Professional Documents
Culture Documents
http://www.kalbefarma.com/cdk
ISSN : 0125-913X
151. Infeksi
pada Kehamilan
2006
http://www.kalbefarma.com/cdk
International Standard Serial Number: 0125 – 913X
151. Infeksi
pada Kehamilan
Daftar isi :
2. Editorial
2006
4. English Summary
http:// www.kalbefarma.com/cdk
ISSN : 0125 –913X
Artikel
5. Infeksi TORCH pada Ibu Hamil di RSUP Sanglah Denpasar - Kornia
Karkata, TGA Suwardewa
8. Pengaruh Infeksi TORCH terhadap Kehamilan - Enny Muchlastriningsih
11. Lama Perawatan dan Komplikasi Kuretasi Segera dan Tunda pada Abortus
Infeksiosus - I Ketut Suwiyoga, I Made Agus Supriatmaja
14. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini terhadap Insidens Sepsis
Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm - Raka Budayasa AAG,
Suwiyoga IK, Soetjiningsih
18. Dampak Infeksi Genital terhadap Persalinan Kurang Bulan - Sofie Rifayani
151. Infeksi
pada Kehamilan
Krisnadi
21. Sulbaktam / Ampisilin sebagai Antibiotika Profilaksis pada Seksio Sesarea
Elektif di RSIA Rosiva Medan - R. Haryono Roeshadi
24. Sindrom HELLP - John Rambulangi
ket.: Gambaran sitologik infeksi HPV dari sediaan
29. Tes Human Papillomavirus sebagai Skrining Alternatif pada Kanker
apus vagina Serviks - I Ketut Suwiyoga
www.altavista.com
33. Karakteristik Candida albicans - Conny Riana Tjampakasari
37. Sindrom Nefrotik pada Kehamilan - Zulkhairi, Salli R Nasution
42. Sindrom Antifosfolipid dan Trombosis - William Sanjaya, Abdul Hakim
Alkatiri
48. Studi Manfaat Daun Katuk (Sauropus androgynus) - Sriana Azis, S.R.
Muktiningsih
51. Dinamika Pelacuran di Wilayah Jakarta dan Surabaya dan Faktor Sosio
Demografi yang Melatarbelakanginya - Kasnodihardjo, Rachmalina S
Prasojo, Helper S P Manalu
Selamat membaca
Redaksi
TORCH INFECTIONS IN PREGNANT positve in 73% and IgM antibody HELLP SYNDROME
WOMEN AT SANGLAH GENERAL in 1%. For Cytomegalovirus
HOSPITAL DENPASAR infection, IgG antibody was John Rambulangi
positive in 95% but no positive IgM
Kornia Karkata, TGA Suwardewa antibody. For HSV II infection, Dept. of Obstetrics and Gyneco-
positive IgG antibody in 56% and logy, Faculty of Medicine
Dept. of Obstetrics and Gyneco- IgM antibody in 21%. Congenital Hasanuddin University, Makassar,
logy,Faculty of Medicine, Udaya- anomaly was found in 2% of Indonesia.
na University, Denpasar, Bali, samples; 15% had abortions and
Indonesia 8% with foetal death in utero. HELLP syndrome is a disease
None of the mothers belonged to characterized by hemolysis, ele-
A prospective study was done to low socio-economic group; 74% vated liver enzymes and low pla-
evaluate the incidence of TORCH had some contact with cats, telets found in pregnancy.
infections among women under directly or indirectly,in their house. The pathology involved was
20 weeks of pregnancy, who visit Only 22% used to consume raw microvascular endothelial dama-
prenatal clinic at Sanglah General vegetables and very few (1%) ge and intravascular thrombolytic
Hospital, Denpasar. From one consumed raw or undercooked activation causing thrombocyte
hundred random samples taken meat. No significant correlation aggregation. Clinically there are
between March and July 1997, found between the incidence and two types of classifications, one is
the mothers’ age ranged from 18 - socio-behavioral factor. according to clinical symptoms
40 years (average 27.7 years), and the other is according to
mothers with first pregnancy 32% ; Cermin Dunia Kedokt.2006;151:5 -7 platelet count.
kka, tga
with second pregnancy 47% ; with The management consist of
third pregnancy 18% and with anticonvulsant use, blood pressure
fourth pregnancy 3%. All mothers lowering and evaluation of fetal
(100%) had experienced at least wellbeing in ICU setting; termina-
one of the TORCH infections, but tion of pregnancy can also be
all were symptomless. For considered.
Toxoplasma infection we found
IgG antibody in 21% and IgM
antibody in 5%. For Rubella Cermin Dunia Kedokt.2006;151:24-8
brw
infection, IgG antibody was
ABSTRAK
Telah dilakukan pemeriksaan serologis TORCH dengan metode Enzyme Immuno Assay pada
ibu hamil dengan usia kehamilan di bawah 20 minggu, yang datang untuk perawatan antenatal di
Poliklinik Kebidanan RSUP Sanglah Denpasar. Dari 100 sampel yang diambil secara acak pada
bulan Maret s/d Juli 1997 umur ibu termuda 18 tahun dan tertua 40 tahun dengan rata rata 27.07
tahun. Ibu yang hamil pertama 32 orang (32%), kehamilan kedua 47 orang (47%), kehamilan ke
tiga 18 orang (18%) dan sisanya kehamilan ke empat 3 orang (3%). Seluruhnya (100%) pernah
mengalami infeksi salah satu unsur TORCH dan seluruhnya (100%) tanpa gejala. Untuk
toxoplasma IgG positif 21% dan IgM positif 5%. Untuk rubella IgG positif 73% dan IgM positif
1%.Untuk cytomegalovirus IgG positif 95% dan tak ada IgM positif. Untuk HSV II IgG positif
56% dan IgM positif 21%.
