialasi oleh batuan Diorit (Trail, 1974). QTs MOLASA CELEBES SARASIN DAN SARASIN (1901) :
Konglomerat, Breksi, dan Batupasir. Konglomerat tersusun dari Andesit, Granit, Batupasir putih, dan kepingan Batugamping kelabu berukuran krikil sampai brangkal; setempat-setempat dengan sisipan batupasir kelabu dengan tebal 15 sampai 30 cm, sebagian besar mengeras lemah. Breksi terdiri dari kepingan Andesit, Granit, Basal; berukuran krikil sampai krakal. Singkapan kecil yang tidak dapat dipetakan di sebelah timur Sangkup di pantai utara yang terdiri dari Batupasir halus hingga kasar berlapis baik dengan kemiringan rendah, barangkali termasuk Molasa Celebes. Satuan ini terjadi di dalam cekungan-cekungan kecil, dan diperkirakan berumur Pliosen hingga Plistosen. QTv BATUAN GUNUNGAPI : Breksi gunungapi, Tufa, dan Lava.
batuan Gunungapi Hijau. Batugamping ini sebagian membentuk lensalensa di dalam batuan sedimen (Tms). Fosil-fosil yang dikandungnya
Lepidocyclina (Eulepidina) sp., Lepidocyclina parva (OPPENOORTH), Lepidocyclina sumatrensis (BRADY), Lepidocyclina eppioides (JONES
& CHAPMAN), Myogypsinoides sp., Spriroclypeus sp., Operculina sp., dan ganggang gampingan. Umur satuan ini adalah Miosen awal sampai Miosen akhir. Tmv/ Tmvl BATUAN GUNUNGAPI : Breksi gunungapi, Aglomerat,
mengandung urat Kalsit, Pirit, dan Kalkopirit; terdiri dari Andesit Hipersten, Andesit Horblende dan Dasit. Lava yang dapat dipetakan (Tmvl) di sebelah timur Danau Mala terdiri dari dasit. Sisipan batugamping kelabu mengandung fosil (BRADY),
Lepidocyclina sumatrensis
(NEWTON & HOLLAND),
Lepidocyclina
cf.verbeeki
gunungapi; dengan selingan Batupasir wake, Batupasir hijau, Batulanau, Batugamping merah, Batugamping kelabu dan sedikit batuan yang termetamorfkan. Lava basal dijumpai sebagai Basal masif, Basal terkekarkan dan Basal berstruktur bantal. Lava bantal masif berwarna abu-abu tua, bertekstur hipokristalin-porfiri afanitis, dengan hablur sulung terdiri
Pendahuluan
I-12
Sedangkan Basal terdaunkan berwarana abu-abu, dengan struktur pendaunan terlihat pada bagian luar singkapan, sedangkan pada bagian dalamnya masif, dan ini diduga sebagai akibat metamorf kataklastik. Batuan ini berstruktur amigdaloid yang terisi oleh Zeolit. Tekstur asal dalam batuan ini masih dapat dikenali, yaitu hipokristalinporfirioafanitik, dengan mineral kedap cahaya, Klorit juga dijumpai sebagai ubahan dari Hornblenda. Formasi Tinombo tersingkap luas di daerah penelitian, melampar dari barat daerah {Popayato) sampai timur (sebelah selatan Tolotio). Lava bantal yang bersusunan Basal dan Basal sepilitan tersingkap baik di sepanjang aliran S. Lemito dan S. Malango, sepanjang lebih kurang 20
Pendahuluan
I-14
sedimennya, Formasi Tinombo diperkirakan terbentuk pada lingkungan laut dalam. Nama formasi ini diambil dari daerah Tinombo di lengan utara Sulawesi, dan pertama kali diperkenalkan oleh (Ahlburg 1913, dalam Sukamto, 1973); (Gambar 1.2)
Pendahuluan
I-15
Gambar 1.2 Peta Geologi Lokasi Kegiatan dan sekitarnya (sumber: Puslitbang Geologi, 1997)
Pendahuluan
I-1
B A B II
PROFIL WILAYAH
T
2.1
sekitar Teluk Tomini yang diharapkan dapat memberikan gambaran awal mengenai lokasi kegiatan. KONDISI UMUM Deskripsi Geografis Pantai dan Perairan Teluk Tomini yang merupakan daerah lokasi kegiatan sesungguhnya adalah merupakan daerah pesisir (coastal zone) yakni wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi. Propinsi Gorontalo merupakan propinsi hasil pemekaran
Profil Wilayah
II-1
(Propinsi Sulawesi tengah); Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Poso dan Kabupaten Banggai (Propinsi Sulawesi Tengah) Secara topografis kedua perairan tersebut memiliki perbedaan yang cukup menyolok dimana perairan pantai utara relatif lebih landai (terutama di Teluk Kwandang) dimana kedalaman 200 meter masih dapat dijumpai hingga 25 km dari garis pantai. Hal yang sangat berbeda dijumpai di pantai selatan, dimana dasar lautnya lebih curam dimana sedalam 200 meter hanya dapat ditemui hingga 10 km dari garis pantai. Keadaan pasang surut (pasut) di daerah ini dipengaruhi oleh rambatan pasut dari Samudra Pasifik yang masuk melalui Laut Sulawesi dan Laut Maluku. Tipe pasang surut di kedua perairan ini adalah campuran dengan dominasi pasut ganda. Bertolak dari batasan pesisir yang ada, maka 80% wilayah Propinsi Gorontalo adalah kawasan pesisir. Hal ini juga diindikaskan oleh sosiokultural masyarakat yang kehidupannya sangat erat dengan
sumberdaya pesisir, selain jumlah desa pesisir yang mencapai 38% (137 desa) dari 363 desa yang masuk dalam 13 kecamatan.
