You are on page 1of 417

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)

2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia



ii
Prosiding

Seminar Kontribusi Fisika 2013

Bandung, 2 dan 3 Desember 2013






Editor
Dr. Jusak Sali Kosasih
Dr. Syeilendra Pramuditya
Dede Enan, S.Ap.


ISBN : 978-602-19655-5-9



Program Studi Magister Pengajaran Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
2013


http://portal.fi.itb.ac.id/skf2013

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

iii


Dewan Pengarah
Prof. Dr. Umar Fauzi
Dr. Euis Sustini
Dr. Siti Nurul Khotimah
Dr. Khairul Basar



Panitia Penyelenggara
Ketua : Dr. Jusak Sali Kosasih
Sekertaris : Dr. Syeilendra Pramuditya
Bendahara : Dr. Fatimah A. Noor, Nuri Trianti, M.Si.
Web dan Publikasi : Aghust Kurniawan, S.Si.
Acara : Nina Siti Aminah, M.Si.
Logistik : Agus Suroso, M.Si.
Konsumsi : Dr. Fatimah A. Noor, Nuri Trianti, M.Si.
Prosiding : Dr. Syeilendra Pramuditya, Dede Enan, S.Ap.
Dokumentasi : Aghust Kurniawan, S.Si., Dede Enan, S.Ap.









Penyelenggara :
Program Studi Magister Pengajaran Fisika FMIPA - ITB

Didukung oleh :
Himpunan Fisika Indonesia (HFI)
Program Magister Pengajaran MIPA ITB
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

iv
Foto Kegiatan


Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

v
Kata Pengantar

Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013) telah dilaksanakan pada tanggal 2 dan 3
Desember 2013 bertempat di Aula Barat InstitutTeknologi Bandung. Seminar ini dapat
terlaksana dengan sukses berkat dukungan dari Program Studi Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, InstitutTeknologi Bandung, dan Himpunan
Fisika Indonesia (HFI) Jawa Barat.
Seminar Kontribusi Fisika merupakan sarana pertukaran pikiran dan ide tentang peran
penting fisika dalam kehidupan. Sebagai salah satu ilmu dasar, fisika selalu hadir
dalam semua aspek kehidupan manusia dan menjadi pilar dari perkembangan jaman
modern yang didukung oleh teknologi modern saat ini.
Seminar ini diikuti oleh lebih dari 100 peserta yang berasal dari 14 institusi di Indonesia.
Peserta terdiri dari 5 orang pembicara utama, 76 presenter yang terbagi dalam 4
kelompok presentasi paralel, dan partisipan dari berbagai kalangan. Topik yang
disampaikan dalam sesi panel cukup beragam, mulai dari konsep pendidikan fisika, sel
surya, energi dan panasbumi, hingga teori relativitas khusus Einstein, dan pola
pendidikan di Amerika Serikat. Keragaman bidang aplikasi dari fisika juga tercermin
dari topik dan hasil penelitian yang disampaikan para presenter sesi paralel, di mana
sebagian dari topik-topik tersebut merupakan hasil karya mahasiswa Program Studi
Magister Pengajaran Fisika FMIPA ITB dan Program Studi Sains Komputasi FMIPA
ITB. Prosiding seminar ini diterbitkan sebagai salah satu upaya mempublikasikan
hasil-hasil karya tersebut.
Kami berupaya untuk menyelesaikan proses penyuntingan Prosiding SKF 2013 ini
sebaik mungkin agar dapat diterbitkan tepat waktu. Tentu hal ini hanya dapat
dilakukan dengan dukungan rekan-rekan penyunting serta kerjasama para
peserta/pemakalah dalam melakukan perbaikan. Walau demikian kami sadar bahwa
masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan prosiding ini. Kritik dan
saran kami harapkan guna perbaikan pada penerbitan yang akan datang.
Akhirnya, kami selaku panitia SKF 2013 mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara SKF 2013 dan terselesaikannya
penyuntingan dan penerbitan Prosiding ini. Semoga SKF 2013 dan Prosiding ini dapat
membawa manfaat bagi kita semua.
Sampai jumpa di seminar SKF berikutnya.



Dr. Jusak Sali Kosasih
Ketua SKF 2013





Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

vi


Jadwal Seminar








Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

vii








Jadwal Hari Pertama








Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

viii
Room A
Parallel Session 1 Room A (Hari Pertama)
Analisa Sifat Optik Lapisan Tipis TiO2:Co Menggunakan Spectroscopic
Ellipsometry
Ginna Permata Anggraeni, Resti Marlina, Resti Fauziah, Andrivo Rusydi dan Yudi
Darma

PENGGUNAAN NANAS (ANANAS COMOSUS LINNAEUS MERRI) UNTUK
MENGATASI TINGGINYA KADAR KOLESTEROL DARAH PADA PRIA DEWASA
PRODUKTIF
Vuie Vuie Lewa

Analisa Sinyal EEG Saat Menggerakkan Kedua Kaki Sebagai Switch Control FES
Pada Proses Rehabilitasi Pasien Pasca Stroke
Muhammad Hilman Fatoni, Eka Wiantara, Achmad Arifin

Implementasi Android Sebagai Sistem Akuisisi Konsentrasi Karbon Monoksida
Lingkungan Berbasis Mikrokontroller PIC24F
Ahmad Fauzi


Parallel Session 2 Room A (Hari Pertama)
Menentukan Porositas sebuah balok yang berisi bola-bola kecil dengan cara
perhitungan secara manual berdasarkan geometri balok dan bola serta dengan
cara memasukan air pada balok yang berisi bola-bola kecil
Bambang Achdiat

Penggunaan Putih Telur Untuk Menurunkan Tekanan Darah Pada Pria Penderita
Hipertensi Grade Satu
Yosina Lete

Simulasi Penentuan Material Heatsink Sebagai Pendingin GPU dengan
Menggunakan COMSOL
Juan Prahamma Hartjamt, Renadi Permana Kusumawiangga, Suprijadi

Metode Identifikasi Variabel berdasarkan Skema: Tinjauan terhadap Hukum Kedua
Termodinamika
Risti Suryantari


Parallel Session 3 Room A (Hari Pertama)
Karakteristik Letusan Gunung Lokon 9-10 September 2013
Dolfie P. Pandara
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ix
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Keluwih (artocarpuscommunis) dengan
Menggunakan Metode DPPH (1,1 Difenil-2- Pikrilhidrazil)
Rentauli Silaen

Karakterisasi Pola Berjalan dengan Principle Component Analiysis (PCA)
Dedi Nurcipto, Achmad Arifin, Djoko Purwanto

Pengaruh Bentuk Lintasan Aliran Fluida dalam PLTU
Laurensia Anindita Dwiputri, Abednego Wiliardy, Novitrian

Parallel Session 4 Room A (Hari Pertama)
Analisa Spektroskopi Raman pada film tipis Karbon diatas lapisan -Al2O3
Angga Virdian, Adha Sukma Aji, Yudi Darma

Studi Pengaruh Curcumin berukuran nanometer Terhadap konsentrasi Kreatinin
Ginjal Pada Tikus Galur Wistar Terinduksi Aloksan
Syenda Manusiwa, Donn Richard Ricky dan Horasdia Saragi

Pengaruh Geometri Terhadap Distribusi Panas Pada Wajan
Donny Dwiputra, Dian Ahmad Hapidin, Sparisoma Viridi

Porositas untuk Model Sphere Packing Porous Medium Susunan 9-4-9
Trise Nurul Ain


Room B
Parallel Session 1 Room B (Hari Pertama)
Simulasi Carbon Nanotube (10,0) dengan atom Pengganti Galium, Arsenic dan
Nitrogen dengan Menggunakan PHASE Software.
Nurul Ikhsan, Ely Aprilia, Acep Purqon, dan Suprijadi

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK TERONG GALATIK HIJAU(Solanum
melonge) DENGAN METODE DPPH (1,1 DIFENIL-2- PIKRILHIDRAZIL)
Helen Yanti

Pengaruh kuat Tekan Komposit Sekam Padi Terhadap Pemberian MgOH
Ida Sriyanti, Khairurijal dan Leni Marlina

Sebaran Resistivitas Daerah Sesar Sumatera berdasarkan Hasil Pemodelan 1D
Metode Magnetotellurik
Rahman Nurhakim, Rudi Prihantoro, Nurhasan, Nazli Ismail
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

x

Parallel Session 2 Room B (Hari Pertama)
Pengaruh Waktu Penumbuhan Lapisan Tipis Karbon di atas Lapisan SnO2/Si
Menggunakan DC Unbalanced Magnetron Sputtering
Heldi Alfiadi dan Yudi Darma

PENGGUNAAN JEDA INTERMITEN SENAM PADA SAMPEL YANG DUDUK
BERKEPANJANGAN UNTUK MENSTABILKAN GLUKOSA DARAH
POSTPRANDIAL
Alfa Christina Maria

ANALISIS KETIDAKTERATURAN PLASMA IONOSFER PADA SAAT AKTIVITAS
MATAHARI TINGGI DI ATAS BANDUNG, PONTIANAK DAN MENADO
Sri Ekawati and Wahyu Srigutomo

Kerangka Acuan Mutlak pada Persamaan Transformasi Lorentz Berdasarkan
Relativitas DSSU dan Kontribusinya pada Mata Kuliah Fisika Zat Padat dalam
Pokok Bahasan Dislokasi
Iftita Selviana, Hamdi Akhsan, dan Taufiq


Parallel Session 3 Room B (Hari Pertama)
Interpretasi Anomali Gaya Berat Daerah Panas Bumi PH Berdasarkan Analisis
Spektrum, Filter, Dan Gradien
Gaby Hanna Sigalingging dan Wahyu Srigutomo

UJI EFEKTIVITAS PEMBERIAN BUAH MELON JINGGA (CANTALOUPE)
TERHADAP KADAR MALONDIALDEHYDE (MDA) DARAH PADA SUPIR
ANGKOT PEROKOK DI TERMINAL PARONGPONG
Ruthdian Wanitri Sinurat

Efek Medan Magnet Induksi terhadap Gelombang Elektromagnetik Sekunder
Siti Sachlia

Aplikasi Metode Gaya Berat untuk Memperkirakan Prospek Panas Bumi untuk
Daerah "DNG"
Ayunda Zidafrian, Wahyu Srigutomo


Parallel Session 4 Room B (Hari Pertama)
Perhitungan Porositas Untuk Model Sphere Packing Porous Medium
Zulfikar Fahmi

PENGGUNAAN JERUK NIPIS (CITRUS AURANTIFOLIA) UNTUK MENGATASI
KADAR KOLESTEROL TINGGI PADA WANITA USIA DI ATAS 40 TAHUN
Rina Oktaria

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xi
PEMODELAN KE DEPAN ANOMALI GRAVITY 2-D
Azka Aulia Nadhira dan Wahyu Srigutomo

Analisis Ukuran dan Lokasi Port dalam Desain Speaker Cabinet terhadap Respons
Frekuensi Suara Keluaran
Arthur Hutagalung, Eko Tri Prasetyo, Habibi Abdillah, dan Suprijadi


Room C
Parallel Session 1 Room C (Hari Pertama)
Predict-Observe-Explain-Write Model: Bagaimana Model Pembelajaran Tersebut
Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Motivasi Siswa Terhadap Materi Fisika?
DEWI JUITA, DINA RAHMI DARMAN, YUSMANILA, TRISNA KURNIAWAN

Studi Literatur Penggunaan Komik Sebagai Media Pembelajaran Mekanika
Kuantum : Pendekatan Sejarah
HERFIEN REDIANSYAH

Uji Penggunaan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) untuk
Mengatasi Rendahnya Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Intan Relita Foloria Giawa

Macro Visual Basic PowerPoint sebagai Media belajar Virtual Lab AVO Meter
Analog
Ratna Puspitasari, Siti Nurul Khotimah, Wahyu Hidayat


Parallel Session 2 Room C (Hari Pertama)
Penggunaan Metode Mind Mapping (Peta Pikiran) untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP
Ratna Cempaka Kombado

Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Website Pada Konsep Fluida
Statis Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI
Dede Trie Kurniawan, Ida Hamidah

Pengajaran Mata Kuliah Fisika Terapan di Pendidikan Vokasi Universitas
Brawijaya
Fatahah Dwi Ridhani

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xii
Pengembangan Pembelajaran Fisika Berbasis Sains Teknologi Masyarakat
dengan Pendekatan Scientific pada Kurikulum 2013 untuk Meningkatkan Literasi
Sains dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa
LAILATUL NURAINI


Parallel Session 3 Room C (Hari Pertama)
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)
Victor Pandapotan Butar-butar

EKSPLORASI KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PENGGUNAAN METODE
EKSPOSITORI PADA PEMBELAJARAN FISIKA SERTA IMPLIKASINYA PADA
PENCAPAIAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS
SISWA
Diki Rukmana, Muhtar Amin

POTENSI KEARIFAN LOKAL KHAS SUMATERA SELATAN DALAM
PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN SAINS TOPIK GLOBAL
WARMING BERDASARKAN KURIKULUM 2013 untuk SISWA SMP
Meilinda

Studi Penumbuhan Lapisan Penyangga SnO2 diatas Substrat Silikon
Mukhlis Achmad Zaelani, Adha Sukma Aji, dan Yudi Darma*


Parallel Session 4 Room C (Hari Pertama)
Mengatasi Rendahnya Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Isa Bella

IMPLEMENTASI ALAT PERAGA PERISKOP DAN TEROPONG SEDERHANA
PADA MATERI ALAT OPTIK DI KELAS XI SMK BHAKTI KENCANA MAJALAYA
Diki Rukmana, Muhtar Amin, Lailatul Nuraini, Sheila Fitriana, Widya Yuni.

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP dengan
Menggunakan Model connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE)
Grifin Ryandi Egeten

Raspberry Pi sebagai Solusi Murah Pendidikan Pemrograman Dasar
Christian Fredy Naa, Sparisoma Viridi


Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xiii
Room D
Parallel Session 1 Room D (Hari Pertama)
ANALISA METODE TAHANAN JENIS UNTUK MENENTUKAN SUMBER DAYA
ALAM INDONESIA
Gilang Ramadhan dan Wahyu Srigutomo

Miniaturisasi Curcumin dan Penggunaannya untuk Menurunkan Kadar SGOT pada
Tikus Wistar Terinduksi Aloksan
Yuki Setiono

KOMPARASI AKURASI EKSTRAKSI FISIS KELEMBABAN TANAH DENGAN
OPTIS DAN RADAR
Wiweka

Aktivitas Antimikrobial Nanopartikel Zinc Oxide (ZnO) pada Strain Staphylococcus
Aureus
Kapas Fernando Pasaribu, Donn Richard Ricky dan Horasdia Saragih


Parallel Session 2 Room D (Hari Pertama)
Pengaruh kadar gula dalam larutan terhadap daya serap Super Absorbent
Polymer
Enggar Alfianto

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADITUS LINN) UNTUK
MENURUNKAN KOLESTEROL TOTAL PADA WANITA
HIPERKOLESTEROLEMIA
Agnes Tjakrapawira

Analisis Fraktal Tekstur Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Minkowski-
Bouligand
Joko Sampurno, Azrul Azwar, Fourier Dzar Eljabbar Latief, Wahyu Srigutomo

Studi FTIR pada Penumbuhan Lapisan Tipis Karbon diatas Al2O3/Si(100)
Menggunakan DC Unbalance Magnetron Sputtering
Rachmat Maulana, Adha Sukma Aji, Yudi Darma


Parallel Session 3 Room D (Hari Pertama)
Pemodelan Baterai Nuklir sebagai Catu Daya untuk Jantung Buatan
Muhammad Yangki Sulaeman, Dwi Wahyudi, dan Khairul Basar

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xiv
TERAPI AROMA KAYU MANIS UNTUK MENURUNKAN TEKANAN DARAH
PADA PENDERITA HIPERTENSI
Marta Novita*, Sapti Widiarti, dan Nurhayati Siagian

Penentuan Kuat Kutub Magnet Batang dengan Metode Simpangan Solenoida
Berarus Listrik
IRNIN AGUSTINA DWI ASTUTI

Aplikasi Metode Ground Penetrating Radar untuk Identifikasi Lapisan Bawah
Permukaan. Studi Kasus: Jalan Kampus Institut Teknologi Bandung
Pradini Rahalintar dan Wahyu Srigutomo


Parallel Session 4 Room D (Hari Pertama)
Visualisasi Distribusi Temperatur pada Model Bendungan Sungai dengan
Membandingkan Metode Perata-rataan dan Persamaan Fourier
Okky Ferryanto, Irsantyo Mahandrio Hadi, Sparisoma Viridi

INHALASI MINYAK ESENSIAL MAWAR (ROSE) UNTUK MENURUNKAN
TEKANAN DARAH PADA PENDERITA TEKANAN DARAH TINGGI
Melani Tambunan

Teori Moneter Gas Ideal dan Akar Masalah Kesenjangan Distribusi Kekayaan
Rachmad Resmiyanto

Pemodelan Ke Depan Anomali Gaya Berat 2-D dengan Teknik Integrasi
Permukaan Poligon
Vicky Jasmine dan Wahyu Srigutomo



















Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xv







Jadwal Hari Kedua






Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xvi
Room A
Parallel Session 5 Room A (Hari Kedua)
Pemodelan Ke-Depan Anomali Gravitasi 2D untuk Densitas yang Bervariasi
Secara Polinomial Terhadap Kedalaman
Sesri Santurima, Hairil Anwar, Cahyo Aji Hapsoro, dan Wahyu Srigutomo

Uji Penggunaan Prebiotik Fructo Oligosacarida untuk Menghasilkan Pertumbuhan
Bakteri Probiotik Streptococcus Lactis dan Lacktobacillus Bulgaricus pada
Pembuatan Keju
Nusri Edo

Pengaruh Ketebalan HfO2 dan Orientasi Substrat Terhadap Nilai Transmittansi
Elektron pada Kapasitor MOS bermassa Isotropik dengan Menggunakan
Pendekatan Fungsi Gelombang Airy
Khairiah, Fatimah A. Noor, Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal

STANDARDISASI TEKNIK SAMPLING UNTUK KLASIFIKASI TERAWASI DATA
PENGINDERAAN JAUH RESOLUSI MENENGAH
Wiweka

Pemodelan Jejak Gelombang untuk Menentukan Lokasi Episenter
Arief Rachman Pribadi dan Wahyu Srigutomo


Parallel Session 6 Room A (Hari Kedua)
Pengembangan Model dan Simulasi Kehilangan Tekanan Fluida Panas Bumi
Menggunakan Bahasa Pemograman Visual Basic
Candra Mecca Sufyana dan Abdurrachim

Sintesis ZnO Nanopartikel yang Terdispersi Pada Pelarut Organik
Annisa Aprilia, Tuti Susilawati, Trisa Apriani dan Lusi Safriani

Pemodelan Elektrostatik 2D Menggunakan Metode Elemen Hingga Dengan
Elemen Segitiga Linier
Camar Remoa dan Wahyu Srigutomo

PENGARUH BAKTERI PROBIOTIK PADA KEJU TERHADAP PENURUNAN
KADAR GULA DARAH PADA MENCIT YANG DI INDUKSI OLEH ALOKSAN
Joyto Sri Rejeki Sinurat

Pemodelan Aliran Hidrotermal Pada Sistem Panas Bumi
Mohammad Faizal Pratomo and Wahyu Srigutomo

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xvii

Room B
Parallel Session 5 Room B (Hari Kedua)
Pengaruh Variasi Ketinggian Reservoir Dan Susunan Klep Terhadap Efisiensi
Pompa Hidram
Claudia Mariska Mardikawati Maing, Widya Arisya, Cristi Ascika Sekeon, Enjang
Jaenal Mustopa

Pembelajaran Fisika berbasis Wolfram Mathematica 8.0
Christian Fredy Naa

UJI PENGGUNAAN DAUN SALAM (SYZYGIUM POLYANTHUM) MENURUNKAN
KADAR KOLESTEROL PADA LAKI-LAKI USIA PRODUKTIF 50-65 TAHUN
Ester Marselina Pangaribuan

Pemodelan Distribusi Panas Pada Oven Konvensional
Muhammad Rifqi Abidin, Gilang Ramadhan, Novitrian, dan Habibi Abdillah

Studi Sifat Optik dari Film Tipis Disperse Red 1 dengan Spektrofluorometer
Naily Ulya, I.B.G. Narayana Wijaya, Herman


Parallel Session 6 Room B (Hari Kedua)
Pemodelan Ke-Depan Anomali Medan Magnetik 2D Dengan Elemen Segiempat
Firman Iqro Bismillah dan Wahyu Srigutomo

Pemodelan Aliran Tunak 2-D Untuk Fluida Ideal Dalam Medium Berpori Dengan
Menggunakan Metode Elemen Hingga
Hairil Anwar, Wahyu Srigutomo

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIJI CEMPEDAK(artocarpus
champeden) DENGAN METODE DPPH
Ellen Sabrina Malau

STUDI MENGENAI ENERGI IKAT PADA KLUSTER KARBON DENGAN
PERANGKAT LUNAKAMSTERDAM DENSITY FUNCTION
Afnar Delivery, Wahyu Srigutomo



Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xviii
Room C
Parallel Session 5 Room C (Hari Kedua)
Pengembangan Metode Quantum Learning untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis
Tri Sabatina



Kontribusi Fisika Matematika dalam Mengembangkan Kemampuan Pemecahan
Masalah Calon Guru Fisika melalui Keterampilan Berpikir Reflektif
Ellianawati, Rusdiana D, Sabandar J

Pengembangan Media Pembelajaran Gerak Parabola Berbasis Perangkat Lunak
Logger Pro Berorientasi Eksperimen Inkuiri Menggunakan Media Roket Air
Pradita Adnan Wijaya

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP
MELALUI PENERAPAN METODE IMPROVE DALAM AKTIVITAS
PEMBELAJARAN
Lidya Wea

Profil Fenomena Induksi Magnet pada Suatu Bahan
AULIA ALFA FITHRIYAH, MELDAWATI, SITI FAUZIAH HUSEN, ALAMTA
SINGARIMBUN


Parallel Session 6 Room C (Hari Kedua)
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa smp melalui
model pembelajaran kooperatif tipe think pair share
Yusnita Aruan

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Jigsaw II Terhadap
Peningkatan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Kognitif Fisika Siswa
Niki Dian Permana P, Agus Yoni PW

Desain Alat Eksperimen Sederhana untuk Menunjukkan Fenomena Induksi
Magnetik
Suka Prayanta Pandia, Ahmad Muhammad, Firman, Alamta Singarimbun

Penerapan Strategi Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan
Koneksi Matematis Siswa SMP
Dewi Sulistyarini

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xix
A Simple Viscometer for High School and First Years Undergraduate Program
Students: Theory and Experiment
Sparisoma Viridi, Sidik Permana, Wahyu Srigutomo, Angggie Susilawati


Room D
Parallel Session 5 Room D (Hari Kedua)
Analisis Pulsa Magnet Pc3 dengan Medan Magnet Antar Planet Pada Saat Badai
Magnet Tahun 2000
Setyanto Cahyo Pranoto dan Wahyu Srigutomo

Rancang Bangun Dan Uji Eksperimental Pengaruh Variasi Tinggi Katup Limbah
Dan Jarak Antara Katup Terhadap Efisiensi Pompa Hidram
Dzikri Rahmat Romahdon, Marjan Fuadi, Sari Sami Novita, Enjang Jaenal
Mustopa

Pengaruh Jumlah Lapisan Absorber pada Daya Absorbsi Gelombang Akustik
Dianita Nanda Persia, Indra Pratama Adiputro, Acep Purqon

UJI EFISIENSI POMPA HIDRAM DENGAN VARIASI VOLUME TABUNG UDARA
Dinar Maftukh Fajar, Hari Anggit Cahyo Wibowo, Latifah Nurul
Qomariyatuzzamzami, Enjang Jaenal Mustopa



Parallel Session 6 Room D (Hari Kedua)
Generator Nanosecond Pulsed Electric Field (nsPEFs) menggunakan Power
MOSFETs dan Rangkaian Voltage Multiplier
Muhammad Yangki Sulaeman, Rena Widita

Pengaruh Kadar Gula dalam Larutan terhadap Daya Serap Super Absorbent
Polymer
Enggar Alfianto, Faiz Jazuli Nor, Suprijadi

Pengontrolan dan Distribusi Suhu dari Sumber Panas
Alfian Yuanata

Optimasi Rangkaian Analog Sensor Fluxgate Frekuensi Tinggi
Widyaningrum Indrasari, Mitra Djamal, Ramli

Metode Sparse Matriks untuk Pemodelan Magnetotellurik (MT)
Rudy Prihantoro, Edi Pramono Sukarman, Doddy Sutarno, dan Nurhasan

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xx

Daftar Isi

Susunan Kepanitiaan

iii
Foto Kegiatan

iv
Kata Pengantar

v
Jadwal Seminar

vi
Daftar Isi

xx
Pemanfaatan Energi Panasbumi (Geotehermal Energy) Sebagai Salah Satu
Sumber Energi Alternatif di Indonesia
Alamta Singarimbun (Pembicara Utama)

P1
Demi Penyadaran tentang Sains dan Cara Ilmiah:
Mengajarkan Teori Relativitas Khusus secara Sederhana, Grafis, dan
Menunjukkan Proses dan Batas Cara Ilmiah
Aloysius Rusli (Pembicara Utama)

P7
Basic Structure of the US Education System
A. Stevie Bergman (Pembicara Utama)

P14
Studi Mengenai Energi Ikat Pada Kluster Karbon dengan Perangkat Lunak
Amsterdam Density Function
Afnar Delivery, Wahyu Srigutomo, Freddy Haryanto

1
Pemanfaatan Kacang Hijau (Phaseolus Raditus Linn) Untuk Menurunkan
Kolesterol Total Pada Wanita Hiperkolesterolemia
Agnes Tjakrapawira, Palupi Triwahyuni, dan Florida Hondo

7
Pengontrolan dan DistribusiSuhu dari Pemanas
Alfian Y. dan Hendro

13
Sintesis ZnO Nanopartikel yang Dapat Terdispersi Pada Pelarut Organik
Annisa Aprilia, Trisa Apriani, Tuti Susilawati, dan Lusi Safriani

18
Desain Alat Praktikum Untuk Mengamati Fenomena GGL Induksi Magnetik
Pada Kumparan
Aulia Alfa Fithriyah, Meldawati, Siti Fauziah Husen, dan Alamta Singarimbun

25
Aplikasi Metode Gaya Berat dalam Memperkirakan Lokasi Panas Bumi Daerah
DNG
Ayunda Zidafrian dan Wahyu Srigutomo


32
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xxi
Perbandingan Penentuan Porositas Sebuah Balok Yang Berisi Bola-Bola Kecil
dengan Metode Matematis Geometri Balok dan Bola, Metode Watering, dan
Metode Mikroct
Bambang Achdiat, Deden Anugrah Hendriyana, Rimella Diaz, dan Fourier
Dzar Eljabbar Latief

39
Pengembangan Model dan Simulasi Kehilangan Tekanan Pada Pipa Alir
Fluida Panas Bumi Menggunakan Bahasa Pemograman Visual Basic
Candra Mecca Sufyana, dan Abdurrachim

46
Pembelajaran Fisika Berbasis Wolfram Mathematica 8.0
Christian Fredy Naa dan Agus Suroso

54
Raspberry Pi sebagai Solusi Murah untuk Pendidikan Pemrograman Dasar
dan Dasar-Dasar Kontrol
Christian Fredy Naa dan Sparisoma Viridi

61
Pengaruh Variasi Ketinggian Reservoir Terhadap Efisiensi Pompa Hidram
Claudia Mariska M, Cristi Ascika S, Widya Arisya P, dan Enjang Jaenal
Mustopa

67
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Website Interaktif pada
Konsep Fluida Statis untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa
Kelas XI
Dede Trie Kurniawan dan Ida Hamidah

74
Karakterisasi Pola Berjalan dengan Principle Component Analiysis (PCA)
Dedi Nurcipto, Achmad Arifin, dan Djoko Purwanto

82
Predict- Observe- Explain- Write Model: Bagaimana Model Pembelajaran
Tersebut Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Motivasi Siswa Terhadap
Materi Fisika?
Dewi Juita, Dina Rahmi Darman, Trisna Kurniawan, dan Yusmanila

89
Pengaruh Geometri terhadap Distribusi Panas pada Wajan
Donny Dwiputra, Dian Ahmad Hapidin, dan Sparisoma Viridi

94
Eksplorasi Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Metode Ekspositori pada
Pembelajaran Fisika serta Implikasinya pada Pencapaian Kemampuan Kognitif
dan Keterampilan Proses Sains Siswa
Diki Rukmana

101
Implementasi Alat Peraga Periskop dan Teropong Sederhana di SMK Bhakti
Kencana Majalaya
Muhtar Amin, Diki Rukmana, Sheila Fitriana, Lailatul Nuraini, dan Widya Yuni

108
Uji Efisiensi Pompa Hidram dengan Variasi Volume Tabung Udara
Dinar M. F., Hari Anggit C. W., Latifah N. Q., Enjang J.M.

115
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xxii
Pengaruh Variasi Tinggi Katup Limbah dan Jarak Antar Katup Terhadap
Efisiensi Pompa Hidram
Dzikri Rahmat R, Marjan Fuadi, Sari Sami N, dan Enjang Jaenal Mustopa

121
Kontribusi Pembelajaran Fisika Matematika dalam Mengembangkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Calon Guru Fisika Melalui Keterampilan
Berpikir Reflektif
Ellianawati, Rusdiana D., dan Sabandar J


130
Uji Penggunaan Daun Salam (Syzygium Polyanthum) Untuk Menurunkan
Kadar Kolesterol Pada Laki-Laki Usia 45-65 Tahun
Ester Marselina Pangaribuan, Untung Sudharmono, dan Gilny Aileen Joan
Rantung

137
Pengaruh Kadar Gula dalam Larutan terhadap Daya Serap Super Absorbent
Polymer
Enggar Alfianto, Faiz Jazuli Nor, dan Suprijadi

144
Interpretasi Anomali Gaya Berat Daerah Panas Bumi PH Berdasarkan
Analisis Spektrum, Filter, dan Gradien
Gaby Hanna Sigalingging dan Wahyu Srigutomo

150
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP
dengan Menggunakan Model connecting, organizing, reflecting, and extending
(CORE)
Grifin Ryandi Egeten, Louise M. Saija, dan Sonya F. Tauran

158
Pengaruh Waktu Penumbuhan Lapisan Tipis Karbon di atas Lapisan SnO
2
/Si
Menggunakan DC Unbalanced Magnetron Sputtering
Heldi Alfiadi, Muchlis Achmad Zaelani dan Yudi Darma


164
Pengaruh Penambahan Nanopartikel Silika terhadap Kuat Tekan Komposit
Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
Ida Sriyanti, Leni Marlina, Iftita Selviana

170
Penggunaan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Intan Relita Foloria Giawa, Kartini Hutagaol, dan Horasdia Saragih

175
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP
Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Isa Bella, Louise Saija, dan Horasdia Saragih

181
Analisis Fraktal Tekstur Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode
Minkowski-Bouligand
Joko Sampurno, Azrul Azwar, Fourier Dzar Eljabbar Latief, dan Wahyu
Srigutomo



187
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xxiii
Simulasi Penentuan Material Heatsink Sebagai Pendingin Graphic Processing
Unit (GPU) dengan Menggunakan Comsol
Juan Prahamma Hartjamt, Renadi Permana Kusumawiangga, dan Suprijadi
Haryono

193
Aktivitas Antimikrobial Nanopartikel Zinc Oxide (ZnO) pada Strain
Staphylococcus Aureus
Kapas Fernando Pasaribu, Donn Richard Ricky dan Horasdia Saragih

201
Pengaruh Ketebalan HfO
2
dan Orientasi Substrat Terhadap Nilai Transmittansi
Elektron pada Kapasitor MOS bermassa Isotropik dengan Menggunakan
Pendekatan Fungsi Gelombang Airy
Khairiah, Fatimah A. Noor, Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal

207
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP melalui
Penerapan Metode IMPROVE
Lidya Wea, Louise M. Saija, dan Kartini Hutagaol

215
Menurunkan Tekanan Darah Penderita Hipertensi dengan Menggunakan
Aroma Kayu Manis (Cinnamon)
Marta Novita Oktarina, Sapti Widiarti dan Nurhayati Siagian


222
Potensi Kearifan Lokal Khas Sumatera Selatan Dalam Pengembangan Materi
Pembelajaran Sains Topik Global Warming Berdasarkan Kurikulum 2013
Untuk Siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama)
Meilinda, Khoiron Nazip, dan Ermayanti

228
Inhalasi Minyak Esensial Mawar (Rose) Untuk Menurunkan Tekanan Darah
Pada Penderitaan Tekanan Darah Tinggi
Melani Tambunan
*
, Sapti Widiarti dan Palupi Triwahyuni

235
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II Terhadap
Peningkatan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Kognitif Fisika Siswa
Niki Dian Permana P, Agus Yoni PW, Yennita, dan Zuhdi Maaruf

241
Simulasi Carbon Nanotube (10,0) dengan atom Pengganti Galium, Arsenik dan
Nitrogen dengan Menggunakan Perangkat Lunak PHASE.
Nurul Ikhsan, Ely Aprilia, Acep Purqon, dan Suprijadi

248
Pengembangan Media Pembelajaran Gerak Parabola Berbasis Perangkat
Lunak Loggerpro Berorientasi Eksperimen Inkuiri Menggunakan Roket Air
Pradita Adnan Wijaya dan Muchlas

255
Teori Moneter Gas Ideal dan Akar Masalah Kesenjangan Distribusi Kekayaan
Rachmad Resmiyanto




263
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xxiv
Sebaran Resistivitas daerah Sesar Sumatera Berdasarkan Hasil Pemodelan
1D Metode Magntotellurik
Rahman Nurhakim, Doddy Sutarno, Rudi Prihantoro, Nurhasan, dan Nazli
Ismail

269
Macro Visual Basic PowerPoint sebagai Media Belajar Virtual Lab AVO Meter
Analog
Ratna Puspitasari, Siti Nurul Khotimah, dan Wahyu Hidayat

276
Penggunaan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Untuk Mengatasi Kadar
Kolesterol Tinggi Pada Wanita Usia Di Atas 40 Tahun
Rina Oktaria, Untung Sudharmono, dan Nilawati Soputri

283
Identifikasi Variabel berdasarkan Skema: Tinjauan Terhadap Hukum Kedua
Termodinamika
Risti Suryantari

288
Metode Sparse Matriks untuk Pemodelan Magnetotellurik (MT)
Rudy Prihantoro, Edi Pramono, Doddy Sutarno, dan Nurhasan

295
Analisis Pulsa Magnet Pc3 dengan Medan Magnet Antar Planet Pada Saat
Badai Magnet Tahun 2000
Setyanto Cahyo Pranoto dan Wahyu Srigutomo


301
Efek Medan Magnet Induksi terhadap Gelombang Elektromagnetik Sekunder
Siti Sachlia, Annisa Siska Pandini, Mohamad Amin, dan Alamta Singarimbun

308
A Simple Viscometer for High School and First Years Undergraduate Program
Students: Theory and Experiment
Sparisoma Viridi, Sidik Permana, Wahyu Srigutomo, Anggie Susilawati, and
Acep Purqon

315
Analisis Ketidakteraturan Plasma Ionosfer pada Saat Aktivitas Matahari Tinggi
diatas Indonesia
Sri Ekawati dan Wahyu Srigutomo

322
Alat Eksperimen Sederhana untuk Menunjukkan Fenomena Induksi Magnetik
Suka Prayanta Pandia, Ahmad Muhammad, Firman, dan Alamta Singarimbun

329
Porositas untuk Model Sphere Packing Porous Medium Susunan 9-4-9
Nurhidayah Muharayu, Trise Nurul Ain, Zannuraini, dan Fourier Dzar Eljabbar
Latief

335
Penggunaan Nanas (Ananas comosus Linnaeus merri) Untuk Mengatasi
Tingginya Kadar Kolesterol Darah Pada Pria Dewasa Produktif
Vuie Vuie Lewa, Untung Sudharmono, dan Nilawati Soputri



343
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

xxv
Optimasi Rangkaian Pengolah Sinyal Analog Sensor Fluxgate Frekuensi
Tinggi
Widyaningrum Indrasari, Mitra Djamal, Wahyu Srigutomo, dan Ramli


350
Penggunaan Putih Telur Untuk Menurunkan Tekanan Darah Pada Pria
Penderita Hipertensi Grade Satu
Yosina Lete, Nilawati Soputri, dan Gilny Aileen Joan Rantung

358
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
Yusnita Aruan, Louise M. Saija, dan Kartini Hutagaol

363
Perhitungan Porositas Untuk Model Sphere Packing Porous Medium
Berbentuk Kubus Sederhana
Zulfikar Fahmi, Nilam Sari, Wilda Febi Rahmadhani, dan Fourier Dzar Eljabbar
Latief

370



Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P1
Pemanfaatan Energi Panasbumi (Geotehermal Energy)
Sebagai Salah Satu Sumber Energi Alternatif di Indonesia
Alamta Singarimbun
Abstrak

Energi merupakan kebutuhan dasar manusia. Selama ini, salah satu sumber energi
yang telah banyak digunakan adalah energi hidrokarbon (minyak bumi dan gas alam).
Kebutuhan bahan bakar untuk transportasi, industri, komersial, rumah tangga dan
lainnya dari tahun diperkirakan naik secara signifikan. Diperkirakan pada tahun 2025,
kebutuhan energi diperkirakan setara dengan 5.000 juta SBM. Tenaga listrik saat ini
banyak mengandalkan energi solar (PLTD) sebagai sumber energinya. Dalam
pemakaian energi hidrokarbon tersebuti, pemerintah masih memberikan subsidi yang
cukup besar kepada rakyat. Konsumsi listrik di Indonesia secara rata-rata di atas 350
kWh/kapita. Meski angka ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan konsumsi
rata-rata dunia, namun angka ini menunjukkan besanya pasokan energi yang harus
tersedia. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, maka energi panasbumi
merupakan salah satu sumber energi alternatif.
Kata-kata kunci: energi, hidrokarbvon, format manuscript, PLTD, panasbumi, energi
alternatif

Pendahuluan
Manusia tidak mungkin hidup tanpa energi, karena itu energi merupakan
kebutuhan dasar. Salah satu sumber energi yang telah banyak selama ini adalah
energi hidrokarbon (minyak bumi dan gas alam) untuk kebutuhan bahan bakar,
transportasi, industri, rumah tangga dan lain-lain. Kebutuhan energi semakin lama
semakin meningkat, namun di sisi lain cadangan energi konnvensional terbatas. Isu
cadangan hidrokarbon yang semakin lama semakin menipis dan harga yang
cenderung meningkat menjadi kendala besar dalam pengembangan industri dan
investasi.
Sehubungan dengan itu perlu dipikirkan elternatif untuk memanfaatkan dan
mengembangkan energi lain sebagai energi alternatif untuk mensubstitusi pamakaian
energi fosil hidrokarbon. Masalah lain yang berkaitan adalah dampak sisa pembakaran
bahan bakar hidrokarbon yang dianggap sebagai salah satu pemicu isu pemanasan
global yang dapat mengancam kehidupan manusia serta makhluk lain di muka bumi.
Inilah masalah yang harus dihadapi segera. Pola hidup yang bergantung kepada
hidrokarbon sdmestin ya dapat diubah. Pemenuhan ketergantungan manusia terhadap
energi fosil tidak dapat dipertahankan untuk jangka panjang. Perlu diupayakan sumber
energi lain sebagai sumber energi alternatif terutama untuk energi listrik sebagai salah
satu kebutuhan utama manusia. Perlu digalang usaha bersama dalam mencari sumber
energi alternatif.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P2
Beberapa Bentuk Energi Alternatif
Berbagai sumber energi alternatif selain hidrokarbon telah diteliti dan
dikembangkan. Bentuk sumber energi sedang dikaji oleh para pakar dalam bidang
tersebut misalnya adalah energi biodiesel dari biji karet (Rachimoellah, 2008), energi
dari palm (Joelianingsih, 2008), gasifikasi biomassa dan pemanfaatan gas buang
(Sirodz, 2008), tenaga angin (Gorlov, 1995), tenaga air, energi nuklir, tenaga matahari,
dan lain-lain. Pemanfaatan energi alternatif untuk keperluan rumah tangga (memasak)
juga sedang diteliti dan dikembangkan (Irzaman, 2008). Perlu diperhatikan persyaratan
agar sumber energi alternatif layak dimanfaatkan yakni energi tersebut terbarukan
(renewable), ramah lingkungan dan ketersediannya memadai. Sesungguhnya
Indonesia sangat beruntung karena memiliki banyak sumber energi dalam beberapa
bentuk, misalnya energi panasbumi yang tersembunyi di bawah permukaan bumi.
(Singarimbun, 2008).
Peran Teknologi Dalam Menemukan dan Mengembangkan Energi Alternatif
Unsur penting dalam menemukan dan memanfaatkan sumber energi alternatif
adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Berbasiskan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dimiliki, diharapkan penggunaan energi alternatif dapat lebih optimal. Faktor yang
juga amat penting dalam hal ini tentunya adalah dampaknya terhadap lingkungan
hidup. Pilihan atas ilmu dan teknologi harus tepat dan tidak menimbulkan dampak
yang justru dapat merugikan. Jangan sampai pemanfaatan energi alternatif malah
membawa masalah baru dan malapetaka terhadap kehidupan di bumi, khususnya
kehidupan manusia.
Sumber-sumber energi yang dikembangkan perlu diuji kelayakannya dari
beberapa segi. Dalam hal ini salah satu sumber energi yang layak karena memenuhi
persyaratan adalah energi panasbumi. Energi panasbumi bersifat terbarukan
(renewable). Energi ini tidak menimbulkan polusi dan ramah terhadap lingkungan.
Energi tersebut tersedia di alam. Untuk memanfaatkan energi panasbumi, dibutuhkan
berbagai ilmu (multidisiplin); mulai dari pencarian sumbernya (eksplorasi) maupun
pemanfatannya (ekploitasi). Ilmu dan teknologi diperlukan untuk mengolah energi
dalam bentuk panas dari bumi menjadi energi yang dapat dipakai sesuai kebutuhan
serta aspek pendistribusian dan ekonominya.
Dalam pemanfaatan energi panasbumi, pada tahap awal dibutuhkan teknik
eksplorasi dengan beberapa metoda geofisika. Dalam hal ini diterapkan kaedah-
kaedah Fisika ke dalam bumi. Tujuannya adalah untuk mengetahui lokasi serta
dimensi reservoir panas dan fluida (air) dalam reservoir (medium berpori) di bawah
permukaan bumi. Titik lokasi dan dimensi sebagai dasar perkiraan cadangan reservoir
panasbumi perlu diketahui terlebih dahulu dengan tepat dan benar. Dengan metoda
geofisika, dapat diukur parameter fisis di bawah permukaan bumi, misalnya nilai
konduktifitas. Nilai parameter fisis bumi ini kemudian diinterpretasi maknanya. Hasilnya
dapat mengindikasikan adanya reservoir fluida (air), dimana fluida merupakan media
pengambil sumber panas yang ada di bawah permukaan bumi. Parameter fisis bumi
sebagai fungsi kedalaman dapat dipetakan membentuk struktur perlapisan bumi
berdasarkan konduktifitasnya. Output atau hasil dari tahap ini berupa distribusi
konduktifitas serta dari hasil penelitian lainnya secara menyeluruh dapat dijadikan
dasar untuk merekomendasikan penempatan titik bor dalam tahap berikutnya
(eksploitasi).
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P3
Meskipun belum diketahu berapa tepatnya, namun menurut dugaan, Indonesia
adalah salah satu negara yang memiliki sumber panasbumi terbesar di dunia. Belum
ada angka yang jelas secara kuantitatif untuk menyatakannya, karena hal ini
tergantung kepada penelitian yang harus dilakukan dan juga bergantung kepada level
kecanggihan teknologi yang dipakai untuk memperkirakannya. Hasil dari setiap
eksplorasi geofisika dapat diintegrasikan menjadi kumpulan data tentang sumber
energi panasbumi. Karena itu langkah konkrit eksplorasi Geofisika disarankan untuk
direalisasikan secara maksimal. Tekniologi pengolahan data yang akurat menjadi
andalan dalam menginterpretasi data pengukuran yang outputnya dapat dipergunakan
untuk menginventarisasi data reservoir panasbumi. Beberapa metoda Geofisika
Eksploarsi untuk target reservoir panasbumi adalah metoda Controlled Source Audio
Magnetotelluric (CSAMT), metoda Magnetik, metoda Gravitasi dan metoda Self
Potential. Dalam pengolahan datanya dibutuhkan teknik modelling dan teknik inversi.
Data lapangan berupa peta yang didukung oleh teknologi penentuan posisi
(GPS). Teknik simulasi untuk memperkirakan sebaran temperatur, tekanan dan entalpi
dikembangkan dengan dipandu oleh gradien geotermal (perubahan temperatur
terhadap kedalaman) pada titik bor yang akan dapat digunakan untuk mengetahui
distribusi temperatur tekanan dan entalpi dalam reservoir. Pengetahuan akan besaran
fisis ini dapat menolong untuk mempertimbangkan layak tidaknya reservoir panasbumi
dieksploitasi.
Sifat-sifat serta asal-usul dan sifat kimia fluida dapat diketahui dengan teknik
isotop dan analisa kimia. Analisa isotop Helium, yaitu rasio kandungan gas 4He dan
3He yang dibawa oleh air bawah tanah dapat menginformasikan adanya interaksi air
bawah tanah dengan batuan. Rasio tersebut digunakan untuk mengidentifikasi area
yang potensi energi panasbuminya tinggi.
Potensi dan Pemanfaatan Energi Panasbumi di Indonesia
Energi panasbumi diekstrak dari energi panas intrusi magma di bawah
permukaan bumi. Di bawah permukaan bumi, air dalam akuifer dipanasi oleh magma
yang dapat mencapai temperatur sekitar 150
o
- 200
o
C (Singarimbun, 1997). Karena
berada dalam tekanan tinggi, maka air tersebut dapat berupa wujud cair. Air yang
panas bertekanan tinggi inilah yang dipergunakan sebagai pembawa energi ke
permukaan bumi yang siap dimanfaatkan. Untuk mengkonversi energi panas menjadi
energi listrik, diperlukan sistem pembangkit listrik (Power Plants).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas, kurang lebih 2 juta
km persegi, terdiri dari sekitar 17.490 pulau-pulau. Secara geologis dan geografis,
Indonesia sangat beruntung karena banyak memiliki daerah vulkanik. Secara geologi,
kepulauan Indonesia dikenal sebagai rings of fire , karena adanya gugusan gunung
api yang membentang melingkari kepulauannya. Indonesia diketahui memiliki 129
gunung api aktif dan ratusan lagi tidak aktif. Daerah vulkanik ini merupakan daerah
yang sangat potensial menyimpan energi panasbumi.
Sumber-sumber panasbumi tersebar hampir di seluruh pulau, terutama di
daerah jalur pegunungan sirkum pasifik atau jalur vulkanisme, misalnya pulau Jawa
yang secara geologis merupakan daerah vulkanik. Ada beberapa negara yang telah
berhasil memakai energi panasbumi sebagai sumber energi, khususnya untuk
pembangkit listrik. Indonesia juga sudah memanfaatkannya meskipun masih dalam
orde yang sangat kecil dibandingkan dengan jumlah yang tersedia. Pemakaiannya
masih terbatas pada sumber-sumber yang dikategorikan ideal atau high-grade
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P4
hydrothermal system. Secara umum sumber panasbumi seperti ini memiliki
karakteristik seperti kedalaman reservoir yang relatif dangkal (kurang dari 2.500 meter),
memiliki kandungan uap dengan enthalpi relatif tinggi serta memiliki permeabilitas
yang memenuhi syarat. Energi panasbumi diekstrak dari energi panas yang dimiliki
oleh intrusi magma di bawah permukaan bumi dimana air merupakan wadah
pembawanya ke atas permukaan bumi. Di bawah permukaan bumi, air dalam akuifer
dipanasi oleh magma yang dapat mencapai temperatur sekitar 150
o
hingga 200
o
C
(Singarimbun, 1997).
Indonesia diperkirakan memiliki potensi energi panasbumi terbesar di dunia
(27.000 MW = 40 % dari cadangan panasbumi dunia). Perusahaan yang mengelola
energi di Indonesia belum memanfaatkan energi panasbuminya dengan signifikan,
baru sekitar 3 % dari keseluruhan yang diperkirakan (Eddie Widiono, Kompas, 12
Oktober 2005). Sebagian daerah sumber panasbumi dimanfaatkan hanya untuk
tempat parawisata karena daerah panasbumi umumnya di daerah pegunungan dan
berhawa sejuk. Hanya sedikit saja yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik,
misalnya di Jawa barat (Wayang Windu Drajad, Patuha, Kamojang), Dieng, dan lain-
lain. Saat ini baru terpakai 807 MW. Di Jawa Barat misalnya, energi panasbumi
diperkirakan sekitar 1.500 MW. Ke depan, energi panasbumi perlu mendapat perhatian
serius untuk dikembangkan sebagai jawaban atas tantangan kebutuhan dunia akan
energi, khususnya Indonesia. Belum dimanfaatkannya energi ini secara optimal adalah
karena energi ini tersembunyi berada di bawah kerak bumi. Bila energi panasbumi ini
telah termanfaatkan dengan optimal, maka diharapkan kebutuhan akan energi
pembangkit listrik di Indonesia dapat terpenuhi, bahkan mungkin saja Indonesia dapat
mengekspor tenaga listrik ke luar neger untuk menambah devisa negara
Teknologi Pemanfaatan Energi Panasbumi
Dalam tahap awal dibutuhkan teknik ekplorasi dengan beberapa metoda
Geofisika. Dalam hal ini diterapkan kaedah-kaedah Fisika ke dalam bumi untuk
mengukur nilai beberapa parameter fisis di bawah permukaan bumi, terutama
konduktifitas. Parameter tersebut dipetakan sebagai fungsi kedalaman dan diperoleh
gambaran struktur perlapisan bumi berdasarkan nilai konduktifitas (1-D, 2-D dan 3-D).
Interpertasinya dapat digunakan untuk mengetahui lokasi reservoir panasbumi dan
fluida (air) dalam daerah medium berpori di bawah permukaan bumi. Juga untuk
memperkirakan dimensi sebagai dasar perkiraan kuantitas cadangan reservoir
panasbumi. Output atau hasil dari tahap ini dikorelasikan dengan hasil penelitian
lainnya secara menyeluruh. Hasil akhir dijadikan dasar untuk merekomendasikan
daerah prospek dan penempatan titik bor dalam tahap berikutnya (eksploitasi).
Beberapa metoda Geofisika Eksploarsi untuk target reservoir panasbumi, anatara lain
adalah:
- Metoda Controlled Source Audio Magnetotelluric (CSAMT)
- Metoda Magnetik
- Metoda Gravitasi
- Metoda Self Potential
- Geolistrik

Teknik pengolahan data yang akurat menjadi andalan dalam menginterpretasi
data. Pekerjaan pengolahan data Geofisika sebagian besar didukung oleh teknik
pemrograman. Outputnya dapat dipergunakan untuk menginventarisasi data reservoir
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P5
panasbumi diintegrasikan menjadi kumpulan data sumber energi panasbumi. Dipandu
oleh gradien geotermal dapat diperkirakan sebaran/distribusi temperatur. Tekanan dan
entalpi.
Pengetahuan akan besaran fisis ini dapat menolong untuk mempertimbangkan
layak tidaknya reservoir panasbumi untuk dieksploitasi. Sifat-sifat serta asal-usul fluida
dapat diketahui dengan teknik isotop. Analisa isotop Helium, yaitu rasio kandungan
gas 4He dan 3He yang dibawa oleh air bawah tanah dapat menginformasikan adanya
interaksi air bawah tanah dengan batuan. Rasio tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi area yang potensi energi panasbuminya tinggi.
Tantangan dan Kesempatan
Masalah energi tidak lagi sekedar di depan mata, tetapi sudah ada dan terjadi
saat ini. Pertambahan manusia semakin lama semakin cepat maka kebutuhan akan
energi cenderung akan semakin tinggi pula. Energi yang dibutuhkan manusia harus
terpenuhi namun ketersidiaan energi yang dipakai selama ini tidak bertumbuh dan
sangat terbatas, berkurang dari waktu ke waktu. Karena itu sudah sangat mendesak
untuk segera dikembangakan sumber energi alternatif. Dalam memanfaatkan energi
alternatif diperlukan ilmu dan teknologi yang tidak sekedar mutakhir saja, tetapi tidak
kalah pentingnya adalah kearifan dalam pemakaiannya. Indonesia sangat beruntung
karena kaya akan sumber energi, baik sumber energi dari tumbuhan karena tanahnya
subur di daerah tropis, energi matahari kerena berada di daerah katulistiwa dan
khususnya potensi panasbumi karena berada di daerah vulkanik. Indonesia memiliki
energi panasbumi sangat melimpah tetapi masih tersembunyi untuk diungkapkan dan
dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu perlu segera diambil
tindakan tepat untuk memanfaatkannya. Perlu menggalang usaha bersama untuk
mengaplikasikan potensi energi yang besar ini. Pihak-pihak yang terkait seperti
Perguruan Tinggi, Lembaga-lembaga Penelitian serta Lembaga Pemerintah yang
berwenang harus bekerja sama dan bergerak cepat untuk melakukan tindakan nyata.
Khususnya untuk para ahli yang terkait dalam bidang ini agar lebih menekuninya dan
didukung sepenuhnya dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan serta potensi yang
dimiliki.
Kebijakan (regulasi) perlu diperhatikan dengan lebih baik dan arif dengan
memperhatikan segala aspek karena pemanfaatan energi ini menyangkut hajat hidup
orang banyak, bukan untuk sekelompok kecil saja. Pusat Penelitian Terpadu energi
alternatif yang menangani ilmu, teknologi dan informasi panasbumi dirasakan perlu
diberdayakan. Instiutut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas lainnya sebagai
Lembaga Pendidikan Tinggi memiliki peluang dan kesempatan yang besar untuk ikut
ambil bagian memberikan kontribusi dalam pemanfaatan dan pengembangan energi
alternatif di Indonesia, terutama dalam Eksplorasi dan Eksploitasi.
Apa yang Harus Dilakukan ?
Harus diupayakan pencarian, pemanfaatan dan pengelolaan energi alternatif
baik dalam skala daerah dan nasional bahkan dalam lingkup Internasional. Harus
terjangkau sumber energi oleh semua pihak dan kaum.
Di samping itu perlu terus-menerus disosialisasikan dan dikampanyekan agar
masyarakat menyadari betapa perlunya hidup dengan hemat energi serta
mengurangi ketergantungan kepada energi hidrokarbon
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P6
Masyarakat perlu diingatkan agar dapat mengubah gaya hidup yang boros
terhadap energi
Dengan penghematan diperhitungkan dapat menghemat energi setara 2.900 juta
SBM per tahun. Dengan demikian, krisis energi yang menjadi isu penting saat ini
dapat diantisipasi dan diatasi.
Kesimpulan
Kebutuhan akan energi cenderung semakin tinggi. Indonesia sangat beruntung
karena kaya akan potensi panasbumi yang masih banyak tersembunyi untuk
diungkapkan dan dimanfaatkan serta dikembangkan bagi kesejahteraan umat manusia,
khususnya bangsa Indonesia. Langkah yang perlu dilakukan adalah menggalang
usaha bersama untuk mengaplikasikan potensi energi panasbumi di Indonesia di masa
depan.
Para ahli yang terkait dalam bidang panasbumi perlu mendapat dukungan agar
mereka dapat lebih fokus menekuninya dalam riset dan aplikasi potensi panasbumi.
Lembaga Pemerintah yang terkait dengan pemanfaatan panasbumi dan Lembaga
Penelitian serta pihak Universitas dapat bekerjasama untuk pengembangan dan
aplikasi potensi panasbumi di Indonesia.

Daftar Pustaka
[1] Singarimbun, A., Pemanfaatan Energi Panasbumi Sebagai Salah Satu Sumber
Energi Alternatif di Indonesia, Workshop on Renewable Energy Technology
Applications to Support E 3
i
Village, Jakarta, 2008.
[2] Singarimbun, A., Ehara, S., and Fujimitsu, Y., (1994). Estimation of magmatic
water disappearance from a magma chamber, 1994 Annual Meeting of the
Geothermal Research Society of Japan, Tsukuba, Japan, Nov. 1994.
[3] Singarimbun, A., Ehara, S. and Fujimitsu, Y., (1995). A Model of Magmatic
Hydrothermal System and Its Application to Kuju Volcano, 1995 Annual Meeting
of the Geothermal Research Society of Japan, Akita, Japan, Oct. 1995.


Alamta Singarimbun
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
e-mail: alamta@fi.itb.ac.id

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P7
Demi Penyadaran tentang Sains dan Cara Ilmiah:
Mengajarkan Teori Relativitas Khusus secara Sederhana,
Grafis, dan Menunjukkan Proses dan Batas Cara Ilmiah
Aloysius Rusli
Abstrak
Penyadaran tentang makna dan peran sains, beserta penyadaran tentang cara ilmiah
yang ikut menjadi pembuka jalan menuju pemahaman jagad raya ini, perlu mewarnai
pembelajaran fisika bagi kebanyakan mahasiswa. Sebagai salah satu contoh
penerapannya dilaporkan satu cara grafis untuk menyadari makna dan cara kerja Teori
Relativitas Khusus. Ilham dan cara ini diperoleh dari salah satu dari enam buku
Thomas A Moore berjudul Six Ideas that Shaped Physics, yang dijabarkan lebih lanjut.
Diagram x-t dan p-E digunakan untuk menunjukkan berbagai hal: keberlakuan
konstannya laju cahaya dalam vakum bagi setiap pengamat, peran persamaan metrik
untuk menunjukkan saling-terkaitnya posisi dan saat suatu peristiwa bagi berbagai
pengamatnya yang saling bergerak, perbedaan skala jarak dan waktu berbagai
pengamat itu, kontraksi jarak dan dilasi waktu pada diagram x-t, penggunaan konsep
momentum untuk menunjukkan keterkaitan momentum dengan energi dan massa,
dan penggunaan prinsip kekekalan momentum-4 untuk membahas peristiwa tumbukan
elastik dan non-elastik antara dua partikel relativistik. Melalui cara yang dibuat grafis
dan sederhana ini, juga dapat ditampilkan bagaimana cara ilmiah digunakan, yaitu dari
pengamatan ke refleksi dan hipotesis ke pengujian untuk memeriksa konsistensi. Hal
ini lalu juga dapat dikaitkan dengan peluasan wawasan dan kawasan penerapan cara
ilmiah dalam jagad raya ini.
Kata-kata kunci: penyadaran ilmu dan ilmiah, Teori Relativitas Khusus, cara grafis

Pendahuluan
Penyadaran telah menjadi fokus perhatian penulis sejak beberapa tahun terakhir
ini [1]. Penyadaran ini adalah tentang makna dan peran sains, dan penyadaran
tentang cara ilmiah yang ikut menjadi pembuka jalan menuju pemahaman jagad raya
ini. Dengan makin membanjirnya informasi yang tersedia di World Wide Web, yang
juga menimbulkan makin cepat beralihnya perhatian generasi muda dari topik ke topik
(shortening span of attention), penyadaran menjadi makin penting bagi penulis dalam
membelajarkan fisika. Kalau mahasiswa dapat dibuat sadar akan apa yang sedang
diperhatikannya, maka upaya memahaminya lebih mudah dapat tumbuh, dan dengan
tumbuhnya pemahaman, semoga dapat tumbuh pulalah motivasi untuk lebih
mendalaminya agar dapat digunakan memecahkan beberapa masalah.
Setelah beberapa tahun memanfaatkan sebagian seri buku Thomas A Moore [2]
yang terdapat di Perpustakaan Fisika ITB (juga ada di Perpustakaan Unpar), atas
pemberitahuan oleh profesor Satria Bijaksana, tampaknya cara grafis bagi
pembelajaran Teori Relativitas Khusus bermanfaat untuk menyadarkan mahasiswa
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P8
akan dasar-dasar Teori itu. Maka diajukanlah makalah ini untuk berbagi tentang
perkembangan itu.
Kerangka makalah ini tersusun sebagai berikut:
Mula-mula diajukan transformasi Galileo-Newton sebagai titik tolak. Untuk
pedagoginya, dipilih gerak 1 dimensi saja. Berdasarkan suatu prinsip korespondensi,
ini lalu dikembangkan menjadi transformasi Lorentz. Maknanya adalah sebagai
pengaitan koordinat posisi dan saat terjadinya suatu peristiwa (event) atau benda
menurut dua pengamat yang saling bergerak. Dari transformasi Lorentz, langsung
dapat diperoleh persamaan metrik
2 2 2 2
x t x t = (1)
dan dari situ dapat dibahas sifat-sifat diagram posisi-waktu bagi berbagai pengamat
yang saling bergerak. Transformasi Lorentz telah ditulis dengan memilih c sebagai
satuan bagi kecepatan. Istilah fisikanya: menggunakan satuan natural/alamiah. Pilihan
yang juga digunakan oleh Moore ini (disebutnya satuan relativitas, SR) cukup
strategis, karena memperjelas keterkaitan konsep posisi dan waktu, karena ditulis
dengan satuan yang sama. Misalnya nanodetik sebagai jarak, adalah 0,3 meter dalam
satuan S.I. (Sistem Internasional). Selain itu, lintasan-dunia sinar cahaya menjadi
terstandarkan berkemiringan 45
o
terhadap sumbu x dan sumbu t. Hal ini membantu
intuisi dalam menganalisis Teori ini.
Berbedanya skala jarak dan waktu bagi pengamat yang berbeda geraknya lalu
dapat ditampilkan dengan meninjau pengamat O yang menggunakan sebuah
pengukur jarak (batang meter) dan pengukur waktu (jam) yang diam terhadap dirinya.
Dari persamaan metrik (1) diperoleh bahwa posisi skala 1, 2, 3, bagi jarak atau
waktu, bagi berbagai pengamat yang bergerak terhadap pengamat O, membentuk
kurva-kurva hiperbola. Dampak konsep mengukur jarak dan mengukur waktu lalu
adalah kontraksi jarak dan dilasi waktu.
Setelah meninjau beberapa dampak kinematis tadi, lalu dikembangkan dinamika
gerak melalui peluasan konsep momentum, bertitik tolak dari transformasi Lorentz.
Diperolehlah analog persamaan metrik berbentuk
2 2 2 2
p E p E = (2)
bagi energi total E benda yang bermomentum p dalam arah x , dengan
m E = dan Ev mv p = = (3)
dengan
) 1 ( 1
2
v = . (4)
Kalau kemudian ditinjau diagram E p , akan dapat disimpulkan bahwa seperti pada
diagram t x , skala bagi massa m akan berupa hiperbola pula. Kalau kemudian
ditinjau contoh soal berupa dua benda dengan massa dan kecepatan tertentu, akan
dapat diperoleh berbagai hasil, tergantung dari kecepatan salah satu benda setelah
tumbukan. Berbagai hasil itu menggambarkan situasi elastik sampai ke non-elastik,
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P9
dan akan tampak kesetaraan energi dengan massa, karena kesetaraan energi kinetik
dan massa dengan jelas akan terlihat.
Akhirnya dapat digarisbawahi pola cara ilmiah dan suatu pola yang dapat
diinterpretasikan pada ilmu, yaitu bahwa sepertinya dari bentuk-bentuk yang terlihat
dan terukur, dapat dikembangkan konsep-konsep abstrak yang efektif untuk
menggapai pemahaman yang lebih mendalam, yang ternyata tetap konsisten dengan
perilaku alam yang nyata. Wawasan ini dapat pula dikaitkan dengan adanya
keterbatasan cara ilmiah, karena adanya konsep-konsep yang tak terukur seperti
kebaikan, keramahan, religiositas, dsb.
Diagram posisi vs waktu
Pembahasan sebaiknya dimulai dengan transformasi Galileo-Newton, yang
menghu-bungkan koordinat x dan t menurut pengamat O bagi suatu peristiwa P ,
dengan koordinat x dan t bagi P menurut pengamat O yang sedang bergerak lurus
beraturan terhadap Odengan kecepatan v > 0 ke arah sumbu x > 0 yang searah
dengan sumbu x .
Dengan asumsi bahwa pada saat titik asal koordinat Odan O tepat berimpit,
t dan t dipilih = 0, dapat disimpulkan bahwa kedua koordinat P itu berkaitan sbb:
vt x x + = dan t t = (5)
atau tentu juga dapat ditulis
vt x x = dan t t = . (6)
Berdasarkan persamaan (5), transformasi Lorentz lalu dapat ditulis
( ) t v x x + = dan ) ( x v t t + = . (7)
Lihat Gambar t x di bawah ini. Sumbu t (garis ODL) dan sumbu x (garis OFGCB)
bagi pengamat Odigambarkan saling tegak lurus. Karena O bergerak dengan laju
v ke kanan, lintasan-dunianya OK, berkemiringan v / 1 . Di sini dipilih 6 , 0 = v (satuan
natural, SR). Lintasan-dunia ini tentu menjadi sumbu t bagi O . Dari simetrinya
terhadap lintasan-dunia cahaya yang merambat ke kanan dari O, sumbu x (OA) bagi
pengamat O akan berkemiringan v terhadap sumbu x . Skala sumbu x t x t , , , dipilih
sama-sama nanodetik. Dengan demikian lintasan-dunia cahaya menjadi bersudut 45
o

terhadap sumbu t dan x . Akibat persamaan metrik (1), skala t = 1 ns bagi berbagai
pengamat O yang berkecepatan macam-macam terhadap O , akan terletak pada
hiperbola 1
2 2
+ = x t . Jadi misalnya skala 1 = t merupakan titik potong hiperbola itu
dengan sumbu t (disebut K dalam Gambar). Secara serupa, titik A pada Gambar itu
menunjukkan skala 1 pada sumbu x . Maka simetri waktu dan posisi tampak dengan
jelas di Gambar itu.


Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P10


Maka peristiwa dilatasi waktu dapat tampak dari peristiwa O dan K. O akan
mengamatinya sebagai berjarak-waktu 1 nanodetik di lokasi x = 0, tetapi O
mengamati jarak-waktu itu sebesar OL, yang jelas > 1 ns.
Peristiwa kontraksi jarak tampak pada peristiwa O dan A, yang panjangnya 1 ns
menurut O , yang mengukurnya pada saat t = 0. Demikian pula O akan
mengukurnya pada t yang harus sama (sesuai dengan konsep mengukur suatu jarak),
misalnya pada 0 = t , yaitu jarak OC yang juga jelas < 1 ns. Dapat dicatat bahwa
pengukuran tersebut berbeda dengan saat melihat peristiwa pengukuran itu. O akan
melihat ujung kiri pada saat 0 = t , tetapi ujung kanan saat 0 = t baru akan dilihatnya
pada
D
t t = yang 0. Berbeda pula hasilnya, jika pengukuran posisi kedua ujung
panjang itu mau dilihat sama-sama pada 0 = t : Posisi H akan berjarak OG bagi O =
0,5 ns, lebih pendek lagi daripada OC. Jadi definisi pengukuran perlu dirinci agar
jelas.
Diagram momentum vs energi
Jika kemudian ditinjau interaksi antara dua peristiwa atau benda, misalnya kalau
dua benda yang semula bergerak bebas lalu bertumbukan dan kemudian bergerak
bebas lagi, diagram energi vs momentum dapat menjadi sarana visual yang berguna.
Pada diagram ini, satuan momentum p dan energi E juga didasarkan pada
satuan natural tersebut di atas, sehingga satuan momentum dan energi sama-sama
kilogram. Dari transformasi Lorentz (persamaan 7) dapat diperoleh bentuk
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P11


) ( E v p p + = dan ) ( p v E E + = , (8)
dengan p dan E bermakna seperti tertulis pada persamaan (3), yang langsung
menunjukkan hubungan vE p = dan persamaan (2). Dengan kemudian meninjau
O yang diam terhadap benda yang ditinjau, akan diperoleh hiperbola
2 2 2
m p E = . (9)
Sebagai perluasan konsep momentum biasa, lalu diperkenalkan
konsep momentum-4 (p-4) yang berkomponen vektor momentum biasa, dengan
komponen keempat berupa energi total benda. Besarnya p-4 ini adalah m , yang
merupakan suatu konstanta khas benda. Dari hasil klasik tentang kekalnya momentum
dan energi, dapatlah lalu dihipotesiskan bahwa p-4 total juga konstan. Hiperbola
1
2 2
= p E yang digambarkan pada Gambar di atas, menunjukkan besarnya p-4
atau massa m= 1 menurut berbagai pengamat O yang bergerak terhadap Odengan
laju
E
p
v = .
Makna energi E sebagai komponen ke 4 (waktu) dari p-4 diperoleh dari
persamaan (9) ini, jika ditulis sebagai ) (
2 2
p m E + = yang untuk limit klasik
menghasilkan m p m E 2
2
+ = . Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa energi kinetik
klasik dan massa, yang jumlahnya adalah komponen keempat p-4, memang sama-
sama bermakna energi.
Sebagai contoh konkret dapat ditinjau dua benda, masing-masing bermassa m
= 1 kg dan berlaju 75 , 0 9 5 = v (sehingga 5 , 1 = ). Arah kecepatannya
berlawanan sehingga keduanya dapat bertumbukan lalu misalnya menggabung dan
diam terhadap pengamat. Jadi secara klasik tumbukan ini bersifat inelastik sempurna.
Secara relativitas, pada Gambar di atas tampak momentum dan energi awal kedua
benda ini, beserta p-4 resultantenya. Karena simetrinya, p-4 total ini bermomentum nol
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P12
sehingga energi total dan massa totalnya sama-sama 3 kg. Tampak bahwa secara
klasik, terjadi pertambahan massa 1 kg. Akan tetapi kalau ditinjau besarnya energi
kinetik yang semula ada, yaitu masing-masing benda sebesar 0,5 kg, dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya massa total dan p-4 sistem dua benda ini konstan saja
dan kesetaraan hakekat energi dan massa tergarisbawahi.
Hasil dan diskusi
Dari uraian di atas, kiranya tampak betapa secara grafis dapat ditampilkan
kesetaraan waktu dan ruang, dan kesetaraan energi dan massa. Konstannya bentuk
persamaan (1) dan (2) mengkuantitatifkan hal ini.
Di samping uraian tersebut, kemudian juga dapat digarisbawahi suatu pola cara
ilmiah dan pola ilmu yang tersirat. Pola cara ilmiah tampak dari siklus pengamatan ke
pemikiran-refleksi logis ke penyimpulan suatu hipotesis, yang kemudian diuji
kesesuaiannya dengan hasil pengukuran. Misalnya tampak betapa hasil pengukuran
oleh Coulomb, Ampere, dsb dapat melandasi karya Gauss dan Maxwell yang
menyimpulkan bentuk persamaan yang simetris, dan menghasilkan konsekuensi
bahwa laju rambat cahaya dalam vakum hanya terkait pada sifat listrik-magnet
keadaan vakum. Hasil terakhir ini kemudian diambil oleh Einstein sebagai hipotesis
awal, yang lalu menuntun ke kesetaraan ruang-waktu, dan energi-massa. Semua ini
akhirnya diwasiti oleh kesesuaian ramalan kuantitatif pengukuran dengan realita.
Pola ilmu yang juga tampak tersirat adalah, bahwa melalui pengukuran realita,
dapat dikembangkan konsep dan kesimpulan logis yang sepertinya bertahap, dari
yang sederhana sampai yang canggih, seolah ada upaya penuntunan dan pendidikan
oleh Sang Penciptanya.
Sudah tentu juga perlu digarisbawahi sikap yang adil, yaitu pengakuan bahwa
hipotesis Sang Pencipta memang hipotesis yang sulit atau tampaknya tak mungkin
dibuktikan dengan pengukuran apa pun. Hal ini lalu membuka pintu untuk menyadari
keterbatasan kawasan ilmu, akibat pembatasannya pada yang dapat diukur dan diuji.
Daripada lalu bertindak tidak adil dengan mengatakan bahwa Sang Pencipta pasti
ada, atau sebaliknya, lebih tepat untuk menyadarkan diri bahwa menurut latar
belakang masing-masing manusia, keyakinan atau hipotesis tentang asal muasal
jagad ini hanya dapat menjadi pilihan masing-masing pribadi, karena membuktikannya
dengan pengukuran tampaknya tidak mungkin.
Semoga dengan menyadari wawasan lebih luas dari ilmu, dan terbatasnya
kawasan ilmu, sikap sebagai manusia yang lebih utuh dapat ikut diupayakan.
Kesimpulan
Telah diuraikan dasar-dasar Teori Relativitas Khusus melalui dua buah diagram,
dengan hasil yang tampaknya memahamkan kepada mahasiswa bahwa Teori Einstein
ini dapat dinalarkan dan didiagramkan. Di samping itu, penyadaran beberapa konsep
Teori Relativitas Khusus ini dapat digunakan untuk menyadari adanya pola dalam cara
ilmiah dan pola dalam ilmu, yang dapat diinterpretasikan sebagai mengindikasikan
adanya pengaturan oleh Sang Pencipta jagad. Dengan demikian mahasiswa dapat
diharapkan menjadi lebih sadar tentang kaitan kawasan ilmu dan kawasan non-ilmu,
dan keutuhannya sebagai seorang manusia.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P13
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Katolik Parahyangan, atas dukungan
fasilitas dan finansial bagi sebagian studi ini, dan kepada para mahasiswa Pendidikan
Fisika Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, atas partisipasinya
menggali efektivitas cara grafis yang dilaporkan dalam makalah ini.
Referensi
[1] A. Rusli, A format for the basic physics lecture aiming at science awareness:
some study results, Proceedings of the 3rd International Conference on
Mathematics and the Natural Sciences (ICMNS 2010), 579-586
[2] Thomas A Moore, Six Ideas that Shaped Physics, 2nd edition, Pearson, 2003



Aloysius Rusli
Jurusan Fisika
Fakultas Teknologi Informasi dan Sains
Universitas Katolik Parahyangan Bandung
arusli@unpar.ac.id, aloysius.rusli@gmail.com


Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P14
Basic Structure of the US Education System
A. Stevie Bergman
Abstract
This talk set out to describe the basic set up of the US educational system up through
secondary school. I am not an expert in the field, so my powerpoint was primarily
based on my personal experience and some research.

Basic Structure:
A typical American child will begin schooling around age 4 with pre-school and
kindergarden. These years are primarily unstructured with a lot of play time. Teachers
tend to try to build up basic communication skills.
The first year of formal education required by law occurs around 6 years old with
first grade, and the first year of primary education (also called elementary school).
Elementary school is grades 1 through 5. During this time the student generally has
one primary teacher who covers topics generally. The students stay in one class
throughout their entire school day.
Middle school is grades 6
th
through 8
th
. The school day is split in to periods, but
generally there is a long period (often called home room) where students have a
teacher, meant to be their primary adviser. During middle school, subjects become
more specialized and the students move around the school to different classrooms
throughout the day. Class sizes are approximately 20 to 35 students. Classes begin at
approximately 8am and end around 4pm. Often, students participate in school-
sponsored sports.
High school is grades 9
th
through 12
th
. The day is often split in to approximately
six or seven periods, and classes are specialized (example: Calculus AB or European
history). If a student is preparing for university, and they have the required
prerequisites, they can take Advanced Placement (AP) classes, if they are offered at
their school. AP courses are meant to be college-level and have a nation-wide exam at
the end of the year. If the student achieves a certain score, their AP class can often be
counted for college credit.
Schooling Options:
There are many options and variations for schooling in the US. The most
general are public, private, charter, or home school. Public school is primarily funded
by the US federal and state governments through income tax. If attending public school,
one is required to go to the school in their zone closest to their house. Public schooling
is the most common option in the US. (Note that in public schools, civic and religious
education is very strictly limited and must follow very exacting restrictions based on
laws.)
Private schools vary in their government funding, but are primarily funded
through student tuition. As you can gather from that, it is often very expensive to attend
private school, however in some (but not all) areas of the US, it is the best option.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. P15
Private schools generally have much more leeway in what they can teach their
students due to the fact that they do not accept much, if any, government funding.
Charter schools are a new phenomenon in the US and are relatively
controversial. Charter schools are subsidized by the government, but not completely.
They have the name charter because the school will form from a specific written
charter to have a certain type of education. Often, charter schools follow a specific
educational philosophy, like Montessori or Waldorf.
If a family wants to provide their own education for their child, called home
schooling, then they must register that they are doing so through the government. I
know that there are restrictions, however I am not completely sure what they are.
Influences:
There are myriad influences on the education system in the US. It is a
controversial and hotly-contested topic that is full of politics. Some, of the many, things
that affect the education system are: the Parent-Teacher Association, the teachers'
union, textbook companies, income taxes and zoning, and many others.