Didapatkan 2% ibu pernah melahirkan anak cacat, 15% pernah mengalami abortus dan 8%
pernah mengalami anak mati dalam kandungan. Seluruh ibu hamil tidak termasuk kategori
kelompok ekonomi lemah dan 75% mengaku berhubungan langsung atau tidak langsung dengan
kucing, 22% mengaku suka makan sayur mentah dan sangat sedikit (1%) yang suka makan daging
mentah atau setengah matang. Data ini menunjukkan perlunya perhatian lebih serius pada infeksi
TORCH tanpa gejala pada ibu hamil. Pada penelitian ini belum dapat ditarik kesimpulan tentang
hubungan TORCH dengan faktor perilaku sosial.
KEPUSTAKAAN
1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC,
Wenstrom KD (eds). Williams Obstetrics. Ch. 56: Infections.: 1461-80.
2. Chandra G. Toxoplasma gondii: Aspek Biologi, Epidemiologi, Diagnosis
dan Penatalaksanaannya. Medika 2001; XXVII(5 ): 297-304. UCAPAN TERIMA KASIH
3. Chiodo-F, Venucchi-G, Mori-F, Attard-L, Ricchi-E. Infective diseases
during pregnancy and their teratogenic effects. Ann-Ist-Super-Sanita. Penulis mengucapkan banyak terima kasih pada PERINASIA Pusat yang telah
1993;29(1):57-67 memberi kesempatan ikut dalam penelitian multi-senter ini dan khusus kepada
4. Isada NB, Paar DP, Gossman JH, Staus SE. Torch infections diagnosis in Laboratorium Klinik PRODIA Denpasar, diucapkan terima kasih atas bantuan
the molecular age. J.Reprod.Med. 1992;37(6):499-507. pemeriksaan serologis dan kerjasamanya.
ABSTRAK
Tujuan: Mengetahui perbedaan lama perawatan dan komplikasi antara kuretesi segera
dengan kuretasi tunda pada abortus infeksiosus.
Bahan dan Cara: Penelitian single blind randomized clinical trial dilakukan di Bagian
Obstetri dan Ginekologi RS Sanglah Denpasar selama tahun 2002. Sampel adalah pasien abortus
infeksiosus klinik yang. diberi antibiotika dan bersedia menjadi subjek penelitian, dipilih secara
consecutive. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu menjalani kuretasi segera atau 24 jam/bebas
panas setelah pemberian antibiotika standar penanganan di RS Sanglah Denpasar. Besar sampel
dihitung dengan rumus Pocock dan data penelitian diolah dengan SPSS-10 for Windows.
Dilakukan test homogenitas dengan Levent T test pada variabel besar uterus, suhu rektal, nadi, dan
kadar hemoglobin. Uji perbedaan waktu kuretasi memakai uji T dilanjutkan dengan Kolmogorov-
Smirnov Z, dan komplikasi dengan test Chi square.
Hasil: Sejumlah 64 consecutive samples dibagi dua yaitu 32 pasien kelompok perlakuan
dengan kuretasi segera dan 32 pasien kelompok kontrol dengan kuretasi tunda. Variabel besar
uterus, suhu rektal, nadi, dan kadar hemoglobin adalah homogen (p > 0,05). Diperoleh rerata lama
perawatan pada kuretasi segera dan tunda masing-masing adalah 59,97 jam/2,89 hari dan 72,29
jam/3,43 hari. Kejadian komplikasi perdarahan dan perforasi uterus pada kedua kelompok berbeda
tidak bermakna (X2= 3,65; p > 0,05) pada penanganan abortus infeksiosus.
Simpulan dan Saran: Pada kasus abortus infeksiosus, lama perawatan pada kuretasi segera
lebih pendek dibandingkan dengan lama perawatan kuretasi tunda (p < 0,05) dan komplikasinya
tidak berbeda di antara kedua kelompok. Pada kasus abortus infeksiosus dapat dilakukan kuretasi
segera setelah pemberian antibiotika.
ABSTRAK
Tujuan : Mengetahui peranan faktor risiko pada ibu dengan KPD tehadap insidens sepsis
neonatorum.
Subjek dan cara kerja : Penelitian kohort prospektif dengan pembanding interna. Sebanyak
123 subjek secara consecutive ikut serta dalam penelitian dan 113 kasus dianalisis. Setiap bayi
akan diamati dalam empat hari pertama untuk timbulnya gejala sepsis neonatorum dini. Pada bayi
dengan gejala sepsis dilakukan pemeriksaan kultur darah untuk diagnosis pasti sepsis neonatorum.
Peranan faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum (khorioamnionitis klinis, febris, adanya koloni
kuman Streptokokus Grup Beta dari apusan vagina bawah, lama ketuban pecah sampai persalinan
dan jumlah pemeriksaan vagina) akan dihitung dengan uji kai kuadrat dan semua faktor risiko
yang bermakna (p<0,05) akan dimasukkan dalam analisis multivariat untuk menentukan faktor
risiko utama terjadinya sepsis neonatorum.
Hasil : Dari seluruh kasus insidens sepsis neonatorum dini klinis adalah 4,4% dan insidens
sepsis neonatorum dini pasti (definite early onset neonatal sepsis) adalah 2,65%. Faktor risiko
yang bermakna terhadap insidens sepsis neonatorum adalah : febris : RR 28,28 (IK 95% 3,40-
235,52), p=0,001, khorioamnionitis klinis : RR 46,22 (IK 95% 5,75-371,02), p=0,001, koloni
kuman Streptokokus Grup Beta : RR 13,38 (IK 95% 1,56-114,56), p=0,002, lama ketuban pecah >
18 jam : RR 9,29 (IK 95% 1,08-80,12), p=0,013, lama ketuban pecah > 24 jam: RR 6,18 (IK 95%
1,15-33,09), p=0,02 dan jumlah pemeriksaan vagina > 8 kali : RR 9,16 (IK 95% 1,42-59,3),
p=0,014. Dari analisis multivariat didapatkan faktor risiko yang paling berperan terhadap sepsis
neonatorum dini adalah khorioamnionitis klinis, febris dan adanya koloni kuman Streptokokus
Grup Beta.
Kesimpulan : Insidens sepsis neonatorum dini secara klinis adalah 4,4% dan insidens sepsis
neonatorum dini pasti (definite early onset neonatal sepsis) adalah 2,65%. Pada kasus KPD aterm:
khorioamnionitis klinis, febris dan koloni kuman Streptokokus Grup Beta merupakan faktor risiko
utama terjadinya sepsis neonatorum.
Kata kunci : ketuban pecah dini, sepsis neonatorum, khorioamnionitis klinis, Streptokokus Grup
Beta
Sulbaktam / Ampisilin
sebagai Antibiotika Profilaksis
pada Seksio Sesarea Elektif
di RSIA Rosiva Medan
R. Haryono Roeshadi
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia
ABSTRAK
Penelitian dilakukan di RSIA Rosiva Medan melibatkan 60 orang ibu hamil yang akan
menjalani seksio sesarea elektif untuk membandingkan manfaat Sulbaktam / Ampisilin sebagai
antibiotika profilaksis (dosis tunggal) dan terapeutik (multidosis).
Penelitian dilakukan dengan rancangan klinik acak (Randomized Clinical Trial): penderita
dibagi 2 kelompok masing-masing 30 kasus mendapat antibiotika dosis tunggal dan 30 kasus
lainnya mendapat antibiotika multidosis. Tidak terdapat perbedaan pada kedua kelompok
penelitian, semua kasus sembuh sempurna, tidak terdapat tanda infeksi.
Pada seksio sesarea yang bersih dan didukung fasilitas yang baik dan aseptis, disarankan
cukup menggunakan antibiotika profilaksis dosis tunggal.
Sindrom HELLP
John Rambulangi
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
ABSTRAK
Sindrom HELLP merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL untuk
Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelets. Patogenesis sindrom HELLP belum jelas.
Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya; kelihatannya merupakan akhir dari kelainan
yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler,
akibatnya terjadi agregasi trombosit dari selanjutnya kerusakan endotel. Peningkatan kadar enzim
hati diperkirakan sekunder dari obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin pada sinusoid.
Trombositopeni dikaitkan dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit.
Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri : Hemolisis, kelainan apus darah tepi, total bilirubin
> 1,2 mg/dl, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Peningkatan fungsi hati, serum aspartat
aminotransferase (AST) > 70 U/L, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Jumlah trombosit <
100.000/mm3.
Dua sistem klasifikasi digunakan pada sindrom HELLP. Klasifikasi pertama berdasarkan
jumlah kelainan yang ada. Klasifikasi kedua berdasarkan jumlah trombosit.
Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, terapi
antihipertensi tambahan harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg.
Antihipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine, labetalol dan nifedipin. Langkah
selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau
profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus
diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat dilakukan pada
pasien tanpa risiko perdarahan. Pasien harus ditangani di unit perawatan intensif (ICU) dengan
pemantauan ketat terhadap semua parameter hemodinamik dan cairan untuk mencegah udem paru
dan atau kelainan respiratorik.
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%. Angka kematian bayi berkisar
10-60%.
Kata kunci : Sindrom HELLP, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan.
ABSTRAK
Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian yang berhubungan dengan
kanker pada perempuan. Upaya skrining dengan Pap smear belum mampu menurunkan insiden
dan kematian akibat kanker ini di negara-negara sedang berkembang.
Sejak diketahui bahwa infeksi human papillomavirus berhubungan kuat dengan
perkembangan dari CIN menjadi kanker serviks maka skrining ditujukan untuk mengetahui
keberadaan DNA-HPV. Infeksi HPV grup risiko tinggi terbukti berhubungan kuat dengan
perkembangan lesi prekanker menjadi kanker serviks. Sebagian besar infeksi HPV bersifat
transien, subklinik, dan sering pada perempuan seksual aktif. Pada infeksi HPV persisten risiko
tinggi dan smear abnormal terlihat perkembangan penyakit yang signifikan.
Berbeda dengan infeksi HPV grup risiko rendah yang tidak signifikan mempengaruhi
perkembangan penyakit sehingga tesnya kurang bermanfaat bahkan dapat mengakibatkan dampak
psikologik; tes HPV dengan HC-II melalui sediaan olesan serviks memilki sensitivitas tinggi
>90%, spesifisitas rendah (10,0%), positif palsu 5-20% dan negatif palsu 1,1-7,5%. Test HPV
sebaiknya tidak dipakai skrining serviks secara tersendiri, tetapi bersama dengan sitologi dan
kolposkopi dan bahkan histopatologi apabila diperlukan.
ABSTRAK
Kandidosis merupakan penyakit jamur teratas di antara penyakit jamur lainnya hingga saat
ini. Penyebab utama infeksi ini umumnya adalah Candida albicans (C. albicans). Jamur ini dapat
menginfeksi semua organ tubuh manusia, dapat ditemukan pada semua golongan umur, baik pria
maupun wanita. Jamur ini dikenal sebagai organisme komensal di saluran pencernaan dan
mukokutan, sering ditemukan di kotoran di bawah kuku orang normal. Jamur ini juga dikenal
sebagai jamur oportunis.
Antibodi antikoagulan lupus 1. Pemanjangan koagulasi paling sedikit satu assay koagulasi tergantung fosfolipid invitro dengan penggunaan
platelet poor plasma†. Assay ini dapat dibagi menurut bagian kaskade koagulasi yang dinilai sebagai berikut:
Jalur koagulasi ekstrinsik (dilute prothrombin time).
Jalur koagulasi intrinsik (activated partial thromboplastin time, dilute activated partial thromboplastin time,
colloidal silica clotting time, & kaolin clotting time)
Jalur koagulasi umum terakhir (dilute Russell’s viper-venom time, Taipan venom time, dan Textarin dan
Ecarin times).$
2. Kegagalan memperbaiki pemanjangan waktu koagulasi dengan mencampurkan plasma pasien dengan plasma
normal.
3. Konfirmasi adanya antibodi antikoagulan lupus oleh pemendekan atau perbaikan pemanjangan waktu
koagulasi sesudah penambahan kelebihan fosfolipid atau platelet yang sudah membeku dan kemudian
dicairkan.
4. Menyingkirkan koagulopati lain dengan menggunakan assay faktor spesifik jika uji konfirmasi negatif atau
jika penghambat faktor spesifik diduga.
Antibodi antikardiolipin Solid phase immunoassay ( biasanya enzyme linked immunosorbent assay /ELISA ) dilakukan pada lempeng yang
dilapisi kardiolipin, biasanya dengan adanya serum ß2-glikoprotein 1 bovin. Antibodi-antibodi antikardiolipin pada
pasien dengan sindrom antifosfolipid tergantung ß2-glikoprotein 1; antibodi-antibodi pasien dengan penyakit
infeksi tidak tergantung ß2-glikoprotein 1.
Antibodi anti-ß2-glikoprotein 1 Solid phase immunoassay (biasanya enzyme linked immunosorbent assay / ELISA) yang dilakukan pada lempeng
dilapisi ß2-glikoprotein 1 manusia, daripada ß2-glikoprotein 1 bovin (seperti pada esei antibodi antikardiolipin).
† Penggunaan dua atau lebih assay yang sensitif untuk antikoagulan lupus direkomendasikan sebelum disingkirkan adanya antibodi antikoagulan lupus.
Paling sedikit satu dari assay ini harus didasarkan pada konsentrasi fosfolipid rendah (dilute prothrombin time, dilute activated partial thromboplastin time,
colloidal silica clotting time, kaolin clotting time, atau dilute Russell’s viper venom time). Kedua assay ini harus menilai bagian yang khusus dari kaskade
koagulasi ( seperti activated partial thromboplastin time dan dilute Russell’s viper venom time).
$ The Ecarin time assay membedakannya dari assay koagulasi lain yang tercakup dalam assay yang tidak tergantung fosfolipid. Harus digunakan dalam
perpaduan dengan Textarin time yang tergantung fosfolipid sebagai uji konfirmasi untuk antibodi antikoagulan lupus. Adanya antibodi antikoagulan lupus,
Textarin times memanjang, sedangkan Ecarin times tidak memanjang
Dikutip dari (1)
*Dua faktor utama yang mungkin memodulasi keseimbangan antara efek prokoagulan dan antikoagulan dari antibodi-antibodi antifosfolipid adalah permukaan
fosfolipid dimana reaksi berlangsung dan spesifisiti antigen terhadap antibodi.
Dikutip dari (2)
Tabel 3. Kondisi penyakit dan faktor-faktor risiko yang membuat pasien menjadi lebih mudah mengalami tromboemboli
ABSTRAK
Pada umumnya daun katuk digunakan sebagai sayuran. Di Indonesia daun katuk digunakan
untuk melancarkan air susu ibu, obat borok, bisul, demam, dan darah kotor. Daun katuk
diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI (air susu ibu).
Sepuluh sediaan fitofarmaka daun katuk sebagai pelancar ASI telah beredar di Indonesia pada
tahun 2000.
Masalah: Ada laporan kerusakan paru dalam 7 bulan setelah konsumsi daun katuk mentah
dengan dosis 150 g/hari dan setelah 22 bulan terjadi kerusakan paru yang parah serta
permanen.Bahan dan cara: Menggunakan buku rujukan, hasil penelitian dari dalam dan luar
negeri. Studi meliputi ekologi, ekonomi, khasiat, efeksamping, dan harapan masa depan.Data
dianalisis secara deskriptif.
Hasil: Tanaman katuk tumbuh dan menghasikan daun ranum yang beratnya meningkat bila
ditanam bersamaan dengan tanaman pelindung ketela pohon atau jagung. Hasil setiap panen per
50–60 hari 3000-6000 kg/ha dengan harga Rp 500,-/kg. Kandungan zat: daun katuk kaya vitamin
dan mineral. Khasiat: daun katuk sebagai pelancar air susu ibu dapat dibuktikan secara klinis dan
preklinis. Efek samping: Jus daun katuk mentah dengan dosis 150 mg /hari sebagai obat obesitas
setelah 2 minggu - 7 bulan menimbulkan gejala sukar tidur, makan tidak enak, sesak nafas dan
batuk. Penggunaan lebih lama menimbulkan bronkiolitis konstriksi dan setelah 22 bulan terjadi
bronkiolitis obliterasi permanen. Oleh karena itu penting diteliti lebih lanjut efek samping sediaan
pelancar ASI daun katuk terhadap ibu dan bayinya.
Dinamika Pelacuran
di Wilayah Jakarta dan Surabaya
dan Faktor Sosio Demografi
yang Melatarbelakanginya
PENDAHULUAN METODOLOGI
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia, dampaknya mulai Desain studi
terasa sejak awal tahun 1998; selain langsung pada kehidupan Penelitian bersifat studi eksploratif dengan metoda
ekonomi bangsa, juga berdampak terhadap berbagai aspek pengumpulan data kualitatif terutama dengan menggunakan
kehidupan masyarakat. Krisis ekonomi mengakibatkan pemahaman langsung dan tidak langsung. Sumber data yaitu
turunnya pendapatan nyata penduduk akibat hilangnya orang-orang yang diminta memberikan informasi, disebut
kesempatan kerja. Dampak lanjutan adalah kerawanan yang informan. Informan pada penelitian ini diharapkan dapat
menyangkut berbagai hal, salah satu di antaranya adalah bidang memberikan informasi tentang apa yang ia ketahui dan juga
ekonomi dan sosial. sedapat mungkin tentang apa yang ia alami. Maka penelitian
Krisis ekonomi dapat meningkatkan jumlah penjaja seks lebih banyak tergantung pada bahasa informan (Yudoyono B,
komersial(PSK). Karena sifat pekerjaan dan perilaku mereka, 1992). Selain informasi diri, informan juga diharapkan dapat
para PSK berpotensi tertular dan menularkan penyakit menular memberikan keterangan lain.
seksual (PMS) termasuk HIV-AIDS (Human
Immunodeficiency Virus - Acquired Immune Deficiency Sasaran Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
Syndrome). Pekerja seks yang beroperasi di Jakarta datang dari Sasaran utama penelitian ini adalah wanita yang berprofesi
berbagai daerah. Suatu survai menunjukkan bahwa mereka sebagai penjaja seks (PS) atau Pekerja Seks Komersial (PSK),
datang dari Jawa Timur 4%, dari Jambi 2%, dari Sumatera baik yang terorganisasi maupun yang tidak, yaitu mereka yang
Barat 6%, dari Jawa Tengah 17%, dari Jawa Barat 18% dan berpraktek liar di pinggir jalan, pinggir jalan (rel) kereta api,
D.K.I sendiri 50% (Suara Pembaruan, Maret 1999). kafe, mal, panti pijat atau warung remang-remang. Sasaran
Menghapuskan sama sekali kegiatan para PSK seperti penelitian lain adalah mucikari (germo) atau orang-orang yang
misalnya rencana penutupan lokalisasi atau operasi penertiban diasumsikan mengetahui praktek keseharian wanita penjaja
tampaknya tidak mungkin. Justru ini akan menimbulkan seks. Penentuan informan (responden) dilakukan melalui
dampak lain dan tidak menyelesaikan masalah. Barangkali pendekatan lokasi yang diduga sebagai sentinel dan dipilih
yang paling mungkin adalah tindakan agar dampak negatif secara purposif.
yang ditimbulkannya tidak meluas ke masyarakat, misalnya Pemilihan sasaran dilakukan secara insidental. Semua PSK
dampak kesehatan yaitu munculnya PMS termasuk HIV-AIDS pada saat pelaksanaan penelitian mendapatkan kesempatan
dicegah melalui penggunaan kondom. Untuk itu perlu dipahami yang sama untuk diambil sebagai sampel penelitian. Jumlah
latar belakang dan motivasi mereka menjadi PSK; apakah oleh sampel ditentukan secara kuantum yaitu 20 orang PSK di
faktor ekonomis akibat krisis, faktor psikologis, biologis, beberapa jalan di Kota Madya Surabaya dan 20 orang PS di
bahkan mungkin politis. Demikian pula motivasi dan alasan beberapa jalan di DKI Jakarta yang bersedia menjadi informan
mereka menggunakan dan tidak menggunakan kondom saat (responden). Pengumpulan data lebih ditekankan melalui
melakukan hubungan seksual dengan pelanggannya. Tulisan ini wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu berupa dialog
merupakan hasil penelitian tahun 2001. secara individu maupun kelompok menggunakan pertanyaan-
Perkembangan Terbaru
Pengobatan Flu Burung
Tjandra Yoga Aditama
Departeman Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI / RS Persahabatan
Jakarta, Indonesia
Data menunjukkan bahwa baik bagi dunia maupun bagi Perlu disadari bahwa obat ini punya banyak kelemahan,
kita di Indonesia, Flu Burung merupakan masalah kesehatan walau harus diakui bahwa saat ini oseltamivir lah satu-satunya
penting yang perlu dapat perhatian seksama, apalagi dengan obat antivirus yang diharapkan untuk mengatasi pandemi,
adanya ancaman pandemi. Kendati pandemi sampai Februari sebelum ditemukan obat baru yang lebih ampuh.
2006 belum terjadi, tetapi jumlah pasien memang terus Sedikitnya ada 8 (delapan) masalah dalam pengobatan Flu
meningkat dari waktu ke waktu. Di tahun 2004 lalu ada 46 Burung dengan Oseltamivir (Tamiflu®).(5) Pertama,
pasien Flu burung di dunia, atau sekitar 4 pasien baru setiap ketersediannya di dunia masih terbatas, dan demikian juga di
bulannya. Angka ini melonjak menjadi rata-rata 8 pasien baru / Indonesia. Kini tampaknya ada upaya penyediannya secara
bulan di tahun 2005 dengan total 95 kasus. Sementara itu, maksimal, yang semoga dapat segera terrealisir. Ke dua, obat
sampai 25 Februari 2006, sudah ada 28 pasien Flu Burung di ini baru punya efek maksimal bila diberikan dalam 48 jam
dunia(1). Untuk Indonesia, awalnya jarak antara kasus pertama pertama sakit, sementara pasien biasanya masuk rumah sakit
dan ke dua adalah 2 bulan lamanya. Di tahun 2006, dalam sudah terlambat. Karena itu pemberian Oseltamivir di
kurang dari 2 bulan sudah ada 11 kasus baru Flu Burung. pelayanan primer di puskesmas mungkin merupakan keputusan
Data juga menunjukkan bahwa dengan segala modalitas yang baik, hanya harus diingat adanya kemungkinan over-use
terapi yang ada sekitar 50% pasien Flu burung akan meninggal dan resistesi. Ke tiga, tidak semua pasien Flu Burung yang
dunia. Data Indonesia menunjukkan 20 dari 28 kasus mendapat obat ini walau dalam 48 jam pertama akan sembuh;
meninggal dunia, artinya case fatality rate 71,43%. dan cukup banyak pula pasien Flu Burung yang dapat sembuh
Salah satu faktor penting penanganan Flu Burung adalah tanpa obat ini. Data dari 37 kasus di Vietnam dan Thailand
pengobatan. bahkan menunjukkan bahwa pada mereka yang diberi
Oseltamivir angka survival nya adalah 24%, sementara yang
Berikut ini akan disampaikan perkembangan pengobatan tidak diberi Oseltamivir angka survival nya bahkan bisa 25%.(3)
Flu Burung dewasa ini. Tentu data ini masih bisa dikritisi, baik karena sedikitnya
jumlah kasus dan juga tidak ada informasi apakah Oseltamivir
MASALAH OSELTAMIVIR diberikan dalam 48 jam setelah gejala timbul, seperti yang
Seperti diketahui, dalam hal obat saat ini kita bergantung dianjurkan. Ke empat, meskipun obat ini bekerja baik,
pada golongan oseltamivir atau yang dikenal dengan nama tampaknya perlu digabung dengan obat-obat lain dan ke lima
Tamiflu®. Dosis yang dianjurkan WHO adalah 2 X 75 mg ada pendapat ahli yang memperkirakan bahwa dosis yang kini
perhari untuk terapi dan 1X 75 mg per hari untuk profilaksis. dipakai adalah kurang dan perlu ditingkatkan.(3) Ke enam
Untuk mereka yang berusia di bawah 13 tahun, dosis adalah lamanya pengobatan, apakah cuikup 5 hari atau
disesuaikan dengan berat badan.(2-4) barangkali harus lebih panjang.(3) Ke tujuh adalah adanya
Pada dasarnya ada dua jenis obat untuk mengatasi virus laporan efek samping obat ini, khususnya di Jepang di mana
influenza, yaitu golongan neuraminidase inhibitors seperti obat ini telah dikonsumsi oleh 24,5 juta orang, 11,6 juta di
osemtamivir dan zanamivir, serta golongan M2 inhibitors yaitu antaranya anak-anak. Dari sejumlah itu dilaporkan 32 kasus
amantadin dan rimantadin. Hanya saja, data dari beberapa dengan gangguan neuropsikiatrik seperti halusainasi, confusion,
negara menunjukkan resistensi terhadap M2 inhibitor, kendati suicide, seizure. Selain itu juga ada laporan terjadinya insomnia,
data Indonesia tidak demikian halnya; sehingga akhirnya secara vertigo, diare, dizziness dan nyeri kepala. Tidak diketahui
internasional WHO menganjurkan penggunaan oseltamivir etiologi dan patofisiologi efek samping ini.(6) Sementara itu, ke
untuk menangani Flu Burung akibat H5N1.(2) delapan dari oseltamivir (Tamiflu®) adalah mulai
Selama beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan minat Akibat penurunan growth hormone terjadi penurunan
terhadap pengetahuan akan penuaan serta strateginya hormon pada usia 30 an dan penurunan massa otot yang
menghadapi problem akibat proses penuaan, salah satunya dikenal dengan sarcopenia. Karena otot adalah ibarat mesin
adalah penyakit degeneratif. Menurut WHO, 90% penyakit tubuh, kehilangan massa otot ini memberikan dampak yang
penyebab kematian saat ini adalah penyakit degeneratif, sangat besar terhadap kemampuan tubuh kita dan kapasitas
sisanya 10% disebabkan oleh infeksi, trauma, dan penyebab fungsinya. Jika kita tidak secara sadar melakukan olahraga
lain. Umumnya penyakit degeneratif ini disebabkan oleh gaya latihan beban untuk menjaga massa otot, maka kita akan
hidup yakni diet yang tidak sehat dan kurangnya gerak. kehilangan kira-kira 2 sampai 3 kg. jaringan otot setiap
Dikombinasi dengan terjadinya penurunan hormon seperti dekade.(4) Intinya, seperti mobil yang tadinya berkapasitas 3000
growth hormone, testosterone, DHEA mulai pada usia 30 an, cc menjadi 2400 cc lalu turun menjadi 1800 cc, dan bahkan
kelebihan asupan kalori dan kurangnya pengeluaran kalori bisa menjadi seperti bajaj dengan kapasitas 500 cc.