Profil Wilayah
II-3
Foto 2.1
Sedangkan deskripsi geografis yang menjadi lokasi kegiatan adalah teluk tomini dalam lingkup administrasi Propinsi Gorontalo secara geografis kurang lebih menempati posisi 122.85BT - 123.4BT dan 0.25 LU - 0.55 LU (Gambar 2.1)
Profil Wilayah
II-4
: Lokasi Kegiatan
Deskripsi Kependudukan
Gambar 2.1
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2001, jumlah penduduk dikawasan Teluk Tomini mempunyai kepadatan yang bervariasi. Tabel 2.1
Luas Wilayah, Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Di Sebagian Kawasan Teluk Tomini Tahun 2001
No. 1. Kabupaten Bolaang Mongondow Binatauna Sangtombolang Poigar Kaidipang Pinolosian Lolak Bolaang Itang Kecamatan Luas 8358.04 348.94 1344.16 322.84 200.68 809.9 374.54 739.39 Jumlah 427958 11488 15476 15821 17986 18104 20078 22491 Kepadatan 51.20 32.92 11.51 49.01 89.63 22.35 53.61 30.42
Profil Wilayah
II-5
Profil Wilayah
II-6
mempertimbangkan faktor lain yang tak kalah penting seperti penyediaan fasilitas dan aksesbilitas yang memerlukan penanganan secara terpadu dan lintas sektoral selain sikap sosio-kultur
Profil Wilayah
II-10
B A B III
METODOLOGI
U
ini:
ntuk menjawab segala permasalahan dan menghasilkan sasaran seperti yang diharapkan, maka diperlukan beberapa metoda kegiatan
3.1 SISTIM POSISI PENGAMBILAN DATA Penentuan posisi dan lintasan survey dari seluruh kegiatan lapangan yang diinstal di kapal menggunakan Global Positioning System (GPS) type Garmin 235 yang telah diintegrasikan dengan Personal Computer (PC) atau laptop sehingga dapat langsung diakses dan diproses di lapangan sedangkan untuk kegiatan di darat dan pantainya
Metodologi
III-2
pantainya, dimana mineral berat diduga terakumulasi sehingga dapat dijadikan semacam kontrol mengenai keberadaan di lautnya. 3.3 PENELITIAN GEOLOGI DASAR DAN BAWAH LAUT 3.3.1 Pemeruman Pemeruman
(sounding)
dimaksudkan
untuk
mengukur
dan
mengetahui kedalaman dasar laut daerah penelitian berikut pola morfologi dasar lautnya. Kegiatan ini menggunakan alat perum
Metodologi
III-3
Foto 3.1 Instrumen pengukur kedalaman dasar laut tipe Odom Hydrotrack
3.3.2 Pengambilan Contoh Sedimen Dasar Laut Kegiatan ini diarahkan pada sedimen permukaanya dengan menggunakan Alat percontoh comot
Metodologi
III-4
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis dan pola sebaran sehingga sedimen permukaan untuk dimana proses mineral kegiatan terakumulasi, selanjutnya.
memudahkan
Pengambilan contoh sedimen permukaan ini akan dilakukan secara acak namun disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan interval jarak antar lokasi sesuai dengan kepentingan dan dapat mewakili daerah penelitian secara keseluruhan.
