You are on page 1of 52

9

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Produk dan Jasa atau Layanan (Services)
Menurut Ulrich (2001, p.2) Produk merupakan sesuatu yang dijual oleh
perusahaan kepada pembeli. Sedangkan Fransiska Tipawael (2007)
memaparkan bahwaproduk adalah segalasesuatu yang berbentuk barang atau
benda yang dapat ditawarkan oleh produsen untuk diperhatikan, diminta,
dicari, dibeli, disewa, digunakan, atau dikonsumsi pasar (baik pasar
konsumen akhir maupun pasar industrial) sebagai pemenuhan kebutuhan atau
keinginan pasar yang bersangkutan. Produk bukan hanya sesuatu yang
berwujud (tangible) seperti makanan, pakaian, buku, dan sebagainya, akan
tetapi produk juga merupakan sesuatu yang tidak berwujud (intagible) seperti
pelayanan jasa.
Menurut Wikipedia Ensiklopedia Bebas (http://id.wikipedia.org/)
Pengertian jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas
intangible (tidak berwujud) karena tidak dapat dilihat, diraba, dirasa,
dipegang, disimpan dan dipindahkan yang biasanya terjadi pada interaksi
antara konsumen dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang
dan sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atau masalah
konsumen. Sedangkan Menurut Lovelock and Wright (1999, p.5), jasa
merupakan tindakan atau kinerja yangmenghasilkan manfaat bagi konsumen
melalui perubahan yang diinginkan. J asa ini berbeda dengan barang yang
10

sifatnya nyata atau berwujud. J asa bersifat abstrak, yaitu tidak dapat
dipegang, tidak dapat disimpan namun sesuatu yangharus dialami dan dapat
dirasakan hasilnya. Misalnya reparasi kendaraan, jasa pendidikan dan
pengajaran, kursus dan bimbingan belajar lainnya, jasa transportasi.
Meskipun bersifat abstrak, namun terkadang jasa ini bisasangat mahal.

2.2 Sifat Dasar dari Jasa
Perbedaan antara produk dan jasasulit untuk dikenali karena pembelian
terhadap suatu produk seringkali difasilitasi oleh suatu layanan pendukung
(misalnya pada pembelian komputer, seringkali diikuti dengan instalasi
beberapa software di dalamnya) dan penggunaan dari suatu layanan seringkali
diikuti dengan barang-barang pendukung (contohnyaadalah pada makanan di
restoran). Setiap pembelian biasanyadiikuti dengan satu paket yang berisi
kombinasi barang dan layanan dalamproporsi yangberagam. (Fitzsimmons,
2001, p.21)

Grafik 2.1 Proporsi antara produk dan jasa dalam setiap pembelian
(Sumber: Fitzsimmons, 2001, p.21)
11

Pada masa sekarang, hampir semuaproduk, diikuti dengan adanya jasa dan
juga sebaliknya, hal ini digambarkan dalamsebuah diagram yang disebut
product-service continuum.

Grafik 2.2 product-service continuum
(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Service_(economics)#The_service-
goods_continuum)
Ada empat hal pokok karakteristik dasar yang membedakan antara jasa
dan barang (Fitzsimmons, 2001, p.22)
J asa bersifat intangible, sulit untuk diukur performance-nya (tidak dapat
dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli) karena
kriteria yang digunakan oleh konsumen untuk mengevaluasi kompleks dan
sulit untuk didefinisikan.
J asa bersifat heterogen dimana performance-nya sering kali sangat
bervariasi dan jarang terdapat standar yang bisa dijadikan acuan untuk
memastikan keseragaman kualitasnya.
12

J asa bersifat inseparable, dimana antaraproduksi dan konsumsi sulit sekali


dipisahkan.
J asa bersifat perishable, dimanajasa merupakan komoditi yang tidak dapat
disimpan, tetapi adapengecualian pada kasus tertentu jasa bisa disimpan,
yaitu dalam bentuk pemesanan (misalnya reservasi tiket).
Dengan melihat perbedaan antara jasa dan barang terlihat bahwa untuk
mengevaluasi kualitas jasa (layanan) jauh lebih sulit dibandingkan barang.
Perlu diperhatikan bahwa konsumen tidak mengevaluasi kualitas layanan
hanya dari hasilnya saja tetapi juga dari proses penyampaian jasatersebut.
Kriteria untuk mengevaluasi ditentukan oleh konsumen sebagai penilai dari
kualitas layanan.
Pada jasa, evaluasi terhadap persepsi konsumen akan jasa yang
ditawarkan, persepsi konsumen yang muncul sangat beragamdan variatif,
seringkali dapat dipengaruhi suasana ataupun cara penyampaian maupun
orang yang melayani sehinggacenderungberbeda terhadap evaluasi persepsi
konsumen terhadap produk yang berupa barang.

2.2.1 Product Service System (PSS)
PSS merupakan model bisnis dimana yangditawarkan merupakan
gabungan antara produk atau barang dengan jasa atau layanan. Dalam
konteks perparkiran, barang yang ditawarkan adalah ketersediaan lot
atau tempat parkir dan layanan yang ditawarkan adalah berupa
penyewaan lot parkir tersebut. PSS merupakan suatu sistem yang
13

dirancangsebelumnya untuk produk, jasa, infrastruktur pendukung dan


jaringan. Hal ini seringkali disebut sebagai solusi dematerialized bagi
keinginan dan kebutuhan konsumen (http://en.wikipedia.org/wiki/
Product_service_system)
PSS dapat lebih berfokus terhadap barang maupun jasa, secara
umumPSS terbagi menjadi 3 tipe, antara lain :
Product Oriented PSS
Tipe PSS ini adalah dimana kepemilikan akan suatu produk yang
tangible diberikan kepada konsumen, namun layanan tambahan
disediakan. Contohnya adalah pada Indosat Blackberry, dimana
kepemilikan produk (Blackberry) di tangan konsumen dan Indosat
menawarkan layanan Blackberry seperti koneksi internet dan akses
data.
Use Oriented PSS
Use Oriented PSS adalah dimanakepemilikan dari produk yang
tangible ada di tangan service provider dan menjual fungsi dari
produk tersebut lewat distribusi ataupun sistem pembayaran.
Contohnyaadalah pada parkiran di mal, Pada mal konteks produk
lebih terarah ke infrastruktur karena parkiran di mal adalah
bangunan dan sepenuhnya dimiliki oleh pihak mal. Sementara
konsumen atau penggunatempat parkir bertindak sebagai pembeli
(penyewa) ketika memarkirkan kendaraan mereka disana.
14

Dalam use oriented PSS pada konteks parkiran, ada sistem


pendukung seperti sistem pembayaran ataupun sistem parkiran,
dengan kata lain produk yang ditawarkan sendiri merupakan
gabungan antara jasadan produk (infrastruktur) dalamsuatu paket
ketika ditawarkan.
Result Oriented PSS
PSS model ini adalah dimana produk digantikan oleh jasa, seperti
pada surat dan e-mail. Surat merupakan produk yang tangible
sementara e-mail adalah intangible dan merupakan suatu layanan.

2.2.2 Service Blueprint
Service Blueprint adalah suatu proses metodologi analisa. Prosedur
metodologi didasarkan padawaktu atau gerakan metodeengineering,
PERT (Program Evalution Review Technique) atau proyek
pemrograman dan sistem komputer dan desain software. Service
Blueprint merupakan deskripsi kuantitatif dari elemen jasa yang
penting seperti waktu, urutan logis dari tindakan dan proses, kemudian
menetapkan kedua tindakan atau peristiwa yang terjadi dalam waktu
dan tempat interaksi, dan tindakan atau peristiwa di luar line of visibility
pengguna, namun hal tersebut merupakan dasar dari jasa.
Service Blueprinting merupakan alat yangmenggambarkan proses
jasa secara simultan, menggambarkan orang-orang yangberhubungan
dengan konsumen, dan menggambarkan jasa dari sudut pandang
15

konsumen. Dengan penjelasan ini, Service Blueprinting menegaskan


ada berbagai tingkatan sistematik dalam jasa, dari tingkatan interaksi
pelanggan dan bukti fisik sampai ke tingkatan interaksi internal di
dalamproses produksi jasa.

Diagram 2.1 Service Blueprint
Service blueprinting melibatkan deskripsi dari semua aktivitas untuk
merancang dan mengelola jasa, termasuk jadwal, rencana proyek,
representasi secara detail (seperti use cases) dan desain rencana-
rencana, atau platform jasa. Blueprinting biasa didukung oleh
metodologi elemen fungsional dari jasa, serta karakteristik kualitatif
atau implisit, termasuk teknik TQM (Total Quality Management),
seperti Quality Function Deployment, Just in Time dan perencanaan
kapasitas. (http://servicedesign.wikispaces.com/Service+Blueprint)

2.2.3 Service Quality
Menurut Fransiska Tipawael (2007), Service Quality merupakan
tingkat perbedaan antarapersepsi dan harapan dari konsumen. Kualitas
dari layanan ditentukan oleh customer dan hasil dari pelayanan jasa
16

(service) dikatakan baik jika penyedia jasa tersebut dapat menemukan


atau memberikan apayang konsumen harapkan.
Ada sepuluh dimensi dari service quality yaitu:
Tangible, yaitu penampakan dari peralatan fasilitas fisik, karyawan,
dan material. Tangible merupakan penilaian berdasarkan apayang
konsumen lihat, misalnya: Apakah fasilitas fisik sudak baik?,
Apakah penampilan karyawan sudah menarik? dan Apakah
teknologi yangdigunakan sudah moderen?
Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan sesuai
dengan apa yang sudah dijanjikan.
Responsiveness, yaitu keinginan untuk membantu konsumen dengan
menyediakan layanan yang cepat.
Competence, yaitu memiliki kemampuan yang dibutuhkan dan
pengetahuan untuk menampilkan layanan yang terbaik.
Courtesy, yaitu kesopanan, penghargaan, dan keramahan dalam
berhubungan dengan orang lain (konsumen).
Credibility, yaitu penyediaan layanan yang jujur dan dapat
dipercaya.
Security, yaitu bebas dari bahaya, resiko dan keraguan.
Acces, yaitu dapat dengan mudah dicapai.
Communication, yaitu mendengarkan apa keinginan konsumen dan
menghargai komentar ataupun pendapat yang diberikan oleh
komsumen.
17

Understanding to the Customers, yaitu bersikap empati terhadap


konsumen dan kebutuhannya.
Kesepuluh dimensi kualitas diatas dapat disimpulkan kedalam lima
dimensi kualitas yaitu sebagai berikut:
Tangible
Reliability
Responsiveness
Assurance = Competence + Courtesy + Credibility + Security
Emphaty = Acces + Communication + Understanding to the
customers

2.3 Teknik Sampling
Menurut Sugiyono (1999, p.73) Teknik sampling adalah merupakan teknik
pengambilan sampel dari suatu populasi. Untuk menentukan sampel yang
digunakan dalam penelitian, dapat dilihat pada Tabel Penentuan Jumlah
Sampel dari Populasi Tertentu Dengan Taraf Kesalahan 1, 5, dan 10% di
lampiran 3

2.4 Validitas dan Reabilitas
Validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai atau ukuran yang
diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang
ingin diukur. Validitas pada umumnya dipermasalahkan berkaitan dengan
hasil pengukuran psikologis atau non fisik. Berkaitan dengan karakteristik
18

psikologis, hasil pengukuran yang diperoleh sebenarnya diharapkan dapat


menggambarkan atau memberikan skor atau nilai suatu karakteristik lain yang
menjadi perhatian utama.
Reabilitas merupakan indeks yangmenunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Setiap alat pengukur
seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran relatif
konsisten dari waktu ke waktu. (sumber: http://blog.its.ac.id/
suherminstatistikaitsacid/files/2008/09/validitas-reliabilitas.pdf)

2.5 Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (1999, p.129) terdapat 2 hal utama yang
mempengaruhi kualitas data hasil penelitian yaitu, kualitas instrumen
penelitian dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian
berkenaan dengan validitas dan reabilitas instrumen dan kualitas
pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan
untuk mengumpulkan data oleh karena itu instrumen yang telah teruji
validitas dan reliabilitasnya belumtentu dapat menghasilkan data yangvalid
dan reliable apabila instrumen tersebut tidak digunakan secaratepat dalam
pengumpulan datanya.
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu interview
(wawancara), kuesioner, observasi (pengamatan) dan gabungan ketiganya.


19

1. Interview (wawancara)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
akan melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalamdan jumlahnya relatif kecil.
2. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara member seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data
yang efisien bilapeneliti tahu dengan pasti variabel yangakan diukur dan
tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
3. Observasi (pengamatan)
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik
bila dibandingkan dengan teknik lain. Observasi tidak terbatas padaorang
tetapi pada objek-objek lain.

2.6 Cause- Effect Diagram
Cause-effect diagram atau diagram sebab akibat adalah alat yang
digunakan untuk mengidentifikasi secarasistematis dan menyajikan semua
kemungkinan penyebab masalah tertentu dalamformat grafis. Diagram ini
menyerupai sebuah tulangikan (fish bone) dimana memiliki sebuah kepala
yang berisi pernyataan dari suatu masalah dan tulang-tulangnya mewakili
akar-akar permasalahannya. (www.siliconfareast.com)
20


Diagram 2.2 Cause-Effect Diagram (fish bone)
(Sumber: http://www.envisionsoftware.com/articles/Fishbone_Diagram.html)

2.7 Tahapan Proses Pengembangan Produk
Proses pengembangan produk adalah urutan langkah-langkah atau
kegiatan-kegiatan dimana dimana suatu perusahaan berusaha untuk
menyusun, merancang, mengkomersilkan suatu produk. (Ulrich-Eppinger,
2001, p.15).
Proses pengembangan produk padaumumnya terdiri dari 6 tahap, yaitu:

Gambar 2.1 Proses pengembangan produk
(Sumber: Ulrich-Eppinger, 2001, p.9)
21

Fase 0. Perencanaan: kegiatan perencanaan sering dirujuk sebagai


zerofase karena kegiatan ini mendahului persetujuan proyek dan proses
peluncuran pengembangan produk aktual.
Fase 1. Pengembangan konsep: pada fase ini, kebutuhan pasar
diidentifikasi, alternatif konsep-konsep produk dibuat dan dievaluasi, dan
satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih
jauh.
Fase 2. Perancangantingkat sistem: fase ini mencakup definisi arsitektur
produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-
komponen.
Fase 3. Perancangan detail: fase ini mencakup spesifikasi lengkap dari
bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen unik pada
produk dan identifikasi seluruh komponen standar.
Fase 4. Pengujian dan perbaikan: fase ini melibatkan konstruksi dan
evaluasi dari berbagai macam-macam versi produksi awal produk.
Prototype awal (alpha) biasanya dibuat dengan menggunakan komponen-
komponen dengan bentuk dan jenis material padaproduksi sesungguhnya,
namun tidak memerlukan proses fabrikasi dengan proses yang sama
dengan yangdilakukan padaproduksi sesungguhnya.
Fase 5. Produksi awal: pada fase ini, produk dibuat menggunakan sistem
produksi sesungguhnya.
22

Pada Gambar 2.3, terdapat macam-macamproses yang dilakukan dalam


melakukan tahapan proses perancangan dan pengembangan produk dalam
buku Ulrich-Eppinger, yaitu:
Perencanaan Produk.
Identifikasi kebutuhan pelanggan.
Spesifikasi produk.
Penyusunan konsep.
Seleksi konsep.
Pengujian konsep.
Arsitektur produk.
Desain industri.
Design for Manufacturing.
Membuat prototype.
Analisis ekonomi
pengembangan produk.

2.7.1 Perencanaan Produk
Proyek perencanaan produk dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe:
(Ulrich-Eppinger, 2001, p.36)
Platform produk baru: tipe produk ini melibatkan usaha
pengembangan utamauntuk merancang suatu keluarga produk baru
berdasarkan platform yang baru dan umum.
Turunan dari platform produk yang telah ada: proyek-proyek ini
memperpanjang platformproduk supayalebih baik dalam memasuki
pasar yangtelah dikenal dengan satu atau lebih produk baru.
Peningkatan perbaikan untuk produk yang telah ada: proyek-proyek
ini mungkin hanya melibatkan penambahan atau modifikasi
beberapa detil produk dari produk yang telah ada dalam rangka
menjaga lini produk yangadapesaingnya.
23

Pada dasarnyaproduk baru: proyek-proyek ini melibatkan produk


yang sangat berbeda atau teknologi produksi dan mungkin
membantu untuk memasuki pasar yang belum dikenal dan baru.
Dalamrangka memberikan petunjuk yang jelas untuk organisasi
pengembangan produk, biasanya dilakukan dengan memformulasikan
suatu definisi yang lebih detil dari pasar target dan asumsi-asumsi yang
mendasari operasional tim pengembangan. Keputusan-keputusan
mengenai hal ini akan terdapat pada pernyataan misi (mission
statement). Pernyataan misi mencakup informasi berikut:
Uraian produk ringkas: uraian ini mencakup manfaat produk utama
untuk konsumen namun menghindari penggunaan konsep produk
secara spesifik.
Sasaran bisnis utama: sebagai tambahan sasaran proyek yang
mendukung strategi perusahaan, sasaran ini biasanya mencakup
waktu, biaya dan kualitas.
Pasar target untuk produk: terdapat beberapa pasar target untuk
produk. Bagian ini mengidentifikasi pasar utama dan pasar kedua
yang perlu dipertimbangkan dalam usahapengembangan.
Asumsi-asumsi dan batasan-batasan untuk mengarahkan usaha
pengembangan: asumsi harus dibuat dengan hati-hati, meskipun
merekamembatasi kemungkinan jangkauan konsep produk, mereka
membantu untuk menjaga lingkup proyek yangterkelola. Untuk itu
24

dibutuhkan informasi-informasi untuk pencatatan keputusan


mengenai asumsi dan batasan.
Stakeholder: satu carauntuk menjamin bahwa banyak permasalahan
pengembangan ditujukan untuk mendaftar secara eksplisit seluruh
stakeholder dari produk, yaitu sekumpulan orang yang dipengaruhi
oleh keberhasilan dan kegagalan produk. Daftar stakeholder dimulai
dari pengguna akhir dan konsumen eksternal yang membuat
keputusan tentang produk dan perusahaan (organisasi pelayanan,
departemen produksi, dan lain-lain).
Berikut ini adalah contoh dari pernyataan misi untuk proyek Lakes.
Tabel 2.1 Contoh pernyataan misi
(Ulrich-Eppinger, 2001, p.48)
Pernyataan Misi: Mesin Pencatatan untuk Kantor yang Multifungsi
Uraian Produk - Dapat bersifat jaringan, mesin digital
dengan kemampuan fungsi
memperbanyak, pencetakan, fax, dan
scan
Sasaran Bisnis Utama - Mendukung strategi Xerox dalam
kepemimpinan peralatan kantor
digtail
- Menyediakan platform untuk seluruh
produk-produk digital B&W dan
solusi masa mendatang
- Mencapai 50% penjualan produk
digital pada pasar utama
- Ramah lingkungan
- Perkenalan produk yang pertama
dilakukan pada kuartal ke empat
tahun 1997


25

Tabel 2.1 Contoh pernyataan misi (lanjutan)


Pernyataan Misi: Mesin Pencatatan untuk Kantor yang Multifungsi
Pasar Utama Departemen-departemen kantor,
volume menengah (40-65 ppm),
diatas rata-rata 42000 copy/bulan
Pasar Kedua - Pasar percetakan cepat
- Operasional satelit kecil
Asumsi-asumsi dan
Batasan-batasan
- Platform teknologi baru
- Teknologi bayangan digital
- Kompatibel dengan software
CentreWare
- Peralatan input dibuat di Canada
- Peralatan output dibuat di Brazil
- Mesin pemroses bayangan dibuat di
USA dan Eropa
Stakeholder - Pembeli dan pengguna
- Operasional Manufaktur dan jasa
- Distributor & penjual kembali

2.7.2 Identifikasi Kebutuhan Pelanggan
Menurut Ulrich-Eppinger (2001, p.57) Identifikasi kebutuhan
pelanggan adalah sebuah proses pengumpulan data-data kebutuhan
konsumen yang dibagi menjadi 5 tahap, yaitu:
1. Mengumpulkan data mentah konsumen.
2. Menginterpretasikan datamentah menjadi kebutuhan konsumen.
3. Mengorganisasikan kebutuhan menjadi beberapa hierarki, yaitu
kebutuhan primer, sekunder, dan (jika diperlukan) tersier.
4. Menetapkan derajat kepentingan relatif setiap kebutuhan.
5. Menganalisa hasil dan proses.
Berikut ini adalah contoh template data berisi pernyataan asli dari
konsumen dan daftar kebutuhan hasil interpretasi pernyataan asli.
26

Tabel 2.2 Template wawancaraasli dengan konsumen


(Sumber: Ulrich-Eppinger, 2001, p.65)
Pelanggan: Bill Esposito Pewawancara: Jonathan dan Lisa
Alamat: 100 Memorial
Drive
Tanggal: 19-12-1999
Telepon: 617-864-1274 Sekarang
menggunakan:
Craftsman Model A3
Apakah bersedia
di follow-up?
Ya Jenis
Penggunaan:
Untuk pemeliharaan gedung
Pertanyaan Pernyataan Pelanggan Interpretasi Kebutuhan
Penggunaan
tertentu
Saya perlu mengoperasikan
sekrup dengan l ebih cepat, lebih
cepat daripada dengan tangan
Obeng mampu menyekrup
lebih cepat daripada dengan
tangan
Saya kadang-kadang mel akukan
pekerjaan menyekrup,
menggunakan sekrup untuk
lembaran logam
Obeng membantu
mendorong sekrup untuk
lembaran logam pada
pekerjaan menyekrup
Terdapat banyak peralatan
listrik seperti penutup switch,
outlet listrik, kipas angin dan
peralatan rumah tangga
Obeng dapat digunakan
untuk memasang sekrup
padaperalatan rumah tangga
Hal-hal yang
disukai terhadap
alat yang
sekarang
Saya menyukai gagang atau
genggaman pistol, kelihatannya
bagus
Obeng nyaman untuk
digenggam
Saya menyukai ujung yang
diberi magnet
Magnet pada obeng
menahan posisi sekrup
sebelumdidorong
Hal-hal yang
tidak disukai
terhadap alat
yang sekarang
Saya tidak suka ketika ujung
alat menggelincir atau
menjatuhkan sekrup
Ujung obeng tetap tinggal
pada kepala sekrup tanpa
tergelincir
Saya ingin alat bisa dikunci
sehingga saya dapat
menggunakannyatanpa baterai
Penggunadapat menerapkan
alat secara manual untuk
membantu mendorong
sekrup
Tidak bisa mendorong sekrup
padakayu yang keras
Obeng dapat mendorong
sekrup pada kayu yang keras
Kadang-kadang saya merusak
kepala sekrup
Obeng tidak merusak kepala
sekrup
Usulan
perbaikan
Suatu tambahan komponen yang
memungkinkan saya mencapai
ke dal amlubang yang sempit
Obeng dapat mengakses
sekrup pada ujung lubang
dalamyang sempit
Bagai mana saya dapat
membersihkan atau
menghilangkan pelapis cat pada
sekrup
Obeng memungkinkan
pengguna untuk bekerja
dengan sekrup yang telah
dilapisi atau dicat di atasnya
27

2.7.3 Spesifikasi Produk


Menurut Ulrich-Eppinger (2001, p.77) Maksud spesifikasi produk
adalah menjelaskan tentanghal-hal yang harus dilakukan oleh sebuah
produk. Spesifikasi ini memuat aspirasi dan harapan, tetapi hal itu
dibuat sebelum mengetahui batasan teknologi produk. Usaha yang
dilakukan dapat gagal memenuhi beberapa spesifikasi ini atau
melebihinya tergantung pada konsep produk yang dipilih. Proses
pembuatan spesifikasi produk menggunakan metode QFD (Quality
Function Deployment) dan FQFD (Fuzzy Quality Function
Deployment).

2.7.3.1 QFD (Quality Function Deployment)
QFD sebenarnya adalah merupakan suatu jalan untuk
mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan serta keinginan
konsumen terhadap produk atau jasayang dihasilkan. Berikut ini
adalah definisi QFD menurut beberapa pakar:
1. QFD adalah suatucara untuk meningkatkan kualitas barang
atau jasa dengan memahami kebutuhan konsumen, lalu
menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk
menghasilkan barang atau jasa di tiap tahap pembuatan
barangatau jasa yang dihasilkan. (Subagyo, 2000)
2. QFD didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme
terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan
28

menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu kedalam kebutuhan


teknis yang relevan, di manamasing-masing area fungsional
dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak. QFD
mencakup juga monitor dan pengendalian yang tepat dari
proses operasional menuju sasaran. (Gaspersz, 2001)
3. QFD adalah sebuah sistem pengembangan produk yang
dimulai dari merancang produk, proses manufaktur, sampai
produk tersebut ketangan konsumen, dimana pengembangan
produk berdasarkan keinginan konsumen (Djati, 2003).
Penggunaan metodologi QFD dalamproses perancangan dan
pengembangan produk merupakan suatu nilai tambah bagi
perusahaan. Sebab perusahaan akan mempunyai keunggulan
kompetitif dengan menciptakan suatu produk atau jasa yang
mampu memuaskan konsumen.

2.7.3.2 FQFD (Fuzzy Quality Function Deployment)
Di dalamQFD, informasi-informasi yang dimasukkan ke
dalamproses pembuatan House of Quality merupakan hasil dari
persepsi manusia, selain itu penilaian yang diberikan agak
subjektif dan samar antara Voice the customer dan Voice of
the technician mengandung pengertian yang banyak dan
bersifat ambigu. Penilaian penting memiliki ukuran yang
berbeda antara customer dan technician. Untuk mengatasi hal
29

tersebut, maka dibuatlah sebuah kerangka kerja dari Fuzzy QFD


dengan menggunakan symmetrical triangular fuzzy number
(STFNs).
Perbedaan antara QFD dan FQFD terletak pada skala
penilaian. Pada QFD penilaian dilakukan dengan menggunakan
angka yang pasti (Crisp Number) sedangkan pada FQFD
penilaian dengan menggunakan STFNs. Diharapkan masalah
mengenai penilaian yang samar dan ambigu dapat diatasi.
Karena FQFD mampu untuk mengatasi penilaian yangsamar ini
maka akan lebih efektif digunakan dalam mengevaluasi
konsumen jasa. Sebagai contoh, daripada menggunakan angka
1 dan 9 dalam menggambarkan very low dan very high
dalamskala importance of what maka lebih baik menggunakan
STFNs seperti (0,2 dan 8,10). dalam STFNs digunakan bentuk
(a, c) fuzzy set yang khusus untuk menunjukan konsep dari fuzzy
approximately b dimana
Di dalam pembuatan House of Quality digunakan skalayang
tetap supaya didapatkan perhitungan perbandingan yang relefan.
Skala yang digunakan dalam kasus ini adalah 1-3-5-7-9 (Crisp
Number) dan [0,2]-[2,4]-[4,6]-[6,8]-[8,10] (STFNs). (Fransiska
Tipawael, 2007)


30

2.7.3.3 Korelasi Spearman Rank


Korelasi Spearman Rank digunakan untuk mencari hubungan
atau untuk menguji signifikasi hipotesis asosiatif bila masing-
masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan
sumber data antar variabel tidak harus sama. Karena korelasi
Spearman bekerjapada data ordinal, maka datayang merupakan
data ratio harus diubah terllebih dahulu menjadi data ordinal
dalambentuk ranking. (Sugiyono, 1999, p.282)

2.7.3.4 Matriks House of Quality (HOQ)
Menurut Marimin (2004, p.35) matriks HOQ adalah bentuk
yang paling dikenal dari representasi QFD. Matriks ini pada
dasarnya terdiri dari duabagian utama. Bagian horizontal dari
matriks berisi informasi yang berhubungan dengan konsumen,
dan ini disebut dengan customer tabel. Bagian vertikal dari
matriks berisi informasi teknis sebagai respons bagi input
konsumen, dan disebut dengan techincal table. Duaaspek utama
matriks kualitas dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.2 Dua aspek utama QFD


(Sumber: Marimin, 2004, p.35)
31

J enis matriks HOQ bentuknya bermacam-macam. Berikut ini


langkah-langkah pembuatan matriks HOQ dalam
mengaplikasikan QFD: (Fransiska Tipawael, 2007)
1. Mengidentifikasikan kebutuhan konsumen.
Pertama dilakukan pengisian sub matriks keinginan
konsumen pada kolomvoice of costumer yangdidapat dari
kuesioner yangtelah disebarkan. Sebelum menentukan suara
dari konsumen maka terlebih dahulu menentukan siapayang
menjadi konsumen perusahaan. Biasanya komponen ini
disebut komponen WHATs yangmenggambarkan keinginan
dan kebutuhan konsumen.
2. Menjelaskan relative importance ratings of costumer needs.
Tingkat kepentingan pelanggan terhadap setiap elemen
kebutuhan berbeda-beda. Nilainya merupakan nilai rata-rata
yang diberikan oleh responden.
Rumus :

Untuk FQFD :

Keterangan:
M = banyaknya kebutuhan konsumen

= rata-rata importance ratings
32


= importance ratings pada kebutuhan konsumen
ke-n dan konsumen ke-k
K = Banyaknya konsumen
3. Mengidentifikasikan kompetitor dan mengisi Customer
Competitive Evaluation
Kompetitor yang akan dibandingkan adalah kompetitor
yang memproduksi produk yang sejenis. Informasi mengenai
kompetitor dapat diperoleh dengan bertanyalangsung kepada
konsumen untuk merata-rata relative performance dari setiap
perusahaan terhadap setiap komponen WHATs dan
kemudian membuat customer ratings.
Performance rating C1 untuk kebutuhan konsumen Wm:



L1 menunjukkan banyaknya kompetitor yang
diidentifikasikan yangdinotasikan sebagai C
2
, C
3
,,C
L
.
Performance Ratings perusahaan dapat dinotasikan
kedalammatriks M xL yangbiasa disebut sebagai customer
comparison matrix.
33


Berdasarkan informasi dari matriks X diatas, customer
competitive priority ratings dari komponen WHATs untuk
perusahaan C
1
dapat diperoleh, biasanya dengan
menggunakan sales point concept yang disimbolkan dengan
e =(e
1
, e
2
, ,e
m
). Dimana e
m
prioritas rating dari perusahaan
C
1
untuk kebutuhan konsumen W
m
. Berdasarkan perhitungan
tersebut perusahaan juga harus membuat Goals dari WHATs.
Goals ini harus dibuat perusahaan dengan realistik dan
bersaing. Goals dari perusahaan ini dinotasikan dengan a=
(a
1, a2,, am). Selain itu, juga dapat dihitung Improvement
Ratio dari perusahaan untuk W
m
dengan .
Semakin tinggi Improvement Ratio maka semakin penting
WHATs dipenuhi oleh perusahaan.
4. Menghitung final importance ratings dari kebutuhan
konsumen.
Kebutuhan konsumen dengan relative importance yang
tinggi, competitive priorities yang tinggi dan improvememt
ratio yang tinggi perlu mendapatkan perhatian yang lebih
banyak.
Rumus:
34


Fuzzy QFD :

Keterangan:
= = final importance ratings
= improvememt ratio
= relative importance
= competitive priorities
5. Membuat technical measures (HOWs)
Setelah mengetahui kebutuhan dari konsumen, maka
perusahaan harus mendisain hal-hal apa saja yang akan
dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen
tersebut. Komponen ini biasa disebut dengan komponen
HOWs yang dinotasikan sebagai H
1
, H
2
, , H
N
.
6. Menjelaskan hubungan antaraHOWs dan WHATs
Bagian ini merupakan bagian yang penting dan perlu
dilakukan dengan hati-hati. Hubungan antara HOWs dan
WHATs digambarkan dalam matriks. Matriks ini
menunjukkan seberapa kuat hubungan dari masing-masing
suara konsumen (WHATs) dengan respon teknisnya
(HOWs) yangdinotasikan inotasikan dengan r
Mn
.
35


Pada Fuzzy QFD, hubungan antara HOWs dan WHATs
juga digambarkan dalam matriks dengan menggunakan
STFNs
7. Menjelaskan Technical Rating dari HOWs
Merupakan tingkat kepentingan teknis setiap elemen
HOWs terhadap n elemen WHATs dihitung untuk
menentukan prioritas pencapaian elemen HOWs.
Rumus:


Untuk Fuzzy QFD :

Keterangan:
tn = tnz = technical ratings dari HOWs
= = final importance ratings
= = nilai hubungan antaraWHATs dan HOWs
8. Menunjukkan analisa kompetisi teknik.
36

Bagian ini dapat dilakukan oleh marketing ataupun


melalui diskusi tim. Tujuan dari analisakompetisi teknis ini
adalah untuk membangun keuntungan kompetisi bagi
perusahaan dengan membandingkan perusahaan dengan
perusahaan lain yang sejenis dan setingkat (kompetitor) pada
bagian technical performance (HOWs). Perbandingan
technical performance dapat dijelaskan dalammatriks Y.

Dari matriks Y diatas dapat dihitung zn, dimana zn
merupakan prioritas kompetisi teknis dari perusahaan
terhadap H
n. Berdasarkan matriks Y, perusahaan jugadapat
membuat Goals dari Hows yaitu nilai target baru yangharus
dicapai untuk setiap elemen HOWs melalui program
peningkatan kualitas yangdilakukan.
Goals ini dinotasikan dalam b = (b
1
, b
2
,, b
N
).
Berdasarkan perbandingan dari Goals, maka dapat dihitung
improvement ratio (V
n
).
9. Mendapatkan final technical ratings dari Hows
Hows dengan initial technical rating yangtinggi, technical
competitive priorities yang tinggi, dan improvement ratio
37

yang tinggi yang akan menjadi fokus untuk diterapkan oleh


perusahaan.
Rumus:
n = 1,2,,N

Keterangan :
Sn = final technical ratings dari Hows
Vn = improvement ratio
tn = initial technical rating
= technical competitive priorities
10. Membuat House of Quality
Setelah menyelesaikan semua langkah diatas, langkah
selanjutnya adalah membuat House of Quality. Adapun
bentuk dari House of Quality dan langkah-langkah
pembuatannya:
38


Gambar 2.3 Langkah pembuatan HOQ
(sumber: http://www.sciencedirect.com)

2.7.4 Penyusunan Konsep
Konsep produk adalah sebuah gambaran atau perkiraan mengenai
teknologi, prinsip kerja, dan bentuk produk. Sebuah konsep biasanya
diekspresikan sebagai sebuah sketsa atau sebagai model 3 dimensi
secara garis besar dan seringkali disertai oleh sebuah uraian gambar.
(Ulrich-Eppinger, 2001, p.102)

2.7.4.1 DFD (Data Flow Diagram)
DFD adalah sebuah representasi grafis dari aliran data
melalui sebuah sistem informasi. Yang membedakan DFD
39

dengan flowchart adalah DFD menunjukkan aliran dari data


sedangkan flowchart menunjukkan aliran kontrol dari suatu
program. Sebuah DFD dapat juga digunakan untuk visualisasi
dari proses data.
DFD biasadimulai dengan menggambar Context- level Data
Flow Diagram yangmenunjukkan interaksi antara sistem dan
entitas eksternal. DFD juga didesain untuk menunjukkan
bagaimana sebuah sistemdibagi ke dalam porsi-porsi yanglebih
kecil dan untuk menyoroti aliran data pada bagian-bagian
tersebut. Context-level DFD ini kemudian dipecah untuk
menunjukkan detail pada sistem yang sedang dibuat.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Data_flow_diagram)
Ada beberapa notasi yang berbeda dalam mendesain DFD.
Notasi-notasi tersebut antaralain:
Function File / Database
Flow Input / Output
Gambar 2.4 Notasi-notasi DFD
DFD mempunyai beberapa tingkatan. Tingkatan-tingkatan
DFD antara lain:
1. Context Level
Tingkatan ini menunjukkan konteks keseluruhan dari sistem
dan lingkungan proses tersebut dan juga menunjukkan
keseluruhan sistemsebagai sebuah proses. Padatingkatan ini
40

biasanya tidak menunjukkan penyimpanan data, kecuali


penyimpanan datatersebut dimiliki oleh sistem eksternal.




Diagram 2.3 Context Level Data Flow Diagram
2. Level 0
Tingkatan ini menunjukkan semua proses penomoran,
penyimpanan data, entitas eksternal dan aliran-aliran data.
Tujuan tingkatan ini adalah untuk menunjukkan proses-
proses tingkatan level utama dari sistem dan antar relasi.
Sebuah proses model hanya mempunyai satu diagram level 0.
Sebuah diagram level 0 harus diseimbangkan dengan context
level diagram, contohnyaada beberapa eksternal entitas dan
aliran data yang sama antara level 0 diagram dan context
level diagram. Eksternal entitas dan aliran data dapat dipecah
lebih detail dalam level 0.





41











Diagram 2.4 Level 0 Data Flow Diagram

2.7.5 Seleksi Konsep
Seleksi konsep merupakan proses menilai konsep dengan
memperhatikan kebutuhan pelanggan dan kriteria lain, dengan
membandingkan kekuatan dan kelemahan relatif dari konsep, dan
memilih satu atau lebih konsep untuk penyelidikan, pengujian dan
pengembangan selanjutnya. (Ulrich-Eppinger, 2001, p.136)
Proses seleksi konsep terdiri atas 2 langkah utama, yaitu penyaringan
konsep dan penilaian konsep dengan metode yangdikembangkan oleh
Stuart Pugh padatahun 1980-an dan seringkali disebut seleksi konsep
Pugh. Tujuan dari penyaringan konsep ini adalah mempersempit jumlah
konsep secara cepat dan untuk memperbaiki konsep. Penilaian konsep
42

digunakan agar peningkatan jumlah alternatif penyelesaian dapat


dibedakan lebih baik di anatara konsep yang bersaing.
Tabel 2.3 Matriks penyaringan konsep
(sumber: Ulrich-Eppinger, 2001, p.137)
Kriteria
Konsep
1 2 3 4
A 0 - - -
B 0 0 - -
C 0 0 + -
D + + 0 +
E + + 0 +
J umlah + 2 2 1 2
J umlah 0 3 2 2 0
J umlah - 0 1 2 3
Nilai akhir +2 +1 -1 -1
Peringkat 1 2 4 3
Lanjutkan? Ya Ya Tidak Tidak
Proses penyaringan konsep merupakan proses penilaian sederhana
yang menggunakan tiga simbol yaitu nilai relatif lebih baik (+), jika
konsep tersebut lebih baik dari konsep yang lain dalamhal kriteria
tersebut. Sama dengan (0), jika suatu kriteria sama dengan konsep
lain, dan lebih buruk (-) jikasuatu kriteria lebih buruh dari konsep
lain. Sebaiknya setiap konsep dinilai terhadap satu kriteria sebelum
berpindah kekriteriaberikutnya. Namun, dengan jumlah konsep yang
besar, lebih cepat apabilamenggunakan pendekatan, sebaliknya menilai
tiap konsep keseluruhan sebelum berpindah padakonsep berikutnya.
Setelah dilakukan penilaian, jumlah bobot tiap kriteria dijumlahkan
43

untuk masing-masing konsep diberi peringkat. Konsep yang dipilih


akan diteruskan ke matriks penilaian konsep.
Langkah selanjutnya adalah padamatriks penilaian konsep diberikan
bobot kepentingan pada tiap kriteria dengan mengalokasikan nilai
100%. Penetapan rating ini dapat dilakukan oleh beberapa responden
untuk menentukan apakah bobot yang diberikan sesuai dengan kriteria
yang diinginkan. Nilai beban didapatkan dari besarnya bobot
kepentingan kriteria dikalikan dengan rating yang diberikan yang
kemudian akan dijumlahkan. Konsep yangdipilih adalah konsep yang
memiliki rating tertinggi. Dengan dasar keduamatriks seleksi tersebut
dapat diputuskan untuk memilih satu atau lebih konsep terbaik, konsep-
konsep ini mungkin lebih lanjut dikembangkan, dibuat prototype dan
diuji untuk memperoleh umpan balik dari pelanggan.
Tabel 2.4 Matriks penilaian konsep
(Sumber: Ulrich-Eppinger, 2001, p.141)
Kriteria
Seleksi
Beban
Konsep
1 2
Rating
Nilai
Beban
Rating
Nilai
Beban
A 10% 3 0.3 3 0.3
B 15% 4 0.6 2 0.3
C 25% 3 0.75 5 1.25
D 30% 3 0.9 5 1.5
E 20% 5 1.0 3 0.6
Total Nilai 3.55 3.95
Peringkat 2 1

44

2.7.6 Pengujian Konsep


Pengujian konsep berhubungan erat dengan seleksi konsep dimana
keduaaktivitas ini bertujuan untuk menyempitkan jumlah konsep yang
akan diproses lebih lanjut. Namun pengujian konsep berbeda karena
aktivitas ini menitikberatkan pada pengumpulan data langsung dari
pelanggan dan hanya melibatkan sedikit penilaian dari tim
pengembangan produk. Pengujian konsep dilakukan setelah seleksi
konsep dikarenakan tidak mungkin anggota tim pengembangan
menyodorkan banyak konsep langsung kekonsumen potensial untuk
diuji. Karena itu, konsep-konsep yang sudah ada harus dipersempit
sampai pada jumlah yangkecil untuk disodorkan kepada konsumen.
Tim bisasaja memilih tidak melakukan pengujian konsep apapun
jika waktu yang dibutuhkan untuk menguji konsep relatif cukup
panjang dibandingkan dengan siklus hidup produk, atau jika biaya
pengujian relatif cukup besar. (Ulrich-Eppinger, 2001, p.133)

2.7.7 Arsitektur Produk
Menurut Ulrich-Eppinger (2001, p.172) Arsitektur produk adalah
penugasan elemen-elemen fungsional dari produk terhadap kumpulan
bangunan fisik produk. Tujuan dari arsitektur produk adalah
menguraikan komponen fisik dasar dari produk, apa yang harus
dilakukan komponen tersebut dan seperti apa penghubung atau
pembatas (interface) yang digunakan untuk peralatan lainnya.
45

Elemen-elemen fisik dari sebuah produk adalah bagian-bagian


produk (part), komponen dan sub-rakitan yang pada akhirnya
diimplementasikan terhadap fungsi produk. Elemen-elemen fisik
diuraikan lebih rinci ketika usaha pengembangan berlanjut. Elemen
fisik produk biasanya diorganisasikan menjadi beberapa building blocks
utama yang disebut chunks. Setiap chunk terdiri dari sekumpulan
komponen yang mengimplementasikan fungsi dari produk. Arsitektur
produk adalah skema elemen-elemen fungsional dari produk disusun
menjadi chunk yang bersifat fisikal dan menjelaskan bagaimana setiap
chunk berinteraksi.
Karakter arsitektur produk yang terpenting adalah modularitas. Ciri-
ciri dari arsitektur modular adalah sebagai berikut:
Chunk melaksanakan atau mengimplementasikan satu atau sedikit
elemen fungsional pada keseluruhan fisiknya.
Interaksi antar chunk dapat dijelaskan dengan baik, dan umumnya
penting untuk menjelaskan fungsi-fungsi utama produk.
Hasil akhir dari aktivitas ini adalah perkiraan rancangan geometri
dari produk, penjelasan mengenai chunk-chunk utamadan dokumentasi
interaksi penting antar chunk. Ada 4 langkah menetapkan arsitektur
produk, yaitu:
1. Membuat skema produk, yaitu diagram yang menggambarkan
pengertian terhadap elemen-elemen penyusun produk, yakni berupa
elemen fisik, komponen kritis dan elemen fungsional.
46


Diagram 2.5 Contoh skemaproduk
2. Mengelompokkan elemen-elemen yangterdapat padaskema, yaitu
menugaskan setiap elemen yang ada pada skema menjadi chunk.
Setiap chunk memiliki satu fungsi. Elemen yang memiliki fungsi
yang sama dapat digabungkan dalam satu chunk. Kondisi ekstrim
yang mungkin terjadi adalah satu chunk mewakili satu fungsi
sehingga jumlah chunk sama dengan jumlah elemen fungsi. Atau
sebaliknyamengintegrasikan semua komponen ke dalam satu fungsi
yang sifatnya akan lebih kompleks.

Diagram 2.6 Contoh Function Diagram
3. Membuat rancangan geometris yang masih kasar, susunan geometris
dapat diciptakan dalam bentuk gambar, model komputer atau model
fisik yang terdiri dari 2 atau 3 dimensi. Penyusunan geometris yang
47

masih berbentuk kotak dapat memberikan beberapa alternatif


penyusunan sehinggatidak ada hubungan antar chunk yang saling
bertentangan. Pembuatan susunan geometris harus memperhatikan
aspek estetika, keamanan dan kenyamanan dari sebuah produk.

2.7.8 Desain Industri
Perhimpunan Desainer Industri Amerika (IDSA) mendefinisikan
desain industri sebagai jasa profesional dalam mengoptimalkan fungsi-
fungsi, nilai, dan penampilan produk serta sistem untuk mencapai
keuntungan yang mutual antara pemakai dan produsen. (Ulrich-
Eppinger, 2001, p.200)
Misi utama desain industri dalam proses pengembangan produk
mencakup aspek-aspek dari produk tersebut yang berhubungan dengan
daya tarik ergonomis dan daya tarik estetika produk, yaitu antara lain:
1. Kebutuhan-kebutuhan ergonomik.
Kemudahan pemakaian.
Kemudahan pemakaian akan lebih diperlukan jika produk
mempunyai beberapa ciri atau cara mengoperasikannya yang
mungkin membingungkan dan menyebabkan pemakainya frustasi.
Kemudahan perawatan.
J ika produk perlu diperbaiki secara berkala, kemudahan
perawatan menjadi sangat penting. Sangat penting untuk
48

memberitahukan prosedur perawatan/perbaikan kepada


pemakainya.
Kuantitas interaksi pemakai.
Secara umum semakin banyak interaksi antara pemakai dengan
produk, produk akan semakin tergantung pada desain industri.
Pembaruan interaksi pemakai.
Semakin banyak pembaruan mungkin akan memerlukan riset
yang substansial dan studi kemungkinan.
Keamanan.
Semua produk mempunyai pertimbangan keamanan. Untuk
beberapa produk dapat menghasilkan tantangan nyata bagi tim.

2. Kebutuhan-kebutuhan estetik
Diferensiasi produk.
Produk dengan pasar dan teknologi yangstabil sangat tergantung
pada desain industri untuk menciptakan daya tarik estetis dan
tentunya diferensiasi visual.
Gengsi kepemilikan, mode atau kesan.
Persepsi pelanggan terhadap suatu produk sebagian besar
didasarkan oleh daya tarik estetis. Produk yang menarik mungkin
diasosiasikan dengan mode dan kesan yang tinggi. Padaakhirnya
hal ini akan menciptakan perasaan gengsi yang tinggi terhadap
pemiliknya. Ketika karakteristik seperti ini penting, desain
49

industri akan memainkan peranan penting dalam menentukan


kesuksesan akhir.
Motivasi tim.
Suatu produk yang mempunyai daya tarik estetis dapat
membangkitkan perasaan banggadi antara para staf desain dan
manufaktur. kebanggaan tim dapat memotivasi dan menyatukan
setiap orang yang berhubungan dengan proyek. Konsep awal
desain industri memberikan tim suatu visi konkrit terhadap hasil
akhir usahapengembangan.

2.7.9 Design For Manufacturing (DFM)
Menurut Ulrich-Eppinger (2001, p.223) DFM menunjukkan
kepentingan yang sifatnya umum karena langsung menginformasikan
biaya-biaya manufaktur. Biaya manufaktur merupakan penentu utama
dalamkeberhasilan ekonomis dari produk. Dalam istilah sederhana,
keberhasilan ekonomis tergantung dari margin keuntungan dari tiap
penjualan produk dan berapabanyak yang dapat dijual oleh perusahaan.
Margin keuntungan merupakan selisih antara harga jual pabrik dengan
biaya pembuatan produk. DFM menggunakan informasi dari beberapa
tipe, termasuk diantaranya:
1. Sketsa, gambar, spesifikasi produk, dan alternatif rancangan.
2. Suatu pemahaman detil tentang proses produksi dan perakitan.
50

3. Perkiraan biaya manufaktur, volumeproduksi, dan waktu peluncuran


produk.
Dengan demikian, sebelum masuk tahapan DFM maka perlu
ditentukan terlebih dahulu perencanaan proses yang terdiri dari:
Struktur produk
Struktur produk adalah logika proses produksi, yang menyatakan
hubungan antara beberapa pekerjaan pembuatan komponen sampai
menjadi produk akhir, yang biasanya ditunjukkan dengan
menggunakan skema. (Sumber: www.ittelkom.ac.id/library)

Gambar 2.5 Struktur Produk
(Sumber: Modul praktikum perancangan dan pengendalian produksi,
2008, p.5)


51

Bill of Material (BOM)


Bill of Material adalah suatu dokumen yang menjelaskan detail-
detail dari keseluruhan item-item produk. BOM bukan hanya
merupakan sebuah daftar material yangdiperlukan, tapi jugaberisi
informasi tentangstruktur produk (product structure), yaitu pohon
produk yang menunjukan hubungan antara produk akhir dengan
item-item pembentuknya yang diperlukan untuk memproduksi
produk akhir tersebut, termasuk kedudukan atau level dari item- item
tersebut, dimana hal ini sangat penting untuk menentukan berapa
jumlah kebutuhan bahan yang diperlukan oleh suatu produk akhir.
(http://www.digilib.petra.ac.id)
Tabel 2.5 Bill of Material
(Sumber: Modul praktikum Perancangan dan Pengendalian Produksi,
2008, p.5)
No.
Komponen
Level Description Code Quantity
BOM
UOM


Assembly Chart (AC)
Menurut Dwiningsih (http://www.stekpi.ac.id/), Assembly Chart atau
disebut juga diagram perakitan yaitu sebuah grafik sebagai jalan untuk
menerangkan bagaimana komponen mengalir menjadi sub perakitan
dan akhirnya menjadi produk jadi.
52


Gambar 2.6 Assembly Chart
(Sumber: Modul praktikum Perancangan dan Pengendalian Produksi,
2008, p.4)
Operation Process Chart (OPC)
Peta Rakitan (Assembly Chart) belum menjelaskan lebih terperinci
mengenai urutan produksi yang dilalui oleh suatu produk. Oleh
karena itu perlu dibuat dengan menggunakan Operation Process
Chart (OPC) dimana peta ini memperluas peta rakitan dengan
menambahkan setiap operasi ke dalam gambaran grafis dari pola
aliran pertama yang telah dikembangkan. Kenyatannya peta ini
adalah gambaran tentang proses, dan telah digunakan dalambebagai
cara sebagai alat perencanaan dan pengendalian.
(http://indeecom.wordpress.com/)
53


Gambar 2.7 Operation Process Chart
(Sumber: Modul praktikumPerancangan dan TataLetak Fasilitas,
2008, p.11)
Proses DFM dilanjutkan dengan memperkirakan biaya-biayayang
akan dikeluarkan dalamsuatu proses manufaktur. Biaya manufaktur
dari suatu produk dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: (Ulrich-
Eppinger, 2001, p.226)
1. Biaya-biaya komponen
Komponen-komponen dari suatu produk mencakup komponen
standar yang dibeli dari pemasok. Sebagai contoh adalah: motor,
chip elektronik, dan sekrup. Komponen lainnya adalah komponen
berdasarkan pesanan (custom parts) yang dibuat berdasarkan
54

rancangan pembuat dari material mentah, seperti lembaran baja, biji


plastik, atau batangan aluminium.
2. Biaya-biaya perakitan
Barang-barang diskrit biasanya dirakit dari komponen-komponen.
Proses perakitan hampir selalu mencakup seluruh biaya upah tenaga
kerja dan jugamencakup biaya peralatan dan perlengkapan.
3. Biaya-biaya overhead
Overhead merupakan kategori yang digunakan untuk mencakup
seluruh biaya-biaya lainnya. Ada2 tipe biaya overhead, yaitu biaya-
biaya pendukung dan alokasi tidak langsung. Biaya pendukung
adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan penanganan material,
jaminan kualitas, pembelian, pengiriman, penerimaan, fasilitas-
fasilitas dan pemeliharaan peralatan atau perlengkapan. Sedangkan
alokasi tidak langsung adalah biaya manufaktur yang tidak dapat
secara langsung dikaitkan dengan suatu produk namun harus
dibayarkan, sebagai contoh, gaji penjaga keamanan dan biaya
perawatan bangunan.

2.7.10 Pembuatan Prototype
Definisi prototype adalah sebuah penafsiran produk melalui satu
atau lebih dimensi yang menjadi perhatian. Definisi ini menyimpang
dari definisi pada umumnya, dimana mencakup bermacam-macam
bentuk prototype seperti pengambilan konsep, model matematika dan
55

bentuk fungsional yang lengkap sebelumdibuat dari suatu produk.


Membuat prototype merupakan proses pengembangan perkiraan-
perkiraan semacamitu dari produk. (Ulrich-Eppinger, 2001, p.259)
Prototype dapat diklasifikasikan di antara 2 dimensi. Yang pertama
adalah dimana prototype merupakan bentuk fisik sebagai lawan dari
analitik. Prototype fisik merupakan prototype yang mewakili bentuk
produk sesungguhnya sedangkan prototype analitik menampilkan
produk yangtidak nyata, yaitu meliputi simulasi komputer atau model
komputer geometrik tiga dimensi. Dimensi yang kedua adalah
tingkatan dimana prototype merupakan prototype yang menyeluruh
sebagau lawan terfokus. Prototype menyeluruh mengimplementasikan
semua atribut dari produk atau dapat disebut sebagai versi kerja
keseluruhan dari sebuah produk. Sedangkan prototype terfokus
mengimplementasikan sedikit sekali atribut produk.
2.7.11 Analisis Ekonomi
Menurut Ulrich-Eppinger (2001, p.278) Analisis ekonomi
digunakan untuk memastikan kelanjutan dari pengembangan produk
secara menyeluruh dan memecahkan tawar-menawar spesifik seperti
biaya manufaktur dan biaya pengembangan. Analisis ekonomi
merupakan salah satu tahap dalampengembangan produk yang erat
kaitannya dengan pengambilan keputusan, apakah investasi terhadap
pengembangan suatu produk layak atau tidak dengan
memperhitungkan dari segi biaya dari beberapa aspek.
56

Analisis Ekonomi dibagi menjadi dua aspek antaralain:


Analisis Kuantitatif
Terdapat beberapa dasar kas masuk dan kas keluar dalam siklus
hidup dari suatu produk baru yangsukses. Kas masuk berasal dari
penjualan dan kas keluar terdiri dari biaya proses pengembangan,
biaya produksi, pembelian perlengkapan dan alat-alat, biaya
pemasaran dan penyokong produk dan biaya produksi yang terus-
menerus seperti bahan, komponen dan pekerja. Ditinjau dari segi
ekonomi, produk yang sukses adalah produk yang mempunyai
jumlah kumulatif kas masuk lebih besar daripadakas keluar. Pada
tingkat perhitungan kas yang masuk lebih besar daripada nilai
bersih saat ini Net Present Value (NPV). Analisis kuantitatif
umumnya dilakukan dengan metode NPV untuk memperkirakan
aliran kas dari suatu proyek, penggunaan NPV dianggap lebih
mudah dimengerti dan telah digunakan secara luas oleh dunia
bisnis. Nilai analisis kuantitatif tidak hanya menyediakan evaluasi
objektif proyek-proyek tetapi juga membuat suatu perhitungan
terhadap struktur dan penilaian proyek pengembangan produk.
Metoda yangdigunakan adalah metodeNPV (Net Present Value).
Nilai netto proyek saat ini didapatkan dengan cara
mendiskontokan selisih antara jumlah kas yang masuk dengan kas
yang keluar dari proyek setiap tahunnya dengan suatu tingkat
persentase bunga tertentu. Tingkat bunga tersebut bisa diperoleh
57

dari tingkat bunga pinjaman jangka panjang yangberlaku di bank


atau dari tingkat bunga pinjaman yangharus dibayar oleh pemilik
proyek. Rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut :
NPV =NCF
0+ [NCF1/(1+r)1+ + NCF n/(1+r)
n
]
Keterangan :
NPV (Net Present Value) = nilai netto proyek pada tahun
pembangunan proyek.
NCF (Net Cash Flow) = selisih antara arus kas keluar dan
masuk padatahun ke-n.
r = angka diskonto tahun ke-n menurut
tingkat bunga yangdigunakan untuk
mendiskonto arus kas.
Apabila setelah dilakukan perhitungan NPV didapatkan nilai
NPV yang positif, makadapat dikatakan proyek tersebut bisa dan
layak untuk dilakukan, dan diharapkan bisa mendapatkan
keuntungan diatas tingkat bunga yang digunakan untuk
mendiskonto arus kas. Apabila nilai NPV sama dengan nol (0),
maka laba yang diharapkan sama besar dengan tingkat bunga
pendiskonto. Tetapi apabilanilai NPV bernilai negatif maka proyek
tersebut sebaiknya tidak dilaksanakan karena akan merugikan
investasi yang dilakukan.
Analisis Kualitatif
58

Analisis kualitatif hanya dapat menangkap faktor-faktor yang


terukur. Seringkali suatu proyek mempunyai implikasi positif dan
negatif yangsulit untuk dihitung. Analisis kuantitatif juga jarang
menangkap lingkungan yang kompetitif dan dinamik. Analisis
kualitatif dimaksudkan untuk mempertimbangkan interaksi antara
proyek pengembangan dengan perusahaan, pasar dan lingkungan
ekonomi makro.

Grafik 2.3 Tipe cash flow untuk produk baru yang sukses

2.8 Perbandingan Waktu Transaksi dan Pelayanan
Ada 3 faktor utama yang membedakan antara waktu transaksi dan
pelayanan antara sistem manual dan sistem elektronik yaitu waktu
perlambatan kecepatan/deselerasi, waktu delay dan waktu
percepatan/akselerasi sampai ke kecepatan normal.
Waktu transaksi sama dengan waktu perlambatan/deselerasi ditambah
dengan rata-ratawaktu delay (waktu menunggu ditambah waktu pelayanan)
dan jugaditambah waktu akselerasi untuk mencapai kecepatan normal.
59

Waktu perlambatan/deselerasi
Waktu perlambatan/deselerasi adalah waktu yang dibutuhkan kendaraan
untuk mencapai kecepatan minimumdari kecepatan normal (0 Km/h untuk
sistemmanual dan 20 Km/h untuk sistemelektronik). Tingkat deselerasi
untuk pengereman secara normal dan untuk
pengereman mendadak. (The Study of RFID for electronic tool collection
system implementation in J abodetabek oleh Sofa Sofwan Sungkar) Waktu
perlambatan/deselerasi dapat dihitung dengan rumus:

Dimana:
0,278 = Konversi dari satuan Km/h ke m/s
V = Kecepatan (m/s)
a = Percepatan (m/s
2
)


Waktu delay
Waktu delay rata-rata adalah jumlah dari waktu pelayanan rata-rata dengan
waktu menunggu rata-rata. Rumus untuk menghitungwaktu delay adalah
sebagai berikut.
Waktu delay = waktu pelayanan +waktu menunggu
Waktu pelayanan =
Waktu menunggu =
60

Dimana:
Kapasitas maksimum
Tingkat kedatangan
Waktu akselerasi
Waktu akselerasi adalah waktu yang dibutuhkan kendaraan untuk
mencapai kecepatan normal dari kecepatan minimum. Untuk waktu
akselerasi diasumsikan 2,5 m/s
2
dari kendaraan benar-benar berhenti
sampai ke kecepatan normal. (The Study of RFID for electronic tool
collection system implementation in J abodetabek oleh Sofa Sofwan
Sungkar).

You might also like