You are on page 1of 6

Rumah Bali harus sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali ajaran terdapat pada kitab suci Weda

yang mengatur soal tata letak sebuah bangunan, hampir mirip seperti ilmu Feng Shui dalam ajaran Budaya China. Rumah Bali merupakan penerapan dari pada filosofi yang ada pada masyarakat Bali itu sendiri. Ada tiga aspek yang harus di terapkan di dalamnya, 1) aspek pawongan (manusia / penghuni rumah) 2) pelemahan ( lokasi /lingkungan) 3) parahyangan. Kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara ke 3 aspek tadi. Untuk itu pembangunan sebuah rumah Bali harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional Bali selalu dipenuhi pernik yang berfungsi untuk hiasan, seperti ukiran dengan warna-warna yang kontras tai alami. Selain sebagai hiasan mereka juga mengan arti dan makna tertentu sebagai ungkapan terimakasih kepada sang pencipta, serta simbol-simbol ritual seperti patung. Bali memiliki ciri khas arsitektur yang timbul dari suatu tradisi, kepercayaan dan aktifitas spiritual masyarakat Bali itu sendiri yang diwujudkan dalam berbagai bentuk fisik bangunan yang ada. Seperti rumah, pura (tempat suci umat Hindu), Banjar (balai pertemuan) dan lain-lain.

Bentuk dan struktur badan bangunan rumah tinggal Bali Madya sebelumnya dibuat sederhana dengan pola-pola bebaturan yang sederhana. Bentuk segi empat dan segi empat panjang adalah bentuk yang paling banyak digunakan sebagai bangunan induk rumah tinggalnya. Sebahagian besar bentuk atap bangunannya menggunakan bentuk limasan dan beberapa menggunakan bentuk atap pelana seperti untuk bangunan paon/dapur.

Struktur badan bangunan tradisional Bali sebagian besar menggunakan tiang (sesaka) yang terbuat dari kayu, begitu juga halnya dengan struktur atap menggunakan bahan kayu yang dikombinasikan dengan bambu. Kayu yang digunakan memiliki kualifikasi atau jenis tertentu pada setiap jenis bangunan di Bali, misalnya : kayu cendana, menengen, cempaka, kuanitan dan majegau dipergunakan pada bangunan suci (Sanggah/Merajan/Pura). Kayu ketewel, teger, bendu, sentul, sukun, seseh dan timbul dipergunakan untuk bangunan bale pada rumah tinggal.

Sedangkan untuk bangunan lumbung (jineng) dan dapur (paon) mempergunakan kayu wangkal, kutat, blalu, sudep, seseh dan buhu. Untuk studi kasus di lapangan, peneliti mendapatkan bahwa bangunan suci terbuat dari kayu dan bambu. Kerangka tiang menggunakan kayu dengan konstruksi rangka dan sunduk serta pasak (lait). Kerangka atapnya menggunakan kayu dan bambu khususnya untuk iga-iga-nya.

Tata Letak Bangunan Setelah direklamasi (ditata) diusahkan bangunan yang terletak di timur,lantainya lebih tinggi sebab munurut masyarakat bali selatan umumnya,bagian timur dianggap sebagai hulu(kepala)yang disucikan.Sedangkan menurut fungsui,posisi bangunan seperti itu memberi efek positif.Sinar matahari tidak terlalu kencang,dan air tidak sampai ke bagian hulu.Bagunan yang cocok untuk ditempatkan diareal itu adalah tempat suci keluarga yg disebut merajan atau sanggah.Dapur diletakan di arah barat (barat daya) dihitung dari tempat yang di anggap sebagai hulu (tempat suci) atau di sebelah kiri pintu masuk areal rumah, karena menurut konsep lontar Asta Bumi,tempat ini sebagai letak Dewa Api. Sumur dan lumbung tempat penyimpanan padi sedapat mungkin diletakan di sebelah timur atau utara dapur.Atau di sebelah kanan pintu gerbang masuk rumah karena melihat posisi Dewa Air. Bangunan balai Bandung (tempat tidur) diletakan diarah utara,sedangkan balai adat atau balai gede ditempatkan disebelah timur dapur dan

diselatan balai Bandung.Bangunan penunjang lainnya diletakkan di sebelah selatan balai adat. Pada rumah tradisional Bali Madya, bangunan tempat tidur (Bale Meten) berorientasi ke Selatan, bangunan tempat anak muda/ tamu (Bale Dauh) berorientasi ke Timur, bangunan tempat upacara (Bale Gede/Dangin) berorientasi ke Barat, sedangkan dapur (Paon) berorientasi ke utara. Keempat unit bangunan pokok tersebut berorientasi ke tengah/natah sebagai halaman pusat aktivitas rumah tinggal. Orientasi pintu masuk tempat suci keluarga (Sanggah/ merajan) kearah Selatan atau ke arah Barat.