Metodologi
III-5
terakumulasinya mineral berat permukaan dasar laut dan untuk mengetahui penyebaran serta penerusannya secara horisontal berikut interpretasi ketebalannya. Metoda ini menggunakan sistem perangkat seismik pantul dangkal berresolusi tinggi tipe uniboom/ boomer (Foto 3.3) dengan sumber energi 300 joule, lintasan kurang lebih bersamaan dengan lintasan pemeruman. Metoda ini merupakan metoda yang dinamis dan menerus dengan memanfaatkan hasil pantulan gelombang akustik oleh bidang pantul akibat adanya perbedaan berat jenis pada bidang batas antara lapisan sedimen yang satu dengan yang lainnya. Gelombang atau signal yang dipantulkan oleh permukaan dasar laut akan ditangkap oleh hydrophone yang diletakkan 8-12 meter di belakang buritan kapal dan dikirim melalui kabel hydrophone sepanjang 3-5 meter untuk direkam oleh graphic
Metodologi
III-6
b.
Foto 3.4 Panel perekaman data seismik analog dari model EPC 3200
Metodologi
III-7
3.4.1 Pasang Surut Pasang surut adalah proses naik turunnya (elevasi) muka laut secara hampir periodik karena pengaruh gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Untuk memprediksi kondisi pasut dengan akurasi yang baik diperlukan data
pengukuran paling sedikit selama 15 hari. Tujuan dari pengamatan pasang surut adalah untuk menghitung tinggi muka laut rata-rata guna pembuatan peta batimetri. Pengamatan pasang surut pada penyelidikan ini dilakukan dengan menggunakan rambu ukur (peal schaal) yang ditempatkan di lokasi pengamatan pelabuhan Feri Gorontalo (Foto 3.5).
Metodologi
III-8
b; instrumen sensor)
Foto 3.6 Perangkat Pengukur arus digital tipe valeport 106. (a ; display monitor dan
3.4.3 Gelombang Pengamatan gelombang tersebar pada beberapa lokasi yang dianggap representatif untuk menerangkan proses dinamika oseanografi di daerah penelitian. Hasil pengamatan yang
mengetahui arah dominan angin khususnya angin yang dianggap dapat membangkitkan gelombang yaitu yang memiliki kecepatan diatas 10 knot. 3.5 PEMPROSESAN & ANALISIS DATA GEOLOGI Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan di lapangan, baik merupakan kegiatan analisa di laboratorium maupun kegiatan penafsiran dari data-data yang diperoleh di lapangan. Kegiatan ini pada dasarnya meliputi:
3.5.1 Analisa Besar Butir (Granulometri) Didahului dengan pengamatan megaskopis hasil dari kegiatan pengambilan contoh sedimen permukaan maupun pemboran. Analisa ini dilakukan dengan cara pengayakan dalam suatu urutan
mesh dengan bukaan yang berbeda (mulai dari ukuran 2 phi, yang
terbesar hingga 4 phi merupakan ukuran yang terkecil dengan interval mesh antar fraksi adalah 0,5 phi), selain itu dilakukan juga dengan metoda pipet (Foto 3.7a dan b) untuk sedimen yang berukuran halus yang mengacu kepada kaidah hukum Stokes. Dari hasil yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam program Kummod untuk mengetahui klasifikasi penamaan terhadap
Metodologi
III-10
a.
b.
Foto 3.7 Perangkat pengayakkan besar butir untuk sedimen kasar (a) dan sedimen halus/ lumpur (b)
Metodologi
III-11
mikroskopis guna mengetahui variasi mineral beratnya. Analisa ini dimaksudkan juga untuk menghitung konsentrasi setiap mineral yang ditemukan (dalam porsen berat).
Foto 3.8 Lemari asam untuk analisa mineral berat secara wet method
Metodologi
III-12
Atomic
Absorption
konsentrasinya, analisa unsur utama (major element) guna mengetahui komposisi utama pembentuk batuan, selain juga diperlukan analisa titrasi untuk mengetahui beberapa unsur (senyawa) tertentu.
Foto 3.9 Seperangkat alat AAS (tabung pengukur unsur & display)
3.5.4 Analisa Petrografis Dilakukan terhadap batuan keras guna mengetahui jenis batuan yang tercerminkan dari komposisi variasi mineral secara
Metodologi
III-13
Foto 3.10 Mikroskop untuk pengamatan sayatan tipis dan perangkat fotomikrograf
3.6.
