You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Definisi Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 1 I.2 Epidemiologi Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan.2 Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia dan Respiratory symptoms questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South Wales, dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6%.1 I.3 Faktor Risiko Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor-faktor risiko tersebut tertera pada tabel berikut dibawah ini: Tabel 1. Faktor Risiko pada Asma1 Faktor Pejamu Predisposisi genetik Atopi Hiperresponsif jalan napas Jenis kelamin Ras / etnik Faktor Lingkungan Mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap Alergen di dalam dan di luar ruangan Polusi udara di dalam dan di luar ruangan Infeksi pernapasan Exercise dan hiperventilasi Perubahan cuaca
1

Sulfur dioksida Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan Ekspresi emosi yang berlebihan Asap rokok Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray) Faktor Lingkungan Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi asma Alergen di dalam ruangan Mite domestik Alergen binatang Alergen kecoa Jamur (fungi, molds, yeasts) Alergen di luar ruangan Tepung sari bunga Jamur (fungi, molds, yeasts) Bahan di lingkungan kerja Asap rokok Perokok aktif Perokok pasif Polusi udara Polusi udara di luar ruangan Polusi udara di dalam ruangan Infeksi pernapasan Hipotesis hygiene Infeksi parasit Status sosioekonomi Besar keluarga Diet dan obat Obesiti

BAB II PEMBAHASAN II.1 Patogenesis Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.1 Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan platelete activating factor (PAF) yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi (Gambar 2.).1 Gambar 1. Patogenesis Asma5

Gambar 2. Jalan Napas pada Asthma

II.2 Klasifikasi Tabel 2. Klasifikasi derajat berat Asma berdasarkan gambaran klinis1 Derajat Asma Intermiten Gejala Gejala Malam Faal Paru Bulanan 2 kali APE 80% sebulan Gejala < VEP1 80% 1x/minggu nilai prediksi APE 80% Tanpa gejala di nilai terbaik luar serangan Variabiliti Serangan singkat APE < 20% Mingguan > 2 kali APE > 80% sebulan Gejala > VEP1 80% 1x/minggu, tetapi nilai prediksi < 1x/hari APE 80% nilai terbaik Serangan dapat mengganggu Variabiliti aktivitas dan tidur APE 20-30% Harian > 1x / APE 60-80% Gejala setiap hari seminggu VEP1 6080% nilai Serangan prediksi APE mengganggu 60-80% nilai aktivitas dan tidur terbaik Membutuhkan Variabiliti bronkodilator APE > 30% setiap hari Kontinyu APE 60% Sering Gejala terus VEP1 60% menerus nilai prediksi Sering kambuh APE 60-% Aktivitas fisik nilai terbaik terbatas Variabiliti APE > 30%

Persisten Ringan

Persisten Sedang

Persisten Berat

II.3 Manifestasi Klinis Sesak cenderung pada malam hari Usia muda Riwayat alergi (+) Napas berbunyi ngik ngik Batuk meningkat pada kondisi tertentu (contoh: terpapar alergen) Merasa berat di dada Ada episode normal Penurunan BB tidak signifikan3

II.4 Diagnosis 1) Anamnesis Penegakan diagnosis asma dapat dilakukan berdasarkan anamnesa yang dilakukan terhadap pasien mengenai riwayat penyakit asma serta gejala yang dialami oleh pasien. Halhal mengenai riwayat penyakit atau gejala yang penting diketahui dalam menegakkan diagnosis asma antara lain: a) b) c) d) e) Gejala bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit: a) b) c) d) Riwayat keluarga Riwayat alergi/atopi Penyakit lain yang memberatkan Perkembangan penyakit dan pengobatan1

Gambar 3. Gejala dan Tanda pada Asma3

2) Pemeriksaan Fisik Inspeksi: Melihat bentuk dada, gerakan dinding dada saat bernapas, melihat apakah ada kelainan atau tidak pada kulit dada, melihat apakah ada fraktur, benjolan, dan temuan abnormal lainnya pada dada. Palpasi: Melakukan palpasi umum dengan menggunakan kedua tangan, melakukan fremitus taktil dan vokal. Perkusi: Melakukan perkusi umum di seluruh lapang dada yang akan menghasilkan suara sonor di seluruh lapang paru. Setelah melakukan perkusi umum, pemeriksaan peranjakan paru-hepar dapat dilakukan untuk melihat batas antara paru kanan dan hepar. Perkusi untuk menentukan batas paru-hepar dimulai dari linea mid clavicularis dextra intercostal 2. Di ketuk sampai redup, lalu pasien diminta untuk menarik napas lalu menahannya dan pemeriksa langsung mengetuk saat pasien menahan napas. Hasil yang didapatkan, suara redup akan berubah menjadi sonor saat pasien menahan napas. Normalnya batas paru-hepar terletak pada linea mid clavicularis dextra intercostal 6. Auskultasi: Normalnya auskultasi pada orang sehat terdengan suara dasar vesikular di seluruh lapang paru. Pada penderita asma, biasanya pemeriksan dapat mendengar wheezing. 3) Pemeriksaan Penunjang a) Spirometri Spirometri merupakan suatu pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan ini sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.1 Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.2