A. Stevie Bergman
Theoretical High Energy Physics and Instrumentation Research Division
Institut Teknologi Bandung

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 1
Studi Mengenai Energi Ikat Pada Kluster Karbon dengan
Perangkat Lunak Amsterdam Density Function
Afnar Delivery
1
, Wahyu Srigutomo
1
, Freddy Haryanto
2
Abstrak
Atom karbon merupakan salah satu jenis atom yang umum ditemukan sebagai unsur
pembentuk materi. Kumpulan atom karbon dapat membentuk berbagai macam materi
(alotrop), seperti kristal, grafit, dan grafena. Seluruh penyusun materi ketiga material di
atas adalah atom karbon, namun terdapat perbedaan dari jumlah, posisi, dan ikatan
karbon dari ketiga jenis materi tersebut. Pada makalah ini akan membahas mengenai
perhitungan energi ikat pada kluster grafena yang terfragmentasi dengan
menggunakan perangkat lunak Amsterdam Density Function (ADF). Perangkat lunak
ADF menggunakan metode Density Functional Theory (DFT) untuk memperoleh
energi ikat dari atom-atom karbon yang menyusun kluster grafena. Parameter yang
akan dianalisa dari hasil perhitungan adalah kaitan antara jumlah kluster pada grafena
dengan energi ikatnya, aturan pertambahan kluster serta parameter-parameter yang
terdapat pada perangkat lunak ADF yang mempengaruhi perhitungan. Hasil penelitian
menunjukan energi ikat pada kluster karbon semakin besar nilainya apabila kluster
karbon bertambah sesuai dengan aturan tertentu.
Kata-kata kunci : Atom karbon, alotrop, energi ikat, perangkat lunak ADF.
Pendahuluan
Dewasa ini penelitian mengenai grafena (layer satu dimensi dari grafit)[1], telah
menghasilkan beberapa penemuan penting. Hasil dari beberapa penelitian
menyebutkan bahwa grafena merupakan inovasi dalam bidang material elektronik[1-3].
Grafena ternyata memiliki sifat-sifat yang sangat menunjang penggunaannya sebagai
bahan material elektronik, seperti mobilitas elektronnya yang tinggi, sifat
konduktivitasnya yang tinggi, dan kuatnya ikatan antar atomnya, sehingga menjadikan
material ini sulit untuk dihancurkan[1-4]. Grafena sendiri sudah diaplikasikan
penggunaannya pada peralatan-peralatan elektronik, seperti pada Li-ion baterai,
karena beberapa keunggulannya tersebut[1-4].
Dalam makalah ini akan dicoba untuk meneliti mengenai karakterikstik energi
ikat dari kluster karbon grafena yang terfragmentasi dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak ADF[5]. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara jumlah kluster karbon dengan energi ikat dari sistem tersebut,
apakah pertambahan energi ikat sesuai dengan bertambahnya kluster karbon, atau
pertambahan energi ikat bergantung pada pola tertentu dari pertmbahan kluster
karbon itu sendiri.
Teori
Pada perangkat lunak ADF, menggunakan pendekatan DFT untuk menentuka
nilai energi ikat dari suatu sistem. DFT merupakan suatu metode pendekatan yang
digunakan untuk memecahkan masalah sistem banyak partikel dari persamaan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 2
Schrodinger (Schrodinger equation for many-body problems)[6]. Persamaan
Schrodinger digunakan untuk mengetahui sifat elektronik dari suatu materi. Untuk
menemukan solusi dari persamaan Schrodinger sistem banyak partikel dibutuhkan
solusi eksak dari persamaan kuantum, namun hal ini belum dapat tercapai, karena
terdapat permasalahan pada perhitungan energi potensial yang cukup rumit untuk
dipecahkan secara analitik pada hamiltonian persamaan ini.
2
1 1 1 1
1 1

2
N N M N N
A
elec e Ne ee
i
iA ij
i i A i j i
Z
H T V V
r r
= = = = >
= V + = + +

(1)
Salah satu solusi untuk memecahkan persamaan Hamiltonian ini adalah DFT[6].
Hohenberg dan Kohn menunjukan bahwa energi dasar dari suatu sistem M-elektron
(banyak elektron), hanya berupa fungsi kerapatan dari elektron tersebut, namun hal
tersebut hanya akan terjadi apabila kerapatan elektron tersebut benar-benar fungsi
kerapatan elektron dari energi dasar tersebut[6,7]. Persamaan energi dasar dan
persamaan energi berdasarkan kerapatan elektron ditampilkan pada persamaan (2),
dan persamaan (3).
| |
0 min
N
E E

= (2)
( ) ( ) ( )
i E E n r

(3)
Berdasarkan persamaan (2) dan (3), terbentuklah persamaan Kohn-Sham untuk
menemukan solusi Hamiltonian sekaligus memperoleh energi dasar dari sistem
banyak partikel. Persamaan Kohn-Sham tersebut ditampilkan pada persamaan (4).
2
1
( ) ( ) ( )
2
eff i i i V r r r c
| |
V + =
|
\ .

(4)
Dengan penguraian dari Veff, berupa persamaan (5) di bawah ini :
[ ] [ ] [ ]
( )
( ) ( ) ( )
ne ee XC
eff
E n E n E n
V r
n r n r n r
o o o
o o o
= + +




( ) ( ) ( ) ext ee XC V r V r V r = + +

(5)
Persamaan (5) memiliki kendala pada V
xc
, yaitu energi potensial korelasi-
pertukaran (exchange-correlation potential), V
xc
sendiri didefinisikan sebagai suatu
energi yang memuat semua interaksi-interaksi partikel yang terjadi[6,7]. Salah satu
solusi untuk memecahkan masalah ini adalah metode Local Density Approximation
(LDA)[6]. LDA adalah suatu metode pendekatan yang mengasumsikan rapat-jenis
semua elektron bernilai sama[6]. Persamaan dari pendekatan LDA untuk memecahkan
persoalan V
xc
dijabarkan pada persamaan (6).
[ ] [ ( ( )) ( )] ( ( ))
[ ] ( ( )) ( )
( ) ( ) ( )
XC XC XC
XC XC
E n n r n r n r
V n n r n r
n r n r n r
o c c
c
o
c c
= = = +
c c



(6)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 3
Selain dengan metode pendekatan LDA, salah satu metode yang umum
digunakan adalah Generalized Gradient Approximation (GGA). Perbedaan utama
metode GGA dengan LDA adalah pada metode GGA rapat-jenis dari semua elektron
tidak dianggap homogen, namun gradien pada rapat-jenis elektron dianggap pada
koordinat yang sama.
MetodologiPenelitian

Gambar 1. Diagram alir pengerjaan penelitian.
Hasil Penelitian
Tabel 1. Energi ikat dari beberapa pendekatan yang terdapat pada ADF.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)


2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 4
Dari hasil perhitungan menggunakan perangkat lunak ADF, hasil perhitungan
energi ikat molekul C
6
H
12
yang paling mendekati teori (-1686 kcal/mol), terdapat pada
metode pendekatan GGA:BLYP, yaitu -2637,77 kcal/mol pada kondisi frozen core
none, dan -2624,59 kcal/mol pada frozen core small, medium, dan large. Persentase
error sebesar 56% pada hasil frozen core none, sedangkan pada frozen core small,
medium, dan large persentase error sebesar 55%. Dari hasil perbandingan tersebut,
dapat ditarik kesimpulan bahwa perangkat kesalahannya, parameter penelitian pada
perangkat lunak ini harus diperhatikan agar hasil perhitungan tidak terlalu besar
penyimpangan nilainya dari nilai teori.
Hasil dari penelitian kedua, mengenai energi ikat kluster karbon yang bertambah
secara horizontal dengan tiga metode pendekatan LDA, GGA:BLYP, dan Hartree-Fock
ditampilkan pada gambar 2 dan 3.

Gambar 2. Perbandingan energi ikat pada frozen core none.


Gambar 3. Perbandingan energi ikat pada frozen core small,medium, dan large.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 5
Hasil dari penelitian ketiga, mengenai perhitungan energi ikat dari kluster karbon
yang bertambah sesuai dengan referensi[2] ditampilkan pada gambar 4 dan 5.

Gambar 4. Perbandingan energi ikat pada frozen core none


Gambar 5. Perbandingan energi ikat pada frozen core small, medium, dan large.
Kesimpulan
Pada penambahan kluster menyamping, dengan parameter frozen core none,
dapat disimpulkan semakin banyak jumlah kluster maka energi ikat akan semakin
besar, namun pada parameter frozen core small, medium, dan large, kecenderungan
energi ikat belum dapat diketahui dengan pasti. Pada penambahan kluster yang
mengikuti referensi, dengan parameter frozen core none, small, medium, ataupun
large, dapat disimpulkan bahwa pada kondisi ini semakin banyak jumlah kluster, maka
energi ikat akan semakin besar. Dari hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
penambahan kluster karbon memiliki aturan tertentu, penambahan kluster karbon tidak
dapat dilakukan tanpa memenuhi aturan ini, karena akan memberikan nilai energi ikat
yang tidak dapat dipastikan kecenderungannya.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia


ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 6
Referensi
[1] http://www.graphene.manchester.ac.uk/.
[2] Kheirabadi and Shafiekhani, Storages States of Li ions Graphene Cluster for
Enhanced Li-ion battery, Journal of physics Alzahra University (2009).
[3] Widodo, Eko, Studi Mengenai Graphene, J urnal ITB (2010).
[4] Ramadesigan, dll, "Modeling and Simulation of Lithium-ion Batteries from a
System Engineering Perspective", Journal of The Electrochemical Society (2011).
[5] www.scm.com.
[6] Kohn, Walter, "Electronic Structure of Matter-Wave Functions and Density
Functionals", Department of Physics, University of California, USA (1999).
[7] J uan Carlos Cuevas, "Introduction to Density Functional Theory-slide
presentation", Karlsruhe University, German.




Afnar Delivery
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks,
Institut Teknologi Bandung
e-mail: afnardelivery@gmail.com

Wahyu Srigutomo
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks,
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id

Freddy Haryanto
Kelompok Keilmuan Nuklir dan Biofisika,
Institut Teknologi Bandung
e-mail: freddy@fi.itb.ac.id

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)


2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 7
Pemanfaatan Kacang Hijau (Phaseolus Raditus Linn)
Untuk Menurunkan Kolesterol Total Pada Wanita
Hiperkolesterolemia
Agnes Tjakrapawira*, Palupi Triwahyuni, dan Florida Hondo

Abstrak

Penyakit kardiovaskular mencapai tingkat tertinggi dalam kasus kematian. Kolesterol
tinggi merupakan salah satu faktor terjangkitnya penyakit kardiovaskular yang
berujung pada kematian. Oleh karena itu kasus kardiovaskular harus diatasi dengan
menurunkan kadar kolesterol total, salah satunya ialah dengan mengkonsumsi
makanan berserat tinggi. Kacang hijau diuji coba untuk menurunkan kolesterol pada
wanita hiperkolesterolemia. Kacang hijau rebus mengandung 7.6 gram serat pangan
larut. Serat pangan larut dalam kacang hijau ialah pektin yang dapat membentuk gel
untuk mengikat asam empedu dari kolesterol. Dalam kacang hijau terkandung juga
asam amino lisin tinggi yaitu 8.24 gram yang dapat menurunkan kolesterol total dalam
darah. Data yang diperoleh dari penelitian terhadap (n=15) wanita hipekolesterolemia
yang mengkonsumsi kacang hijau dengan rentang waktu 2 minggu, akan diuji
menggunakan statistic t-test dengan tingkat significant = 0.05. Berdasarkan
penelitian ini kacang hijau dapat digunakan untuk menurunkan nilai total kolesterol
dalam darah.

Kata-kata kunci: Kacang Hijau, Kolesterol Total, Hiperkolesterolemia
Pendahuluan
Hiperkolesterolemia ialah salah satu penyebab penyakit kardiovaskular yang
merupakan penyebab mobiditas dan mortalitas tinggi pada dekade terkahir ini [1].
Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dapat mengakibatkan ganguan
metabolisme seperti hipertensi, diabetes dan hiperkolesterolemia. Statistik
menunjukan secara global kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular
yang ditimbulkan oleh gaya hidup yang tidak sehat mencapai 4-5 juta jiwa pertahunnya.
Apabila masalah ini tidak teratasi, penyakit kardiovaskular tetap akan menjadi penyakit
pembunuh nomer satu pada tahun 2020 [2]. Namun hal ini dapat teratasi dengan cara
menurunkan jumlah kolesterol dalam darah karena akan mengurangi resiko
terjangkitnya penyakit kardiovascular [3]. The National Cholesterol Education Program
Adult Treatment Panel III merekomendasikan pencegahan penyakit kardiovascular
ialah dengan memiliki berat badan ideal, secara rutin melakukan kegiatan fisik seperti
olahraga, membatasi asupan kolesterol dan mengkonsumsi makanan berserat tinggi
[4]. Faktor pencetus penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, kolesterol tinggi
(hiperkolesterolemia), diabetes, obesitas dan dislipidemia 60% dipengaruhi oleh
makanan yang dikonsumsi. Diet serat tinggi mempunyai banyak pengaruhnya
terhadap kesahatan karena dapat berpengaruh terhadap menurunnya risiko penyakit
seperti jantung koroner, stoke, hipertensi, diabetes, dan obesitas. Mencegah dan
menurunkan kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, dan gangguan pencernaan [5].
Kacang hijau (phaseolus radiatus linn) sangat memungkinkan untuk
menurunkan kolesterol pada penderita hiperkolesterolemia Karena tingginya serat larut
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 8
yang terkandung dalam kacang hijau. Kacang hijau juga lebih mudah dicerna dalam
tubuh dibandingkan dengan kacang-kacangan lainya [6]. Kacang hijau merupakan
sumber pektin yang merupakan serat larut air yang yang dapat menurunkan kolesterol
dalam darah [1]. Serat yang mempunyai kemampuan untuk melekat, mampu
mengurangi kolesterol total sebanyak 3-7% pada manusia dengan cara membentuk
gel yang mengikat kolesterol [7]. Selain serat, protein yang dipecah menjadi asam
amino lisin dapat menurunkan kolesterol. Protein diperlukan tubuh untuk metabolisme.
Asam amino essensial seperti lisin tidak diproduksi dalam tubuh sehingga harus
didapati dari sumber lain. Asam amino lisin dalam kacang hijau dapat menurunkan
sintesis molekul pada very low desnsity lipoprotein (VLDL) karena jumlah lisin yang
lebih dari pada arginine yang digunakan untuk mensintesis VLDL. Kacang hijau
merupakan sumber asam amino lisin tinggi sebesar 5.85-8.24 gm/100gm protein [8].
Mengkonsumsi lisin dalam jumlah yang tinggi dapat meningkatkan L-carnitine
yang disintesis oleh lisin. L-Carnitine merupakan produk akhir dari metabolism sebagai
perantara pembentukan lemak menjadi energi di mitrokondria. L-Carnitine bersama
dengan asam pantothenic (Vit B5) menjadi aktif sehingga memaksimalkan pemecahan
asam lemak dan mencegah sintesa kolesterol [9].
Berdasarkan uraian di atas, kacang hijau mempunyai potensi untuk menurunkan
kolesterol dalam darah. Kandungan serat dalam kacang hijau yang dipadu dengan
komposisi gizi lainya seperti magnesium, vitamin dapat menurunkan kolesterol [5].
Kacang hijau sangat menguntungkan karena pengolahnnya yang sederhana dan
bahannya yang murah dan mudah ditemukan. Kacang hijau juga merupakan menu
yang sering dikonsumsi masyarakat. Penggunaan kacang hijau untuk menurunkan
kolesterol dengan mengkonsumsi dalam bentuk makanan maupun minuman
berpengaruh terhadap penyerapan kolesterol dalam usus halus. Hal ini sangat
menguntunkan bagi penderita hiperkolsterolemia.
Teori
Kacang hijau (phaseolus radiatus linn) adalah salah satu jenis tanaman yang
mudah ditanam oleh petani kecil. Umumnya kacang hijau dapat tumbuh dalam bulan
apapun dalam setiap tahun. Namun musim panas merupakan waktu yang tepat untuk
menanam kacang hijau karena kandungan nitrogen dalam tanah menjadi lebih
menguntungkan untuk pertumbuhan kacang hijau. Pertumbuhan kacang hijau
termasuk singkat karena hanya mencapai 55-77 hari. Kacang hijau tumbuh subur pada
6 juta hektar diseluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil
kacang hijau yang besar. Terdapat beberapa jenis kacang hijau diseluruh dunia.
Namun Indonesia umunya lebih menyukai kacang hijau jenis phaseolus radiatus linn
yang mempunyai tekstur hijau dan mengkilat [6].
Dalam 100 gram kacang hijau terdapat 62,12% karbohidrat [10], 1-1,5% lemak,
3.5-4.5% serat serta terkandung beberapa vitamin yang diperkaya oleh beberapa
mineral [6]. Protein tinggi sejumlah 25-30% terdapat dalam kacang hijau [11]. Kacang
hijau telah diteliti kandungan gizinya dan mempunyai banyak keuntungan seperti,
meningkatkan status gizi, memenuhi kekurangan zat besi, dan menurunkan angka
mal-nutrisi pada anak dan wanita diseluruh dunia. Keuntungan dari kacang hijau selain
merupakan sumber protein, kacang hijau juga merupakan bahan pokok yang termasuk
murah harganya. Kacang hijau diolah seperti dalam berbagai macam seperti direbus,
diolah menjadi bubur, bahkan pengolahan dijadikan tepung dan bahan pembuatan mie
instant [6].
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 9
Kolesterol adalah precursor pada hormon steroid seperti hormone
progesterone, estrogen, testosterone, glucocorticoids, dan mineralocorticoids. Hormon
steroid merupakan hormon vital dalam tubuh. Kolesterol selain digunakan untuk
mensintesis vitamin D, kolesterol juga diperlukan untuk mensintesis bile acid atau
disebut asam empedu yang digunakan untuk mencerna lemak dan minyak [12].
Kolesterol bisa didapatkan dari tubuh maupun dari makanan yang dikonsumsi. Hati
meregulasi biosintesis kolesterol. Metabolisme kolesterol terjadi pada tingkat sel [13].
Enzim 3-hydroxy-3-metyl glutary Co-Enzyme A (HMG CoA) disitesis dalam hati untuk
membentuk kolesterol [14]. Homeostatis kolesterol melibatkan pergerakan dari
kolesterol antara jaringan peripheral dan hati. Penyerapan yang disertain dengan
ekskresi kolesterol melalui feses terjadi usus halus [12]. Hiperkolesterolemia
merupakan keadaan dimana tingginya kadar kolesterol total dalam darah [15].
Di kota Anderson California Selatan, Amerika, dilakukan penelitian pada
dekade 1980-2006 oleh He terhadap 158,000 wanita yang menderita Diabetes Mellitus
(DM) tipe 2 dengan kecenderungan tinggi untuk menderita penyakit jantung seperti
hiperkolesterolmia. Responden pada penelitian ini menjalankan diet serat pangan
tinggi berupa whole-grain, cereal fiber, bran, dan wheat grem. Hasil penelitian tersebut
menyatakan prevalensi komplikasi penyakit jantung kronis dan kematian menurun
hingga 29% [16].
Metode penelitian
Sampel
Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling yaitu sampel ditentukan
sesuai dengan tujuan penelitian. Jumlah anggota sampel pada penelitian ini berjumlah
15 orang wanita. Seluruh sampel merupakan wanita rumah tangga yang berumur 30-
50 tahun yang memiliki nilai kolesterol total kategori sedang (>200 mg/dL). Sampel
yang diggunakan tidak sedang dalam pengobatan penurun kolesterol.
Disain eksperimen
Kacang hijau yang digunakan untuk eksperimen berasal dari pasar Lembang
Jawa Barat. Kacang hijau ditimbang menggunakan neraca, lalu kemudian direndam
semalaman untuk keeseokan harinya direbus selama 20 menit. Kacang hijau rebusan
didiamkan pada suhu ruangan lalu kemudian diblender dan ditimbang. Penelitian
dilaksanakan selama 14 hari. Setiap sampel setiap harinya menerima 300 ml minuman
kacang hijau.
Mode pengumpulan sampel
Data dikumpulkan menggunakan instrument kolesterol meter dengan merek
easy touch. Sebelum pengambilan data, seluruh sampel terlebih dahulu dipuasakan
selama 8-12 jam untuk menghindari faktor ekstronous. Faktor ekstronous merupakan
faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh peneliti seperti reaksi tubuh saat memproses
makanan. Faktor yang memungkinkan terjadi jika sampel tidak puasa ialah
meningkatnya kolesterol untuk proses pembentukan garam empedu. Hal tersebut
tergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 10
Analisis statistik
Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis agar dapat dipergunakan
untuk menjelaskan data secara keseluruhan. Langkah awal tersebut ialah dengan
mengolah penyebaran data secara statistik lalu kemudian dianalisis berdasarakan data
yang didapatkan. Kemudian dari analisis tersebut dapat diperoleh kesimpulan.
Tabel 1. Uji normalitas data.

Kolmogorov-Smirnov
a

GROUP
Statistic Df Sig.
Kol_SEBELUM 0.120 15 0.200
Kol_SESUDAH 0.109 15 0.200
Pada tabel 2 Keseluruhan data diananlisis untuk melihat perbedaan pretest dan
posttest. Kemudian data diolah untuk mendapatkan hasil perbedaan rata-rata
kolesterol total sebelum dan sesudah perlakuan (Tabel 2).
Tabel 2. Deskripsi Statistik Nilai Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah Pemberian
Kacang hijau.

DATA Kolesterol Sebelum Kolesterol Sesudah
Mean 219.20 210.73
Median 217.00 208.00
Std.Error of Mean 2.900 3.957
Std. Deviation 11.233 15.327
Variance 126.171 234.924
Skewness 0.338 -0.115
Std. Error of Skewness 0.580 0.580
Minimum 203 184
Maximum 239 236

Hasil dan diskusi
Hasil data seluruh sampel wanita dijabarkan pada tabel 2 (n=15). Terdapat
33% wanita yang berumur 30-39 tahun, 40% wanita berumur 40-49 tahun dan 27%
wanita dengan umur 50-59 tahun. Langkah pertama sebelum menggunakan uji-t data
Pretest dan posttest diuji kenormalitasan data dengan menggunakan perhitungan
statistik pada SPSS (Tabel 1). Data tidak terdistribusi normal jika Ho ditolak. Ho
berbunyi data terdistribusi normal jika sig > dari . Didapati bahwa kedua data pretest
dan posttest terdistribusi normal, karena pengujian normalitas data dari pretest dan
postest didapati data kedua sig bernilai 0.200 = 0.05). 0.200>0.05 maka langkah
selanjutnya dapat menggunakan uji-t.
Dari data tersebut dapat terlihat perbedaan sebelum pemberian kacang hijau
dari 15 sampel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh data dengan nilai rata-
rata (mean) 219.20 ( = 0.05) sedangkan nilai tengah (median) didapati bernilai
217.00 ( = 0.05), data menyatakan suatu berbedaan yang mengartikan bahwa data
tidak terdistribusi secara simetris melainkan terdapat kemiringan kearah kanan (positif).
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 11
Nilai kemiringan (skewness) dari nilai data kolesterol sebelum pemberian kacang hijau
bernilai positif yaitu 0.338 ( = 0.05). Distribusi data tersebut menjelaskan tinggi nilai
kolesterol total sebelum pemberian kacang hijau. Variance (keragaman data) sebelum
pemberian kacang hijau bernilai 126.171 ( = 0.05), nilai tergolong tinggi yang
menyatakan data beragam dengan nilai minimum 203 dan maximum 239.
Sesudah pemberian kacang hijau didapati mean bernilai 210.73 ( = 0.05)
dengan nilai tengah (median) senilai 208.00 ( = 0.05) dengan nilai kemiringan
(skewness) -0.115 ( = 0.05). Nilai data kolesterol yang diperoleh setelah pemberian
kacang hijau bernilai negatif yang menyatakan kemiringan ke arah kiri. Keragaman
data sesudah pemberian kacang hijau bertambah besar yaitu 234.924 ( = 0.05),
dengan nilai minimum 184 dan nilai maximum 236.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengkonsumsi kacang hijau sebanyak
100 gram dalam sehari selama 2 minggu mampu menurunkan nilai kolesterol total
dalam darah.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana dalam pelaksanaan penelitian. Kepada Universitas
Advent Indonesia atas bantuan berupa dana untuk mengikuti Seminar Kontribusi
Fisikia (SKF) 2013 sehingga karya tulis ilmiah ini dapat dipublikasikan dan kepada
dosen pembimbing atas krirtik dan saran.
Referensi
[1] Bazzano L.A, Effects of soluble dietary fiber on low-density lipoprotein
cholesterol and coronary heart disease risk, Curent Atherosclerosis Reports
10(10), 473-477(2008)
[2] Monroe C dan Virmani R, Current trends in the classification of sudden cardiac
death based on autopsy derived data: A review of investigation into the etiology of
sudden cardiac death, Revista Espaola de Cardiologa 64(1), 10-2(2011)
[3] Talati R., Baker W.L., Pabilonia M.S., White C.M., Coleman C, The Effects of
barley-derived soluble fiber on serum lipid, Annals of Family Medicine 7(2), 157-
163(2009)
[4] Maki K.C., Beiseigel J.M., Jonnalagadda S.S., Gugger C.K., Reeves M.S.,
Farmer M.V., Kaden V.N & Rains T.M, Whole grain ready-to-eat Oat Cereal, as
part of dietary program for weight loss, reduces low-density lipoprotein cholesterol
in adults with overweight and obesity more than a dietary program including low-
fiber controls foods, American Dietetic Association 110(2), 205-14(2010)
[5] Anderson J.W., Braid P., Davis R.H., Ferreri S., Knudtson M., Koraym A., Waters
V., Williams C.L, Health benefit of dietary fiber, Nutrition Reviews 64(4), 188-
205(2009)
[6] Nair R.M., Yang R.Y., Easdown w.j., Thavarajah D., Thavarajah P., Hughes J.A.
& Keatinge D., Biofortification of mungbean (Vigna radita) as a whole food to
enhance human health, Journal of the Sience of Food and Agriculture 93(8),
1805-1813(2013)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 12
[7] Brouns F., Hemery Y., Price R. & Anson N.M, Wheat aleurone: separation,
composisition, heath aspects, and potential food use Critical Reviews in food
science and nutrition 52(6), 553-586(2012)
[8] Pal S., Ellis V. & Dahliwal S, Effecs of whey protein isolate in body composition,
lipids, insulin in overweight and obese individual, British Journal of Nutrition 104,
716-723(2010)
[9] Fischer M., Hirche F., Kluge H. & Eder K, A moderate excess of dietary lysine
lowers plasma and tissue carnitine concertration in pigs, British Journal of
Nutrition 101, 190-196(2008)
[10] Susilowati A., Aspiyanto., Moerniati S. & Maryati Y, Potency of amino acids as
savory fraction from begetable broth of mung beans (Phaseolus radiates linn)
though brine fermentation by rhizopus-C1, Research Centre for Chemistry 9(2),
339-346(2009)
[11] Bourtoom T, Factors affecting the properties of edible film prepared from mung
bean proteins, International Food Reaserch Journal 15(2),167-180(2008)
[12] Zhao C. & Wright K.D, Liver X receptor in cholesterol metabolism, Journal of
Endocrinology 204, 233-240(2010)
[13] Rayner K.J., Suarez Y., Davalos A., Parathath S., Fitzgerald M.L., Tamehiro N.,
Fisher E.A., Moore K.J. & Hernando C.F, Mir-33 Contributes to the regulation of
cholesterol homeostatis, Science 328(5985),1570-1573(2010)
[14] Jo Y. & Boyd R.A.D, Control of cholesterol synthesis through regulated ER-
associated degradation of HMG CoA reductase, Critical Reviews in Biochemistry
and Molecular Biology 45(3) ,185-198(2010)
[15] Schober S.E., Makuc D.M., Zhang C., Kennedy S.J. & Burt V, Health insurance
affects diagnosis and control oh hypercholesterolemia and hypertension among
adults aged 20-64 United States, 2005-2008 National Center for Biotechnology
Information Vol 57 hal,1-8 (2011)
[16] He, M., Dam, R.M., Rimm E., Hu, F.B., Qi, L, Whole-grain, cereal fiber, bran, and
germ intake and the risk of all-cause and cardiovascular disease-specific mortality
among women with type II diabetes mellitus Circvulation 121, 2162-1268(2010)

Agnes Tjakrapawira*
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
agnestjakra@gmail.com
Palupy Triwahyuni
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
triwahyunipalupi@yahoo.com
Florida Hondo
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
floridahondo@yahoo.com

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 13
Pengontrolan dan DistribusiSuhu dari Pemanas
Alfian Yuanata dan Hendro
Abstrak
Telah dilakukan dasar dari pengontrolan sumber panas menggunakan Arduino Uno
R3 sebagai pengontrol utamanya. Dengan hal tersebut, dapat diatur panas yang akan
berkerja untuk nilai tertentu. Alat ini kemudian dikembangkan untuk memanaskan
suatu sampel yang berada pada jarak tertentu. Hal ini ditujukan akibat kebutuhan
suatu eksperimen lain terhadap pemanas tersebut. Dalam pengontrolan ini diharapkan
pemanas dapat menjaga keseimbangan temperatur dari sampel tanpa memberi
pengaruh lain. Untuk membuat pemanas dengan karakteristik tersebut, akan dilakukan
pengukuran distribusi panas secara 2D yang dihasilkan sebagai fungsi jarak relative
pemanasnya dengan memberikan titik referensi tertentu bersuhu tetap yang dikontrol
oleh Arduino tersebut. Sehingga dapat diketahui diposisi mana yang paling efektif
meletakan sampel .Hasil yang akan diperoleh ialah suatu alat pemanas dengan
pengontrolan Arduino, terkalibrasi, dan diketahui posisi sampel yang paling baik dari
pemanas.
Kata-kata kunci: Arduino, Labview, Pemanas, Sensor
Pendahuluan
Pada paper ini telah ada studi literatur sebelumnya yang terkait, namun bahasan
yang sering dijumpai yaitu pemanasan dalam ruang tertutup. Pengontrolan pemanas
menggunakan mikrokontroler Arduino-UNO R3 terkait pada buku [1] yang membahas
tentang kerja mikrokontroler sehingga dapat menjadi pengontrol. Tujuan utama dalam
penelitian ini adalah untuk melihat distribusi suhu pemanasnya sehingga dapat
ditentukan pada penelitian lain posisi penempatan suatu sampel yang akan
dipanaskan.
Terkait dengan yang telah diteliti oleh yang lain dengan parameter / keadaan
yang berbeda yaitu dari segi sistemnya, sehingga dilakukan penelitian tentang
pemanasan diruang terbuka seiring dengan kebutuhan eksperimen lain yang
membutuhkan pemanasan terhadap sampel secara terbuka agar dapat diteliti
langsung sampel tersebut. Sejauh ini yang telah diteliti adalah karakteistik pemanas
yang telah dirancang, lalu juga telah dilihat distribusinya dan telah dilakukan curve
fitting terhadap sampling dari distribusinya tersebut.
Teori
Sensor LM35 merupakan sensor suhu yang biasanya diberikan tegangan input
sebesar 5V. LM35 ini hanya membutuhkan arus sebesar 60A yang berarti LM35
memiliki self-heating sehingga ada kesalahan pembacaan yang kurangdari 0,5C
padasuhu 25 C . Karakteristik utamanya adalah memiliki factor skala linier antara
tegangan dan suhu dengan nilai 10 mVolt/C. J angkauan operasinya adalah -55 C
sampai +150 C.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 14
Selanjutnya adalah mikrokontroler. Mikrokontroler berkerja seperti komputer,
berkerja tergantung algoritma yang dibuat didalamnya. Untuk Arduino-UNO R3
memiliki karakteristik terhadap LM 35 sebagai berikut :
Digital Read =int (2,048 T
c
) (1)
Persamaan (1) merupakan fungsi transfer antara data yang terbaca oleh
mikrokontroler terhadap suhu yang terukur dalam satuan celcius.
Pemanasnya sendiri hanya merupakan lilitan kawat biasa yang menahan daya
besar dan merubahnya kedalam bentuk energi panas. Untuk pemanas yang
menggunakan listrik AC maka digunakan rangkaian triac dan optokopler seperti
gambar berikut :

Gambar 1. Rangkaian optokopler dan triac sebagai on/off untuk AC 220V
Rangkaian diatas berkerja tergantung tegangan input pada basis transistor. J ika
ada tegangan tertentu maka keadaa pada Load adalah on, sedangkan jika tidak ada
tegangan pada basis transistor maka keadaan load off.
Dalam pengukuranya digunakan metode pengukuran dengan memasang 4
sensor dengan 1 sensor adalah sensor referensi sebagai pengontrol pemanas,
sedangkan sisanya untuk menentukan distribusi panas. Sehingga dapat diketahui
karakteristik pemanas dan distribusi panasnya.
Hasil dan diskusi
Dari hasil pengukuran didapat pengontrolan pemanas pada suhu 100 C didapat
grafik berikut:
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 15

Grafik 1. Grafik suhu pemanas dalam pengontrolan 100 C.
Dari grafik 1 diatas , pada mulanya memiliki simpangan dari titik pengontrolan
sebesar 5% hingga 12%.

Grafik 2. Grafik suhu pemanas dalam keadaan stabil.
Dari grafik 2 diatas,simpangan dari titik pengontrolannya adalah 2% hingga 4%.
Dari grafik 1 dan 2 dapat diketahui bahwa untuk mencari bentuk kontur distribusi
panasnya akan memiliki simpangan / error sesuai dengan kelakuan pemanas ini, pada
saat stabil kontur yang didapat tiap titik pengukuran juga akan mengalami simpangan.
Dari hasil pengukuran didapat bentuk kontur distribusi panas seperti grafik 3 berikut.

Grafik 3. Kontur distribusi panas.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 16
Dari grafik 3 dapat dilihat pemanas memiliki distribusi yang sempit pada
ujungnya, sedangkan pada sisi silindernya memilikidistribusi yang lebih luas. Sehingga
di ambil sampling yaitu untuk ujung pemanas, dan sisi silinder pemanas, sehingga
dilakukan curve fitting dari posisi tersebut dan didapat grafik berikut :

Grafik 4. Hasil curve fitting untuk data ujung pemanas
Dari hasil curve fitting grafik 4 didapat suatu fungsi transfer antara suhu dan
jarak terhadap pemanas nya sebagai berikut :
T =100 exp (-6,207 r +0,8175) +28,36
dengan R square =0,977.
R square menyatakan tingkat akurasi hasil curve fitting terhadap sebaran data.

Grafik 5. Hasil curve fitting untuk data sisi silinder pemanas.
Dari hasil curve fitting grafik 5 didapat suatu fungsi transfer antara suhu dan
jarak terhadap pemanas nya sebagai berikut :
T =100 exp (-3,871 r +0,04322) +34,15
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 17
dengan R square =0,955.
Dari kedua hasil curve fitting tersebut, tampak bentuk fungsi eksponensial.
Terdapat angka 100 yang sepertinya terkait titik pengontrolan dan terdapat konstanta
seperti 28 dan 34 yang terkait keadaan lingkungan , lalu untuk fungsi dalam
eksponensial terkait bentuk permukaan pemanas.
Kesimpulan
Pemanasan secara terbuka dipengaruhi oleh bentuk permukaan dari pemanas.
Selain itu juga dipengaruhi oleh titik pengontrolan dan suhu lingkungan. Didapat
bentuk kontur distribusi panas yang unik yang menjelaskan bahwa sebaran panas
bergantung pada bentuk permukaan panas.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fajar MD atas bantuanya dalam
penelitian ini dan kepada Imra AM atas dukungannya.
Referensi
[1] V. Udayashankara, and M.S. Mallikarjunaswamy, 8051 Microcontroller :
Hardware, Software and Applications, New Delhi: McGraw-Hill, 2009.
[2] F.B Steven, Arduino Microcontroller : Processing for everyone!, M&C Publishers,
2010.
[3] F.B. Steven, Arduino Microcontroller : Processing for everyone! Second Edition,
M&C Publishers, 2012.
[4] F.B. Steven, Arduino Microcontroller : Processing for everyone! Third Edition,
M&C Publishers, 2013.
[5] B.M. Asit. Optoelectronic and Optical Fiber Sensors, New Delhi : Asoke K, 2013.
[6] Karakteristik dari sensor suhu LM 35 , http://shatomedia.com/2008/12/sensor-
suhu-lm35/, [diakses tanggal 26 November 2013] .
[7] RMS Voltage Control Circuit with Triac and Optocoupler,
http://elprojects.blogspot.com/2011/01/rms-voltage-control-circuit-with.html,
[diakses tanggal 26 November 2013].



Alfian Yuanata
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
InstitutTeknologi Bandung
alfianyuanata@gmail.com

Hendro
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi Energi Tinggi dan Instrumentasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
InstitutTeknologi Bandung
hendro@fi.itb.ac.id
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 18
Sintesis ZnO Nanopartikel yang Dapat Terdispersi Pada
Pelarut Organik
Annisa Aprilia*, Trisa Apriani, Tuti Susilawati, dan Lusi Safriani
Abstrak
ZnO nanopartikel telah berhasil dipreparasi dengan menggunakan teknik sederhana
yaitu metode sol-gel, dengan ukuran partikel yang dihasilkan sekitar 20-50 nm. ZnO
nanopartikel tersebut terdispersi dengan baik pada pelarut organik, sehingga dapat
diaplikasikan sebagai partikel penerima elektron pada sel surya hibrida struktur
komposit. Prekursor yang digunakan berasal dari zinc acetat dihidrate dengan metanol
dan natrium hidroksida sebagai pelarut dan katalis. Proses pencampuran
menggunakan teknik refluks untuk mengkontrol laju reaksi serta mengisolasi proses
sontesis dari kelembaban udara luar. Berdasarkan hasil pengukuran difraksi sinar-x,
diketahui bahwa teknik pencucian yang lengkap mencakup proses pengendapan
menggunakan sentrifugasi dan pengeringan dalam kondisi vakum dapat
menghilangkan senyawa organik seperti asam dan air. Hal ini menyebabkan kristal
ZnO dapat terbentuk pada suhu rendah yaitu 150C, dimana pada umumnya kristal
ZnO baru akan terbentuk pada suhu relatif tinggi (>500C).
Kata-kata kunci: ZnO nanopartikel, Metode sol-gel, Difraksi sinar-X
Pendahuluan
Penggunaan ZnO nanopartikel pada sel surya hibrid berstruktur komposit
dengan polimer MODMO-PPV dan P3HT telah dilaporkan beberapa tahun belakangan
ini [1,2]. Berkaitan dengan panjang difusi eksiton dan sifat transport muatan pada
polimer yang digunakan, maka ukuran partikel ZnO merupakan parameter penting
dalam menentukan kinerja sel surya. Ukuran partikel ZnO yang digunakan untuk
aplikasi sel surya komposit, setidaknya memiliki ukuran berkisar antara 10 nm [3]. Hal
ini berkaitan dengan panjang difusi eksiton pada polimer P3HT, yaitu sebesar 10-15
nm [4]. Untuk mengurangi proses rekombinasi yang dapat terjadi pada persambungan
antara P3HT dan ZnO sebagai partikel penerima elektron, maka diperlukan
pencampuran yang baik antar keduanya, dengan kata lain ZnO nano partikel harus
berada pada matriks P3HT dengan sebaran merata (homogen). Pada dasarnya tidak
mudah mendapatkan ZnO berukuran nano dan dapat tercampur sempurna dengan
P3HT, hal ini berkaitan dengan sifat kelarutan ZnO yang sangat rendah pada pelarut
organik. Dibutuhkan teknik preparasi khusus untuk menghasilkan ZnO nanopartikel
yang dapat terlarut dengan baik pada pelarut organik. Permasalahan lain yang perlu
diperhatikan adalah temperatur pembentukan kristal ZnO yang sangat tinggi (> 500C)
bila dibandingkan dengan titik leleh kristal polimer P3HT (~233,7C) [5]. Dengan
menggunakan teknik pencucian yang dapat membuang sisa-sisa reaksi, maka proses
pembentukan ZnO nanopartikel dapat dihasilkan hanya dengan menggunakan
temperatur sintesis kurang dari 200C [6]. Maka dari itu pada penelitian kali ini akan
dilakukan proses preparasi bersuhu rendah ZnO nanopartikel dan dapat
terdispersi/larut pada pelarut organik, sehingga memungkinkan untuk digunakan
sebagai material penerima elektron pada sel surya hibrid.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 19
Eksperimen
ZnO nanopartikel telah berhasil di sintesis menggunakan metoda sol gel
bersuhu rendah (150
o
C). Metode yang digunakan merupakan adaptasi dengan sedikit
memodifikasi percobaan yang telah dilakukan oleh Meunlenkap dan Spanhel [7,8].
Bahan yang digunakan adalah prekursor Zinc acetat dihidrat (Zn(CH
3
COOH)
2
.2H
2
O)
dengan konsentrasi sebesar 5 mmol produksi Merck Jerman, dengan katalis berupa
NaOH (7,2 mmol), pelarut alkohol yang digunakan adalah metanol. Sedangkan untuk
proses pencucian, senyawa heksana dipilih untuk menghilangkan supernatant, seperti
gugus asam, ion Na+, dan air. Proses pembentukan ZnO sol dilakukan dengan
menggunakan teknik refluks. Zn asetat dihidrat dilarutkan oleh metanol menggunakan
pengaduk magnetik dengan pemanasan pada suhu 64C. NaOH yang sebelumnya
telah dilarutkan oleh metanol di tambahkan setetes demi setetes menggunakan buret.
Pengadukan dilakukan selama 1 jam hingga didapatkan larutan yang bening
sempurna. Selanjutnya adalah tahap pengendapan, larutan dibiarkan selama kurang
lebih 2-3 hari agar didapatkan endapan putih. Selanjutnya endapan tersebut dilarutkan
oleh metanol dan heksana dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya adalah pemisahan
menggunakan perangkat sentrifugasi. Pencucian dilakukan berulang yang dilanjutkan
pada pemanasan dalam kondisi udara terbuka dan vakum. Untuk pembuatan lapisan
tipis komposit antara P3HT dan ZnO, setelah dilakukan pencucian, kemudian endapan
tersebut dilarutkan menggunakan kloroform ditambah dengan metanol sebanyak 3 %
volume, selanjutnya dapat dicampur dengan P3HT yang sebelumnya telah dilarutkan
di kloroform.
Untuk mengetahui ukuran dari ZnO nanopartikel yang dihasilkan, dilakukan
karakterisasi TEM (transmission electron microscopy). Sedangkan karakterisasi
difraksi sinar-X (X-ray diffraction XRD) dilakukan untuk mengetahui struktur kristal
ZnO dalam fasa padat (serbuk). Pengukuran spektrum emisi pada lapisan komposit
antara P3HT dan ZnO, dilakukan sebagai tahap awal untuk mengetahui ada atau
tidaknya proses transfer muatan antar keduanya.
Hasil dan diskusi
Pada tahap eksperimen telah dijelaskan bahwa Zinc acetate dihidrat
digunakan sebagai prekusor, dan metanol sebagai pelarutnya, sedangkan
penambahan NaOH berperan sebagai katalis ketika pembentukan ZnO. Setelah
mengalami proses pencucian dengan heksana dan metanol, ZnO gel dapat larut
(terdispersi) di kloroform dengan penambahan metanol. Pada sintesis ini tidak
menggunakan stabilizer, dengan tujuan agar partikel yang terbentuk masih berada
pada area kuantum confinement, yaitu kurang dari 10 nm [9]. Pada dasarnya
penambahan stabilizer berfungsi untuk memperlambat pertumbuhan partikel, tetapi
dikarenakan dapat meningkatkan PH larutan prekursor, maka ukuran partikel yang
dihasilkan menjadi lebih besar (>15 nm) [7]. Proses pencucian ZnO sol dengan
heksana berfungsi untuk membuang supernatant yang terbentuk ketika proses reaksi
pembentukan ZnO berlangsung, yaitu kandungan asetat dan ion-ion. Pertumbuhan
partikel ZnO sebenarnya dapat diatur dengan waktu penuaan prekursor, dan dapat
diperlambat dengan kondisi temperatur yang rendah <5C, selain itu kandungan asetat
dan air sangat mempengaruhi ukuran ZnO dan mempercepat pertumbuhan partikel,
selain itu kandungan asetat dan air yang berlebih dapat mereduksi kuantitas/jumlah
ZnO yang dihasilkan. Selanjutnya ZnO sol yang telah mengalami proses pencucian,
dapat dengan mudah membentuk kristal ZnO hanya dengan suhu pemanasan 150C,
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 20
hasil ini telah diklarifikasi dengan hasil XRD dan dibandingkan dengan ZnO larutan
prekursor (tanpa dilakukan pencucian).

Gambar 1. Kurva absorbansi prekursor ZnO prekursor terlarut di kloroform.
Gambar 1 merupakan spektrum absorbansi dari ZnO nanopertikel yang terlarut
di kloroform dan sudah mengalami pencucian secara lengkap dengan menggunakan
heksana dan metanol, tetapi belum mengalami pemanasan/kalsinasi. Berdasarkan
spektrum absorbansi tersebut dapat terlihat bahwa ukuran partikel berada pada
daerah kuantum confinement, diketahui dari nilai onset absorbsi berada pada panjang
gelombang 380 nm, dan puncak serapan pada 335,81 nm [9]. Jika dilakukan
perhitungan ukuran partikel dengan menggunakan band-gap optikal, yaitu perhitungan
dengan memperkirakan ukuran diameter partikel (D) dikaitkan dengan setengah
panjang gelombang dari puncak eksitonik (

), menggunakan persamaan [3],


1240
1/2
= 3,301 + 294 D
2
-1,09 D (1)
Nilai sebesar 355,08 nm, maka dengan menggunakan persamaan (1)
diameter partikel yang dihasilkan sekitar 3,7 nm. Tentu saja hasil perhitungan ini perlu
diklarifikasi dengan metoda perhitungan dan pengukuran lainnya, seperti XRD dan
TEM. Tetapi untuk mengetahui ukuran partikel dari dengan metoda scherrer pada
spektrum XRD tidak dapat dibandingkan, dikarenakan ZnO yang diukur berbeda fasa.
Ada kemungkinan aglomerasi ZnO nanospheres dengan bulir yang lebih besar, ketika
proses kalsinasi untuk menghasilkan ZnO dalam bentuk serbuk.
Berdasarkan kurva absorbansi, dapat pula diketahui koefisien absorbsi ZnO
nanopartikel yang terbentuk. Perlu diketahui bahwa seiring dengan penurunan ukuran
partikel di daerah kuantum confinement maka akan terjadi peningkatan koefisien
absorpsi dibandingkan dalam bentuk bulk [9]. Dengan ukuran partikel yang sekecil itu
dan dibandingkan dengan panjang difusi eksiton pada P3HT yang berkisar antara 10
nm. Sehingga dapat diasumsikan dapat dibentuk persambungan bulk yang baik antara
P3HT dan ZnO, dimana ZnO partikel dapat terjebak di matriks P3HT. Berdasarkan
hasil perhitungan dari onset absorbsi maka dapat diketahui nilai energi gap sebesar
3,37eV.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 21

Gambar 2. Pola XRD pada ZnO serbuk dengan variasi perlakukan.
Gambar 2 merupakan pola difraksi sinar-X serbuk ZnO hasil sintesis dengan
variasi perlakuan pencucian dan pemanasan. Dapat diketahui bahwa tahap pencucian
yang lengkap serta pemanasan dalam kondisi vakum dapat memfasilitasi
pembentukan Kristal ZnO. Pada serbuk yang mengalami pemanasan di udara terbuka,
difraksi yang diperankan oleh senyawa organik masih dominan (difraksi pada sudut
2<30). Tetapi ketika proses pemanasan dilakukan dalam keadaan vakum, maka
pola difraksi pada daerah senyawa organik dapat dipastikan telah hilang. Produk
reaksi ketika proses sol-gel berlangsung adalah ZnOH dan ZnO-asetat, yang dapat
berubah menjadi ZnO ketika mengalami proses kondensasi dan hidrolisis. Proses
kondensasi berlangsung ketika ZnO-asetat bereaksi dengan H-O-H membentuk ZnOH,
dan proses hidrolisis ketika ZnOH bereaksi dengan ZnO-asetat menghasilkan Zn-O-
Zn dengan produk lain berupa O-asetat dan H-asetat yang dapat menghilang ketika
proses pemanasan berlangsung. Dapat diketahui, untuk mendapatkan ZnO
nanopartikel yang dapat terlarut di pelarut organik seperti kloroform, metode sol-gel
dengan teknik pencucian yang tepat sangat diperlukan. Sedangkan untuk
mendapatkan serbuk ZnO dengan ukuran yang lebih kecil dari 10 nm setelah
mengalami proses kalsinasi (pemanasan), diperlukan pengkajian lebih lanjut.
Untuk lebih memperjelas ukuran dan bentuk partikel yang dihasilkan, maka
selanjutnya adalah karakterisasi TEM, yang diperlihatkan pada gambar 3. Serbuk yang
dihasilkan setelah proses pencucian dengan heksana dan metanol dilanjutkan dengan
pemanasan dalam keadaan vakum. Hasil endapan sebelum dilakukan pemanasan,
yaitu berupa gel dan dapat terlarut dengan baik di kloroform dengan sedikit
penambahan metanol sebesar 3% volume.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 22

Gambar 3. Hasil karakterisasi TEM, ZnO nanopartikel struktur Kristal wurtzite telah
terbentuk.

Gambar 4. Penurunan intensitas emisi pada lapisan tipis P3HT:ZnO dengan variasi
konsentrasi ZnO yang terdispersi.
Salah satu cara untuk mengetahui apakah lapisan komposit antara P3HT dan
ZnO telah terbentuk dengan baik, adalah dengan mengamati penurunan intensitas
emisi dari lapisan komposit tersebut. Gambar 4 merupakan spektrum emisi dari
lapisan komposit P3HT:ZnO, dan terlihat adanya penurunan intensitas emisi seiring
dengan peningkatan konsentrasi ZnO. Pada aplikasi sel surya, pengamatan spektrum
emisi tersebut berkaitan dengan terjadinya proses rekombinasi eksiton dan dapat
berkontribusi pada arus foto yang dihasilkan oleh divais [2].
Kesimpulan
Proses pencucian dan pemanasan ZnO sol memegang peranan penting dalam
menghasilkan ZnO nanopartikel yang dapat terlarut pada pelarut organik. Dengan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 23
pencucian lengkap dan pemanasan dalam kondisi vakum maka dapat dipastikan
senyawa organik dapat dihilangkan walaupun pemanasan dilakukan pada suhu relatif
rendah (150C). Hal ini dapat terlihat dari hasil pengukuran difraksi sinar-x.
Penggunaan ZnO nanopartikel pada sel surya hibrid dimungkinkan dapat dilakukan,
berdasarkan hasil pengukuran emisi terjadi penurunan intensitas emisi. Penurunan
intensitas ini berasal dari adanya proses transfer muatan antara P3HT dengan ZnO
nanopartikel.
Ucapan terima kasih
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada DIPA BLU Unpad Nomor kontrak
1139/UN6.R/PL/2012, tanggal 17 April 2012 atas sumber dana penelitian hibah
kompetitif. Selain itu ucapan terimakasih tertuju kepada Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (LPPM Unpad) sebagai fasilitator dalam penyediaan dana
penelitian.
Referensi
[1] W. J. E. Beek, M. M. Wienk, M. Kemerink, X. Yang, and R. A. J. Janssen, Hybrid
Zinc Oxide Conjugated Polymer Bulk Heterojunction Solar Cells, J. Phys. Chem.
B, 109, 9505-9516, 2005
[2] W.J.E. Beek, M.M. Wienk, and R.A.J. Janssen, Hybrid solar cells from
regioregular polythiophene and ZnO nanoparticle, Adv. Func. Mater., 16.1112-
1116, 2006
[3] I. Tikhonov, A study of nanoparticles size effect in P3HT-ZnO bulk heterojunction
solar cells, papers ADP/TSF-P3HT-ZnO, 2008.
[4] Gnes, H. Neugebauer, and N. S. Sariciftci, Conjugated polymer-based organic
solar cells, Chem. Rev., 107 (4), pp 1324-1338, 2007.
[5] Trinh Tung Ngo, Duc Nghia Nguyen and Van Tuyen Nguyen, Glass transition of
PCBM, P3HT, and their blends in quenched state, Adv. Nat. Sci.: Nanosci.
Nanotechnol. 3, 045001 (4pp), 2012.
[6] . zgr, Ya. I. Alivov, C. Liu, A. Teke, M. A. Reshchikov, S. Doan, V. Avrutin,
S.-J. Cho and H. Morko, A comprehensive review of ZnO materials and
devices, Journal of applied physics 98, 041301, 2005.
[7] A. Eric Meuleunkamp., Synthesis and Growth of ZnO Nanoparticles, J.
Phys.Chem. B, 102, 5566-5572, 1998.
[8] L. Spanhel, Semiconductor cluster in Sol-Gel Process: Quantuzes Agregation.
Gelation, and Crystal Growth in concentrated ZnO colloids, J. A,. Chem. Soc.
113, 2826-2833, 1991.
[9] N. S. Pesika, K. J. Stebe, and P. C. Searson, Relationship between absorbance
spectra and particle size distribution for Quantum-sized Nanocrystals, J. Phys.
Chem. B, 107, 10412-10415, 2003.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 24
Annisa Aprilia*
Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan
Program Studi Fisika, FMIPA
Universitas Padjadjaran
a.aprilia@phys.unpad.ac.id
Lusi Safriani
Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan
Program Studi Fisika, FMIPA
Universitas Padjadjaran
l.safriani@phys.unpad.ac.id
Trisa Apriani
Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan
Program Studi Fisika, FMIPA
Universitas Padjadjaran
trisaapriani@gmail.com

Tuti Susilawati
Laboratorium Material Maju dan Energi Terbarukan
Program Studi Fisika, FMIPA
Universitas Padjadjaran
t.susilawati@phys.unpad.ac.id
*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal 25
Desain Alat Praktikum Untuk Mengamati Fenomena
GGL Induksi Magnetik Pada Kumparan
Aulia Alfa Fithriyah*, Meldawati, Siti Fauziah Husen, dan Alamta Singarimbun
Abstrak
Gaya Gerak Listrik (GGL) induksi magnetik pada kumparan merupakan fenomena
fisika yang prosesnya tidak dapat dilihat secara langsung, sehingga relatif sulit untuk di
pahami siswa. Oleh sebab itu, diperlukan media yang representatif untuk menunjukkan
fenomena GGL induksi magnet pada kumparan. Hal tersebut bertujuan untuk
membantu siswa memahami konsep GGL induksi magnet. Melalui Research Based
Learning (RBL), didesain suatu media pembelajaran berupa alat praktikum yang dapat
menunjukkan profil dari fenomena GGL induksi magnet pada kumparan. Metoda yang
digunakan yaitu dengan memberikan perubahan fluks magnetik pada beberapa
macam kumparan dengan jumlah lilitan dan luas penampang yang bervariasi. GGL
induksi yang dihasilkan akan diamati melalui osiloskop. Diharapkan melalui media ini,
siswa dapat lebih mudah memahami konsep GGL induksi magnetik pada kumparan.
Kata-kata kunci: GGL induksi magnetik, kumparan, alat praktikum.
Pendahuluan
GGL induksi magnetik pada kumparan terjadi akibat adanya perubahan fluks
magnetik yang mempengaruhi kumparan tersebut. Fenomena ini tidak dapat di amati
secara kasat mata sehingga siswa kesulitan memahaminya. Untuk membantu siswa
agar lebih mudah dalam mempelajari konsep GGL induksi, digunakan alat praktikum
sehingga siswa dapat mengamati karakteristik dari GGL induksi magnetik secara
langsung.
Pada kenyataannya, tidak semua sekolah memiliki peralatan laboratarium
yang lengkap untuk mendukung proses pembelajaran GGL induksi. Hal ini menuntut
guru untuk kreatif dan mampu mendesain sebuah alat percobaan sederhana yang
dapat menunjukkan fenomena tersebut. Melalui penggunaan alat ini, diharapkan siswa
lebih mudah mempelajari dan memahami konsep GGL induksi magnetik pada
kumparan.
Teori
Berdasarkan hukum Faraday, jika sebuah magnet digerakkan disekitar
kumparan maka pada kumparan tersebut akan timbul GGL induksi magnetik.
Besarnya GGL induksi ( ) ini bergantung dari besarnya perubahan fluks magnetik
yang mempengaruhi kumparan sesuai dengan persamaan berikut:
dt
d
. (1)
dari persamaan di atas terlihat bahwa semakin besar perubahan fluks magnetik, maka
GGL induksi yang dihasilkan juga akan semakin besar.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal 26
Fluks magnetik ( ) didefenisikan sebagai banyaknya garis gaya magnet yang
menembus suatu permukaan atau bidang secara tegak lurus seperti tampak pada
gambar berikut.

Gambar 1. Garis Gaya Magnet yang menembus suatu permukaan

Dalam bentuk matematis, fluks magnetik dinyatakan dengan

A d B

(2)

cos BdA (3)


dengan adalah sudut antara B dengan normal bidang. J ika B homogen pada sebuah
luas A, maka persamaan (3) menjadi
cos BA (4)
Karena sudut t , maka
t BA cos (5)
Sehingga hukum induksi Faraday menjadi
t BA
dt
d

sin (6)
J ika kumparan terdiri dari N lilitan, maka
t BA N
dt
d
N

sin (7)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa GGL Induksi dipengaruhi oleh jumlah
kumparan, perubahan medan magnet, perubahan luas dan perubahan sudut antara B
dan A. Nilai GGL Induksi berubah secara sinusoidal terhadap waktu, yang kita amati
disini adalah nilai GGL maksimumnya hingga persamaan (7) menjadi
BA N
maks

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal 27
Untuk mengamati fenomena GGL induksi magnetik pada suatu kumparan,
dirancang alat percobaan dengan menggunakan pipa PVC sebagai rangka dari
kumparan. Kawat yang digunakan untuk membuat kumparan adalah kawat tembaga
dengan diameter 0,2 mm. Sumber fluks magnetik menggunakan magnet bentuk
silinder pipih dengan diameter luar 4 cm, diameter dalam 2 cm dan ketebalan 7 mm.
Untuk menggerakan magnet digunakan dinamo dengan jumlah kecepatan putaran
2400 rotasi per menit. Untuk mengukur jarak sumber magnet dengan kumparan
digunakan rel dari bahan akrilik yang lengkapi dengan mistar sebagai alat ukur jarak.
Kawat tembaga dililitkan pada pipa PVC. Penggunaan pipa PVC ini bertujuan
untuk menghindari adanya induksi magnetik pada bahan lain selain kawat. Karena
PVC bersifat diamagnetik maka penggunaannya tidak mempengaruhi hasil yang
diperoleh secara signifikan.
Untuk menghasilkan perubahan fluks magnetik magnet dipasang pada dinamo
sehingga magnet akan berputar. Akrilik digunakan sebagai dudukan kumparan dan rel
presisi dengan penambahan mistar sebagai penunjuk skala. Untuk memutar dinamo
digunakan catu daya dengan tujuan agar tegangan yang bekerja pada dinamo stabil.
Sedangkan untuk mengamati GGL induksi magnetik pada kumparan digunakan
osiloskop dengan tujuan agar pola GGL induksi yang muncul pada kumparan dapat
teramati. J ika di sekolah tidak terdapat osiloskop, maka masih dapat digunakan
multimeter biasa. Untuk penggunaan dengan multimeter hasil yang diperoleh kurang
akurat karena adanya fluktuasi nilai GGL induksi magnetik.
Berikut ini adalah gambar hasil rancangan alat percobaan yang telah dibuat

Gambar 1. Alat percobaan untuk mengamati GGL induksi pada kumparan
Pada gambar terlihat bahwa dinamo dihubungkan pada catu daya dengan
tegangan keluaran 12 volt. Kumparan diletakkan berdampingan dengan magnet dan
dihubungkan dengan osiloskop untuk membaca GGL induksi yang dihasilkan.
Kumparan yang digunakan bervariasi dengan merubah luas penampang dan
jumlah lilitan. Tiga kumparan memiliki luas penampang yang sama yaitu 0,0045 m
2

namun dengan jumlah lilitan yang berbeda yakni 1000, 2000 dan 3000 lilitan.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal 28
Sedangkan dua kumparan lainnya memiliki luas penampang berbeda, yakni 0,0031 m
2
,
0,0045 m
2
dan 0,0081 m
2
dengan jumlah lilitan masing-masing 2000 lilitan.
Untuk mengamati pengaruh jumlah lilitan terhadap GGL induksi digunakan 3
kumparan yang memiliki diameter sama namun jumlah lilitan berbeda. Kumparan
diletakkan pada dudukan dengan jarak 1 cm dari magnet. Ketika magnet diputar nilai
GGL Induksi yang timbul pada kumparan akan terlihat melalui osiloskop. Untuk
mengamati pengaruh jarak terhadap GGL induksi, jarak antara magnet dengan
kumparan divariasikan antara 1 hingga 35 cm. J arak terjauh yang diukur adalah 35 cm,
karena pada jarak lebih dari 35 cm GGL induksi pada kumparan sulit teramati pada
osiloskop.
Untuk mengamati pengaruh jumlah luas penampang terhadap GGL Induksi,
digunakan 3 buah kumparan yang memiliki jumlah lilitan sama dengan luas
penampang berbeda. Pada percobaan ini, dilakukan prosedur yang sama seperti
percobaan pertama untuk masing-masing kumparan yang telah tersedia.
Hasil dan Diskusi
Hasil percobaan pengaruh jumlah lilitan terhadap besar GGL Induksi dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Hasil percobaan pengamatan pengaruh jumlah lilitan terhadap besarnya GGL
induksi

dengan N
1
, N
2
, dan N
3
adalah kumparan dengan jumlah lilitan masing-masing 1000
lilitan, 2000 lilitan dan 3000 lilitan.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal 29
Dari tabel di atas, terlihat bahwa semakin besar jarak antara kumparan dari
magnet maka semakin kecil GGL Induksi yang timbul di kumparan. Hal ini terjadi
karena semakin jauh kumparan dari magnet maka fluks magnetik yang menembus
penampang kumparan juga semakin sedikit, sehingga GGL Induksi yang timbul juga
semakin kecil. Selain itu, semakin banyak jumlah lilitan maka GGL Induksi yang timbul
pada kumparan semakin besar. Hal ini terjadi karena semakin banyak jumlah lilitan,
maka tebal kumparan juga semakin besar, akibatnya material kawat yang dipengaruhi
oleh fluks magnetik semakin banyak, sehingga GGL induksi yang dihasilkan akan
semakin besar.
Untuk hasil percobaan pengamatan pengaruh luas penampang lilitan terhadap
besar GGL Induksi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Hasil percobaan pengamatan pengaruh luas penampang kumparan terhadap
besarnya GGL induksi

A
1
, A
2
, dan A
3
adalah kumparan dengan luas penampang masing-masing 0,0031 m
2
,
0,0045 m
2
dan 0,0081 m
2
.
Dari tabel di atas, terlihat bahwa semakin besar luas penampang kumparan
maka GGL Induksi yang timbul semakin besar. Hal ini terjadi karena semakin besar
luas penampang kumparan maka jumlah fluks magnetik yang menembus penampang
kumparan semakin banyak, akibatnya GGL Induksi yang timbul pada kumparan
semakin besar.
Dari hasil percobaan ini, terlihat kecenderungan perubahan GGL Induksi
terhadap jumlah lilitan dan luas penampang kumparan mengikuti hubungan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal 30
BA N
maks
. Hasil yang diperoleh sesuai dengan karakteristik GGL induksi pada
kumparan yang diyakini hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa rancangan alat
percobaan ini dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu media pembelajaran yang
dapat membantu siswa memahami konsep GGL induksi pada kumparan.
Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas, diketahui bahwa untuk memperbesar nilai GGL
Induksi pada suatu kumparan dapat digunakan 3 cara, yakni memperbanyak jumlah
lilitan pada kumparan, memperbesar luas penampang kumparan dan memperkecil
jarak antara kumparan dan sumber fluks magnetik. Desain alat di atas dapat
digunakan guru untuk membantu siswa memahami konsep GGL Induksi Magnetik
pada kumparan.

Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada J urusan Fisika Institut Teknologi
Bandung atas dukungan finansial untuk penelitian dan keikutsertaan penulis dalam
kegiatan seminar ilmiah ini. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu baik dalam diskusi materi maupun dalam proses perancangan alat.
Referensi
[1] David Halliday, Robert Resnick, dan J earl walker, Principles of Physics,
Penerbit J ohn Wiley & SonsS, California, USA, Edisi 9, 2011, P.791
[2] Hugh D Young dan Roger A Freedman, Fisika Universitas, Edisi kesepuluh, jilid
2, Pantur Silaban, (Alih Bahasa ), Amalia Safitri dan Santika (editor), penerbit
Erlangga , J akarta, 2002, P.373
[3] Paul A, Tipler, Fisika untuk sains dan teknik, Edisi 3,jilid 2, Bambang Soegijono
(Alih Bahasa), Wibi Hardani (Editor), Penerbit Erlangga, J akarta, 2001, P.297
[4] Suyoso, Common Textbook : Listrik Magnet, Penerbit IMSTEP J ICA,
Yogyakarta, 2003, P.134
[5] Wayne M, Saslow, Faradays Law Of Electromagnetic Induction, J ournal of
Electricity, Magnetism, and Light, 2002, P.505


Aulia Alfa Fithriyah*
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
aulia.alva@gmail.com

Meldawati
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Melda03nasri@yahoo.com

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal 31
Siti Fauziah Husen
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
nufuji@gmail.com


Alamta Singarimbun
KK Fisika Bumi dan Sistem Komplek
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
alamta@fi.itb.ac.id
*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 32
Aplikasi Metode Gaya Berat dalam Memperkirakan
Lokasi Panas Bumi Daerah DNG
Ayunda Zidafrian* dan Wahyu Srigutomo
Abstrak
Kebutuhan panas bumi yang semakin meningkat sebagai salah satu alternatif energi
mengakibatkan perlunya eksplorasi baru untuk menemukan daerah sumber panas
bumi baru. Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk investigasi awal
eksplorasi panas bumi adalah metode gaya berat. Pengukuran gaya berat dilakukan
sebanyak 370 titik pada daerah DNG dan kemudian diolah sehingga didapatkan nilai
Anomali Bouguer Lengkap. Setelah itu dilakukan pembagian wilayah regional yang
menggambarkan anomali densitas untuk kedalaman yang tinggi dan wilayah residual
yang menggambarkan anomali densitas untuk kedalaman yang dangkal. Hasil yang
didapat kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk peta kontur untuk diinterpretasi.
Didapatkan gambaran lokasi potensi panas bumi pada bagian tengah daerah
pengukuran.

Kata-kata kunci: Anomali Bouguer Lengkap, densitas, metode gaya berat, regional,
residual
Pendahuluan
Dewasa ini, kebutuhan akan energi terus meningkat. Keadaan ini memicu
negara-negara di dunia untuk mengurangi ketergantungan pada penggunaan energi
yang berasal dari bahan bakar fosil yang ketersediannya semakin menipis. Untuk
mengatasi masalah ini, energi alternatif adalah jawabannya. Salah satu energi
alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah energi panas bumi.
Energi panas bumi adalah energi panas yang bersih, berlimpah, dan terbarukan.
Indonesia, sebagai negara yang terletak pada zona tumbukan lempeng, memiliki 40%
potensi panas bumi dunia, diperkirakan sekitar 28000 megawatt. Untuk menentukan
lokasi potensi panas bumi, diperlukan metode geologi, geokimia, dan geofisika.
Metode geologi digunakan untuk menyelidiki sistem vulkanik, struktur geologi, dan
jenis batuan. Metode geokimia digunakan untuk membuat model hidrologi dan sistem
fluida. Metode geofisika digunakan untuk menemukan perbedaan sifat fisik pada
bawah permukaan, menyelidiki anomali, dan parameter fisik batuan reservoir[1].
Pada penelitian kali ini, akan digunakan salah satu metode geofisika yaitu
metode gaya berat. Metode gaya berat merupakan metode geofisika yang dapat
diterapkan dan dikembangkan, dengan keuntungan dibandingkan dengan metode
lainnya. Selain biaya yang lebih rendah, dibutuhkan waktu yang lebih singkat untuk
akuisisi dan pengolahan data. Dalam metode gaya berat, keadaan bawah permukaan
diselidiki berdasarkan variasi medan gravitasi bumi yang dihasilkan oleh perbedaan
massa jenis antara batuan bawah permukaan[2]. Metode ini dapat memperoleh
distribusi massa jenis yang dapat menggambarkan keadaan bawah permukaan.
Pengukuran gaya berat ini merupakan salah satu metoda geofisika yang paling
ekonomis untuk mendapatkan model struktur sistem panas bumi secara garis besar.
Pada penelitian ini, nilai gaya berat yang didapatkan dari hasil pengukuran kemudian
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 33
direduksi dengan menambahkan faktor-faktor koreksi sehingga didapatkan nilai
Anomali Bouguer Lengkap. Nilai ini kemudian dianalisa secara lateral dengan
membaginya menjadi daerah regional dan residual, dan secara kedalaman dengan
menggunakan analisa spektrum.
Teori
Alat yang digunakan untuk mengukur gaya berat disebut gravimeter. Ini adalah
instrumen yang relatif hanya mengukur perbedaan nilai gravitasi[3]. Dalam proses ini,
pengukuran gaya berat dilakukan dengan cara looping, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1. Pengukuran dilakukan pada titik-titik pengukuran yang posisi dan
ketinggiannya telah diukur sesuai dengan peta rencana kerja. Titik pengukuran gaya
berat ini ditentukan dengan mempertimbangkan hal-hal teknis, akses ke lokasi,
stabilitas tanah, titik distribusi yang optimal, biaya, dan waktu.

Gambar 1. Pengukuran secara looping.
Gravimeter pada dasarnya adalah neraca pegas yang dilengkapi dengan beban
konstan yang tergantung pada ujung pegas. Properti pegas yang digunakan tidak
elastis sempurna, sehingga tidak akan berubah menjadi posisi normal setelah
penarikan. Kondisi ini mengakibatkan dibutuhkannya koreksi pada nilai gaya berat,
yaitu koreksi apungan. Selain elastisitas pegas, koreksi apungan ini juga dipengaruhi
oleh suhu dan getaran selama proses pengukuran. Ini menyebabkan adanya
perbedaan nilai bacaan gravimeter pada suatu titk yang sama di waktu yang berbeda.
Data awal yang dihasilkan dari pengukuran gaya berat adalah dalam bentuk
koordinat titik pengukuran, ketinggian, nilai bacaan alat, dan waktu tiap titik
pengukuran, serta rapat massa rata-rata batuan pada daerah penyelidikan.
Nilai yang didapatkan dari bacaan alat kemudian dikonversi ke dalam unit miligal
(mGal) dan kemudian dilakukan penambahan faktor koreksi. Faktor koreksi yang
lakukan adalah koreksi apungan, faktor alam seperti gaya tarik matahari dan bulan
yang disebut koreksi pasang surut, koreksi lintang, dan kondisi topografi seperti
koreksi udara bebas, koreksi Bouguer, dan koreksi medan. Setelah perhitungan
koreksi, akan didapatkan nilai Anomali Bouguer Lengkap.
Koreksi Tidal
t s
g g t (1)
Koreksi Apungan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 34
( )
akh o
n n o
akh o
g g
D t t
t t

(2)
Koreksi Lintang
2
(1 0.0053024sin 2 )
o
g g

(3)
Koreksi Udara Bebas
0.3086
FA
g h (4)
Koreksi Bouguer
0.04193
B
g h (5)
Koreksi Medan
2 2 2 2
2 1 1 2
( ) TC r r r z r z (6)
Anomali Bouguer Lengkap
obs FA B
CBA g g g g TC

(7)
Setelah mendapatkan nilai Anomali Bouguer Lengkap, data ini kemudian
ditransformasikan ke dalam bentuk peta kontur dengan menggunakan perangkat lunak
Surfer 9.0. Dari peta kontur ini, nilai gaya berat dapat menggambarkan informasi
anomali massa jenis bawah permukaan. Untuk analisa secara lateral, Anomali
Bouguer Lengkap kemudian dipisah menjadi anomali regional dan anomali residual.
Anomali regional menunjukkan anomali massa jenis untuk bawah permukaan yang
lebih dalam, sementara anomali residual menunjukkan anomali massa jenis pada
kedalaman yang lebih dangkal.

Gambar 2. Grafik anomali bouguer lengkap

Gambar 3. Grafik regional

Gambar 4. Grafik residual.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 35
Untuk analisa secara kedalaman, dilakukan metode analisa spektrum pada nilai
Anomali Bouguer Lengkap dengan menggunakan perangkat lunak Oasis Montaj.
Hasil dan diskusi
Dari hasil perhitungan Anomali Bouguer Lengkap, didapatkan hasil transformasi
dalam bentuk peta kontur sebagai berikut.

Gambar 5. Peta kontur anomali bouguer lengkap di atas peta topografi daerah DNG
3D.
Gambar 5 menunjukkan persebaran massa jenis bawah permukaan
daerah DNG. Seperti yang terlihat pada skala warna, warna merah mengindikasikan
anomali massa jenis yang tinggi dan warna biru menunjukkan anomali massa jenis
yang rendah. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa anomali tinggi mendominasi
daerah utara menuju tengah daerah penelitian. Anomali gaya berat yang tinggi ini
berasosiasi dengan keberadaan gunung api yang terdapat pada daerah penelitian, dan
anomali rendah berhubungan dengan lapisan sisa aktivitas gunung api seperti tuf dan
breksi. Pada kasus panas bumi, anomali tinggi ini dapat mengindikasikan adanya
struktur sistem panas bumi pada bawah permukaan, terkait dengan keberadaan
gunung api dan manifestasi panas bumi pada daerah anomali tinggi.

Gambar 6. Peta kontur anomali regional di atas peta topografi daerah DNG 3D.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 36
Metode gaya berat ini mampu mendapatkan nilai gaya berat pada suatu titik,
dari permukaan hingga kedalaman yang sangat dalam pada bawah permukaan. Untuk
memudahkan interpretasi data, pemisahan anomali regional dan residual diperlukan.
Anomali regional pada Gambar 6 menunjukkan persebaran massa jenis pada sumber
yang sangat dalam, yang biasanya adalah batuan dasar. Seperti terlihat pada Gambar
6, anomali massa jenis yang tinggi mendominasi bagian tengah daerah pengukuran,
dan mengecil di sisi-sisi luarnya.

Gambar 7. Peta kontur anomali residual di atas peta topografi daerah DNG 3D.
Peta kontur residual menunjukkan persebaran massa jenis pada kedalaman
yang dangkal, sekitar 2-4 km di bawah permukaan. Pada eksplorasi panas bumi,
daerah residual ini menjadi fokus utama. Hal ini dikarenakan batuan impermeabel
(caprock) yang berkaitan erat dengan keberadaan sistem panas bumi, berada pada
daerah ini. Seperti yang terlihat pada Gambar 7, anomali massa jenis tinggi pada
daerah residual juga mendominasi bagian tengah daerah pengukuran.
Dari hasil ketiga peta kontur, dapat dilihat adanya hubungan antara elevasi dan
anomali massa jenis yang tinggi yang mengindikasikan terdapatnya sumber panas
pada bawah permukaan. Di Indonesia, keberadaan sumber panas bumi berkaitan
dengan gunung berapi. Asumsi adanya sumber panas diperkuat dengan kehadiran
daerah vulkanik seperti yang ditunjukkan pada ketinggian di peta kontur. Peta kontur
regional dan residual menunjukkan bahwa anomali massa jenis yang tinggi berada
pada bagian tengah daerah pengukuran. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
prospek panas bumi pada daerah ini berada pada bagian tengah daerah penelitian.
Untuk penelitian yang lebih jauh, dapat dilakukan pemodelan bawah permukaan pada
data anomali residual.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 37

Gambar 8. Hasil analisa spektral data anomali bouguer lengkap.
Untuk analisa secara kedalaman, dilakukan analisa spektrum pada data anomali
bouguer lengkap dengan menggunakan perangkat lunak Oasis Montaj. Hasil yang
didapatkan seperti Gambar 8 di atas kemudian didigitize dengan menggunakan Matlab
untuk mendapatkan nilai pada titik-titiknya.