PEMPROSESAN GEOFISIKA
DAN
ANALISIS
DATA
GEODESI
&
3.6.1 Pemeruman Data yang diperoleh dari pemeruman dikoreksi terhadap titik tengah pengukuran pasang surut di daerah penelitian, sedangkan untuk posisi pengambilan data dilakukan koreksi terhadap posisi transduser di kapal. Dari ke-dua koreksi yang dilakukan tersebut, selanjutnya dibuat peta kedalaman dasar laut (batimetri) dengan menarik garis kesamaan kedalaman dengan interval kedalaman setiap garis adalah 1 meter atau disesuaikan. Kemudian untuk memudahkan pemahaman dalam proses sedimentasinya, peta
Metodologi
III-14
menggunakan data pembanding berupa: Peta Geologi Lembar Tilamuta dan Kotamobagu. (Puslitbang Geologi, 1976). Penafsiran data seismik ini dilakukan dengan maksud untuk merekonstruksi kondisi geologi termasuk struktur yang
menyertainya serta lapisan-lapisan sedimen bawah permukaan selain itu bila memungkinkan dapat pula mengetahui ketebalan sedimen terkini yang sedikit banyak endapan diharapkan berpengaruh mineral dapat dalam
mengetahui Struktur
kondisi
akumulasi
letakannya. ditafsirkan
bawah
permukaan
berdasarkan kenampakan pola reflektornya, untuk menerangkan proses keterjadian, khususnya untuk mengetahui ketebalan sedimen kuarternya yang dicerminkan dengan pola reflektor yang cenderung transparan (free reflector) , apabila ada - pada beberapa lintasan terpilih digunakan alat bantu program MapInfo 7.5. Secara umum penafsiran rekaman seismik pantul dangkal saluran tunggal didasarkan pada hubungan antara karakteristik pola dan tipe internal reflector serta dengan memperhatikan bentuk dan batas sekuen, sehingga akan diperoleh batas antar sekuen yang mencerminkan bidang perlapisan batuan.
Metodologi
III-15
B A B IV
H
beberapa hasil yang dapat disajikan di bab ini meliputi: 4.1 LINTASAN POSISI PENGAMBILAN DATA
ASIL
erdasarkan beberapa kegiatan pengambilan data lapangan yang ditunjang dengan analisis laboratorium juga pengolahannya, ada
teknis seperti kesesuaian dengan metode survei lain seperti seismik terhadap waktu, maka waktu dan posisi yang terplotting dalam peta lintasan posisi diambil setiap rentang 1 menit.
4.2 PENELITIAN DAN PEMETAAN GEOLOGI KAWASAN PANTAI 4.2.1 Pemetaan Karakteristik Pantai
oleh: Noor CD. Aryanto dan Deny Setiady
Lokasi kegiatan penyelidikan yang secara geografis terdapat di dalam teluk memberikan kenampakan morfologi yang lengkap dan menarik, dimana morfologi perbukitan dengan lereng-lereng bukit yang curam maupun pedataran dengan hamparan pasir pantai yang luas dapat dijumpai di lokasi ini. Secara penafsiran awal karakteristik pantai lokasi kegiatan dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: (1) Pantai berbatu; (2) Pantai bertebing dan (3) Pantai berpasir.
Pantai berbatu
Keterdapatan pantai jenis ini ditemukan secara setempat-setempat, seperti dijumpai di bagian barat muara S. Bone di sepanjang Pantai Indah, masyarakat setempat menyebutnya Pantai Tangga 2000 yang secara umum pantainya tersusun atas batuan granit dan diorit berukuran bongkah-bongkah (boulder), yang sekaligus berfungsi sebagai bahan penguat tebing pantai buatan (Foto 4.1, 100_0021). Pemanfaatan ruang pantai sehari-harinya sebagai salah satu tempat wisata favorit masyarakat Gorontalo, khususnya disetiap Rabu dan Sabtu malam. Selain itu jenis pantai ini juga ditemukan di sisi timur muara S. Bone, yaitu di sekitar pantai Kunawe, hampir sama dengan
Hasil
IV-2
Pantai Indah di pantai ini tersusun atas batuan diorit hanya dengan ukuran bongkah yang lebih kecil daripada di Pantai Indah. Pemanfaatan pantai di lokasi ini yang dirasa penting adalah sebagai sarana pelabuhan utama Propinsi Gorontalo, baik sebagai pelabuhan angkutan barang maupun pelabuhan penyeberangan penumpang antar pulau (reguler). Namun demikian yang patut disayangkan adalah munculnya banyak bangunan semi-permanen yang sangat jelas terlihat di sepanjang sisi timur arah masuk ke pelabuhan sehingga memberikan karena penataannya yang kurang terintegrasi. kesan kumuh
Foto 4.1. Batuan diorit yang menyusun Pantai berbatu di Pantai Indah Tangga 2000
Pantai bertebing
Di daerah penelitian hampir sebagian besar jenis pantainya merupakan jenis pantai ini, karena pada bagian pantainya masih tersusun oleh batuan keras, baik berupa batuan gamping kristalin (di beberapa tempat ada pula batugamping bioklastik) dan batuan beku lainnya. Secara umum yang dimaksud dengan pantai bertebing pada klasifikasi
Hasil
IV-3
ini, adalah pantai yang tidak memiliki dataran paras pantai (beach
Foto 4.2. Batugamping terumbu merupakan penyusun Pantai bertebing di sekitar pantai Olele.