Gambar 4. Spirometri

b) Arus Puncak Ekspirasi (APE) Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas. Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan.1 Cara pemeriksaan variabiliti APE harian Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2 cara: i. Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/perbedaan nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan presentase rata-rata nilai APE harian. Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai asma.

ii.

Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).1

Gambar 5. Peak Expiratory Flow meter (PEF meter)

c) Uji Provokasi Bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifitas rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergi, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.1 d) Uji Kulit Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukan adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya.2 e) Foto Dada Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.2 f) Pemeriksaan Eosinofil Total Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik. Pemeriksaan ini juga dapat dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan pasien asma.2
9

II.5 Diagnosis Banding Diagnosis banding asma antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. Bronkitis kronik Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Emfisema paru Gagal jantung kiri akut Emboli paru1,2

II.6 Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa ada kendala dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru se-optimal mungkin Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) irreversibel Mencegah kematian karena asma.1

10

Gambar 6. Strategi untuk menghindari alergen dan polutan3

Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan, bermanfaat, aman, dan terjangkau dari segi harga. Integrasi dari pendekatan tersebut dikenal dengan program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Edukasi Menilai dan monitor berat asma secara berkala Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang Menetapkan pengobatan pada serangan akut Kontrol secara teratur Pola hidup sehat1

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

11

Pengontrol (Controllers) Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol: I. Kortikosteroid inhalasi Merupakan pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan-berat) Efek samping steroid inhalasi adalah efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi saluran napas atas. Semua efek samping tersebut dapat dicegah dengan penggunaan spacer, atau mencuci mulut dengan berkumurkumur dan membuang keluar setelah inhalasi.1 Penggunaan spacer dapat menurunkan bioavailabilitas sistemik dan mengurangi efek samping sistemik untuk semua glukokortikosteroid inhalasi.1

Gambar 7. Dosis glukokortikosteroid inhalasi untuk dewasa dan anak > 5 tahun3

12

II.

Kortikosteroid sistemik Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Digunakan sebagai pengontrol pada keadaan asma persisten berat (setiap hari atau selang sehari), tetapi penggunaannya terbatas mengingat risiko efek sistemik.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan saat memberikan steroid oral: 1. Gunakan prednison, prednisolon, atau metilprednisolon karena mempunyai efek mineralkortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada otot minimal 2. Bentuk oral, bukan parenteral 3. Penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi hari Efek samping sistemik penggunaan glukokortikosteroid oral parenteral jangka panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituitari hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas, penipisan kulit, striae, dan kelemahan otot. III. Kromolin (Sodium kromoglikat dan Nedokromil sodium) Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dapat memperbaiki faal paru dan gejala, menurunkan hiperresponsif jalan napas walau tidak se-efektif glukokortikosteroid inhalasi. Efek samping umumnya minimal seperti batuk atau rasa obat tidak enak saat melakukan inhalasi. Metilsantin (Teofilin/Aminofilin) Teofilin juga digunakan sebagai bronkodilator tambahan pada serangan asma berat. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan bersama/kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat. Agonis beta-2 kerja lama (Formoterol/Salmoterol) Mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosiliar, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Penambahan agonis beta-2 kerja lama inhalasi pada pengobatan harian dengan glukokortikosteroid inhalasi, memperbaiki gejala, menurunkan kebutuhan agonis beta-2 kerja singkat (pelega) dan menurunkan frekuensi serangan asma. Leukotrien modifiers Merupakan obat anti-asma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Sebagai terapi tambahan, leukotrien modifiers tidak se-efektif agonis beta-2 kerja lama Monitor fungsi hati dianjurkan apabila diberikan terapi zileuton.

IV.

V.

VI.

13

Pelega (Reliever) Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperresponsif jalan napas. Yang termasuk pelega adalah: I. Agonis beta-2 kerja singkat Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping minimal/tidak ada. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai pra-terapi pada exercise-induced asthma. Diperlukan untuk mengatasi gejala Kebutuhan yang meningkat atau bahkan setiap hari adalah pertanda perburukan asma dan menunjukan perlunya terapi anti-inflamasi. Kortikosteroid sistemik Anti-kolinergik Pemberiannya secara inhalasi Onsetnya lama dan dibutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek maksimum Tidak berpengaruh terhadap inflamasi Disarankan menggunakan kombinasi inhalasi antikolinergik dan agonis beta-2 kerja singkat sebagai bronkodilator pada terapi awal serangan asma berat atau pada serangan asma yang kurang respons dengan agonis beta-2 saja, sehingga dicapai efek bronkodilatasi maksimal. Tidak bermanfaat diberikan jangka panjang Aminofilin Adrenalin Dapat digunakan sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak tersedia agonis beta-2, atau tidak respons dengan agonis beta-2 kerja singkat.1

II. III.

IV. V.

Tabel 3. Pengobatan Asma Sesuai Berat Asma1 Semua tahapan: ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari. Berat Medikasi pengontrol Alternatif/Pilihan lain Alternatif lain Asma harian Tidak perlu Asma Intermite n Glukokortikosteroid inhalasi Asma Teofilin lepas lambat Persisten (200-400 mg BB/hari)
14

Ringan

Asma Persisten Sedang

Kombinasi inhalasi Glukokortikosteroid (400800 mg BB/hari) dan agonis beta-2 kerja lama

Kombinasi inhalasi Glukokortikosteroid (> 800 mg/BB) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah 1 di bawah ini: - Teofilin lepas lambat - Leukotriene modifiers - Glukokortikosteroid oral Semua tahapan: bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol. Asma Persisten Berat Indikator asma tidak terkontrol 1. Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma 2. Kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat, ke dokter karena serangan akut 3. Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau exerciseinduced asthma)1. Hubungan pasien-dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma. Sistem penanganan asma mandiri membantu penderita memahami kondisi kronik dan bervariasinya keadaan penyakit asma. Penderita diperkenalkan kepada 3 daerah (zona) yaitu merah, kuning, dan hijau. Zona-zona ini disebut sebagai pelangi asma.
15

Kromolin Leukotriene modifiers Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 mg BB) ditambah teofilin lepas lambat, atau Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 mg BB) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (<800 mg BB), atau Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 mg BB) ditambah leukotriene modifiers Prednisolon/metilprednisolo n oral selang sehari 10 mg ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Ditambah teofilin lepas lambat

Tabel 4. Pelangi Asma Pelangi Asma, monitoring keadaan asma secara mandiri Hijau Kondisi baik, asma terkontrol Tidak ada/gejala minimal APE: 80-100% nilai dugaan/terbaik Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi Kuning Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut/eksaserbasi Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi, dada terasa berat baik saat aktivitas maupun istirahat) dan/ atau APE 60-80% prediksi/ nilai terbaik Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi Merah Berbahaya Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari APE < 60% nilai dugaan/terbaik Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit. Tabel 5. Klasifikasi berat serangan Asma Akut1 Gejala dan Tanda Berat Serangan Akut Keadaan Mengancam Jiwa Berat Istirahat Duduk membungkuk Kata demi kata Gelisah Mengantuk, gelisah, kesadaran menurun

Sesak napas Posisi Cara berbicara Kesadaran

Ringan Berjalan Dapat tidur terlentang Satu kalimat Mungkin gelisah

Sedang Berbicara Duduk Beberapa kata Gelisah

Frekuensi napas Nadi Pulsus Paradoksus Otot bantu napas dan retraksi suprasternal Mengi

< 20/menit < 100 - 10mmHg -

20-30/menit 100-120 +/- 1020mmHg +

>30 menit >120 + >25mmHg + Bradikardia Kelelahan otot Torakoabdominal paradoksal Silent chest

Akhir ekspirasi

Akhir
16

Inspirasi dan

APE PaO2 PaCO2 SaO2

paksa >80% >80mmHg <45mmHg >95%

ekspirasi 60-80% 80-60mmHg <45mmHg 91-95%

ekspirasi <60% <60mmHg >45mmHg <90%

17

Gambar 8. Algoritme Penatalaksanaan Asma di Rumah Sakit1

18

Kontrol Teratur Pola Hidup Sehat Meningkatkan kebugaran fisik Berhenti merokok Self hygiene

II.7 Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : Dubia Ad Bonam : Dubia Ad Bonam : Dubia Ad Bonam

19

DAFTAR PUSTAKA 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia. PDPI. Jakarta, 2006. 2. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC. Jakarta:Jilid I;404-414. 3. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management and Prevention. Canada, 2012. 4. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. 2008. Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. McGraw Hill. 5. Asthma Pathophysiology. pathophysiology http://www.alvesco.com/en/About-Asthma/Asthma-

20

You might also like