Gambar 9. Hasil digitize data analisa spektral.
Dari hasil di atas kemudian dilakukan penentuan titik cut-off untuk memisahkan
daerah regional dan residual. Daerah yang curam menunjukkan daerah regional dan
daerah yang lebih landai menunjukkan daerah residual. Setelah itu dilakukan
perhitungan persamaan garis untuk mendapatkan nilai gradiennya, dimana nilai
gradien yang dihasilkan ini merupakan nilai kedalaman. Dari hasil perhitungan
didapatkan bahwa kedalaman regional yaitu 13.273km di bawah permukaan dan
kedalaman residual yaitu 2.5795km di bawah permukaan.
Kesimpulan
Pada derah DNG anomali massa jenis tinggi yang menggambarkan potensi
daerah sumber panas bumi berada pada bagian tengah daerah penelitian. Anomali
regional menunjukkan keadaan bawah permukaan daerah yang dalam, dari hasil
analisa spektral berada pada kedalaman 13 km di bawah permukaan. Anomali residual
menunjukkan keadaan bawah permukaan daerah yang dangkal, berada pada
kedalaman 2 km di bawah permukaan.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 38
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih atas Lab Pemodelan dan Inversi, Prodi
Fisika Institut Teknologi Bandung atas dukungan dan diskusinya yang bermanfaat.
Referensi
[1] Herdianita, R. and Situmorang, J ., Detailed Geothermal Exploration, (2012)
[2] Soengkono, S., Introduction to Geothermal Geophysics-Gravity Method, (2010)
[3] Soengkono, S., Geophysics for Geothermal Prospecting-Gravity Method,(2010)

Ayunda Zidafrian*
Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
ayundazidafrian@yahoo.com
Wahyu Srigutomo
Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id
*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 39
Perbandingan Penentuan Porositas Sebuah Balok Yang
Berisi Bola-Bola Kecil dengan Metode Matematis
Geometri Balok Dan Bola, Metode Watering, dan Metode
Mikroct
Bambang Achdiat, Deden Anugrah Hendriyana, Rimella Diaz,
dan Fourier Dzar Eljabbar Latief*
Abstrak
Tulisan ini membahas tentang porositas sebuah benda yang berbentuk balok yang
diasumsikan terdapat elemen-elemen penyusun di dalamnya yang berbentuk bola-bola
kecil. Untuk menentukan porositas sebuah benda dapat dilakukan dengan berbagai
cara di antaranya, dengan melakukan perhitungan secara manual berdasarkan
geometri bentuk benda dan elemen-elemen penyusunnya yang menggunakan
anggapan-anggapan tertentu pada benda dan elemen-elemen penyusunnya, dengan
cara membuat sebuah wadah berbentuk balok yang kemudian diisi bola-bola kecil
dengan berbagai macam susunan yang kemudian balok tersebut diisi air yang akan
mengisi celah-celah kosong pada balok sehingga volume air dan porositas balok
tersebut dapat ditentukan, serta bisa juga dengan menggunakan alat seperti CT.
Pada tulisan ini hanya membahas tentang penentuan porositas secara perhitungan
manual dan dengan pengisian air pada balok dengan pola bola 2x2, 3x3, 2x2 sehingga
jumlah bola sebanyak 17 buah, serta dengan cara scaning melalui alat CT.
Berdasarkan hasil perhitungan secara manual matematis diperoleh nilai porositas
sebesar 0,59 sedangkan berdasarkan hasil perbandingan volume air yang mengisi
celah pada balok dengan volume balok diperoleh nilai porositas sebesar 0,54, dan
berdasarkan metode CT mendapatkan nilai porositas 0,61. Dan error metode
watering sebesar 8,47% dan metode scan CT memiliki eror 38,98%.
Kata kunci: Porositas, balok berisi bola, matematis manual, watering, scaning CT
Pendahuluan
Porositas sebuah benda adalah rasio antara volume pori-pori atau ruang kosong
yang terdapat pada benda dengan volume keseluruhan benda tersebut. Sehinnga
porositas ini akan sangat erat kaitannya dengan densitas sebuah benda, semakin
besar densitas sebuah benda maka porositas benda tersebut semakin kecil dan
sebaliknya.
Porositas ada dua jenis, yaitu : pertama, porositas absolut dimana perbandingan
volume pori terhadap seluruh volume benda. kedua, porositas efektif, yaitu
perbandingan volume pori yang berhubungan dengan seluruh volume benda.
Porositas efektif inilah yang kemudian sangat mempengaruhi permebailitas suatu zat
padat dalam mengalirkan fluida, seperti yang telah diuji Nurwidiyanto dalam papernya
yang berjudul estimasi hubungan porositas dan permeabilitas pada batupasir (Study
Kasus Formasi Kerek, Ledok, Selorejo)
Dalam kehidupan sehari-hari porositas akan dapat dijumpai dalam berbagai
bidang, misalnya dalam bidang kedokteran yakni pada tulang dan gigi, maka porositas
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 40
porositas tulang atau gigi perlu diketahui untuk membedakan tulang yang keropos dan
yang masih kuat, karena terdapat perbedaan nilai porositas pada kedua keadaan
tulang tersebut dengan rentang nilai porositas tertentu, sehingga ketika kita mengukur
porositas tulang dengan menggunakan alat yang disebut CT dan diperoleh hasilnya,
maka kita akan dapat mengetahui keadaan tulang kita apakah keropos atau masih
baik. Contoh lain adalah jika kita ingin mengetahui pengaruh susu (dalam hal ini
kalsium) pada gigi dapat dilakukan dengan menentukan nilai porositas sebelum dan
sesudah gigi diberikan susu.
Dalam bidang lain seperti fisika, pengukuran porositas ini digunakan untuk
mengetahui struktur elemen-elemen dari sebuah materi seperti babatuan sehingga kita
bisa mengetahui siftat bebatuan tersebut. Selain itu kita pun dapat mengetahui
kerusakan-kesusakan yang terjadi pada alat-alat elektronik atau mesin seperti mobil
dan motor, dengan pengukuran porositas maka akan diketahui keadaan komponen
dari mobil/motor tersebut, misalkan terdapat sesuatu di dalamnya yang menyebabkan
mobil rusak yang dapat diketahui dari perbedaan nilai porositasnya yang dapat
ditunjukkan oleh CT.
Pengukuran porositas sebuah benda dapat dilakukan dengan berbagai cara di
antaranya, dengan melakukan perhitungan secara manual berdasarkan geometri
bentuk benda dan elemen-elemen penyusunnya yang menggunakan anggapan-
anggapan tertentu pada benda dan elemen-elemen penyusunnya. Selain itu dengan
cara membuat sebuah wadah berbentuk balok yang kemudian diisi bola-bola kecil
dengan berbagai macam susunan yang kemudian balok tersebut diisi air yang akan
mengisi celah-celah kosong pada balok sehingga dapat diukur volume air dan
porositas balok tersebut dapat ditentukan, serta bisa juga dengan menggunakan alat
untuk mengukur porositas seperti CT.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji tingkat presisi metode watering
dengan metode MikroCT .

Metode penelitian
Dalam pembahasan ini dilakukan dua cara untuk menentukan nilai porositas
sebuah benda, yakni:
a. Penentuan porositas dengan perhitungan manual.
Perhitungan secara manual berdasarkan geometri bentuk benda dan elemen-
elemen penyusunnya dapat dilakukan dengan melakukan anggapan-anggapan
tertentu pada benda dan elemen-elemen penyusunnya, misalnya kita mengukur
porositas benda berbentuk balok dengan mengasumsikan elemen-elemen
penyusunnya berupa bola, maka nilai porositasnya adalah:
1
bola
balok
V
V

E
=
E
(1)
Jika bentuknya sembarang, secara umum nilai porositasnya dapat diperoleh dari
hubungan:
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 41
1
elemen
benda
V
V

E
=
E
(2)
Dengan EV
elemen
= jumlah volume elemen-elemen penyusun benda (cm
3
), EV
benda
=
volume total benda (cm
3
)

b. Penentuan porositas dengan metode watering.
Cara ini hanya berlaku jika pori-pori benda cukup besar dengan batas tertentu,
untuk pori-pori yang lebih kecil penentuan porositas dapat dilakukan dengan
mengganti air dengan gas.
Dengan cara memasukkan air pada benda yang berisi elemen-elemen
penyusunnya, maka air akan mengisi ruang-ruang kosong pada benda tersebut dan
kita bisa mengukur volume air tersebut, sehingga nilai porositasnya dapat ditentukan
dengan hubungan.
pori
benda
V
V
= (3)
Dengan: V
pori
= volume pori-pori benda (cm
3
), V
benda

volume total benda (cm
3
)

c. Penentuan porositas dengan MikroCT
Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui pencitraan benda bagian
dalam dan menghasilkan gambar dalam 3D (dimensi) adalah CT (Computed
Tomography) Scan. CT Scan yang memiliki kemampuan menggambarkan objek pada
rentang pengukuran orde mikro (10
-6
) dinamakan Mikro CT Scan. Kondisi fisik
mikroCT digambarkan seperti berikut :

Gambar 1. Set Alat Mikro CT Scan (sumber: http://www.skyscan.be).

Prinsip kerja Mikro CT Scan bisa dilihat pada diagram berikut.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 42

Gambar 2. Diagram Prinsip Kerja Mikro CT Scan sumber: http://www.skyscan.be).
Sinar x digunakan sebagai media utama untuk menghasilkan pencitraan bagian
dalam objek karena kemampuannya yang bisa menembus bahan. Setelah sumber
sinar x diembakan sehingga bisa menembus objek, maka peristiwa atenuasi pun
terjadi. Karena ada sebagian energi yang diserap maka intensitas akhir dari sinar x
setelah menembus objek berkurang yang menghasilkan cahaya tampak dan ditangkap
oleh detektor sintilator. Cahaya tampak tersebut diatur dan difokuskan sehingga dapat
direkam oleh bagian CCD. Kemudian objek diputar 360
0
dan terjadi proses yang sama.
Hasil dari pencitraan direkonstruksi sehingga menghasilkan gambar 3D yang dipotong
- potong dan dapat terlihat gambar penampangnya. Dari gambar yang dihasilkan
terlihat perbedaan kejelasan warna hitam putih akibat atenuasi yang menunjukkan
perbedaan penyusun bahan.
Hasil dan Diskusi
Porositas pada sebuah balok yang di dalamnya terdapat bola-bola kecil dengan
pola 2x2, 3x3, 2x2, seperti ditunjukan pada gambar 3:

Gambar 3. Simulasi 3D Susunan Bola.
Terdapat dua nilai porositas pada balok yang berisi bola-bola kecil dengan pola
2x2, 3x3, 2x2 dari dua cara yang berbeda, sebagai berikut:
a. Porositas balok berisi bola-bola kecil dari perhitungan secara manual berdasarkan
geometrinya.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 43
Berdasarkan literatur volume sebuah bola adalah
3
4
3
bola
V R t = (4)
dengan R adalah jarii-jari bola.
Sedangkan volume balok yang digunakan dalam percobaan ini berdasarkan
perhitungan manual adalah
3
(6 )(6 )(2 2 2 ) 36 (2 2 2)
balok
V R R R R R = + = + (5)
Pada balok tersebut terdapat 17 bola sehingga volume bola total:
( )
3
4
3
17
bola
V R t E = (6)
Sehingga porositasnya secara perhitungan manual adalah:
( )
3
4
3
3
17
68
1 1 1 1 0,41
521,47
36(2 2 2)
bola
balok
R
V
V
R
t
t

E
= = = =
+

0,59 =

b. Porositas balok berisi bola-bola kecil dengan cara mengisi celah kosong pada
balok berisi bola dengan air yang kemudian diukur volume airnya.
Dari hasil percobaan diperoleh volume balok:
3
3,45cm 2,95cm 35,11cm
balok
V = =
dan volume pori-pori balok:
3
19cm
pori
V =
Sehingga porositas balok adalah:
3
3
19cm
0,54
35,11cm
pori
balok
V
V
= = =
Terdapat perbedaan nilai porositas dari hasil perhitungan secara manual
dengan yang menggunaakan air dengan presisi sebesar
0,59 0,54
% 100% 100% 8,47%
0,59
hitung air
hitung
kesalahan



= = =
Hal ini bisa disebabkan karena bentuk bola yang tidak benar-benar simetris
sehingga volumenya bukanlah 4/3R
3
, hal ini akan berdampak terjadinya perbedaan
antara hasil perhitungan secara manual dan dengan cara memasukkan air ke dalam
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 44
balok. Selain itu perbedaan hasil bisa juga disebabkan oleh ketidakpasan antara bola-
bola yang di susun dalam balok, artinya panjang dan lebar balok bukanlah 6R (yang
sebenarnya harus 6R) karena terdiri dari 3 bola ke samping, melainkan panjang balok
mungkin lebih dari dari 6R meskipun hanya terdapat sedikit perbedaan. Faktor yang
terakhir bias juga karena kesalahan paralaks dalam pengukuran volume air dan
volume balok atau bisa juga karena ketelitian dari alat ukur yang masih kurang.
c. Porositas balok dengan skaning melalui alat CT.
Hasil dari penembakan dan pencitraan sinar X yang ditembakan pada objek
menghasilkan gambar yang menginterpretasikan objek yang diamati sampai ke bagian
dalam dari objek. Hasil pemotretan dalam eksperimen ini sebagai berikut, dimana
warna putih merupakan bagian yang dianggap benda, dan warna hitam merupakan
bagian yang dianggap kosong.

Gambar 4. Hasil MikroCT pada aplikasi Fiji.
Dari hasil eksperimen, maka nilai porositasnya di dapatkan 0,36.
0,59 0,36
% 100% ,59 100% 38,98%
0
hitung CT
hitung
kesalahan



= = =
Hal ini bisa disebabkan karena susunan bola saat disusun tidak benar-benar
simetris di dalam balok, sehingga saat di crop hasil gambarnya tidak membentuk
volume wadah yang sesungguhnya, akibatnya berdampak saat penentuan
porositasnya dengan ukuran volume wadah yang berbeda dari seharusnya.




Gambar 5. Noise foto scanning CT.
Noise
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 45
Pencitraan yang didapat akibat dari tidak simetrisnya susunan bola bisa dilihat
dari ukuran bola yang menjadi tidak sama dilihat dari foto hasil scaning mikroCT.
Penghitungan nilai porositas ditentukan dari jumlah pixel foto yang berwarna merah.
Gambar foto kami memberikan gambar seperti di atas, ketika di-trashold ingin
menghilangkan noise di pinggir muncul noise di dalam bulatan, dan sebaliknya.
Sehingga kami mendapatkan ukuran bulatan merah sempurna yang ukuran
bulatannya tidak identik.
Nilai porositas pada penelitian kami, nilai yang diperoleh melalui CT cukup jauh
dari nilai perhitungan manual matematis dan metode watering. Perbedaan nilai metode
watering dan hitungan matematis manual bisa disebabkan karena pengaruh adanya
rem perekat pada ruang antar bola, sehingga mengurangi jumlah air yang masuk ke
ruang, serta ukuran bola yang tidak identik. Perbedaan nilai metode scaning mikroCT
dengan metode watering dan hitung matematis manual bisa disebabkan karena
susunan bola yang tidak tepat simetris, sehingga ukuran crop di aplikasi Fiji tidak
sesuai dengan ukuran ruang yang sebenarnya, serta adanya noise yang mengganggu
penentuan pori pada ruang yang diamati.
Kesimpulan
Nilai porositas dengan metode matematis manual adalah 0,59, sedangkan
metode watering 0,54, dan scaning dengan CT mendapatkan porositas 0,61. Dan
eror metode watering sebesar 8,47% dan metode scan CT memiliki error 38,98%.
Ucapan terima kasih
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya laporan ini yaitu, Tim Zulfikar dan Tim Trise.
Referensi
[1] Nurwidiyanto. (2005). Estimasi Hubungan Porositas Dan Permeabilitas Pada
Batupasir. Undip.Semarang.


*Corresponding author


Bambang Achdiat
Deden Anugerah
Rimela Diaz
Fourier Dzar Eljabbar Latief*
Program Studi Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Email: fourier@fi.itb.ac.id


*) Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 46
Pengembangan Model dan Simulasi Kehilangan Tekanan
Pada Pipa Alir Fluida Panas Bumi Menggunakan Bahasa
Pemograman Visual Basic
Candra Mecca Sufyana, dan Abdurrachim
Abstrak
Kehilangan tekanan sangat diperlukan pada saat pendesainan pipa dan penempatan
separator. Perhitungan kehilangan tekanan cukup rumit dan membutuhkan waktu yang
lama jika dilakukan dengan proses perhitungan manual. Dalam paper ini, akan
dipaparkan suatu model dan perancangan perangkat lunak yang berbasis interface
yang menggunakan fitur-fitur Windows untuk menyajikan data input dan output untuk
menghitung kehilangan tekanan pada pipa. Perangkat lunak ini dapat digunakan
untuk kondisi aliran satu fasa maupun dua fasa. Kondisi aliran ini dibatasai oleh nilai
dryness dari uap yang mengalir di sepanjang pipa. Untuk kondisi satu fasa digunakan
metode Homogeneous dan untuk kondisi fluida dua fasa dapat menggunakan metode
Beggs-Brill, Harrison-Freeston, atau Zhao-Freeston. Perangkat lunak ini telah di
validasi menggunakan salah satu rangkaian pipa lapangan Wayang Windu (WWQ-3)
yang memiliki tekanan kepala sumur 12,7 bar-a, entalpi 2745 kJ/kg, laju alir masa total
9,6 kg/s, dan 14 data fitting pipa. Nilai kehilangan tekanan total dengan metode
Harrison-Freeston 0,13 bar-a, Zhao-Freeston 0,12 bar-a dan Beggs-Brill 0,19 bar-a
dengan nilai error kurang dari 1%, dimana metode Beggs-Brill memberikan hasil yang
paling mendekati dengan pengukuran. Perbandingan hasil perhitungan pemodelan
dengan data desain memenuhi minimum error yang diharapkan sehingga pemodelan
dianggap valid dan dapat digunakan untuk simulasi.
Kata-kata kunci: Fluida Panas Bumi, Kehilangan Tekanan, Perangkat Lunak
Pendahuluan
Penelitian yang dilakukan para ahli untuk memperkirakan kehilangan tekanan
aliran fluida panas bumi pada pipa yaitu dengan membuat korelasi penentuan densitas
campuran dengan pengamatan di laboratorium ataupun dengan melakukan
pengukuran di sumur percobaan. Beggs dan Brill menentukan gradien tekanan pada
kondisi aliran dua fasa dengan memperhitungkan pola aliran yang terjadi di pipa
selama aliran dan pengaruh inklinasi terhadap liquid holdup [1]. Harrison dan Freeston
menentukan kehilangan tekanan dua fasa dengan memperhatikan perbandingan
antara daerah aliran gas terhadap total area (void fraction) yang didapatkan
berdasarkan analisis dari distribusi kecepatan aliran fluida dua fasa menggunakan
Fifth power law [2]. Sedangkan Zhao melakukan koreksi distribusi kecepatan aliran
fluida dengan menggunakan Seventh power Law [3].
Persoalan aliran multifasa dalam pipa adalah memperkirakan besarnya
kehilangan tekanan yang terjadi selama aliran. Banyak metode yang telah
dikembangkan untuk memperkirakan besarnya kehilangan tekanan tersebut, dimana
masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan. Dengan demikian, perlu
dilakukan pemilihan metode yang tepat sesuai dengan kondisi lapangan sebelum
suatu metode tersebut diaplikasikan untuk pemecahan persoalan aliran fluida multifasa
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 47
pada pipa. Oleh karena itu, dalam paper ini dikembangkan perangkat lunak untuk
menghitung kehilangan tekanan berdasarkan metode Beggs-Brill, Harrison-Freeston,
dan Zhao-Freeston yang kemudian dilakukan uji validitas terhadap ketiga metode
tersebut pada salah satu rangkaian pipa lapangan Wayang Windu.
Teori
Kehilangan tekanan yang terjadi pada pipa alir fluida dapat diakibatkan karena
pengaruh gravitasi sekitar 80-95%, pengaruh gesekan sekitar 5-20%, dan pengaruh
akselerasi yang pada umumnya diabaikan karena bernilai sangat kecil. Persamaan
dasar untuk perhitungan kehilangan tekanan total ditunjukkan oleh persamaan 1
berikut ini:
akselerasi friksi gravitasi total
dz
dp
dz
dp
dz
dp
dz
dp
|
.
|

\
|
+ |
.
|

\
|
+ |
.
|

\
|
= |
.
|

\
|
(1)
Metode Beggs dan Brill menggunakan keseimbangan energi untuk menghitung
gradien tekanan pada kondisi aliran dua fasa. Pada metode Beggs dan Brill banyak
parameter fisika yang diperhitungkan, yaitu:
Liquid hold up
Untuk kondisi aliran fluida dua fasa dikenal adanya istilah Liquid Holdup (H
L
)
sebagai perbandingan antara volume segmen pipa yang terisi cairan dengan volume
pipa keseluruhan. Liquid Holdup (H
L
) terjadi akibat adanya perbedaan kecepatan
antara fasa cair dengan fasa uap. Jika perbedaan tersebut diabaikan maka disebut
sebagai Non slip holdup (
L
)
Kecepatan Superfisial
Kecepatan superfisial merupakan perbandingan laju alir volume persatuan luas
area.
Pola Aliran
Beggs dan Brill mengelompokkan pola aliran menjadi tiga kelompok yaitu
segregated flow, intermitten flow, dan distributed flow. Untuk menentukan bentuk aliran
yang sesuai dapat digunakan beberapa bilangan tak berdimensi yaitu bilangan Froude
(N
FR
) dan bilangan kecepatan liquid (N
LV
).
in
m
FR
gd
v
N
2
= (2)
Persamaan 2 memperlihatkan bahwa Bilangan Froude dipengaruhi oleh
kecepatan superfisial campuran (v
m
), gravitasi (g), dan diameter dalam pipa (d
in
) dan
pada persamaan 3 memperlihatkan bahwa bilangan kecepatan liquid (N
LV
) dipengaruhi
oleh kecepatan superfisial air (V
SL
), densitas air (
w
), gravitasi (g), dan tegangan
permukaan fasa cair (
w
).
0.25
w
LV SL
w
N V
g

o
| |
=
|
\ .
(3)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 48
Untuk penentuan peta pola aliran digunakan korelasi berdasarkan grafik liquid
content terhadap bilangan Froude seperti ditunjukkan pada Gambar 1

Gambar 1. Peta pola aliran Beggs-Brill (www.fekete.com).
Pengaruh Inklinasi
Semakin membesarnya inklinasi pipa sampai pada suatu harga tertentu, gaya
gravitasi yang bekerja pada fasa cair akan menyebabkan semakin berkurangnya
kecepatan alir fasa cair dan meningkatkan liquid holdup seperti terlihat pada Gambar 2

Gambar 2. Grafik Hubungan Antara Inklinasi dan Liquid Holdup [1]

Densitas Dua Fasa
Densitas dua fasa didapatkan dari penjumlahan densitas fasa air (
w
) dan
densitas fasa uap (
v
) yang masing-masing dikalikan dengan nilai liquid holdupnya.
tp w L v g
H H = + (4)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 49
Berdasarkan parameter-parameter fisis tersebut didapatkan nilai gradien
tekanan akibat gravitasi dimana dipengaruhi oleh densitas dua fasa (
tp
) dan inklinasi
() seperti pada persamaan 5.
sin
tp
gravitasi c
dp g
dL g
u
| |
=
|
\ .
(5)
Sedangkan gradien tekanan akibat gesekan dipengaruhi oleh faktor friksi (f
tp
),
densitas non-slip (
n
), kecepatan campuran (v
m
), dan diameter (d) seperti yang
diperlihatkan pada persamaan 6.
2
2
tp n m
friksi c
f v
dp
yy
dz g d

| |
=
|
\ .
(6)
Untuk metode Harrison-Freeston, pola aliran dianggap mengalir pada kecepatan
rata-rata (v
m
) yang sama yang dipengaruhi oleh void fraction () (didapatkan
berdasarkan korelasi penurunan index rasio (1-x)/x dan v
w
/v
v
yang dapat dilihat pada
persamaan 7), laju alir massa total (W), densitas fluida (), kualitas uap (x) dan luas
penampang pipa yang terisi cairan (A
w
) yang diperlihatkan pada persamaan 8.
( ) ( )
0.8 0.515
1
1 (1 ) / /
w v
x x v v
o =
+
(7)
(1 )
(1 )
m
w
W x
v
A

(8)
Persamaan 9 menghitung nilai gradien tekanan akibat gesekan pada metode
Harrison-Freeston dipengaruhi oleh tegangan geser (
w
), diameter (d), dan
suku percepatan (AC)
4
(1 )
w
in
dp
dL d AC
t
| |
=
|

\ .
(9)
Untuk nilai suku percepatan ditentukan berdasarkan nilai tekanan pada titik
tertentu (P) yang diperlihatkan pada persamaan 10.
2 2
2
v
W x v
AC
PA o
= (10)
Model perhitungan kehilangan tekanan pada metode Zhao hampir sama dengan
metode Harrison, perbedaan terletak pada penentuan pendekatan nilai void fraction,
dimana Zhao menemukan formula baru menentukan void fraction dengan
menggunakan Seventh Power law yang ditunjukkan pada persamaan 11.
7/8
7/8
1 1
1
g f
f g
x

o
o
(
| || |
| |
= ( | |
|
| |
\ . (
\ .\ .

(11)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 50
Hasil dan diskusi
Program yang tersedia telah melakukan perhitungan secara otomatis yaitu saat
hasil perhitungan menghasilkan harga dryness (x) dari fluida 1 atau 0 maka program
akan langsung memilih menggunakan persamaan fluida dua fasa (aliran tercampur
sempurna) yang dalam hal ini menggunakan persamaan Homogeneous. Begitu pula
sebaliknya, jika harga dryness berada diantara 1 dan 0 maka program akan memilih
menggunakan persamaan fluida dua fasa (aliran terpisah) dengan menggunakan
persamaan yang telah dikeluarkan oleh Beggs-Brill, Harrison-Freeston, dan Zhao-
Freeston, sesuai dengan metode yang dipilih.
Data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan kehilangan tekanan adalah
data fluida seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1 yaitu tekanan kepala sumur (bara),
entalpi (kJ/kg), dan laju alir massa (kg/s). Selain itu perlu adanya data layout pipa ,
panjang pipa (meter), diameter dalam dan luar pipa (inchi) serta data sudut inklinasi
yang diperoleh dari data elevasi jalur pipa seperti yang terlihat pada Tabel 2. Untuk
data statik, diperlukan harga kekasaran pipa, dan metode friksi yang akan digunakan.
Pemilihan metode friksi akan mempengaruhi tinggi rendahnya beda tekanan dimana
dalam program ini tersedia 7 macam persamaan untuk menentukan harga friksi yaitu
metode Churcill, Hagen, Blassius, Colebrook-White, Fanin, Barr, dan Moody.
Tabel 1. Da ta Fluida Sumur WWQ-3.
Variabel Nilai Satuan
P 12.7 bar-a
H 2745 kJ/kg
m 9.6 Kg/s
Tabel 2. Data Layout Rangkaian Pipa WWQ-3.
Fitting Ek(m) d in (inch) d out (inch) Inklinasi
1 2 17.625 18 90
14 4 17.625 18 90
1 2 17.625 18 0
8 9 17.625 18 0
1 1.5 17.625 18 45
2 7 17.625 18 0
1 1.97 17.625 18 45
2 7 17.625 18 0
1 8.47 17.625 18 0
4 16 17.625 18 0
1 18.07 17.625 18 0
28 774 17.625 18 0
14 4 17.625 18 0
31 64 17.625 18 0
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 51

Gambar 3 adalah form input dan output kehilangan tekanan total jika objek button
hitung dikenakan event click, dimana sebelumnya input layout pipa yang berupa data
array (Tabel 2) yang tersimpan dalam file ASCII di load menggunakan button Browsing
File.


Gambar 3. Tampilan form input dan output kehilangan tekanan dengan metode Beggs-
Brill.
Apabila objek lihat lengkap dikenakan event click maka muncul input dan output
lengkap yaitu tekanan akibat gravitasi, friksi, akselerasi dan total pressure drop seperti
yang terlihat pada Gambar 4. Objek Button simpan data adalah sebagai data store
untuk menyimpan dan mencetak output ke dalam file ASCII.

Gambar 4. Tampilan form output lengkap kehilangan tekanan dengan metode Beggs-
Brill
Berdasarkan output pressure drop dari ketiga metode tersebut, dapat dilihat kurva
perbandingan tekanan keluar dari setiap segmen dengan metode Beggs-Brill,
Harrison-Freeston, dan Zhao-Freeston yang ditunjukkan pada Gambar 5.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 52

Gambar 5. Kurva Perbandingan Pressure Drop Berbagai Metode.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan simulator didapatkan hasil
kehilangan tekanan total ketiga metode tersebut dan dibandingkan dengan data
lapangan pada Tabel 3.
Tabel 3 Validasi Data Kehilangan Tekanan
Metode
Tekanan
(bar-a)
Data Lap
(bar-a)
Errors
(%)
Zhao 12.58 12.5 0.64
Beggs-Brill 12.51 12.5 0.066
Harrison 12.57 12.5 0.56
Dari hasil validasi Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa baik metode Harrison-Freeston,
Zhao-Freeston dan Beggs-Brill memberikan hasil perkiraan kehilangan tekanan yang
cukup baik terhadap hasil pengukuran karena memiliki nilai error kurang dari 1%. Akan
tetapi secara keseluruhan hasil dari metode Beggs-Brill lebih presisi untuk data
lapangan WWQ 3 ini
Kesimpulan
Perbandingan hasil perhitungan pemodelan dengan data desain memenuhi
minimum error yang diharapkan yaitu 5 % dimana keseluruhan error pemodelan
memiliki rata-rata error di bawah 1 % sehingga pemodelan dianggap valid untuk
digunakan dalam simulasi menentukan kehilangan tekanan. Di antara ketiga metode
kehilangan tekanan yang ada pada simulator, hasil perhitungan kehilangan tekanan
dengan menggunakan Metode Beggs-Brill memberikan hasil yang paling mendekati
jika dibandingkan dengan hasil pengukuran.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih atas Kepala Prodi Teknik Panas Bumi dan
Direktur Politeknik Piksi Ganesha Bandung atas dukunganya pada penelitian ini.
Referensi
[1] Beggs, H.D., dan J.P. Brill, A Study of Two-Phase Flow in Inclined Pipes, SPE
Reprint Series No. 13 Vol. II, Dallas (1977)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 53
[2] Freeston, D.H. dan K.C. Lee, Geothermal Production Technology, Geothermal
Institute University of Auckland (1994)
[3] Zhao, H. D., K. C Lee,., and Freeston, D. H, Geothermal Two-Phase Flow in
Horizontal Pipes, Proceedings WGC, Tohoku-Japan (2000)


Candra Mecca Sufyana*
Departement of Informatics Management
Politeknik Piksi Ganesha Bandung
mctuta_echan@yahoo.com
Abdurrachim
Departement of Mechanical Engineering
Institut Teknologi Bandung
halimppy@yahoo.com
*Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 54
Pembelajaran Fisika Berbasis Wolfram Mathematica 8.0
Christian Fredy Naa* dan Agus Suroso
Abstrak
Salah satu permasalahan di dunia pendidikan khususnya pendidikan Fisika adalah
bagaimana menarik minat belajar siswa/mahasiswa sekaligus memberi penjelasan
yang menarik mengenai Fisika itu sendiri. Permasalahan ini terkait dengan bagaimana
membuat bahan ajar Fisika yang menarik minat belajar siswa/mahasiswa merupakan
tantangan bagi para pendidik. Wolfram Mathematica 8.0 merupakan perangkat lunak
yang mampu menyediakan bahan ajar yang interaktif untuk pembelajaran Fisika.
Selain itu, Wolfram Mathematica 8.0 menyediakan fitur untuk membuat dokumen,
presentasi yang interaktif yang mampu meningkatkan pengertian dan minat belajar
siswa/mahasiswa. Dengan salah satu fiturnya yang disediakan gratis, yakni CDF
(Computable Document Format), Wolfram Mathematica 8.0 memberikan opsi yang
mudah dan murah bagi para pendidik. Makalah ini memberikan penjelasan mengenai
prinsip serta fitur-fitur yang terdapat di Wolfram Mathematica 8.0.
Kata-kata kunci: media pembelajaran, interaktif, Wolfram Mathematica 8.0
Pendahuluan
Pada hakekatnya, perkembangan sains dan teknologi di masa-masa yang akan
datang ditentukan oleh kualitas pendidikan di masa kini. Siswa yang saat ini sedang
menempuh pendidikan di level dasar dan menengah merupakan calon-calon inventor
dan inovator di masa depan. Salah satu kewajiban generasi masa kini adalah
mempersiapkan generasi yang akan datang melalui pendidikan dan pengajaran.
Namun, patut diakui bahwa pola pendidikan saat ini masih belum mengakomodasi
tujuan mulia tersebut. Fisika sebagai salah satu mata pelajaran penting dalam sains
dan teknologi masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan cukup dihindari
oleh siswa. Alasannya cukup sederhana, Fisika secara umum tidak menarik minat
belajar siswa.
Media pembelajaran merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
minat belajar siswa. Dengan perkembangan informasi yang teknologi yang semakin
pesat, pengembangan media pembelajaran menjadi tantangan tersendiri bagi para
guru. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana membuat media pembelajaran yang
menarik namun sekaligus akurat. Buku dan papan tulis merupakan media
pembelajaran klasik yang hingga saat ini masih digunakan secara luas. Kelemahan
dari media ini adalah sifatnya yang statik, yang terkadang tidak cukup memberi
gambaran konsep di benak siswa. Selain itu, cukup sulit untuk memberikan informasi
terbaru (up to date) pada buku yang sudah diterbitkan beberapa tahun yang lalu.
Media pembelajaran berbasis animasi merupakan salah satu media yang mampu
menarik minat belajar siswa. Siswa dapat memperoleh gambaran mengenai sistem
fisis yang sedang dipelajari. Namun, media pembelajaran berbasis animasi ini tidaklah
akurat karena tidak memecahkan formulasi fisika dalam prosesnya. Tantangan lainnya
adalah banyaknya tools yang harus dikuasai oleh guru. Perangkat lunak demi
perangkat lunak harus dikuasai untuk membuat materi ajar, membuat materi pekerjaan
rumah/ujian, menulis rumus, membuat presentasi, membuat animasi, serta pencarian
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 55
informasi yang relevan bagi pembelajaran. Hal ini tentu menguras sumber daya dan
waktu yang cukup banyak.
Makalah ini menguraikan secara komprehensif perangkat lunak Wolfram
Mathematica sebagai opsi media pembelajaran untuk menjawab tantangan seperti
yang telah diuraikan di atas. Mathematica dapat digunakan untuk membuat media
pembelajaran yang menarik namun dengan tetap memberikan perhitungan yang
akurat. Perangkat lunak ini pun mampu memberikan informasi terbaru ketika
terhubung dengan internet. Selain itu, perangkat lunak ini dapat membantu hampir
semua pekerjaan guru sehingga memberi keuntungan secara praktis dan
kompatibilitas.
Sekilas tentang Wolfram Mathematica
Wolfram Mathematica merupakan sistem yang terintegrasi untuk melakukan
teknik komputasi. Dikembangkan sejak 1960, Mathematica sering disebut sebagai
permulaan dari teknik komputasi modern. Konsep dari Mathematica adalah
menciptakan sebuah sistem yang mengintegrasikan beragam aspek tentang teknik
komputasi dalam satu kesatuan secara koheren [1]. Saat ini Mathematica telah
menyatukan komputasi berbasis simbolik, mesin pencari berbasis komputasi, editing,
visualisasi, presentasi hingga baru-baru ini memasuki aplikasi mobile. Konsep ini
menjadikan Mathematica sebagai one for all tools untuk kepentingan komputasi.
Demokratisasi komputasi merupakan jargon dari Mathematica [2], dimana
Mathematica mempermudah bagi siapa saja untuk bisa melakukan komputasi bahkan
bagi mereka yang tidak fasih dalam pemrograman.
Mathematica digunakan secara luas untuk menunjang penelitian di berbagai
bidang seperti matematika, sains dan teknik [1]. Mathematica juga digunakan di sektor
keuangan karena kemampuannya dalam hal pemodelan ekonomi [3]. Selain untuk
kepentingan-kepentingan profesional tersebut, Mathematica juga digunakan di sektor
pendidikan. Mathematica telah digunakan sebagai sarana untuk membuat bahan
pelajaran/kuliah [4]. Mathematica juga mengembangkan demonstrasi interaktif untuk
kepentingan pendidikan yang bisa diunduh dengan gratis [5] dan baru-baru ini
Mathematica mengembangkan portal edukasi [6] yang diproyeksikan menjadi media
pembelajaran yang sistematik dan gratis.
Mathematica merupakan inisiator dari kampanye Computer Based Math
(Matematika berbasis komputer) [7]. Kampanye ini ditujukan untuk memperbaiki sistem
pendidikan di dunia yang selama ini secara tidak sadar menyamakan matematika dan
berhitung. Model pendidikan seperti ini dikhawatirkan akan menjadikan siswa menjadi
sekedar mesin hitung tanpa mengerti arti dari matematika itu sendiri. Konsep dibalik
inovasi pendidikan ini adalah menyerahkan perhitungan mekanik kepada komputer
sehingga siswa bisa lebih memikirkan esensi dari matematika itu sendiri.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa pendidik dapat memanfaatkan keunggulan
Mathematica untuk membuat media pembelajaran. Keunggulan ini terdapat dalam
fitur-fitur terintegrasi yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Fitur Wolfram Mathematica
Notebook merupakan antar muka dasar dari Mathematica. Di antar muka ini,
perhitungan numerik serta visualisasi interaktif dapat dilakukan. Antar muka ini juga
mendukung masukan teks. Dengan kata lain, Mathematica Notebook menggabungkan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 56
pemrograman dan proses teks dalam sebuah antar muka. Integrasi ini memungkinkan
pendidik untuk membuat perhitungan numerik, visualisasi dan teks dengan sebuah
perangkat lunak. Mathematica juga menyediakan fitur untuk mengubah Notebook
menjadi presentasi. Hal ini mempermudah pengguna karena tidak perlu bekerja dua
kali untuk membuat catatan pembelajaran dan presentasi. Contoh tampilan antar muka
dari Mathematica Notebook dan presentasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tampilan Mathematica Notebook.

Gambar 2. Hasil pencarian tentang difraksi dengan Wolfram Alpha.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 57
Wolfram Alpha meru pakan mesin pencari berbasis komputasi. Wolfram Alpha
berbeda dengan mesin pencari lainnya karena Wolfram Alpha memberi informasi yang
terkomputasi, jika diperlukan dapat disertai dengan data aktual yang terdapat di
internet. Gambar 2 menunjukan hasil pencarian difraksi menggunakan Wolfram
Alpha. J ika dibandingkan dengan situs Wikipedia, Wolfram Alpha memberikan
informasi yang lebih lengkap, disertai dengan kalkulasi dan visualisasi parameter yang
relevan. Dengan kemampuan ini, siswa/pengajar dapat memperoleh informasi secara
efisien dan akurat.
Situs Demonstration Mathematica merupakan situs yang mengumpulkan
kontribusi dari para pengguna Mathematica yang membuat bahan pembelajaran. Dari
situs ini, pengajar tidak perlu membuat bahan pembelajaran dari awal, cukup mencari
dengan kata kunci yang terkait. File dapat diunduh dalam bentuk notebook
Mathematica yang dapat dimodifikasi dengan program Mathematica. Selain itu, bahan
pembelajaran dapat diunduh dalam versi CDF. CDF merupakan aplikasi untuk
menampilkan dokumen/halaman web interaktif dari produk yang dihasilkan dari
Mathematica. Bisa dikatakan CDF merupakan versi interaktif dari PDF. CDF dapat
diperoleh secara gratis, sehingga pengguna yang tidak memilki program Mathematica
bisa mendapatkan akses untuk menggunakan berbagai bahan pembelajaran yang
tersedia di Demonstration Wolfram Mathematica.
Contoh Bahan Pembelajaran
Pipa organa terbuka/tertutup merupakan sebuah kolom udara dengan ujung
yang terbuka/tertutup. Kolom udara tersebut dapat beresonansi untuk menghasilkan
bunyi pada frekuensi tertentu (frekuensi alamiah) serta kelipatannya. Visualisasi pipa
organa terbuka/tertutup dengan Mathematica ditujukan oleh Gambar 3. Visualisasi ini
diperoleh dari situs Demonstrasi Mathematica [8] lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia. Dengan memilih ujung terbuka/tertutup (open ends) serta mode harmonik
(n) yang menghasilkan perubahan secara simultan, siswa dapat memiliki gambaran
mengenai bentuk gelombang pada pipa organa. Selain itu, pengajar dapat lebih
mudah menjelaskan mengenai topik ini karena tidak perlu menggambar di papan tulis
untuk mode dan ujung pipa yang berbeda.

Gambar 3. Bahan ajar Pipa Organa.
Efek Doppler merupakan perubahan frekensi yang terdengar oleh pengamat
akibat gerak relatif antara objek dan pengamat. Efek ini mudah dihitung dengan
formula yang ada, namun sulit bagi siswa untuk memperoleh gambaran nyata
mengenai efek ini. Gambar 4 menunjukan simulasi efek Doppler dimana sebuah
sumber bunyi bergerak secara relatif terhadap pengamat yang diam. Pada simulasi ini
siswa/pengajar dapat memberi input pada lokasi pengamat serta kecepatan dan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 58
frekuensi sumber bunyi. Ketika simulasi ini dijalankan, siswa/pengajar dapat melihat
bentuk gelombang, grafik frekuensi yang teramati serta mendengar perubahan
frekuensi ketika sumber bunyi bergerak.
Gambar 5 menunjukan simulasi pola difraksi dengan m asukan berupa jumlah
kisi, lebar dan jarak antar kisi. Dengan simulasi ini, siswa dapat memperoleh
pengertian mengenai perbedaan pola difraksi antara konfigurasi kisi yang satu dengan
yang lainnya.

Gambar 4. Bahan ajar Efek Doppler [9].
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 59

Gambar 5. Bahan ajar difraksi pada kisi [10].
Kesimpulan
Wolfram Mathematica menyediakan platform all in one sebagai media
pembelajaran. Dengan keunggulan dan fitur-fiturnya, Mathematica dapat memberi
kemudahan dalam membuat media pembelajaran serta menarik minat belajar siswa.
Referensi
[1] Stephen Wolfram, The Mathematica Book, 5th Edition, Wolfram Media, 2003.
[2] Wolfam Predictive Interface Heads Up Broad New Capabilities of Mathematica 9
url: http://company.wolfram.com/news/2012 /wolfram-predictive-interface-heads-
up-broad-new-capabilities-of-mathematica-9/ [diakses: 29 Oktober 2013]
[3] William T. Shaw, Modeling Financial Derivatives with Mathematica, Cambridge
University Press, 2009
[4] Kontributor, Wolfram Library Archive, url: http://library.wolfram.com/infocenter/
Courseware/ [diakses: 29 Oktober 2013]
[5] Kontributor Wolfram Demonstration Project, Wolfram Demonstration Project, url:
http://demonstrations.wolfram.com [diakses: 29 Oktober 2013]
[6] Kontributor, Wolfram Education Portal, url: http://education.wolfram.com
[diakses 29 Oktober 2013]
[7] Conrad Wolfram, Stop Teaching Calculating, Start Teaching Math, url:
http://www.computerbasedmath.org [diakses 29 Oktober 2013]
[8] Enrique Zeleny, Resonance in Open and Closed Pipes, url:
http://demonstrations. wolfram.com/ResonanceInOpenAndClosedPipes/ [diakses:
29 Oktober 2013]
[9] Alan J oyce, The Doppler Effect, url: http://demonstrations.wolfram.com/
TheDopplerEffect/ [diakses: 29 Oktober 2013]
[10] Peter Fallon, Multiple Slit Diffracion Pattern, url: http://demonstrations.
wolfram.com/ MultipleSlitDiffractionPattern/ [diakses: 29 Oktober 2013]
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 60


Christian Fredy Naa*
Program Studi Fisika
Institut Teknologi Bandung
chris@cphys.fi.itb.ac.id
Agus Suroso
Program Studi Fisika
Institut Teknologi Bandung
agussuroso@fi.itb.ac.id
*Corresponding author


Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 61
Raspberry Pi sebagai Solusi Murah
untuk Pendidikan Pemrograman Dasar
dan Dasar-Dasar Kontrol
Christian Fredy Naa* dan Sparisoma Viridi
Abstrak
Pendidikan pemrograman dasar sejak level pendidikan menengah sangat diperlukan
untuk mengakselarasi penguasaan teknologi bagi generasi muda. Namun, hal ini
terhambat oleh pembiayaan infrastruktur yang mahal. Pada makalah ini, kami
memperkenalkan solusi murah untuk mengatasi hambatan ini dengan menggunakan
mini komputer Raspberry Pi. Raspberry Pi merupakan komputer seharga Rp.
500.000,-, memiliki ukuran sebesar kartu kredit yang dapat menjadi solusi untuk
implementasi pendidikan pemrograman dasar level pendidikan menengah. Raspberry
Pi memilki kapabilitas untuk terhubung dengan dunia luar, dengan demikian pelajaran
pemrograman dapat dibawa ke level yang lebih jauh untuk mempelajari sistem
terintegrasi
Kata-kata kunci: Raspberry Pi, pendidikan pemrograman dasar
Pendahuluan
Kemampuan dasar-dasar pemrograman merupakan landasan untuk bisa
berinovasi di dunia teknologi. Oleh karena itu, kemampuan ini harus sedapat mungkin
dikuasai oleh generasi muda. Namun generasi muda saat ini lebih cenderung
mengkonsumsi teknologi. Konsumsi teknologi tersebut berasal dari komputer, game
console, smart phone dan tablet yang harganya makin terjangkau. Survey Nielsen
yang dilakukan pada Mei 2013 mengungkapkan pengguna smart phone di Indonesia
menghabiskan rata-rata lebih dari tiga jam per hari chatting, browsing dan aktivitas
lainnya [1]. Survey lainnya, yang dilakukan TNS global technology menunjukan remaja
Indonesia menghabiskan 8.6 milyar rupiah per tahun untuk konsumsi teknologi seperti
membeli komputer, smart phone dan tablet [2]. Teknologi-teknologi tersebut kurang
mengakomodasi kemampuan menguasai dasar pemrograman karena produk yang
cenderung tertutup untuk bisa diprogram ulang serta kurangnya fleksibilitas untuk
koneksi dengan perangkat keras yang lain.
Memperkenalkan dasar-dasar pemrograman sejak sekolah level menengah
memiliki beberapa keuntungan, diantaranya dapat mengajarkan berpikir analitis serta
dapat mengajarkan konsep-konsep penting dalam matematika. Keuntungan ini sulit
diperoleh oleh siswa ketika mereka hanya diajarkan bagaimana cara menggunakan
komputer dengan program yang sudah jadi serta tertutup untuk dikembangkan oleh
pengguna.
Uraian di atas menunjukan betapa pentingnya memperbesar kesempatan bagi
generasi muda untuk dapat mempelajari dasar-dasar pemrograman. Hingga saat ini,
masih sedikit sekolah yang mengadopsi pelajaran atau ekstrakurikuler dasar-dasar
pemrograman. Hal ini dikarenakan infrastruktur dan biaya pemeliharaan yang cukup
mahal. Selain itu, dengan keluaran yang hanya berupa perangkat lunak, subjek ini
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 62
dirasa tidak memberi dampak yang signifikan. Oleh karena itu diperlukan solusi murah
yang mampu mengakomodasi siswa sekolah untuk menguasai bukan hanya
pemrograman dasar perangkat lunak namun juga perangkat keras. Pemrograman
yang terintegrasi seperti ini dapat memberikan keluaran yang nyata dan praktis serta
lebih menarik minat siswa untuk belajar.
Makalah ini memperkenalkan Raspberry Pi sebagai solusi murah untuk
pendidikan dasar-dasar pemrograman. Raspberry Pi diciptakan oleh Eben Upton untuk
mengakomodasi generasi muda untuk mempelajari level dasar pemrograman dengan
biaya murah [3]. Sejak diproduksi masal pada tahun 2011, Raspberry Pi telah
digunakan untuk kepentingan pendidikan di beberapa sekolah di dunia [4]. Makalah ini
terdiri dari pengenalan modul Raspberry Pi serta aplikasinya untuk pendidikan dasar-
dasar pemrograman perangkat lunak dan keras.
Tentang Raspberry Pi
Raspberry Pi merupakan komputer mini berukuran kartu kredit yang
dikembangkan oleh Yayasan Raspberry Pi dengan tujuan untuk menstimulasi
pembelajaran dasar-dasar pemrograman/komputer di sekolah. Seiring dengan
perkembangannya, Raspberry Pi kini bukan hanya digunakan untuk pendidikan namun
juga digunakan secara luas dalam alat-alat elektronik buatan sendiri lainnya seperti
otomatisasi [5], web server [6] dan cluster komputer [7].
Raspberry Pi memiliki sistem yang mirip dengan telepon genggam, yakni system
on chip (SoC). System on Chip ini terdiri dari prosesor ARM1176J ZF0-S dengan clock
speed 700 MHz, 256 MB RAM dan prosesor grafis (GPU) Video Core IV. Raspberry
Pi memiliki konektor yang biasa ditemui pada komputer secara umum, seperti 2 port
USB, keluaran video (komposit dan HDMI), keluaran audio serta masukan ethernet
(LAN) untuk koneksi jaringan dan internet. Untuk hard drive, Raspberry Pi
menggunakan 4GB SD Card dengan sistem operasi LINUX . Rapberry Pi
membutuhkan tenaga DC sebesar 5V melalui masukan micro USB. Raspberry Pi
memiliki 2x13 pin GPIO (General Purpose Input Output) untuk terhubung dengan
komponen elektronik lainnya. Gambar 1 menunjukan board dari Raspberry Pi serta
keterangan dari komponen-komponennya. Board Raspberry Pi sendiri dijual seharga
kurang lebih Rp. 500.000,- harga ini tentu sangat murah jika dibandingkan dengan
komputer/laptop pada umumnya

Gambar 1. Board Raspberry Pi.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 63
Gambar 2 menunjukan Raspberry Pi yang sudah berfungsi layaknya komputer.
Pada gambar terlihat Raspberry Pi terhubung dengan monitor melalui kabel HDMI,
keyboard dan mouse melalui 2 Port USB, internet melalui ethernet port serta 4GD SD
Card sebagai hard drive.
Dengan setiap komponen yang dimilikinya, ukurannya yang kecil serta harga
yang relatif murah, Raspberry Pi dapat digunakan sebagai alat untuk pembelajaran
dasar-dasar komputer.
Dengan adanya GPIO, siswa dapat mempelajari dasar-dasar kontrol seperti
mengendalikan saklar, menyalakan LED, mengontrol masukan dari sensor dan
sebagainya. Dengan demikian Raspberry Pi dapat digunakan untuk pembelajaran
elektronika dasar serta sistem terintegrasi.

Gambar 2. Board Raspberry Pi yang sudah terhubung dengan monitor, keyboard,
mouse, ethernet dan 4GB Sd Card
Implementasi Raspberry Pi untuk Pendidikan
Filosofi dibalik pengembangan Raspberry Pi adalah untuk menginspirasi
pendidikan pemrograman dengan menyediakan platform untuk pembelajaran
pemprograman dari level yang paling dasar. Oleh karena itu, sebagian besar perintah-
perintah dasar di Raspberry Pi merupakan perintah berbasis Linux dan bukan GUI
sebagai mana komputer pada umumnya. Pemrograman Raspberry Pi berbasis pada
bahasa Python dengan Nano/VIM sebagai program editor.
Dengan GPIO, Raspberry Pi dapat terhubung dengan perangkat elektronik
lainnya. Gambar 3 menunjukan board ekspansi Pi-Face yang dipasang dengan GPIO
Raspberry Pi. Board ekspansi ini memiliki dua relay DC, empat input switch, delapan
input digital, delapan output dan delapan indikator LED. Ekstensi Pi-Face ini dapat
digunakan sebagai media pembelajaran pemrograman Raspberry Pi serta perangkat
elektronik lainnya.
Raspberry Pi dapat digunakan sebagai pembelajaran berbasis proyek. Model
pembelajaran ini merupakan model yang lebih berfokus kepada siswa. Model
pembelajaran ini tidak menggunakan bahan ajar yang kaku dimana siswa dibimbing ke
jalur keilmuan yang didesain oleh pengajar [8]. Pembelajaran berbasis proyek
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 64
memberi kebebasan kepada siswa untuk berkreasi, untuk mencari informasi dan
menyelesaikan proyek yang didesain sesuai dengan kemampuan siswa.

Gambar 3. Raspberry Pi terhubung dengan Piface
Dengan fiturnya yang unggul untuk ukuran komputer mini dan harganya yang
murah, Raspberry Pi dapat diimplementasikan untuk pembelajaran berbasis proyek.
Pengajar dapat mengajarkan dasar-dasar pemrograman serta integrasi Raspberry-Pi
dengan komponen elektronik lainnya.
Namun sistem operasi Linux bisa menjadi hambatan bagi para siswa sekolah
menengah yang pada umumnya merupakan pengguna sistem operasi Windows. Oleh
karena itu pelatihan dasar Linux merupakan hal yang penting sebelum para siswa
dapat menggunakan Raspberry Pi.
Pada Gambar 4, kami membuat contoh proyek berupa sistem sederhana rumah
cerdas (Smart Home) berbasis Rasperry Pi. Kami telah memperluas proyek ini
sehingga dapat menggendalikan delapan buah saklar. Raspberry Pi GPIO terhubung
dengan Relay AC yang kemudian terhubung dengan delapan buah lampu melalui dua
buah AC terminal.
Pada sistem ini, Raspberry-Pi dilengkapi dengan wi-fi doodle yang diprogram
sedemikian hingga berperan sebagai pemancar wi-fi (ad-hoc). Pemrograman
dilakukan dengan bahasa Python yang digabungkan dengan program webiopi [9]
sebagai antar muka. Sistem ini dapat dikembangkan dengan mendesain Raspberry Pi
untuk membaca masukan dari sensor. Sistem seperti ini dapat digunakan sebagai
salah satu subjek pembelajaran berbasis proyek.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 65

Gambar 4. Contoh proyek sederhana sistem terintegrasi. Raspberry Pi terhubung
dengan relay AC untuk menyalakan lampu belajar yang dikendalikan via wi-fi.

Gambar 5. Skematik dari contoh proyek sistem sederhana rumah cerdas berbasis
Raspberry Pi.
Kesimpulan
Raspberry Pi diperkenalkan sebagai solusi untuk pembelajaran dasar-dasar
pemrograman, elektronika dasar dan sistem kontrol di sekolah menengah. Raspberry
Pi memiliki keunggulan dari segi harga, aksesibilitas dan fleksibilitas.
Referensi
[1] Konsumen Indonesia ketagihan smartphone, Koran Sindo url: http://koran-
sindo.com/node/321184 [diakses 26 Oktober 2013]
[2] Cheap smartphones change RI internet behaviour: Survey. The J akarta Post url:
http://www.thejakartapost.com/news/2011/05/31/cheap-smartphones-change-ri-
internet-behavior-survey.html [diakses: 26 Oktober 2013]
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 66
[3] Raspberry Pis Eben Upton: we need to create a generation of producers not
consumers, Wired.co.uk url: http://www.wired.co.uk/news/archive/2013-
10/18/eben-upton-raspberry-pi [diakses: 26 Oktober 2013]
[4] Raspberry Pi Education Project, url:
[5] http://www.raspberrypi.org/ archives/tag/education [diakses: 26 Oktober 2013]
[6] Steven Goodwin, Smart Home Automation with Linux and Raspberry Pi, Apress,
2013
[7] Raspberry Web Server url: http://raspberrywebserver.com [diakses: 26 Oktober
2013]
[8] Simon J . Cox et al. Iridis-pi: a low-cost, compact demonstration cluster, Cluster
Computing, Springer US, 2013
[9] Michale M Grant, Getting a Grip on Project-based Learning: Theory, Cases and
Recomendation, Meridian: A Middle School Computer Technologies J ournal, Vol
5, Number 1, p83 2002.
[10] Webiopi, Internet of Things framework, url: https://code.google.com/p/webiopi/
[diakses :26 Oktober 2013]

Christian Fredy Naa*
Physics Department
Institut Teknologi Bandung
chris@cphys.fi.itb.ac.id
Sparisoma Viridi
Nuclear Physics and Biophysis Research Division
Institut Teknologi Bandung
dudung@fi.itb.ac.id
*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 67
Pengaruh Variasi Ketinggian Reservoir Terhadap
Efisiensi Pompa Hidram
Claudia Mariska M, Cristi Ascika S, Widya Arisya P,
dan Enjang Jaenal Mustopa
Abstrak
Pompa hidram merupakan salah satu alat alternatif yang mulai dikembangkan saat ini
yang berfungsi untuk menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi.
Keuntungan pompa ini adalah tidak memerlukan listrik dan bahan bakar dalam
pengoperasiannya. Ketika aliran fluida mengalir melalui pipa penghantar dan
dihentikan secara tiba-tiba, maka akan timbul perubahan momentum massa fluida, di
mana hal ini akan meningkatkan tekanan air pada tabung udara (air chamber)
sehingga air dapat naik ke tempat yang lebih tinggi dan ditampung pada bak
penampung. Metode yang digunakan ialah metode eksperimen di mana peneliti
memvariasikan ketinggian sumber air (reservoir) sebanyak 4 kali. Pengukuran
dilakukan dengan volume buangan ditetapkan sebanyak 1500 cm
3
. Pada ketinggian
134,2 cm diperoleh debit hasil terbesar 1,87 cm
3
/s dalam selang waktu 43,18 sekon
dengan efisiensi 12,73%, ketinggian 157,4 cm diperoleh debit hasil terbesar 2,71 cm
3
/s
dalam selang waktu 42,01 sekon dengan efisiensi 14,95%, ketinggian 203,4 cm
diperoleh debit hasil sebesar 1,85 cm
3
/s dalam selang waktu 42,30 sekon dengan
efisiensi 8,13% dan ketinggian 249,9 cm diperoleh debit hasil terbesar 1,50 cm
3
/s
dalam selang waktu 24,96 sekon dengan efisiensi 3,25%. Diperoleh efisiensi terbaik
pompa hidram untuk pipa penghantar berdiameter inchi dan pipa masukan
berdiamater 0,2 inchi yakni 14,95% pada ketinggian reservoir 157,4 cm dari
permukaan tanah
Kata-kata kunci : pompa hidram, reservoir, palu air,
Pendahuluan
Permasalahan mengenai air, belakangan ini banyak terjadi di beberapa wilayah
di indonesia. Masalah ini tidak hanya terjadi di daerah perkotaan tetapi juga di daerah
pedesaan. Beberapa penyebabnya antara lain kurang tersedianya air bersih
dikarenakan sumber air mengalami polusi sebagai akibat dari aktivitas manusia itu
sendiri ataupun karena pegaruh iklim sehingga meyebabkan sirkulasi air terganggu,
pertumbuhan peduduk yang semakin cepat di mana semakin padat penduduk maka
kebutuhan akan air pada suatu wilyah akan bertambah pula, sehingga diperlukan
suplai air yang memadai dan juga dikrenakan jarak antara sumber air dengan
pemukiman warga yang relatif cukup jauh ataupun letak pemukiman warga yang lebih
tinggi dibanding dengan sumber air sehingga warga harus bersusah payah secara
manual mengambil air dari sumber air yang kemudian dibawa menuju tempat tinggal
mereka[1]. Hal ini lebih sering dijumpai di daerah pedesaan dibanding daerah
perkotaan, umumnya daerah pedesaan yang belum dialiri listrik. Permasalahan ini
sebaiknya segera diatasi. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan
membuat suatu alat yang efektif dan tepat guna, dalam hal ini pompa yang mampu
mengangkut air dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi dan dapat
beropersi tanpa memerlukan listrik. Belakangan ini mulai dikenal sebuah pompa yang
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 68
mampu beroperasi seperti itu yakni hidraulic ram pump atau yang lebih dikenal dengan
pompa hidram[2].
Dalam penelitian ini, dilakukan eksperimen untuk melihat efisiensi dari pompa
hidram. Dalam pengoperasiannya, efisiensi pompa dipengaruhi oleh beberapa
parameter, antara lain: panjang pipa penghantar (inlet), klep limbah, tabung udara,
diameter pipa serta ketinggian reservoir[3]. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan
untuk melihat bagaimanakah pengaruh ketinggian reservoir terhadap efisiensi pompa
hidram. Setelah memperoleh data dari parameter-parameter di atas, maka efisiensi
pompa dapat dihitung dengan menggunakan persamaan DAubuisson dengan terlebih
dahulu menghitung debit limbah dan debit hasil dari pompa.
Teori
Pompa hidram merupakan pompa yang tidak memerlukan listrik dalam
pengoperasiannya. Secara singkat prinsip kerja pompa hidram adalah dengan
memanfaatkan energi aliran air dengan mekanisme penutupan klep limbah yang
cepat sehingga timbul energi hentakan balik (palu air), inilah yang kemudian
dimanfaatkan sebagai energi untuk menaikkan air ke tempat yang lebih tinggi.
Palu air adalah peristiwa benturan yang sangat keras atau hantaman yang
terjadi di dalam pipa akibat aliran air yang tiba-tiba dihentikan. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan tekanan yang diakibatkan oleh penutupan klep limbah yang cepat.
Saat air masuk ke pipa penghantar sebagian air masuk ke tabung udara dan sebagian
lainnya menuju klep limbah. Setiap penambahan air dalam tabung udara akan
menekan udara dalam tabung sehingga klep hisap akan tertutup. Pada kondisi ini
tekanan dalam tabung udara lebih besar daripada tekanan pada pipa penghantar.
Adanya perbedaan tekanan ini yang menyebabkan klep limbah terbuka dan sebagian
air keluar, sesaat kemudian klep limbah akan tertutup kembali dan terjadi palu air,
peristiwa ini yang menyebabkan klep hisap terbuka sebagian air masuk ke tabung
udara dan sebagiannya akan masuk ke pipa masukan dan dihantarkan menuju bak
penampung. Peristiwa ini akan terjadi membentuk siklus, yang diakibatkan karena
adanya perbedaan tekanan antara tekanan pada tabung udara dengan tekanan pada
pipa penghantar dan klep limbah.
Pada pompa hidram berlaku Hukum Bernoulli untuk 2 keadaan, yaitu keadaan
saat klep limbah terbuka dan keadaan saat klep limbah tertutup.
Berikut persamaan Bernoulli untuk keadaan klep limbah terbuka :
2 2
1 1 1 2 2 2
1 1
2 2
P v gh P v gh ,
karena P
1
dan P
2
sama yaitu tekanan udara luar, maka persamaan di atas menjadi
2
1 2
1
2
gh v
2 1
2 v gh (1)
sedangkan persamaan Bernoulli untuk keadaan klep limbah tertutup seperti berikut
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 69
2 2
1 1 1 2 2 2
1 1
2 2
P v gh P v gh ,
1 1 2
P gh P (2)
Efisiensi pompa hidram dapat dihitung menggunakan persamaan
DAubuisson[2], dengan terlebih dahulu menghitung debit limbah dan debit hasil.
lim volume bah
Q
t
(3)
volume hasil
q
t
(4)

A
qh
Q q H

(5)
Di mana volume limbah ditetapkan sebesar 1500 cm
3
, t waktu yang dibutuhkan
hingga dihasilkan volume limbah 1500 cm
3
, H ketinggian reservoir dari permukaan
tanah (cm), h ketinggian bak penampung dari permukaan tanah (cm), Q debit limbah
(cm
3
/s), q debit hasil (cm
3
/s), dan
A
efisiensi pompa hidram menurut DAubuisson (%).
Metodologi Penelitian
a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilakukan di Basic Science Centre A Institut Teknologi Bandung pada
bulan November 2013 selama + 3 minggu dengan menggunakan metode eksperimen.
Penelitian ini meliputi perancangan, pembuatan dan pengambilan data dengan
memvariasikan ketinggian reservoir.

b. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian pembuatan pompa hidram dilakukan dengan menyusun
peralatan seperti gambar berikut :

Gambar 1. Skema susunan alat pompa hidram.
I
H
h
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 70
Dengan [A] sumber air (reservoir); [B] pipa penghantar; [C] klep hisap, [D] klep
limbah, [E] tabung udara (air chamber), [F] stop kran, [G] pipa masukan (inlet), [I] bak
penampung, [H] ketinggian reservoir dari permukaan tanah (cm), [h] ketinggian bak
penampung dari permukaan tanah (cm).
Reservoir
Merupakan sumber air yang nantinya akan menglairkannya ke pompa.
Pipa penghantar
Merupakan pipa yang mengalirkan air dari reservoir menuju ke pompa.
Klep hisap
Merupakan klep yang menghantarkan air dari pipa penghantar menuju ke tabung
udara dan menjaga agar air yang ada di tabung udara tidak turun kembali ke pipa
penghantar.
Klep limbah
Merupakan klep tempat keluarnya air yang berasal dari reservoir. Pada bagian
inilah peristiwa palu air terjadi.
Tabung udara (air chamber)
Merupakan bagian pada pompa hidram yang berfungsi untuk menjaga tekanan
pada pompa.
Stop kran
Merupakan bagian pada pompa hidram yang berfungsi untuk membuka atau
menutup aliran air yang menuju pipa masukkan
Pipa masukan
Merupakan pipa yang berfungsi untuk menghantarkan air menuju bak penampung
Bak penampung
Merupakan bak tempat menampung air yang keluar dari pipa masukan.

Secara umum prinsip kerja pompa hidram dapat dilihat pada skema berikut :




















Gambar 2. Skema prinsip kerja pompa hidram.
Air pada reservoir
Air mengalir melalui pipa
penghantar (inlet)
Sebagian air memasuki
tabung vakum (air chamber)
Sebagian air terbuang
melalui katup limbah
Sebagian air naik ke
pipa masukan (inlet)
Air masuk ke bak
penampungan
Air kembali ke reservoir
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 71

Hasil dan Diskusi
Dari penelitian ini diperoleh nilai efisiensi yang berbeda untuk masing-masing
ketinggian reservoir. Adapun dalam penelitian yang dilakukan, instalasi dari pompa
hidram terdiri dari :
1. Pipa penghantar dengan diameter inch dan panjang 3 meter.
2. Pipa masukan (inlet) dengan diameter 0,2 inch dan panjang 5 meter.
3. Klep hisap dan klep limbah dengan diameter inch.
4. Tabung udara dengan volume 1300 cm
3
.
5. Stop kran dengan diameter inch.

Berikut data debit hasil, debit limbah, dan efisiensi yang diperoleh untuk 4
variasi ketinggian reservoir
Tabel 1. Data efisiensi terhadap ketinggian
H (cm) h
(cm)
t (s) Q (cm
3
/s) q (cm
3
/s) (%)
50,86 29,49 1,44 11,53
48,30 31,06 1,61 12,28 134,2

333,5
43,18 34,74 1,87 12,73
34,40 43,60 2,36 13,6
35,71 42,01 2,54 14,07 157,4

333,5
35,71 42,01 2,71 14,95
41,19 36,41 1,59 6,86
44,80 33,48 1,67 7,79 203,4

333,5
42,30 35,46 1,85 8,13
25,46 58,92 1,35 2,98
24,43 61,39 1,41 2,99 249,9

333,5
24,96 60,09 1,50 3,25

dari data tersebut dapat digambarkan grafik sebagai berikut

Grafik 1. Debit hasil (q) terhadap ketinggian reservoir (H).