Pantai berpasir
Pelamparannya hampir sama dengan pantai bertebing, karena
keberadaan ke-dua jenis pantai ini silih-berganti mengikuti morfologi antara tanjung dan teluk. Material penyusun pasir dapat dibedakan berdasarkan warna pasirnya antara pasir yang berwarna kecoklatan
Hasil
IV-4
sebagai hasil rombakan foram besar dan pasir yang tersusun atas material rombakan batuan beku dan volkanik (lithic), (Foto 4.3, 100_055). Pemanfaatan jenis pantai ini biasanya berupa tempat pendaratan kapal nelayan disamping sarana dan prasarana nelayan lainnya, seperti TPI atau bahkan tempat pemukiman nelayan.
Foto 4.3. Pantai berpasir dengan material penyusun rombakan batuan beku dan volkanik di utara muara sungai di pantai Tombulitato
Hasil
IV-5
Hasil
IV-6
Telah dipaparkan di bab terdahulu bahwa morfologi darat Gorontalo karena faktor geologi (litologi dan struktur) memiliki bentukan yang demikian variatif, sehingga dipandang perlu dibuat satuan geomorfologinya. Penentuan satuan geomorfologi daerah telitian dilakukan melalui beberapa tahapan, tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut:
dimana : B = sudut lereng N = jumlah kontur yang terpotong garis sayatan IK = interval kontur (m)
Hasil
IV-8
kemiringan
(16%-18.75%)
Topografi
Hasil
IV-9
interpretasi indikasi dan faktor-faktor yang berpengaruh pada daerah yang ada. Pola pengaliran dapat diketahui dari analisa pola pengaliran yang terdapat pada peta topografi (diuraikan dalam sub bab tersendiri).
Perbukitan
Vulkanik
Paralel
Pv1
Perbukitan vulkanik berlereng sedang Perbukitan kompleks berlereng sedang Perbukitan strutural berlereng
Perbukitan
Vulkanik
Paralel
Pv2
Perbukitan
Vulkanik Struktur
Perbukitan
Intrusi, struktur
-Batuan gunungapi, Breksi, aglomerat, lava, sisipan batupasir. Dendritik - Batuan gunungapi; breksi gunungapi, tufa, lava. - Batuan terobosan: granit, granodiorit, Subdendritik diorit.
PK1
PS
IV-10
Hasil
Perbukitan
Dendritik
PK2
Tabel 4.1 Satuan Geomorfologi Daerah Telitian Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat diperoleh satuan geomorfologi daerah telitian adalah sebagai berikut (Gambar
Batulanggelo, Olimoo, Lamu, Bongo Barat, dimana daerah ini memiliki relief perbukitan dengan kemiringan lereng yang curam yang berkisar antara 22.22% sampai 50%. Pola pengaliran satuan ini adalah paralel. Litologi satuan perbukitan vulkanik berlereng curam ini adalah (i) Batugamping Koral. Formasi Tinombo; lava, basal, lava andesit, batupasir breksi hijau, gunungapi, selingan batupasir wake, merah,
batulanau,
batugamping
batugamping kelabu dan sedikit batuan termetamorfkan. (ii) Batuan gunungapi, Breksi gunungapi, tufa, lava. (iii) Diorit Boliohuto: diorit dan granudiorit.