lewat aktifitas, maka problem kegemukan menjadi amat nyata. Karena kapasitas mesin berhubungan erat dengan
Salah satu teori dalam proses penuaan atau aging process penggunaan energi, maka dengan mudah kita mengerti
adalah teori perubahan hormonal yang dikenal dengan teori mengapa berkurangnya massa otot mengakibatkan penurunan
neuroendokrin. Teori ini dimajukan oleh Vladimir Dilman yang metabolic rate. Kehilangan massa otot ini berperan terhadap
berfokus pada wear and tear theory sistem neuro endokrin, penurunan metabolic rate sebanyak 2 sampai 5 persen per
suatu jaringan biokimiawi kompleks yang mengatur hormon dekade.(5) Hasil yang jelas dari makin berkurangnya massa otot
tubuh dan elemen penting lainnya. Pada saat muda, hormon di dan penurunan metabolisme adalah penambahan berat badan
tubuh kita bekerjasama mengatur fungsi organ-organ tubuh secara gradual, kira-kira 5 kilogram perdekade.
termasuk respon terhadap panas, dingin, dan aktifitas seksual.. Dengan sederhana kita pahami bahwa kalori yang
Organ yang berbeda, mengeluarkan hormon yang berbeda, sebelumnya digunakan untuk aktivitas jaringan otot kemudian
yang semuanya berada di bawah komando kelenjar disimpan ke dalam sel lemak yang mengakibatkan terjadinya
hipotalamus. Kelenjar sebesar kacang ini terdapat di otak dan obesitas. Latihan beban merupakan solusi dan masih dapat
bertanggung jawab terhadap produksi dan interaksi hormon- memberi respon walau pada usia tua. Menurut penelitian W
hormon tubuh. Karena fungsinya yang mengkoordinasikan Campbell di Tufts University, pria dan dewasa tua yang
semua hormon tubuh maka kelenjar ini disebut juga thermostat melakukan latihan beban 30 menit tiga kali seminggu selama
tubuh. Berikut adalah fakta-fakta sehubungan dengan teori 12 minggu, dapat menambah berat badan sekitar 1,2 kg dan
hormonal dalam proses penuaan. mengurangi massa lemak 1,8 kg, sementara pada saat yang
sama menambah jumlah kalori sebanyak 370 kalori.
Levels Of Hormones
Sayang sekali, diet tanpa olahraga malah menjadi counter
productive. Pertama, sekitar 25% berat badan yang hilang
adalah jaringan otot.(1) Hal ini kemudian mengurangi resting
metabolism. Ke dua, sekitar 95% dari semua dieter ini akan
kembali naik berat badan dalam waktu kira-kira 1 tahun.(2) Dan
karena penambahan berat badan ini kebanyakan berupa lemak,
maka komposisi tubuh mereka menjadi lebih parah setelah
setiap kali diet. Kita sering tidak menyadari penyebab dan
solusi dari penambahan berat badan ini. Kita tidak menyadari
bahwa kehilangan massa otot mengakibatkan penambahan
massa lemak. Bahkan kita sangat tidak menyadari bahwa
kehilangan massa otot sangat berhubungan dengan osteoporosis
MENGENALI SEGMEN
Manusia walaupun memiliki kesamaan fisiologis, akan
tetapi tetap memiliki perbedaan. Dari faktor demografis, seperti
usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, terlihat bahwa manusia KEPUSTAKAAN
terdiri atas banyak segmen kelompok yang berbeda-beda. Hal 1. Ballor DL, Poehlman ET. Exercise training enhances fat free mass
ini menyebabkan perbedaan dalam cara penyampaian manfaat preservation during diet-induced weight loss: A meta analytic finding.
sesuatu sesuai dengan segmen yang dihadapi. Ketika “menjual” Internat. J. Obesity, 18:35-40
2. Brehm B, Keller B. Diet and exercise: factors that influence weight and
sesuatu yang baik, tidak hanya diperlukan produk yang fat loss. IDEA Today 1990; 8:33-46
berkualitas baik, akan tetapi juga perlu bungkusnya sesuai 3. Campbell W, Crim M, Young V, Evans W. Increased energy
dengan segmen yang dituju. Konsepnya adalah latihan beban. requirements and changes in body composition with resistance training in
Manfaat utama dari latihan beban adalah penambahan massa older adults. Am.J.Clin.Nutr.1994; 60:167-175
4. Forbes GB. The Adult decline in lean body mass. Human Biology 1976;
otot. Manfaat dari penambahan massa otot secara sederhana 48 : 161-73
adalah sesuai dengan fungsinya yakni memperbaiki postur, 5. Keyes A, Taylor HL, Grande F. Basal Metabolism and Age of Adult
menambah pergerakan, dan pembakaran kalori. Man. Metabolism 1973; 22:579-87
KEPUSTAKAAN
1. Carter H, Lindsey LL, Petrini JR, et.al. Use of Vitamins Containing Folic
Acid Among Women of Childbearing Age. MMWR CDC
2004;53(36):847-850. http://www.cdc.gov
2. Houk VN, Oakley GP, Erickson GP, et al. Recommendations for the Use
of Folic Acid to Reduce the Number of Cases of Spina Bifida and Other
Neural Tube Defects. MMWR CDC 1992;41(RR-14):001.
http://www.cdc.gov
3. Anonim. CERHR : Folic Acid.
http://cerhr.niehs.nih.gov/genpub/topics/folic_acid-ccae.html. Diakses
tanggal 25 Oktober 2005
4. Jallo G, Becske T, Rust RS, et al. Neural Tube Defects.
http://www.emedicine.com
5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Prenatal Care. In. Williams
Gambar 2. Respon Sel Darah Merah Terhadap Asupan Folat Obstetrics 21st ed. New York : Mc Graw Hill, 1997. Hal 221-245.
6. Hilman RS. Hematopoietic Agents – Growth Factors, Mineral, and
Vitamins. In. Goodman & Gilman’s Pharmacological Basis of
Upaya pencegahan dan mengurangi risiko terjadinya defek tuba Therapeutics. Eds. Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG. New York :
neuralis dapat dilakukan dengan mengkonsumsi vitamin yang dikenal Mc Graw Hill, 2001. Page 1487-1517
7. Nulty HM, Cuskelly GJ, Ward M. Response of Red Blood Cell Folate to
sebagai asam folat. Konsumsi asam folat pada periode peri konsepsi
intervention : implications for folate rekommendations for the prevention
dapat mengurangi kejadian defek tuba neuralis sebesar 50-70%. of neural tube defects. Am J Clin Nutr 2000 ; 71 (Suppl) : 1308S – 11S.
*Because of potential past exposure to pathogens that may reactivate with immunosuppression, additional baseline laboratory screening tests to consider in persons
with newly diagnosed HIV infection may include titers for Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis and Blastomyces dermatitidis. If these tests are
negative, counseling (e.g., regarding travel and recreation) to avoid acquisition should be considered. If positive, the awareness that risk increases as immunosup-
pression worsens may help in the management of HIV infection. In the United States, histoplasmosis is endemic in the Mississippi River Valley, Puerto Rico, and
foci in other parts of the country; coccidioidomycosis is endemic in central California and the Southwest; and blastomycosis is endemic in the Southeast.
Blastomycosis is relatively rare in patients with AIDS, so the role of testing for this infection is particularly uncertain. Stool examination for Strongyloides
stercoralis also should be considered in patients with a history of travel to or residence in tropical or semitropical areas. If positive, treatment is indicated to avoid
the potential for future development of hyperinfection syndrome with advanced immunosuppression. However, routine testing cannot be recommended on the basis
of available data. CMV denotes cytomegalovirus, and HPV human papillomavirus. Data are from the Department of Health and Human Services and Aberg et al.
1. Yang tidak dapat mendiagnosis infeksi TORCH: 6. German measles disebabkan oleh infeksi virus:
a) Kultur darah ibu a) Variola
b) Pemeriksaan cairan amnion b) Varicella
c) PCR c) Rubella
d) Biopsi plasenta d) Herpes simpleks
e) Pemeriksaan serologi darah ibu e) Sitomegalovirus
2. Cara yang paling lazim digunakan untuk diagnosis infeksi 7. Kalsifikasi intrakranial merupakan tanda infeksi :
TORCH: a) Herpes simpleks
a) Kultur darah ibu b) AIDS
b) Pemeriksaan cairan amnion c) Rubella
c) PCR d) Toksoplasmosis
d) Biopsi plasenta e) Sitomegalovirus
e) Pemeriksaan serologi darah ibu
8. Komplikasi utama ketuban pecah dini :
3. IgM positif menunjukkan : a) Sepsis
a) Infeksi aktif b) Infeksi neonatus
b) Infeksi subklinis c) Partus lama
c) Infeksi kronis d) Partus prematur
d) Kekebalan terhadap infeksi e) Abortus
e) Pernah terinfeksi
9. Pada penelitian Raka Budiyasa, kuman utama pada apusan
4. IgG positif menunjukkan : vagina kasus KPD :
a) Infeksi aktif a) Pseudomonas
b) Infeksi subklinis b) E. coli
c) Infeksi kronis c) Streptokokus
d) Kekebalan terhadap infeksi d) Stafilokokus
e) Pernah terinfeksi e) Klebsiella
5. Infeksi rubella pada ibu paling berbahaya jika terjadi pada 10. Risiko infeksi neonatus meningkat bermakna jika ketuban
kehamilan : pecah lebih dari :
a) Trimester pertama a) 8 jam
b) Trimester ke dua b) 10 jam
c) Trimester ke tiga c) 12 jam
d) Saat persalinan d) 18 jam
e) Semua sama tingkat bahayanya e) 24 jam
JAWABAN RPPIK :
1.A 2.E 3.A 4.C 5.A 6.C 7.E 8.B 9.B 10.D