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 72

Grafik 2. Ketinggian reservoir (H) terhadap efisiensi (
A
).
Berdasarkan data dan grafik yang ada, diperoleh untuk grafik 1 hubungan
antara debit hasil dengan ketinggian reservoir, di mana semakin tinggi reservoir
semakin rendah debit, dan sebaliknya. Pada penelitian ini, debit terbesar yang
dihasilkan adalah saat reservoir berada pada ketinggian 157,4 cm. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan diamati bahwa pompa hidram dapat bekerja pada ketinggian
minimum 134,2 cm dan maksimum pada ketinggian 249,9 cm. Ketika reservoir
diletakkan pada ketinggian di bawah 134,2 cm atau di atas 249,9 cm, air tidak dapat
mengalir naik ke pipa masukan. Hal ini disebabkan semakin tinggi reservoir laju aliran
fluida dari reservoir semakin cepat, sehingga klep limbah terbuka lebih lama yang akan
berpengaruh pada peristiwa palu air sehingga volume air yang masuk ke dalam pipa
masukan lebih sedikit, demikian pula dengan debit hasilnya. Untuk grafik 2, hubungan
antara efisiensi dengan ketinggian reservoir sama halnya dengan grafik 1 dipengaruhi
oleh ketinggian reservoir, karena ketinggian reservoir ini mempengaruhi debit limbah
dan debit hasil pompa hidram.
Kesimpulan
Pompa hidram merupakan salah satu alat alternatif yang mulai dikembangkan
yang memiliki fungsi untuk menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih
tinggi. Keuntungan pompa ini adalah tidak memerlukan listrik dan bahan bakar dalam
pengoperasiannya.
Pada penelitian ini peneliti melakukan variasi terhadap ketinggian reservoir guna
melihat pengaruh ketinggian reservoir terhadap efisiensi yang dihasilkan dari suatu
pompa hidram. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan efisiensi terbaik pompa
hidram untuk 4 variasi ketinggian reservoir dengan diameter pipa masukan inchi
adalah ketika reservoir diletakkan pada ketinggian 157,4 cm dari permukaan tanah
yakni 14,95%. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ketinggian reservoir
berpengaruh terhadap efisiensi pompa hidram.
Referensi
[1] Parulian Siahaan dan Tekad Sitepu, Rancang Bangun dan Uji Eksperimental
Pengaruh Variasi Panjang Driven Pipe dan Diameter Air Chamber Terhadap
Efisiensi Pompa Hidram, Jurnal Dinamis,Volume II, No.12, Januari 2013
[2] Daniel Ortega Panjaitan dan Tekad Sitepu, Rancang Bangun Pompa Hidram dan
Pengujian Pengaruh Variasi Tinggi Tabung Udara dan Panjang Pipa Pemasukan
Terhadap Unjuk Kerja Pompa Hidram, Jurnal e-Dinamis,Volume II, No.2
September 2012
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 73
[3] Yeni Herawati, Kuswartomo, dan Gurawan Wibowo, Panjang Pipa Inlet terhadap
Efisiensi Pompa Hidram, Jurnal Dinamika Teknik Sipil, Akreditasi BAN DIKTI
No://DIKTI/Kep/2009
[4] Ahmad Nur Arianta, Pengaruh Variasi Ukuran Tabung Udara Terhadap Unjuk
Kerja Sebuah Pompa Hidram, Skripsi Sarjana, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 2010
[5] Eko P., Pompa Hidram, URL http://mastekop.blogspot.com/2010/09/pompa-
hidram.html [diakses 23-11-2013]
[6] Mulyato, Membuat Pompa Hidram (Hidraulic Ram Pump), update 7-8-2010, URL
http://mulyantogoblog.wordpress.com/2010/07/27/membuat-pompa-hydram-
hidraulic-ram-pump [diakses 15-11-2013]
[7] Serway A dan Jewett J., Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi 6, Salemba
Teknika, Jakarta, 2009
[8] Suroso, Dwi P, dan Yordan K., Pembuatan dan Karakterisasi Pompa Hidrolik
Pada Ketinggian Sumber 1,6 meter, Seminar Nasional VIII SDM Teknologi Nuklir,
Yogyakarta, 31Oktober 2012


Claudia Mariska Maing
Magister Studi Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
claudia.maing@yahoo.com

Cristi Ascika Sekeon
Magister Studi Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
cristi.sekeon@gmail.com

Widya Arisya Putri
Program Studi Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
widyaarisya@gmail.com

Enjang Jaenal Mustopa
KK Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
enjang@fi.itb.ac.id



Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 74
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan
Website Interaktif pada Konsep Fluida Statis untuk
Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI
Dede Trie Kurniawan* dan Ida Hamidah
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterampilan proses sains siswa yang
dilakukan melalui model pembelajaran berbasis masalah berbantuan website. Metode
penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan rancangan penelitian
control group pretest-posttest design. Penelitian ini dilaksanakan pada pokok
bahasan fluida statis kelas XI pada satu sekolah menengah atas tahun pelajaran
2011/2012. Subyek penelitian terdiri dari dua kelas dengan jumlah sampel masing-
masing sebanyak 36 siswa. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data
keterampilan proses sains dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran. Uji hipotesis
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji t pada N-gain keterampilan proses
sains setelah dilakukan pembelajaran berbasis masalah berbantuan website. Hasil
analisis data menunjukkan N-gain keterampilan proses sains siswa sebesar 0.376
(sedang). Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah pada pokok
bahasan fluida statis berbantuan website secara signifikan dapat lebih meningkatkan
keterampilan proses sains siswa. Disamping itu pada umumnya, siswa memberikan
tanggapan positif terhadap pembelajaran.
Kata kunci : keterampilan proses sains, website, Model pembelajaran berbasis
masalah

Pendahuluan
Pendidikan sains memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era globalisasi
dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu
bangsa. Jika pendidikan merupakan salah satu instrumen utama pengembangan
sumber daya manusia, tenaga kependidikan dalam hal ini guru sebagai salah satu
unsur yang berperan penting di dalamnya, memiliki tanggung jawab untuk
mengembangkan tugas dan mengatasi segala permasalahan yang muncul. Guru
merupakan komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi
pembelajaran. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan
tergantung pada guru dalam menggunakan metode, teknik dan strategi pembelajaran.
Keterampilan proses yang mencakup ranah kognitif dan psikomotor juga akan
mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam
proses kegiatan belajar mengajar harus senantiasa melatih keterampilan proses sains
tersebut. Menurut Moffit (Ratnaningsih, 2003[1}) Salah satu model pembelajaran yang
dapat melatih keterampilan proses sains tersebut adalah Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM). Hal ini karena siswa dapat memahami konsep dari suatu
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 75
materi melalui bekerja dan belajar pada situasi atau masalah yang diberikan. Siswa
melakukan investigasi, eksplorasi, membuat kesimpulan sebelum melakukan
pemecahan masalah, mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang
telah dimilikinya, dan mengkonstruksi pemahamannya sendiri.
Moffit (Ratnaningsih, 2003) menyatakan bahwa belajar berbasis masalah
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif secara optimal,
memungkinkan siswa melakukan investigasi pemecahan masalah yang
mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagi konten area. Pendekatan ini
meliputi menyimpulkan informasi sekitar masalah, melakukan sintesis dan
mempresentasikan apa yang didapat kepada yang lain.
Selain itu, agar konsep-konsep dalam pokok bahasan fisika dapat menjadi lebih
konkret, model PBM dapat menjadi salah satu alternatif untuk diterapkan dalam
pembelajaran fisika sebagai contoh pokok bahasan fluida statis. Hal itu disebabkan
karena dalam model PBM lebih menekankan pada interaksi dan komunikasi dalam
pembelajaran serta menekankan pada proses pembentukan pengetahuan secara aktif
oleh siswa. Selain itu model PBM juga lebih mengungkapkan masalah-masalah yang
biasa dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat membiasakan siswa dalam
menyelesaikan masalah yang ditemukan dengan metode ilmiah dan diskusi.
Era globalisasi dan modernisasi tidak dapat dipungkiri telah berdampak pada
perkembangan teknologi dan informasi, khususnya teknologi komunikasi berbasis
komputer yang mengalami perkembangan cukup pesat. Seiring dengan berjalannya
waktu, teknologi informasi menawarkan cara alternatif untuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran, seperti pembelajaran berbasis website, pengajaran dengan power
point, pembelajaran interaktif online dan offline dan masih banyak cara-cara yang lain.
Pemanfaatan komputer sebagai salah satu media pembelajaran diharapkan
dapat mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, sehingga proses belajar mengajar
dapat berjalan secara efektif dan efisien. Komputer merupakan alat yang bisa
dimanfaatkan sebagai media utama dalam pembelajaran karena berbagai macam
kemampuan yang dimilikinya, diantaranya memiliki respon yang cepat secara virtual
(tampilan) terhadap masukan yang diberikan siswa (user), mempunyai kapasitas untuk
menyimpan dan memanipulasi informasi, serta dapat digunakan secara luas sebagai
alat dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Hamalik (2005[2]) Komputer adalah suatu
medium yang interaktif, dimana siswa memiliki kesempatan untuk berinteraksi dalam
bentuk mempengaruhi atau mengubah urutan yang disajikan. Menurut Hamalik
(1986) ada beberapa keunggulan penggunaan media komputer jika dibandingkan
media lainnya, diantaranya dapat menunjukan banyak hal dan banyak segi yang
beraneka ragam, dan dapat menciptakan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dilihat
mata.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan bantuan komputer, siswa secara
langsung beinteraksi dengan komputer yang telah dilengkapi dengan software
pembelajaran yang berisi simulasi atau praktikum virtual materi ajar tertentu yang akan
dibuat berbasis website. Melalui simulasi atau praktikum virtual tersebut siswa
dibimbing untuk menemukan kesimpulan akan materi yang sedang dipelajari.
Di sisi lain, penggunaan media pembelajaran juga sangat berpengaruh terhadap
pencapaian tujuan pembelajaran. Kemp dan Dayton (Ikhsan, 2006) menjelaskan
bahwa peran yang dapat diperoleh dari penggunaan media pembelajaran adalah: (1)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 76
penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar, (2) pembelajaran dapat
lebih menarik, (3) pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori
belajar, (4) waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek, (5) kualitas
pembelajaran dapat ditingkatkan, (6) proses pembelajaran dapat berlangsung
kapanpun dan dimanapun diperlukan, (7) sikap positif siswa terhadap materi
pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan, dan (8) peran guru dapat
bergeser ke arah yang lebih positif. Namun demikian, pembuatan media pembelajaran
yang tepat juga memerlukan waktu yang tidak sedikit. Selain itu, tidak semua guru
memiliki kemampuan untuk membuat dan mempersiapkan media pembelajaran,
sehingga diperlukan bantuan pihak lain untuk mengaktualiasasikannya.
Pemilihan website sebagai media pembelajaran didasarkan oleh kemudahan
mengakses informasi melalui internet, baik melalui perangkat keras portable (personal
computer) maupun perangkat keras movable (laptop, PDA, atau handphone), dan
dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, serta oleh siapa saja, termasuk oleh siswa.
Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat memungkinkan
banyak pihak untuk selalu memperbarui isi atau content materi ajar beserta
komponen-komponen lainnya, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan dapat
dengan mudah dan cepat untuk diinformasikan atau disampaikan kepada siswa
dibandingkan dengan penggunaan media pembelajaran lainnya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menerapkan model PBM pada materi fluida
statis. Konsep fluida statis merupakan konsep yang cukup penting dalam kurikulum
pembelajaran fisika. Meskipun konsep ini telah dipelajari siswa sejak di sekolah dasar,
tapi kenyataannya banyak siswa mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan konsep
fluida statis dalam berbagai permasalahan. Siswa kesulitan memecahkan
permasalahan yang berkaitan dengan fenomena fluida statis dalam kehidupan sehari-
hari. Hal ini terjadi karena siswa menerima konsep fluida statis dengan mendengarkan
atau mencatat hukum-hukum yang berlaku yang diberikan oleh guru tanpa keterlibatan
siswa secara langsung dalam menemukan hukum-hukum tersebut. Oleh karena itu
perlu adanya upaya peningkatan penguasaan konsep fluida statis melalui
pembelajaran berbasis masalah (PBM) berbantuan website interaktif.
Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu dilakukan suatu penelitian
mengenai penggunaan model pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan
website interaktif untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas XI pada
materi fluida statis. Penelitian ini menginduk kepada penelitian utama mengenai suatu
integrasi antara model dan media pembelajaran berbantuan website pada
pembelajaran fisika untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir tingkat
tinggi.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi eksperimental, yaitu penelitian
dengan pengambilan sampel tidak secara random dan mengontrol validitas internal
dengan teknik tertentu (Fraenkel, 2007[3]) . Dalam penelitian ini subjek penelitian
terdiri dari satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah dengan
batuan website interaktif, sedangkan variabel terikatnya berupa keterampilan proses
sains siswa pada konsep fluida statis kelas XI.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 77
Desain ini menggunakan satu kelompok kontrol dan satu kelompok eksperimen.
Kelompok eksperimen akan mendapatkan perlakuan berupa model pembelajaran
berbasis masalah dengan bantuan website interaktif. Selain itu sebelum dan sesudah
perlakuan dilakukan tes. Tes sebelum perlakuan dikenal sebagai pretest. Sedangkan
tes setelah perlakuan disebut posttest. Pada Tabel 1 disajikan randomized control
group pretest-posttest design
Tabel 1 Desain penelitian randomized control group pretest-posttest design
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen O

X
1
O

Kontrol O

X
2
O

Keterangan :
O = Tes
X
1
= Model pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah dengan bantuan
website interaktif
X
2
= Model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah tanpa website interaktif.
Pengembangan keterampilan proses sains dihitung dengan skor N-Gain (Hake,
2004), dan digunakan rumus:
postes pretes
maksimum pretes
skor skor
N Gain
skor skor


dengan kriteria nilai N-Gain pada Tabel 2
Tabel 2. Kriteria Gain Ternormalisasi (N-Gain)
N-Gain Kriteria peningkatan
G < 0,3 peningkatan rendah
0,3 G 0,7 peningkatan sedang
G > 0,7 peningkatan tinggi

(hake, 2004[4])
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan pogram SPSS for windows
versi 16.00. Pengujian normalitas distribusi data dalam penelitian ini dilakukan dengan
Kolmogorov-Smirnov. Untuk melihat perbedaan perkembangan berpikir kritis dilakukan
pengujian dengan menggunakan uji t.
Hasil dan Pembahasan
Pembahasan terhadap Hasil Penelitian berikut dilakukan berdasarkan analisis
data dan temuan di lapangan :

1. Keterampilan Proses Sains Siswa
Data keterampilan proses sains siswa diperoleh dari pretets, posttest, dan N-Gain.
Skor pretets, posttest, dan N-Gain keterampilan proses sains siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 78

Gambar 3. Peningkatan keterampilan proses sains pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
Peningkatan keterampilan proses sains dapat dikelompokkan untuk setiap tipe
keterampilan yaitu, keterampilan mengamati, interpretasi, klasifikasi, prediksi, aplikasi
konsep, merencanakan percobaan dan mengkomunikasikan. Nilai rata-rata gain yang
dinormalisasi untuk setiap tipe keterampilan proses sains untuk kelas eksperimen dan
kelas kontrol diperlihatkan oleh Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata N-Gain Per Tipe Keterampilan
Proses Sains.
Berdasarkan Gambar 4 perolehan rata-rata N-Gain KPS siswa untuk setiap
aspek KPS pada pembelajaran dengan model PBM berbantuan website interaktif
lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional
2. Angket Tanggapan Siswa Terhadap pembelajaran
Pada akhir pembelajaran diberikan angket tanggapan siswa terhadap model
PBM berbantuan website Interaktif pada kelas eksperimen. Pada umumnya siswa
memberikan tanggapan positif terhadap pelaksanaan model PBM berbantuan website
Interaktif. Rekapitulasi hasil tanggapan siswa disajikan pada gambar 5

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 79

Gambar 5. Persentase tanggapan siswa terhadap model PBM berbantuan website
interaktif.
Indikator Angket :
1. Keterkaitan terhadap pembelajaran
2. Minat dan Motivasi belajar dengan pembelajaran yang diterapkan
3. Membantu Pemahaman konsep di materi ajar
4. Teknis Pembelajaran Berbantuan Website Interaktif
5. Pembelajaran dapat mengembangkan hands on dan minds on
6. Kejelasan Instruksi lembar kerja

3. Implementasi dan Pengujian Media
Pengembangan story board pada penelitian pembelajaran fluida statis
berbantuan website interaktif disajikan pada Gambar 6.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 80



Gambar 6. Praktikum Virtual Fluida statis yang diintegrasikan dengan website interaktif

Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan tentang
model PBM berbantuan website interaktif pada pembelajaran fluida statis untuk
meningkatkan keterampilan proses sains siswa dapat disimpulkan bahwa:
1. Model PBM berbantuan website interaktif secara signifikan dapat lebih
meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan model
pembelajaran konvensional.
2. Siswa memberikan tanggapan positif terhadap model PBM berbantuan website
interaktif pada konsep fluida statis setelah memperoleh pembelajaran.

Daftar Rujukan
[1] Ratnaningsih, Nani. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik
Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah. Tesis pada PPS UPI: tidak diterbitkan.
[2] Hamalik, O. (1986). Media Pendidikan. Bandung: Alumni.
[3] Fraenkel, J.R. & Wallen, N.E.(2007). How To Design And Evaluate Research In
Education, 6th Edition. Singapore: McGraw-Hill.
[4] Hake, R.R. (2004). Interactive-Engagement Versus Traditional Methode: A Six-
Thousand-Student Survey of Mechanics Tes Data For Introductory Physics
Course, Am. J. Phys.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 81



Dede Trie Kurniawan and Ida Hamidah
School of Postgraduate Studies
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
dhe3kurniawan@gmail.com


Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 82
Karakterisasi Pola Berjalan dengan Principle Component
Analiysis (PCA)
Dedi Nurcipto*, Achmad Arifin, dan Djoko Purwanto
Abstrak
Klasifikasi gaya berjalan sangat diperlukan dalam diagnosa kelainan pada gaya
berjalan seseorang. Di mana kaki mempunyai sumber informasi yang banyak
dibutuhkan dalam bidang medis dan analisa gerakan lainnya. Proses awal untuk dapat
mengklasifikasikan gaya berjalan diperlukan karakterisasi pola gaya berjalan tersebut.
Metode yang digunakan dalam karakterisasi pola di sini adalah dengan menganalisa
komponen utama gaya berjalan. Principle component analysis (PCA) merupakan
metode untuk mendapatkan komponen utama sebagai analisa pola dan karakterisasi
pola berjalan sebagai validasi gaya berjalan narmal atau abnormal. Untuk
mendapatkan variabel gaya berjalan menggunakan Optotrak Cetrus3020 yang
termasuk motion capture yang mempunyai keakuratan tinggi dalam mengambil
informasi posisi joint angle. Informasi joint diekstrak guna mendapatkan variabel gaya
berjalan yang berupa sudut angle (hip, knee dan ankle), kemudian dianalisa untuk
mendapat komponen utama / principle component (PC). Dari hasil analisa pada tiga
subjek normal dan dua subjek cacat anatomi didapatkan pola yang berbeda diantara
keduanya. Di mana rata-rata pada subjek normal mempunyai nilai PC ke-1 sebesar
1,62 kemudian PC ke-2 sebesar 1,04 dan pada PC ke-3 sebesar 0,32. Sedangkan
rata-rata pada subjek abnormal mempunyai nilai pada PC ke-1 sebesar 1,64 yang
mempunyai kemiripan seperti subjek normal, sedangkan pada PC ke-2 mempunyai
nilai rata-rata sebesar 0,82 dan PC ke-3 sebesar 0,53. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa hasil karakterisasi yang didapatkan pada subjek abnormal mempunyai
kemiripan pada PC ke-3 sebesar 33,11%, PC ke-2 sebesar 78,01% dan PC ke-1
sebesar 99,22% terhadap karakter normal. Sehingga dengan menggunakan PCA
maka klasifikasi gaya berjalan dapat dilakukan untuk verifikasi phase portrait pola
berjalan.
Kata-kata kunci: Karakterisasi pola berjalan, Ekstraksi ciri gaya berjalan, Optotrak
Cetrus3020, Principle Component Analysis (PCA).
Pendahuluan
Walking atau berjalan merupakan sebuah metode daya penggerak
menggunakan dua kaki secara berurutan untuk memberikan dorongan dan sokongan
[1]. Sedangkan gait atau gaya berjalan merupakan metode penggerakan kaki secara
bergantian dengan irama tertentu. Awal penelitian gait dimulai tahun 1929 merupakan
awal sejarah tentang gaya berjalan [2]. Dari situlah penelitian gaya berjalan mulai
barkembang diantaranya untuk keperluan medis, animasi dan lain-lain. Kali ini, penulis
mengembangkan hasil yang telah dilakukan oleh peneliti[3]. Pada penelitian tersebut
menggunakan marker (penanda) yang berwarna merah yang diletakan pada subjek
ukur. Sedangkan pada penelit [1] menggunakan sensor ganiometer, dua force
sensitive resistor (FRS) yang dipasang pada kaki kanan untuk menentukan gerakan
kontak kaki pada lantai. Bagian tubuh yang diteliti adalah bagian tubuh bawah yaitu
sudut sendi hip, knee dan ankle. Peneliti tersebut mendefinisikan satu siklus gaya jalan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 83
atau satu cycle dimulai dari awal menyentuhnya heel terhadap lantai / inital contact
(IC) sampai dengan IC berikutnya[1]. Satu siklus gaya berjalan yang terdiri dari dua
phase, yaitu stance phase dan swing phase. Dan pada Stance phase dan swing
phase terdiri dari enam gerakan dasar yang dimulai dari posisi initial contact (IC) yaitu
ketika tumit kaki kanan pertama kali menyentuh tanah. Dilanjutkan dengan posisi foot
flat (FF), yaitu ketika heel dan toe pada posisi sejajar dengan tanah dan kaki lainnya
akan meninggalkan tanah. Kemudian posisi mid stance dimana ketika telapak kaki
tepat diatas tanah dengan kaki lainnya mengayun dan berada pada posisi tegak lurus
tubuh. Heel off (HO) adalah posisi ketika tumit pertama kali naik dan toe off (TO)
adalah posisi ketika ujung jari akan meninggalkan tanah untuk masuk ke fase single
support (swing phase). Posisi gait cycle ini diilustrasikan pada Gambar1.
Penulis melakukan pengukuran sudut persendian kaki dan level berjalan untuk
mendapatkan karakterisasi pola berjalan, yang menitik beratkan pada gaya berjalan
kaki sebelah kanan seperti penulis sebelumnya. Pada penelitian kali ini penulis
menggunakan Optotrak Certus3020 dari Northern Digital Inc dengan penanda khusus
yang memungkinkan melakukan pengukuran pada gerakan ektrim dan mempunyai
keakuratan tinggi. Hasil dari pengukuran diekstrak dan dilakukan karakterisasi pola
gaya berjalan pada subjek normal dan subjek cacat akibat kecelakaan. Pola berjalan
digambarkan dengan ploting antara sudut dan kecepatan.

Gambar 1. Stance phase and swing phase in level gait [1].
Untuk menganalisa pola pada subjek normal dan abnormal menggunakan metode
Principle Component Analysis(PCA) sebagai validasi. Hasil penelitian yang dilakukan
akan dibahas lebih dalam pada bagian hasil dan diskusi.
Teori
Optical motion capture merupakan salah satu metode dalam motion capture
yang digunakan dalam merekam gerakan suatu objek, salah satu motion cature adalah
Optotrak Certus3020 dari Northern Digital Inc. Dengan menggunakan enam merker
sebagai penanda memungkinkan untuk mengukur dengan gerakan yang ektrim
dengan keakuratan yang tinggi. Lihat gambar 3.
Proses pengukuran dilakukan pada ruang yang telah ditentukan. Lihat gambar 2.
Dalam pengukuran digunakan enam buah marker yang dilekatkan pada joint angle
kaki sebelah kanan untuk mengukur sudur hip, knee dan ankle. Dengan persamaan
trigonometri, sudut pada masing-masing joint angle didapatkan.
Penulis mengukur terhadap lima objek, terdiri dari tiga objek yang mempunyai
gaya berjalan normal dan dua objek mengalami cacat anatomi (abnormal). Parameter
kami bahwa subjek dikatakan normal adalah dengan menggali informasi dari riwayat
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 84
yang dialami subjek, tidak penah mengalami kecelakan lower limb atau prematur
waktu lahir. Dapat diamati juga secara langsung bahwa subjek tidak mempunyai
kelainan saat berjalan. Sedangkan untuk subjek abnormal adalah subjek pernah
mengalami kecelakan sehingga mempunyai kelaian gaya bejalannya dibanding
dengan subjek yang normal.
Principle Component Analysis(PCA) merupakan analisa multivarian yang
bertujuan untuk mereduksi variabelnya. Dengan menghilangkan korelasi diantara
variabel untuk mendapatkan variabel baru yang tidak berkorelasi sehingga
mencerminkan varibel asli yang disebut principal component. Dalam pembentukan
analisa komponen utama melalui analisis komponen utama ada dua cara. Pertama,
pembentukan komponen utama berdasarkan matrik kovariasi. Kedua, pembentukan
komponen utama berdasarkan matrik korelasi.

Gambar 2. Lintasan pengukuran.


Gambar 3. Penempatan marker pada joint angle.

Matrik kovarian yang dibentuk dari matrik ciri dimulai variabel asal
nxp
x , akan dicari
matriks varian kovarian dengan persamaan berikut

=
p
i
k jk j ij jk
x x x x
n
S
1
) )( (
1
1
(1)
selanjutnya dari matriks varians kovarians dicari nilai eigen
i
dengan i = 1,2,,
yang diperoleh dari bentuk persamaan determinan :
0 = I S
i

dari nilai eigen tersebut ,


dihitung vector-vektor eigen melalui persamaan Se
i
=
i
e
i
i =1,2,. p
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 85
Sedangakan matrik yang dibentuk dari matrik korelasi adalah dengan
memisalkan komponen utama ke-i ; W
i
yang dibentuk berdasarkan variabel-variabel
yang telah dibakukan Z = (Z
1,
Z
2,.
....
....
Z
p
)
.
dengan cov(Z) = didefenisikan sebagai:

W
i
= e
i1
Z
1
+ e
i2
Z
2
+ ...+ e
ip
Z
p
i=1,2... p (2)
Sementara itu , proporsi total variansi yang dapat dijelaskan oleh komponen ke
k berdasarkan variabel bebas yang telah dibakukan didefenisiskan sebagai utama ke-
k adalah
p
k

(3)
Dengan
k
=adalah eigen dari , dan k = 1,2,, p , Hasil eigen yang kami
dapat kami tampilkan dalan Scree plot yang mana adalah grafik yang menunjukkan
relasi antara faktor dengan nilai Eigennya.
Langkah-langkah dalam memperoleh Principle Component :
1. Mengumpulkan data tiap n dimensi disini kami menggunakan tiga dimensi untuk
dianalisis yaitu X,Y dan Z mencerminkan dimensi pada hip,knee dan ankle .
2. Dari masing-masing dimensi dicari rata-rata yang dapat dicari dengan persamaan
(4).

=
n
i
Xi X
1
(4)
3. Setelah hasil persamaan (4) diperoleh selanjutnya membentuk data baru dari hasil
pengurangan tiap-tiap sampel dengan rata-rata. Dimana setiap variabel ke-n
dikurangi dengan rata-rata dimensi.
4. Selanjutnya membentuk matrik var-kovar dari mesing-masing dimensi dengan
persamaan berikut
1
) )( (
) , (
1

n
Y Yi X Xi
Y X Cov
n
i
(5)
Persamaan 5 dapat ditulis seperti berikut
cov( , ) cov( , ) cov( , )
cov( , ) cov( , ) cov( , )
cov( , ) cov( , ) ( , )
X X X Y X Z
c Y X Y Y Y Z
Z X Z Y con Z Z
| |
|
=
|
|
\ .
(6)
5. Kemudian mencari eigenvalue dan eigenvector dari matrik var-kovarian dari
persamaan (6).
6. Mengelompokan eigenvector dari yang terbesar hingga terkecil sehingga terbentuk
matrik ciri.
Dari eigen inilah karakterisasi bisa didapatkan.
Hasil dan diskusi
Untuk memperoleh hasil yang diinginkan dilakukan kaliberaisi dengan
pengukuran tehadap penggaris untuk memastikan jarak antar marker. Dilanjutkan
pengukuran terhadap garis busur untuk memastikan pengukuran terhadap sudut
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 86
dengan menggunakan tiga buah marker. Setelah pengukuran pada jarak dan sudut
mampu terukur maka dilakukan pengukuran pada subjek. Pengukuran terhadap subjek
dimana dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Pengukuran lansung dengan subjek dengan posisi berdiri tegap untuk kaliberasi.
Dimana pengukuran yang telah dilakukan didapatkan hasil dari masing-masing joint
angle adalah nol, baik sudut hip, knee ataupun ankle.
b) Setelah melakukan kalibrasi, selanjutnya dilakukan pengukuran lansung pada
subjek berjalan. Pengukuran dilakukan pada tempat yang sudah dipersiapkan.
Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali percobaan.


Gambar 4. Gait Level.

Maka hasil pengukuran sudut joint angle dapat dillihat seperti gambar 4.
Besarnya sudut hip berkisar antara -20 sampai 10. Sedangkan besarnya sudut knee
kisaran antara -5 sampai 55. Dan besarnya sudut ankle berkisar antara -20 sampai 15.
Dari hasil percobaan menunjukan kemiripan trajektori seperti yang telah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya[1].
Selain mendapatkan sudut joint angle dalam pengukuran, Stance phase and
swing phase pada level gait dapat diketahui dengan bantuan marker yang dilekatkan
pada Joint angle. Seperti pada gambar 3.
Dengan menurunkan persamaan sudut joint angle (hip, knee dan angkle)
terhadap t maka didapatkan kecepatan ( e ).
t A
A
=
|
e
(7)
Pada gambar 5, merupakan ploting sudut terhadap kecepatan ( e ), terlihat
perbedaan keduanya antara pola gaya berjalan normal dan abnormal. Dimana yang
membedakan antara pola gaya berjalan normal dan abnormal adalah saat awal kaki
menyentuh lantai. Bulatan tebal pada gambar 5 menunjukan pola yang seharusnya
ada pada pola berjalan normal. Untuk menganalisa karakter dari keduanya lebih lanjut
dilihat pada grafik pada gambar 6 setelah dilakukan proses ekstrasi ciri dengan PCA.
Pada gambar 6 merupakan hasil rata-rata Scree plot grafik yang menunjukkan
hubungan antara faktor dengan nilai eigennya. Hasil scree plot yang dapatkan dari
ploting korelasi matrik dapat dilihat pada grafik tersebut. Rata-rata pada subjek normal
mempunnyai nilai PC ke-1 sebesar 1,62 kemudia PC ke-2 sebesar 1,04 dan pada PC
ke-3 sebesar 0,32. Sedangkan rata-rata pada subjek abnormal mempunyai nilai pada
PC ke-1 sebesar 1,64 yang mempunyai kemiripan seperti subjek normal, sedangkan
pada PC ke-2 mempunyai nilai rata-rata sebesar 0,82 dan PC ke-3 sebesar 0,53.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 87
Kesimpulan
Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan, hasil pengukuran trajektori subjek
normal dengan Optotrack Cetrus3020 mempunyai kemiripan pola berjalan seperti
yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Gambar 5. Phase phortrait normal dan Phase phortrait abnormal.
Dengan ploting antara sudut dan kecepatan didapatkan phase phortrait yang
dapat membedakan pola berjalan. Dari hasil ploting ini dapat dijadikan sebagai acuan
karaterisasi untuk klasifikasi. Dengan menggunakan metode PCA, karakterisasi pola
dari gaya berjalan normal atau cacat anatomi dapat dikenali.


Gambar 6. Grafik hubungan antara principle component dengan nilai Eigen.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 88
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil PCA yang didapatkan pada subjek
abnormal mempunyai kemiripan pada PC ke-3 sebesar 33,11%, PC ke-2 sebesar
78,01% dan PC ke-1 sebesar 99,22% terhadap karakter normal. Sehingga PCA dapat
digunakan untuk klasifikasi sebagai verifikasi pola berjalan.!
Ucapan terima kasih
Penelitian ini merupakan program penelitian master ITS. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada pasca sarjana elektro medik ITS atas dukungan serta fasilitas
motion cature Optotrak Certus3020 dari Northern Digital Inc.
Referensi
[1] Achmad Arifin., Chapter 2. Mathematical Model and Control System Design,
Doctoral Thesis.
[2] I.T. Jolliffe Principal Component Analysis, Second Edition , 2002
[3] Elva Susianti Pengembangan Motion capture Sistem untuk Trajektori Planing
Tesis TE092099 ,2012
[4] Qiang Huang, Kazuhito Yokoi, Shuuji Kajita, Kenji Kaneko, Hirohiko Arai, Noriho
Koyachi, Kazuo Tanie, Planning Walking Patterns for a Biped Robot, IEEE
Transactions On Robotics And Automation, Vol. 17, No. 3, June 2001.
[5] Aggarwal J.K., Q. Cai, Human Motion Analysis: A Review, Computer and vision,
Research Center Department of Electrical and Computer Engineering., The
University of Texas at Austin
[6] Michael W. Whittle Gait anlalysisn Introduction, 4th Edition Elsevier, 2007.
[7] Sandro Mihradi Pengembangan Sistem Optik Pengamat Gerak Berjalan 2D dari
Dua Sisi Bidang Sagittal, Proceeding Seminar Nasional Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, 16-17 Oktober 2012
[8] http://www.ndigital.com/lifesciences/certus-motioncapturesystem.php [accessed
14 June 2012]
[9] Jamrud Aminuddin Dasar-Dasar Fisika Komputasi dengan Matlab Gava Media,
2008
[10] Bedictus Indrajaya Pengembangan Wireless Wearable Sensor Untuk
Pengukuran Lower limb Joint Angle s Dan Gait Phases Tesis ,2012
Dedi Nurcipto*
Teknik Elektronika
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
Nurcipto11@mhs.ee.its.ac.id

Achmad Arifin
Teknik Elektronika
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
arifin@ee.its.ac.id

Djoko Purwanto
Teknik Elektronika
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya,
djoko@ee.its.ac.id
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 89
Predict- Observe- Explain- Write Model: Bagaimana
Model Pembelajaran Tersebut Meningkatkan Pemahaman
Konsep Dan Motivasi Siswa Terhadap Materi Fisika?
Dewi J uita*, Dina Rahmi Darman, Trisna Kurniawan, dan Yusmanila
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa serta motivasi
siswa terhadap mata pelajaran fisika melalui penerapan model predict-observe-
explain-write. Prediksi yang akan diajukan oleh siswa yaitu mengenai hubungan antara
gaya dan luas permukaan terhadap tekanan zat padat. Model ini diterapkan
berdasarkan pada hakikat pembelajaran sains yaitu sebagai proses dan produk.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian one group pretest posttest design,
dimana populasinya yaitu seluruh siswa kelas VIII salah satu SMP di kabupaten
Sumedang. Sampel diambil secara acak sebanyak 32 siswa. Data dikumpulkan
menggunakan wawancara, angket motivasi, dan tes. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa melalui penerapan predict-observe-explain-write-model, terdapat peningkatan
pemahaman konsep siswa secara signifikan, yaitu diperoleh nilai peningkatan rerata
N-Gain sebesar 0,45. Selain itu, melalui penerapan model pembelajaran ini, siswa
menjadi lebih termotivasi untuk belajar fisika. Siswa merasa bahwa fisika yang
menurut mereka sulit, menjadi lebih mudah dipelajari karena pemahaman materi
dilakukan melalui penyelidikan langsung oleh siswa dalam rangka pembuktian prediksi
yang telah mereka buat..
Kata-kata kunci:predict - observe- explain- write, pemahaman konsep, motivasi siswa
Pendahuluan
Model predict- observe- explain- write (POEW) memiliki tahapan pembelajaran
berupa memprediksi, mengamati, menjelaskan, dan menulis. Tahapan-tahapan POEW
telah banyak dilakukan oleh peneliti di dalam negeri maupun di luar negeri. Peneliti
sebelumnya menemukan bahwa model POE dapat meningkatkan pemahaman dan
hasil belajar mahasiswa sains di Australia [1]; strategi TTW dapat meningkatkan
pemahaman dan komunikasi matematis siswa [2]; menulis dapat mendukung
pengembangan pemahaman konseptual fisika mahasiswa [3]; dan yang terakhir
menemukan bahwa model POEW dapat meningkatkan penguasaan konsep kalor,
keterampilan berpikir kritis, dan menurunkan miskonsepsi siswa [4].
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya maka
peneliti tertarik untuk mengembangkan POEW untuk meningkatkan pemahaman
konsep tekanan dan motivasi siswa dalam pembelajaran fisika.
Teori
Model POEW ini merupakan gabungan dari model POE (predict- observe- explain)
dan strategi TTW (think, talk, write). Model ini memiliki empat sintaks pembelajaran
yakni memprediksi, mengobservasi, menjelaskan, dan menulis. Pada fase prediction,
siswa memberikan prediksi atas persoalan yang diberikan oleh guru di awal
pembelajaran. Pada fase observe, siswa mengobservasi kebenaran jawabannya
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 90
melalui kegiatan eksperimen. Pada fase explain, siswa menjelaskan di depan kelas
mengenai ketidaksesuaian antara prediksi dan hasil temuan atau memperkuat prediksi
yang telah disampaikannya. Pada fase write, siswa menuliskan kesimpulan yang telah
diperolehnya selama proses pembelajaran berlangsung [5].
Pemahaman konsep adalah ukuran kemampuan siswa dalam memaknai dan
memahami suatu konsep yang diberikan [6]. Pemahaman konsep yang diteliti dalam
penelitian ini mencakup kemampuan menafsirkan, mengklasifikasikan, menyimpulkan,
membandingkan, dan menjelaskan. Pemahaman konsep siswa diukur dengan
menggunakan tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda.
Motivasi belajar dapat diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri
seseorang secara disadari ataupun tidak disadari serta usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok tertentu untuk bergerak melakukan sesuatu
karena ingin mencapai tujuan yang diharapkan [7]. Motivasi belajar sisw diukur dengan
angket motivasi siswa.
Hasil dan diskusi
Pelaksanaan kegiatan penelitian dimulai dengan kegiatan memprediksi. Pada
kegiatan prediksi, guru memberikan pertanyaan terkait dengan materi tekanan pada
benda padat. Pertanyaan yang diberikan kepada siswa adalah manakah yang lebih
sakit diinjak dengan sepatu high hill dari pada sepatu pantofel?. Siswa mulai
memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh guru tersebut. J awaban
siswa bervariasi. Guru memberikan kebebasan atas jawaban siswa, karena tiap siswa
berhak untuk menampilkan pendapat mereka masing-masing. Selain pertanyaan
tersebut, guru juga memberikan pertanyaan tambahan berupa faktor-faktor apa
sajakah menurutmu yang dapat mempengaruhi tekanan pada benda padat?. Siswa
akan memulai berpikir lebih tajam.
Setelah siswa mencoba untuk menjawab persoalan tersebut, langkah selanjutnya
adalah siswa dibentuk dalam 5 kelompok yang berisikan 6 7 orang siswa. Siswa
melakukan kegiatan observasi. Siswa bersama teman sekelompoknya melakukan
penyelidikan atas kebenaran prediksi yang telah mereka sampaikan tersebut. Siswa
melakukan eksperimen dengan menggunakan 2 balok logam yang bermassa beda.
Permukaan balok logam terdiri dari 2 bentuk permukaan yakni persegi dan persegi
panjang. Siswa dapat menyelidiki apakah faktor gaya dan luas permukaan dapat
mempengaruhi besarnya tekanan pada zat padat. Siswa dipandu dengan LKS yang
dibuat oleh peneliti yang bertujuan untuk memandu siswa dalam menemukan dan
membangun konsep tekanan pada benda padat.
Langkah selanjutnya adalah siswa melakukan kegiatan eksplanasi. Salah satu
kelompok mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas yang dilengkapi data
hasil percobaan yang telah mereka peroleh dalam kegiatan observasi. Ketika salah
seorang siswa menjelaskan, semua perhatian siswa tertuju pada penjelasan yang
diberikan oleh temannya di depan kelas.
Langkah terakhir yang dilakukan siswa dalam model POEW ini adalah kegiatan
menulis. Siswa menuliskan kesimpulan pelajarannya hari ini. Siswa dapat menuliskan
hasil diskusinya secara ringkas kepada guru.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 91
Berdasarkan rangkaian proses pembelajaran yang digunakan maka diperoleh
bahwa pemahaman konsep tekanan dan motivasi siswa meningkat. Hasil pemahaman
konsep tekanan pada benda padat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Pemahaman konsep tekanan siswa.
Rata-rata Skor
J enis Kemampuan
Pretest Postest
<N-Gain > Kategori
menafsirkan 0,12 0,47 0,39 Sedang
mengklasifikasikan 0,31 0,62 0,45 Sedang
menyimpulkan 0,4 0,72 0,53 Sedang
membandingkan 0,16 0,56 0,48 Sedang
menjelaskan 0,31 0,66 0,5 Sedang
Rata-rata 0,26 0,6 0,45 Sedang
Hasil postes tiap kemampuan pemahaman konsep siswa dapat dilihat pada Gambar 1
dan hasil angket motivasi siswa dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Hasil pemahan konsep siswa setelah diberi perlakuan.

Gambar 2. Hasil angket motivasi siswa.
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa tiap aspek pemahaman konsep memiliki
nilai N-Gain yang berada dalam kategori sedang. Pemahaman konsep tekanan siswa
mengalami peningkatan. Penilaian tiap aspek pemahaman konsep setelah diberikan
perlakuan terlihat pada Gambar 1. Grafik ini menjelaskan bahwa nilai aspek
pemahaman konsep memiliki variasi mulai dari 47% hingga 72%.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 92
Aspek menafsirkan dapat dicapai oleh 15 siswa dari 32 siswa (47%). Ini
merupakan aspek terendah yang mampu dicapai oleh siswa. Setelah peneliti
melakukan penyelidikan melalui kegiatan wawancara dan observasi dari 3 orang
observer, diperoleh bahwa terdapat beberapa penyebab siswa tidak mampu mencapai
aspek menafsirkan dengan baik. Penyebab tersebut adalah guru jarang melatih siswa
untuk membaca grafik. Guru menjelaskan hubungan konsep fisika melalui sebuah
rumusan matematis seperti P ~F dan P ~1/A. Peneliti yang mengajarkan POEW pun
tidak mengajak siswa untuk menggambarkan hubungan konsep fisika melalui grafik,
melainkan hanya menggunakan lisan. Padahal, ketika ditanyakan kepada siswa
megenai hubungan tersebut, siswa mampu menjawab dengan baik. Namun, ketika
hubungan tersebut dipindahkan ke dalam sebuah grafik, siswa tidak mampu lagi
menjawabnya. Kelemahan yang dimiliki oleh siswa dalam kemampuan menafsirkan
dapat menjadi bahan penelitian selanjutnnya.
Aspek mengklasifikasikan dapat dicapai oleh 20 siswa dari 32 siswa (63%).
Aspek menyimpulkan dapat dicapai oleh 23 siswa dari 32 siswa (72%). Aspek ini
memperoleh persentase tertinggi yang mampu dicapai oleh siswa karena peranan dari
kegiatan menulis diakhir pembelajaran yang membuat siswa dapat memperoleh
kesimpulan yang benar. Aspek membandingkan dapat dicapai oleh 18 siswa dari 32
siswa (56%). Aspek ini berada pada aspek terendah urutan kedua. hal ini disebabkan
karena siswa jarang diajak oleh guru fisikanya untuk melakukan kegiatan percobaan
sehingga siswa kurang terlatih dalam aspek membandingkan. Aspek yang terakhir
adalah aspek menjelaskan yang mampu dicapai oleh 21 siswa dari 32 siswa (66%).
Motivasi siswa terlihat meningkat dalam melaksanakan pembelajaran fisika. Ini
terlihat pada Gambar 2 yang menjelaskan bahwa nilai aspek motivasi siswa berada
pada 76% sampai 94%. Siswa merasa semakin percaya diri dalam menyampaikan
pendapat dan berdiri ke depan. Siswa percaya diri terhadap hasil data percobaan
yang telah diperolehnya. Perhatian siswa terpusat pada kegiatan pembelajaran. Posisi
siswa dalam model POEW ini sebagai subjek belajar, bukan sebagai objek belajar.
Siswa mampu mengaitkan hubungan konsep-konsep fisika. Siswa mampu
memgaitkan hubungan gaya terhadap tekanan dan hubungan luas permukaan benda
padat terhadap tekanan. Siswa menemukan sendiri hubungan antar konsep tersebut.
Siswa juga merasa puas terhadap proses pembelajaran fisika. Siswa merasa
dilibatkan dalam proses pembelajaran.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan yang telah dipaparkan, maka model POEW (predict-
observe- explain- write) dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan
memotivasi siswa dalam belajar fisika. Tahapan dalam model POEW ini berupa (1)
predict, siswa membuat dugaan atau prediksi; (2) observe, siswa melakukan
observasi; (3) explain, siswa menjelaskan ketidaksesuaian antara prediksi dan
pengamatan; (4) write, siswa menuliskan hasil diskusinya. Pemahaman konsep siswa
meningkat yang diketahui dari nilai N-Gain sebesar 0,45 yang berada dalam kategori
sedang. Aspek pemahaman konsep yang belum mampu dicapai oleh siswa dengan
baik adalah kemampuan menafsirkan dan membandingkan. Siswa termotivasi dalam
pembelajaran fisika. Siswa memiliki rasa percaya diri, perhatian, relevansi, dan
kepuasan yang tinggi saat menggunakan model POEW dalam pembelajaran fisika.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 93
Ucapan terima kasih
Ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada semua pihak yang sudah
membantu dalam penelitian ini, terutama guru Fisika dan Bapak Kepala SMP tempat
penelitian dilakukan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Referensi
[1] Liew, W Chong, The Effectiveness of Predict-Observe-Explain Tasks in
Diagnosing Students Understanding of Science and in Identifying their levels of
Achievement. Paper Presented at Annual meeting of The American Educational
Research Association. San Diego. 1998
[2] Ansari, B.I., Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik melalui Strategi TTW (eksperimen di SMUN Kelas I
Bandung. Disertasi PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan. 2003
[3] Bullock S., Building Concepts Through Writing-to-Learn in College Physics
Classroom . [online]. Tersedia: http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V922E.pdf [25
Mei 2013]
[4] Supriyati, Pengembangan Model Pembelajaran Predict- Observe- Explain- Write
untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep, Keterampilan Berpikir Kritis, dan
Mendapatkan Gambaran Kuantitas Miskonsepsi Siswa SMA pada Materi Suhu
dan Kalor. Tesis PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. 2013
[5] Kala, Nesli, The Effectiveness of Predict-Observe-Explain Technique in Probing
Students Understanding about Acid-Base Chemistry: A Case for The Concepts of
PH, POH, and Strength. International Journal of Science and Mathematics
Education. 11, 555 - 574. 2012
[6] Anderson, L.W. dan Karthwol D.R., Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen.
Yogyakarta: Pustaka pelajar. 2010
[7] Asrori, M., Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. 2008

Dewi J uita*
Pascasarjana Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia
dewijuita9089@yahoo.com
Dina Rahmi Darman
Pascasarjana Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia
dina_rahmidarman@yahoo.com
Trisna Kurniawan
Pascasarjana Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia
Yusmanila
Pascasarjana Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia
yusmanila@ymail.com
*Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 94
Pengaruh Geometri terhadap Distribusi Panas
pada Wajan
Donny Dwiputra*, Dian Ahmad Hapidin, dan Sparisoma Viridi
Abstrak
Wajan dengan geometri tertentu memiliki distribusi dan kecepatan perambatan panas
yang berbeda. Wajan dengan distribusi panas tidak merata dapat membuat makanan
yang dimasak memiliki tingkat kematangan tidak merata. Wajan dengan kecepatan
perambatan panas yang lama membuat konsumsi energi lebih banyak. Simulasi
dilakukan untuk mengetahui geometri wajan yang paling baik dari bentuk yang ada.
Simulasi menggunakan persamaan Fourier untuk perambatan panas pada padatan
dan diselesaikan dengan metode elemen hingga. Hasil yang peroleh menunjukkan
wajan dengan alas datar memiliki perambatan panas lebih cepat dan penambahan
spiral pada alas wajan membuat distribusi panas lebih merata.
Kata-kata kunci: elemen hingga, geometri, perambatan panas, wajan.
Pendahuluan
Seringkali makanan yang dimasak di atas wajan gosong, hal ini disebabkan oleh
persebaran panas yang tidak merata. Selain itu waktu pemanasan wajan seringkali
terlalu lama sehingga konsumsi energi berlebihan. Wajan dengan bentuk geometri
tertentu memiliki properti penyebaran panas yang unik. Untuk mengoptimalkan energi
diperlukan geometri wajan yang tepat sehingga penyebaran panasnya merata dan
cepat.. Perambatan panas pada kasus serupa telah ditinjau pada jurnal [1] yaitu pada
bread baking oven. Transfer panas dibahas oleh buku [2] dan literatur [3][5].
Penjelasan teknis modul program yang digunakan diberikan pada [6].
Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan dengan komputasi untuk
menggambarkan apa yang terjadi ketika sebuah wajan dipanaskan. Perambatan
panas dimodelkan pada berbagai bentuk wajan yang umum beredar di pasaran. Kami
mencari hubungan geometri wajan dengan tingkat kemerataan panasnya, sebagai
parameter efisiensi. Untuk melihat efisiensinya wajan-wajan ini ditinjau pada suatu tiitik
waktu dan diamati suhu rata-rata dan bentuk fisis kemerataan panasnya.
Teori dan metode pemodelan
Perpindahan panas bergantung waktu diberikan oleh persamaan Fourier untuk
perambatan panas pada padatan
( )
C C
p p
T
T k T Q
t

c
+ -V = V- V +
c
u
(1)
dengan densitas bahan, C
p
kapasitas panas pada tekanan tetap, k konduktivitas
termal, u vektor kecepatan (dalam hal ini fluks kalor per per C
p
), dan Q sumber
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 95
panas. Suku
T
t
c
c
menyatakan kebergantungan temperatur pada waktu. Secara umum
T ada-lah fungsi ruang spasial dan waktu.
Metode elemen hingga digunakan dalam komputasi untuk menyelesaikan
persamaan diferensial terkait persebaran panas bergantung waktu. Elemen hingga
diterapkan dalam berbagai geometri wajan yang umum beredar di pasaran.
Pemodelan elemen hingga ini dilakukan dengan COMSOL Multiphysics.
Bentuk wajan yang ditinjau pada tulisan ini adalah bentuk wajan cembung yang
umum dan wajan beralas datar. Bentuk yang ke dua akan divariasikan dengan
penambahan spiral dibawahnya, spiral memiliki persamaan polar
2
( ) r
N
t
u u =
(2)
dengan variasi putaran N=1, 4, 7, dan 10. Bahan yang digunakan adalah alumunium
termasuk sumber panasnya. Parameter yang konstan pada geometri adalah diameter
wajan (2 m) dan sumber panas bentuk kotak (10kW).

Gambar 1. Bentuk wajan cembung (A) dan alas datar (B) dengan mesh elemen
hingga.

Gambar 2. Wajan beralas datar dengan sumber panasnya yang ditinjau, variasi
parameter putaran N=1, 4 , 7, dan 10.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 96
Hal yang ditinjau adalah hasil pemodelan mengenai bentuk fisis kemerataan
panas wajan dan waktu yang dibutuhkan untuk meratakan panas. Untuk menentukan
waktu yang dibutuhkan ini, diambil suatu titik waktu dan dibandingkan pada semua
geometri suhu rata-rata pada permukaan atasnya.
Hasil dan diskusi
Melalui simulasi diperoleh distribusi panas pada wajan model A (cembung) dan
wajan model B (alas datar) seperti pada gambar 3.
(a)

(b)
Gambar 3. Distribusi panas pada wajan pada waktu 3000s pada (a) wajan cembung,
(b) wajan beralas datar.
Kemudian dihitung temperatur rata-rata dari permukaan atas (alas) wajan model
A dan B dengan diameter pengukuran yang sama. Kurva temperatur permukaan rata-
rata wajan model A dan B disajikan pada gambar 4.

Gambar 4. Temperatur permukaan atas rata-rata dari wajan model A dan model B.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 97
Wajan model B memiliki perambatan panas yang lebih cepat dibanding wajan
model A. Hal ini karena geometri cembung pada wajan A memiliki luas permukaan
yang lebih besar sehingga perambatan panas membutuhkan waktu yang lebih lama.
Penambahan geometri spiral pada wajan model B memberikan hasil distribusi
panas yang berbeda. Perbedaan distribusi panas dan cepat perambatannya dapat
dilihat dari gambar 5.

Gambar 5. Distribusi panas pada wajan pada waktu 3000s pada wajan tipe B dengan
variasi putaran spiral (a) 1 putaran, (b) 4 putaran, (c) 7 putaran, (d) 10 putaran.
Kurva temperatur rata-rata untuk wajan model B dengan variasi jumlah putaran
spiral terlihat pada gambar 6.

Gambar 6. Temperatur permukaan rata-rata wajan model B dengan berbagai variasi
jumlah putaran spiral.
a) b)
c) d)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 98
Pada gambar 5 dan gambar 6 terlihat bahwa wajan model B dengan alas tanpa
spiral memiliki kenaikan panas yang lebih cepat dibandingkan wajan dengan
penambahan geometri spiral. Wajan dengan penambahan spiral pada alasnya
membuat sumber panas tidak langsung menempel pada permukaan alas utama wajan.
Panas dari sumber panas harus merambat dulu melalui spiral sebelum sampai pada
permukaan alas wajan. Dengan demikian wajan dengan penambahan spiral
membutuhkan waktu pemanasan yang relatif lebih lama.
Pada gambar 6, gradien kurva berubah signifikan setelah waktu mencapai 90s,
kemudian setelah waktu lebih dari 90s, kenaikan panas pada wajan relatif konstan.
Pada simulasi yang dilakukan, sumber panas mengikuti keliling geometri persegi
sehingga panas merambat pada dua daerah ; daerah bagian dalam sumber panas dan
bagian luar sumber panas.
Pada awal pemanasan, daerah dalam dan luar sumber panas memiliki suhu
yang sama sehingga panas merambat dengan besar sama pada dua daerah tersebut.
Suhu pada daerah dalam akan lebih cepat naik dikarenakan luasnya yang lebih kecil
dibandingkan daerah luar. Kemudian ketika mencapai waktu 90s, suhu pada daerah
dalam mencapai titik jenuh sehingga panas cenderung lebih banyak merambat ke arah
daerah luar. Hal ini menyebabkan kenaikan suhu daerah luar lebih cepat dari
sebelumnya sehingga gradien kurva temperatur permukaan rata-rata akan naik.
Penambahan spiral pada wajan model B memungkinkan distribusi panas pada
wajan lebih merata. Panas dari sumber panas merambat pada geometri spiral sebelum
akhirnya mencapai permukaan alas wajan. Temperatur dari spiral akan lebih tinggi
dibanding alas wajan sehingga spiral dapat dipandang sebagai sumber panas lain.
Dengan demikian jika putaran lebih banyak maka distribusi panas pada wajan semakin
merata.

Gambar 7. Hubungan gradien temperatur terhadap banyaknya putaran spiral.
Semakin banyak jumlah putaran spiral tidak berarti gradien temperatur rata-rata
semakin tinggi, hal yang dapat dipastikan adalah semakin banyak jumlah putaran
spiral maka semakin merata distribusi panasnya. Hal yang menarik dari gambar 7
adalah eksistensi nilai maksimum gradien temperatur yaitu pada jumlah putaran 4.
Untuk setiap model dengan ketebalan spiral yang berbeda selalu ada suatu nilai
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 99
jumlah putaran yang dapat memaksimalkan kecepatan kenaikan temperatur
permukaan rata-rata. Hal ini adalah baru dan belum dihipotesiskan sebelumnya.
Untuk mengetahui respon temperatur pada jumlah spiral yang lebih banyak
harus dilakukan simulasi pada jumlah putaran spiral lebih banyak. J ika hubungan
gradien temperatur terhadap jumlah putaran spiral seperti pada gambar 7 asimptotik,
maka kita dapat mengambil limit tak hingga pada suatu nilai gradien. Nilai ini harus
dibandingkan pada sistem yang ekivalen dengan jumlah putaran spiral tak hingga yaitu
wajan tanpa spiral (model B).
Kesimpulan
Wajan dengan model B (alas datar) memungkinkan perambatan panas lebih
cepat dibandingkan dengan wajan dengan model bentuk A (cembung). Wajan model B
dengan penambahan alas spiral yang memiliki putaran lebih banyak memungkinkan
perambatan panas lebih merata, walaupun kenaikan temperatur tidak setinggi pada
wajan model B biasa (tanpa spiral).
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lab Komputasi dan kepada anggota
kelas Komputasi dan Simulasi Sistem Fisis 2013 yang telah memberikan ide dan
inspirasi.
Referensi
[1] L. Xie, X. He, H. Liu, and C. Yang, Shape design of the pan in bread baking
oven, Advance J ournal of Food Science and Technology 5(8), 1091-1095 (2013).
[2] T.L. Bergman, A.S. Lavine, F.P. Incropera, and D.P. Dewitt, Fundamentals of
heat and mass transfer, J ohn Wiley & Sons, USA, Seventh Edition, 2011.
[3] I. Martinez, "Heat conduction", URL http://webserver.dmt.upm.es/~isidoro/
bk3/c11/ Heat%20conduction.pdf [accessed 12 December 2013]
[4] Y. Peles. Heat transfer, chapter 2: heat conduction equation, McGraw-Hill
Course Companies, Inc. Course Notes, URL http://wwwme.nchu.edu.tw/Enter/
html/lab/lab516/Heat%20Transfer/chapter_2.pdf [accessed 12 December 2013]
[5] Queens University Faculty of Engineering and Applied Science Mechanical and
Materials Engineering Online Courses, MECH 346: heat transfer, as in URL
http://me.queensu.ca/Courses/346/ [accessed 12 December 2013]
[6] COMSOL Resources, Introduction to heat transfer module, 2012.


Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 100
Donny Dwiputra*
Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi
Institut Teknologi Bandung
donny.dwiputra@s.itb.ac.id
Dian Ahmad Hapidin
Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi
Institut Teknologi Bandung
dian.ahmad@s.itb.ac.id
Sparisoma Viridi*
Fisika Nuklir dan Biofisika
Institut Teknologi Bandung
dudung@fi.itb.ac.id

*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 101
Eksplorasi Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan
Metode Ekspositori pada Pembelajaran Fisika serta
Implikasinya pada Pencapaian Kemampuan Kognitif dan
Keterampilan Proses Sains Siswa
Diki Rukmana
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi keunggulan dan kelemahan penggunaan
metode ekspositori pada pembelajaran fisika serta implikasinya pada pencapaian
kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa kelas XI SMK pada pokok
bahasan fluida statis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilaksanakan
dengan mengambil sampel satu kelas yang terdiri dari 33 siswa. Data mengenai
keunggulan dan kelemahan penggunaan metode ekspositori pada pembelajaran fisika
diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian angket, sedangkan data mengenai
pencapaian kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa diperoleh dari
hasil tes. Berdasarkan hasil penelitian, terungkap bahwa penggunaan metode
ekspositori pada pembelajaran fisika memiliki keunggulan dari sisi kelengkapan materi,
pembahasan soal serta minimnya tekanan terhadap siswa pada proses pembelajaran.
Adapun kelemahan yang terungkap adalah berupa minimnya keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran, minimnya pengalaman belajar yang diperoleh siswa serta sikap
negatif yang timbul terhadap pembelajaran fisika. Berdasarkan tes kemampuan
kognitif, diperoleh rata-rata pencapaian kemampuan kognitif siswa pada soal C2 dan
C3 berada pada kategori cukup (41.26%,40.02% ) sedangkan pada soal C4 berada
pada kategori sangat rendah (13.33%). Berdasarkan tes keterampilan proses sains
diperoleh rata-rata pencapaian keterampilan proses sains siswa pada indikator
mengklasifikasi berada pada kategori cukup (48,36%), pada indikator mengamati,
menafsirkan pengamatan, meramalkan, mengajukan pertanyaan dan berhipotesis
berada pada kategori kurang (25.60%, 31.55%, 39.47%, 25.00%, 39.26%), serta pada
indikator merencanakan percobaan berada pada kategori tidak baik (16.37%). Dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran fisika dengan metode ekspositori memiliki
kelemahan yang berimplikasi pada rendahnya kemampuan kognitif dan keterampilan
proses sains yang dimiliki oleh siswa.
Kata-kata kunci : Ekspositori, Kognitif, Keterampilan Proses Sains
Pendahuluan
Berdasarkan pengalaman penulis mengajar fisika di sekolah menengah, banyak
sekali kendala yang dihadapi oleh seorang guru ketika melaksanakan pembelajaran
fisika didalam kelas. Mulai dari tidak sebandingnya beban materi dengan jam pelajaran
yang tersedia, hingga kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung untuk
kegiatan laboratorium. Hal tersebutlah yang seringkali melatarbelakangi seorang guru
lebih memilih metode ekspositori, atau biasa disebut juga metode penyampaian
langsung (direct isntruction) [1] sebagai metode mengajar fisika. Metode pembelajaran
ini menekankan pada penyampaian materi secara verbal dengan maksud agar siswa
menguasa materi pelajaran secara optimal [2]
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 102
Metode pembelajaran ekspositori dilandasi oleh teori belajar behavioristik
(Gage dan Berliner, 1979) yang lebih menekankan pemahaman bahwa perilaku
manusia pada dasarnya merupakan keterkaitan antara stimulus dan respon [3]. Pada
penggunaan metode ekspositori, guru berperan sebagai pemberi stimulus yang harus
berusaha menciptakan respon siswa sebanyak mungkin melalui aktivitas pembelajaran.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
penggunaan metode ekspositori ketika diterapkan pada pembelajaran fisika baik dari
sudut pandang guru maupun sudut pandang siswa serta implikasinya pada
pencapaian kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains (KPS). Pemilihan
kemampuan kognitif dan KPS sebagai pencapaian hasil belajar yang diteliti,
didasarkan pada hakikat pembelajaran fisika (sebagai sebuah produk dan proses)
serta tuntutan kurikulum yang menghendaki agar siswa memiliki penguasaan konsep
dan sejumlah keterampilan ilmiah yang baik setelah mengikuti pembelajaran fisika.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang mengkaji
tentang status keadaan sesuatu dengan kondisi terkini [4]. Pada peneltian ini yang
akan di deskripsikan adalah pencapaian kemampuan kognitif dan KPS siswa setelah
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori. Penelitian ini
dilaksanakan dengan mengambil sampel satu kelas yang berjumlah 33 orang.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah angket, pedoman
wawancara, tes kemampuan kognitif dan tes KPS. Untuk memperoleh instrumen yang
baik, terlebih dahulu dilakukan judgement expert. Selain itu, dilakukan juga uji
reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran pada instrumen tes kemampuan
kognitif dan tes KPS.
Adapun rumus yang digunakan untuk mendeskripiskan hasil penelitian adalah
rumus deskriptif persentase [5] sebagai berikut:
% 100 x
N
n
P (1)
Keterangan :
n =jumlah skor siswa
N =jumlah skor maksimal
P =tingkat presentasi yang dicapai.
Kriteria penafsiran variabel penelitian ini ditentukan berdasarkan tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kriteria penafsiran variabel penelitian.
Presentase (%) Kriteria
81 - 100 Sangat Baik
61 80 Baik
41 - 60 Cukup
21 40 Kurang
0 - 20 Tidak Baik
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 103
Hasil dan Diskusi
Kegiatan pembelajaran merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Untuk melakukan suatu proses pembelajaran
yang baik, diperlukan sebuah metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan
karakter materi yang akan diajarkan. Dalam rangka mencari kesesuaian tersebut,
seorang guru perlu mempelajari keunggulan dan kelemahan dari metode
pembelajaran yang akan digunakan sehingga dapat dibuat sebuah pertimbangan
tertentu.
Kelebihan penggunaan metode ekspositori dari sudut pandang guru
sebagaimana terungkap dari hasil wawancara disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Kelebihan metode ekspositori berdasarkan sudut pandang guru.
No Kelebihan Metode Ekspositori
1. Waktu yang digunakan lebih efisein sehingga target materi dapat tercapai.
2. Konsep-konsep fisika yang rumit bagi siswa dapat lebih mudah disampaikan
dalam bentuk final, dibandingkan harus membangunnya dari dasar.
3 Dengan banyaknya mengerjakan soal-soal latihan, siswa menjadi lebih terbiasa
menggunakan rumus dan melakukan perhitungan matematis.
4 Tidak dapat dilaksanakannya praktkum dan demostrasi dapat disiasati dengan
menunjukan data hasil praktikum secara langsung untuk kemudian diberikan
penjelasan.
Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa kelebihan dari penggunaan metode
ekspositori pada pembelajaran fisika sejalan dengan tujuan utama penggunaan
metode tersebut yakni, memaksimalkan waktu belajar, menciptakan kemandirian siswa
dan berfokus pada hasil akademik [1][2]. Kelebihan lainnya adalah guru dapat
memaparkan secara langsung kepada siswa data hasil praktikum yang telah dilakukan
(baik oleh guru maupun orang lain) ketika kegiatan praktikum tidak dapat dilaksanakan
(karena terkendala sarana). Hal tersebut penting dilakukan untuk memberikan
pemahaman pada siswa bahwa hukum-hukum yang dipelajari di dalam fisika diperoleh
melalui serangkaian proses eksperimen dan percobaan.
Adapun Kelebihan penggunaan metode eskpositori dari sudut pandang siswa
sebagaimana terungkap dari pengisian angket ditunjukan pada tabel 3.
Tabel 3. Respon siswa terhadap penggunaan metode ekspositori dalam pembelajaran
fisika.
No Kelebihan Metode Ekspositori %
1.
Penjelasan materi yang diberikan secara lengkap, membuat siswa merasa
memahami materi dengan lebih baik.
81,82
2. Latihan soal dan pembahasan yang diberikan secara lengkap, membantu
siswa untuk terbiasa mengunakan rumus dan melatih cara melakukan
perhitungan.
71.21
3. Siswa merasa lebih rileks dan nyaman mengikuti pembelajaran fisika
ketika guru menjelaskan semua materi secara langsung
84.85
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 104
Pada tabel tersebut tampak bahwa sebagian besar siswa merasa bahwa
pembelajaran dengan metode ekspositori yang dilakukan oleh guru cukup baik dalam
memfasilitasi mereka untuk memahami materi, membiasakan perhitungan matematis
dan menciptakan suasana belajar yang rileks. Respon positif tersebut merupakan
modal yang penting dalam pembelajaran, karena dengan begitu siswa tidak lagi
merasa takut dan tertekan ketika mengikuti pelajaran fisika .
Selain memiliki kelebihan, penggunaan metode ekspositori dalam pembelajaran
fisika juga memiliki kelemahan. Adapun kelemahan dari sudut pandang guru
sebagaimana terungkap dari hasil wawancara disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Kelemahan metode ekspositori berdasakan sudut pandang guru.
No Kelemahan Metode Ekspositori
1. Guru perlu menyiapkan bahan ajar yang lengkap dan betul-betul dikuasai
2. Proses pembelajaran terasa sangat melelahkan dan membutuhkan suara yang
prima
3 Mendapatkan respon negatif dari siswa manakala soal evaluasi berbeda dengan
contoh soal yang diberikan didalam pembelajaran.
Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa sebagian besar kelemahan yang
terjadi berasal dari hal-hal yang bersifat teknis. Kunci utama pembelajaran ekspositori
adalah pada pemberian bahan ajar secara langsung dari guru dengan penyampaian
verbal, sehingga secara otomatis guru perlu mempersiapkan bahan ajar yang lengkap
dan dituntut untuk memiliki stamina yang baik untuk menunjang kegiatan pembelajaran.
Selain itu, guru juga dituntut untuk membuat soal evaluasi yang sesuai dengan apa
yang diberikan pada proses pembelajaran. Karena pada pembelajaran ekspositori
guru tidak memfasilitasi siswa untuk mengembangkan pengetahuan sendiri, maka
ketika guru memberikan soal yang tidak sesuai dengan pembelajaran akan mendapat
respon negatif dari siswa.
Adapun Kelemahan penggunaan metode eskpositori dari sudut pandang siswa
ditunjukan pada tabel 5. Pada tabel tersebut terlihat bahwa siswa merasa materi yang
sudah dipahami cepat terlupa kembali, hal tersebut cukup wajar terjadi karena hampir
seluruh proses pembelajaran yang dilakukan mengandalkan daya ingat siswa tanpa
adanya aktivitas penguatan, baik melalui demonstrasi maupun eksperimen.
Kelemahan lain yang terungkap adalah kesulitan siswa dalam
mengkomunikasikan pemahaman yang mereka miliki, hal tersebut diakibatkan karena
didalam proses pembelajaran siswa tidak dilatihkan untuk berkomunikasi, baik secara
lisan maupun tulisan. Implikasi lainnya yang timbul dari pembelajaan fisika yang
dilakukan dengan metode ekspositori adalah pola pikir negatif yang timbul pada diri
siswa dimana sebagian besar siswa menyatakan bahwa fisika merupakan mata
pelajaran yang yang harus dihafal.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 105
Tabel 5. Kelemahan metode ekspositori berdasarkan sudut pandang siswa.
No Kelemahan Metode Ekspositori %
1. Konsep yang sudah dipahami pada proses pembelajaran terasa cepat
terlupa kembali ketika pembelajaran berakhir.
90,90
2. Tidak tersedianya aktivitas demonstrasi dan eksperimen membuat siswa
merasa kesulitan untuk memahami aplikasi nyata dari teori yang
dijelaskan .
77.27
3. Siswa merasa kesulitan ketika menjawab soal, walaupun siswa merasa
memahami apa yang ditanyakan soal.
69.70
4. Siswa kesulitan menjawab soal ketika soal tersebut berbeda dari soal yang
pernah dibahas oleh guru.
71.27
5. Tertanamnya pola pikir pada siswa bahwa semua materi dan rumus fisika
yang dipelajari harus dihafal.
87.88
Untuk memberikan gambaran bagaimana implikasi dari penggunaan metode
ekspositori terhadap pencapaian hasil belajar pada aspek kemampuan kognitif dan
keterampilan proses sains siswa maka disajikan grafik pada gambar 1 dan gambar 2.

Gambar 1. Presentase pencapaian kemampuan kognitif siswa.
Berdasarkan gambar 1 terlihat bahwa pencapaian kemampuan kognitif siswa
berada pada kategori sangat rendah pada aspek menganalisis (C4) sedangkan pada
aspek menjelaskan (C2) dan menerapkan (C3) berada pada kategori cukup.
Rendahnya kemampuan menganalisis disebabkan karena siswa tidak dibiasakan
untuk melakukan kegiatan yang bersifat analisis, mereka hanya terbiasa memperoleh
penjelasan yang diberikan oleh guru secara langsung.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 106

Gambar 2. Presentase pencapaian keterampilan proses sains siswa.
Berdasarkan gambar 2 terlihat bahwa hampir pada semua aspek keterampilan
proses sains siswa berada pada kategori rendah terutama pada aspek merencanakan
percobaan. Hal tersebut merupakan hasil yang sangat wajar mengingat pada
pembelajaran ekspositori siswa tidak diberikan latihan keterampilan hands-on. Adapun
terdapatnya beberapa siswa yang mampu memberikan jawaban pada soal tes
keterampilan proses kemungkinan lebih didasarkan pada pemahaman konsep yang
telah mereka kuasai.
Berdasarkan hasil dan pembahasan ini dapat diperoleh sebuah rekomendasi
bahwa jika seorang guru memutuskan untuk menggunakan metode ekspositori dalam
pembelajaran fisika (dikarenakan berbagai kendala dan keterbatasan) maka
hendaknya guru tidak hanya berfokus pada upaya mengejar waktu dan pencapaian
prestasi akademik saja, guru perlu juga memperhatikan kualitas proses pembelajaran
yang dilakukan. Kelemahan penggunaan metode eskpositori yang ditemukan pada
beberapa aspek pembelajaran perlu disiasati dengan menambahkan metode lain yang
dapat melengkapi, seperti metode tanya jawab, diskusi, demonstrasi dan eksperimen.
Perlu diingat bahwa pencapaian hasil belajar fisika ditekankan pada dua aspek yaitu
penguasaan konsep dan keterampilan, sehingga jika hanya menggunakan metode
ekspositori pada pembelajaran fisika, maka akan berakibat pencapaian hasil belajar
kurang optimal terutama pada aspek keterampilan.
Kesimpulan
Pembelajaran fisika yang dilakukan dengan menggunakan metode ekspositori,
disamping memiliki beberapa keunggulan dari sisi kelengkapan materi, pembahasan
soal serta minimnya tekanan pada siswa pada proses pembelajaran, juga memiliki
kelemahan berupa minimnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran serta
sikap negatif yang timbul terhadap pembelajaran fisika. Implikasi yang ditimbulkan dari
penggunaan metode ekspositori tampak pada masih rendahnya pencapaian
kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains siswa. Berdasarkan hal tersebut
maka bagi guru yang masih menjadikan metode ekspositori sebagai metode utama
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 107
dalam membelajarkan fisika, hendaknya perlu diupayakan untuk mengintegrasikannya
dengan metode lain yang dapat menutupi kelemahan tersebut.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada siswa SMK Bhakti Kencana
Majalaya atas partisipasinya pada penelitian ini serta rekan-rekan mahasiswa Prodi
Pendidikan Fisika SPs UPI atas saran dan masukannya. Penulis juga berterima kasih
kepada Dr. Dadi Rusdiana atas dikusinya yang bermanfaat.
Referensi
[1] Bruce J oyce, Marsha Weil dan Emily Calhoun, Model of Teaching, Penerbit
Pustaka Pelajar, Bandung, Edisi kedelapan, 1980.
[2] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Penerbit Kencana Prenada Media Group, J akarta, Cetakan Kesembilan, 2012.
[3] Ratna Wilis Dahar, Teori belajar, Penerbit Erlangga, J akarta, 1989.
[4] J ames H. Mc.Milan dan Sally Schumacher, Research in Education (A
Conceptual Introduction). Penerbit Longman, New York & London, 1997.
[5] Riduan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula,
Penerbit Alfabeta, Bandung, 2014.
Diki Rukmana
Prodi Pendidikan Fisika
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
diki.rukmana@student.upi.edu
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 108
Implementasi Alat Peraga Periskop dan Teropong
Sederhana di SMK Bhakti Kencana Majalaya
Muhtar Amin*, Diki Rukmana, Sheila Fitriana, Lailatul Nuraini, dan Widya Yuni
Abstrak
Telah dilakukan implementasi alat peraga periskop dan teropong yang telah dirancang
oleh peneliti dengan tujuan untuk : (1) mendeskripsikan hasil penyelidikan siswa
terhadap prinsip kerja periskop dan teropong dengan bantuan alat peraga periskop
dan teropong sederhana (2) mendeskripsikan ketercapaian indikator pembelajaran
pada sub materi periskop dan teropong, dan (3) mendeskripsikan respon siswa
terhadap alat peraga periskop dan teropong sederhana. Populasi penelitian adalah
seluruh siswa kelas XI SMK Bhakti Kencana Majalaya. Sampel penelitian terdiri dari
satu kelas eksperimen (XI Keperawatan 2). Alat peraga periskop dan teropong yang
dirancang ditelaah dan dinilai oleh tim dosen Pengembangan Ragam Media
pembelajaran Fisika Sekolah Pascasarjana UPI. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh rata-rata hasil penyelidikan siswa terhadap prinsip kerja periskop dan
teropong sebesar 95% dengan ketegori sangat baik, rata-rata ketercapaian indikator
pembelajaran sebesar 84,2% dengan kategori sangat baik, rata-rata respon siswa
terhadap alat peraga periskop dan teropong sebesar 93,3% dengan kategori sangat
baik. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga periskop dan teropong
sederhana yang telah dirancang dapat digunakan oleh siswa sebagai media untuk
menyelidiki prinsip kerja periskop dan teropong sehingga dapat meningkatkan
ketercapaian indikator pembelajaran dan motivasi siswa.
Kata-kata kunci: alat peraga, teropong, periskop
Pendahuluan
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam
upaya memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai positif dengan
memanfaatkan berbagai sumber belajar. Buku, informasi dari internet, pengalaman,
hasil wawancara, hasil observasi, hasil percobaan dan media pembelajaran
merupakan sumber belajar. Salah satu sumber belajar yaitu media pembelajaran,
dapat digunakan didalam pembelajaran fisika untuk mengajarkan materi yang bersifat
abstrak agar lebih konkret sehingga mudah dipahami siswa.
Berdasarkan hasil observasi kegiatan pembelajaran, diperolah hasil bahwa
dalam pembelajaran fisika dibutuhkan bantuan media alat peraga agar siswa mampu
memahami konsep yang diajarkan dengan lebih baik dan mampu mengapliksikan
konsep yang dipelajari tersebut dalam bentuk yang lebih nyata.
Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah: (1) mendeskripsikan hasil
penyelidikan siswa terhadap prinsip kerja periskop dan teropong dengan bantuan alat
peraga periskop dan teropong sederhana, (2) mendeskripsikan ketercapaian indikator
pembelajaran pada sub materi periskop dan teropong, dan (3) mendeskripsikan
respon siswa terhadap alat peraga periskop dan teropong sederhana
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 109
Dasar Teori
Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari
medium. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar.
Briggs [1] menyatakan bahwa media merupakan alat untuk memberikan rangsangan
bagi siswa supaya terjadi proses belajar. Sedangkan menurut Gagne [1] media
merupakan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang
siswa untuk belajar. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa media
pembelajaran merupakan wadah dari pesan.
Menurut Prabu dan Markus [2], penggunaan media visual dalam proses
pembelajaran fisika dapat menjembatani materi yang bersifat abstrak menjadi konkrit.
Sehingga siswa dapat menyaksikan langsung fenomena yang sedang dipelajari.
Disamping itu menurut Usman dan Asnawir [3] dengan adanya media pembelajaran
dengan penggunaan yang kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi siswa untuk
belajar lebih banyak, lebih baik dalam memahami pelajaran, dan dapat meningkatkan
keterampilan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Media pembelajaran merupakan bagian integral dalam keseluruhan proses
pembelajaran. Adapun kegunaan media antara lain: (1) memperjelas pesan agar tidak
terlalu verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indera,
(3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber
belajar, (4) memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori dan kinestetik, dan (5) memberi rangsangan yang sama,
mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama [1]
Metode
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI Keperawatan 2 SMK Bhakti
Kencana Majalaya, dengan jumlah siswa sebanyak 33 orang. Langkah-langkah yang
dilakukan pada penelitain ini adalah mulai dari tahap analisis kurikulum, pembuatan
RPP, perancangan alat peraga dan implementasi alat peraga di sekolah. Adapun
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Rubrik Penilaian Lembar Kerja Siswa (LKS)
2. Rubrik Penilaian Produk Siswa
3. Rubrik Penilaian Presentasi Siswa
4. Angket Respon siswa
5. Tes penguasaan konsep
Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan
rumus deskriptif persentase [4] sebagai berikut:
% 100 x
N
n
P (1)
Keterangan :
n =jumlah skor siswa
N =jumlah skor maksimal
P =tingkat presentasi yang dicapai.
Kriteria penafsiran variabel penelitian ini ditentukan berdasarkan tabel 1 berikut.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 110

Tabel 1. Kriteria penafsiran variabel penelitian.
Presentase
(%) Kriteria
81 - 100 Sangat Baik
61 80 Baik
41 - 60 Cukup
21 40 Kurang
0 - 20 Tidak Baik
Hasil dan diskusi
Pada kegiatan pembelajaran siswa dikelompokan menjadi 5 kelompok yang
terdiri dari 6-7 orang. Kelompok 2, 4 dan 5 mendapatkan pembelajaran mengenai
periksop sedangkan Kelompok 1 dan 3 mendapatkan pembelajaran mengenai
teropong. Pada kegiatan pembelajaran ini siswa ditunjukan alat peraga periskop dan
teropong untuk kemudian dianalisis cara kerjanya berdasarkan petunjuk pada lembar
kerja yang telah diberikan.
Berdasarkan analisis terhadap pengisian LKS diperoleh rata-rata prensentase
sebesar 95 % (kategori sangat baik). Penilaian hasil pengisian LKS secara lengkap
dilihat dari beberapa aspek penilaian disajikan dalam tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Penilaian hasil pengisian LKS.
Aspek Penilaian
Kelompok
I II III IV
Skor
Total
%
1 4 2 4 2 12 75
2 4 4 2 2 12 75
3 2 2 2 2 8 50
4 2 4 3 2 11 68
5 4 4 3 3 14 87
Rata-rata 11.4 95
Keterangan aspek penilaian:
I. Alat dan Bahan
II. Pertanyaan Konsep
III. Sketsa alat
IV. Penjelasan cara kerja alat

Berdasarkan data penilaian LKS yang dikerjakan oleh siswa, terlihat bahwa
siswa yang terpilih untuk membuat rancangan periskop memberikan analisis cara kerja
periskop dengan sangat baik, sedangkan siswa yang terpilih untuk membuat
rancangan teropong memberikan hasil analisis cara kerja teropong yang kurang baik.
Hal tersebut disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 111
1) Ketika siswa menyelidiki cara kerja periskop, posisi cermin pada periskop dapat
teramati dengan jelas oleh siswa sehingga dengan didukung oleh pemahaman
konsep pemantulan pada cermin datar, siswa dengan mudah dapat menjelaskan
cara kerja periskop.
2) Ketika siswa menyelidiki cara kerja teropong, posisi lensa pada teropong kurang
dapat teramati dengan jelas. Selain itu pemahaman dasar siswa mengenai
pembiasan juga terlihat lemah, sehingga mengakibatkan siswa tidak dapat
menyelidiki cara kerja teropong dengan baik.
Setelah siswa mengkonsultasikan kepada guru hasil pengisian lembar kerja,
siswa mulai membuat sendiri periskop dan teropong sederhana dengan alat dan
bahan yang telah dipersiapkan.
Berdasarkan analisis terhadap produk yang dibuat siswa diperoleh rata-rata
prensentase sebesar 82 % (kategori sangat baik). Hasil penilaian produk siswa secara
lengkap dilihat dari beberapa aspek penilaian disajikan dalam tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Hasil penilaian produk siswa.
Aspek Penilaian
Kelompok
I II II
Skor
Total
%
1 4 2 2 8 66
2 4 4 4 12 100
3 3 2 2 7 58
4 3 4 4 11 92
5 3 4 4 11 92
Rata-rata 9.8 82

Keterangan aspek penilaian:
I. Estetika Alat
II. Fungsi
III. Aplikasi Konsep

Setelah selesai membuat periskop dan teropong, siswa mempresentasikan hasil
pekerjaan mereka di depan kelas. Berdasarkan penilian terhadap presentasi yang
telah dilakukan siswa diperoleh rata-rata penilaian presentasi siswa sebesar 87%
(kategori sangat baik). Hasil penilaian presentasi siswa secara lengkap dilihat dari
beberapa aspek penilaian disajikan dalam tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil penilaian presentasi Siswa.
Aspek Penilaian
Kelompok
I II II
Skor
Total
%
1 3 3 3 9 75
2 4 4 4 12 100
3 3 3 3 9 75
4 3 4 3 11 92
5 3 4 3 11 92
Rata-rata 10.4 87
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 112
Keterangan aspek penilaian:
I. Organisasi
II. Wawasan Konsep
III. Media presentasi

Setelah siswa mengikuti semua proses pembelajaran, siswa diberikan tes
penguasaan konsep berdasarkan indikator pembelajaran yang telah disusun.
Berdasarkan hasil tes diperoleh hasil bahwa pencapaian hasil belajar siswa sebesar
84,2% dengan kategori sangat baik. Adapun penjelasan dari pencapaian hasil belajar
tersebut ditinjau dari indikator pembelajaran yang telah disusun dapat dipaparkan
sebagai berikut:
Indikator 1 : Menyelidiki prinsip kerja periskop berdasarkan konsep pemantulan
pada cermin datar.
Untuk kelompok periskop, secara umum siswa dapat mengaplikasikan konsep
pemantulan cahaya pada cermin datar pada pembuatan periskop dengan baik. Hal ini
terlihat dari jawaban-jawaban siswa terhadap pertanyaan konsep yang semuanya
dapat dijawab dengan benar dengan dilengkapi gambar pemantulan sinar pada cermin
datar. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa indikator ini dapat tercapai
dengan baik. Beberapa faktor yang membantu siswa untuk dapat mengaplikasikan
konsep pemantulan pada cermin datar pada pembuatan periskop diantaranya adalah:
a. Konsep pemantulan pada cermin datar termasuk dalam kategori materi yang
sederhana.
b. Siswa telah mendapatkan konsep pemantulan cermin pada pertemuan
sebelumnya dengan baik.
Indikator 2 : Menggunakan cermin datar untuk membangun sebuah periskop
sederhana.
Untuk kelompok periskop, secara umum siswa dapat membangun sebuah
periskop yang dapat berfungsi dengan baik, walaupun estetika produk yang dihasilkan
masih belum begitu baik. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa indikator
pembelajaran ini dapat tercapai. Beberapa faktor yang membantu siswa untuk dapat
membangun sebuah periskop yang dapat berfungsi dengan baik diantaranya adalah:
a. Membangun sebuah periskop sederhana termasuk dalam kategori yang mudah.
b. Siswa memliki pemahaman konsep yang sudah baik mengenai cara kerja periskop.
Indikator 3: Menyelidiki prinsip kerja teropong bumi berdasarkan konsep
pembiasan pada lensa cembung.
Untuk kelompok teropong, secara umum siswa tidak dapat mengaplikasikan
konsep pembiasan pada lensa cembung jika lensa cembung yang digunakan lebih dari
satu. Hal yang menjadi kesulitan siswa adalah bagaimana meletakan posisi lensa
kedua dan lensa ketiga agar dihasilkan bayangan sesuai dengan syarat yang diberikan.
Kesulitan ini diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya adalah:
a. Siswa tidak memiliki bekal konsep yang cukup mengenai pembiasan pada lensa,
terutama jika lensa yang digunakan lebih dari satu.
b. Siswa tidak memahami bahwa bayangan yang dibentuk oleh lensa pertama dapat
menjadi benda bagi lensa kedua dan seterusnya.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 113
c. Siswa belum mempelajari konsep lup (kaca pembesar)
Berdasarkan hal diatas, dapat disimpulkan bahwa indikator pembelajaran ini belum
tercapai secara sempurna, sehingga siswa perlu mendapat remedial pada materi
pembiasan pada lensa cembung.
Indikator 4: Menggunakan lensa cembung untuk membangun sebuah teropong
bumi sederhana.
Untuk kelompok teropong, secara umum siswa dapat membangun sebuah
periskop, namun persikop tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik. Beberapa faktor
yang menyebabkan siswa tidak dapat membangun sebuah teropong yang dapat
berfungsi dengan baik diantaranya adalah:
a. Kekurang telitian siswa dalam melakukan pengukuran.
b. Siswa tidak memliki pemahaman konsep yang baik mengenai cara kerja teropong.
c. Lensa yang digunakan kemungkinan nilai fokusnya tidak sesuai dengan data yang
tertera pada bungkusnya.
Di akhir kegiatan penelitian, siswa diberikan angket untuk mengetahui respon
mereka terhadap media pembelajaran yang telah digunakan. Berdasarkan analisis
respon siswa terhadap alat peraga periskop dan teropong, dapat diketahui bahwa alat
peraga periskop dan teropong yang dibuat mendapatkan respon yang positif dari siswa
dengan nilai rata-rata presentase respon positif sebesar 93.3% dengan kategori
sangat baik. Sehingga secara umum dapat dkatakan bahwa siswa merasa tertarik
terhadap media pembelajaran yang digunakan sehingga mereka pun merasa lebih
termotivasi untuk belajar.
Agar teropong dan periskop yang dijadikan media pembelajaran secara optimal,
maka beberapa perbaikan yang dapat dilakukan adalah:
1. Teropong dapat dibongkar dan dipasang kembali sehingga siswa dapat
menyelidiki lebih detail bagian-bagaian teropong. kemudian disediakan tabung
teropong yang memiliki ukuran lain yang dapat dipasang pada teropong, agar
siswa dapat mengetahui bahwa ukuran panjang teropong tidak dapat sembarang.
2. Cermin pada periskop dapat diatur sudutnya agar siswa dapat mengetahui bahwa
jika sudutnya tidak 45
o
maka periskop tidak berfungsi.
Kesimpulan
Alat peraga periskop dapat membantu siswa untuk dapat menyelidiki prinsip
kerja periskop dengan baik. Baik alat peraga periskop maupun alat peraga teropong
mendapatkan respon positif dari siswa dalam pembelajaran.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada siswa SMK Bhakti Kencana
Majalaya atas partisipasinya pada penelitian ini serta rekan-rekan mahasiswa Prodi
Pendidikan Fisika SPs UPI atas saran dan masukannya.
Referensi
[1] Aksara Riyana dan Susilana, Media Pembelajaran. Penerbit CV Wacana Prima,
Bandung, 2007.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 114
[2] Prabu, A. dan Markus, I.M.. Efektifitas Penggunaan Software Pesona Fisika
dalam Pembelajaran Fisika di SMA Santa Ursula BSD, 2006
[3] Arif Rahman Aththibby, Dan Ishafit.. Perancangan Media Pembelajaran Fisika
Berbasis Animasi Komputer Untuk Sekolah Menengah Atas Pokok Bahasan
Hukum Newton Tentang Gerak. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta,
14 Mei 2011.
[4] Riduan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula,
Penerbit Alfabeta, Bandung, 2014.



Muhtar Amin*
Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
muhtar.amin@student.upi.edu
Diki Rukmana
Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
diki.rukmana@student.upi.edu
Lailatul Nuraini
Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
lailatul.nuraini@student.upi.edu
Sheila Fitriana
Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
sheila.fitriana@student.upi.edu

Widya Yuni
Prodi Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
widya.yuni@student.upi.edu


*Corresponding author
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 115
Uji Efisiensi Pompa Hidram dengan Variasi Volume
Tabung Udara
Dinar M. F.*, Hari Anggit C. W., Latifah N. Q., Enjang J .M.
Abstrak
Telah dilakukan penelitian untuk menguji efisiensi pompa hidram. Alat ini bekerja
memanfaatkan prinsip palu air pada keseimbangan katup buang dan katup hisap
sehingga dapat memindahkan air ke tempat yang lebih tinggi. Penelitian ini dilakukan
dengan metode eksperimen berdasarkan studi literatur dengan melakukan variasi
volume tabung udara (vacuum chamber). Variasi volume yang digunakan adalah
volume 330 mL, 600 mL, 1000 mL, 1500 mL, dan 2000 mL. Berdasarkan hasil
penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa variasi volume tabung udara tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi pompa hidram. Rancang
bangun pompa hidram yang menghasilkan efisiensi terbaik adalah pompa hidram
dengan volume tabung udara 1500 ml dengan efisiensi sebesar 17,21 %.
Kata Kunci : Pompa Hidram, Tabung Udara, efisiensiPendahuluan
Pendahuluan
Air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat fundamental dalam kehidupan
manusia. Kebutuhan air yang cukup banyak sering menimbulkan permasalahan baru,
khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang jauh dari sumber air atau
dengan sumber air yang lebih rendah, sehingga untuk mendapatkannya dibutuhkan
usaha yang lebih berat karena harus diangkat melalui jalan yang menurun dan
menanjak. Sebagai solusi masalah tersebut, maka penggunaan pompa hidram sangat
tepat. Pompa hidram merupakan alat yang digunakan untuk menaikkan air dari tempat
rendah ke tempat yang lebih tinggi dengan prinsip palu air [1]. Pompa hidram memiliki
beberapa keunggulan yaitu tidak membutuhkan energi listrik atau bahan bakar, tidak
membutuhkan pelumasan, biaya pembuatan dan pemeliharaannya relatif murah serta
konstruksi yang mudah [2]. Dalam aplikasinya, efisiensi pompa hidram masih perlu
ditingkatkan karena air yang terbuang lebih banyak dibandingkan air yang dihasilkan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk merancang pompa hidram yang
efektif dan efisien.
Dalam penelitian ini, dilakukan eksperimen untuk menguji efisiensi hasil rancang
bangun pompa hidram dengan variasi volume tabung udara. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Suwarda dan Wirawan (2008), ada tidaknya tabung udara
merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi besarnya efisiensi pompa hidram
[3]. Efisiensi diperoleh dengan membandingkan debit hasil dengan debit limbah, serta
perbandingan head masuk dan head keluar berdasarkan metode DAubission.
Teori
Cara kerja dari pompa hidram dapat dijelaskan dengan bagan berikut ini:
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 116

Gambar 1: Bagan Pompa Hidram.
Bagian utama dari pompa hidram adalah dua buah katup, yaitu: katup hisap (3)
dan katup buang (5). Air masuk dari reservoir melalui pipa (1). Mula-mula katup buang
terbuka karena gravitasi sedangkan katup hisap tertutup. Air yang masuk memenuhi
badan pompa (2) mendorong ke atas katup menutup. Tertutupnya katup buang
mengakibatkan dorongan air menekan dan membuka katup hisap lalu air masuk
mengisi ruang dalam tabung udara (4) di atas katup hisap. Pada volume tertentu
pengisian air dalam tabung udara optimal, massa air dan udara dalam tabung
kompresi akan menekan katup hisap untuk menutup kembali, pada saat yang
bersamaan sebagian air keluar melalui pipa (7). Dengan tertutupnya kedua katup,
maka aliran air dalam badan pompa berbalik berlawanan dengan aliran air masuk
diikuti dengan turunnya katup buang. Hal ini karena arah tekanan air tidak lagi ke
katup buang tetapi berbalik ke arah pipa input (1).
Di sinilah palu air (water hammer) itu terjadi, dimana air dengan tenaga
gravitasi dari terjunan sumber air menghantam arus balik tadi, sebagian besar debit air
keluar melalui katup buang, sementara sisanya mendorong katup hisap masuk ke
dalam tabung udara sekaligus mendorong air yang ada dalam tabung udara untuk
keluar melaui pipa output (7). Energi hantaman yang berulang-ulang mengalirkan air
ke tempat yang lebih tinggi [4].
Perhitungan efisiensi pompa hidram ditentukan dari perkalian perbandingan
debit hasil (q) dan debit masuk (Q+q) serta perbandingan head keluar (h) dan head
masuk (H) [5]. Perhatikan Gambar 2 berikut.
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 117

Gambar 2: Head masuk dan Head keluar
Efisiensi pompa hidram ditentukan dengan persamaan DAubission:
.
.100%
( . ).
q h
Q q H

(1)
Kecepatan air pada badan pompa dan tekanan saat katup buang tertutup dapat
dianalisis menggunakan persamaan Bernoulli [6] sebagai berikut.
2 2
1 1 2 2
1 2
2 2
p v p v
z z
g g
(2)
Dimana
p : tekanan (Pa)
v : kecepatan (m/s)
g : percepatan gravitasi (9,8 m/s
2
)
: berat jenis air (9800 kg/m
2
s
2
)
z : ketinggian (m)
Indeks 1 menyatakan posisi pada ketinggian sumber air, indeks 2 menyatakan posisi
pompa hidram. Karena z diukur dari ketinggian pompa, maka
2
z sama dengan nol.
Hasil dan Diskusi
Pompa hidram hasil rancang bangun memiliki diameter pipa penghantar PVC
ukuran inch, katup buang dan katup hisap menggunakan kleptabok dengan ukuran
inch, kedua klep dipasang berlawanan arah.
Berdasarkan analisis Persamaan (2) dengan mengatur head masuk (H) 143 cm
dan panjang pipa penghantar (L) 3 m, maka didapatkan tinggi maksimum head keluar
(h) sebesar 11,73 m dan tekanan pada badan pompa sebesar 1,15x105 Pa. Namun
pada penelitian ini digunakan head keluar (h) sebesar 335,5 cm agar diperoleh
pengukuran debit keluar yang lebih efektif.
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 118
Penelitian ini dilakukan dengan variasi volume tabung udara 330 ml, 600 ml,
1000 ml, 1500 ml, dan 2000 ml, masing-masing volume dilakukan pengujian sebanyak
tiga kali. Hasil eksperimen ditunjukkan pada Tabel 1.
Perbandingan efisiensi pompa hidram dengan variasi volume udara ditunjukkan
pada Gambar 3. Efisiensi pompa hidram mulai naik pada volume 600 mL, kemudian
turun pada volume 2000 mL. Pada volume 1000 mL, penurunan efisiensi maksimum
sebesar 2,46%. Nilai ini lebih kecil dibandingkan perubahan efisiensi dari volume 600
mL ke 1000 mL dan dari volume 1500 mL ke 2000 mL. Hasil ini menunjukkan bahwa
variasi volume tertentu tidak memberikan perubahan efisiensi yang signifikan.
Berdasarkan data olahan pada Tabel 1, efisiensi terbesar diperoleh pada sistem
pompa hidram dengan volume tabung udara 1500 mL (Gambar 3) yaitu 17,21%. Dari
debit hasil (q) yang diperoleh, volume keluaran yang dihasilkan dalam satu hari
mencapai 281,66 L. Hal ini setara dengan kebutuhan air 2 orang dengan asumsi setiap
orang memerlukan air 150 liter per hari [7].

Tabel 1. Hasil Eksperimen Pompa Hidram dengan Variasi Volume Tabung Udara.
No
V
TU
(mL)
Q (mL/s) q (mL/s) T (s)
A

39,47 2,96 1,73 16,37%
39,79 2,49 1,79 13,80% 1 330
40,02 2,42 1,70 13,37%
43,19 3,06 1,65 15,52%
43,02 3,05 1,66 15,52% 2 600
43,43 3,35 1,65 16,64%
32,70 2,22 1,43 14,90%
30,28 2,03 1,38 14,75% 3 1000
28,47 1,93 1,42 14,89%
39,70 3,06 1,72 16,79%
40,26 3,02 1,69 16,37% 4 1500
41,15 3,26 1,74 17,21%
30,00 1,88 1,39 13,84%
32,12 1,78 1,42 12,30% 5 2000
29,64 1,54 1,45 11,60%
Keterangan:
V
TU
: Volume tabung udara (mL)
Q : Debit limbah (mL/s)
q : Debit hasil (mL/s)
T : Periode menutupnya katup (s)
A
: Efisiensi DAubuisson
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 119

Gambar 3: Efisiensi pompa hidram dengan variasi tabung udara.
Pengaruh volume tabung udara terhadap efisiensi relatif tidak signifikan. Hal ini
dilihat dari perbedaan efisiensi terbesar yang dihasilkan oleh masing-masing tabung
memiliki simpangan baku 1,3%. Nilai ini relatif kecil dibandingkan dengan variasi
volume-volume tabung yang digunakan.
Tabung udara pada sistem pompa hidram berfungsi sebagai pegas udara. Air
yang masuk ke badan pipa dari reservoir memiliki kecepatan yang menyebabkan
katup buang menutup dengan cepat. Akibatnya badan pompa akan mengalami
tekanan yang tinggi. Tekanan tersebut menekan ke segala arah, termasuk melawan
tekanan yang dihasilkan energi potensial dari tinggi reservoir. Tekanan yang mengarah
ke reservoir membuat badan pompa mengalami penurunan tekanan sehingga katup
buang kembali terbuka.Tekanan yang mengarah ke katup hisap membuat katup hisap
terbuka dan sebagian air masuk ke dalam tabung udara. Udara yang tertekan karena
bertambahnya volume air bekerja seperti pegas udara, yaitu pada mulanya
terkompresi saat air masuk dan kemudian kembali memberikan tekanan. Tekanan
yang dihasilkan dari pegas udara tersebut hanya diteruskan menuju selang
penghantar, hal ini karena katup hisap sudah tertutup kembali. Proses ini terus
menerus berulang sehingga air dapat mengalir terus ke selang penghantar.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa variasi
tabung udara tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi pompa
hidram. Rancang bangun pompa hidram yang menghasilkan efisiensi terbaik adalah
pompa hidram dengan volume tabung udara 1500 ml dengan efisiensi sebesar 17,
21 %.
Saran
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar dilakukan analisis konsep fisika
pada pompa hidram dengan menggunakan mekanika fluida yang lebih kompleks,
dilakukan pengukuran tekanan pada tabung udara saat pompa hidram bekerja, dan
dilakukan pemilihan bahan terutama katup yang mampu bekerja secara stabil,
sehingga perubahan keadaan katup yang mempengaruhi kinerja pompa hidram tidak
terjadi.
ProsidingSeminarKontribusiFisika2013 (SKF2013)
2-3 Desember2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 120
Referensi
[1] Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan
Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 2002. Petunjuk Teknis
Pemanfaatan Pompa Hidram dalam Penyediaan Air Bersih.Bandung: Indonesia
[2] Didin S. Fane, Rudy Sutanto, I Made Mara. 2012. Pengaruh Konfigurasi Tabung
Kompresor terhadap Unjuk Kerja Pompa Hidram. ISSN: 2088-088X Vol. 2 No. 2
J uli 2012.
[3] Made Suarda dan IKG Wirawan. 2008. Kajian Eksperimental Pengaruh Tabung
Udara terhadap Tekanan Pompa Hidram. J urnal Ilmiah Teknik Mesin CAKRAM
Vol. 2 No.1, J uni 2008 (10-14).
[4] Agus Budiman dkk. 2010. Pelatihan Pembuatan Hidram (Pompa Tenaga Air)
sebagai Alternatif Penghematan Tenaga Listrik dan Pemenuhan Kebutuhan Air
pada Musim Kemarau. Laporan Kegiatan PPM Program Reguler Lembaga
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Negeri Yogyakarta.
[5] Anonim. 2010. Hydram. Diunduh dari uww.somaiya.edu/projdcts/hydram.pdf
[6] Sri Utami Handayani. 2010. Bahan Ajar Pompa dan Kompresor. Diunduh dari
utami.community.undip.ac.id/files/2010/07/BAB-1-Pendahuluan1.pdf .
[7] Ifah Latifah. -. Rancangan Sistem Suplai Air Bersih di Desa Cipeuteuy. Diunduh
dari
http://www.academia.edu/1990977/Rancangan_Sistem_Suplai_Air_Bersih_di_De
sa_Cipeuteuy

Dinar Maftukh Fajar*
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
dinarmaftukh@students.itb.ac.id
Hari Anggit Cahyo Wibowo
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
hari.anggit@students.itb.ac.id
Latifah Nurul Qomariyatuzzamzami
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
latifah_zamzami@yahoo.co.id
Dr. Enjang J aenal Mustopa
Institut Teknologi Bandung
enjang@fi.itb.ac.id
*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 121
Pengaruh Variasi Tinggi Katup Limbah dan Jarak Antar
Katup Terhadap Efisiensi Pompa Hidram
Dzikri Rahmat R, Marjan Fuadi, Sari Sami N, dan Enjang Jaenal Mustopa
Abstrak
Air merupakan kebutuhan pokok mahluk hidup. Penduduk yang bermukim di dataran
tinggi memerlukan pompa untuk menaikkan air dari sumber yang berada di dataran
yang lebih rendah. Pompa hidram dapat digunakan sebagai alat alternatif untuk
menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi tanpa menggunakan
listrik atau bahan bakar minyak. Dalam penelitian ini dicari pengaruh ketinggian katup
limbah serta jarak antar katup terhadap efisiensi pompa hidram. Metode penelitian
yang dilakukan yakni metode eksperimen dengan melakukan percobaan dengan
mengubah-ubah tinggi katup limbah dan jarak antar katup. Pompa hidram yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki diameter pipa masukan 0.5 inci dan diameter
pipa penghantar 0.5 cm. Variasi tinggi katup limbah terhadap tanah yang digunakan
diantaranya yakni 10,6 cm, 16,7 cm, dan 18,5 cm untuk jarak antar katup 9 cm.
Sedangkan variasi jarak antar katup yang digunakan diantaranya yaitu 7 cm, 9 cm,
dan 12 cm untuk ketinggian katup limbah 16,7 cm terhadap permukaan tanah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa efisiensi maksimum diperoleh saat tinggi katup limbah
16,7 cm dan jarak antar katup 9 cm, yakni sebesar 12,5%. Tidak ditemukan adanya
hubungan linear antara tinggi katup limbah dan jarak antar katup terhadap efisiensi
pompa hidram. Terdapat nilai optimum tinggi katup limbah dan jarak antar katup
limbah yang menghasilkan efisiensi maksimum.
Kata-kata kunci : Pompa hidram, tinggi dan jarak katup limbah, efisiensi.
Pendahuluan
Pompa hidram merupakan salah satu pompa air yang hemat energi dan ramah
lingkungan. Pompa hidram merupakan teknologi tepat guna dalam bidang
pemompaan dengan menggunakan tenaga momentum air (water hammer) untuk
menaikkan air. Pompa hidram merupakan salah satu pompa air yang tidak
menggunakan BBM dan listrik.
Penelitian mengenai pompa hidram telah banyak dilakukan, akan tetapi masih
banyak pula yang perlu dikaji sehingga pengetahuan tentang perencanaan pompa
hidram lebih baik. Efektifitas kinerja dari pompa hidram dipengaruhi beberapa
parameter, antara lain tinggi jatuh, diameter pipa, jenis pipa, karakteristik katup limbah,
panjang pipa inlet dan panjang pipa pada katub limbah. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh tinggi katup limbah dan jarak antar katup terhadap efisiensi
pompa hidram.
Terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi efisiensi pompa hidram. Beban
katup limbah mempengaruhi efisiensi pompa hidram. Besar kecilnya beban pada katup
limbah sangat berpengaruh pada efektifitas kerja pompa hidram terutama pada debit
pemompaan. [1] Penelitian tentang karakteristik volume tabung udara dan beban katup
limbah terhadap efisiensi pompa hydraulic ram menghasilkan kesimpulan bahwa faktor
beban katup limbah dan volume tabung berpengaruh pada variabilitas dari efisiensi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 122
pompa hidram, begitu pula interaksi antar kedua faktor tersebut. [2] Kajian
eksperimental pengaruh tabung udara pada head tekanan pompa hidram dan
menyimpulkan bahwa dengan pemakaian tabung udara, terjadi penurunan perubahan
tinggi tekanan dalam pipa penghantar pada instalasi pompa hidram. [3]
Tekanan input dan tekanan output pada pompa hidram juga mempengaruhi
efisiensi pompa. Tekanan input merupakan tinggi jatuh air dari sumbernya ke pompa
hidram. Sedangkan tinggi output merupakan tinggi dari pompa hidram ke lokasi
pengiriman tertinggi. Penelitian tersebut juga diturunkan suatu persamaan empiris
dengan berdasarkan data-data laboratorium, persamaan bernoully dan water hammer.
[4]
Teori
Pompa hidram merupakan alat untuk menaikkan air ke tempat yang lebih tinggi
yang energi penggeraknya tidak menggunakan bahan bakar minyak ataupun tenaga
listrik, melainkan menggunakan tenaga hantaman air yang masuk ke dalam pompa
atau disebut juga dengan water hammer.
Air mengalir dari suatu sumber ataupun suatu reservoir ke dalam pompa hidram
melalui pipa pemasukan dengan posisi pompa lebih rendah dari sumber air ataupun
reservoir tersebut. Di dalam pompa air, air keluar melalui katup limbah dangan cukup
cepat, maka tekanan dinamik yang bergerak ke atas tersebut akan mendorong katup
limbah sehingga katup limbah akan tertutup secara tiba-tiba dan katup limbah tersebut
menghentikan aliran air dalam pipa pemasukan. Air yang terhenti akibat katup limbah
tersebut mengakibatkan tekanan tinggi yang terjadi secara tiba-tiba di dalam pompa
hidram.
Tekanan air yang besar atau water hammer dalam ram sebagian direduksi
oleh lolosnya air ke dalam tabung udara yang berfungsi meratakan perubahan tekanan
yang drastis dalam hydraulic ram melalui katup penghantar dan denyut tekanan di
dalam tabung yang kembali lagi ke pompa akan menyebabkan hisapan dan
tertutupnya katup penghantar yang merupakan katup searah yang menghalangi
kembalinya air ke dalam pompa, sehingga air dalam tabung tersebut akan tertekan
keluar melalui pipa penghantar (outlet) yang mengalirkan air ke atas dengan
ketinggian tertentu.
Pengaturan ukuran panjang pipa inlet dari reservoir ke kolom limbah dan berat
dari katup limbah diharapkan pompa hidram dapat memompa air yang optimal.
Momentum Aliran Pipa
Zat cair yang bergerak dapat menimbulkan gaya yang dapat menggerakkan
katup pada pompa hidram. Demikian juga zat cair yang mengalir pada belokan pipa
juga bisa menimbulkan gaya yang bekerja pada belokan tersebut.
Gaya pada aliran pipa dapat dijelaskan dengan persamaan momentum yang
didefinisikan sebagai perkalian antara massa (m) dan kecepatan (v).
Momentum = m.v (1)
Menurut hukum II Newton, perubahan momentum dapat menyebabkan
terjadinya gaya, yang sebanding dengan laju perubahan momentum. Gaya yang
terjadi karena adanya gerak zat cair disebut dengan gaya dinamis dan merupakan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 123
gaya tambahan pada gaya tekanan hidrostatis. Dalam menentukan laju perubahan
momentum di dalam aliran zat cair, dipandang tabung arus dengan tampang dA.
Dalam hal ini dianggap bahwa aliran melalui tabung arus adalah mantap. Momentum
melalui tabung aliran dalam satu satuan waktu adalah :
Momentum = dm .v = . v . dA . v = .v
2
.dA (2)
dengan:
= rapat massa zat cair
v = kecepatan aliran
A = tampang aliran
t = waktu
dm = perubahan momentum
dA = perubahan tampang

Integrasi persamaan di atas diperoleh:
Momentum =


A A
Av dA dA v
2 2
(3)
atau

Momentum = Q v (4)

dengan
v = Kecepatan rerata pada tampang
Q = Debit.
Apabila dt adalah waktu yang diperlukan elemen zat cair untuk melintasi tabung
arus, maka massa zat cair yang yang melewati tabung arus adalah :
dM = d Q dt = v dA (5)
Berdasar Hukum II Newton,
dF = dm a = v dA dt dv (6)
Apabila kecepatan merata maka dan aliran pada seluruh tampang maka:
F = v dv

A
dA= v A dv (7)
atau:
F = Q d (8)
Apabila ditinjau tabung pipa terdiri dari sejumlah tabung dan dibatasi oleh
tampang 1 dan 2, maka :
F = Q v
2
Q v
1
(9)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 124
Analisis persamaan-persamaan di atas menunjukkan bahwa gaya yang bekerja
pada zat cair adalah sebanding dengan laju perubahan momentum. (Bambang
Triadmodjo, 1996).
Persamaan (9) dapat diasumsikan untuk 3 arah persamaan yaitu :
Arah sumbu x : Fx = Q (vx2 vx1) (10)
Arah sumbu y : Fx = Q (vy2 vy1)(11)
Arah sumbu z : Fx = Q (vz2 vz1)(12)

Hukum Bernoulli
Hukum Bernoulli berlaku pada mekanisme pemompaan oleh pompa hidram.
Dengan asumsi keadaan ideal. Penggunaan hukum ini terdapat pada dua keadaan,
yakni keadaan katup limbah terbuka dan keadaan katup limbah tertutup.
Berikut persamaan Bernoulli untuk keadaan katup limbah terbuka :
2
2
2 2 1
2
1 1
2
1
2
1
gh v P gh v P
Karena reservoar dan katup limbah dalam keadaan kontak dengan udara maka P
1
dan
P
2
sama, maka dapat diketahui berapa besar kecepatan aliran di katup limbah.
2
2 1
2
1
v gh
1 2
2gh v (13)
Sedangkan persamaan Bernoulli untuk keadaan katup limbah tertutup sebagai berikut:
2
2
2 2 1
2
1 1
2
1
2
1
gh v P gh v P
2 1 1
P gh P . (14)
Efisiensi Pompa Hidram
Efisiensi pompa hidram dapat dihitung menggunakan persamaan DAubuisson,
dengan terlebih dahulu menghitung debit limbah dan debit hasil.
t
bah volume
Q
lim

(15)
t
hasil volume
q
(16)
H q Q
qh
A


(17)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 125
Volume air limbah ditentukan sebesar 1500 cm
3
, t adalah waktu yang
dibutuhkan hingga volum limbah sebesar 1500 cm
3
, T adalah perioda ketukan. H
adalah ketinggian reservoir dari permukaan tanah (cm), h ketinggian bak penampung
dari permukaan tanah (cm), Q debit limbah (mL/s), q debit hasil (mL/s), dan
A
efisiensi
pompa hidram menurut DAubuisson (%).
Metodologi Penelitian
a. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilakukan di Basic Science Centre A Institut Teknologi Bandung pada
bulan November 2013 selama + 3 minggu dengan menggunakan metode eksperimen.
Penelitian ini meliputi perancangan, pembuatan dan pengambilan data dengan
memvariasikan ketinggian katup limbah dan jarak antar katup.
b. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian pembuatan pompa hidram dilakukan dengan menyusun
peralatan seperti gambar berikut :

Gambar 1. Skema susunan alat pompa hidram.

Dengan [A] sumber air (reservoir); [B] pipa masukan; [C] katup penghantar, [D]
katup limbah, [E] tabung udara (air chamber), [F] stop kran, [G] pipa penghantar, [J]
bak penampung, [H] ketinggian reservoir dari permukaan tanah (cm), [h] ketinggian
bak penampung dari permukaan tanah (cm).
Deskripsi masing-masing komponen pompa hidram adalah sebagai berikut: 1)
Reservoir merupakan sumber air; 2) Pipa masukan merupakan pipa yang mengalirkan
air dari reservoir menuju ke pompa; 3) Katup penghantar merupakan katup dalam hal
ini berupa klep yang menghantarkan air dari pipa masukan menuju ke tabung udara
dan menjaga agar air yang ada di tabung udara tidak turun kembali ke pipa masukan;
4) Katup limbah merupakan katup dalam hal ini berupa klep tempat keluarnya air yang
berasal dari reservoir. Pada bagian inilah peristiwa palu air terjadi; 5) Tabung udara
(air chamber) merupakan bagian pada pompa hidram yang berfungsi untuk menjaga
tekanan pada pompa, dengan adanya tabung udara, menjaga agar air yang masuk ke
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 126
dalam pipa masukan kontinyu; 6) Stop kran merupakan bagian pada pompa hidram
yang berfungsi untuk membuka atau menutup aliran air yang menuju pipa masukkan;
7) Pipa penghantar merupakan pipa yang berfungsi untuk menghantarkan air menuju
bak penampung; dan 8) Bak penampung merupakan bak tempat menampung air yang
keluar dari pipa masukan.
Secara umum prinsip kerja pompa hidram dapat dilihat pada poin-poin berikut:
1) Siklus I yakni air mengalir dari reservoar melalui pipa masukan menuju pompa
hidram. Seiring bertambahnya volume air yang masuk ke dalam pompa hidram katup
limbah tertutup secara mendadak dan menciptakan tekanan balik dalam pipa
masukan; 2) Siklus II yakni saat tekanan pada pipa masukan diteruskan ke segala
arah dan menyebabkan katup penghantar terbuka dan air terdorong dari pipa masukan
masuk ke dalam tabung udara (air chamber); 3) Siklus III yakni pada saat udara
tertekan oleh air yang masuk dari pipa masukan sehingga volumenya terkompres
mengecil. Tekanan udara dalam tabung udara meningkat. Pada saat tekanan dalam
tabung udara lebih tinggi dari tekanan udara luar, udara mulai menekan balik air
sehingga katup penghantar tertutup dan air dalam tabung udara naik melalui pipa
penghantar ke dalam bak penampung; dan 4) Siklus IV yakni saat tekanan udara pada
pipa masukan mengecil dan menyebabkan katup limbah kembali terbuka. Kemudian
siklus periodik pompa hidram berulang kembali dari siklus pertama.
Hasil dan Diskusi
Dari penelitian ini diperoleh nilai efisiensi yang berbeda untuk masing-masing
ketinggian katup limbah dan jarak antar katup. Adapun dalam penelitian yang
dilakukan, instalasi dari pompa hidram terdiri dari :
1. Pipa masukan dengan diameter inch dan panjang 3 meter.
2. Pipa penghantar dengan diameter 0,5 cm dan panjang 5 meter.
3. Katup penghantar dan katup limbah dengan diameter inch.
4. Ketinggian reservoir 143 cm.
5. Ketinggian bak penampung 335.5 cm.
6. Tabung udara dengan volume 1300 cm
3
.
7. Stop kran dengan diameter inch.
8. Ketinggian katup penghantar 16,7 cm.
Berikut data debit hasil, debit limbah, dan efisiensi yang diperoleh untuk 3
variasi ketinggian katup limbah.

Table 1. Data efisiensi terhadap ketinggian katup limbah

h
KL
(cm)
d
AK
(cm)
q
(mL/s)
Q
(mL/s)
T
(s)

A

(%)
7.7 9 3.269 42.578 2.16 10.1
10.6 9 2.746 53.173 1.87 11.5
16.7 9 2.352 41.785 1.66 12.5
18.5 9 1.722 62.070 2.28 6.3
20.4 9 1.232 61.393 2.54 2.3

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 127
Dari data tersebut dapat digambarkan grafik sebagai berikut:

Gambar 2. Ketinggian katup limbah (h
KL
) terhadap efisiensi (
A
)

Table 2. Data efisiensi terhadap jarak antar katup.

h
KL

(cm)
d
AK

(cm)
q
(mL/s)
Q
(mL/s)
T
(s)

A

(%)
16.7 5 1.848 56.858 2.12 6.7
16.7 7 2.085 52.791 1.90 8.9
16.7 9 2.352 41.785 1.66 12.5
16.7 12 1.531 58.096 2.25 6.0
16.7 15 1.154 60.343 2.46 3.2

Dari data tersebut dapat digambarkan grafik sebagai berikut :

Gambar 3. Jarak antar katup (d
AK
) terhadap efisiensi (
A
).

Berdasarkan data dan grafik pada gambar 2 diperoleh hubungan antara
ketinggian katup limbah dengan efisiensi. Tidak terdapat hubungan linier antara
ketinggian katup dan efisiensi. Terdapat nilai optimum tinggi katup limbah yang
memberikan nilai efiensi paling besar yakni 16,7 cm, sejajar dengan katup penghantar
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 128
dengan jarak antar katup 9 cm. Saat ketinggian katup limbah dibuat lebih rendah dari
katup penghantar, diperlukan pancingan manual sebanyak kurang lebih 20 kali sampai
akhirnya pompa hidram berfungsi dan menghasilkan siklus lengkap. Saat ketinggian
katup limbah sejajar dengan katup penghantar, pompa dapat beroperasi tanpa
pancingan manual. Begitu juga ketika katup limbah lebih tinggi dari katup penghantar,
pompa beroperasi tanpa pancingan awal. Dari kedua table, dapat dilihat suatu pola,
jika frekuensi ketukan pompa semakin besar periode ketukan, semakin kecil efisiensi
pompa hidram.
Kesimpulan
Pompa hidram merupakan alat alternatif yang dapat digunakan untuk
menaikkan air dari tempat rendah ke tempat yang lebih tinggi. Keunggulan pompa ini
adalah tidak memerlukan listrik dan bahan bakar dalam pengoperasiannya.
Dari hasil eksperimen diperoleh beberapa kesimpulan mengenai hubungan
ketinggian katup limbah dan jarak antar katup terhadap efisiensi pompa hidram,
diantaranya tidak ditemukan hubungan linier antara ketinggian katup limbah dan jarak
antar katup terhadap efisiensi pompa hidram. Didapatkan pola periode ketukan, jika
periode ketukan membesar maka nilai efiensi pompa menurun, akibat dari jumlah air
yang terbuang pada saat katup limbah bertambah banyak karena waktu buka katup
semakin lama. Terdapat nilai optimum untuk ketinggian katup limbah serta jarak antar
katup. Didapatkan efisiensi maksimum terjadi saat tinggi katup limbah 16,7 cm dan
jarak antar katup 9 cm. Pada saat nilai tinggi katup limbah dan jarak antar katup
optimum, efisiensinya yaitu 12,5%.

Referensi
[1] [1] Cahyanta, Y. A. dan Indrawan. (1996). Studi Terhadap Prestasi Pompa
Hydraulic Ram Dengan Variasi Beban Katup Limbah. Jurnal Ilmiah Teknik
Mesin, Cakram.
[2] [2] Shu San, G. dan Santoso, G. (2002). Studi Karakteristik Tabung Udara dan
Beban Katub Limbah Terhadap Efisiensi Pompa Hydraulic Ram. Jurnal Teknik
Mesin, Universitas Kristen Petra, Surabaya.
[3] [3] Suarda, M. dan Wirawan, IGK. (2008). Kajian Eksperimental Pengaruh
Tabung Udara Pada Head Tekanan Pompa Hydram. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin,
Universitas Udayana, Bali.
[4] [4] Wahyudi, S. I. dan Fachrudin, F. (2008). Korelasi Tekanan dan Debit Air
Pompa Hidram Sebagai Teknologi Pompa Tanpa Bahan Bakar Minyak. Jurnal
Ilmiah Teknik Sipil, Universitas Sultan Agung, Semarang.
[5] [7] Serway A dan Jewett J., Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi 6, Salemba
Teknika, Jakarta, 2009
[6] [8] Suroso, Dwi P dan Yordan K, Pembuatan dan Karakterisasi Pompa Hidrolik
Pada Ketinggian Sumber 1,6 meter Seminar Nasional VIII SDM Teknologi Nuklir,
Yogyakarta, 31 Oktober 2012

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 129
Dzikri Rahmat Romadhon
Magister Studi Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
ziek1232000@gmail.com

Marjan Fuadi Permadi
Magister Studi Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
marjanfuadi@gmail.com

Sari Sami Novita
Program Studi Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
sarisaminovita@students.itb.ac.id

Enjang Jaenal Mustopa
KK Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
enjang@fi.itb.ac.id
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 130
Kontribusi Pembelajaran Fisika Matematika dalam
Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Calon Guru Fisika Melalui Keterampilan Berpikir Reflektif
Ellianawati*, Rusdiana D., dan Sabandar J

Abstrak
Keterampilan berpikir reflektif merupakan kecakapan seseorang dalam membuat
keputusan berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang merepresentasikan salah satu
kemampuan self assessmentnya. Keterampilan ini secara teoritis merupakan
keterampilan yang urgen untuk dimiliki dan dilatihkan kepada calon guru terutama
dalam pemecahan masalah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui level
keterampilan berpikir reflektif mereka dalam memecahkan masalah yang dilakukan
melalui penelitian deskriptif analisis data hasil ujian akhir semester fisika matematika I
terhadap 40 mahasiswa pendidikan fisika. Mata kuliah ini dipilih karena memiliki
peluang yang besar untuk dilatihkan beragam pola pemecahan masalah. Berdasarkan
hasil analisis data terungkap bahwa pembelajaran yang dilakukan dalam perkuliahan
fisika matematika I sudah membekalkan empat dari lima tahapan berpikir reflektif
berdasarkan kerangka pikir Dewey dalam pemecahan masalah. Keempat tahapan
tersebut yaitu kepekaan dalam mengidentifikasikan masalah, membatasi dan
merumuskan masalah, mengajukan beberapa alternatif pemecahan masalah, dan
mengembangkan ide untuk memecahkan masalah, sedangkan tahapan kelima yaitu
kemampuan untuk melakukan pengujian terhadap solusi pemecahan masalah dan
menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat keputusan final masih
belum muncul. Tahapan terakhir ini merupakan kunci bagi evaluasi hasil pemikiran
yang sudah berkembang. Hal ini sangat penting dalam pembuatan keputusan tentang
strategi pemecahan masalah dan akan berimbas pada profesionalisme mengajar calon
guru fisika di masa yang akan datang. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu
pengembangan program pembelajaran fisika matematika yang mampu memunculkan
tahapan kelima ini dan meningkatkan kemampuan empat tahapan lainnya dalam
pemecahan masalah.
Kata-kata kunci : Keterampilan Berpikir Reflektif, Pemecahan Masalah, Framework
Dewey
Pendahuluan
Proses berpikir reflektif dalam pemecahan masalah menurut Dewey [1]
merupakan proses pemecahan masalah yang membutuhkan keterampilan mengenali
masalah, merumuskan masalah, menyusun beberapa alternatif pemecahannya,
mengembangkan ide dari alternatif yang dipilihnya, serta keterampilan
mempertimbangkan kembali keputusannya hingga menjadi keputusan final. Menurut
Piaget dalam Dahar [2], pada dasarnya sejak lahir manusia telah memiliki potensi
untuk memecahkan masalah yang secara bertahap berkembang dari sensori-motor,
pra operasional, operasional konkrit hingga operasi formal ketika mencapai usia
sekolah. Proses perkembangan intelektual dalam pemecahan masalah ini sangat
dipengaruhi dari lingkungan baik berupa lingkungan formal maupun non formal. Pada
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 131
lingkungan formal, dalam hal ini sekolah maka gurulah yang harus memberikan
stimulus kepada siswa untuk belajar memecahkan berbagai persoalan sederhana
melalui proses pembelajaran yang bermakna. Guru sendiri harus memiliki kemampuan
dan pangalaman yang memadai untuk dapat melakukan proses pembelajaran yang
diharapkan. Ini berarti proses pendidikan bagi calon guru juga berperan penting dalam
melatihkan keterampilan pemecahan masalah.
Istilah keterampilan dalam konteks keterampilan berpikir reflektif memiliki makna
suatu kecakapan yang dapat ditularkan melalui proses berlatih. Artinya keterampilan
ini berpeluang untuk dapat dilatihkan kepada siapa saja sesuai dengan tingkat berpikir
mereka. Selama ini pola pemecahan masalah terutama soal-soal matematika dan
sains dilakukan dengan tahapan 2D-J yaitu diketahui, ditanyakan, dan jawab dan telah
menjadi suatu pola umum yang digunakan. Keterampilan pemecahan masalah dengan
pola ini telah dilatihkan oleh guru selama bertahun-tahun mulai dari bangku sekolah
dasar hingga sekolah menengah, sehingga wajar jika pola ini begitu melekat pada diri
siswa. Namun pada kenyataannya, dengan pola ini siswa masih sangat jarang
melakukan evaluasi terhadap hasil pemecahan masalahnya, mereka sudah cukup
puas dengan hasil kerjanya tanpa melakukan konfirmasi ulang terhadap perolehannya
[3,4].
Rodgers [5] telah mengupas dengan sangat dalam pemikiran Dewey tentang
keterampilan berpikir reflektif. Beliau sampai pada kesimpulan bahwa berpikir reflektif
harus memenuhi empat kriteria yaitu bahwa (1) Refleksi merupakan proses yang
bermakna yang membawa seseorang berpindah dari satu pengalaman ke pengalaman
lain dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan satu pengalaman
kepada pengalaman berikutnya; (2) Refleksi merupakan proses berpikir yang
sistematik, teliti, dan disiplin yang berakar pada inkuiri ilmiah; (3) Refleksi harus terjadi
dalam suatu komunitas dengan cara berinteraksi dengan orang lain; dan (4) Refleksi
mensyaratkan sikap menghargai perkembangan personal dan intelektual diri dan
orang lain. Nampak bahwa apabila nilai-nilai positif yang tercermin dari keterampilan
berpikir reflektif ini diterapkan dalam pendidikan calon guru maka secara bertahap
akan membentuk sikap positif seperti di atas yang akan berimbas pada siswa yang
kelak diampunya.
Wulan [6] menyatakan bahwa keterampilan berpikir reflektif sejatinya
merupakan irisan dari keterampilan berpikir kritis dan kreatif dan masuk pada tataran
keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi dalam ranah
berpikir Bloom. Kenyataannya, para guru masih mengalami kendala untuk dapat
menerapkan ranah berpikir tingkat tinggi di sekolah mereka [7,8,9,10]. Di lain sisi jika
keterampilan berpikir reflektif ini diimplementasikan dalam program perkuliahan maka
tiga keterampilan berikir yaitu keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan keterampilan
berpikir tingkat tinggi dapat sekaligus dilatihkan. Ini berarti ada pekerjaan rumah yang
harus diselesaikan di perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan calon guru untuk
mengatasinya. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lanjut tentang pada tataran
mana sesungguhnya level keterampilan berpikir reflektif ini sudah dilatihkan di dalam
perkuliahan sehingga dapat dirumuskan pola pembelajaran yang sesuai untuk
melatihkan keterampilan berpikir reflektif ini kepada calon guru.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 132
Metode
Data penelitian ini diperoleh dengan melakukan analisis deskriptif terhadap hasil
ujian akhir semester mata kuliah fisika matematika 1 dari 40 mahasiswa pendidikan
fisika semester 2 pada suatu perguruan tinggi negeri di Semarang. Pemilihan mata
kuliah ini didasarkan pada pemikiran bahwa mata kuliah ini sarat dengan peluang
dilaksanakannya latihan pemecahan masalah sehingga dapat dilakukan identifikasi
level keterampilan berpikir reflektif mereka pada kemampuan memecahkan masalah.
Analisis yang dilakukan meliputi ketuntasan pemecahan soal, prioritas penyelesaikan
masalah, kebenaran solusi, dan pola pemecahan masalah. Dengan menggunakan
perhitungan statistik product moment coefficient correlation diperoleh gambaran
tentang level keterampilan berpikir reflektif mahasiswa calon guru fisika dalam
pemecahan masalah fisika matematika I.
Hasil dan diskusi
1. Analisis keterampilan mahasiswa dalam mengenali masalah
Materi yang diujikan pada ujian akhir semester fisika matematika 1 meliputi:
deret tak hingga, matrik dan vektor, persamaan parametrik dan non parametrik
(PPNP), persamaan bidang, integral lipat, deret Fourier, dan persamaan diferensial
biasa (PDB). Urutan materi yang diujikan sama dengan urutan nomor soal, soal nomor
1 materi yang diujikan adalah deret tak hingga, soal nomor 2 tentang matrik dan
vektor, dan seterusnya. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh
informasi yang tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi jumlah mahasiswa yang menyelesaikan soal dengan beragam
prioritas.
Urutan prioritas penyelesaian soal No.
Soal
Materi yang
diujikan I II III IV V VI VII
IK
1 deret tak hingga 27 1 2 2 2 3 0 0,35
2 matrik dan vektor 9 26 1 1 2 1 0 0,55
3 PPNP 1 2 24 4 2 2 1 0,62
4 persamaan bidang 0 5 3 22 4 2 1 0,38
5 integral lipat 1 2 6 4 21 6 0 0,25
6 deret Fourier 1 3 3 4 3 21 4 0,06
7 PDB 1 1 1 4 6 2 25 0,18
Keterangan: I,II,III, dst merupakan urutan pemecahan soal UAS, IK = Indeks
Kesukaran.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa indeks kesukaran soal nomor 1 sampai dengan 4
adalah sedang dan soal nomor 5, 6 dan 7 adalah sukar. Dilihat dari prioritas
penyelesaian soal, sebanyak 60% mahasiswa mengerjakan ketujuh soal secara
berurutan dari nomor 1 sampai dengan nomor 7 sedang 40% lainnya menyelesaikan
dengan urutan bebas. Jika dilihat dari tingkat kesukaran soal, nampak bahwa 46%
mengerjakan soal mudah sebagai prioritas utama; 11% mengerjakannya soal sukar
sebagai prioritas utama, sedang 43% lainnya dengan prioritas yang acak.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 133
Rerata skor soal nomor 1 sampai nomor 4 adalah 2,18 dari skala 4 dan rerata skor
soal nomor 5 sampai nomor 7 adalah 0,49 dari skala 3. Dari analisis ini dapat
disimpulkan bahwa mahasiswa sudah mengenali dengan cukup baik masalah yang
terepresentasi dari masing-masing jenis soal terlihat dari perolehan skor yang cukup
baik pada soal mudah yang dikerjakan sebagai prioriras utama penyelesaian soal.
Namun masih perlu penguatan pada soal kategori sukar karena skornya masih cukup
jauh dari skor maksimal.
2. Analisis keterampilan merumuskan masalah
Berdasarkan hasil analisis terhadap ketuntasan penyelesaian masalah ternyata 95
% mahasiswa telah mengerjakan soal yang diujikan. Hal ini mengindikasikan bahwa
mahasiswa sudah dapat merumuskan masalah dengan menuliskan apa yang mereka
ketahui dan varibel yang harus dicari. Data ketuntasan tersebut seperti yang terlihat
pada Gambar 1.
10
5
3
5
10
30
25
83
95
90
88 88
68
65
8
0
8 8
3 3
10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
%

m
e
r
u
m
u
s
k
a
n

m
a
s
a
l
a
h
Materi yang diujikan

Gambar 1. Data pemecahan soal UAS fisika matematika I ( = tidak selesai
dikerjakan; = selesai dikerjakan; = tidak dikerjakan)
Dari ketujuh soal tersebut, soal nomor 6 yaitu materi deret Fourier merupakan
soal yang paling banyak tidak selesai dikerjakan. Soal nomor 6 ini dikerjakan oleh
mahasiswa dengan lebih detail, namun tidak sesuai yang diharapkan. Jadi perlu ada
penguatan kembali tentang prosedur pemecahan masalah deret Fourier yang lebih
sederhana. Adapun soal nomor 7 merupakan soal yang paling banyak tidak dikerjakan
oleh mahasiswa karena mahasiswa sudah menghabiskan waktu untuk menyelesaikan
soal nomor 6.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 134
3. Analisis keterampilan mengajukan beberapa alternatif pemecahan masalah
Pola penyelesaian masalah yang muncul bersadarkan enam pola yang telah
ditemukan adalah seperti pada Gambar 2 berikut.
1 1
2,125
2,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
PolaA PolaC PolaD PolaE
S
k
o
r

r
a
t
a

r
a
t
a

j
a
w
a
b
a
n

Polapemecahanmasalah

Gambar 2. Pola penyelesaian masalah berdasarkan temuan penelitian sebelumnya
[11].
Pola A, C, dan D yang menganut 2D-J ternyata masih ada sampai tingkat
perguruan tinggi. Adapun pola E sudah terbebas dari 2D-J memperoleh skor tertinggi,
sedang pola penyelesaian dengan konfirmasi (pola B dan pola F) belum muncul.
Terdapat hubungan dengan korelasi yang sangat kuat [12] yaitu r = 0,939 antara pola
pemecahan soal dengan rata-rata perolehan skor (skor maksimum 7). Saat ini, pola E
terbukti merupakan pola yang paling cocok untuk menyelesaikan soal-soal tersebut,
namun perlu digali korelasi ini untuk pola B dan pola F.
4. Analisis keterampilan mengembangkan ide untuk memecahkan masalah
Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh dosen diperoleh informasi
bahwa persentase terbesar mahasiswa memberikan jawaban yang benar adalah pada
soal nomor 3 yaitu sebesar 63%. Pada soal ketiga ini terdapat empat macam alternatif
pemecahan jawaban seperti Gambar 3. Gambar 3 b), c), dan d) adalah alternatif
jawaban dari jawaban yang standar a) yang terdapat pada buku pegangan mahasiswa.
Jawaban a) dikerjakan oleh 21 orang mahasiswa, jawaban c) dikerjakan oleh 2 orang
mahasiswa, sedang jawaban b) dan d) dikerjakan masing-masing oleh 1 orang
mahasiswa. Nampak bahwa mahasiswa mulai berpikir secara divergen dalam
pemecahan masalah. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa sudah
mampu mengembangkan ide (berpikir divergen) dalam menyelesaikan masalah,
meskipun persentasenya masih relatif kecil.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 135










(a) (b) (c) (d)
Gambar 3. Alternatif pemecahan masalah pada soal nomor 3.
Kesimpulan
Empat tahap pemecahan masalah menurut Dewey telah dilatihkan melalui
pembelajaran fisika matematika I meski masih relatif kecil masing-masing
persentasenya. Tahapan kelima, konfirmasi hasil, yang merupakan kunci evaluasi
hasil belum muncul, sehingga perlu dilakukan pengembangan program pembelajaran
fisika matematika 1 yang mampu memunculkannya dalam pemecahan masalah serta
meningkatkan kualitas keempat tahapan lainnya.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Khumaedi, M.Si. yang telah
bersedia memberikan bantuan berupa data untuk penelitian ini.
Referensi
[1] Dewey, J. How We Think. Boston, New York, Chicago: D.C. Heath and Co.
Publishers; 1910.
[2] Dahar, R.W. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Erlangga. 2011;
136:141
[3] Sabandar, J. Berpikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika. Tersedia di
website:
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/1947052419810
31-
JOZUA_SABANDAR/KUMPULAN_MAKALAH_DAN_JURNAL/Berpikir_Reflektif2
.pdf.(diakses tanggal 25 Mei 2013)
[4] Slisko, J. How can formulation of physics problems and exercises aid students in
thinking about their results? Lat. Am. J. Phys. Educ.: 2008. 2 (2).
[5] Rodgers, C. Defining Reflection: Another Look at John Dewey and Reflective
Thinking. Teachers College Record: 2002. 104 (4); 842:866.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 136
[6] Wulan, A.R. Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif. Disampaikan dalam
perkuliahan Evaluasi Pembelajaran IPA di Sekolah Pasca Sarjana UPI tanggal 12
April 2013.
[7] Choy, S.C., Oo, P.S. Reflective Thinking and Teaching Practice: A Precursor for
Incorporating Critical Thinking into the Classroom. International Journal of
Instruction: 2002. 5 (1); 167:182.
[8] [8] Planinic, M. at.al. Comparison of Student Understanding of Line Graph Slope
in Physics and Mathematics. IJSE: 2012.
[9] Arslan, A. S., Arslan S. Mathematical models in physics: A study with prospective
physics teacher. Scientific Research and Essays: 2010. 5 (7); 634:640.
[10] Taar, M. F. What part of the concept of acceleration is difficult to understand: the
mathematics, the physics, or both? ZDM Math. Educ.: 2010. 42; 469:482.
[11] Ellianawati, Rusdiana, D., Sabandar, J. Reflective Thinking Skills in Prospective
Physics Teachers. Diseminarkan dalam forum MSCEIS 2013 tanggal 19 Oktober
2013 di UPI Bandung.
[12] Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta; 2012.
[13] Tyre M.J., Eppinger S.D., Csizinszky, E.M.H. Systematic versus Intuitive Problem
Solving on the Shop Floor: Does it Matter? Massachusetts Institute of Technology
Sloan School of Management Working Paper No. 3716, November, 1995.
Tersedia di
http://web.mit.edu/eppinger/www/pdf/Tyre_SloanWP3716_Nov1995.pdf. (Diakses
tanggal 09 Desember 2013).


Ellianawati
1,2
, Rusdiana D
1
, dan Sabandar J
1
1
Sekolah Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia
2
Universitas Negeri Semarang
Email: ellianawati@yahoo.com

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 137
Uji Penggunaan Daun Salam (Syzygium Polyanthum)
Untuk Menurunkan Kadar Kolesterol
Pada Laki-Laki Usia 45-65 Tahun
Ester Marselina Pangaribuan*, Untung Sudharmono,
dan Gilny Aileen Joan Rantung
Abstrak
Pada penelitian ini daun salam telah digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol.
Hal ini perlu dilakukan karena prevalensi penderita penyakit hiperkolesterolemia terus
meningkat. Daun salam (Syzygium polyanthum) diuji coba untuk menurunkan kadar
kolesterol total darah kepada laki-laki usia 45-65 tahun. Sampel yang digunakan pada
penelitian ini adalah sejumlah 10 orang dengan dosis 0.36 gram/KgBB pada setiap
sampel yang telah dikonversi dari tikus jantan Galuh Wistar ke manusia. Dari hasil
analisis data dengan menggunakan statistik uji normalitas didapati distribusi data tidak
normal. Oleh Karen itu, peneliti memakai uji Wilxocon Signed rank pada tingkat
signifikansi = 0,05 diperoleh perbedaan kadar kolesterol yang signifikan antara
sebelum dan sesudah pemberian air rebusan daun salam (Syzygium polyanthum)
terhadap penurunan kadar kolesterol darah. Dari hasil penelitian ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa daun salam (Syzygium polyanthum) dapat digunakan untuk
menurunkan kadar kolesterol total darah.

Kata-kata kunci: daun salam (syzygium polyanthum), hiperkolesterolemia, kolesterol
total darah.
Pendahuluan
Pada masa ini penyakit kardiovaskular menjadi salah satu penyebab utama
mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia. World Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa pada tahun 2008, sekitar 57 juta kematian di seluruh dunia,
diperkirakan 17.3 juta orang meninggal dikarenakan penyakit kardiovaskular atau
sekitar 30 persen dari seluruh dunia. Dan lebih dari 80 persen kematian ini akibat
penyakit kardiovaskular terjadi di beberapa negara berkembang [8]. Beberapa faktor
utama yang menadi pemicu terjadinya penyakit kardiovaskular ialah dislipidemia.
Dislipidemia adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dalam
darah, kadar trigliserida, dan kadar LDL (Low Density Lipoprotein) serta penurunan
kadar HDL (High Density Lipoprotein) dari batas normal [9]. Hiperkolesterolemia
memiliki kontribusi yang signifikan terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung
koroner (PJK) serta menjadi penyebab awal kematian diseluruh dunia [2].
Aterosklerosis adalah timbunan plak yang didalamnya terkandung kolesterol,
lemak terbentuk didalam tunika intima dan tunika media arteri besar dan sedang.
Kolesterol sendiri diproduksi oleh hati dalam memenuhi kebutuhan tubuh. Selain itu,
kolesterol juga diperoleh dari makanan yang berasal dari hewani [1]. Aterosklerosis
merupakan salah satu penyebab dari mortalitas dan morbiditas. Beberapa faktor
seperti: faktor usia dan jenis kelamin, faktor genetik, pola hidup yang signifikan dan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 138
tekanan darah tinggi dapat menjadi penyebab penyakit jantung koroner, tingginya
kadar kolesterol trigliserida, serum total kolesterol dan LDL yang memungkinkan
teserang penyakit jantung koroner (PJK) dan aterosklerosis [2]
Salah satu tanaman obat yang memiliki pontensi sebagai pengobatan dalam
menurunkan kadar kolesterol dalam darah, yaitu: daun salam (Syzygium polyanthum).
Kusuma et al., (2011) melaporkan bahwa didalam ekstrak daun salam memiliki
kandungan seperti: senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, steroid, triterpenoid, dan
saponin yang memiliki fungsi untuk menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh [3].
Selain itu, daun salam memiliki beberapa kandungan vitamin, diantaranya: vitamin A,
vitamin C, dan vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan [4]. Daun salam adalah
tanaman herbal yang tersebar luas di Asia Tenggara salah satu yang banyak dijumpai
dengan mudah adalah Indonesia. Daun salam juga digunakan sebagai tanaman herbal
dan farmakologi dalam mengobati beberapa penyakit seperti kolesterol tinggi, diare,
diabetes mellitus, menurunkan kadar kolesterol LDL, dan meningkatkan kadar
kolesterol HDL [5]. Flavonoid adalah senyawa antioksidan polifenol alami, yang
termasuk dalam kandungan flavonoid adalah flavonoid kuersetin [6]. Flavonoid
bekerja menurunkan kadar kolesterol dari dalam darah dengan menghambat kerja
enzim 3-hidroksi 3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase) [7].
Metode Penelitian
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah laki-laki usia 45-60 tahun yang memiliki
kadar kolesterol total diatas 200 mg/dL. Jumlah sampel yang menjadi koresponden
dalam penelitian ini berjumlah 10 orang yang menderita hiperkolesterolemia. Sampel
ini dibuat dengan teknik purposive sampling yaitu sampel ditentukan sesuai dengan
tujuan penelitian.
Eksperimen
Pertama, dalam mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria penelitian.
Penelti mencari sampel yang sesuia dengan kriteria penelitian, yaitu: laki-laki usia 45-
60 tahun yang kadar kolesterol total di atas 200 mg/dL. Peneliti terlebih dahulu
mengecek kadar kolesterol total sampel dengan menggunakan alat Easy Touch GCU.
Setelah mengetahui hasil kadar kolesterol total sampel diatas 200 mg/dL, sampel
ditimbang berat badan kemudian menandatangani surat persetujuan (informed
consent) yang isi didalamnya menjelaskan tentang informasi penelitian, efek samping
yang mungkin dapat terjadi selama mengonsumsi air rebusan daun salam. Seluruh
sampel ditempatkan didalam satu rumah dan pola makan untuk sampel di sama
ratakan.
Air Rebusan Daun Salam
Material yang digunakan dalam penelitian ini daun salam (Syzygium
polyanthum). Daun salam (Syzygium polyanthum) dipilih hanya daun segar yang muda
dan hijau. Dicuci bersih di air mengalir sesudah itu, daun salam dihitung dan ditimbang
sesuai dosis daun salam yaitu: 0,36 g/KgBB. Dosis ini didapat dari penelitian
sebelumnya dengan hasil konversi dosis dari tikus jantan Galuh Wistar ke manusia.
Kemudian masukkan air dalam panci yang pertama untuk direbus hingga mendidih.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 139
Setelah itu, masukkan panci yang kedua lalu ditambah dengan air 1000 liter,
panaskan hingga mencapai titik didih 90 derajat celcius. Setelal air dalam panci yang
kedua mendidih, masukkan daun salam yang sudah ditimbang ke dalam panci yang
kedua. Direbus selama 15 menit dengan titik didih 90 derajat celcius. Kemudian air
rebusan daun salam dinginkan. Setelah itu, diukur dengan menggunakan gelas ukur
sesuai dengan takaran dosis masing-masing yang sudah dihitung sebelumnya.
Kemudian air rebusan daun salam ditambah dengan air bersih hingga mencapai 100
cc sehingga setiap sampel mengonsumsi air rebusan daun salam 100 cc setiap pagi
selama 14 hari.
Terapi Air rebusan Daun Salam
Seluruh sampel dalam penelitian ini ditempatkan di dalam satu rumah dan pola
makan yang sama selama tujuh hari. Selama tujuh hari, sampel akan diberi air
rebusan daun salam setiap hari satu kali sehari diminum di pagi hari oleh sampel.
Pada hari keempat belas pengukuran kembali kadar kolesterol total darah setelah
berpuasa selama 9 jam.
Senyawa flavonoid yang terdapat didalam daun salam memiliki kandungan yang
dapat menghambat enzim HMG-CoA reduktase sehingga pada sintesis kolesterol
menjadi menurun sehingga mengakibatkan kadar kolesterol darah menurun (Chen et
al., 2001) [11]. Saponin (triterpenoid) dapat membentuk ikatan kompleks yang tidak
larut dengan kolesterol yang berasal dari makanan dan berikatan dengan asam
empedu membentuk micelles, meningkatkan pengikatan kolesterol oleh serat sehingga
kolesterol tidak dapat diserap oleh usus. Kandungan niasin dapat memperbaiki kadar
kolesterol dalam tubuh. Adam (2004) melaporkan bahwa serat dalam terkandung
dalam daun salam bermanfaat untuk menghambat absorbsi kolesterol di usus
sehingga memiliki potensi menurunkan kadar kolesterol total dalam tubuh [13].
Pengukuran Kadar Kolesterol
Pengukuran kadar kolesterol dilakukan dengan menggunakan alat Easy Touch
GCU. Pengukuran dilakukan diujung jari manis tangan kiri sampel. Dengan cara
mempersiapkan alat cek kolesterol, yaitu: menghidupkan alat kolesterol sampai
muncul gambar tetesan darah didalam alat, dan menyambungkan strip kolesterol pada
alat kolesterol yang sudah menyala, disamping itu, menyiapkan jarum yang sudah di
pasangkan di alat pencil. Kemudian jari manis sampel dibersihkan dengan
menggunakan alcohol swab dengan cara membersihkan melingkar dari arah dalam ke
luar. Setelah dibersihkan, jari manis sampel di tusuk, sampai mengeluarkan darah.
Darah sampel kemudian di masukkan ke dalam strip kolesterol. Lalu ditutup kembali
dengan menggunakan alcohol swab diluka jari manis tangan kiri sampel. Tunggu
selama 150 detik hingga hasil kolesterol total darah sampel muncul. Sehingga hasil
kadar kolesterol total darah sampel diketahui, kemudian dicatat sesuai dengan kriteria
penelitian.
Analisis Statistik
Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data rata-rata kolesterol
sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu dilakukan uji normalitas dari
data kadar kolesterol total darah sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Dari hasil
uji normalitas data berdistribusi tidak normal. Setelah uji normalitas perhitungan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 140
selanjutnya menggunakan Wilxocon Signed Rank test dengan tingkat signifikansi
=0,05 untuk melihat pengaruh statistic dilakukan dengan menggunakan aplikasi
SPSS (versi 16.00) [10].
Hasil dan Diskusi
Jumlah sampel sebelum perlakuan berjumlah 10 orang dan jumlah sampel
sesudah penelitian berjumlah 10 orang (n=10). Dari tabel 1 dapat dilihat perbedaan
rata-rata nilai antara hasil pre-test dan post-test menunjukkan bahwa terdapat
penurunan kadar kolesterol total
Tabel 1. Deskripsi Statistik Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan.