Hasil
IV-11
Litologi satuan ini didominasi oleh batuan gunungapi, dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa genetik atau proses yang bekerja pada pembentukan bentuklahan daerah ini adalah vulkanik. Berdasarkan relief, genetik, litologi, pola pengaliran yang ada maka daerah ini dimasukkan ke dalam Satuan
Timbuoto, Luwohu, Talumolo yang memiliki relief perbukitan dengan lereng sedang yang berkisar antara 16.67% sampai 8.75%. Pola pengaliran daerah ini dendritik. Litologi satuan ini adalah:
Hasil
IV-12
(i) Batuan gunungapi: Breksi, Aglomerat, Lava, sisipan Batupasir. (ii) Batuan gunungapi: Breksi gunungapi, Tufa, Lava. Litologi didominasi oleh batuan gunungapi, dengan demikian dapat diinterpretasikan proses yang bekerja pada pembentukan lahan (genetik) daerah ini adalah vulkanik Selain itu dari peta geologi diketahui adanya pengaruh struktur geologi, maka genetik daerah telitian adalah struktur juga. Berdasarkan relief, genetik, litologi, pola pengaliran yang ada maka daerah ini dimasukkan ke dalam Satuan Geomorfologi Perbukitan kompleks berlereng sedang. 4. Satuan geomorfologi Perbukitan Struktural berlereng landai Satuan geomorfologi perbukitan struktural berlereng landai ini menempati daerah dekat sungai Bone, dengan relief perbukitan dan kemiringan lereng landai yang berkisar antara 8.33% sampai 12.55%. Litologi daerah ini adalah Batuan terobosan: Granit, Granodiorit, Diorit, dengan demikian maka diinterpretasikan bahwa proses yang bekerja pada pembentukan bentuklahan (genetik) daerah ini adalah intrusi. Selain itu terdapat juga struktur yang bekerja pada daerah telitian, maka dapat diinterpretasikan bahwa daerah telitian juga dipengaruhi struktur geologi dalam genetiknya. Dengan demikian karena proses yang bekerja dalam pembentukan bentuklahan daerah telitian adalah struktur geologi dan intrusi, namun yang sangat berpengaruh dalam genetik daerah telitian adalah struktur maka dapat dapat diinterpretasikan bahwa daerah ini memilik satuan geomorfologi Perbukitan struktural. Berdasarkan relief, genetik, litologi, pola pengaliran yang ada maka daerah ini
Hasil
IV-13
dimasukkan
ke
dalam
Satuan
Geomorfologi
Perbukitan
struktural berlereng landai. 5.Satuan Geomorfologi Perbukitan Kompleks Berlereng Curam Satuan geomorfologi perbukitan kompleks berlereng curam ini menempati daerah Olele, Tolotio Kiki, Tamboo, Mobuhu, Bilungala, Tihu, Tongo, Botungobungo, Uabanga Tengah,
Tambulitato, dengan relief perbukitan dengan kemiringan lereng curam yang berkisar antara 21.42% sampai 50%. Litologi daerah telitian adalah (i) Batuan gunungapi: Breksi gunungapi, Tufa, Lava. (ii) Batuan gunungapi: Breksi gunungapi, Aglomerat, Lava, mengandung sisipan Batupasir, Batulanau, Serpih dan Batugamping. (iii) Batuan terobosan: Granit, Granudorit, Diorit. Litologi daerah telitian didominasi oleh batuan gunungapi, dengan demikian diinterpretasikan vulkanik merupakan salah satu genetik dari daerah ini. Terdapat juga intrusi Granit, Granudiorit, dan Diorit, maka dapat diinterpretasikan bahwa intrusi merupakan proses yang berhubungan dengan
pembentukan bentuklahan di tempat ini, kemudian terdapat juga struktur geologi yang ada di Batuan Gunungapi Bilungala yaitu zona sesar naik bersudut 30o, di Sungai Tambulitato, Sungai Bilungala didapatkan perlipatan terbuka dengan
kemiringan sayap sekitar 30o dan sumbu berarah hampir Timur Barat, dengan demikian daerah ini dimasukkan dalam perbukitan kompleks karena proses pembentukan bentuklahan daerah
Hasil
ini
kompleks
yaitu
vulkanik,
struktur,
intrusi.
IV-14
Berdasarkan relief, genetik, litologi, pola pengaliran yang ada maka daerah ini dimasukkan ke dalam Satuan Geomorfologi Perbukitan kompleks berlereng curam.
Pola pengaliran paralel ini mengindikasikan bahwa sungai terbentuk dari aliran cabang-cabang sungai yang sejajar atau paralel pada bentang alam yang panjang serta mencerminkan kemiringan lereng yang cukup besar dan hampir seragam. Pola pengaliran ini di daerah telitian berupa: