You are on page 1of 10

Peristiwa Rengasdengklok Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora kepahlawanannya setelah

berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan. Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno

menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[3] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56[4] (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

Pembacaan Naskah Proklamasi Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[5]. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.[6]

P R O K L A M A S I (Versi ketik) Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta.

P R O K L A M A S I (versi dibacakan)

KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA. HAL-HAL YANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN DISELENGGARAKAN DENGAN CARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO YANG SESINGKAT-SINGKATNYA. DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945 ATAS NAMA BANGSA INDONESIA. SUKARNO-HATTA.

BAB XA HAK ASASI MANUSIA

Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28B

(1)

Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

(2)

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28C

(1)

Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat

pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kese-jahteraan umat manusia.

(2)

Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk mem-

bangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 28D

(1)

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan

yang sama di hadapan hukum.

(2)

Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

hubungan kerja.

(3)

Setiap warga negara berhak memperoleh kesem-patan yang sama dalam pemerintahan.

(4)

Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28E

(1)

Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,

memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2)

Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini keper-cayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan

hati nuraninya.

(3)

Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 28G

(1)

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di

bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2)

Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia

dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28H

(1)

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

(2)

Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan

manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3)

Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai

manusia yang bermartabat.

(4)

Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara

sewenang-wenang oleh siapa pun.

Pasal 28I

(1)

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemer-dekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk

tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

(2)

Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak

mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3)

Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan

peradaban.

(4)

Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara,

terutama pemerintah.

(5)

Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis,

maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28J

(1)

Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

(2)

Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan

dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan

kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Penambahan rumusan HAM serta jaminan peng-hormatan, perlindungan, pelaksanaan, dan pemajuannya ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Indonesia bukan semata-mata karena kehendak untuk mengakomodasi perkembangan pandangan mengenai HAM yang makin menganggap penting HAM sebagai isu global, melainkan karena hal itu merupakan salah satu syarat negara hukum. HAM sering dijadikan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat peradaban, tingkat demokrasi, dan tingkat kema-juan suatu negara. Rumusan HAM yang telah ada dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilengkapi dengan memasukkan pandangan mengenai HAM yang berkembang sampai saat ini. Masuknya rumusan HAM ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kemajuan besar dalam proses perubahan Indonesia sekaligus menjadi salah satu ikhtiar bangsa Indonesia menjadikan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Undang-Undang Dasar yang makin modern dan makin demokratis. Dengan adanya rumusan HAM dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka secara konstitusional hak asasi setiap warga negara dan penduduk Indonesia telah dijamin. Dalam hubungan tersebut, bangsa Indonesia ber-pandangan bahwa HAM harus memperhatikan karak-teristik Indonesia dan sebuah hak asasi juga harus diimbangi dengan kewajiban, sehingga diharapkan akan tercipta saling menghargai dan menghormati akan hak asasi tiap-tiap pihak. Dalam Bab tentang Hak Asasi Manusia terdapat dua pasal yang saling berkaitan erat, yaitu Pasal 28I dan Pasal 28J. Keberadaan Pasal 28J dimaksudkan untuk mengantisipasi sekaligus membatasi Pasal 28I. Pasal 28I mengatur beberapa hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun, termasuk di dalamnya hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Sedangkan Pasal 28J memberikan pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Rumusan HAM yang masuk dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat dibagi ke dalam beberapa aspek, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) HAM berkaitan dengan hidup dan kehidupan; HAM berkaitan dengan keluarga; HAM berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi; HAM berkaitan dengan pekerjaan; HAM berkaitan dengan kebebasan beragama dan meyakini kepercayaan, kebebasan bersikap, berpendapat,

dan berserikat;

6) 7)

HAM berkaitan dengan informasi dan komunikasi; HAM berkaitan dengan rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat

manusia; 8) 9) 10) HAM berkaitan dengan kesejahteraan sosial; HAM berkaitan dengan persamaan dan keadilan; HAM berkewajiban menghargai hak orang dan pihak lain.

Jika rumusan HAM dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu diim-plementasikan secara konsisten, baik oleh negara maupun oleh rakyat, diharapkan laju peningkatan kualitas peradaban, demokrasi, dan kemajuan Indonesia jauh lebih cepat dan jauh lebih mungkin dibandingkan dengan tanpa adanya rumusan jaminan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan HAM dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penjelasan PPBN Pengertian Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.

Bagi warga negara Indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah Nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warganegara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah Nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Maksud dan Tujuan PPBN Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warga negara akan hak dan kewajibannya. Kesadaran demikian perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa akan berhasil jika setiap warga memahami keunggulan dan kelebihan negara dan bangsanya. Di samping itu setiap warga negara hendaknya juga memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa dasar pemikiran yang dijadikan sebagai bahan motivasi setiap warganegara untuk ikut serta membela negara Indonesia : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Pengalaman sejarah perjuangan RI Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis Keadaan penduduk (demografis) yang besar Kekayaan sumber daya alam Perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan Kemungkinan timbulnya bencana perang.

Perkembangan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara a. a) Situasi NKRI Terbagi dalam Periode-periode : Tahun 1945 sejak NKRI diproklamasikan sampai tahun 1965 disebut periode lama atau Orde Lama

b) c)

Tahun 1965 sampai tahun 1998 disebut periode baru atau Orde Baru. Tahun 1998 sampai sekarang disebut periode Reformasi.

Perbedaan periode tersebut terletak pada hakikat yang dihadapi. Pada periode lama bentuk yang dihadapi adalah ancaman fisik berupa pemberontakan dari dalam maupun ancaman fisik dari luar oleh tentara sekutu, tentara kolonial Belanda, dan tentara Dai Nippon. Sedang periode baru dan periode reformasi bentuk yang dihadapi adalah tantangan yang sering berubah sesuai dengan perkembangan kemajuan zaman. Perkembangan kemajuan zaman ini, mempengaruhi perilaku bangsa dengan tuntutantuntutan hak yang lebih banyak. Pada situasi ini yang dihadapi adalah tantangan nonfisik, yaitu tantangan pengaruh global dan gejolak sosial.

b.

Pada Periode Lama Bentuk Ancaman yang Dihadapi adalah Ancaman Fisik

Contoh : adanya PPPR (Pendidikan Pendahuluan Perlawanan Rakyat), OPR (Organisasi Perlawanan Rakyat), OKD (Organisasi Keamanan Desa), OKS (Organisasi Keamanan Sekolah). Dilihat dari kepentingannya, tentunya pola pendidikan yang diselenggarakan akan terarah pada fisik, teknik, taktik dan strategi kemiliteran.

c.

Periode Orde Baru dan Periode Reformasi

Ancaman yang dihadapi dalam periode-periode ini berupa tantangan nonfisik dan gejolak sosial. Untuk mewujudkan bela negara dalam berbagai aspek kehidupan, pertama-tama perlu dibuat rumusan tujuan bela negara.

You might also like