Deskripsi Statistik
Kadar_Kolesterol_Total_Seb
elum_Perlakuan
Kadar_Kolesterol_Total_S
esudah_Perlakuan
N Valid 10 10
Missing 0 0
Mean 219.20 168.50
Std. Error of Mean 5.756 6.412
Std. Deviation 18.201 20.277
Variance 331.289 411.167
Skewness 2.282 -.482
Std. Error of
Skewness
.687 .687
Kurtosis 6.378 -.863
Std. Error Of Kurtosis 1334 1.334
Minimum 200 135
Maximum 267 197
Kemudian dari data tersebut diuji normalitas. Dengan bentuk hipotesis jika Sig.
maka data berdistribusi normal [10]. Berdasarkan tabel 2 uji normalitas sebelum
perlakuan sig.=.002 artinya Sig. < sehingga data dinyatakan berdistribusi tidak
normal. Karena data berdistribusi tidak normal, maka uji yang digunakan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan daun salam (syzygium polyanthum)
untuk menurunkan kadar kolesterol total adalah uji Wilxocon Signed Rank. Bentuk
hipotesis untuk uji Wilxocon Signed Rank adalah H
o:
penggunaan daun salam
(syzygium polyanthum) memberikan pengaruh yang baik dalam menurunkan kadar
kolesterol total darah
Tabel 2. Uji Normalitas Data Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
Test Of Normality
Kolmogorov-Smirnov
a

Statistic Df Sig.
Kadar_Kolesterol_Total_
Sebelum_Perlakuan
.339 10 .002
Kadar_Kolesterol_Total_
Sesudah_Perlakuan
.210 10 .200
*

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 141
Tabel 3. Uji Pengaruh Nilai Rata-Rata Kolesterol Total Sebelum Dan Sesudah
Perlakuan.
Rank
N Mean Rank Sum Of Rank
10
a
5.50 55.00
Negative Rank
Positive Rank
0
b
.00 .00
Kadar_Kolesterol_Total_
Sebelum_Perlakuan
Kadar_Kolesterol_Total_
Sesudah_Perlakuan
Ties
0
c


Total 10

1. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan<Kadar_Kolesterol_Total_Sebelu
m_Perlakuan
2. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan>
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan
3. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan=
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan
Tabel 4. Hasil uji Wilxocon Signed Rank.
Test Statistics
b

Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan -
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan
Z -2.803
a

Asymp. Sig. (2-tailed)
.005
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Setelah diuji Wilxocon Signed Rank dengan menggunakan SPSS (versi 16.00)
[10] dengan melihat mean rank pada tabel 3 maka dari hasil uji pengaruh nilai rata-rata
kadar kolesterol total sebelum dan sesudah perlakuan yaitu:
Kadar_Kolesterol_Sesudah_Perlakuan<Kadar_Kolesterol_Sebelum_Perlakuan.
Berdasarkan tabel 4 maka sig.=0.005. sehingga bentuk hipotesis dari data diatas sig.<
maka Ho ditolak.
Kesimpulan
Pada penelitian ini, pemberian air rebusan daun salam yang telah digunakan
untuk menurunkan kadar kolesterol total darah. Dengan mengonsumsi air rebusan
daun salam (Syzygium polyanthum) selama empat belas hari. Dari hasil data kadar
kolesterol total darah, dengan menggunakan uji Wolxocon Signed Rank diketahui
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik sebelum pemberian air
rebusan daun salam dan sesudah pemberian air rebusan daun salam. Perbedaan
yang terjadi dikarenakan adanya penurunan kadar kolesterol total darah setelah
pemberian air rebusan daun salam (Syzygium polyanthum). Mengacu pada data hasil
penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penggunaan daun salam (Syzygium
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 142
polyanthum) memiliki pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kadar kolesterol
total pada laki-laki usia 45-60 tahun.
Referensi
[1] Adaramoye OA, Akintayo O, Achem J, Fafunso MA. Lipid-lowering effects of
methanolic extract of vernonia amygdalina leaves in rats fed on high cholesterol
diet. Vascular health & Risk Management 2008; 4(1): 235--241.
[2] Zamani Marzyieh, Alireza O. Rahimi, Reza Mahdavi, Mohammed Nikbakhsh,
Morteza V. Jabbari, Hassan Rezazadeh, Abbas Delazar, Lutfun Nahar and
Satyajit D. Sarker (2007). Assessment of anti-hyperlipidemic effect of Citrullus
colocynthis. Brazilian Journal of Pharmacognosy, 17(4): 492-496
[3] Kusuma et al. 2011. Biological activity and phytochemical analysis of three
indonesian medicinal plants, Murraya koenigii, Syzygium polyanthum and
Zingiber purpurea. Journal of Acupuncture and Meridian Studies 4:75- 79.
[4] Michael RP. Flavonoids attenuate cardiovascular disease, inhibit
phosphodiesterase, and modulate lipid homeostasis in adipose tissue and liver.
[Online]. 2007 [cited 2007 Jan 5]; [16 screens]. Experimental Biology and
Medicine 231 : 1287 1299. Available from : URL:http://www.ebmonline.org
[5] Aljamal, A. Effects of Bay Leaves on Blood Glucose and Lipids Profiles on the
patients with Type 1 Diabetes. World Academy of Science, Engineering and
Technology. 2010; 45. 211-214.
[6] English J.New dietary supplement shows dramatic effects in lowering cholesterol,
LDL, and trygliserides. LE. Magazine 2004 Nov 4.
[7] Sekhon S. 2012. Antioxidant, Antiinflammatory and Hypolipidemic Properties of
Apple Flavonols. Nova Scotia Agricultural College Truro; Nova Scotia [skripsi]
[8] Mendis, S, Puska, P, Norrving B, editors. Global Atlas on Cardiovascular Disease
Prevention And Control. World Health Organization. Geneva. 2011
[9] Ballanntyne, CM, OKeefe, Gotto AM. Dyslipidemia and Atherosklerosis
Essentials Fourth Edition. Massachussetts: Jones and Bartlett Publishers; 2009.
5-6
[10] Uyanto,SS.2009.Pedoman Analisis Data dengan SPSS Edisi 3.Yogyakarta:Graha
Ilmu
[11] Owen OJ, Amakiri AO, Karibi-Botoye TA. Lipid lowering effect of bitter leaf
(Vernonia amygdalina) in broiler chickens fed finishers mash. Agric Biol J N Am
2011; 2(6): 1038--1041.
[12] Chen TH, Liu JC, Chang JJ, Tsai MF, Hsieh MH, Chan P. The in vitro inhibitory
effect of flavonoid astilbin on 3-hydroxy-3- methylglutaryl coenzyme a reductase
on vero cells. Zhonghua Yi Xue Za Zhi (Taipei);2001.Jul;64(7):382-7. 13
[13] Adam JM, Soegondo S, Soemiardji G, Adriansyah H. Petunjuk praktis
penatalaksanaan dislipidemia. Jakarta: PB. PERKENI, 2004: 1-14, 20-26

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 143
Ester Marselina Pangaribuan*
Faculty of Nursing
Indonesian Adventist University
pangaribuan_estermarcelina@yahoo.com

Untung Sudharmono
Faculty of Nursing
Indonesian Adventist University
pangaribuan_estermarcelina@yahoo.com

Gilny Aileen Joan Rantung
Faculty of Nursing
Indonesian Adventist University
pangaribuan_estermarcelina@yahoo.com

*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 144
Pengaruh Kadar Gula dalam Larutan terhadap Daya
Serap Super Absorbent Polymer
Enggar Alfianto, Faiz J azuli Nor, dan Suprijadi
Abstrak
Diabetes Militus atau yang sering disebut dengan penyakit kencing manis disebabkan
karena jumlah insulin dalam tubuh tidak cukup untuk menyerap glukosa, sehingga
akan terjadi penumpukan gula didalam darah. Salah satu gejalanya adalah urin
mengandung glukosa. Super absorbent polymer merupakan bahan utama yang
digunakan sebagai penyerap urin pada popok sekali pakai. Untuk mengetahui
pengaruh kadar gula terhadap kemampuan penyerapan bahan, dilakukan uji
kemampuan penyerapan Super absorbent polymer terhadab larutan gula. Dalam
penelitian ini, kadar gula divariasikan mulai dari 0% hingga 50 %. Uji dilakukan delam
rentang waktu 1 menit untuk tiap larutan. Hasil yang didapatkan adalah semakin tinggi
kadar larutan gula, penyerapan semakin lambat.
Kata-kata kunci: Super absorbent polymer, diabetes, urin, glukosa
Pendahuluan
Glukosa merupakan salah satu dari korbohi-drat yang dibutuhkan oleh tubuh.
Molekul ini merupakan bagian penting yang berperan dalam memproduksi energi
didalam tubuh. Hormon yang berperan dalam menyerap dan menyalur-kan glukosa
adalah insulin. Hormon ini di produksi oleh kelenjar pankreas akibat aktifitas sel beta di
dalamnya.
J ika didalam tubuh seseorang kehilangan atau produksi hormon insulin tidak
cukup untuk menyerap glukosa maka akan mengakibatkan penumpukan glukosa
didalam tubuh. Penyakit karena kurangnya hormon insulin disebut diabetes millitus.
Diabetes militus ada beberapa tipe. Diabetes yang sering terjadi pada balita sampai
dengan remaja tergolong dalam tipe 1.
Diabetes militus tipe 1 terjadi akibat hilangnya sel beta pada pankreas. Sel ini
berfungsi untuk memproduksi hormon insulin. Sehingga produksi insulin dalam tubuh
berkurang. Hormon ini berperan sebagai pembuka gerbang sel untuk penyerapan
glukosa. J ika jumlah penyerapan glukosa tidak terjadi secara normal akibatnya gula
tetap berada didalam darah.
Indikasi yang terjadi akibat penyakit ini seperti peningkatan rasa haus, dan
volume urin, inveksi berulang, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
serta dalam kasus yang parah dapat terjadi koma [1]. Gejala tersebut timbul akibat dari
tingginya kadar gula dalam darah. J ika glukosa dalam darah cukup tinggi maka
glukosa pun akan ikut keluar pada urin [2].
Penggunaan popok sebagai antisipasi ketika balita buang air kecil sudah
menjadi kebiasaan bagi masyarakat di Indonesia. Rahasia popok dapat menyerap urin
yang dikeluarkan balita adalah Super Absorbent Polymer. Bahan ini berhasil
mengatasi masalah akibat waktu buang air kecil dari balita yang tidak bisa dikontrol.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 145
Namun bagaimana pengaruh penyerapan dari Super Absorbent Polymer jika urin
mengandung glukosa belum diketahui.
Tujuan penelitian kali ini adalah untuk mengatahui pengaruh dari penyerapan
Super Absorbent Polymer terhadap urin yang mengandung glukosa. Sehingga dapat
dijadikan acuan deteksi dini terhadap terjadinya penyakit diabetes militus. Dengan
mengetahui diabetes militus lebih dini maka dapat dilakukan pengabotan dini yang
penting untuk mengurangi terjadinya gagal ginjal berat yang memerlukan dialisis, serta
menunda end stage renal disease dan dengan ini memperpanjang umur penderita [3].
Teori
Polimer yang digunakan untuk menyerap air memiliki sejarah yang panjang.
Penemuan polimer untuk menyerap cairan dapat dibedakan berdasarkan atas
kemampuan polimer dalam menyerap air. Mula-mula polimer pertama di buat dengan
bahan kertas (Whatman no 3 filter paper) memiliki kemampuan penyerapan sebesar
180% dari berat awal [4].
Kemampuan penyerapan kemudian meningkat ketika ditemukan tissue wajah,
dalam penelitian Zohuriaan-Mehr[4]. Disebutkan bahwa kemampuan tissue wajah
dalam menyerap cairan adalah sebesar 400% dari berat awal. Perkembangan
selanjutnya adalah polimer yang terbuat dari wood pulp fluff, dengan kemampuan
1200% dari masa awal. Kemudian di susul oleh bola kapas yang memiliki kemampuan
1890%. Kemampuan penyerapan terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat hingga ditemukan Super Absorbent Plymer.
Super Absorbent Polymer merupakan bahan polymer yang dapat menyerap air.
Senyawa polymer tersebut terdiri dari COO
-
, Na
+
dan COOH. Kemudian bebereapa
molekul tersebut membentuk suatu senyawa Polymer [5]. Polymer yang terdiri dari
bebereapa senyawa tersebut memiliki kemampuan menyerap air dengan mematuhi
aturan Osmosis.
Proses penyerapan dikarenakan adanya kadar Natrium di dalam Polymer.
Sehingga sesuai dengan aturan Osmosis yaitu air yang memiliki kadar garam lebih
kecil dibanding kadar garam di dalam Polymer menyerap kedalam membran
permeable COOH [6].
Setelah cairan diserap kedalam Polymer, lapisan permeabel berubah menjadi
membran hydrophilic sehingga air yang telah beara didalam membran terkunci
didalam membran [5]. Proses tersebut berlanjut hingga kapasitas penyerapan
mencapai maksimum, sehingga air tak lagi dapat diserap oleh polymer. Gambar 1
menunjukkan susunan kimia dari Super Absorbent Polymer.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 146

Gambar 1. Susunan kimia Super Absorbent Polymer [6].
Perkembangan Superabsorbent polymer, kemungkinan besar mengarah ke
bahan selulosa berbasis Hydrogel [7]. Perkembangan tersebut memiliki titik berat pada
bahan yang memiliki sifat bio degradable. Artinya pada saat dibuang, bahan tersebut
mudah untuk di urai oleh alam. Sehingga bahan yang baru di nilai aman dan tidak
berbahaya untuk alam.
Selulosa merupakan kandidat untuk bahan yang dapat terurai dengan baik di
alam [7]. Struktur selulosa memiliki kandidat yang baik untuk digunakan sebagai bahan
penyerap, bahan itu juga memiliki kemampuan baik untuk menyerap cairan dan
mengubahnya menjadi gel. Kemampuan penyerapan dinilai baik karena bahan
selulosa bersifat hidrophyl, sehingga cairan yang telah terperangkap, tak bias keluar
dalam waktu tertentu [7].
J ika di perhatikan kondisi produksi dunia terkait dengan absorbent polymer,
terdapat peningkatan tren pertahun [4]. Penigkatan tersebut tentu saja berkaitan erat
dengan permintaan pasar yang cenderung naik. Untuk itu, bahan yang baru yang
ramah lingkungan di perlukan guna mengamankan kondisi alam.
Metode Penelitian
Pada penelitian kali ini, yang dilakukan pertama kali adalah mengukur kapasitas
Super Absorbent Polymer jika larutan adalah air murni. Pada literatur [5], disebutkan
bahwa kapasitas penyerap Super Absorbent Polymer adalah 300 kali dari massa
awalnya. Namun untuk bahan yang terdapat dipasaran kemungkinan kapasitas
serapan berbeda. Uji pertama ini menggunakan Super Absorbent Polymer seberat 1 gr.
Air murni yang digunakan sebagai pelarut seberat 100gr. Setelah didapat nilai
serapan bahan, kemudian dilakukan pengujian dengan variasi konsentrasi larutan gula.
Air yang telah diberi variasi kadar gula, selanjutnya dimasu-kkan dalam gelas yang
berisi 1 gr Super Absorbent Polymer.
Berdasarkan pematauan Diabetes Militus yang dilakukan pemerikasaan kadar
gula dalam darah menggunakan uji HbA
1
c menunjukkan bahwa bahwa pada keadaan
normal kadar gula pada tubuh berkisar antara 4-6% [8]. Pada penelitian kali ini kadar
gula yang digunakan divariasikan mulai dari 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% sebagai
acuan penderita diabetes militus memiliki kadar gula lebih besar dari pada presentase
pada keadaan normal.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 147
Larutan yang diserap oleh Super Absorbent Polymer akan berbentuk gel.
Langkah selanjut-nya adalah memisahkan gel yang telah terbentuk dengan air sisa
yang tidak terserap. Kemudian gel yang terbentuk ditimbang untuk mengetahui berat
maksimum dari cairan yang dapat diserap. Selain itu untuk dilakukan pula pengukuran
terhadap volume larutan yang tidak terserap.
Dua macam pengukuran tersebut dilakukan untuk mengetahui kemampuan
penyerapan cairan oleh Super Absorbent Polymer, Penimbangan dimaksudkan untuk
memperoleh nilai perubahan masa Super Absorbent Polymer stelah menyerap larutan.
Sedangkan pengukuran volume bertujuan untuk mengetahui sisa cairan. Pengukuran
sisa cairan diperlukan karena masing-masing larutan memiliki kerapatan gula yang
berbeda. Sehingga sisa larutan seharusnya dapat digunakan untuk mengamati
persentase larutan yang tak terserap.
Kadar gula yang digunakan kemudian dibandingkan dengan kondisi kadar gula
dalam cairan urin untuk beberapa macam pasien diabetes.
Hasil perbandingan digunakan untuk justifikasi apakah Super Absorbent
Polymer dapat digunakan sebagai kandidat peringatan dini untuk deteksi penderita
diabetes. J ika mungkin, maka teknis yang digunakan adalah dengan membandingkan
berat awal dari popok dengan berat akhir ketika popok sudah tak dapat menyerap
cairan.
Hasil dan diskusi
Batasan waktu penyerapan diberikan agar didapatkan hasil yang relevan. Setiap
sample diberikan waktu penyerapan selama 1 menit. Perhitungan waktu dimulai sejak
dicampur-kannya larutan dengan Super Absorbent Polymer dan pada saat waktu
menunjukkan satu menit larutan dipisahkan.
Setalah percobaan dilakukan maka dida-patkan hasil pengukuran yang
menunjukkan perubahan berat gel. Perubahan ini diakibatkan adanya perbedaaan
kadar gula didalam larutan. Data percobaan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Data hasil pengukuran penyerapan larutan terhadap Super Absorbent
Polymer.
Berat
Polymer (gr)
Kadar Gula
(%)
Berat Gel
(gr)
1 0 70
1 10 67.5
1 20 49.9
1 30 47.8
1 40 41
1 50 39.6
J ika diamati, kemampuan polymer yang digunakan pada percobaan memiliki
kemampuan penyerapan yang sangat lebih kecil dari literature yang ada [5,4].
Penurunan kemampuan penyerapan, kemungkinan dikarenakan oleh bahan yang
digunakan untuk pembuatan Super Absorbent Polymer berbeda dengan bahan yang
digunakan pada literatur. Perbedaan kemampuan penyerapan tidak menjadi bahasan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 148
tersendiri, karena bahan ini diperoleh dari popok yang ada di pasaran. Dan tidak ada
data mengenai bahan serta type polymer yang digunakan.
Dari data yang didapat, diketahui bahwa jika air murni dengan kadar gula 0%
yang diserap, kapasitas penyerapan adalah 70 kali dari massa awal. Nilai ini dijadikan
patokan sebagai pembanding untuk larutan dengan kadar gula yang lebih besar.
Peningkatan kadar gula dalam larutan mengakibatkan volume larutan yang
diserap pun berubah. Semakin besar kadar gula ternyata volume larutan yang terserap
dan berubah menjadi gel lebih sedikit. Sisa volume dari hasil penyerapan larutan
berdasarkan kadar gulanya dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2, Sisa volume dari larutan yang telah terserap oleh Super Absorbent Polymer.
Dari data-data tersebut, menunjukkan bahwa jika kadar gula di tambah,
kapasitas penyerapan cairan pun berkurang. Semakin besar kadar gula dalam larutan
volume larutan setelah penyerapan pun lebih banyak. Peru-bahan daya serap ini dapat
dijadikan acuan untuk mengetahui tingkat kadar gula dalam larutan. Semakin banyak
kadar gula dalam cairan, maka kemampuan penyerapan Super Absorbent Polymer
semakin berkurang.
Pengurangan kapasitas penyerapan ini diperngaruhi penambahan gula dalam
larutan. Penambahan gula menjadikan air lebih pekat. Karena cara kerja penyerapan
oleh Super Absorbent Polymer sama seperti cara kerja osmosis, jadi sangat wajar jika
pengurangan daya serap terjadi. Proses osmosis dapat terjadi bila selisih dari
kepekatan cairan tinggi. Semakin encer cairan, maka semakin cepat pula cairan
terserap dalam selaput semi permeabel.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa semakin besar kadar gula dalam
larutan maka kapasitas penyerapan dari Super Absorbent Polymer menjadi berkurang.
Peru-bahan tingkat penyerapan berbanding terbalik terhadap kadar gula dalam larutan.
Sehingga dengan mengetahui perubahan penyerapan dari popok terhadap urin, maka
dapat dijadikan sebagai deteksi dini terhadap gejala diabetes bagi balita.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 149
Referensi
[1] Report of WHO Consultation, Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus and its Complications, Geneva. World Health Organization, 1999, p. 4
[2] Indra Kurniawan, Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut, Majalah Kedokteran
Indonesia Volume 60, Ikatan Dokter Indonesia, 2010, p. 584
[3] Heriyannis Homenta, Diabetes Militus Tipe I, Program Pasca Sarjana Ilmu
Biomedik, 2012.
[4] Iranian Polymer J ournal 17(6), 2008, 451-477
[5] Super Absorbent Polymer, The Water CAMPWS Center for Advance Materials for
purification of Water with Systems, University of Illionis.
[6] Nonwovens Containing Immobilized Superabsorbent Polymer Particles, 2003,
Darryl L. Whitmore, BASF Corp., Portsmouth, Virginia.
[7] Materials 2009, 2, 353373; doi: 10.3390/ma 2020353
[8] Kontributor Biomedika, Pemerikasaan Kimi Klinik, Biomedika, URL
http://biomedika. co.id/v2/services/laboratorium/33/pemeriksaan-kimia-klinik.html
[diakses 2 Februari 2013]



Enggar Alfianto
Program Studi Sains Komputasi FMIPA ITB
Email: aenggar@students.itb.ac.id

Faiz J azuli Nor
Program Studi Sains Komputasi FMIPA ITB
faiz@cphys.fi.itb.ac.id

Suprijadi
Kelompok Keilmuan Fisika Teori Energi Tinggi dan Instrumentasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
e-mail : supri@fi.itb.ac.id

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 150
Interpretasi Anomali Gaya Berat Daerah Panas Bumi
PH Berdasarkan Analisis Spektrum, Filter, dan Gradien
Gaby Hanna Sigalingging* dan Wahyu Srigutomo
Abstrak
Interpretasi anomali gaya berat digunakan untuk mengetahui parameter fisis bawah
permukaan berupa kontras rapat massa. Interpretasi ini dilakukan dengan
menggunakan tahapan analisis spektrum, filter, dan gradien. Analisis spektrum
digunakan untuk pemisahan anomali regional dan residual serta mendapatkan nilai
perpotongan bilangan gelombang anomali regional dan residual (K
cutoff
). K
cutoff
ini
berguna untuk penentuan lebar jendela yang digunakan untuk memisahkan anomali
regional dan residual. Pemisahan ini dilakukan dengan analisis filtering low pass filter
metode perata-rataan (moving average). Analisis gradien horizontal maupun vertikal
dilakukan untuk menajamkan efek-efek perubahan lateral dan vertikal termasuk sesar,
kelurusan maupun kecenderungan perubahan sifat perlapisan di daerah penelitian.
Kata-kata kunci : anomali regional, anomali residual, analisis spektrum, filter, dan
gradien.

Pendahuluan
Pada penelitian ini dilakukan kajian data anomali medan gaya berat Bouguer
dengan menggunakan analisis filter, spektrum, dan gradien yang bertujuan untuk
memperkirakan kedalaman area residual (dangkal) dan regional (dalam) serta
melakukan interpretasi dasar daerah panas bumi PH. Menurut penelitian sebelumnya,
telah dilakukan identifikasi prospek panas bumi dengan menggunakan metode fault
and fracture density untuk daerah PH [1].
Penelitian ini melakukan pendekatan metode yang berbeda yaitu dengan
metode anomali gaya berat untuk mengetahui bagaimana persebaran densitas di
bawah permukaan. Manfaat dari metode ini dapat menggambarkan dan
menginterpretasikan persebaran densitas sehingga memberikan informasi yang baru
untuk penyelidikan daerah panas bumi PH. Selain itu, dengan menggunakan metode
analisis spektrum dan filtering, bisa diperkirakan kedalaman daerah anomali dalam
(regional) dan dangkal (residual) yang menjadi acuan penting untuk penyelidikan
panas bumi yang biasanya terletak pada daerah dangkal (residual).
Teori
Analisis spektrum dilakukan untuk mengestimasi kedalaman sumber anomali,
baik yang bersifat dangkal (residual) maupun yang bersifat dalam (regional). Analisis
spektrum menggunakan prinsip transformasi Fourier dimana nilai CBA pada suatu
lintasan tertentu yang berdomain ruang ditransformasikan kedalam domain bilangan
gelombang.
Spektrum diturunkan dari potensial gaya berat yang teramati pada suatu bidang
horizontal dengan persamaan transformasi Fouriernya adalah
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 151
( )
1
F U F
r

| |
=
|
\ .
, (1)
( )
'
0
1
2
k z z
e
F
r k
t

| |
=
|
\ .
. (2)
Persamaan (2) dan (3) menyatakan bahwa (U) merupakan potensial gaya berat,
merupakan konstanta gaya berat, merupakan rapat massa anomali, dan r
merupakan jarak (meter) sehingga dari kedua persamaan diatas didapatkan
persamaan
( )
( )
'
2
o
k z z
e
F U
k
t

= . (3)
Berdasarkan persamaan (3), transformasi Fourier anomali gaya berat yang
diamati pada bidang horizontal diberikan oleh
( )
1 1
z
F g F F
z r z r

c c | | | |
= =
| |
c c
\ . \ .
, (4)
( )
( )
'
0
2
z z k
z
e g F

= t , (5)
dimana g
z
merupakan anomali gaya berat, k merupakan bilangan gelombang,
o
z
merupakan ketinggian titik ukur, dan z merupakan kedalaman benda anomali.
J ika distibusi rapat massa bersifat random dan tidak ada korelasi antara masing-
masing nilai gaya berta, maka nilai =1, sehingga hasil transformasi Fourier anomali
gaya berat menjadi
( )
'
z z k
o
Ce A

= , (6)
dimana A merupakan amplitudo gelombang dan C merupakan konstanta.
Hubungan langsung antara amplitudo (A) dengan bilangan gelombang (k) dan
juga kedalaman (z
0
z) dapat dilihat dengan melogaritmakan persamaan (7), sehingga
menjadi
LnC z z LnA + = ) (
'
0
. (7)

Nilai k

yang didapatkan dari hasil perpotongan garis regional dan residual
disebut sebagai k
cutoff
. Nilai ini diambil sebagai penentu lebar jendela (n) yang berguna
untuk memisahkan anomali regional dan residual. Hubungan panjang gelombang ()
dengan bilangan gelombang (k) diperoleh dari persamaan

t 2
= k , (8)
x nA = .
.
(9)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 152
Lebar jendela (n)

yang telah didapatkan akan digunakan dalam tahap
selanjutnya yaitu filter dengan metode moving average. Teknik ini pada dasarnya
merupakan perata-rataan data anomali gaya berat yang ada. Hasil pemfilteran
merupakan harga anomali regional sedangkan anomali residualnya didapat dengan
melakukan pengurangan nilai pengukuran dengan anomali regionalnya. Secara
matematis persamaan moving average untuk 1 dimensi adalah
N
n i T i T n i T
i T
reg
) ( ... ) ( ... ) (
) (
+ A + + A + + A
= A , (10)
n m N =
,
(11)
dimana m merupakan lebar jendela (bernilai ganjil) dan n = (m-1)/2.
Prinsip lainnya yang penting dalam penelitian ini adalah analisis gradien.
Metode ini digunakan untuk menentukan parameter geometrik, seperti batas lokasi
dan kedalaman dari sumber anomali. Ada dua metode gradien yang digunakan dalam
pengolahan data ini yaitu metode gradien horizontal dan metode gradien vertikal.
Metode gradien horizontal digunakan untuk menetukan batas-batas kontras
densitas secara lateral dari data gaya berat. Metode ini baik untuk menggambarkan
sumber dangkal maupun dalam. Amplitudo dari gradien horizontal dinyatakan oleh
persamaan
2
2
g
g g
HG
x y
| | c c
| |
= +
| |
c c
\ .
\ .
. (12)

Metode gradien vertikal diperlukan untuk melokalisasi batas kontras densitas
dari data gaya berat secara vertikal. Amplitudo dari gradien vertikal diekspresikan oleh
persamaan
g
g
VG
z
c
=
c
. (13)
Hasil dan diskusi
Dalam survey gaya berat kali ini, massa jenis rata-rata batuan yang
dipergunakan bernilai 2.2 gr/cm3. Ada 2 penampang lintasan yang dibuat untuk
dilakukan analisis spektrum dengan interval 50 meter.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 153

Gambar 1. Peta Kontur CBA dengan penampang lintasan A dan B.

Hasil analisis spektrum adalah

Gambar 2. k
cutoff
pada lintasan A dengan menggunakan analisis spektrum.

Gambar 3. k
cutoff
.

pada lintasan B dengan menggunakan analisis spektrum.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 154
Dari grafik pada Gambar 2 dan Gambar 3 diatas, dapat dicari lebar jendela
(window) dan kedalaman bidang dangkal (residual) dan dalam (regional) dengan
menggunakan metode perata-rataan (moving average).
Tabel 1. Lebar jendela yang didapatkan dengan menggunakan metode moving
average.
Lintasan k
cutoff
interval Window
A 0.006365 50 19.74194
B 0.006102 50 20.59259
Rata-rata 0.008225 16.87622
Tabel 1 menjelaskan bahwa lebar jendela yang didapatkan adalah 16.87x16.87
sementara lebar jendela yang dipakai harus bilangan ganjil, sehingga dilakukan
pendekatan nilai menjadi 17x17. Kedalaman bidang dangkal (residual) adalah 1.0182
km dan bidang dalam (regional) adalah 11.059 km
Hasil dari pemfilteran moving average merupakan anomali regional (Gambar 4)
karena menggunakan prinsip low pass filter. Maka untuk mendapatkan anomali
residual, dilakukan pengurangan nilai CBA dengan nilai regional.

Gambar 4. Peta kontur regional hasil filtering dengan metode moving average.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 155

Gambar 5. Peta kontur residual hasil filtering dengan metode moving average.
Tabel 2. Nilai anomali gaya berat disetiap peta kontur.
Peta kontur Nilai anomali (mgal)

CBA 45 - 135
Regional 45 135
Residual -6 5.5
Dari tabel 2, nilai anomali tinggi pada kontur CBA kemungkinan disebabkan oleh
pengaruh keberadaan batuan dasar di permukaan yang mempunyai kontras rapat
massa lebih tinggi dibandingkan dengan rapat massa batuan di sekitarnya. Hasil
gambaran pola CBA belum dapat menunjukkan pola kelurusan geologi secara jelas.
Untuk dapat melihat pola cekungan perlu dipisahkan menjadi anomali regional dan
anomali residual.
Peta anomali regional dapat dilihat pada Gambar 4. Nilai anomali rendah pada
kontur regional diperkirakan merefleksikan adanya batuan sedimen terlapukan atau
terubahkan dikedalaman dan anomali tinggi berada dibagian barat daya daerah PH
merefleksikan adanya batuan yang mempunyai densitas tinggi yang merupakan
batuan intrusi vulkanik ataupun plutonik yang tidak tersingkap kepermukaan.
Peta anomali residual dapat dilihat pada Gambar 5. Nilai anomali rendah pada
kontur residual memperlihatkan adanya batuan dengan kontras rapat massa yang
lebih rendah (batuan sedimen) yang kemungkinan sebagai cekungan sedimen dan
menempati daerah. Anomali tinggi kemungkinan disebabkan adanya intrusi batuan
yang bersifat masif di dekat permukaan.
Peta kontur gradien horizontal (Gambar 6) yang cenderung rendah
mengindikasikan bahwa tidak terdapat perubahan rapat massa dalam arah x dan y
sementara yang bernilai sedang menunjukkan adanya perubahan massa yang
mungkin disebabkan oleh adanya sesar/patahan atau struktur.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 156


Gambar 6. Peta kontur gradien horizontal Gambar 7. Peta kontur gradien vertikal

Gambar 7 menjelaskan bahwa anomali gradien vertikal menunjukkan anomali
rendah - sedang hampir di seluruh daerah PH. Artinya pada daerah PH, tidak banyak
terjadi perubahan lapisan secara vertikal atau dapat dikatakan lapisan tersusun cukup
homogen.
Kesimpulan
Hasil analisis spektrum menunjukkan 2 bidang kedalaman yang berbeda yaitu
untuk bidang dangkal (residual) adalah 1.0182 km dan dalam (regional) adalah 11.059
km. Bidang regional terdiri dari struktur batuan sedimen. Anomali residual
menunjukkan nilai anomali tinggi terkonfirmasi di sekitar sesar/patahan.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Fisika Bumi ITB dan
Laboratorium WS Channel yang telah bersedia membagikan ilmu yang bermanfaat
baik melalui diskusi maupun praktik atas penelitian ini.
Referensi
[1] Bujung, C.A.N., et al, Identifikasi prospek panas bumi berdasarkan fault and
fracture density (FFD): Studi kasus gunung Patuha, J awa Barat, J urnal
Lingkungan dan Bencana Geologi 2 (1), 67 75 (2011)
[2] Kadi, W.G., Aplikasi pemodelan dalam pengolahan data gaya berat, HAGI
HMGF ITB (1991)
[3] Kearey, P., Brooks, M., & Hill, I, An introduction to geophysical exploration,
Blackwell Science Ltd. (2002)
[4] Phillips, J . D., Processing and interpretation of aeromagnetic data for the Santa
Cruz Basin-Patahonia Mountains area, South-Central Arizona, U.S, Geological
Survey Open-File Report, 2-98 (1998)
[5] Reynolds, J ohn M., An introduction to applied and environmental physics, Wiley,
Wesr Suxes, England, 1997, p. 54
[6] Telford, W., Geldart, L., & Sheriff, R., Applied geophysics, Cambridge, UK :
Cambridge University Press, 1990, p. 6-61
[7] Suswati, A.R., et.al, Laporan Pemetaan Geologi Komplek Gunung api,
Kabupaten Bandung, J awa Barat, Subdit pemetaan gunung api, Direktorat Vul-
kanologi (2000)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 157


Gaby Hanna Sigalingging*
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
gabyhanna91@yahoo.com
Wahyu Srigutomo
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id
*Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 158
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Model
connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE)
Grifin Ryandi Egeten*, Louise M. Saija, dan Sonya F. Tauran
Abstrak
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen yang bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP dengan
menggunakan model connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE). SMP
Negeri 1 Parongpong Bandung kelas VIII D dan kelas VIII E merupakan sampel pada
penelitian ini. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen yang
berjumlah 36 orang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 20 orang perempuan dan
kelompok kontrol yang berjumlah 37 orang yang terdiri dari 17 orang laki-laki dan 20
orang perempuan. Kelompok eksperimen diberi model pembelajaran CORE dan
kelompok kontrol diberi pembelajaran biasa. Data diperoleh dari hasil pretest dan
posttest diolah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif statistik. Rata-rata
peningkatan pada kelompok kontrol adalah 0.1704 0.0713, kemudian rata-rata
peningkatan pada kelompok eksperimen adalah 0.2419 0.0219. Signifikansi adalah
0.008 lebih kecil dari . Didasarkan pada hasil penelitian ini, kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang diperlakukan pembelajaran model CORE
meningkat dibanding dengan siswa yang diperlakukan pembelajaran biasa. Sehingga
dapat disimpulkan model CORE meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa SMP.
Kata-kata kunci: Model CORE, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Siswa
SMP
Pendahuluan
Bagian-bagian yang terlibat dalam proses memecahkan masalah adalah suatu
masalah untuk dipecahkan, siswa, dan guru yang membimbing [1]. Masalah adalah
bagian pertama dalam proses memecahkan masalah, ketika menghadapi masalah, hal
yang terutama adalah mengerti masalah yang dihadapi agar mampu membuat dan
mengembangkan solusi yang tepat. Tujuan utama dari masalah yang diberikan kepada
siswa adalah untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa [2].
Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan yang penting dimiliki
oleh siswa. Karena siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah dapat
mengembangakan cara berpikir yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
[3], [4]. Kemampuan pemecahan masalah melibatkan kesanggupan untuk melakukan
pertimbangan yang baik, menganalisis, memberikan pendapat yang membangun, dan
pengembangan akan strategi maupun ide-ide yang baru. Hal tersebut didapati dalam
pembelajaran matematika [5].
Namun, terdapat kesulitan bagi siswa dalam menentukan solusi suatu masalah
matematika karena sebagian besar siswa tidak memiliki dorongan dari dirinya sendiri
untuk memecahkan masalah tersebut. Akibatnya, pencapaian pembelajaran
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 159
matematika anak SMP hanya 1% [6], [7]. Sebuah penelitian melaporkan bahwa 1%
siswa yang akan belajar matematika, 29% siswa yang akan menggunakan matematika
dalam kehidupan mendatang, dan 70% siswa yang tidak akan pernah membutuhkan
matematika [8].
Model pembelajaran dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan
untuk menyelesaikan masalah dan menolong siswa menjadi lebih efektif dan kreatif
dalam belajar [6]. Itu sebabnya dibutuhkan suatu model pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis untuk siswa. Dalam
penelitian model yang diterapkan adalah model pembelajaran connecting, oraganizing,
reflecting, and extending (CORE) [11].
Teori
Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu proses
pemahaman dan resolusi masalah sehingga menghasilkan suatu hasil pembelajaran
yang baik [9]. Peningkatan akan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
dianggap sebagai salah satu solusi yang tepat untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa, mengembangkan keterampilan siswa, dan proses berpikir [8]. Terdapat empat
langkah pemecahan masalah: 1) Memahami masalah. Siswa dilatih memahami kondisi
soal atau masalah. 2) Merencanakan penyelesaian. Membuat rencana penyelesaian
masalah. 3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana. Melakukan perhitungan. 4)
Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah-langkah yang sudah
dilakukan [10].
Pembelajaran dengan model CORE terdiri dari empat tahap yang berkaitan
yang membuat siswa menjadi lebih aktif, kreatif, kritis, dan membangun ide sendiri
[11]. Tahap pertama adalah connecting dimana siswa akan menghubungkan
pengetahuan yang sudah pernah dipelajari dengan pengetahuan yang akan dipelajari.
Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa bukan hanya diperoleh dari guru saja, dapat
diperoleh dari diskusi dengan teman, membaca buku, dan mendengar [12]. Tahap
kedua adalah organizing yaitu siswa mengorganisir pengetahuan tersebut sehingga
membuat keterkaitan yang berguna untuk menyelesaikan masalah yang dilakukan
pada kelompok diskusi [13]. Tahap yang ketiga adalah reflecting untuk meningkatkan
proses berpikir siswa yang dilakukan dengan cara menarik kesimpulan dan
mengerjakan soal berkelompok [14]. Dan tahap yang keempat adalah extending yaitu
melatih kemampuan berpikir siswa akan materi yang dipelajari dengan cara
memberikan soal-soal yang tingkat kesukarannya lebih tinggi dibanding soal-soal
sebelumnya secara individu sehingga memberi sebuah kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan apa yang telah dipelajari [15].
Desain eksperimen
Sampel penelitan adalah siswa SMP Negeri 1 Parongpong Bandung, 36 orang
adalah kelompok eksperimen dan 37 orang kelompok kontrol, pembagian sampel ini
dilakukan dengan teknik purposive sampling. Materi pembelajaran yang dipilih adalah
sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Instrumen yang digunakan untuk
mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa terdiri dari lima soal yang sudah
diuji kevaliditasnya. Soal-soal yang dibuat disesuaikan dengan standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis.
Instrumen tersebut diberikan kepada siswa sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 160
perlakuan (posttest). Setelah pretest selesai, periksalah hasil pretest kemudian
lakukanlah kegiatan mengajar. Selama penelitian kelompok eksperimen akan diberi
perlakuan model pembelajaran CORE sedangkan kelompok kontrol diberi
pembelajaran biasa. Setelah selesai perlakuan, lakukanlah posttest. Setelah data
pretest dan posttest dikumpulkan, lakukanlah perhitungan statistik.
Analisis statistik
Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data gain ternormalisasi dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui peningkatan nilai
masing-masing siswa sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu
dilakukan uji normalitas dari hasil gain ternormalisasi untuk mengetahui apakah
sebaran normal atau tidak. Kemudian menghitung homogenitas kedua kelompok untuk
mengetahui apakah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki variansi
yang sama (homogen). Dan yang terakhir ialah melakukan uji-t pada tingkat
signifikansi =0.005 untuk melihat perbedaan rata-rata signifikan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Perhitungan statistik juga dilakukan dengan
applikasi SPSS (versi 17.00).
Hasil dan diskusi
J umlah sampel pada kelompok kontrol adalah 37 orang yaitu 17 orang laki-laki
dan 20 orang perempuan dan kelompok eksperimen adalah 36 orang yang terdiri dari
16 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Namun, data yang ada hanya 29 orang
dari kedua kelompok (n=29), hal ini disebabkan karena ada siswa yang tidak ikut
pretest maupun posttest. Dari tabel 1 dapat dilihat perbedaan rata-rata nilai antara
hasil pretest dan posttest pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata kelompok eksperimen lebih baik.
Tabel 1. Deskritif statistik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen
Descriptive Statistics
Pretest Posttest Pretest Posttest
Mean 7.931 23.5862 14.4138 35.1034
Std. Error of Mean
0.54802 1.36233 0.79642 1.94654
Std. Deviation
2.95116 7.33639 4.28883 10.48245
Variance 8.709 53.823 18.394 109.882
Skewness -0.366 -0.266 -0.359 0.93
Std. Error of Skewness
0.434 0.434 0.434 0.434
Kurtosis -0.136 -0.42 -0.954 0.901
Std. Error of Kurtosis
0.845 0.845 0.845 0.845
Minimum 2 10 6 16
Maximum 14 38 20 62
Dari data pretest dan posttest, dicari gain ternormalisasi untuk dapat menguji
normalitas distribusi data. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata gain ternormalisasi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 161
pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok konrtol. J araknya adalah
0.0715, gain ternormalisasi pada penelitian ini masih tergolong rendah.
Tabel 2. Deskriptif statistik gain ternormalisasi kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen.
Gain Ternormalisasi
Descriptive Statistics
Kel.
Kontrol
Kel.
Eksperimen
Mean 0.1704 0.2419
Std. Error of Mean 0.01324 0.02194
Std. Deviation 0.07132 0.11815
Variance 0.005 0.014
Skewness -0.33 0.716
Std. Error of Skewness
0.434 0.434
Kurtosis -0.22 0.161
Std. Error of Kurtosis 0.845 0.845
Minimum 0.02 0.07
Maximum 0.31 0.54
Data gain ternormalisasi akan digunakan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Hipotesisnya adalah H
0
: data berdistribusi normal. H
0

akan diterima jika sig. =0.05. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa data gain dari
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah berdistribusi normal (H
0
diterima).
Selanjutnya adalah uji homogenitas dengan bentuk hipotesisnya adalah H
0
: varians
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sama besar. H
0
akan diterima jika sig.
=0.05. Dengan menggunakan test levene, didapati bahwa varians kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen tidak sama besar (H
0
ditolak).
Tabel 3. Uji normalitas distribusi data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dan
uji homogenitas.
Kolmogorov-Smirnov
Levene's Test for
Equality of Variances
Kelompok df Sig. F Sig.
Kontrol
29 0.149
Eksperimen
29 0.136
7.739 0.007
Kerena data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berdistribusi normal,
maka uji yang digunakan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan model
CORE memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematis adalah uji-t. Bentuk hipotesis untuk uji-t ini adalah H
0
: pembelajaran dengan
model CORE tidak memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis. H
0
akan diterima jika sig. 0.05. Berdasarkan hasil
uji-t pada tabel 4, menunjukkan bahwa nilai sig.=0.008 artinya H
0
ditolak. Ternyata
walaupun gain ternormalisasinya tergolong rendah, namun pembelajaran dengan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 162
model CORE memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa.
Tabel 4. Hasil t-test dengan varians yang tidak sama.
t-test for Equality of Means
Gain Equal Variances not assumed
T -2.792
df. 46.015
Sig. (2 Tailed) 0.008
Mean Difference -0.071563
Std. Error Difference 0.02563
Kesimpulan
Mengacu pada data hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa model pembelajaran
connecting, organizing, reflecting, and extending (CORE) memberikan pengaruh yang
lebih baik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
SMP.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Direktorat J enderal
Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana yang diberikan untuk melaksanakan
penelitian ini dan kepada Universitas Advent Indonesia atas bantuan dana yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti seminar kontribusi fisika (SKF) 2013 sebagai
pembicara.
Referensi
[1] N. Sockalingam, J . Rotgans, and H. Schmidt, Assessing the Quality of Problems
in Problem-Based Learning, International J ournal of Teaching and Learning in
Higher Education 24(1), 43-51(2012)
[2] O. D. Temur, Analysis of Prospective Classroom Teachers Teaching of
Mathematical Modeling and Problem Solving, Eurasia J ournal of Mathematics,
Sciences and Technology Education 8(2), 83-93(2012)
[3] S. Pimta, S. Tayruakham, and P. Nuangchalerm, Factors Influencing Mathematic
Problem Solving Ability of Sixth Grade Students, J ournal of Social Sciences 5(4),
381-385(2009)
[4] A. Klegeris, M. Bahniwai, and H. Hurren, Improvement in Generic Problem
Solving Abilities of Students by Use of Tutor-less Problem-Based Learning in
Large Classroom Setting, J ournal of Life Sciences Education 12, 73-79(2013)
[5] J . Woodward, S. Beckmann, M. Driscoll, M. Franke, P. Herzig, A. J itendra, K. R.
Koedinger, and P. Ogbuehi, Improving Mathematical Problem Solving in Grades
4 through 8. Publisher: Institute of Education Sciences, United States of America,
p.6 (2012)
[6] M. Sajadi, P. Amiripour, and M. R. Malkhalifeh, The Examining Mathematical
Word Problems Solving Ability under Efficient Representation Aspect, J ournal of
Mathematics Education Trends and Research, 1-11(2013)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 163
[7] Kennedy and N. Stoyonova, What are You Assuming?, J ournal of Mathematics
Teaching in Middle School 18(2), 86-91(2012)
[8] T. H. Huang, Y. C. Liu, and H. C. Chang, Learning Achievement in Solving Word-
Based Mathematical Questions through a Computer-Assisted Learning System.
J ournal of Educational Technology & Society 15(1), 248-259(2012)
[9] B. McDonald, Evaluation Instruments Used in Problem-Based Learning, J ournal
of Education, (2013)
[10] G. Polya, How to Solve It. Publisher: Princeton University Press, United States of
America
[11] L. Azizah, S. Mariani, dan Rochmad, Development of Devices the CORE Model
Constructivism Mathematic Connection, J ournal of Mathematics Education 2(1),
101(2012)
[12] Marais and Nalize, Connectivism as Learning Theory: The Force Behind
Changed Teaching Practice in Higher Education, J ournal of Education and
Social 4(3), 173-182(2011)
[13] Ase and Hansson, The Meaning of Mathematics Instruction in Multilingual
Classroom, J ournal of Education Study Mathematics 81, 103-125(2012)
[14] Clark and A. Marie, When Privilege Meets Poverty: Using Poetry in The Process
of Reflection, J ournal on Excellence in College Teaching 20(2), 125-142(2009)
[15] Kaur and Berinderjeet, Mathematics Homework: A Study of Three Grade Eight
Classrooms in Singapore, International J ournal of Science and Mathematics
Education 9(1), 187-206(2011)

Grifin Ryandi Egeten
*

Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
15juni1992@gmail.com

Louise M. Saija
Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
louise_saija@yahoo.com

Sonya F. Tauran
Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
horasdiasaragih@gmail.com



*
Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 164
Pengaruh Waktu Penumbuhan Lapisan Tipis Karbon di
atas Lapisan SnO
2
/Si Menggunakan DC Unbalanced
Magnetron Sputtering
Heldi Alfiadi, Muchlis Achmad Zaelani dan Yudi Darma

Abstrak
Telah dilakukan penumbuhan lapisan tipis karbon di atas lapisan SnO
2
pada suhu
rendah menggunakan DC Unbalanced Magnetron Sputtering dengan memvariasikan
waktu deposisi. Pada mulanya, lapisan SnO
2
ditumbuhkan di atas silikon substrat
menggunakan metode evaporasi termal dilanjutkan dengan oksidasi kering. Sputtering
lapisan karbon di atas lapisan SnO
2
dilakukan pada suhu 300
0
C

dengan tekanan
4.6x10
-2
torr pada rentang waktu penumbuhan antara 1 sampai 4 jam. Penumbuhan
lapisan tipis karbon di atas lapisan SnO
2
/Si ini dikarakterisasi menggunakan beberapa
alat yaitu mikroskop optik, X-ray Difraction (XRD), Spectroscopy Fourier Transform
Infra Red (FTIR), dan Spektroskopi Raman. Dari hasil pengukuran ditunjukkan bahwa
lapisan tipis karbon telah tumbuh di atas lapisan SnO
2
secara merata, terutama pada
waktu deposisi di atas 2 jam. Intensitas phonon yang melibatkan vibrasi atom karbon
meningkat dengan penambahan waktu sputtering. Hal ini mengindikasikan bahwa
ketebalan lapisan karbon meningkat dengan meningkatnya waktu deposisi. Sejalan
dengan itu diperkirakan kualitas lapisan karbon semakin baik seperti yang ditunjukkan
hasil pengukuran XRD dan FTIR. Struktur ini diharapkan dapat menjadi awal dalam
pembuatan devais elektronik berbasis lapisan karbon.
Kata-kata kunci: DC unbalanced magnetron sputtering, Evaporasi, Oksidasi kering,
SnO
2
.
Pendahuluan
Material berbasis karbon seperti graphene dan carbon nanotube sudah
menunjukkan ciri-ciri yang sangat bagus [1]. Beberapa kelompok peniliti di seluruh
dunia telah mempelajari fungsi dari transistor sebagai transistor logik dan transistor
berfrekuensi tinggi [2]. Selain itu, peniliti juga mencari cara untuk membuat graphene
dengan kristanilitas yang tinggi, harga pembuatan yang murah dan sangat mudah
dibuat. Pembuatan graphene untuk dijadikan devais elektronik merupakan
permasalahan utama. Masalah ini diselesaikan dengan berbagai metode, salah
satunya adalah dengan menggunakan DC Unbalanced magnetron sputtering yang
dilakukan pada eksperimen ini [3]. Untuk membuat lapisan karbon diatas substrat
silikon, kita menggunakan lapisan SnO
2
sebagai lapisan penyangga.
Di sisi lain, material oksida telah digunakan pada devais elektronik karena
aplikatif. Perlu diketahui bahwa material SnO
2
masuk dalam kategori kelompok
material oksida. Material ini sangat menarik karena memiliki karakteristik yaitu, lebar
pita sekitar 3.8 eV, memiliki konstanta dielektrik yang tinggi sekitar 9.8, dan sangat
mudah difabrikasikan. Dalam aplikasinya juga material ini sering digunakan sebagai
sensor gas dan lapisan penyangga. Selain itu, material ini juga dapat menggantikan
ion-sensitive field effect transistor (ISFET) dengan gate field effect transistor (EGFET)
untuk mengukur pH [4]. Dalam teknologi mikrobakteri, lapisan tipis SnO
2
dapat
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 165
digunakan sebagai anoda [5]. Pembuatan SnO
2
dapat menggunakan teknik deposisi
yaitu sputtering, evaporasi termal, dan spray pyrolysis [6].
Dalam eksperimen ini dilakukan deposisi lapisan SnO
2
dengan menggunakan
substrat silikon. Material Sn di tumbuhkan diatas silikon dengan proses evaporasi
termal dalam keadaan teroksidasi dengan suhu tertentu. Kemudian dilakukan
penumbuhan karbon dengan menggunakan DC Unbalanced magnetron sputtering
diatas lapisan SnO
2
dengan variasi tertentu. Setelah itu, dikarakterisasi menggunakan
optical microskopi, XRD, Raman, dan FTIR spektra untuk mengetahui bentuk dan
keberadaan material yang telah ditumbuhkan.
Metode eksperimen
Pada mulanya, material Sn dimetalisasi dengan menggunakan evaporator
termal di atas substrat silikon dengan energy filamen sebesar 40 A dalam waktu 60
detik. Target yang digunakan untuk penumbuhan lapisan Sn memiliki impuritas
99.999% (tin wire). Setelah itu, lapisan Sn dioksidasi kering dalam keadaan suhu 225

0
C, dimana suhu tersebut adalah sekitar suhu titik leleh Sn. Oksigen dialirkan menuju
sampel selama 10 menit untuk membentuk lapisan tipis SnO
2
. Selanjutnya,
penumbuhan karbon diatas lapisan SnO
2
dengan menggunakan sputtering. target
yang digunakan dalam proses ini ialah pelet yang terdiri dari 95% grafit dan 5% serbuk
besi. Proses sputtering dilakukan dengan variasi waktu 1 sampai 4 jam. Parameter
yang digunakan dalam proses sputtering yaitu aliran gas argon 100 sccm, suhu 300
0
C,
tegangan 450 V, dan tekanan 4.6 x 10
-1
Torr. Beberapa sampel dilakukan proses
annealing pada suhu 700
0
C untuk stabilitas termal pada lapisan penyangga.
Hasil dan diskusi




Gambar 1. Citra hasil karakterisasi dengan menggunakan optical mikroskop C/SnO
2
fungsi
dari waktu deposisi. (a) 1 jam, (b) 2 jam, (c) 3 jam, (d) 4 jam. SnO
2
diannealing pada suhu
700
0
C
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 166

Citra mikroskop optik
Gambar 1 memperilhatkan citra dari hasil karakterisasi dari lapisan karbon di
atas lapisan SnO
2
dengan variasi waktu deposisi 1-4 jam. Gambar ini diambil
menggunakan kamera BX Olympus CCD pada kamera Raman Sentterra. Seperti yang
dapat kita lihat, warna grain yang gelap menginterpretasikan lapisan silikon atau
karbon dan warna terang mengindikasi lapisan tipis penyangga SnO
2
. Dari hasil ini
terlihat bahwa jumlah dari atom karbon semakin bertambah seiring bertambahnya
waktu deposisi. Selain itu karena bertambah atom karbonnya, ketebalan dari lapisan
karbon juga diperkirakan bertambah.
X-ray Difraksi
Gambar 2 memperlihatkan spektra difraksi X-ray lapisan karbon di atas lapisan
SnO
2
sebagai fungsi dari waktu deposisi. Sebagai tambahan sampel yang diukur ini
menggunakan lapisan SnO
2
dengan suhu annealing 700
0
C dan dilakukan oksidasi
kering. Seperti yang terlihat, gambar 2 mengindikasikan lapisan karbon dan SnO
2

memiliki ketebalan yang cukup untuk menutupi lapisan silikon. Hal ini dibuktikan pada
gambar bahwa tidak terdapat puncak Si(100) pada hasil XRD. Selain itu, kita dapat
melihat puncak-puncak SnO
2
yang memiliki orientasi yang berbeda seperti (110), (200),
(211), (220), dan (202). Dari hasil tersebut, kita peroleh hasil yang jelas dari puncak
difraksi SnO
2
dengan pemberian suhu annealing 700
0
C. Puncak SnO
2
yang jelas
tersebut merupakan indikasi dari lapisan terbentuk yang memiliki kristalisasi bagus
dengan puncak yang tajam di berbagai arah orientasi. Hal ini sangat berbeda pada
hasil puncak lapisan karbon dan lapisan endapan oksida yang cenderung amorphous.
Perbedaan tersebut ditandai dengan puncak yang lebar dan tidak tajam. Selain itu,
pada data tidak terlihat puncak karbon. Kemungkinan puncak lapisan karbon tidak
terlihat adalah tertutupnya puncak karbon (002) oleh puncak SnO
2
(110). Berdasarkan
data dari J CPDS, C(002) memiliki difkraksi konstruktif pada sudut 26.624
0
di mana
puncak dari SnO
2
(110) juga terletak pada sudut 26.775
0
. Dalam hal ini puncak
2 dengan sudut 26.775
0
adalah puncak SnO
2
dengan arah yang berbeda. Dari hasi
XRD yang sama, pada sudut 25-33
0
juga diperkirakan adanya ikatan karbon dengan
oksida dari lapisan SnO
2
yang memiliki ketebalan tipis. Selain itu keberadaan lapisan
karbon bisa dideteksi dari puncak yang amorphous dari puncak difraksi dibawah 20
0
.
Spektroskopi Raman
Gambar 3 memperlihatkan spektra dengan menggunakan raman dari struktur
C/SnO
2
/Si sebagai fungsi dari waktu deposisi. Vibrasi dari fonon TO dari ikatan Si-Si
secara jelas dapat diamati sekitar 540 cm
-1
. Pada raman shift sekitar 300 cm
-1
kita
dapat mengamati intensitas vibrasi dari ikatan C-C meningkat seiring dengan
bertambahnya waktu deposisi. Hasil ini juga mendukung dari jumlah atom karbon yang
meningkat seiring bertambahnya waktu deposisi. Vibrasi Si-C ada pada raman shift
950 cm
-1
dan juga bertambah seiring bertambahnya waktu deposisi. Hasil ini
menandakan bahwa beberapa atom karbon berdifusi dengan atom Si melewati
lapisan penyangga SnO
2
. Nomor atom karbon yang berikatan dengan substrat silikon
bertambah seiring bertambahnya waktu deposisi.
Sesuatu yang menarik jika kita mengamati raman shift sekitar 1350 cm
-1
yang
ditandai dengan tanda (*). Puncak dengan tanda ini memiliki hubungan dengan ikatan
jenis D, di mana ikatan ini mengindikasikan adanya material karbon seperti graphite
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 167
atau graphene [17]. Secara umum, ikatan D menunjukkan pinggiran dari struktur
graphene atau grafit. Intensitas yang lemah dari ikatan D bisa diinterpretasikan
sebagai pinggiran horizonta berbentuk zig-zag dari struktur graphene atau grafit.
Selain itu keberadaan ikatan D juga bisa diindikasikan kerusakan pada ujung material.
Kerusakan ini disebabkan oleh interaksi elektron atau ar
+
dengan kisi material.
Interaksi ini biasa terjadi pada proses sputtering.



Gambar 2. Spektra dari hasil karakterisasi
dengan difraksi X-ray pada lapisan
C/SnO
2
/Si dengan waktu deposisi (a) 1 jam,
(b) 2 jam, (c) 3 jam, (d) 4 jam.

Gambar 3. Citra dari hasil spektroskopi
Raman pada sampel C/SnO
2
dengan
proses annealing 700
0
C dan variasi waktu
deposisi (a) 1 jam, (b) 2 jam, (c) 3 jam, (d)
4 jam

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 168
Fourier Transform Infrared
Pada gambar 4 terdapat ikatan C=O yang terletak pada nomor gelombang 1711
cm
-1
yang menandakan ada interaksi antara karbon-oksigen. Interaksi semkin
meningkat seiring bertambahnya waktu deposisi.



Gambar 4. Citra dari hasil karakterisasi Fourier Transform InfraRed pada lapisan
C/SnO
2
(a)1700-1750 cm
-1
, (b) 2300-2400 cm
-1
, dan (c) 2400-2500 cm
-1
.
Begitu juga dengan ikatan O-C-O dan O=C=O yang terletak pada nomor
gelombang 2360 dan 2408 cm
-1
. Kedua puncak ini juga meningkat seiring
bertambahnya waktu deposisi. Hasil dari FTIR ini juga mendukung dari hasil spektra
Raman akan keberadaan lapisan karbon yang telah ditumbuhkan.
Kesimpulan
Telah dideposisi lapisan karbon dengan lapisan SnO
2
sebagai lapisan
penyangga dengan menggunakan DC unbalanced magnetron sputtering. Dari hasil
pengukuran, intensitas phonon yang melibatkan atom karbon meningkat dengan
penambahan waktu sputtering. Hal ini mengindikasikan bahwa ketebalan lapisan
karbon meningkat dengan meningkatnya waktu deposisi. Kami juga memperkirakan
lapisan yang tumbuh terdiri dari struktur grafit atau graphene dari hasil spektra Raman.
Diperkirakan kualitas lapisan karbon semakin baik seperti yang ditunjukkan hasil
pengukuran XRD dan FTIR. Struktur ini diharapkan dapat menjadi awal dalam
pembuatan devais elektronik berbasis lapisan karbon.
Ucapan terima kasih
Kami mengucapkan terima kasih kepada A. M. Ayu dan Dania Nurissa atas
bantuannya. Ekperimen ini didanai oleh pemerintah Indonesia melalui dana riset DIKTI.
Referensi
[1] Novoselov, S. K., et al. Nature 490, 192 (2012).
[2] Lin, Y. M., et al. Science 327, 662 (2010).
[3] Aji, A. S., et al. Asian Phys. Symp. 5, 12 (2012).
[4] Batista, P. D., et al. Brazilian J. Phys. 36, 478 (2006).
[5] Kim, Y., et al. J. Korean Phys. Soc. 39, S337 (2001).
[6] Ruske, M., et al. Thin Solid Films 351, 146 (1999).
[7] Bagheri-Mohagheghi, M.-M., et al. Physica B 403, 2431 (2008).
(a)
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
(b)
(C)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 169
[8] Nam, D. H., et al. Electrochimica Acta 66, 126 (2012).
[9] Selin Tosun, B., et al. Thin Solid Films 520, 2554 (2012).
[10] Dieguez, et al. J. Appl. Phys. 90, 1550 (2001).
[11] Peercy, P. S. and Morosin, B., Phys. Rev. B 7, 2779 (1973).
[12] Tuinstra, F. and Koenig, J . L., J. Chem. Phys. 53, 1126 (1970).
[13] Nemanich, R. J ., Phys. Rev. B 20, 392 (1979).
[14] Almaric-Popescu, D., and Bozon-Verduaz, F., Catalyst Today. 70, 139 (2001).
[15] J ung, K., et al. Surf. Coating Tech. 171, 46 (2003).
[16] Lord J r., R. C., and Wright, N., J. Chem. Phys. 5, 642 (1937).
[17] R.Saito, et al., Advances in physics,60, No. 3, 413-550 (2010).

Heldi Alfiadi
Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
heldi.alfiadi@s.itb.ac.id

Mukhlis Achmad Zaelani
Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
mukhliszaelani@gmail.com
Yudi Darma*
Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
yudi@fi.itb.ac.id




* Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 170
Pengaruh Penambahan Nanopartikel Silika terhadap Kuat
Tekan Komposit Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit
Ida Sriyanti, Leni Marlina, Iftita Selviana
Abstrak
Penelitian ini membahaspengaruhpenambahannanosilikaterhadapkuat tekan komposit
limbah TandanKosongKelapaSawit (TTKS). Permasalahan yang dicari jawabannya
adalah bagaimana pengaruh nanopartikel silika terhadap kuat tekan komposit
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen dengan metode simple
mixing dan hot-pressing. PVAc digunakan sebagai bahan perekat dan nanopartikel
silika digunakan sebagai filler. Kondisi optimum campuran PVAc dan TKKS dengan
fraksi massa TKKS/PVAc sebesar 13 : 2 memiliki kuat tekan sebesar 82,88 MPa.
Kondisi optimum campuran PVAc, TKKS dan nanopartikel silika dengan fraksi massa
TKKS/PVAc/ nanopartikel silika sebesar 13 : 2 : 0,75 memiliki kuat tekan sebesar
100,39 MPa. Variasi tekanan untuk mempermudah interaksi nanopartikel silika dan
rantai polimer PVAc menghasilkan kuat tekan sebesar 115,35 MPa pada tekanan 100
MPa. Hasil ini menghasilkan komposit dengan kuat tekan yang lebih besar
dibandingkan komposit yang dibuat oleh Kumagai (55,7 MPa) dan Masturi (84,37).
Kata Kunci :KuatTekan, PVAcdanNanosilika
Pendahuluan
Sumatera Selatan merupakan daerahterbesrketiga di Indonesia yang memiliki
area perkebunan kelapa sawit terbesar. Produksi kelapa sawit pada tahun 2012
mencapai 2.242.649 ton [1]. J umlah ini terus meningkat karena perluasan lahan
perkebunan kelapa sawit terus dilakukan.
Kelapa sawit merupakan jenis tanaman yang cukup produktif. Industri kelapa
sawit dapat menghasilkan 10 35 ton tandan buah kelapa sawit (fresh fruit bunch) per
hektar setiap tahun [2]. Selain buah kelapa sawit, perkebunan kelapa sawit juga
menghasilkan tandan kosong, pelepah pohon, dan kulit buah (kernel).Tandan kosong
kelapa sawit (TKKS) merupakan hasil industri perkebunan kelapa sawit yang sering
dianggap sebagai limbah. TKKS biasanya dibuang atau dibakar sehingga berdampak
besar pada pencemaran lingkungan. TKKS sebenarnya memiliki kandungan serat
kasar yang cukup tinggi [2] sehingga dapat dijadikan material komposit.
Di lain pihak, kebutuhan bahan baku kayu untuk berbagai sektor terus
bertambah. Departemen Kehutanan memperkirakan bahwa kebutuhan bahan baku
kayu di Indonesia mencapai 63,48 juta m
3
setiap tahun, sedangkan kemampuan
produksi kayu rata-rata hanya sebesar 22,8 juta m
3
per tahun [3]. Berdasarkan data ini,
telah terjadi kesenjangan kebutuhan bahan baku kayu sebesar 40,60 juta m
3
setiap
tahun.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang fisika
material diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan
kebutuhan bahan baku kayu. Pengolahan material non-kayu untuk dijadikan bahan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 171
pengganti kayu dapat dijadikan solusi alternatif dalam mengurangi kesenjangan yang
terjadi.Pengolahan TKKS menjadi material komposit pengganti kayu mulai diteliti.
Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki pengaruh penambahan nanopartikel
silika terhadap kuat tekan komposit dari limbah TKKS. Pembuatan komposit material
pengganti kayu biasanya dilakukan dengan mencampurkan polimer jenis tertentu dan
filler pada material mentah (dalam hal ini TKKS). Polimer secara umum mengacu
pada gabungan beberapa isomer. Isomer sendiri merupakan rangkaian ikatan kimiawi
dari beberapa unsur kimia yang memiliki formula sama [4]. Dalam penelitian ini,
polimer yang digunakan adalah polivinil asetat (PVAc). Secara fisis, campuran polimer
dan material mentah memiliki kekuatan tekan yang rendah. Peningkatan kekuatan
tekan dilakukan dengan menambahkan material lain sebagai filler [5]. Dalam penelitian
ini, filler yang akan diteliti adalah nanopartikel silika.
Penambahan nanopartikel silika sebagai filler telah dilakukan pada beberapa
penelitian sebelumnya. Masturi [6] menggunakan nanopartikel silika pada material
komposit dari limbah rumah tangga. Kumagai dan Sasaki [7] menggunakan
nanopartikel silika pada material komposit yang terbuat dari sekam padi. Penambahan
nanopartikel silika pada pembuatan komposit berbahan baku clay juga pernah
dilakukan [8], [9], [10].
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan metode hot-pressing
dan simple-mixing. Sampel TKKS diambil dari perkebunan kelapa sawit di daerah
Tanjung Siapi-api. Polimer PVAc komersial (FOX
TM
) digunakan sebagai bahan perekat
(adhesif) dan nanopartikel silika (dibeli dari Bratachem) digunakan sebagai filler.
TKKS dipotong sehingga berukuran sekitar 1 mm dan dihancurkan dengan
menggunakan mechanical blender. PVAc dengan massa spesifik dicampurkan dengan
15 mL air dan diaduk selama 20 menit dengan menggunakan magnetic stirrer. TKKS
kemudian dicampurkan dengan PVAc dan air dan campuran ini dikeringkan dalam
oven selama 20 menit. Campuran ini kemudian diletakkan dalam cetakan silinder.
Proses hot-pressing dilakukan dengan temperatur dan tekanan yang bervariasi.
Sampel yang telah dibuat memiliki ukuran diameter 25 mm dan tinggi 16 18 mm.
Fraksi massa optimum dari campuran TKKS dan PVAc digunakan untuk penambahan
nanopartikel silika.
Karakterisasi yang dilakukan meliputi pengujian kuat tekan komposit, SEM, dan
XRD. SEM digunakan untuk mengetahui ukuran nanopartikel silika. XRD digunakan
untuk mengetahui kristalinitas material yang digunakan.
Hasil dan Pembahasan
Pengujian Kuat Tekan Komposit Serta Variasi Temperatur dan Tekanan
Kuat tekan komposit berkaitan dengan celah yang ada pada rantai polimer dan
mobilitas partikel. PVAc memiliki rantai polimer fleksibel yang memiliki banyak celah
sebelum penambahan TKKS. Tanpa adanya penambahan apa pun, celah pada rantai
polimer memungkinkan partikel lebih mudah bergerak (mobile). TKKS yang
ditambahkan pada PVAc berikatan dengan rantai polimer sehingga mobilitas partikel
berkurang dan rantai polimer menjadi lebih padat. Hal ini menyebabkan kuat tekan
komposit meningkat.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 172
Fraksi massa optimum yang didapat dari pencampuran PVAc dan TKKS
kemudian digunakan pada penambahan nanopartikel silika. Fraksi massa optimum
dari campuran TKKS/PVAc/nanopartikel silika adalah 13 : 2 : 0,05 seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2. Kuat tekan sebesar 100,39 MPa didapatkan ketika
komposit mencapai fraksi massa optimum.
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 0,012 0,014
K
e
k
u
a
t
n

T
e
k
a
n

(
M
a
)
FraksiNanopartikel Silika (w/w)

Gambar 1. Fraksi Massa Optimum dari Pencampuran TKKS, PVAc, dan Nanopartikel
Silika.
Penambahan nanopartikel silika mempengaruhi kuat tekan komposit. Polimer
memiliki kuat tekan yang lebih rendah daripada kuat tekan kayu, logam, dan keramik.
Salah satu cara untuk meningkatkan kuat tekan komposit yang menggunakan polimer
adalah dengan cara menambahkan filler [5]. Nanopartikel silika memiliki luas
permukaan yang sangat besar sehingga dapat berikatan dengan rantai polimer dan
menyusup dalam celah rantai polimer dalam skala nanometer [8]. Ikatan nanopartikel
silika dengan PVAc meningkatkan kuat tekan komposit karena rantai polimer menjadi
lebih padat dan mobilitas partikel lebih sedikit.
Ikatan antara PVAc dan nanopartikel silika diperkuat dengan cara
memvariasikan tekanan saat proses hot-pressing. Penambahan tekanan akan
mendorong nanopartikel silika sehingga ikatan yang dihasilkan akan lebih banyak.
Kuat tekan pada kondisi fraksi massa optimum dan tekanan sebesar 100 MPa
didapatkan sebesar 115,35 MPa seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Kuat tekan
ini lebih besar daripada kuat tekan yang didapatkan oleh Masturi [6] sebesar 84,37
MPa serta lebih besar dari komposit yang dibuat oleh Kumagai dan Sasaki [7] sebesar
55,7 MPa.
Karakterisasi SEM dan XRD
Karakterisasi SEM digunakan untuk mengetahui ukuran nanopartikel silika.
Berdasarkan Gambar 4, diketahui bahwa nanopartikel silika yang digunakan memiliki
ukuran sekitar 100 nm. Ukuran ini memungkinkan nanopartikel silika untuk
meningkatkan kuat tekan komposit.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 173

Gambar 4. Karakterisasi SEM dari Nanopartikel Silika.
Karakterisasi X-ray Diffraction (XRD) digunakan untuk mengetahui kristalinitas
bahan-bahan yang digunakan. Berdasarkan Gambar 5, kurva XRD tidak menunjukkan
puncak tajam pada posisi 2. Hal ini menunjukkan bahwa baik PVAc dan nanopartikel
silika berada pada fase amorf. Percampuran PVAc dan nanopartikel silika menambah
tingkat ke-amorf-an komposit.
Kesimpulan
Nanopartikel silika dapat digunakan untuk meningkatkan kuat tekan komposit
yang menggunakan polimer karena mampu berikatan dengan rantai polimer dalam
skala nanometer.
Daftar Pustaka
[1] Anonim. 2013. Potensi Kelapa Sawit di Sumatera Selatan.
www.regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php?ia=16&ic=2.
Diakses tanggal 25 Oktober 2013.
[2] Igwe, J . C., dan C. C. Onyegbado. (2007). A Review of Palm Oil Mill Effluent
(Pome) Water Treatment. Global Journal of Environmental Research, Vol. 1, No.
2 p. 54 62.
[3] Departemen Kehutanan. 2009. Rekapitulasi Produksi Kayu Bulat Berdasarkan
Sumber Produksi Tahun 2004 2008. J akarta: Statistik Kehutanan.
[4] J ensen, W. B. (2006). The Origin of the Term Allotrope. J. Chem. Educ., Vol. 83
p. 838 839.
[5] S.Y. Fu, X. Q. Feng, B. Lauke, Y. W. Mai. (2008). Effects of Particle Size,
Particle/matrix Interface Adhesion and Particle Loading on Mechanical Properties
of Particulate-polymer Composites. ScienceDirect Composites B, Vol. 39 p. 933
961.
[6] Masturi, M. Abdullah, Khairurrijal. (2011). High Compressive Strength of Home
Waste and Polyvinyl Acetate Composites Containing Silica Nanoparticle Filler. J
Mater Cycles, Vol. 13 p. 225231.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 174
[7] Kumagai, S., Sasaki J . (2009). Carbon/silica Composite Fabricated from Rice
Husk by Means of Binderless Hot Pressing. Bioresourcetechnol, Vol. 100 p.
33083315.
[8] Hariyawarman, A. R B. W. Nuryadin, M. Abdullah, Khairurrijal. (2008). Fabrikasi
Material Nanokomposit Superkuat, Ringan dan Transparan. Jurnal Nanosains &
Nanoteknologi, Vol. 1, No. 1(1).


Ida Sriyanti, Leni Marlina, Iftita Selviana
Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP Universitas Sriwijaya
email: ida_sriyanti@yahoo.com

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 175
Penggunaan Model Pembelajaran Auditory Intellectually
Repetition (AIR) untuk Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa SMP
Intan Relita Foloria Giawa*, Kartini Hutagaol, dan Horasdia Saragih
Abstrak
Kemampuan komunikasi matematis yang merupakan titik berat dalam pembelajaran
matematika pada siswa SMP saat ini masih tergolong rendah. Oleh karena itu
diperlukan usaha untuk dapat mengatasinya. Model pembelajaran Auditory
Intellectually Repetition (AIR) menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk
membantu mengatasi masalah tersebut. Dengan cara mendengarkan, berbicara,
menggunakan kemampuan berpikir serta melakukan pengulangan pada model
pembelajaran AIR akan membuat pembelajaran lebih efektif. Penelitian terhadap hal
ini telah dilakukan pada siswa SMPN 1 Parongpong Bandung Barat sebagai sampel.
Sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol di mana siswa diberi
perlakuan pembelajaran biasa dan kelompok eksperimen di mana siswa diberi
perlakuan model pembelajaran AIR. Dari hasil analisis data dengan menggunakan
statistik uji-t pada tingkat signifikansi =0,05 diperoleh bahwa pengajaran dengan
menggunakan model pembelajaran AIR menghasilkan peningkatan kemampuan
komunikasi matematis siswa lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran
biasa. Mengacu kepada hasil ini, disimpulkan bahwa pembelajaran model AIR lebih
tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan matematis siswa dibanding dengan
pembelajaran biasa.
Kata-kata kunci: model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR),
Kemampuan Komunikasi Matematis, Siswa SMP
Pendahuluan
Pengetahuan yang dimiliki siswa tentang berbagai konsep dalam sebuah
pembelajaran biasanya tidak sempurna dengan tingkat yang berbeda-beda dan
mendalam. Hal tersebut ditandai dengan adanya ketidakjelasan mengenai tingkat
keberhasilan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran [6]. Dalam pelajaran
matematika, rendahnya kemampuan komunikasi menjadi salah satu penyebab
banyaknya siswa yang berjuang merasa tidak puas karena menghadapi hambatan
perkembangan kemampuan matematika. Padahal dalam pedagogi yang efektif,
kemampuan komunikasi matematis menjadi bagian untuk mematahkan pola-pola
negatif [4]. [7] melaporkan bahwa proses pengajaran dapat didasarkan pada beberapa
representasi dan transformasi fleksibel di antara siswa. Sebuah tindakan komunikatif
yang baik diperlukan untuk dapat menghasilkan pemahaman yang baik terhadap
pembelajaran.
Oleh karena itu rendahnya kemampuan komunikasi matematis perlu
ditingkatkan dan dikembangkan oleh setiap pendidik dalam proses pembelajaran
dewasa ini. Desain model pembelajaran menjadi acuan dalam mengatasi rendahnya
kemampuan siswa. Dalam penelitian ini model yang diterapkan adalah model
pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) dengan tujuan mengetahui
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 176
pengaruh model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Sebagai bahan
pertimbangan, terdapat hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan model
pembelajaran AIR yaitu [11] yang meneliti tentang eksperimentasi model pembelajaran
AIR terhadap prestasi belajar matematika ditinjau dari karakter belajar siswa.
Teori
Literatur pendidikan matematika menggambarkan bahwa kelas yang
mempunyai komunikasi yang baik adalah kelas di mana guru sebagai fasilitator
berfokus pada pemikiran siswa dan mendorong adanya dialog sehingga siswa mampu
menyampaikan pemahaman matematika. Guru yang menggunakan logika ini
menyadari bahwa komunikasi adalah proses penyampaian yang dinamis, di mana
pemikiran siswa, situasi dan tujuan guru semua harus diperhitungkan [2]. Salah satu
cara untuk dapat mendorong siswa berinteraksi dan berkomunikasi adalah dengan
melakukan diskusi kelompok [3].
Dalam [8], kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk
mengkomunikasikan ide matematis kepada orang lain dengan cara berbicara
mengemukakan pendapat dengan bahasa sendiri dan menyusun suatu argumen,
kemudian menuangkan ide-ide atau mengekspresikan konsep matematika ke dalam
tulisan dengan memberikan jawaban dalam bentuk pengulangan. Standar komunikasi
matematis yang merupakan program pengajaran matematika memungkinkan siswa
untuk mampu: a) mengorganisir dan mengkonsolidasi pemikiran matematis mereka
melalui komunikasi; b) mengkomunikasikan pemikiran matematis secara koheren
(tersusun secara logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru dan orang lain; c)
menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematis dan strategis dari orang lain; d)
menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara
tepat. Kemampuan komunikasi siswa dapat diukur melalui beberapa aspek yang
diungkapkan [1] yaitu: a) menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan,
demonstrasi, dan melukisnya secara visual dalam tipe yang berbeda; b) memahami,
menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk
visual; c) mengkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam
representasi ide dan hubungannya.
Model pembelajaran auditory intellectually repetition (AIR) merupakan model
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa. Model pembelajaran ini menganggap suatu pembelajaran akan lebih
efektif apabila menekankan tiga hal, yaitu Auditory Intellectually dan Repetition.
Auditory merupakan pembelajaran melalui mendengar. [10] melaporkan pengolahan
pendengaran mengacu pada kemampuan otak untuk menghadiri, memahami dan
mengkodekan informasi dari pendengaran. Intellectually bermakna bahwa belajar
harus menggunakan kemampuan berpikir. Pertumbuhan intelektual harus diikuti
dengan rasa percaya diri untuk jujur dan benar-benar terlibat dalam berpikir serta
memiliki rasa penasaran sehingga memberi inisiasi untuk berinteraktif [5]. Repetition
diartikan sebagai pengulangan. Sebuah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang lebih
cepat diingat dalam otak. Dengan melakukan pengulangan dan latihan dapat
membangun dan memperkuat ingatan [9].
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 177
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Parongpong, Bandung Barat dengan cara
eksperimental yang melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas VII D (sebagai
kelompok eksperimen) dan kelas VII E (sebagai kelompok kontrol). J umlah siswa pada
kelas VII D adalah 34 orang dengan 16 orang laki-laki dan 18 perempuan, sedangkan
jumlah siswa pada kelas VII E adalah 37 orang dengan 19 orang laki-laki dan 18 orang
perempuan.
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
instrumen penelitian, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKS (Lembar Kerja
Siswa) dan materi ajar yaitu persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel.
Instrumen dibuat untuk mengevaluasi hasil belajar siswa dengan tujuan mengukur
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Instrumen yang digunakan
terdiri dari lima soal uraian yang sudah diuji kevaliditasannya terlebih dahulu kepada
siswa yang bukan merupakan sampel penelitian, sebelum instrumen tersebut diberikan
kepada seluruh sampel penelitian.
Kedua kelompok sampel diberikan tes sebelum pembelajaran dimulai yang
disebut pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa, dalam hal ini kemampuan
yang dimaksud ialah kemampuan komunikasi matematis. Kemudian kedua kelompok
sampel diberi perlakuan, di mana kelompok eksperimen diberi perlakuan model
pembelajaran AIR dan kelompok kontrol diberi perlakuan pembelajaran biasa. Pada
pembelajaran terakhir, diberikan tes akhir yang disebut posttest kepada kedua
kelompok sampel. Terhadap semua hasil yang diperoleh, maka dilakukan perhitungan
statistik.
Model Pembelajaran AIR
Pada kelompok sampel yang diberi perlakuan model pembelajaran AIR, siswa
diberikan penjelasan mengenai materi ajar terlebih dahulu. Selama pembelajaran
berlangsung, siswa diberi kesempatan untuk aktif dalam mendengarkan, berargumen,
bertanya maupun memberikan pendapat. Setelah itu, siswa dibagi kepada beberapa
kelompok yang kemudian diberikan masalah untuk diselesaikan. Siswa diberikan
kesempatan untuk berpikir dan mengkonstruk penyelesaian masalah. Kemudian untuk
melatih pemahaman, siswa diberikan kesempatan untuk mengkomunikasikannya
kepada teman satu kelompok ataupun di depan kelas. Dan pada akhir pembelajaran
siswa diberikan pengulangan berupa kuis atau tugas untuk mengingatkan kembali
akan pembelajaran yang telah dilakukan.
Analisis Statistik
Seluruh informasi data yang diperoleh, diolah dan dianalisisi. Dari data pretest
dan posttest diperoleh gain ternormalisasi dari kedua kelompok untuk mengetahui
peningkatan nilai masing-masing kelompok sampel terhadap kemampuan komunikasi
matematis siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Setelah itu dilakukan uji
normalitas dan uji homogenitas untuk mengetahui data terdistribusi normal dan
memiliki varians yang homogen. Kemudian dilakukan uji yang terakhir yaitu uji-t pada
tingkat signifikansi =0.05 untuk melihat perbedaan dua rata-rata signifikan antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 178
Hasil dan Diskusi
Tabel 1. Deskripsi statistik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen
Descriptive Statistics
Pre
test
Post
test
Gain
Ternormali
sai
Pre
test
Post
test
Gain
Ternor
malisasi
Mean 11.1 49.89 0.4385 10.4 61.76
0.58424
1
Std. Error of Mean 0.9 3.07 0.0329 1.2 4.04 0.04184
Std. Deviation 5.7 18.6 0.1998 7.1 23.6 0.24398
Variance 32.35 347.8 0.040 50.8 555.6 0.060
Skewness 0.5 0.35 0.527 1.3 0.06 0.168
Std. Error of Skewness 0.4 0.39 0.388 0.4 0.40 0.403
Kurtosis -0.9 -0.4 -0.263 1.8 -1.37 -1.399
Std. Error of Kurtosis 0.8 0.76 0.759 0.8 0.79 0.788
Minimum 2 22 0.17 0 22 0.22
Maximum 22 94 0.93 32 98 0.98
Tabel tersebut menunjukkan perubahan nilai siswa pada kedua kelompok
sampel. Berdasarkan hasil, dilihat dari rata-rata nilai pada kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol mengalami peningkatan yang cukup baik. Pada gain
ternormalisasi, ditunjukkan rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada
kelompok kontrol. Gambar 1 menyajikan diagram yang menunjukkan perbedaan
peningkatan pada kelompok ekperimen dan kontrol sebelum dan sesudah diberi
perlakuan.

Gambar 1. Perbedaan nilai siswa sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen.
Data gain ternormalisasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah data
terdistribusi normal atau tidak dan apakah data memiliki varians yang homogen atau
tidak dengan uji normalitas dan homogenitas. Hipotesis pada uji normalitas adalah H
0
:
data berdistribusi normal, akan ditolak apabila sig =0.05. Sedangkan hipotesis
pada uji homogenitas adalah H
0
: data memiliki varians yang homogen, akan ditolak
apabila sig. =0.05. Tabel 2 menunjukkan hasil dari uji normalitas dan homogenitas.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 179
Tabel 2. Uji normalitas dan uji homogenitas data kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen.

Kolmogorov-
Smirnov
Levene's Test for
Equality of Variances
Kelompok df Sig. F Sig.
Kontrol 37 0.173
Eksperimen 34 0.118
3.197 0.078
Signifikansi data yang diperoleh dari kedua kelompok sampel pada uji
normalitas dan homogenitas adalah besar dari = 0.05, sehingga H
0
dari uji
normalitas dan uji homogenitas diterima. Dengan kata lain, data berdistribusi normal
dan memiliki varians yang homogen.
Untuk mengetahui apakah model pembelajaran AIR memberikan pengaruh
terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah dengan
menggunakan uji-t. Hal ini dilakukan karena data yang diperoleh berdistribusi normal
dan homogen. Hipotesis pada uji-t yaitu H
0
: model pembelajaran AIR tidak
memberikan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik dari
pada model pembelajaran biasa. H
0
akan ditolak apabila sig. =0.05. Hasil uji-t pada
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil t-test
t-test for Equality of Means
Gain Equal Variances assumed
T -2.762
df. 69
Sig. (2 Tailed) 0.007
Mean Difference -0.14572091
Std. Error Difference 0.05275225
Signifikansi yang diperoleh adalah kecil dari = 0.05, sehingga H
0
dari hasil uji-t
tersebut ditolak.
Kesimpulan
Mengacu pada hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa model pembelajaran
auditory intellectually repetition (AIR) memberikan pengaruh yang lebih baik untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP.
Referensi
[1] C. Greenes dan L. Schulman, Communication Processes in Mathematical
Explorations and Investigation. Dalam Elliott, P. C. dan Kenney, M. J .,
Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Virginia: NCTM (1996)
[2] D. B. Forrest, Communication Theory Offers Insight into Mathematics Teachers
Talk, The Mathematics Educator 18(2), 23-32(2008)
[3] E. Zakaria, T. Solfitri, Y. Daud, dan Z. Z. Abidin, Effect of Cooperative Learning
on Secondary School Students Mathematics Achievement, J ournal of Creative
Education 4(2), 98-100(2013)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 180
[4] G. Anthony dan M. Walshaw, Characteristics of Effective Teaching of
Mathematics: A View from the West, J ournal of Mathematics Education 2(2),
147-164(2009)
[5] M. Noonan, An Inclusive Learning Initiative at Nui Maynooth: The Search for a
Model of Best Practice for Integrating Students With Intellectual Disabilty, The
Irish J ournal of Adult and Community Education 107-114(2012)
[6] M. Voskoglou, Application of the Centroid Technique for Measuring Learning
Skills, J ournal of Mathematical Sciences & Mathematics Education 8(2), 34-
45(2013)
[7] M. Voskoglou dan G. Kosyvas, Analyzing students difficulties in understanding
real numbers, J ournal of Research in Mathematics Education 1(3), 301-
336(2012)
[8] National Council of Teacher of Mathematics, Principles and Standards for School
Mathematics, Reston, 2000
[9] N. Cabaroglu, S. Basaran, J . Roberts, A Comparison Between The Occurrence
of Pauses, Repetitions and Recasts Under Conditions of Face-To-Face and
Computermediated Communication: A Preliminary Study, The Turkish Online
J ournal of Educational Technology 9(2), 14-23(2010)
[10] S. Anthony, J . Kleinow dan J . Bobiak, Narrative Ability Under Noisy Conditions in
Children With Low-Normal Auditory Processing Skills, Contemporary Issues in
Communication Science and Disorders 36, 5-13(2009)
[11] Q. Ainia, N. Kurniasih dan M. Sapti, Eksperimentasi Model Pembelajaran
Auditory Intellectually Repetition (AIR) terhadap Prestasi Belajar Matematika
Ditinjau dari Karakter Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri Se-Kecamatan
Kaligesing Tahun 2011/2012, Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika
dalam Membangun Karakter Guru dan Siswa 9-13(2012) ISBN: 978-979-16353-
8-7

Intan Relita Foloria Giawa
*

Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
intan.giawa@gmail.com
Kartini Hutagaol
Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
kartinih_smant@yahoo.com

Horasdia Saragih
Faculty of Sciences
Universitas Advent Indonesia
horasdiasaragih@gmail.com

*
Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 181
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa SMP Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Isa Bella*, Louise Saija, dan Horasdia Saragih
Abstrak
Kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa SMP dewasa ini masih
sangat rendah. Di Indonesia rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis
ini terlihat dari hasil ujian nasional yang diselenggarakan pemerintah dimana hasilnya
di bawah rata-rata yang diharapkan. Diperlukan suatu usaha untuk mengatasinya
Pada penelitian ini, model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw telah dicoba digunakan
untuk mengatasi rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa
SMP. Di dalam prosesnya model pembelajaran ini terdiri dari dua kelompok yaitu
kelompok asal dan kelompok ahli. Siswa kelompok asal diberi soal yang berbeda-beda
tingkat kesukarannya. Sementara kelompok ahli diberi soal yang sama tingkat
kesukarannya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini melibatkan seluruh siswa
untuk bekerja sama menyelesaikan masalah matematika sehingga meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan berdiskusi di kelompok.
Hal ini memupuk rasa tanggung jawab, kepercayaan diri, dan saling menghargai antar
siswa. Sampel pada penelitian ini adalah siswa SMP PGRI Lembang, dimana sampel
ini dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok ekperimen dan kontrol. Penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diterapkan pada kelompok eksperimen,
sementara kelompok kontrol diberi perlakuan pengajaran konvensional. Dari hasil
analisis data dengan menggunakan statistik uji-t pada tingkat signifikansi = 0,05
diperoleh bahwa model pengajaran dengan menggunakan tipe Jigsaw menghasilkan
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis lebih baik dibandingkan
dengan kelas kontrol yang menggunakan pengajaran konvensional. Mengacu kepada
hasil ini maka disimpulkan bahwa pengajaran model kooperatif tipe jigsaw digunakan
lebih baik dibandingkan pengajaran konvensional untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa SMP.
Kata-kata kunci:Pembelajaran kooperatif, Jigsaw,Kemampuan Pemecahan
Masalah ,Siswa SMP
Pendahuluan
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dewasa ini masih sangat
rendah [1]. Di Indonesia rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis ini
terlihat dari hasil ujian nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah dimana
hasilnya masih di bawah rata-rata yang diharapkan [2]. Bukan saja di Indonesia, hal
serupa juga terjadi di Filipina. Dari tahun 1995 sampai 2011, IEA (Asosiasi
Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan) telah melakukan TIMMS (Trends in
Mathematics and Science Study) dan melaporkan hasilnya bahwa pencapaian
matematis siswa di Filipina adalah 29% lebih rendah dari rata-rata. Hal ini dikarenakan
masih rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dinegara
tersebut [3].
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 182
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa ini, disebabkan
oleh karena guru kurang kreatif dalam mendesain tugas matematika yang melibatkan
kegiatan pemecahan masalah [1]. Guru harus melakukan banyak cara, khususnya
dalam penggunaan model pembelajaran di dalam kelas untuk membantu siswa
memecahkan masalah matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalahnya [4]. Ini perlu dilakukan mengingat bahwa pemecahan masalah merupakan
inti dari pelajaran matematika [5]. Model pembelajaran kooperatif tipe J igsaw
merupakan model pembelajaran yang telah dikembangkan dapat mengatasi
rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Uji coba penggunaan
pembelajaran kooperatif tipe J igsaw kepada siswa SMP menghasilkan kinerja
matematis yang lebih baik, oleh karena itu disarankan agar pengembang kurikulum
harus dilakukan sehingga mendorong para guru untuk menggunakan model
pembelajaran ini dalam mengajar matematika untuk mengatasi rendahnya
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa [6].
Pembelajaran koperatif tipe J igsaw memberikan kesempatan baik kepada siswa
untuk dapat belajar satu sama lain untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa karena dalam model pembelajaran ini siswa dikelompokan
secara heterogen [7]. Penerapan pembelajaran koopertaif model J igsaw pada siswa
SMP dapat mengatasi rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis [8].
Teori
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, awalnya dikembangkan oleh Eliot Aronson
pada tahun 1997 di Austin Texas, dianggap efektif dalam meningkatkan hasil
pendidikan yang positif [12]. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dapat
meminimalkan daya saing dalam lingkungan belajar dengan mendorong siswa untuk
bekerja sama, selain itu juga dilaporkan bahwa sikap siswa lebih positif terhadap
model pembelajaran ini, karena meningkatkan hubungan yang lebih positif antara
peserta atau anggota kelompok [9]. Semua studi menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw akan meningkatkan prestasi akademik pada siswa [10].

















A1A2A3

B1B2B3

C1C2C3

Kelompok

A3B3C3 A1B1C1

A2B2C2
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 183
Model pembelajaran kooperatif melatih keterampilan belajar siswa dan tingginya
kepercayaan diri dalam belajar. Keuntungan ini dalam kelompok model pembelajaran
kooperatif dapat dijelaskan oleh dua faktor [11]. Pertama, siswa merasa bahwa
mereka dapat mencapai lebih banyak belajar melalui metode ini , dan kedua ada
perbaikan dalam hubungan sosial antara siswa dan siswa dapat bebas mengeluarkan
pendapat mereka sehingga kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis antara siswa [11].
Pemecahan masalah adalah salah satu cara terbaik untuk melibatkan siswa
dalam operasi berpikir analisis, sintesis dan evaluasi yang dianggap sebagai
keterampilan kognitif tingkat tinggi [13]. Pemecahan masalah memiliki sejarah panjang
dan sukses dalam pendidikan matematika dan dihargai oleh banyak guru sebagai cara
untuk terlibat dan memfasilitasi pembelajaran dalam kelas mereka. Potensi manfaat
menggunakan pemecahan dalam matematika adalah dapat memperluas dan
mengembangkan pemikiran matematika siswa melampaui perolehan rutin teknik
terisolasi dan prosedur [14].
Pemecahan masalah melibatkan setidaknya tiga dimensi :
a. pengetahuan asal,
b. solusi menyelesaikan masalah, dan
c. karakteristik pemecah masalah.
Metode Penelitian
Sampel Penelitian
Pada penelitian ini jumlah anggota sampel 62 pada siswa SMP PGRI
Lembang, terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Untuk Sampel kontrol di kelas VII B dan kelompok eksperimen di kelas VII A. Kelas VII
B berjumlah 31 orang, laki-laki 17 orang (55%) dan perempuan 14 orang (45%) untuk
kelas VII A berjumlah 31 orang, laki-laki berjumlah 16 orang (52%) dan perempuan 15
orang (48%). Dibawah ini akan ditampilkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan
di SMP PGRI dengan materi Persamaan dan Pertidaksamaan Liniear Satu Variabel
pada kelompok kontrol dan kelompok ekperimen.
Desain Penelitian
Materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan pada penelitian ini adalah
persamaan dan pertidaksamaan linears satu variabel. Instrumen yang digunakan
untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa terdiri dari lima soal yang
sudah diuji kevaliditasnya. Soal-soal yang dibuat disesuaikan dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator kemampuan pemecahan masalah
matematis. Instrumen tersebut diberikan kepada siswa sebelum perlakuan dilakukan
(pretest) dan sesudah perlakuan (postest). Selama penelitian kelompok eksperimen
akan diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sedangkan kelompok
kontrol diberi pembelajaran biasa.
Jigsaw
Terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok
asal adalah kelompok yang heterogen sedangkan kelompok ahli kelompok yang
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 184
memiliki tingkat kemampuan yang sama. Di kelompok asal diberikan soal yang
berbeda-beda dan setiap kelompok diberikan tanggung jawab untuk menjadi anggota
kelompok ahli.
Hasil dan Diskusi
Tabel 1. Deskritif statistik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
Kelompok Kontrol
Kelompok
Eksperimen
Descriptive Statistics
Pretest Posttest Pretest Posttest
Mean 18.9677 50.0645 17.4194 62.5161
Std. Error of Mean
1.44838 2.52724 1.596221 1.46344
Std. Deviation
8.06426 14.07109 8.88735 8.14809
Variance 65.032 197.996 78.985 66.391
Skewness 0.518 -0.062 0.893 0.594
Std. Error of Skewness
0.421 0.421 0.421 0.421
Kurtosis -0.428 0.596 -0.448 0.806
Std. Error of Kurtosis
0.821 0.821 0.821 0.821
Minimum 8.00 16.00 10.00 48.00
Maximum 38.00 84.00 38.00 86.00
Tabel 2. Deskriptif statistik gain ternormalisasi kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen.
Gain Ternormalisasi
Descriptive Statistics
Kel.
Kontrol
Kel.
Eksperimen
Mean 0.3848 0.5462
Std. Error of Mean 0.02838 0.01605
Std. Deviation 0.15803 0.8938
Variance 0.025 0.008
Skewness 0.286 0.309
Std. Error of Skewness
0.421 0.821
Kurtosis 0.143 1.386
Std. Error of Kurtosis 0.821 0.821
Minimum 0.05 0.35
Maximum 0.78 0.80

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 185
Tabel 3. Uji normalitas distribusi data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dan
uji homogenitas
Kolmogorov-Smirnov
Levene's Test for
Equality of Variances
Kelompok Df Sig. F Sig.
Kontrol
31 0.112
Eksperimen
31 0.113
9.211 0.200
Tabel 4. Hasil t-test dengan varians yang tidak sama.
t-test for Equality of Means
Gain
Equal Variances not
assumed
T -4.950
df. 47.412
Sig. (2 Tailed) 0.000
Mean Difference -0.16142032
Std. Error Difference 0.03260875
Kesimpulan
Mengacu pada data hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw memberikan pengaruh yang lebih baik untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Direktorat J endral
Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana yang diberikan untuk melaksanakan
penelitian ini, kepada Universitas Advent Indonesia yang atas bantuan dana diberikan
kepasa penulis untuk mengikuti seminar kontribusi fisika (SKF) 2013 sebagai
pembicara, dan dosen pembimbing atas saran dan masukan yang membangun.
Referensi
[1] Fernandez, F., Llinares, S., & Valls, J ., (2013). Primary school teachers noticing
of students mathematical thinking in problem solving. J ournal of The
Mathematics Enthusiast , ISSN 1551-3440, Vol. 10, nos.1&2, pp.441-468 2013.
[2] Zakaria, E., Solfitri, T., Daud, T., & Abidin, Z. Z., (2012). Effect of Cooperative
Learning on Secondary School Students Mathematics Achievement. J ournal of
Creative Education 2013. Vol.4, No.2, 98-100.
[3] Trance, C. J . N., (2013). Process Inquiry: Analysis of Oral Problem-Solving Skills
in Mathematics of Engineering Students. J ournal of US-China Education Review
A, ISSN 2161-623X February 2013, Vol. 3, No. 2, 73-82.
[4] Lynch, K., & Star, J .R., (2013). Teachers' views about multiple strategies in
middle and high school mathematics: Perceived advantages, disadvantages, and
reported instructional practices. Mathematical Thinking and Learning.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 186
[5] Ozdemir, S., & Reis, A. Z., (2013). The effect of Dynamic and Interactive
Mathematics Learning Environments (DIMLE), supporting multiple
representations, on perceptions of elementary mathematics pre-service teachers
in problem solving process. Mevlana International J ournal of Education (MIJ E)
Vol. 3(3), Special Issue: Dynamic and Interactive Mathematics Learning
Environment pp.85-94, 01 J uly, 2013
[6] Mbacho, W. N., & Changeiywo, M. J ., (2013). Effects of J igsaw Cooperative
Learning Strategy on Students Achievement by Gender Differences in Secondary
School Mathematics in Laikipia East District, Kenya. J ournal of Education and
Practice, Vol.4, No.16, 2013.
[7] Goodell, S. L., Cooke, K. N., & Ash, L. S., (2013). Cooperative Learning Through
In-Class Team Work: An Approach to Classroom Instruction in a Life Cycle
Nutrition Course. NACTA J ournal J une 2012.
[8] Gocer, A., (2010). A comparative research on the effectivity of cooperative
learning method and jigsaw technique on teaching literary genres. J ournal oF
Educational Research and Reviews Vol. 5(8), pp. 439-445.
[9] Tran, V. D., & Lewis, R. R., (2012). The Effects of Jigsaw Learning on Students
Attitudes in a Vietnamese Higher Education Classroom. International J ournal of
Higher Education Vol. 1, No. 2; 2012.
[10] Fini, S. A. A., Zainalipour, H., & J amri, M., (2012). An Investigation into the Effect
of Cooperative Learning with Focus on J igsaw Technique on the Academic
achievement of 2nd-Grade Middle School Students. J ournal of Life Science and
Biomedicine, J . Life Sci. Biomed. 2(2): 21-24, 2012.
[11] Senguil, S., & Katranci, Y., (2012). Teaching the Subject Sets with the
Dissociation and Re-Association (Jigsaw). International Online J ournal of
Educational Sciences, 2012, 4(1), 1-18.
[12] Meng, J ., (2010). Jigsaw Cooperative Learning in English Reading. J ournal of
Language Teaching and Research, Vol. 1, No. 4, pp. 501-504, J uly 2010
[13] Taale, D., K., (2011). Improving physics problem solving skills of students of
Somanya Senior High Secondary Technical School in the Yilo Krobo District of
Eastern Region of Ghana. J ournal of Education and Practice, Vol 2, No 6, 2011.
[14] Windsor, W., (2011). How problem solving can develop an algebraic perspective
of mathematics. APMC 16 (4) 2011.


Isa Bella
*
, ouise M. Saija, Horasdia Saragih
Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
Isabella.hamid@gmail.com
louise_saija@yahoo.com
horasdiasaragih@gmail.com





*
Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 187
Analisis Fraktal Tekstur Tanah Gambut dengan
Menggunakan Metode Minkowski-Bouligand
Joko Sampurno, Azrul Azwar, Fourier Dzar Eljabbar Latief,
dan Wahyu Srigutomo

Abstrak
Penelitian ini membahas tentang analisis fraktal pada tekstur tanah gambut. Objek
utama yang dijadikan tinjauan adalah distribusi bentuk pori pada sampel batuan. Hasil
pengolahan data dengan menggunakan program analisis fraktal yang dibuat dengan
metode Minkowski-Bouligand menunjukan bahwa seluruh kontur permukaan segmen
tanah gambut berkelakuan sebagai fraktal dengan dimensi bervariasi antara 1,64
hingga 1,90. Rentang nilai dimensi ini menunjukan bahwa tingkat keteraturan tekstur
segmen tanah gambut seluruh sampel bervariasi. Tingkat keteraturan pola tekstur
seluruh segmen tanah gambut dari yang paling teratur hingga yang paling tidak teratur
secara berturut-turut adalah L5, L3, L2, L4 dan L1.
Kata Kunci: Fraktal; Tanah Gambut; Minkowski-Bouligand
Pendahuluan
Konsep fraktal telah diaplikasikan dalam banyak bidang diantaranya untuk
mempelajari susunan spasial suatu objek [1][2], turbulensi[3], dan geologi [4][5].
Dalam ilmu tanah, konsep fraktal telah diaplikasikan untuk menganalisis distribusi
ukuran pori dan partikel tanah [6][7][8], gambar irisan tipis tanah[9], analisis struktur
tanah liat [10], struktur pori dan matrik suatu media berpori di alam [11], kekuatan
permukaan [12] dan variabilitas spasial properti tanah[13][4]. Posadas dkk,[14] berhasil
memperlihatkan bahwa parameter multifraktal dapat mengkuantifikasi susunan spasial
pori-pori tanah sehingga dapat digunakan untuk mengklasifikasikan sturktur tanah.
Pada penelitian ini metode analisis fraktal akan diaplikasikan pada tekstur dari
tanah gambut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pola fraktal tekstur pori yang
muncul pada tanah gambut sekaligus menghitung dimensinya. Dengan mengetahui
nilai dimensi fraktalnya dapat dianalisis perilaku distribusi tekstur pori pada tanah
gambut tersebut.
Metodologi
Objek penelitian ini adalah sampel tanah gambut yang diambil di wilayah
Pontianak, Kalimantan Barat tepatnya di posisi koordinat (0 4' 2.27" S, 109 18'
48.59"E). Sampel tanah gambut ini berada di kedalaman 30cm dari permukaan.
Sampel yang diambil adalah sampel yang berupa tanah gambut murni. Sampel ini
dibuat dalam bentuk kubus dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm. Sampel ini dikeringkan
selama 7 hari agar tidak ada lagi kandungan air di dalamnya. Sampel yang digunakan
akan direkonstruksi menjadi data digital dengan menggunakan perangkat pemindai
micro computerized tomography (CT Scanner) untuk menghasilkan gambar profil 3D.
Gambar profil ini akan ditampilkan dalam skala gryscale dengan ukuran 220 x 220 x
220 pixel.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 188
Dari gambar 3D ini diambil lima buah segmentasi 2D yang dianggap mewakili
struktur secara keseluruhan dari bagian bawah hingga bagian atas secara berturut-
turut (L1 - L5). Masing-masing gambar 2D ini memiliki ukuran 220 x 220 pixel (Gambar
2). Kumpulan gambar 2D inilah yang kemudian akan dianalisis menggunakan metode
fraktal.

Gambar 1. Citra 2D segmen tanah gambut yang ditinjau.
Objek yang akan diteliti adalah distribusi tekstur pori tanah gambut. Agar
diketahui distribusi tekstur porinya, masing-masing profil pada Gambar 1 akan
ditreshold menggunakan Metode Canny [15] untuk mendapatkan gambar tekstur
dalam bentuk biner (Gambar 2). Gambar binner ini berfungsi untuk membedakan
antara batas tepi pori dan latar belakangnya. Setiap daerah batas tepi pori akan diberi
nilai pixel 256 (putih) dan selainya akan diberi nilai pixel 0 (hitam). Gambar binner
inilah yang akan dianalisis.
Untuk menghitung dimensi gambar biner yang akan dianalisis, diasumsikan
gambar biner ini diletakan pada suatu luasan yang digrid merata. Kemudian dihitung
berapa banyak kotak yang diperlukan untuk menutup daerah yang berwarna putih
(bernilai satu). Dimensi fraktal dihitung dengan melihat seberapa jumlah kotak
tersebut berubah ketika ukuran kotaknya diperkecil. Misalkan N () adalah jumlah
kotak dengan panjang sisi yang diperlukan untuk menutup bidang. Maka dimensi
fraktal didefinisikan sebagai:
0
log
lim
1
log
N
D
c
c
c

| |
|
|
=
| |
|
|
|
\ .
\ .
. (1)
dimana :
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 189
N
c
: jumlah kotak yang memiliki panjang sisi yang menutupi daerah sisi fraktal
D: Dimensi fraktal yang dihitung dengan metode Minkowski-Bouligand

Hasil dan diskusi
Hasil pengolahan citra masukan menjadi gambar binner diperlihatkan pada
Gambar 2.

Gambar 2. Tekstur segmen tanah gambut yang ditinjau.
Dengan menggunakan program analisis fraktal yang telah dibuat berdasarkan
pada metode minkowski-bouligand didapat data log jumlah kotak terhadap log ukuran
kotak. Dengan menggunakan metode regresi linear didapatkan kurva linear yang
mewakili distribusi data tersebut untuk masing-masing segmen sebagaimana
ditampilkan pada Gambar 3.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 190

Gambar 3. Hasil Pengolahan Data.
Dari Gambar 3. dapat dilihat bahwa log-log plot jumlah kotak vs. ukuran kotak
seluruh segmen tanah gambut membentuk kurva linear. Dari sifat ini dapat
disimpulkan bahwa seluruh tekstur pori tanah gambut yang ditinjau berkelakuan
sebagai fraktal. Dimensi fraktal (D) segmen tanah gambut dihitung berdasarkan
kemiringan masing-masing kurva. Nilai dimensi fraktal untuk seluruh segmen dapat
dilihat pada Tabel 1.
Table 1. Nilai dimensi fraktal dan intercept seluruh segmen (L1-L5).
Segmen
ke-
1 2 3 4 5
D 1.64 1,76 1,79 1,74 1.90

Pada analisis ini, tekstur yang didapatkan dari pengolahan citra menggunakan
Metode Cany merupakan tekstur gabungan antara batas tepi pori dan batas tepi matrik
yang berlainan tingkat kepadatannya. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 1 dan Gambar
2. Pada penelitian yang akan datang, akan ditinjau secara khusus tekstur pori dari
tanah gambut tersebut.
Gonzales-Barron dan Butler [16] menyatakan bahwa nilai dimensi fraktal suatu
tekstur yang semakin rendah menunjukan bahwa tektur tersebut semakin heterogen
bentuknya. Sebaliknya, nilai dimensi fraktal suatu tekstur yang semakin tinggi
menunjukan semakin homogen bentuk tekstur tersebut. Dari Tabel 1 dapat diketahui
bahwa permukaan yang paling beraturan dimiliki oleh L5 dimana nilai dimensinya
paling besar (D=1,9), sedangkan permukaan paling tidak beraturan adalah L1 karena
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 191
segmen ini memiliki dimensi terkecil (D=1,64). Segmen 2, 3, dan 4 memiliki distribusi
tekstur yang hampir sama. Hal ini ditunjukan dengan nilai dimensi fraktal yang
berdekatan (1,76, 1,79, dan 1,74).
Dari seluruh segmen tanah gambut yang ditinjau, masing-masing segmen
memiliki tekstur yang bervariasi. Tingkat keteraturan pola tekstur seluruh segmen
tanah gambut dari yang paling teratur hingga yang paling tidak teratur secara berturut-
turut adalah L5, L3, L2, L4 dan L1.
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seluruh tekstur segmen tanah
gambut yang ditinjau berkelakuan sebagai fraktal. Nilai dimensi fraktal seluruh segmen
bervariasi antara 1.64 hingga 1,90. Rentang nilai dimensi ini menunjukan bahwa
tingkat keteraturan tekstur segmen tanah gambut seluruh sampel bervariasi. Tingkat
keteraturan pola tekstur seluruh segmen tanah gambut dari yang paling teratur hingga
yang paling tidak teratur secara berturut-turut adalah L5, L3, L2, L4 dan L1.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terimakasih atas dana yang diberikan oleh Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui DIPA Universitas Tanjungpura:
DIPA-023.04.2.415134/2013, tanggal 1 Mei 2013, Sesuai SPK Nomor
6246/UN22.13/LK/2013, tanggal 10 Mei 2013.
Referensi
[1] Evertsz, C.J.G., and B.B. Mandelbrot. 1992. Multifractal measures. p. 921953. In
H.-O. Peitgen et al. (ed.). Chaos and Fractals. New Frontiers of Science.
Springer-Verlag, New York.
[2] Cheng, Q., and F.P. Agterberg. 1996. Multifractal modeling and spatial statistics.
Math. Geol. 28:116
[3] Meneveau, C., and K.R. Sreenivisan. 1991. The multifractal nature of turbulent
energy dissipation. J. Fluid Mech. 224:429484
[4] Muller, J., and J.L. McCauley. 1992. Implication of fractal geometry for fluid flow
properties of sedimentary rocks. Transp. Porous Media 8:133147
[5] Cheng, Q., and F.P. Agterberg. 1996. Multifractal modeling and spatial statistics.
Math. Geol. 28:116
[6] Caniego, F.J., M.A. Martn, and F. San Jos. 2001. Singularity features of pore-
size soil distribution: Singularity strength analysis and entropy spectrum. Fractals
9:305316
[7] Posadas, A., D. Gimnez, M. Bittelli, C.M.P. Vaz, and M. Flury. 2001. Multifractal
characterization of soil particle-size distributions. Soil Sci. Soc. Am. J. 65:1361
1367
[8] Martn, M.A., and E. Montero. 2002. Laser diffraction and multifractal analysis for
the characterization of dry soil volume-size distribution. Soil Tillage Res. 64:113
123
[9] Zhou, H., E. Perfect, Y. Z. Lu, B. G. Li And X. H. Peng, 2011, Multifractal
Analyses Of Grayscale And Binary Soil Thin Section Images, Fractals, Vol. 19,
No. 3.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 192
[10] Tarquis, A.M., K.J. McInnes, J.R. Key, A. Saa, M.R. Garca, M.C. Daz,
Multiscaling analysis in a structured clay soil using 2D images, Journal of
Hydrology 322 (2006) 236246.
[11] Dathe, A., Ana M. Tarquis, Edith Perrier, Multifractal analysis of the pore- and
solid-phases in binary two-dimensional images of natural porous structures,
Geoderma 134 (2006) 318326
[12] Folorunso, O.A., C.E. Puente, D.E. Rolston, and J.E. Pinzon. 1994. Statistical and
fractal evaluation of the spatial characteristics of soil surface strength. Soil Sci.
Soc. Am. J. 58:284294
[13] Kravchenko, A., C.W. Boast, and D.G. Bullock. 1999. Multifractal analysis of soil
spatial variability. Agron. J. 91:10331041
[14] Posadas, A., Daniel Gimnez, Roberto Quiroz, and Richard Protz, Multifractal
Characterization Of Soil Pore Systems, Soil Sci. Soc. Am. J., Vol. 67, Sept.Oct.
2003
[15] Canny, John, "A Computational Approach to Edge Detection," IEEE Transactions
on Pattern Analysis and Machine Intelligence,Vol. PAMI-8, No. 6, 1986, pp. 679-
698.
[16] Gonzales-Barron, U., Butler, F., Fractal texture analysis of bread crumb digital
images, Eur Food Res Technol (2008) 226:72172


Joko Sampurno*)
Jurusan Fisika
FMIPA Universitas Tanjungpura
e-mail : jokosampurno@mipa.untan.ac.id

Azrul Azwar

FMIPA Universitas Tanjungpura
e-mail : jokosampurno@mipa.untan.ac.id

Fourier Dzar Eljabbar Latief
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
e-mail : fourier@fi.itb.ac.id

Wahyu Srigutomo

Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
e-mail : wahyu@fi.itb.ac.id


*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 193
Simulasi Penentuan Material Heatsink Sebagai Pendingin
Graphic Processing Unit (GPU) dengan Menggunakan
Comsol
J uan Prahamma Hartjamt*, Renadi Permana Kusumawiangga,
dan Suprijadi Haryono
Abstrak
Dengan semakin bertambahnya kecepatan GPU (Graphic Processing unit), panas
yang dihasilkan GPU semakin tinggi. Oleh karena itu dibutuhkan pendinginan yang
memadai agar GPU dapat bekerja secara optimal. Salah satu pendingin yang
digunakan adalah heatsink, material yang umum digunakan untuk heatsink adalah
allumunium 1050A. Dengan menggunakan modul heat transfer in solid pada COMSOL
beserta geometri heatsink berbentuk sirip, dapat diperoleh distribusi penyebaran
temperatur yang bergantung pada jenis material. Pada tulisan ini dilakukan simulasi
dengan menggunakan material allumunium dengan grade yang berbeda, besi,
tembaga, baja dan emas.
Kata-kata kunci: GPU, Heatsink, Heat Transfer
Pendahuluan
Perpindahan panas atau heat transfer merupakan proses termal yang
mempelajari proses menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah panas,
dan menukarkan panas dalam sistem fisis. Proses ini diklasifikasikan menjadi
konduktivitas termal, konveksi termal, radiasi termal, dan perpindahan panas melalui
perubahan fasa [1]. Proses inilah yang terjadi pada GPU (Graphics Processing Unit)
dan heatsink.
COMSOL memberikan proses pembelajaran mengenai perpindahan panas
pada GPU ini berupa simulasi dalam bentuk 1D, 2D, maupun 3D dengan analisis finite
element[2]. Material-material yang digunakan, terutama Aluminium, dipakai sebagai
meterial uji dimana terdapat koefisien-koefisien yang berpengaruh[3] kemudian akan
dibandingkan harganya pasarannya[4].
Eksperimen
COMSOL menyediakan simulasi untuk pembelajaran mengenai perpindahan
panas dengan membentuk geometeri alat atau struktur model untuk diuji, menentukan
material yang akan diuji, menentukan modul yang akan digunakan yakni heat transfer
in solids, kemudian menentukan parameter yang akan diproses, terakhir meng-
compute langkah-langkah yang telah diatur.
Geometri bentuk model didesain secara sederhana layaknya GPU dengan
heatsink yang menempel diatasnya seperti pada Gambar 1.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 194

Gambar 1. Betuk geometri heatsink (kiri) dan GPU (kanan).
Material-material yang digunakan adalah emas, berlian Alloy 1050, Alloy 6031,
Alloy 6063, Berlian, Emas, Polycarbonate, Stainless steel, Tembaga, Titanium dan
silkon sebagai material dari GPU sendiri. Material-material ini memiliki koefisien-
koefisien yang dibutuhkan untuk melakukan proses heat transfer yang dilakukan
dengan metode finite element dan sudah terlampir dalam COMSOL .
Modul heat transfer in solids dipilih untuk mengetahui proses yang dilakukan.
Dengan rumus
( )
p p
T
T k T Q
t
C C

u
, (1)
tot
Q
V
P

, (2)
untuk proses heat transfer dan
) ( ) ( T T h T k n
ext
, (3)
sebagai proses convective cooling dan heat insulation. Rumus 1,2 dan, 3 diubah
menjadi numerik oleh COMSOL sendiri secara otomatis.
Pada sub-modul dipilih heat source yang menentukan daya yang akan dikenai
kerja pada bentuk geometri GPU dengan material silikon yang akan menghasilkan
temperature tinggi. Kemudian sub-modul convective cooling dipilih untuk
menyesuaikan kondisi ruangan ber-AC yaitu 17
o
C dengan koefisen heat transfernya 5
W/(m
2
.K) yang menjadi penyesuaian dari model terhadap udara ruangan secara
konveksi. Proses penyebaran ditunjukan pada Gambar 2.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 195

Gambar 2. Arah rambat persebaran panas pada model.
Semua parameter yang disusun kemudian di-compute secara stasioner dan
juga berdasarkan waktu (time dependent). Hasil yang diperoleh secara 3D dan 2D
akan berupa video (time dependent) dan gambar proses linear. Di tampilkan pula plot
grafik persebaran panasnya.

Hasil dan diskusi
Hasil proses compute COMSOL menghasilkan tampilan berupa model berwarna
yang merepresentasikan temperatur secara stasioner (Gambar 3). Secara khusus, tiga
material yang menarik yang akan didiskusikan adalah poycarbonate, berlian, dan Alloy
1050.

Gambar 3. Hasil pemodelan heat transfer semua material yang diuji. Dari kiri atas
kekanan emas, berlian Alloy 1050, Alloy 6031, Alloy 6063, Berlian, Emas, dan kiri
bawah ke kanan Polycarbonate, Stainless steel, Tembaga, Titanium.
Pada pemodelan heatsink dengan material polycarbonate terlihat heat transfer
yang tidak merata dan juga plot data penyebaran panasnya dari bawah ke atas secara
vertikal dengan koordinat sumbu y maksimum 650
o
C di bagian yang menempel GPU
dan dan 17
o
C pada bagian teratas heatsink (Gambar 4).
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 196

Gambar 4. Pemodelan dengan heatsink bermaterial polycarbonate..

Gambar 5. Grafik persebaran panas secara vertikal arc length vs temperatur
polycarbonate.
Hasil pemodelan dengan material terbaik adalah heatsink menggunakan
material berlian seperti pada Gambar 6 beserta dengan persebaran panasnya secara
vertikal dengan suhu dibagian yang menempel pada GPU 87.25
o
C dan bagian teratas
heatsink 86.25
o
C, simulasi dilakukan secara stasioner.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 197

Gambar 6. Pemodelan dengan heatsink bermaterial berlian.

Gambar 7. grafik plot persebaran panas secara vertikal arc length vs temperatur
berlian.
Bila dibandingkan harga material, berlian jauh lebih mahal dari material-material
lain [4] (harga berubah sesuai dengan nilai mata uang dunia).
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 198
Karena umumnya GPU menggunakan heatsink Alloy 1050. Hasil Pemodelan ini
(Gambar 8) dilakukan seperti pemodelan pada polycarbonate dan berlian berikut
dengan stasioner.

Gambar 8. Pemodelan dengan heatsink bermaterial Alloy 1050.

Gambar 9. grafik persebaran panas secara vertikal arc length vs temperatur Alloy 1050.
Pada Gambar 10, persebaran panas yang digambarkan dengan grafik waktu vs
temperatur. Terdapat pita-pita yang berjajar membentuk grafik persebaran panas yang
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 199
menunjukan bagian bawah suatu pita merupakan bagian heatsink yang bersentuhan
dengan GPU dan bagian atas pita yang merupakan bagian atas heatsink. Yang
memanas membentuk grafik peningkatan suhu digambarkan dengan plot temperatur
vs waktu (time dependent) selama 10 detik dan suhu maksimum pada koordinat
sumbu y 48
o
C


Gambar 10. Pemodelan dengan heatsink bermaterial Alloy 1050 beserta grafik
persebaran panas secara vertikal arc length vs temperatur dan grafik waktu vs
temperatur.
Material lain memiliki suhu akhir lebih tinggi bila dibandingkan dengan Alloy
1050.
Kesimpulan
Alloy 1050 merupakan material dengan heat transfer yang baik dan harga yang
cukup terjangkau [4] dibandingkan dengan material uji yang lain.
Ucapan terima kasih
Terima kasih banyak untuk Habibi S.Si dan Yangki Sulaeman yang telah
mengajari penggunaan COMSOL. Serta Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013
yang memberi kesempatan mempresentasikan hasil studi ini.
Referensi
[1] Kontributor Wikipedia, "Heat Transfer", Wikipedia, Ensiklopedi Bebas, 5
Desember 2013, 00:26 UTC [diakses 10 Desember 2013]
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 200
[2] COMSOL 4.3, Introduction to Heat Transfer Module, update Mei 2012, URL
http://www.comsol.com/model/download/142935/IntroductionToHeatTransferMod
ule.pdf [accessed 10 December 2013]
[3] Alumatter, Alu select Physical and Elastic Properties, update 2012, URL
http://aluminium.matter.org.uk/aluselect/03_physical_browse.asp [accessed 10
December 2013]
[4] TIIMarketEYE, update 2013, URL http://www.ttiinc.com/page/ME_Materials
[accessed 10 December 2013]


J uan Prahamma Hartjamt*
Physics Departement
Institut Teknologi Bandung
juanprahamma@gmail.com
Renadi Permana Kusumawiangga
Physics Departement
Institut Teknologi Bandung
reykardon@gmail.com
Suprijadi Haryono
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
suprijadi@fi.itb.ac.id
*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 201
Aktivitas Antimikrobial Nanopartikel Zinc Oxide (ZnO)
pada Strain Staphylococcus Aureus
Kapas Fernando Pasaribu*, Donn Richard Ricky dan Horasdia Saragih
Abstrak
Resistensi bakteri terhadap antimikroba terjadi sangat cepat akhir-akhir ini.
Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan strain bakteri yang memiliki
kemampuan resistensi tinggi. Ragam penyakit seperti: diare, dehidrasi, mastitis,
osteomyelitis dan endokarditis dapat disebabkan oleh S. aureus. S. aureus merupakan
golongan bakteri gram positif yang memiliki membran luar yang tebal sehingga
resisten terhadap penicillin. Kemampuan resistensi S. aureus dapat menghambat
tubuh dalam proses pembentukan antibodi tubuh hingga kematian. Zinc Oxide (ZnO)
adalah suatu material yang mampu menghasilkan OH
*
, O
2
*
dan H
2
O
2
yang mampu
merusak membran sel mikroorganisme sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif
baru untuk membasmi bakteri S. Aureus. Jumlah OH
*
, O
2
*
dan H
2
O
2
yang dihasilkan
oleh ZnO sangat tinggi ketika ukurannya berada pada orde nanometer. ZnO berukuran
nanometer (nanopartikel ZnO) telah berhasil difabrikasi dengan menggunakan reaktor
mikro. Polimer polyvinylpyrrolidone (PVP) digunakan sebagai material pengkapsulasi.
Ukuran nanopartikel ZnO divariasikan dengan memvariasikan konsentrasi PVP.
Ragam ukuran nanopartikel ZnO yang difabrikasi, secara invitro dengan media blood
agar menggunakan metode difusi cakram di petridish, telah diuji untuk membasmi
bakteri S. Aureus. Pengujian dilakukan selama 48 jam di dalam inkubator pada
temperatur 37C. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa semakin kecil ukuran
nanopartikel ZnO semakin efektif menghambat perkembangan S. Aureus.
Kata-kata kunci: antibakteri, blood agar, difusi cakram, in vitro, S. aureus, nanopartikel
ZnO.
Pendahuluan
Metal oksida merupakan material yang memiliki sifat antibakteria oleh karena
mampu menghasilkan OH
*
, O
2
-*
dan H
2
O
2
ketika terpapar sinar ultraviolet ataupun
sinar tampak [1,2,3,4]. OH
*
, O
2
-*
dan H
2
O
2
yang dihasilkan secara efektif mampu
merusak membran sel mikroorganisme. Zinc oksida (ZnO) merupakan material oksida
yang memiliki toksisitas rendah sehingga aman digunakan sebagai antibakteria
terhadap mikroorganisme patogen [5,6]. Namun dalam ukuran makro, ZnO
menghasilkan jumlah OH
*
, O
2
-*
dan H
2
O
2
yang sedikit sehingga memiliki aktivitas
antibakteria yang rendah.
Pada penelitian ini bakteri S. aureus digunakan sebagai subjek untuk menguji
aktivitas antibakeri nanopartikel ZnO. S. aureus merupakan salah satu bakteri yang
paling banyak merugikan manusia karena memiliki daya resisten terhadap penicillin
dalam bentuk kista. Zaoutis et al. [7] melaporkan bahwa kontak kulit, pemakaian benda
bersama, dan kurangnya kebersihan personal dapat mengakibatkan kontaminasi
penyebaran S. aureus. Beberapa ragam penyakit dapat ditimbulkan oleh S. aureus
seperti: diare, dehidrasi, mastitis, osteomyelitis, endokarditis dan cystic fibrosis [8].
Perez et al. [9] menginvestigasi bahwa S. aureus merupakan golongan bakteri gram
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 202
positif yang menghasilkan cytotoxin dan resisten terhadap penicillin. S. aureus juga
memiliki sifat hemolytic yang mampu menghancurkan sel darah merah hospes. Sifat
resistensi S. aureus dapat menghambat proses regenerasi sel di dalam tubuh hingga
kematian pada hospes.
Sifat hemolytic dan tingginya resistensi terhadap penicillin mikroorganisme S.
aureus sebagaimana diterangkan di atas menyebabkan sulitnya ragam penyakit yang
muncul untuk diatasi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu zat yang memiliki sifat
antibakteria, sehingga dapat menghambat aktivitas S. aureus dengan efektif. Ukuran
partikel ZnO yang direkayasa dalam orde nanometer dengan menggunakan metode
mikroreaktor berpotensi besar dalam menghambat pertumbuhan S. aureus.
Eksperimen
Zinc chloride (ZnCl2), sodium hydroxide (NaOH) dan aquadest (H2O) digunakan
sebagai prekursor yang dilarutkan ke dalam Etanol. Polyvinylpyrrolidone (PVP)
digunakan sebagai material pengkapsulasi untuk meminiaturisasi material ZnO ke orde
nanometer. Seluruh bahan-bahan tersebut diperoleh dari Merck dan digunakan
langsung tanpa purifikasi. Nanopartikel ZnO difabrikasi menggunakan metode bottom-
up menggunakan reaktor mikro berbentuk tabung. ZnCl2 (10 mM), NaOH (16 mM),
dan H2O (1000 mM) dilarutkan masing-masing ke dalam 200 mL ethanol. Ukuran
nanopartikel ZnO divariasi dengan menggunakan larutan polimer PVP pada
konsentrasi yang berbeda (1g; 3g; 5g yang dilarutkan ke dalam 100 mL larutan
ethanol). Larutan ZnCl2, NaOH, H2O dan PVP dialirkan secara bersamaan ke dalam
reaktor mikro (Gambar 1).
Pola alir molekul cair dalam tabung reaktor mikro dimanfaatkan pada proses
pencampuran dan reaksi, sehingga menghasilkan material hasil reaksi yang homogen.
Proses pemanasan dibantu dengan menggunakan lampu pemanas pada temperatur
40C, hal ini diperlukan sehingga proses pemutusan ikatan Zn(OH)2 menjadi ZnO dan
H2O dapat terjadi. Nanokoloid ZnO berpelarut etanol yang dihasilkan oleh reaktor
mikro kemudian dievaporasi menggunakan evaporator. Reaksi kimia dalam proses
fabrikasi ZnO secara sederhana adalah sebagai berikut:
nZnCl
2
+2nNaOH +lH
2
O Zn
2+
n
(OH
-
)
m
(H
2
O)
l
Cl
-
k
+(2n-k)Cl
-

+(2n-m)OH
-
+2nNa
+
nZnO +(l+n)H
2
O +2nNaCl.
Zn(OH)
2
ZnO +H
2
O

Gambar 1. Skema tabung reaktor mikro yang digunakan pada fabrikasi nanopartikel
ZnO.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 203
Aktivitas antibakteria nanopartikel ZnO diuji dengan metode difusi cakram
menggunakan suspensi bakteria S. aureus pada media blood agar (99,9%; Sigma-
Aldrich). Kultur S. aureus diperoleh dari Sanbe Farma. Cotton bud digunakan untuk
menyebarkan bakteri pada media setelah dicelupkan ke dalam suspensi S. aureus.
Bakteri disebarkan dengan metode garis pada blood agar di petri dish steril. Kertas
cakram direndam ke dalam ragam cairan nanopartikel ZnO dengan ukuran yang
berbeda dan dibagi ke dalam 3 kelompok di petri dish. Nanopartikel ZnO pada media S.
aureus diinkubasikan pada temperatur 37C selama 48 jam.
Aktivitas antibakteri diuji melalui ukuran zona inhibisi S. aureus. Zona inhibisi
merupakan daerah yang menunjukkan fenomena daya hambat suatu material dalam
menekan pertumbuhan mikroorganisme. Zona inhibisi diukur dengan menggunakan
penggaris dalam skala milimeter (mm).
Hasil dan bahasan
Karakterisasi Nanopartikel ZnO berpelarut etanol dilakukan dengan uji respon
absorbans pada panjang gelombang 200-800 nm dengan menggunakan alat ukur
Spectrophotometer S-25 BELCO Germany. Pada Tabel 1 dipaparkan rangkuman hasil
pengukurannya. Nanopartikel ZnO diinvestigasi puncak absorbansinya. Dari hasil
investigasi didapatkan ukuran nanopartikel ZnO yang beragam oleh karena variasi
konsentrasi PVP (1g PVP, 3g PVP dan 5g PVP). Diameter rata-rata suatu partikel
dapat ditentukan dengan spektrum absorbans optiknya [10,11]. Kumbhakar et al. [12]
telah menurunkan perumusan hubungan jari-jari nanopartikel ZnO dengan puncak
absorbansi panjang gelombang, sehingga diameter nanopartikel ZnO dapat dicari
menggunakan Persamaan 1.



10240,72
0,3049 26,23012
2483,2
6,3829
p
p
nm
r nm
nm


(1)
Hasil karakterisasi menunjukkan variasi PVP sebagai pengkapsulasi dapat
menghasilkan ukuran nanopartikel ZnO yang berbeda, dimana semakin besar jumlah
PVP yang digunakan, maka semakin kecil ukuran diameter nanopartikel ZnO yang
dihasilkan. Dari hasil uji, diperoleh ukuran diameter nanopartikel ZnO masing-masing:
2.57 nm, 2.09 nm, dan 2.02 nm.
Tabel 1. Hasil pengukuran diameter nanopartikel ZnO dengan variasi PVP.
Parameter 1 gr-PVP 3 gr-PVP 5 gr-PVP

max
296 nm 260 nm 253 nm
Intensitas (a.u.) 1.043 1.301 0.843
r (nm) 1.285 1.045 1.01
d=2r(nm) 2.57 2.09 2.02
Keterangan:
max :
puncak absorbansi; 2r : diameter nanopartikel.
Aktivitas antibakteria nanopartikel ZnO pada strain S. aureus sebagai media uji
diinvestigasi menggunakan penggaris untuk mengetahui zona hambatnya. Pada Tabel
2 dipaparkan hasil uji antibakteria nanopartikel ZnO pada S. aureus dengan
menggunakan metode difusi cakram. Aktivitas antibakteria diketahui melalui
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 204
pengukuran zona inhibisi pada hasil eksperimen. Hasil pengukuran zona inhibisi
menunjukkan adanya perbedaan daya inhibisi bakteri dari ketiga jenis ukuran
nanopartikel ZnO. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa nanopartikel ZnO dengan
diameter rata-rata d
1
=2,02 nm memiliki aktivitas inhibisi yang paling kuat dibanding
nanopartikel ZnO dengan diameter rata-rata d
2
=2,09 nm dan d
3
=2,57 nm (Gambar 2),
sedangkan nanopartikel ZnO pada ukuran 2,02 nm memiliki zona inhibisi yang lebih
besar dari ukuran 2,09 nm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran
nanopartikel ZnO, maka semakin besar sifat antibakterinya.
Tabel 2. Hasil uji zona inhibisi nanopartikel ZnO pada strain S. aureus.
d
1
=2,58
nm
d
2
=2,0
8 nm
d
3
=2,02
nm
Zona inhibisi pada
S. aureus (mm)
11 13 14


Gambar 2. Zona inhibisi antibakteri nanopartikel ZnO pada strain S. aureus. (A) zona
inhibisi antibakteri nanopartikel ZnO berdiameter rata-rata d
1
=2,57nm; (B) zona inhibisi
antibakteri nanopartikel ZnO berdiameter rata-rata d
2
=2,08 nm; (C) zona inhibisi
antibakteri nanopartikel ZnO berdiameter rata-rata d
3
=2,02 nm.
Aktivitas antibakteria nanopartikel ZnO melibatkan reaksi fotokatalis yang dapat
menghasilkan OH
*
, O
2
-*
dan H
2
O
2
(Gambar 3)
.
Reaksi fotokatalis nanopartikel ZnO
dalam menghasilkan oksidan bebas melibatkan bantuan sinar ultraviolet (UV) dan
sinar tampak sehingga menghasilkan pasangan elektron dan hole. Fotoeksitasi pada
nanopartikel ZnO menghasilkan lompatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi.
Oksidasi molekul H
2
O oleh hole menghasilkan gas hidrogen dan radikal hidroksil (OH*).
Sedangkan elektron yang tereksitasi akan mereduksi molekul O
2
membentuk anion
superoksida (O
2
*). J umlah oksidan bebas (OH
*
, O
2
-*
dan H
2
O
2
) yang dihasilkan sangat
besar apabila ukuran partikel ZnO berada pada orde nanometer oleh karena jumlah
atom permukaan sangat besar. Davoudi et al. [13] melaporkan bahwa H
2
O
2
mampu
menginaktivasi sel bakteria, sehingga dapat menghambat pertumbuhan S. aureus.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 205

Gambar 3. Reaksi Fotokatalis nanopartikel ZnO menghasilkan oksidan bebas (OH
*
,
O
2
-*
dan H
2
O
2
).
Kesimpulan
Penggunaan nanopartikel ZnO sebagai antibakteria telah diuji pada
mikroorganisme strain S. aureus dengan menggunakan metode difusi cakram.
Nanopartikel ZnO dengan ragam ukuran diameter rata-rata (d
1
=2,57nm; d
2
=2,08 nm;
d
3
=2,02 nm) telah digunakan. Dari hasil pengukuran zona inhibisi yang diperoleh
masing-masing ragam ukuran nanopartikel ZnO sebagai hasil aktivitas antibakterinya
menunjukkan bahwa nanopartikel ZnO pada ukuran rata- rata 2,02 memiliki daya
hambat lebih besar dibanding ukuran nanopartikel ZnO yang lain (2,02 nm >2,09 nm >
2,57 nm). Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran nanopartikel ZnO,
semakin efektif dalam membunuh bakteri S. aureus.
Ucapan terima kasih
Ucapan terimakasih ditujukan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat (DP2M) DIKTI atas bantuan pendanaannya untuk melaksanakan
kegiatan penelitian ini dan kepada Sanbe Farma yang telah menyediakan kultur
bakteri S. aureus.
Referensi
[1] LI Youji, MA Mingyuan, WANG Xiaohu, WANG Xiaohua, Inactivated properties of
activated carbon supported TiO2 nanoparticles for bacteria and kinetic study,
Journal of Environmental Sciences 20, 15271533 (2008)
[2] Sharma V., Shukla R.K., Saxena N., Parmar D., Das M., Dhawan A., DNA
damaging potential of zinc oxide nanoparticles in human epidermal cells, Toxicol.
Lett. 185, 211218 (2009)
[3] N. Padmavathy and R. Vijayaraghavan, Mechanism of Interaction of
nanocrystalline ZnO with microbes, Journal of Biomedical Nanotechnology 7,
813-822 (2011)
[4] Chang Y., Zhang M., Xia L., Zhang J . and Xing G, The Toxic Effects and
Mechanism of CuO and ZnO Nanoparticles, Materials 2012, 5, 2850-2871 (2012)
[5] Amin SA, Pazouki M, Hosseinnia A, Synthesis of TiO2Ag nanocomposite with
solgel method and investigation of its antibacterial activity against E. coli,
Powder Technol 196, 241-245 (2009)
[6] S. Pal, Y. K. Tak and J . M. Song, Does the antibacterial activity of silver
nanoparticles depend on the shape of the nanoparticle? A study of the gram-
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 206
negative bacterium Escherichia coli, Appllied Environmental Microbiology 73,
1712-1720 (2007)
[7] Zaoutis, T.E., P. Toltzis, J . Chu, T. Abrams, M. Dul, J . Kim, K.L. McGowan and
S.F. Coffin, Clinical and molecular epidemiology of community-acquired
methicillin resistant Staphylococcus aureus infections among children with risk
factors for health care-associated infection: 20012003, Pediatric Infectious
Diseases Journal 25, 343348 (2006)
[8] Fraunholz, Martin, J rg Bernhardt, J rg Schuldes, Rolf Daniel, Michael Hecker,
and Bhanu Sinha. "Complete genome sequence of Staphylococcus aureus 6850,
a highly cytotoxic and clinically virulent methicillin-sensitive strain with distant
relatedness to prototype strains", Genome announcements 1 (5), e00775-13
(2013)
[9] Perez, Leandro Reus Rodrigues, Ana Lcia Souza Antunes, J ssica Weiss
Bonfanti, J aqueline Becker Pinto, Eliane Wurdig Roesch, Digenes Rodrigues,
and Ccero Armdio Gomes Dias, "Detection of Methicillin-Resistant
Staphylococcus aureus in Clinical Specimens from Cystic Fibrosis Patients by
Use of Chromogenic Selective Agar", Journal of clinical microbiology 50 (7),
2506-2508 (2012)
[10] Hale P.S., Maddox L.M., Shapter J .G., Voelcker N.H., Ford M.J ., dan Waclawik
E.R., Growth Kinetics and Modeling of ZnO Nanoparticles, Journal of Chemical
Education 82 (5), 775-778 (2005)
[11] Haiss W., Thanh N.T.K., Aveyard J ., dan Fernig D.G.,Determination of size and
concentration of gold nanoparticles from UV-Vis spectra, Analytical Chemistry 79
(11), 4215-4221 (2007)
[12] Kumbhakar P., Singh D., Tiwary C.S., dan Mitra A.K., Chemical synthesis and
visible photoluminescence amission from monodispersed ZnO nanoparticles,
Chalcogenide Letters 5 (12), 387-394 (2008)
[13] Davoudi M., Vakili T., Absalan A., Ehrampoush M. H., Ghaneian M. T.,
Antibacterial Effects of Hydrogen Peroxide and Silver Composition on Selected
Pathogenic Enterobacteria, Middle-East Journal 13, 710-715 (2013)

Kapas Fernando Pasaribu*
Prodi S1 Biologi
Universitas Advent Indonesia
kapasfernando@gmail.com
Horasdia Saragih
Dosen Fakultas Sains Hayati
Universitas Advent Indonesia
horas@unai.edu
Donn Richard Ricky
Dosen Fakultas Sains Hayati
Universitas Advent Indonesia
donn.ricky@gmail.com
*Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 207
Pengaruh Ketebalan HfO
2
dan Orientasi Substrat
Terhadap Nilai Transmittansi Elektron pada Kapasitor
MOS bermassa Isotropik dengan Menggunakan
Pendekatan Fungsi Gelombang Airy
Khairiah, Fatimah A. Noor, Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal
Abstrak
Pemodelan transmittansi pada makalah ini yakni pada kapasitor metal-oksida-
semikonduktor (MOS) berbasis material konstanta dielektrik tinggi (high-k material)
dengan menggunakan struktur n
+
Poly-Si/ HfO
2
/Trap/SiO
2
/Si bermassa isotropik.
Lapisan HfO
2
/SiO
2
berukuran nanometer yang digunakan sebagai gerbang oksida
dalam kapasitor MOS tersebut. Penggunaan tersebut menyebabkan terbentuknya
perangkap muatan pada antarmuka HfO
2
/SiO
2
. Hal ini merupakan permasalahan
utama dalam penggunaan material high-k pada divais MOS karena dapat
mempengaruhi kinerja divais. Transmittansi dimodelkan secara analitik dengan
menggunakan pendekatan fungsi gelombang Airy. Pada makalah ini struktur yang
digunakan adalah n
+
Poly-Si/HfO
2
/Trap/SiO
2
/Si dengan melihat pengaruh dari variasi
ketebalan HfO
2
dan orientasi substrat yang diberikan terhadap nilai transmittansi. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa HfO
2
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
nilai transmittansi. Diperoleh pula bahwa orientasi substrat tidak berpengaruh pada
nilai transmittansi tersebut.
Kata kunci: Transmittansi, orientasi substrat, ketebalan HfO
2
, massa isotropik, fungsi
Airy.
Pendahuluan
Piranti MOSFET adalah Transistor efek medan metal-oksida semikonduktor
yang merupakan bagian terpenting dari rangkaian terintegrasi berskala sangat besar
seperti pada mikroprosessor dan memori. MOSFET pertama dibuat dengan
menggunakan substrat silicon yang dioksidasi secara termal. Piranti pertama memiliki
panjang channel sepanjang 20 mikrometer dan ketebalan oksida sebesar 0,1
mikrometer. Penelitian MOSFET terus dikembangkan untuk memperoleh piranti yang
lebih kecil lagi dengan karakteristik yang lebih baik [1]. Akibatnya, pengurangan
ukuran dari MOSFET akan menyebabkan penyusutan lapisan SiO
2
sampai berukuran
nanometer. Hal ini akan menimbulkan hal yang tidak diinginkan di mana arus bocor
yang besar akan timbul dan disipasi daya menjadi tinggi bila ketebalan SiO
2
kurang
dari 1,5 nm [2].
Pada makalah ini [3] telah dikembangkan pemodelan transmittansi elektron
pada kapasitor metal-oksida-semikonduktor (MOS) berbasis material konstanta
dielektrik tinggi (high-k material) dengan menggunakan struktur n
+
Poly-
Si/HfO
2
/Trap/SiO
2
/Si bermassa isotropik. Lapisan HfO
2
/SiO
2
berskala nanometer yang
digunakan sebagai gerbang oksida dalam kapasitor MOS menyebabkan terbentuknya
perangkap muatan pada antarmuka HfO
2
/SiO
2
. Hal

ini

merupakan salah satu masalah
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 208
utama dalam penggunaan material high-k pada divais MOS karena dapat
mempengaruhi kinerja divais.
Pada makalah ini menggunakan HfO
2
sebagai material high-k. sehingga
strukturnya menjadi n
+
Poly-Si/HfO
2
/Trap/SiO
2
/Si, dengan menvariasikan ketebalan dari
HfO
2
maka akan dilihat pengaruhnya terhadap nilai transmittansinya. Selain
mevariasikan ketebalan dari HfO
2
pada makalah ini juga dibahas perbandingan nilai
substrat yang divariasikan antara lain Si(100), Si (110, dan Si (111) terhadap nilai
transmittansi.
Teori
Pada kasus ini penggantian gerbang terobosan diperbolehkan asalkan tetap menjaga
karakter elektriknya, yaitu kapasitansinya tetap sama besar. Gambar 1 adalah
pemodelan kapasitor susunan seri dari HfO
2
, Trap dan SiO
2
. Secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut
1 1 1 1
total a b t
C C C C
= + + (1.1)
Dimana
0
A
C
d
c k
= (1.2)
C =kapasitansi kapasitor
c
0
=permitivitas ruang hampa
k =konstansta dielektrik tinggi
d =ketebalan
dari persamaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penggantian material
dibolehkan asal dapat menjaga nilai kapasitansinya. Dengan menggunakan material
yang berkonstata dielektrik lebih besar maka ketebalan oksida terobosan dapat dibuat
lebih kecil sehingga menyebabkan proses fabrikasi menjadi lebih mudah dan murah
dan nilai kapasitansi besar. Dimana nilai konstanta dielektrik HfO
2
adalah 25. [4]








Gambar 1. Pemodelan kapasitor seri

Nilai potensial untuk setiap daerah pada kapasitor n
+
Poly-Si/ HfO
2
/trap/SiO
2
/Si
adalah
HfO
2
Trap SiO
2

n
+
Poly-Si
p-Si
+
-
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 209
( ) ( )
( ) ( )
1
1 1 2
1 2 1 2 3
3
0 0
0
.
a t b
b a t a b
b t a t a t b a t
ox
z
z z d
V z h d z d z d
d d z d z d
eV z d
kk
k k k k k
k k k k k k k k
<

s <

= + s <

+ + s <

>

(1.3)
di mana,
( ) ( )
,
2 3 1 2 1 b a b a b t
ox
d d d d d
eV
k k k k k k

+ +
=

|
a
dan |
b
adalah ketinggian penghalang HfO
2
dan SiO
2
, h adalah kedalaman
perangkap muatan. Ketebalan HfO
2
, perangkap, dan SiO
2
adalah d
1
, (d
2
-d
1
), dan (d
3
-
d
2
).
1
k ,
2
k , and
3
k adalah konstanta dielektrik HfO
2
, trap, dan SiO
2
, e adalah
muatan elektron, dan V
ox
adalah tegangan oksida.













Gambar 2 Profil potensial sebelum diberi tegangan bias.
n
+
Poly- Si
HfO
2

trap
SiO
2

p-Si
Reg 1 Reg 2 Reg 3
Reg 4
Reg 5
V(z)
z
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 210













Gambar 3. Profil potensial sesudah diberi tegangan bias
Pemberian tegangan bias akan mengakibatkan pengurangan lebar channel.
Fungsi gelombang untuk masing-masing regional 1, 2, 3, 4 dan 5 dalam Gambar 3
adalah
( )
1 1
1
1 2
2 3
5 3
exp( ( ) exp( ( ) 0
( ( ) ( ( ) 0
( ( ) ( ( )
( ( ) ( ( )
exp( ) .
i i
i i
i i
A i z B i z z
CA z DB z z d
z EA z FB z d z d
GA z HB z d z d
I i z z d
k k
c c
| q q

k
+ <

+ s <

= + s <

+ s <

>

(1.4)
Pemodelan diawali dari persamaan Hamiltonian yang menggambarkan gerak
elektron dalam material isotropik [5].
Untuk nilai orientasi masing-masing substrat tertera pada tabel di bawah ini. [6],
[7], [8].
Tabel 1.1. Nilai orientasi substrat Si(100).
Lembah Si (100)
1,02 0 0
0 5,26 0
L1
0 0 5,26
5,26 0 0
0 1,02 0
L2
0 0 5,26
5,26 0 0
0 5,26 0
L3
0 0 1,02
trap
n
+
Poly- Si
HfO
2

SiO
2

p-Si
Reg 1 Reg 2 Reg 3
Reg 4
Reg 5
V(z)
z
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 211
Tabel 1.2. Nilai orientasi substrat Si(110)
Lembah Si (110)
5,26 0 0
0 3,14 2,12
L1
0 2,12 3,14
5,26 0 0
0 3,14 -2,12
L2
0 -2,12 3,14
1,09 0 0
0 5,26 0
L3
0 0 5,26
Tabel 1.3. Nilai orientasi substrat Si(111).
Lembah Si (111)
4,57 1,21 0,98
1,21 3,14 -1,70
L1
0,98 -1,70 3,87
4,57 -1,21 0,98
-1,21 3,14 1,70
L2
0,98 1,70 3,87
2,46 0 -1,97
0 5,26 0
L3
-1,97 0 7,74
Hasil dan diskusi
Perhitungan transmittansi dalam kapasitor n
+
Poly-Si/HfO
2
/trap/SiO
2
/Si(100)
digunakan parameter sebagai berikut: |
a
=1.5 eV, |
b
=3.34 eV, d
1
=2.5 nm, (d
3
-d
2
)=
0.5 nm, |
a
=13.5, and |
b
=3.9 [2]. Massa efektif elektron di dalam HfO
2
, perangkap,
dan SiO
2
digunakan sebesar as 0.20 m
0
, 0.35 m
0
, dan m
0
. Gambar 4 mengilustrasikan
transmitansi elektron sebagai fungsi energi elektron untuk variasi ketebalan HfO
2
.
Lebar perangkap (w) dan kecepatan fasa elektron (v
e
) adalah 0,1 nm dan 1x10
5
m/s.
Dari gambar terlihat bahwa transmittansi meningkat seiring dengan bertambahnya
energi elektron. Ketika ketebalan HfO
2
ditambah (2.5nm, 5nm dan 7.5nm) maka nilai
transimittansi berkurang.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 212

Gambar 4. Hubungan antara Transmittansi dengan Energi Elektron dengan variasi
ketebalan HfO
2
Pengaruh variasi orientasi substrat antara Si (100), Si (110) dan Si (111),
menunjukkan tidak adanya pengaruh dari perbedaan substrat yang digunakan yang
ditunjukkan dalam Gambar 3. Kedalaman perangkap muatan digunakan sebesar 0,1
eV.

Gambar 5. Hubungan antara Transmittansi dengan energi Elektron untuk variasi nilai
orientasi substrat.
Kesimpulan
Dalam paper ini telah dikembangkan pemodelan transmittansi elektron dalam
struktur n
+
Poly-Si/HfO
2
/trap/SiO
2
/Si(100) bermassa isotropik dengan memvariasikan
ketebalan dari HfO
2
dan memvariasikan orientasi substrat. Diperoleh bahwa
transmittansi cenderung membesar seiring dengan berkurangnya ketebalan HfO
2
dan
orientasi substrat tidak berpengaruh pada nilai transmittansi tersebut
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 213
Ucapan terima kasih
Penelitian ini didukung secara finansial oleh Hibah Desentralisasi DIKTI dan
Riset Inovasi KK ITB tahun 2013.
Referensi
[1] Markus yogi Prayoga, Simulasi Piranti n-MOSFET dengan Menggunakan
Persamaan Differensial Parsial Pada Matlab, Skripsi Institut Pertanian Bogor,
(2001)
[2] F. A. Noor, M. Abdullah, Sukirno, Khairurrijal, A. Ohta, and S. Miyazaki, Electron
and hole components of tunneling currents through an interfacial oxide-high-k
gate stack in metal-oxide-semiconductor capacitors, J ournal of Applied Physics
108, 093711-1/4 (2010)
[3] Khairiah, F. A. Noor, M. Abdullah, Khairurrijal, Pemodelan Transmittansi Elektron
pada Kapasitor MOS bermassa Isotropik dengan Menggunakan Pendekatan
Fungsi Gelombang Airy, Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan
Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS), (3-4 J uli 2013)
[4] A.S. Aji, Yudi Darma, Khairiah, F. A. Noor, M. Abdullah, Khairurrijal, Simulasi
Kinerja Divais Memory berbasis Titik Kuantum Semikonduktor dengan Bahan
Berdielektrik Tinggi sebagai Oksida Terobosan, Prosiding Seminar Nasional
Material (2012)
[5] L. F. Mao, The effects of the injection-channel velocity on the gate leakage
current of nanoscale MOSFETs, IEEE Electron Devices Letters 28(2), 161-163
(2007).
[6] Lilik Hasanah, Khairurrijal, Mikrajuddin Abdullah, Toto Winata, and Sukirno,
Electron Transmittance at Si(110)/Si0.5Ge0.5/Si(110) Anisotropic
Heterostructure with Bias Voltage for Incident Energy Lower than Potential
Barrier, ICMNS (2010)
[7] Fatimah A. Noor,1) Mikrajuddin Abdullah, Sukirno, and Khairurrijal2),
Comparison of Electron Direct Transmittance and Tunneling Time of Si
(100)/HfO2/Si(100) and Si (110)/HfO2/Si (110) Structures with Ultra-thin
Trapezoidal Barrier, Indonesian J ournal of Physics Vol 18 No. 2 April 2007
[8] Fatimah Arofiati Noor, Mikrajuddin Abdullah, Sukirno, and Khairurrijal, Analysis of
Electron Direct Tunneling Current through Very-Thin Gate Oxides in MOS
Capasitors with the Parallel-Perpendicular Kinetic Energy Components and
Anisotropic Masses, Brazilian J ournal of Physics, vol. 40, no. 4, December, 2010

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 214
Khairiah
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
e-mail: khairiah.1214@gmail.com
Fatimah A. Noor*
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
e-mail: fatimah@fi.itb.ac.id
Mikrajuddin Abdullah
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
e-mail: din@fi.itb.ac.id
Khairurrijal
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung
e-mail: krijal@fi.itb.ac.id

*Corresponding author


Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 215
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
SMP melalui Penerapan Metode IMPROVE
Lidya Wea*, Louise M. Saija, dan Kartini Hutagaol
Abstrak
Penelitian ini berfokus pada upaya untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa SMP sebagai akibat dari Metode IMPROVE. Penelitian ini adalah
penelitian eksperimen, dengan subjek (sampel) yang dipilih secara acak dari kelas VIII
SMPN 10 CIMAHI, Bandung Barat, yang terdiri dari 2 kelas, kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan
komunikasi matematis berbentuk uraian. Analisis data menggunakan uji perbedaan
dua rata-rata sampel independen. Untuk mengetahui kemampuan, pola jawaban dan
strategi yang digunakan oleh siswa dalam mengkomunikasikan masalah dilakukan
analisis terhadap hasil pekerjaan siswa. Dari hasil analisis data dengan menggunakan
statistik uji-t pada tingkat signifikansi = 0,005 diperoleh bahwa pengajaran dengan
menggunakan metode IMPROVE menghasilkan peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
Mengacu kepada hasil ini, disimpulkan bahwa pembelajaran metode IMPROVE lebih
efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa
dibanding dengan pembelajaran konvensional.
Kata-kata kunci: Metode IMPROVE, Kemampuan Komunikasi Matematis, Siswa SMP
Pendahuluan
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa dapat di kategorikan
masih rendah oleh karena umumnya kegiatan pembentukan pola berfikir siswa pada
Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam pembelajaran
berlangsung secara biasa [1]. Permasalahan tersebut mampu dihadapi dengan
pengertian cara menganalisa pembelajaran dan bagaimana pendidik menyalurkan
pembelajaran dengan cara yang tidak biasa. Tujuannya adalah seperti menurut
National Council of Teacher of Mathematics (NCTM) bahwa diharuskan program
pengajaran matematika mulai dari play group sampai pada tingkat mengengah atas
hendaknya memampukan siswa untuk: 1) Mengorganisasikan dan mengkonsilidasikan
pemikiran matematis siswa melalui komukasi. 2) Mengkomunikasikan pemikiran
matematis mereka secara jelas kepada teman sebaya, guru, ataupun lainya. 3)
Menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dan strategi matematis yang diutarakan
oleh orang lain. 4) Menggunakan bahasa matematika untuk mengungkapkan ide-ide
matematis secara tepat [2].
Kemampuan komunikasi adalah kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki
oleh siswa, oleh karena manfaatnya dalam mengaktifkan kelas dan tujuan dalam
pembelajaran matematika [3].
Dalam peraktek secara langsung apabila mentransfer pembelejaran matematika
kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi,
metode dan model yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang
telah direncanakan akan tercapai dengan baik. Bantuan pendidik pada saat
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 216
berlangsungnya aktivitas belajar-mengajar adalah adanya kemampuan pendekatan
dan metode pembelajaran yang mendukung berlangsungnya pembelajaran. [4].
Khususnya pendidik harus memiliki cara berkomunikasi yang baik dan bagaimana cara
membangun komunikasi yang berlangsung di kelas, baik pada siswa ke siswa, guru
kepada siswa dan sebaliknya dalam memecahan persoalan melalui soal yang didapat.
Salah satu metode pembelajaran yang jarang terdengar di Indonesia adalah
Metode IMPROVE (introducing the new concepts, metacognitive questioning,
practicing, reviewing and reducing difficulries, Obraining mastery, Verification and
Enrichment) yang merupakan suatu metode yang mendukung adanya kemampuan
komunikasi serta merupakan metode pembelajaran yang inovatif digunakan untuk
membantu siswa pada pengembangan berbagai keterampilan matematikanya [5].
Teori
Penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dengan
metode IMPROVE, oleh karena itu berikut adalah teori tentang kemampuan
komunikasi matematis dan metode IMPROVE.
Kecendrungan yang biasa terjadi didalam kelas seperti kepada siswa yang
terbiasa menerima materi dan penjelasan dari guru secara monoton dan tinggal
menerapkan ilmu yang di dapat dari guru, tanpa perlu mengetahui bagaimana proses
ilmu pengetahuan tersebut berasal, bisa ditemukan, dan mengapa bisa seperti itu
proses terjadi dan akibatnya. [6]. Siswa seharusnya menjadi suatu subjek yang berarti
bahwa, siswa menjadi pusat segala aktivitas dalam kegiatan suatu pembelajaran, dan
guru tetap memiliki peran sebagai seorang fasilitator atau motivator didalam kelas
(student-centered).
Menyadari pentingnya suatu teknik pembelajaran yang menekankan pada siswa
aktif dengan berbekal kemampuan matematika, diharapkan siswa dapat menerapkan
matematika pada disiplin yang lebih baik, serta dapat menyelesaikan masalah
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat terwujud melalui suatu
bentuk pembelajaran yang menanamkan kesadaran metakognisi siswa [7].
Berdasarkan perkembangan kognitifnya pada siswa SMP yang mulai menginjak
tahap berfikir formal, penelitian tertarik mengunakan pengaruh Metode IMPROVE
terhadap Perkembangan kognitif siswa SMP. Pada penelitian ini penulis mencoba
melakukan penelitian berdasarkan kategori kelas, yaitu kelas berkategori baik dan
kelas berkategori sedang.
Pembelajaran dengan Metode IMPROVE terdiri dari tujuh tahap yang berkaitan.
Metode IMPROVE merupakan singkatan dari semua langkah-langkah dalam
pengajaran, yaitu: tahap pertama Introduction the new concepts yaitu pendidik
menjelaskan terlebih dahulu tentang materi yang akan dipelajari secara umum, dan
berusaha menciptakan lingkungan belajar yang kondisif bagi siswa untuk dapat belajar
secara aktif. Tahap kedua Metacognitive questioning yaitu pendidik memberikan
pertanyaan-pertanyaan metakognitif. Pertanyaan-pertanayaan tersebut dapat berupa :
pertanyaan pemahaman masalah, pertanyaan tentang pengembangan hubungan
antara pengetahuan lalu dan sekarang, pertanyaan menggunakan strategi
penyelesaian masalah yang tepat dan pertanyaan refleksi pada saat menyelesaikan
masalah, serta dapat mengembangkan komunikasi siswa pada matematika. Tahap
ketiga Practicing yaitu pada bagian ini guru memberikan latihan kepada siswa untuk
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 217
mengasah kemampuan metakognitifnya. Tahap keempat Reviewing yaitu merivew
masalah dan mereduksi kesulitan yang dihadapi dapat dilakukan dengan diskusi di
kelas. Tahap kelima Obtaining mastery yaitu pada tahapan ini pada akhirnya dapat
dilihat apakah tujuan pembelajaran telah tercapai atau belum. Tahap keenam
Verification yaitu dilakukan tes untuk melihat apakah siswa sudah menguasai materi
atau belum. Tahap ketujuh Enrichment and remedial yaitu bagi siswa yang belum
menguasai materi dilakukan remedial, sedangkan yang sudah menguasai materi
mendapatkan materi pengayaan [8].
Metode Penelitian
Sampel
Sampel penelitian ini adalah SMP Negeri 10 Cimahi, Bandung Barat. J umlah
sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. J umlah kelompok eksperimen adalah 37 orang yang terdiri dari 12 orang laki-
laki dan 26 orang perempuan. J umlah kelompok kontrol adalah 39 orang yaitu 12
orang laki-laki dan 27 orang perempuan. Sampel ini dibuat dengan teknik purposive
sampling yaitu sampel ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian.
Disain Eksperimen
Materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan pada penelitian ini adalah
sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Instrumen yang digunakan untuk
mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa yang terdiri dari lima soal yang
sudah diuji validitasnya. Soal-soal yang dibuat disesuaikan dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator kemampuan komunikasi matematis.
Instrumen tersebut diberikan kepada siswa sebelum perlakuan dilakukan (pretest) dan
sesudah perlakuan (posttest). Selama penelitian kelompok eksperimen akan diberi
perlakuan metode pembelajaran IMPROVE, sedangkan kelompok kontrol diberi
pembelajaran biasa. Yang perlu diperhatikan adalah postest berlangsung sama
dengan pretest berlangsung agar hasilnya tidak bias. Setelah data pretest dan posttest
dikumpulkan, lakukanlah perhitungan statistik.
Metode IMPROVE
Tahap Metode IMPROVE ,yaitu: tahap pertama Introduction the new concepts
yaitu pendidik menjelaskan terlebih dahulu tentang materi persamaan linear satu
variabel (PSLV), sehingga siswa mempunyai gambaran tentang apa saja yang akan
mereka pelajari termasuk juga tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran
tersebut. Tahap kedua Metacognitive questioning yaitu pendidik memberikan
pertanyaan-pertanyaan metakognitif yang berupa apa, mengapa, dan bagaimana.
Tahap ketiga Practicing yaitu memberikan latihan kepada siswa untuk mengasah
kemampuan metakognitifnya. Tahap keempat Reviewing yaitu merivew masalah dan
mereduksi kesulitan yang dihadapi dapat dilakukan dengan diskusi di kelas. Tahap
kelima Obtaining mastery yaitu dapat dilihat apakah tujuan pembelajaran telah tercapai
atau belum. Tahap keenam Verification yaitu dilakukan tes seputar materi yang
diajarkan untuk melihat apakah siswa sudah menguasai materi atau belum. Tahap
ketujuh Enrichment and remedial yaitu bagi siswa yang belum menguasai materi
dilakukan remedial, sedangkan yang sudah menguasai materi mendapatkan materi
pengayaan.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 218
Analisis Statistik
Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data gain ternormalisasi dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui peningkatan nilai
masing-masing siswa sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu
dilakukan uji normalitas dari hasil gain ternormalisasi untuk mengetahui apakah
sebaran normal atau tidak. Kemudian menghitung homogenitas kedua kelompok untuk
mengetahui apakah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki variansi
yang sama (homogen). Dan yang terakhir ialah melakukan uji-t pada tingkat
signifikansi =0.05 untuk melihat perbedaan rata-rata signifikan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Perhitungan statistik juga dilakukan dengan
applikasi SPSS (versi 17.00).
Hasil dan diskusi
Tabel 1. Deskritif statistik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
kelompokkontrol kelompokEksperimen
DescriptiveStatistics
pretest Posttest pretest Posttest
Mean 12.7027 20.5405 11.4865 21.8378
Std. Error mean 0.53534 0.43253 0.70564 0.4955
Std. Deviation 3.25632 2.63095 4.29225 3.01398
Variance 10.604 6.922 18.423 9.084
Skewness -0.25 -0.126 0.236 0.789
Std. Error Skewness 0.388 0.388 0.388 0.388
Kurtosis -1.053 -0.152 -1.713 -0.233
Std. Error Kurtosis 0.759 0.759 0.759 0.759
Minimum 7 14 7 17
Maximum 17 26 17 28
Tabel 2. Deskriptif statistik gain ternormalisasi kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen.
GainTernormalisasi
DescriptiveStatistics
kelompokkontrol kelompokEksperimen
Mean
0.4988417 0.6150892
Std. Error mean
0.02989178 0.03551161
Std. Deviation 0.18426532
0.21600867
Variance 0.034 0.047
Skewness
0.197 -0.056
Std. Error Skewness
0.383 0.388
Kurtosis
-0.722 -0.388
Std. Error Kurtosis
0.75 0.759
Minimum 0.18182 0.18182
Maximum 0.85714 1

Dari Tabel 1 menunjukan data pretest dan posttest, dicari gain ternormalisasi
untuk dapat menguji normalitas distribusi data. Tabel 2 akan menunjukkan tambahan
penjelasan bahwa rata-rata gain ternormalisasi berdasarkan tabel-tabel di atas telah
menjelaskan bahwa rata-rata Kemampuan komunikasi matematis awal siswa pada
kedua kelas hampir sama, namun setelah diberlakukan metode IMPROVE pada
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 219
pembelajaran dalam kelas maka rata-rata kedua kelas tidak sama, melainkan rata-rata
kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat perlakuan (metode
IMPROVE) lebih tinggi daripada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional.
Data gain ternormalisasi yang digunakan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Hipotesisnya adalah H
0
: data berdistribusi normal akan
diterima jika sig. =0.05. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen adalah berdistribus normal (H
0
diterima). Selanjutnya adalah uji
homogenitas dengan bentuk hipotesisnya adalah H
0
: varians kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen sama akan diterima jika sig. =0.05. Dengan menggunakan
test levene didapati bahwa varians kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak
sama besar (H
0
ditolak).
Aspek
kemampuan Kelas
Kolmogoro
v-Smirnov
a
Sig.
Kesimp
ulan
keterang
an
menggunak
an metode
pembelajar
an
konvesional
0.104 .200
*

Ho
diterim
a Normal
Gain
Ternormalis
asi
menggunak
an metode
IMPROVE
0.108 .200
*

Ho
diterim
a Normal

Tabel 3. Uji normalitas distribusi data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dan
uji homogenitas.
Kerena data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen berdistribusi normal,
maka uji yang digunakan untuk mengetahui apakah ada pembelajarn dengan metode
IMPROVE memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan komunikasi
matematis adalah uji-t. Bentuk hipotesis untuk uji-t ini adalah H
0
: pembelajaran dengan
metode IMPROVE tidak memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan
komunikasi matematis. H
0
akan diterima jika sig. 0.05. Berdasarkan hasil uji-t pada
Tabel 4, menunjukkan bahwa nilai sig. =0.00 artinya H
0
ditolak. Ternyata walaupun
gain ternormalisasinya tergolong rendah, namun pembelajaran dengan metode
IMPROVE memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa.
Tabel 4. Hasil t-test dengan varians yang tidak sama.

t df
Sig.(2ta
iled)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
Gain Equal
variances
assumed
-2.51 73 0.014 -0.116 0.046 -0.209 -0.024
Kesimpulan
Mengacu pada data hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa metode
pembelajaran introducing the new concepts, metacognitive questioning, practicing,
reviewing and reducing difficulries, Obraining mastery, Verification and Enrichment
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 220
(IMPROVE) memberikan pengaruh yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa SMP sebanyak 97%.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Universitas Advent
Indonesia yang atas bantuan dana yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti
seminar kontribusi fisika (SKF) 2013 sebagai pembicara.
Referensi
[1] T. Herman, Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan
Berfikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menegah Pertama, J ournal
Educationist No. I Vol. I J anuari 2007
[2] N. Ita, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatife Tipe Two Stray Two Stray
untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP,Skripsi,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2012
[3] D. Syamsuduha, Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Program
Geometers Sketchpad Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis
Matematik Siswa SMP, Tesis pada Syarat Memperoleh Gelar Magister
Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung, 2010
[4] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara,
J akarta, 2009
[5] U. Sumarmo, Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Karakter.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung,
Volume 1, Tahun 2011, ISBN 978-602-19541-0-2, 2011
[6] L.L. Tarigan, Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP
Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing, Skripsi pada program
sarjana pendidikan Universitas Advent Indonesia, Bandung, 2013 : [Tidak
diterbitkan]
[7] R.J . Marzano, A Theory Based Meta-analysis of Research on Instruction,
Tersedia:
www.mcrel.org/PDF/Instruction/5982RR_InstructionMeta_Analysis.pdf.1998
[diakses 20 juni 2013]
[8] Z. R. Mavarech, and B. Kramarski, IMPROVE: A Multidimensional Method for
Teaching Mathematics in Heterogeneous classroom. American Educational
Reasearch J ournal, 34(2) (1997)


Lidya Wea*
Education Faculty of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
lidyaweaola@yahoo.com
Louise M. Saija
Education Faculty of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
louise_saija@yahoo.com
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 221
Kartini Hutagaol
Education Faculty of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
kartinih_smant@yahoo.com
*Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 222
Menurunkan Tekanan Darah Penderita Hipertensi dengan
Menggunakan Aroma Kayu Manis (Cinnamon)
Marta Novita Oktarina
*
, Sapti Widiarti dan Nurhayati Siagian

Abstrak
Tekanan darah penderita hipertensi telah dapat diturunkan dengan menggunakan
aroma kayu manis (cinnamon). Ekstrak kayu manis yang sudah diolah menjadi bubuk
sehingga menghasilkan aroma yang menyenangkan. Terapi aroma diberikan selama
30 menit kepada 25 orang anggota sampel yang menderita hipertensi di dalam suatu
ruang pada temperatur 25-26
0
C dan kelembapan 50-60%. Sebelum terapi aroma
diberikan, tekanan darah anggota sampel terlebih dahulu diukur sebagai data awal.
Setelah 30 menit pemberian terapi, tekanan darah anggota sampel kembali diukur 10
menit setelah terpapar aroma kayu manis sebagai data akhir. Statistik uji-t digunakan
untuk menguji perbedaan dua nilai rata-rata tekanan darah (rata-rata tekanan darah
sebelum perlakuan dan rata-rata tekanan darah sesudah perlakuan). Dari hasil
pengujian diperoleh bahwa sistol sesudah pemberian aroma kayu manis menurun
secara signifikan dibandingkan dengan sistol sebelum pemberian aroma. Hal yang
sama juga terjadi pada diastol.
Kata-kata kunci: Hipertensi, aroma terapi, kayu manis (cinnamon).