Fungsi dan bentuk masing-masing bangunan 1). Unit Bangunan Suci (Sanggah/Sanggar/Merajan) Foto 5.1 : Contoh tempat suci rumah tinggal tradisional Bali Madya Fungsi bangunan ini adalah sebagai tempat suci atau pemujaan kepada Tuhan dan roh suci leluhur. Pada unit bangunan suci ini terdapat beberapa bangunan dengan fungsinya masingmasing serta jumlah bangunan-bangunan ini sangat bervariasi dan tergantung dari pemilik. Namun demikian, yang mutlak terdapat dalam satu unit bangunan suci terdiri dari: Penglurah, Kemulan, Padmasari, Peliangan, Taksu dan Piyasan. b. Bale Meten/Bale Daja Foto 5.2 : Bangunan Bale Meten RumahTinggal Bali Madya Bale Meten terletak di bagian Utara (dajan natah umah) atau di sebelah barat tempat suci/ Sanggah. Bale Meten ini juga sering disebut dengan Bale Daja, karena tempatnya di zona utara (kaja). Fasilitas desain interiornya adalah 2 buah bale yang terletak di kiri dan kanan ruang. Bentuk bangunan Bale Meten adalah persegi panjang, dapat menggunakan saka/tiang yang

terbuat dari kayu yang berjumlah 8 (sakutus), dan 12 (saka roras). Fungsi Bale Meten adalah untuk tempat tidur orang tua atau Kepala Keluarga di bale sebelah kiri. Sedangkan di bale sebelah kanan difungsikan untuk ruang suci, tempat sembahyang dan tempat menyimpan alatalat upacara. Sebagaimana dengan bangunan Bali lainnya, bangunan Bale Meten adalah rumah tinggal yang memakai bebaturan dengan lantai yang cukup tinggi dari tanah halaman (75-100 cm). Bangunan ini adalah bangunan yang memiliki tempat tertinggi pada seluruh bale dalam satu pekarangan disamping untuk menghindari terjadinya resapan air tanah. c. Bale Dangin/Bale Gede Bale Dangin terletak di bagian Timur atau dangin natah umah, sering pula disebut dengan Bale Gede apabila bertiang 12. Fungsi Bale Dangin ini adalah untuk tempat upacara dan biasa difungsikan sebagai tempat tidur. Fasilitas pada bangunan Bale Dangin ini menggunakan 1 balebale dan kalau Bale Gede menggunakan 2 buah bale-bale yang terletak di bagian kiri dan kanan. Bentuk Bangunan Bale Dangin adalah segi empat ataupun persegi panjang, dan dapat menggunakan saka/tiang yang terbuat dari kayu yang dapat berjumlah 6 (sakenem), 8 (sakutus/astasari), 9 (sangasari) dan 12 (saka roras/Bale Gede). Bangunan Bale Dangin adalah rumah tinggal yang memakai bebaturan dengan lantai yang cukup tinggi dari tanah halaman namun lebih rendah dari Bale Meten. Foto 5.3 : Bangunan Bale Dangin c. Bale Dauh/Loji Foto 5.4 : Bangunan Bale Dauh

Bale Dauh ini terletak di bagian Barat (Dauh natah umah), dan sering pula disebut dengan Bale Loji, serta Tiang Sanga. Fungsi Bale Dauh ini adalah untuk tempat menerima tamu dan juga digunakan sebagai tempat tidur anak remaja atau anak muda. Fasilitas pada bangunan Bale Dauh ini adalah 1 buah bale-bale yang terletak di bagian dalam. Bentuk Bangunan Bale Dauh adalah persegi panjang, dan menggunakan saka atau tiang yang terbuat dari kayu. Bila tiangnya berjumlah 6 disebut sakenem, bila berjumlah 8 disebut sakutus/astasari, dan bila tiangnya bejumlah 9 disebut sangasari. Bangunan Bale Dauh adalah rumah tinggal yang memakai bebaturan dengan lantai yang lebih rendah dari Bale Dangin serta Bale Meten.

Di dalam menentukan atau memilih tata letak pekarangan rumah pun menurut aturan arsitektur tradisional Bali ada beberapa pantangan yang harus diperhatikan yaitu: 1. Pekarangan rumah tidak boleh bersebelahan langsung ada disebelah Timur atau Utara pura, bila tidak dibatasi dengan lorong atau pekarangan lain seperti: sawah, ladang/sungai. Pantangan itu disebut: Ngeluanin Pura. 2. Pekarangan rumah tidak boleh Numbak Rurung, atau Tusuk Sate. Artinya jalan lurus langsung bertemu dengan pekarangan rumah. 3. Pekarangan rumah tidak boleh diapit oleh pekarangan/rumah sebuah keluarga lain. Pantangan ini dinamakan: Karang Kalingkuhan. 4. Pekarangan rumah tidak boleh dijatuhi oleh cucuran atap dari rumah orang lain. Pantangan ini dinamakan: Karang Kalebon Amuk. 5. Pekarangan rumah sebuah keluarga tidak boleh berada sebelah- menyebelah jalan umum dan berpapasan. Pantangan ini dinamakan: Karang Negen.

6. Pekarangan rumah yang sudut Barat Dayanya bertemu dengan sudut Timur Lautnya pekarangan rumah keluarga itu juga berada sebelah-menyebelah jalan umum, ini tidak boleh. Pantangan ini dinamakan: Celedu Nginyah.Dan lain sebagainya.

You might also like