Pendahuluan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa pada tahun
2007 penduduk Indonesia terserang penyakit hipertensi sebanyak 31,7%. Persentasi
ini diperkirakan akan meningkat dari tahun ke tahun karena oleh berbagai faktor,
terutama oleh pola hidup yang tidak baik. Hipertensi dapat mengakibatkan serangan
jantung, gangguan ginjal, stroke, dan bahkan dapat berakibat pada kematian [1].
Untuk mencegah terjadinya hipertensi beberapa tindakan sering dilakukan
seperti melakukan terapi. Tekanan darah normal pada orang sehat adalah berada
pada kisaran sistol 120 mmHg/ diastole 80 mmHg yang lazim ditulis sebagai 120/80
mmHg. Jika tekanan darah lebih besar dari nilai-nilai tersebut maka seseorang
dinyatakan terkategori penderita hipertensi [2].
Teori
Penyakit hipertensi dapat berujung pada terjadinya stroke dan kanker darah [5].
Hipertensi pada usia di atas umur 71 sangat beresiko tinggi pada kematian karena
sangat susah untuk diobati. Hipertensi juga dapat menyebabkan berbagai penyakit
krosnis lainnya, salah satu yang paling ditakuti adalah komplikasi terhadap serangan
jantung [6]. Kekurangan yang paling mendasar pada kasus ini adalah kesadaran
penderita hipertensi yang rendah dalam pengecekan kesehatan mereka secara rutin
dan tepat waktu [7]. Terkadang para penderita hipertensi juga sering mengalami
gangguan mental karena sering cemas atau takut akan penyakit yang dialaminya [8].
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 223
Untuk mengatasi masalah tingginya tekanan darah pada penderita hipertensi,
pendekatan terapi aroma baik untuk dilakukan. Bahan-bahan yang umum digunakan
dalam terapi aroma adalah berasal dari tumbuh-tumbuhan, baik dari bunga, batang
maupun daun yang sarinya diekstrak melalui proses penyulingan. Sari ini diuapkan
dengan berbantuan bahan lain sehingga menghasilkan aroma yang sangat
menyenangkan. Secara umum terapi aroma dilakukan dengan cara penguapan sari
ekstrak tersebut dengan memakai tungku yang dipanaskan yang akhirnya
menghasilkan uap aroma yang dapat langsung dihirup [9].
Kayu manis memiliki kandungan senyawa kimia: etil sinamat, betakarofilen,
linalool dan metilkavikol, cinnzelanol, kumarin, benzil, benzoate dan felandren [10].
Kayu manis saat ini sudah banyak digunakan sebagai obat herbal yang dapat
membantu menyembuhkan beberapa penyakit, diantaranya: gangguan pada sistem
pencernaan, gangguan pada sistem kekebalan tubuh dan gangguan pada kualitas
tidur [11]. Dalam hal ini kayu manis dijadikan sebagai bahan konsumsi. Aroma kayu
manis sangat diminati oleh banyak orang karena keharumannya. Dengan demikian
aroma kayu manis untuk tujuan penyembuhan suatu panyakit berpotensi untuk
digunakan [12].
Salah satu kandungan kayu manis yang diketahui banyak manfaatnya adalah
linalool. Dilaporkan bahwa linalool memiliki pengaruh menenangkan, dapat
menginduksi hypothermia dan dapat menambah lamanya tidur [13]. Efek penenangan
dapat berujung pada menurunnya tekanan darah. Namun penggunaan terapi aroma
kayu manis terhadap penurunan tekanan darah, belum ada dilaporkan oleh peneliti.
Oleh karena itu, melalui terapi aroma kayu manis adalah cara yang mudah, efektif dan
efisien untuk dilakukan.
Hasil dan diskusi
Deskripsi statistik nilai tekanan darah (sistol maupun diastol) yang diperoleh
sebelum pemberian dan sesudah pemberian aroma kayu manis kepada ke-25 anggota
sampel didaftarkan pada Tabel 1. Dari hasil yang ditunjukkan pada tabel 1 terlihat
bahwa terdapat perbedaan antara nilai rata-rata sistol sebelum pemberian aroma kayu
manis dan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma kayu manis. Nilai rata-rata
sistol sebelum pemberian kayu manis adalah 160,272,99 sedangkan nilai rata-rata
sistol sesudah pemberian aroma kayu manis selama 30 menit adalah 153,233,03.
Hal yang sama terjadi pada nilai rata-rata diastol, dimana nilai rata-rata diastol
sebelum pemberian aroma kayu manis adalah 97,341,90 dan nilai rata-rata diastole
sesudah pemberi adalah 92,001,52. Perbedaan yang terjadi pada nilai rata-rata
tekanan darah ini menunjukkan tren penurunan. Artinya, terjadi penurunan tekanan
darah pada anggota sampel setelah menghirup aroma kayu manis selama 30 menit.
Namun, signifikansi perbedaan ini perlu diuji sebagaimana akan dilakukan selanjutnya.
Dari jumlah anggota sampel sebanyak 25 orang, diperoleh nilai skewness
masing-masing variable (sistol dan diastol sebelum dan sesudah perlakuan) adalah
tidak nol. Hasil ini memberikan informasi bahwa data tidak terdistribusi normal secara
simetris. Oleh karena itu uji normalitas distribusi data diperlukan untuk
membuktikannya. Pola distribusi data untuk masing-masing variable memiliki pola
miring (skewed) yaitu miring ke arah kanan sebagaimana ditunjukkan oleh nilai
kemiringannya (skewness) yang positif.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 224
Tabel 1. Deskripsi Statistik Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik.
Deskripsi Stastistik Sistol Pre Sistol Post Diastol Pre Diastol Post
J umlah Sampel 25
Mean 160 153, 97.3 92.
Std. Error of Mean 2.9 3.0 1.9 1.5
Std. Deviation 15,2 15,4 9.6 7.7
Variance 232 239 93 60
Skewness 1.3 1.5 .97 0.7
Std. Error of Skewness 0.4 0.4 0.4 0.4
Kurtosis 3.3 3.8 -0.3 0.4
Std. Error of Kurtosis 0.8 0.8 0.8 0.8
Minimum 141 135. 86 79
Maximum 210 205. 115. 110.

Distribusi data yang menceng kanan ini menjelaskan bahwa jumlah anggota
sampel yang memiliki nilai sistol maupun diastole yang relatif rendah lebih besar
dibandingkan dengan yang memiliki nilai sistol maupun diastole yang relatif tinggi.
Atau dengan kata lain, jumlah anggota sampel yang memiliki tekanan darah yang
relatif rendah diukur dari tekanan darah rata-rata, lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah anggota sampel yang memiliki tekanan darah yang relatif tinggi.
Keragaman (variance) tekanan darah anggota sampel, baik sistol maupun
diastole sebelum dan sesudah pemberian aroma kayu manis, yang adalah kuadrat dari
simpangan baku (standard deviation), menunjukkan nilai yang relatif besar yaitu
232,685 (sistol sebelum pemberian aroma kayu manis); 239,305 (sistol sesudah
pemberian aroma kayu manis); 93,915 (diastol sebelum pemberian aroma kayu
manis); dan 60,640 (diastol sesudah pemberian aroma kayu manis). Artinya, tekanan
darah anggota sampel (sistol maupun diastole, sebelum maupun sesudah pemberian
aroma kayu manis), sangat beragam. Besarnya keragaman ini dapat difahami sebagai
akibat dari besarnya rentang sebaran nilai yang dimiliki oleh masing-masing variabel,
sehingga membangun ruang yang lebar terhadap simpangan data diukur dari nilai
rata-rata.
Tabel 2. menunjukkan hasil uji normalitas distribusi nilai tekanan darah (sistolik
dan diastolik) sebelum dan sesudah pemberian aroma kayu manis. Hasil uji
menggunakan statistic Kolmogorov-Smirnov diperoleh bahwa data sistolik sebelum
dan sesudah pemberian aroma kayu manis, dan juga data diastolic sebelum dan
sesudah pemberian aroma kayu manis, semuanya berdistribusi normal. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai sig. yang diperoleh dari hasil perhitungan dimana adalah lebih
besar dari nilai .
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 225
Tabel 2. Tekanan Darah Sistol dan Diastol Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
Statistic Df Sig.
Sistol_Sebelum_Perlakuan 0.147 25 0.153
Sistol_Sesudah_Perlakuan 0.148 25 0.145
Diastol_Sebelum_Perlakuan 0.212 25 0.052
Diastol_Sesudah_Perlakuan 0.154 25 0.116
Tabel 3 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata, yaitu rata-rata nilai sistol
sebelum pemberian aroma kayu manis dengan rata-rata nilai sistol sesudah
pemberian aroma kayu manis dengan menggunakan uji-t berpasangan. Dari hasil uji
beda dua nilai rata-rata ini diperoleh bahwa nilai sig. lebih kecil dari nilai . Nilai sig.
yang diperoleh adalah 0,000 sementara nilai adalah 0,05. Artinya, terjadi perbedaan
yang signifikan secara statistik antara nilai rata-rata sistol sebelum pemberian aroma
kayu manis dengan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma kayu manis. Nilai
rata-rata perbedaannya adalah 7,041,04. Sebagaimana telah diterangkan di atas
dimana nilai rata-rata sistol sebelum pemberian kayu manis adalah 160,272,99
sedangkan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma kayu manis selama 30
menit adalah 153,233,03. Mengacu kepada nilai-nilai ini dan mengacu kepada hasil
uji beda yang ditunjukkan pada tabel 3, maka dinyatakan bahwa terjadi penurunan
tekanan darah (sistol) pada anggota sampel setelah menghirup aroma kayu manis
selama 30 menit, yaitu dari 160,272,99 ke 153,233,03.
Tabel 3. Uji Beda Dua Nilai Rata-rata Sistol dengan Uji-t Berpasangan.
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
t df
Sig. (2-
tailed)
Sistolik_Sebelum_Perlakuan
Sistolik_Sesudah_Perlakuan
7.03846 5.31022 1.04142 6.759 25 0.000
Tabel 4. Uji Beda Dua Nilai Rata-rata Diastol dengan Uji-t Berpasangan.
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
t df
Sig. (2-
tailed)
Diastolik_Sebelum_Perlakuan
Diastolik_Sesudah_Perlakuan
5.346 5.614 1.101 4.856 25 0.000

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 226
Diharapkan Tabel 4 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata diastole
sebelum pemberian aroma kayu manis dan rata-rata nilai diastol sesudah pemberian
aroma kayu manis dengan menggunakan uji-t berpasangan. Dari hasil uji beda dua
nilai rata-rata ini diperoleh juga bahwa nilai sig. lebih kecil dari nilai . Nilai sig. yang
diperoleh adalah 0,000 sementara nilai adalah 0,05. Artinya, juga terjadi perbedaan
yang signifikan secara statistik antara nilai rata-rata diastol sebelum pemberian aroma
kayu manis dengan nilai rata-rata diastol sesudah pemberian aroma kayu manis. Nilai
rata-rata perbedaannya adalah 5.3461.101. Sebagaimana juga telah diterangkan di
atas dimana nilai rata-rata diastol sebelum pemberian kayu manis adalah 97,341,90
dan nilai rata-rata diastole sesudah pemberian kayu manis adalah 92,001,52.
Mengacu kepada nilai-nilai ini dan mengacu kepada hasil uji beda yang ditunjukkan
pada tabel 4, maka dinyatakan bahwa terjadi penurunan tekanan darah (diastol) pada
anggota sampel setelah menghirup aroma kayu manis selama 30 menit, yaitu dari
97,341,90 ke 92,001,52.
Mengacu kepada beberapa referensi yang ada bahwa penurunan tekanan darah
yang terjadi terkait dengan penghirupan aroma kayu manis ini dapat diterangkan
berikut ini. Bahwa linalool yang merupakan salah satu zat memiliki sifat menenangkan
masuk ke sistem persarafan dan akan diikat oleh reseptor GABA. Linalool yang diikat
oleh reseptor GABA akan menghambat glutamate yang dilepaskan dari neuron lain di
synapsis sehingga informasi yang masuk ke neuron tidak banyak sehingga otak
mendefenisikan suasana dalam keadaan tenang. Akhirnya jantung tidak dipacu secara
cepat. Selanjutnya sebagai hasilnya tekanan darah menjadi menurun. Frekuensi
denyut jantung ditentukan oleh otak, karena salah satu fungsi otak adalah sebagai
pengendali organ, salah satunya adalah jantung [14].
Kesimpulan
Dari hasil analisis data tekanan darah, baik sistol maupun diastol, dengan
menggunakan uji beda dua nilai rata-rata diperoleh bahwa ditemukan perbedaan yang
signifikan secara statistik antara nilai rata-rata sistol dan diastol sebelum pemberian
aroma kayu manis dengan nilai rata-rata sistol dan diastole sesudah pemberian aroma
kayu manis. Perbedaan yang terjadi adalah disebabkan oleh terjadinya penurunan
tekanan darah (sistol dan diastol) pada anggota sampel setelah menghirup aroma
kayu manis selama 30 menit. Mengacu kepada hasil yang diperoleh ini
menginformasikan bahwa aroma kayu manis dapat digunakan untuk menurunkan
tekanan darah (sistol dan diastol) pada penderita hipertensi.
Referensi
[1] Mc Grane M.M., 2011. Dairy comsumption blood pressure and risk of
hipertension: An evidence-based review of recent literature. Curr. Cardiovasc.
Risk Rep. Salud Publica De Mexico Vol. 55 No. 5 hal. 493.
[2] Salehnejad G., Aliranmaei N. dan Naderi A., 2013. Study of Relationship Between
High Blood Pressure and Clinical Markers and Individual Cerebro Vascular
Accident in Clients that Referred to Towhid Hospital in Sanandaj (Kurdistan of
Iran) in 2010. Life Science Journal Vol.10 hal. 441-450.
[3] Fava C., Sjogren M. dan Melander O., 2013. Prediction of Blood Pressure
Changes Over Time and Incidence of Hypertension by a Genetic Risk Score in
Swedes. Hypertension Vol. 61 No. 2 hal. 319-26.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 227
[4] Chien L.W., Ceng S.L. dan Chi F.L., 2012. The effect of lavender
aromatherapy on autonomic nervous system in middle woman with insomia.
Journal of Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine Vol. 20 hal.
1-9.
[5] Mancia G., 2013. Ambulatory Central Blood Pressure: A New Opportunity for
Mechanistic and Clinical Cardiovascular Research. Journal of the American Heart
Association Vol. 61 hal. 1148-1149.
[6] Niiranen T. J., Asayama K. dan Staesen, J. A., 2013. Outcome-Driven Thresholds
for Home Blood Pressure Measurement: International Database of Home blood
pressure in relation to Cardiovascular Outcome. Journal of the American Heart
Association Vol. 61 No.1 hal. 27-34.
[7] Jung Jung D., Cha Y.J., Kim E.S., Ko G .II., Jee S.Y., 2013. Effect of ylang-ylang
aroma on blood pressure and heart rate in healthy men. Journal of Exercise
Rehabilitation Vol .2 No. 9 hal. 250-255.
[8] Goldstein F.C., Levey A.I. dan Steenland N. K., 2013. High Blood Pressure and
Cognitive Decline in Mild CognitiveImpairment. Journal compilation The American
Geriatrics Society Vol. 61 No. 1 hal. 67-73
[9] McLean R.M, Williams S. dan Parnell W.R., 2013. Blood pressure and
hypertension in New Zealand: results from the 2008/09 Adult Nutrition Survey.
Journal of the New Zealand Medical Vol. 126 No. 1372 hal. 1175-8716.
[10] Khaki A., Nouri M. dan Khaki A.A., 2013. Remedial Effect of Cinnamon
Zeylanicum on serum anti-oxidants levels in male diabetic. Rat. Arash Life
Science Journal Vol. 10 No. 4 hal. 100.
[11] Fathiazad F., Khaki A. dan Khaki A.A., 2013. Effect of Cinnamon Zeylanicum on
serum Testosterone and anti-oxidants levels in Rats International. Journal
Womens Health Reproduction Sci. Vol. 1 No. 1 hal. 2330-4456.
[12] Buchbauer G., 2004. U berbiologi sche Wirkungen von Duftstoffen und a
therischen O len. Wiener medizini sche Wochenschrift Vol.154 No. 2122 hal.
539547.
[13] Buckle J., 2001. Aromatherapy and Diabetes. Diabetes Spectrum Vol. 4 No. 3
hal. 124-126.
[14] Whiting P.J., 2003. GABA-A receptor Subtypes in the Brain: a Paradigm for CNS
Drug Discovery. Journal Drug Discovery Today Vol. 8 No.10 hal.445-450.

Martha Novita Oktarina
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
horas@unai.edu

Sapti Widiarti
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia

Nurhayati Siagian
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia

*
Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 228
Potensi Kearifan Lokal Khas Sumatera Selatan Dalam
Pengembangan Materi Pembelajaran Sains Topik Global
Warming Berdasarkan Kurikulum 2013 Untuk Siswa
SMP (Sekolah Menengah Pertama)
Meilinda, Khoiron Nazip, dan Ermayanti
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan prototype materi pembelajaran
sains berbasis lokal material khas Sumatera Selatan untuk mengembangkan
enviroment literacy siswa SMP berdasarkan kurikulum 2013. Daerah yang dijadikan
sampel untuk melihat kearifan lokal yang dimiliki ialah Kotamadya Palembang mewakili
daerah perkotaan, Kabupaten Muara Enim mewakili daerah pegunungan dan
Kabupaten Ogan Ilir mewakili dari pesisir rawa dan transisi. Pada tahun pertama
penelitian ini berhasil diidentifikasi beberapa kearifan lokal khas sumatera selatan dan
topik pembelajaran berdasarkan kurikulum 2013 yang dapat digunakan untuk
membangun karakter enviroment literacy siswa di SMP. Beberapa kearifan lokal yang
berpotensi untuk dikembangkan dalam materi pembelajaran sains topik global
warming diantaranya tunggu tubang, lebak lebung, sistem siring, rumah apung dan
rumah panggung. Dari hasil penelitian tentang kearifan lokal tersebut didapat data
tentang sikap masyarakat terhadap pengaruh global warming terkait dengan kearifan
lokal yang mereka punyai dan pengembangannya pada pembelajaran sains topik
global warming di SMP untuk penanaman karakter enviroment literacy.
Kata-kata kunci: kearifan lokal, environment literacy, global warming

Pendahuluan
Pendidikan formal merupakan slaah satu alternatif paling rasional bagi
keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup dan juga menjadi sarana yang sangat
penting dalam menghasilkan sumberdaya manusia yang dapat melaksanakan prinsip
pembangunan berkelanjutan (6,8,9). Setelah 22 tahun materi lingkungan hidup
menyusup dalam kurikulum di sekolah seharusnya telah menghasilkan wujud nyata
berupa terbentuknya sikap dan perilaku sadar lingkungan pada masyarakat (1).
Namun berdasarkan hasil penelitian Universitas Adelaide (2), Indonesia masuk dalam
empat negara besar yang paling berkonstribusi terhadap kerusakkan lingkungan
setelah Brazil, Amerika Serikat dan China. Fakta di atas merupakan indikasi nahwa
tujuan dari pendidikan lingkungan hidup belum sepenuhnya tercapai.
Belum tercapainnya tujuan pendidikan lingkungan hidup karena aplikasi
pendidikan lingkungan hidup pada semua jenjang pendidikan lebih menekankan
subtansi materi ekologi walau pun telah ada yang mengajarkan dalam bentuk analisis
masalah tapi permasalahan yang dimunculkan bukan permasalahan lokal atau
permasalahan yang benar-benar terjadi maksudnya hanya berupa prediksi padahal
siswa terutama SMP (Sekolah Menengah Pertama) kebawah masih mengalami
perkembangan metakognitif yang rendah sehingga tidak bisa meletakkan hal berbeda
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 229
dalam 1 kemungkinan yang sama. Menurut penelitian ketika informasi kogniti yang
disampaikan pada siswa lepas dari lingkungan sosial siswa dan tidak menyentuh
aspek mental secara aktif maka tidak akan mengubah sikap siswa (5,10) dan salah
satu lingkungan yang paling berpengaruh terhadap kehidupan siswa adalah kearifan
lokal, untuk itulah penelitian ini dilakukan.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif pada tiga kabupaten/kota di
sumatera selatan. Ketiga kabupaten kota itu adalah Muara Enim mewakili daerah
pegunungan, Ogan Ilir mewakili daerah rawa dan Palembang mewakili daerah Urban.
Penelitian dilakukan untuk mendata kearifan lokal yang berpotensi untuk
dikembangkan dalam materi ajar topik global warming di SMP yang dilakukan
dengan cara observasi lapangan, wawancara dan studi dokumentasi.
Pengambilan data lapangan dilakukan secara sistemik melalui kuesioner
(kuantitatif) dan wawancara mendalam, Selain itu riset ini disertai dengan diskusi
kelompok fokus (Focus Group Discussion) dan pengamatan lapang untuk lebih
memahami kondisi nyata yang terjadi. Sumber data ada dua yaitu data primer,
diperoleh dari masyarakat dan pemerintah pada level kampung/desa hingga
kabupaten. Data primer yang dikumpulkan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur yang saling terkait dengan wilayah
riset. Data kearifan lokal yang didapat kemudian direduksi dan di perdalam hanya
pada data yang berpotensi untuk di kembangkan dalam materi ajar di SMP
berdasarkan kurikulum 2013.
Kearifan lokal menurut undang-undang no. 23 tahun 2009 adalah nilai-nilai luhur
yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk melindungi dan mengelola
lingkungan secara lestari (7), kearifan lokal juga dapat dipandang sebagai usaha
manusia dengan menggunakan akalnya dalam bertindak atau bersikap terhadap
sesuatu, obyek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (7).
Hasil dan diskusi
Beberapa kearifan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan dalam topik
global warming (pemanasan global) untuk pembelajaran sains di SMP adalah sebagai
berikut.
Tabel 1. Potensi Kearifan Lokal Sumatera Selatan.
No Kearifan Lokal Asal Wilayah
1 Rumah apung Palembang
2 Rumah panggung Sumsel
3 Gataran Ogan Ilir
4 Tunggu Tubang M. Enim
5 Lebak Lebung Ogan Ilir
6 Shifting Cultivation M. Enim
7 Lubuk Larangan M. Enim
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 230
Rumah Apung merupakan sejenis rumah rakit yang terletak di bantaran sungai
musi. Rumah ini berpondasi beberapa lapis bambu sehingga bisa mengapung di atas
permukaan sungai sesuai ketinggian air.
Rumah panggung merupakan rumah yang umum terdapat di daerah Sumatera
selatan hal ini dimungkinkan karena berada di daerah hutan bela tara sehingga banyak
binatang-binatang liar yang masuk ke kampung dan membahayakan kehidupan
manusia. Namun seiring perkembangan zaman dan pertambahan jumlah penduduk,
rumah panggung yang biasanya dulu hanya di huni di bagian atasnya sedang bagian
bawah hanya tempat meletakan kayu bakar atau memelihara hewan ternak sekarang
bagian bawah dibangun dengan bentuk yang lebih modern dan terkadang disewakan
ke keluarga yang lainnya. kearifan lokal ini berpotensi untuk dikembangkan dalam
topik pembelajaran sains di SMP terutama bahasan hubungan tentang aktivitas
manusia dan kaitannya dengan global warming.
Gataran merupakan istilah yang dipakai penduduk Ogan Ilir untuk menamai
lantai tambahan rumah berupa tambahan papan yang diletakkan di atas lantai dasar
atau awal. Gataran ini akan dibuat penduduk yang bertempat tinggal di daerah pasang
surut untuk menghadapi air yang pasang hingga melebihi lantai dasar. Rumah
panggung di daerah pasang surut biasanya setinggi maksimal naiknya permukaan air
rawa/sungai. Pengaruh perubahan cuaca dan effeck global warming pada tahun 2013
awal tinggi air pasang melebihi dari biasanya. Masyarakat menyikapi banjir pasang ini
tidak dengan mengungsi atau meninggikan permukaan tanah tempat mereka tinggal
tetapi memasang gataran di lantai rumah mereka dan melepaskannya kembali ketika
air telah kembali surut. Ketika beberapa rumah terbakar pada pertengahan juni 2013
yang penduduk lakukan hanyalah membangun kembali rumah mereka dengan
meninggikan tiang rumahnya di tempat awal (hasil wawancara). Kearifan lokal ini
menjaga alih fungsi rawa dan menjaga daerah resap air sehingga ketika terjadi
perubahan cuaca ekstrim sebagai dampak global warming daerah resap air dan
sumber karbon di rawa tetap terjaga. Perubahan tinggi tiang rumah dan sisa gataran
dapat di lihat pada Gambar 1 dan 2.

Gambar 1. Rumah panggung yang baru di bangun yang tingginya lebih dari tetangga
lainnya.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 231

Gambar 2. Sisa gataran yang belum di bongkar.
Kearifan lokal berikutnya yang berpotensi di dalam pengembangan materi ajar
adalah adat istiadat tunggu tubang. Tunggu tubang merupakan adat istiadat daerah
Semendo kabupaten Muara Enim adat ini berisikan pewarisan harta keluarga berupa
rumah, tanah, kebun dan sawah pada anak perempuan di keluarga. Pewarisan
tersebut menyebabkan si pewaris boleh memanfaatkan sepenuhnya arta warisan
keluarga tetapi tidak boleh menjual dan mengalihfungsikannya, kearifan lokal ini
menjaga kelestarian alam dan lahan pertanian sehingga ekologi tetap terjaga.
Pewarisan dalam adat tunggu tubang ini tergolong pewarisan kolektif (11).
Kearifan lokal berikutnya adalah lebak lebung dan lubuk larangan. Prinsip dasar
kedua kearifan lokal ini sama hanya nama dan asalnya saja yang berbeda. Lebak
lebung dan lubuk larangan adalah pembatasan pengambilan ikan pada wilayah lebung
tertentu sampai batas yang di tentukan, bila waktu panen ikan lebung di lelang dan
pengemin sebagai pemenang memberikan uang pembelian lebung pada pemerintah
setempat untuk dana pembangunan daerah hal ini berlangsung setahun sekali
sehingga keberadaan ikan sebagai sumber daya lokal tetap kelestariannnya
sedangkan lubuk larangan belum terlalu teroganisir seperti lebak lebung tetapi memiliki
dampak yang yang sama terhadap pelestarian ekosistem. Berikut gambar wilayah
rawa salah satu lokasi lebak lebung di kabupaten Ogan Ilir tepatnya Tanjung Putus

Gambar 3. Daerah rawa lebak lebung Tanjung Putus.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 232
Kearifan lokal berikutnya adalah shifting cultivation atau ladang berpindah.
Disebut kearifan lokal karena ini merupakan kebiasaan yang terus berlangsung dan di
anggap baik oleh masyarakat. Menurut Colfer (1997),ladang berpindah merupakan
sebuah sistem pertanian yang terus berpindah dari satu ladang ke ladang lainnya
dengan membuka ladang baru dan meninggalkan ladang yang sebelumnya telah
dimanfaatkan. Sistem pertanian tersebut terus berjalan dari generasi ke generasi, yang
dikenal dengan nama lain seperti tebang bakar (slash and burn), uma J alan dan
lembo di Kalimantan, atau ngahuma di J awa Barat, (Col). Siklus dari sistem
perladangan berpindah adalah sebagai berikut

Gambar 4. Siklus Shifting Cultivation (12).
Sistem perladangan berpindah dimulai dengan melakukan penebangan di
kawasan hutan kemudian pada musim kemarau lahan dibakar dengan tujuan untuk
pembersihan lahan (a). Ketika musim hujan,lahan mulai ditanami dengan tanaman
semusim hingga dua kali musim tanam (b) dan setelah itu lahan diberakan hingga
waktu yang tak ditentukan (c). Pada saat diberakan atau di tinggal, lahan ditumbuhi
oleh semak belukar yang akan membentuk hutan sekunder (d) dan dalam waktu yang
sangat lama akan kembali membentuk hutan primer (e). Seiring berjalannya waktu,
petani akan mengelola ladang yang telah dimiliki sebelumnya dengan menggunakan
cara tebang bakar kembali. Biasanya proses peladangan sebelum diberakan
berlangsung 10-15 tahun. Menurut beberapa penelitian untuk daerah trofis ladang
berpindah bisa menjaga unsur hara di tanah karena ada proses pemberaan atau
penghutanan kembali tapi seiring dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan
ekonomi sehingga pembukaan hutan semakin luas.
Hasil dari kearifan lokal yang didapat selanjutnya akan dikembangkan dalam
materi ajar topik pemanasan global (Global Warming). topik global warming ini
terdapat dalam KD.3.10 kelas XIII yang berbunyi mendeskripsikan tentang penyebab
terjadinya pemanasan global dan dampaknya bagi ekosistem. Pengembangan materi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 233
ajar akan mengikuti model pengembangan materi ajar educational reconstruction yang
dikembangkan oleh Duit (1995).

Gambar 5. Model pengembangan materi ajar.
Penelitian ini masih dalam tahap penyelesaian yang akan dilanjutkan pada tahap
berikutnya.
Kesimpulan
Berdasarkan data ditemukan tujuh kearifan lokal yang berpotensi untuk
dikembangkan dalam pengembangan materi ajar topik global warming untuk siswa
SMP yaitu rumah apung, rumah panggung, gataran, tunggu tubang, lebak lebung,
shifting kultivasion atau ladang berpindah dan lubuk larangan.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih atas DIKTI melalui dana penelitian Skim
Hibah bersaing atas dukungan finansialnya pada penelitian ini .
Referensi
[1] Adisendjaja, Y.H. 2009. Pembelajaran pendidikan lingkungan hidup: belajar dari
pengalaman dan belajar dari alam. Makalah penelitian di unduh dari direktori
Dosen UPI. www.UPI.edu/directori/dosen/Mipa/Pdf. tanggal 2 maret 2013
[2] Corey J .A. Bradshaw, Giam X., Navjot .S. Sodhi. 2010. Evaluating the relative
enviroment Impact of Countries. J urnal PloS ONE (5)5-e-104040
[3] Colfer, C.J .P. 1997. Beyond Slash and Burn, Building on Indigenous
Managementof Borneos Tropical Rain Forest. The New York Botanical Garden.
NewYork
[4] Fox, J .M., 2000. How Blaming Slash and Burn Farmers is Deforestating
Mainland Southeast Asia. Analysis from The East-West Center 47. pp:1-7
[5] Leksono, S.M., Rustaman, N. 2012.Ujicoba Pengembangan Model Pembelajaran
Koservasi Biodiversity Berbasis Kearifan Lokal Untuk Meningkatkan Literacy
Biodiversity bagi Calon Guru Biologi. Prosiding seminar nasional cakrawala
pembelajaran berkualitas di Indonesia
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 234
[6] Martins, Mata M.A. Carlos A. V. Costa. .2006. Education for Sustainability:
Challenges and Trends. Jurnal of Clean Techn Environ Policy Vol 8: 3137
[7] Ridwan, Nurma Ali. 2009. Landasan Keilmuan kearifan lokal. Ibda 5(1): 27-38
[8] Rowe D. 2002. Enviroment literacy and Sustainability as core Requirements
Succes Story and Models. Journal of Teaching Sustainability at Universtie (5) 39-
45
[9] Trevors, J .T. & Saier, M.H.,(2010). Education for Humanity. Jurnal Water Air Soil
Pollution 206:12
[10] Yusuf. Y., Rhoma D.W., (2007). Transformasi Masyarakat Melalui Pendidikan
Lingkungan Hidup (Kajian Perilaku Masyarakat Kampus Dan Kurikulum
Pendidikan Lingkungan di Perguruan Tinggi Yogyakarta). Jurnal Penelitian
Bappeda Kota Yokyakarta Volume 2. 2007


Meilinda*
Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNSRI
Meilinda.unsri@gmail.ac.id

Khoiron Nazip
Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNSRI
Nazip_khoironnnazip@yahoo.co.id

Ermayanti
Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNSRI
Ema_antik@yahoo.co.id


*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 235
Inhalasi Minyak Esensial Mawar (Rose) Untuk
Menurunkan Tekanan Darah Pada Penderitaan
Tekanan Darah Tinggi
Melani Tambunan
*
, Sapti Widiarti dan Palupi Triwahyuni
Abstrak
Tekanan darah penderita hipertensi telah dapat diturunkan dengan menggunakan.
Minyak essensial aroma mawar, dicampur dengan air dan kemudian dipanaskan
sehingga yang inhalasi atau menghirup uap yang menghasilkan aroma. Terapi aroma
diberikan selama 35 menit kepada 26 orang anggota sampel yang menderita
hipertensi di dalam suatu ruangan yang memiliki pencahayaan dan suhu yang sama .
Sebelum terapi aroma diberikan, tekanan darah anggota sampel terlebih dahulu diukur
sebagai data awal. Tekanan darah anggota sampel kembali diukur sebagai data akhir.
Dari hasil pengujian diperoleh bahwa sistol sesudah pemberian aroma minyak essensil
mawar menurun secara signifikan dibandingkan dengan sistol sebelum pemberian
aroma. Hal yang sama juga terjadi pada diastole.
Kata kunci: Hipertensi, aroma terapi, Mawar (ROSE)

Pendahuluan
Saat ini tekanan darah tinggi merupakan, salah satu risiko utama yang dapat
mengakibatkan. Jumlah tingkat kematian tiap tahun dan terdapat kecacatan, kematian
dan tujuh persen kecacatan disesuaikan hidup tahun. Hipertensi meningkat dengan
cepat yang dialami berjuta orang tidak mengenal usia yang mempengaruhi lebih dari
satu dari tiga orang dewasa 25 tahun keatas sekitar satu milliar orang di dunia,
berpenghasilan rendah, dan menengah memiliki biaya sosial, perkembangan dan
ekonomi yang besar. Hipertensi banyak dijumpai di Indonesia terutama di kota-kota
besar dan merupakan faktor terjadinya infark miocard. Peningkatan tekanan darah
yang terjadi terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan
komplikasi [1] Peningkatan darah yang sangat tinggi jika sistolik diatas 180 mmHg dan
diastolik sama dengan110 mmHg disebut krisis hipertensi yang sering memilki
kompilkasi yang fatal fakor resiko utama adalah: stroke, gagal ginjal, gagal jantung,
yang dapat memberi harapan hidup pendek dan sering disebut sillent killer. Perubahan
gaya hidup dan pola makan dapat memperbaiki kontrol tekanan darah dan mengurangi
resiko terkait kompliasi [2]. Untuk mencegah tinggi tekanan darah pada penderita
tekanan darah tinggi terapi aroma merupakan suatu, penyembuhan yang mengunakan
bunga-bunga, tumbuh-tumbuhan memiliki aroma yang harum dan menyenangkan
untuk meningkatkan, kesehatan yang dapat membuat rileks, meningkatkan kebugaran
tubuh, mengurangi stres, diperkirakan bahwa aroma minyak esensial yang diinhalasi
akan memberikan reaksi dan mengirimkan pesan-pesan keotak dan aromanya tidak
memiliki efek berbahaya bagi kesehatan. Saat ini aromaterapi sangat berkembang
dengan pesat merupakan terapi alami yang telah digunakan dibeberapa hotel, spa,
pemijatan dan sebagai tambahan untuk campuran lulur, parfurm, sabun. Pengharum
yang dapat digunakan di rumah tangga, oleh karena itu selain digunakan sebagai
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 236
pengharum, aromaterapi sudah mulai digunakan sebagai pengobatan yang dapat
mencegah atau menyembuhkan tanpa ada efek samping yang berbahaya [3]. Teknik
penyembuhan ini mampu meningkatkan kesehatan tubuh dan pikiran. Mawar
merupakan salah satu tananam yang tumbuh di daerah subtropis dan tropis yang
memiliki sifat menenangkan dan aroma yang segar kandungan zat aktif yang
bermanfaat sebagai penghilangkan depresi, memperlancar peredaran darah, nyeri
haid, mengobati luka memar, memperlancar haid, mengobati keputihan, sakit lambung,
maag [4]. Terapi ini sangat tepat digunakan untuk dada sesak, sedih, antiviral,
antibakteri, antiperadangan, dan sumber vitamin C [5]. Minyak mawar adalah salah
satu minyak atsiri hasil penyulingan dan penguapan daun-daun mahkota sehingga
dapat dibuat menjadi parfum. Mawar juga dapat dimanfaatkan untuk teh, jelly, dan
selai. Kandungan senyawa kimia: geraniol dan citronellol, linalool, citral, phenylethyl
alcohol, nerol, farnesol, eugenol, serta nonylic aldehyde [6]. Salah satu kandungan
mawar adalah linalool yang memiliki fungsi menenangkan, anti cemas, manajemen
stres [7].
Eksperimen
Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 26 orang wanita penderita
hipertensi yang berumur 40-68 tahun. Tekanan darah sampel yang digunakan berada
di atas 140/90 mmHg. anggota sampel tidak memiliki gangguan asma, sesak nafas
dan tidak mengkonsumsi obat anti hipertensi, anggota sampel menjalankan pola
makan yang telah ditetapkan oleh peneliti dimana seluruh bahan makanan yang
diberikan tidak berpotensi untuk meningkatkan tekanan darah.
Aroma Minyak Essensial Mawar
Material yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari minyak essensial
mawar, hasil penyulingan minyak asli mawar, minyak essensial mawar memiliki aroma
yang tajam yang sangat disukai sampel Kandungan minyak esensial dari tumbuh-
tumbuhan, seperti pada batang, daun, akar, buah, dan bunga dapat diisolasi atau
dipisahkan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan penyulingan
(distilation). Penyulingan merupakan proses yang sangat menentukan untuk
mendapatkan minyak esensial dari suatu tanaman. Terdapat beberapa cara
penyulingan yang dapat dilakukan untuk menghasilkan minyak esensial dan cara-cara
tersebut tergantung pada volume serta ketersediaan alat-alat pendukung di lokasi
penyulingan. Alat penyulingan minyak sebaiknya terbuat dari bahan stainless steel.
Jika proses penyulingan dibuat dari bahan lain (non-stainless steel), minyak yang
dihasilkan akan tampak keruh.
Terapi Aroma
Dipastikan semua sampel mendapat suhu, pencahayaan ruangan yang sama,
dan juga sampel istirahat Seluruh anggota sampel ditempatkan di ruangan yang telah
disediakan. Sebelum pemberian aroma mawar penderita diberi pengarahan teknik
penghirupan dengan cara mengunakan air hangat dan menuangkan minyak essensial
mawar, sampel menghirup selama 35 menit sebelum proses aroma minyak essensial
mawar diberikan sampel diambil tekanan darahnya (sebelum perlakuan) dan sampel
menghirup aroma setelah selesai aroma diberikan distop ditunggu 10 menit kemudian
diambil tekanan darah (setelah pemberian)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 237
Pengukuran Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan alat
spigmomanometer digital (Omron). Pengukuran dilakukan pada tangan kiri di
pergelangan tangan dengan cara merekatkan mangset di tangan kiri responden.
Proses pengukuran ini dimulai dari menghidupkan spigmomanometer digital, kemudian
menekan tombol start, posisi responden duduk dengan tangan kiri sejajar dengan
jantung. Nilai tekanan darah yang muncul dilihat pada saat nilai sistol dan diastol
muncul bersamaan.
Analisis Statistik
Data hasil penelitian, yaitu: tekanan darah awal (sistol dan diastole) dan tekanan
darah akhir (sistol dan diastole) seluruh anggota sampel, dianalasis secara statistik
dengan menggunakan program SPSS versi 17. Uji normalitas distribusi data dilakukan
dengan menggunakan statistik Kolmogorov-Smirnov. Sementara uji beda dua nilai
rata-rata dilakukan dengan menggunakan uji-t berpasangan. Pada masing-masing
pengujian tingkat signifikansi yang digunakan adalah =0,05.
Hasil dan Diskusi
Deskripsi statistik nilai tekanan darah (sistol maupun diastole) yang diperoleh
sebelum pemberian dan sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar kepada
ke-26 anggota sampel didaftarkan pada tabel 1. Dari hasil yang ditunjukkan pada tabel
1 terlihat bahwa terdapat perbedaan antara nilai rata-rata sistol sebelum pemberian
aroma minyak essensial dan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma minyak
essensial mawar. Nilai rata-rata sistol sebelum pemberian aroma minyak essensial
mawar adalah 1.6092 sedangkan nilai rata-rata sistol sesudah pemberian aroma
minyak essensial mawar selama 35 menit adalah 15469 . Hal yang sama terjadi pada
nilai rata-rata diastol, dimana nilai rata-rata diastole sebelum pemberian aroma minyak
essensial mawar 10646 dan nilai rata- rata diastole sesudah pemberi adalah 942308.
Perbedaan yang terjadi pada nilai rata-rata tekanan darah ini menunjukkan tren
penurunan. Artinya, terjadi penurunan tekanan darah pada anggota sampel setelah
menghirup aroma minyak essensial mawar selama 35 menit. Namun, signifikansi
perbedaan ini perlu diuji sebagaimana akan dilakukan selanjutnya.
Tabel 1. Deskripsi statistik tekanan darah sistolik dan diastolik.
Deskripsi Stastistik
Sistol Sebelum
Perlakuan
Sistol
Sesudah
Perlakuan
Diastol
Sebelum
Perlakuan
Diastol
Sesudah
Perlakuan
Jumlah Sampel 26
Mean 1.6092 1.5469 1.0646 94.2308
Std. Error of Mean 2.77124 2.53939 3.28129 1.94881
Std. Deviation 1.41306 1.29484 1.67314 9.93703
Variance 199.674 167.662 279.938 98.745
Skewness .652 .386 .042 -.112
Std. Error of Skewness .456 .456 .456 .456
Kurtosis .597 .082 -.775 -.447
Std. Error of Kurtosis .887 .887 .887 887
Minimum 140.00 132.00 79.00 75.00
Maximum 198.00 184.00 139.00 111.00
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 238
Dari jumlah anggota sampel sebanyak 26 orang, diperoleh nilai skewness
masing-masing variable (sistol dan diastol sebelum dan sesudah perlakuan) adalah
tidak nol. Hasil ini memberikan informasi bahwa data berdistribusi normal secara
simetris. Oleh karena itu uji normalitas distribusi data diperlukan untuk
membuktikannya. Pola distribusi data untuk masing-masing variable memiliki pola
miring (skewed) yaitu miring ke arah kanan sebagaimana ditunjukkan oleh nilai
kemiringannya (skewness) yang positif. Distribusi data yang menceng kanan ini
menjelaskan bahwa jumlah anggota sampel yang memiliki nilai sistol maupun diastole
yang relatif rendah lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki nilai sistol maupun
diastole yang relatif tinggi. Atau dengan kata lain, jumlah anggota sampel yang
memiliki tekanan darah yang relatif rendah diukur 98.745 dari tekanan darah rata-rata,
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anggota sampel yang memiliki tekanan
darah yang relatif tinggi Keragaman (variance) tekanan darah anggota sampel, baik
sistol maupun diastole sebelum dan sesudah pemberian aroma minyak essensial
mawar, yang adalah kuadrat dari simpangan baku (standard deviation), menunjukkan
nilai yang relatif besar yaitu 1.41306 (sistol sebelum pemberian aroma minyak
essensial mawar): 1.29489 (sistol sesudah pemberian aroma minyak essensial
mawar); 1.67314(diastol sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar);
9.93703 dan (diastol sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar). Artinya,
tekanan darah anggota sampel (sistol maupun diastole, sebelum maupun sesudah
pemberian aroma minyak essensial mawar), sangat beragam. Besarnya keragaman ini
dapat difahami sebagai akibat dari besarnya rentang sebaran nilai yang dimiliki oleh
masing-masing variabel, sehingga membangun mawar. Hasil uji menggunakan
statistic Kolmogorov-Smirnov diperoleh bahwa data sistolik sebelum dan sesudah
pemberian aroma minyak essensial, dan juga data diastolic sebelum dan sesudah
pemberian aroma minyak essensial mawar, semuanya berdistribusi normal. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai sig. yang diperoleh dari hasil perhitungan dimana adalah lebih
besar dari nilai . ruang yang lebar terhadap simpangan data diukur dari nilai rata-rata.
Tabel 2 menunjukkan hasil uji normalitas distribusi nilai tekanan darah (sistolik
dan diastolik) sebelum dan sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar.
Tabel 2. Tekanan darah sistol dan diastol sebelum dan sesudah perlakuan.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
Statistic Df Sig.
Sistol_Sebelum_Perlakuan 145 26 172
Sistol_Sesudah_Perlakuan 130 26 200
Diastol_Sebelum_Perlakuan 117 26 200
Diastol_Sesudah_Perlakuan 121 26 200

Tabel 3 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata, yaitu rata-rata nilai sistol
sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar dengan rata-rata nilai sistol
sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar dengan menggunakan uji-t
berpasangan. Dari hasil uji beda dua nilai rata-rata ini diperoleh bahwa nilai sig lebih
kecil dari nilai . Nilai sig. yang diperoleh bahwa 16092 2,99 sedangkan nilai rata-rata
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 239
sistol sesudah pemberian aroma minyak essensial mawar selama 35 menit adalah
15469. Mengacu kepada nilai-nilai ini dan mengacu kepada hasil uji beda yang
ditunjukkan pada tabel 3, maka dinyatakan bahwa terjadi penurunan tekanan darah
(sistol) pada anggota sampel setelah menghirup aroma minyak essensial mawar
selama 35 menit, yaitu dari 16092 ke 15469 adalah, 0000 sementara nilai adalah
0,05. Artinya, terjadi perbedaan yang signifikan secara statistik antara nilai rata-rata
sistol sebelum pemberian aroma minyak essensial mawar dengan nilai rata-rata sistol
sesudah pemberian minyak essensial mawar. Nilai rata-rata perbedaannya adalah
6,235,43 Sebagaimana telah diterangkan di atas dimana nilai rata-rata sistol sebelum
pemberian aroma minyak essensial mawar adalah
Tabel 3. Uji Beda Dua Nilai Rata-rata Sistol dengan Uji-t Berpasangan.
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
T df Sig. (2-tailed)
Sistolik_Sebelum_Perlakuan
Sistolik_Sesudah_Perlakuan
6,23077 270271 53004 11.755 25 0.00
Tabel 4. Uji beda dua nilai rata-rata diastol dengan uji-t berpasangan.
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
T df Sig. (2-tailed)
Diastolik_Sebelum_Perlakuan
Diastolik_Sesudah_Perlakuan
122308 12.58351 2.46783 4.956 25 0.00

Tabel 4 menunjukkan hasil uji beda dua nilai rata-rata diastole sebelum
pemberian aroma minyak essensial mawar dan rata-rata nilai diastol sesudah
pemberian aroma minyak essensial mawar dengan menggunakan uji-t berpasangan.
Dari hasil uji beda dua nilai rata-rata ini diperoleh juga bahwa nilai sig. lebih kecil dari
nilai . Nilai sig. yang diperoleh adalah 0,00 sementara nilai adalah 0,05. Artinya,
terjadi perbedaan yang signifikan 1223082.46783 Sebagaimana juga telah
diterangkan di atas dimana nilai rata-rata diastol sebelum pemberian aroma minyak
essensial mawar adalah 106461,52 dan nilai rata-rata diastole sesudah pemberian
aroma minyak essensial mawar adalah 9423081,90. Mengacu kepada nilai-nilai ini
dan mengacu kepada hasil uji beda yang ditunjukkan pada tabel 4, maka dinyatakan
bahwa terjadi penurunan tekanan darah (diastol) pada anggota sampel setelah
menghirup aroma minyak essensial mawar selama 35 menit, yaitu dari 106461,90ke
9423081,52.
Dari hasil analisis statistik ditunjukkan bahwa penurunan tekanan darah yang
terjadi terkait dengan penghirupan aroma esensial mawar dapat diterangkan berikut ini.
Bahwa mekanisme kerja inhalasi mawar ini yang paling utama ialah indra penciuman.
Pada saat inhalasi mawar maka semua molekul akan masuk ke dalam tubuh terutama
paru-paru. Kemudian terjadi pertukaran gas di dalam alveoli yang mana molekul-
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 240
molekul dari inhalasi mawar akan dibawa oleh sirkulasi darah dari paru-paru menuju
seluruh tubuh terutama pada sistem persarafan [9]. Salah satu molekul yang
mempengaruhi sistem persarafan adalah linalool , yang mana linalool ini memilki sifat
yang menenangkan. Apabila linalool masuk ke sistem persarafan maka akan langsung
diikat oleh reseptor GABA yang mana reseptor GABA ini akan mengikat sifat yang
menenangkan. Apabila linalool ini diikat oleh resptor GABA maka glutamate terhambat
sehingga informasi yang masuk ke neuron tidak banyak, sehingga dapat
mempengaruhi neuron lain sampai informasinya terbawa ke otak sehingga otak
merasa tenang karena informasi yang dikirim tidak banyak. Sehingga dapat
mempengaruhi kerja jantung, dimana cepat lambatnya jantung berdetak dipengaruhi
oleh otak sehingga tekanan darah bisa terkontrol.

Daftar Pustaka
[1] Radhi, Ansa dan Muhamad. 2010. Pencegahan dan pengendalian-hipertensi.
Hypertension crisis ,Blood Press. Vol. 19 No. 6 hal. 32836.
[2] Asokan GV et al. 2011. Osteoarthritis among women in Bahrain: a public health
audit. Oman Medical Journal, Vol. 26 No. 6, hal. 426430.
[3] Vries, DPD, LAM Dubois. 2004. Early selection in hybird Tea-rose seedlings for
cut stem length. Euphyt Vol. 26 No.3 hal. 761-767.
[4] Mulyana Yanti, Warya Sohadi, Fika dan Inayah. 2011. Efek aromaterapi minyak
esensial mawar (rose domacena mill) terhadap jumlah bakteri udara ruangan
berpendingin. Jurnal stikes Vol. 6 No.1 hal. 84-98.
[5] McLain DE. Chronic Health Effects Assessment of Spike Lavender Oil. Walker
Doney and Associates, Inc 2009; 1-18
[6] Taufiq T. 2007. Menyuling Minyak Atsiri. PT. Citra Pramana: Yogyakarta
[7] Brambilla P, Peres J, Barale F, Schettini dan Soares JC. 2003. GABAergic
dysfinction in mood disorders. Nature Publishing Group Vol. 8 hal. 721-73

Melani Tambunan
*
,
Laboratorium Sains Terapan,
Universitas Advent Indonesia
Jln. Kolonel Masturi No. 288 Parongpong, Bandung Barat
email: melanitam@rocketmail.com

Sapti Widiarti
Laboratorium Sains Terapan,
Universitas Advent Indonesia
Jln. Kolonel Masturi No. 288 Parongpong, Bandung Barat

Palupi Triwahyuni
Laboratorium Sains Terapan,
Universitas Advent Indonesia
Jln. Kolonel Masturi No. 288 Parongpong, Bandung Barat


*) Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 241
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw II Terhadap Peningkatan Motivasi Belajar dan
Hasil Belajar Kognitif Fisika Siswa
Niki Dian Permana P*, Agus Yoni PW, Yennita, Zuhdi Maaruf
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw II terhadap motivasi belajar dan hasil belajar kognitif fisika siswa.
Penelitian dilakukan pada kelas VII salah satu SMP Negeri 1 Kampar Timur
Kabupaten Kampar provinsi Riau dengan populasi penelitian terdiri dari 6 kelas
dengan jumlah siswa 170 orang, sampel diambil dengan teknik simple random
sampling sehingga terpilih satu kelas sebagai kelas eksperimen yang menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol
yang menerapkan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini menggunakan
desain Pretest-Postest control group design. Instrument penelitian yang digunakan
adalah angket motivasi belajar ARCS terdiri atas Attention (perhatian), Relevance
(relevansi), Confidence (percaya diri), Satisfaction (kepuasan) dan tes hasil belajar
kognitif fisika pada materi zat dan wujudnya. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh
kesimpulan bahwa motivasi belajar fisika siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada
kelas kontrol. Peningkatan hasil belajar kognitif fisika siswa di kelas eksperimen
diperoleh N-gain 0.7 dengan kategori tinggi sedangkan pada kelas kontrol diperoleh N-
gain 0.53 dengan kategori sedang sehingga disimpulkan bahwa peningkatan hasil
belajar kognitif fisika siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.
Berdasarkan hasil analisis inferensial dengan uji t diperoleh hasil nilai t
hitung
(5,11) >
t
tabel
(1,76) sehingga H
0
ditolak dan Ha diterima dengan signifikansi 5% sehingga
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kognitif
fisika siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Dengan demikian model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II layak digunakan sebagai alternatif model
pembelajaran fisika di sekolah karena dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi
belajar dan menigkatkan hasil belajar kognitif fisika siswa.
Kata-kata kunci: Motivasi Belajar, Hasil Belajar Kognitif, Model Pembelajaran
Kooperatif, Tipe Jigsaw II

Pendahuluan
Permasalahan utama dalam pembelajaran pendidikan formal saat ini adalah
rendahnya daya serap peserta didik [1]. Hal ini terjadi karena pembelajaran di sekolah
saat ini cenderung berpusat pada guru (teacher centered) sehingga siswa tidak
mendapat akses untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dalam proses
berpikirnya. Menurut Bobi DePorteer kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20%
dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat
dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan
kita lakukan [2].
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 242
Hal ini terbukti ketika peneliti memperoleh informasi dari guru bidang studi IPA
fisika di salah satu SMP negri di Kabupaten Kampar Provinsi Riau, rata-rata hasil
belajar kognitif IPA fisika siswa kelas VII pada tahun ajaran 2010/2011 adalah 63
sedangkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk tahun ajaran 2011/2012 adalah 65.
Sehingga hasil belajar kognitif siswa belum tercapai seperti yang diinginkan.
Menurut UUSPN No.20 tahun 2003 pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Salah satu tujuan pembelajaran IPA fisika di SMP adalah memberikan pengalaman
kepada siswa dalam merencanakan dan melakukan kerja ilmiah untuk membentuk
sikap ilmiah oleh karena itu seharusnya dalam pembelajaran fisika siswa berinteraksi
dengan guru dengan cara siswa dibimbing oleh guru dalam menemukan konsep fisika
melalui sumber belajar yang ada sehingga siswa secara aktif dapat mengetahui
bagaimana proses menemukan sebuah konsep fisika.
Dalam rangka melakukan perbaikan kualitas pembelajaran yang selama ini
dilakukan agar sesuai dengan tujuan pembelajaran fisika di SMP maka guru bisa
melakukan perubahan metode pembelajaran yang biasa dilakukan dengan metode
baru yang bisa mengajarkan bagaimana siswa belajar menemukan sebuah konsep
melalui kerja ilmiah sehingga bisa meningkatkan motivasi dalam diri siswa untuk giat
dalam belajar dan hasil belajar kognitif siswa juga bisa mengalami peningkatan karena
motivasi belajar berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Seorang siswa yang memiliki intelegensia cukup tinggi, bisa jadi gagal karena
kekurangan motivasi. Hasil belajar akan optimal jika ada motivasi yang tepat [3]
Teori kontruktivisme merupakan teori yang tepat untuk menumbuhkan motivasi
dan meningkatkan hasil belajar siswa. Teori kontruktivisme menyatakan bahwa siswa
harus membangun sendiri pengetahuanya dan guru memberikan anak tangga yang
membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi [4]
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model yang mengacu pada teori
kontruktivis. Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan
positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi secara langsung, komunikasi antar
anggota dan evaluasi proses kelompok [5]. Prinsip dasarnya adalah siswa aktif, belajar
kerja sama, belajar menemukan sambil melakukan, membangun motivasi dan
pembelajaran yang menyenangkan [6].
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson et al
(1978) dari Universitas Texas. Bentuk adaptasi dari Jigsaw Aronson yang lebih praktis
dan mudah adalah Jigsaw II. Jigsaw II ini sangat cocok digunakan dalam pelajaran-
pelajaran kajian sosial, sastra, beberapa bagian ilmu pengetahuan alam, dan bidang-
bidang lainnya yang tujuannya penguasaan konsep [7].
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II telah terbukti dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya, daya ingatan siswa,
kepuasan siswa dengan pengalaman belajar yang diperolehnya serta membantu siswa
dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan, keterampilan sosial,
meningkatkan rasa percaya diri serta membantu meningkatkan hubungan positif antar
siswa [5].
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 243
Tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II adalah sebagai berikut
[7]
1. Membaca
Siswa membaca semua materi secara umum berdasarkan tujuan pembelajaran
kemudian setiap siswa membaca materi sesuai dengan lembar materi ahli yang
diterimanya.
2. Diskusi Kelompok Ahli
Siswa yang memiliki lembar materi ahli yang sama berkumpul untuk
mendiskusikan materi dalam kelompok ahli.

Gambar 1. diagram diskusi kelompok ahli [1].
Group A, B, C, D, dan E merupakan kelompok asal sedangkan kelompok 1, 2, 3
dan 4 merupakan kelompok diskusi ahli.
3. Laporan Tim
Setelah dari kelompok ahli siswa kembali ke kelompok asal untuk
mengajarkan materi yang menjadi keahlianya kepada teman-teman sekelompok
secara bergantian.
4. Tes
Pada akhir jam pelajaran siswa mengerjakan tes individual yang mencakup
semua topik yang dipelajari pada pertemuan tersebut.
5. Rekognisi Tim
Sesegera mungkin setelah melakukan tes, skor kemajuan individual dan skor
tim dihitung. Kepada tim dengan skor tertinggi diberikan penghargaan. Skor
perkembangan diperoleh siswa dengan membandingkan skor kuis individualnya
dengan skor awal mereka.
Metodologi Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah quasi experimental dengan desain penelitian yang
digunakan berupa randomized pretest-posttest control group design.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 244
Tabel1. Randomized pretest-posttest control group design [8].
TreatmentgroupR O
1
X O
2
ControlgroupR O
1
C O
2
Berdasarkan gambar desain penelitian di atas O
1
adalah pretest, O
2
adalah
posttest, X adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan C
adalah penerapan model pembelajaran konvensional.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII sejumlah 170 orang
yang terdistribusi dalam 6 kelas. Sampel diambil dua kelas secara acak (simple
random sampling) dari populasi yang ada sehingga diperoleh satu kelas eksperimen
(treatment group) dan satu kelas kontrol (control group).
Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes hasil belajar kognitif fisika siswa
pada materi pokok zat dan wujudnya dan angket motivasi belajar siswa. Tes hasil
belajar kognitif fisika siswa ini berbentuk pilihan ganda (multiple choice test) yang telah
divalidasi oleh para ahli berupa validitas isi (content validity) yang terdiri dari 3 soal C
1
(pengetahuan)
,
3 soal C
2
(pemahaman), 4 soal C
3
(penerapan), 2 soal C
4
(analisis) dan
1 soal C
5
(sintesis).
Angket motivasi belajar yang digunakan diadopsi dari model motivasi ARCS
yang dikembangkan oleh Keller (1987) yang terdiri dari 36 pernyataan yang
terdistribusi dalam 4 indikator yaitu (1) Perhatian (Attention) merupakan strategi untuk
menimbulkan rasa ingin tahu dan minat siswa (2) Relevansi (Relevance) merupakan
strategi untuk menghubungkan keperluan, minat dan motif siswa (3) Percaya diri
(Confidence) merupakan strategi untuk membantu siswa membangkitkan sikap
percaya, yakin akan berhasil atau berhubungan dengan harapan untuk berhasil (4)
Kepuasan (Satisfaction) strategi untuk membangkitkan rasa bangga, puas
atas hasil yang dicapainya [9]. Pemberian skor motivasi belajar disusun berdasarkan
skala likert.
Data tes hasil belajar kognitif dan angket motivasi dianalisis secara deskriptif
dan inferensial untuk melihat gambaran peningkatan hasil belajar kognitif dan motivasi
belajar siswa serta untuk menguji hipotesis setelah dilakukan uji homogenitas dan uji
normalitas.
Peningkatan hasil belajar kognitif siswa dianalisis dengan cara membandingkan
hasil skor tes sebelum pembelajaran (S
pretest
) dan sesudah pembelajaran (S
posttest
)
serta skor maksimal ideal (S
maks
) dengan menggunakan persamaan N-gain yang
dinormalisasi (g) sebagai berikut [10] :
pre maks
pre post
S S
S S
g

(1)
Kategori peningkatan hasil belajar kognitif berdasarkan gain dijelaskan pada
tabel berikut:
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 245
Tabel 2. Kategori peningkatan hasil belajar kognitif berdasarkan N-gain (g) [10] .
Batasan Kategori
g 0,7 Tinggi
0,3 g 0,7 Sedang
g 0,3 Rendah
Hasil dan Diskusi
Berdasarkan hasil analisis data secara deskriptif diperoleh peningkatan hasil
belajar kognitif fisika siswa sebagai berikut:

Gambar 2. Grafik peningkatan hasil belajar kognitif siswa

Gambar 3. Grafik peningkatan hasil belajar kognitif siswa tiap indikator pada kelas
kontrol

Gambar 4. Grafik peningkatan hasil belajar kognitif siswa tiap indikator pada kelas
eksperimen.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 246

Gambar 5. Grafik Motivasi Belajar Siswa
Berdasarkan grafik pada gambar 2, N-gain kelas eksperimen adalah 0.7 (Tinggi),
lebih tinggi daripada kelas kontrol 0.53 (Sedang) sehingga disimpulkan bahwa
peningkatan hasil belajar kognitif pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol. Pada gambar 3 dan 4, dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar
kognitif fisika siswa tiap indikator, kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol
kecuali pada indikator C1 (penerapan). Pada kelas eksperimen dan kontrol terlihat
bahwa gain tertinggi diperoleh pada indikator C
1
(pengetahuan) sedangkan yang
terendah terletak pada indikator C
5
(sintesis).
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan secara signifikan dari hasil belajar
kognitif siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan analisis data
secara inferensial yaitu uji homogenitas, uji normalitas menggunakan persamaan chi
kuadrat dan uji hipotesis dengan menggunakan uji t-test. Uji t-test menggunakan
persamaan t-test pooled varian karena jumlah siswa kelas eksperimen tidak sama
dengan kelas kontrol dan analisis data secara inferensial diperoleh bahwa data
memiliki varians homogen dan data terdistribusi normal [10]
Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis dengan signifikansi 5% diperoleh
untuk nilai t
hitung
= 5,11 sedangkan t
tabel
= 1,67 sehingga t
hitung
t
tabel
maka Ho ditolak
artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kognitif fisika siswa
kelas eksperimen yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan
hasil belajar kognitif fisika siswa kelas kontrol yang menerapkan model pembelajaran
konvensional.
Berdasarkan grafik pada gambar 5 terlihat bahwa deskripsi motivasi belajar
siswa di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol disetiap indikator motivasi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar kognitif siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Selain itu, motivasi belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada
kelas kontrol. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II bisa
digunakan sebagai alternatif model pembelajaran fisika di sekolah karena terbukti
dapat meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan hasil belajar kognitif fisika
siswa.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 247
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada lembaga penelitian Universitas Riau
karena telah memberikan bantuan finansial untuk penelitian ini yang merupakan tugas
akhir ketika penulis menyelesaikan studi S1 di Universitas Riau. Penulis juga berterima
kasih kepada Kepala Sekolah, Guru IPA Fisika dan siswa SMPN 1 Kampar Timur yang
telah bersedia menjadi tempat penelitian dan berbagai pihak yang telah ikut serta
memberikan bantuan dan masukan untuk menyelesaikan penelitian ini.
Referensi
[1] Trianto, Mendesain Pembelajaran InovatifProgresif, Penerbit Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2010
[2] Hartono, Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan, Penerbit
Zanafa, Pekanbaru, 2008
[3] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Penerbit Rajawali Press,
Jakarta. 2011
[4] Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta 2012
[5] Anita Lie, Cooperatife Learning, Penerbit Grasindo, Jakarta, 2010.
[6] Nur Asma, Model Pembelajaran Kooperatif, Penerbit DEPDIKNAS, Jakarta,
2006
[7] Slavin, R. E., Cooperative Learning: Teori, Research and Practice, Terjemahan
Narulita Yusron, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2005
[8] Jack R. Fraenkel & Norman E. Wallen, How to Design and Evaluate Research in
Education, Penerbit McGraw-Hil, New York, 2008
[9] Keller, john M dan Thomas W Kopp, an application of the ARCS model of
motivational design, dalam Charles M reigeluth (ed), instructional theories in
action, 289-319. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaurn, publisher, 1987
[10] Hake, R. R. Analyzing Change/Gain Scores. Penerbit Indiana University,
Indiana, 1999
[11] Sugiyono,M Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Penerbit Alfabeta,
Bandung, 2011
Niki Dian Permana P*
Program Studi Pendidikan Fisika
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
niki.dian@student.upi.edu

Agus Yoni PW
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Riau
agusyoni.1987@gmail.com

Yennita
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Riau
yennita_caca@yahoo.com

Zuhdi Maaruf
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Riau
zuhdim@yahoo.co.id
*Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 248
Simulasi Carbon Nanotube (10,0) dengan atom Pengganti
Galium, Arsenik dan Nitrogen dengan Menggunakan
Perangkat Lunak PHASE.
Nurul Ikhsan
*
, Ely Aprilia, Acep Purqon, dan Suprijadi
Abstrak
Simulasi karakteristik dari suatu material merupakan bagian penting sebelum proses
eksperimen dan pabrikasi material, tahapan ini mampu mereduksi resiko kegagalan
dalam proses pembuatannya. Analisis hasil komputasi menjadi salah satu penentu
kelayakan material untuk dapat dibuat secara eksperimen atau tidak. Walaupun
demikian simulasi material juga memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk dapat
mengetahui sifat meterial yang belum ada dalam kehidupan nyata. Makalah ini akan
membahas mengenai proses simulasi menggunakan perangkat lunak PHASE dan
analisanya dengan objek meterial carbon nanotubes.
Kata-kata kunci: Carbon nanotubes, simulasi komputasi, density of states.

Pendahuluan
Sejak ditemukan pada tahun 1991 oleh Ijima [1], CNT telah menjadi objek riset
yang sangat menarik. Sifat elektronik dan magnetiknya bergantung pada kiralitas dan
diameternya [2]. Eksperimen dan simulasi telah banyak dilakukan untuk mempelajari
sifat fisis, magnetik maupun elektronik pada CNT. Ketidakmurnian pada CNT dengan
menggunakan atom pengotor nitrogen telah dilakukan oleh S.S Yu et al. Dengan
menggunakan pendekatan LDA (local density approach) mereka menyimpulan bahwa
dengan mengubah kadar atom nitrogen pada CNT dapat mengontrol properti
elektronik CNT [3]. Doping nitrogen pada CNT dapat mengubah sifat
semikonduktornya menjadi metalik [4]. Sifat elektronik dan magnetic cari CNT dengan
atom pengotor juga telah banyak dipelajari dengan menggunakan teori ab initio.
Diawali dengan penemuan Teori Hohenberg-Kohn [5] dan Kohn-Sham [6] yang
memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan Schrodinger dengan
memodelkan sistem fiktif yang terdiri dari partikel tidak saling berinteraksi namun
memiliki densitas yang sama seperti pada sistem yang saling berinteraksi. Pada
persamaan Kohn-Sham ini dikenal potensial eksternal yang bekerja secara lokal
ditempat partikel yang tidak saling berinteraksi itu bergerak, potensial ini juga dikenal
sebagai Kohn-Sham Potential. Melalui persamaan inilah kita bisa mencari energi
minimun dari suatu sistem partikel (seperti atom yang terdiri dari inti dan elektron)
dengan menyelesaikan permasalahan nilai eigen. Selain itu dalam persamaan ini
dirumuskan pula densitas dari sistem dengan N-partikel. Ide Kohn-Sham ini
memberikan pandangan baru dalam Density Functional Theory (DFT), dan
memberikan kontribusi yang besar di bidang komputasi material. Dengan cara
pandang baru ini memungkinkan para peneliti untuk mengaplikasikan teori tentang
interaksi elektron dalam atom pada material yang lebih kompleks, sehingga dapat
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 249
menyelesaikan permasalahan yang ada pada dunia nyata melalui proses pemodelan
dan simulasi dengan bantuan komputer.
Berbagai program atau perangkat lunak telah dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan simulasi material. Melalui simulasi material perhitungan yang rumit dalam
bahasa matematis dapat disederhanakan dalam bahasa numerik dengan berbagai
pendekatan dan asumsi. Penemuan komputer berkecepatan tinggi dan perkembangan
jaringan komputer turut berkontribusi pada perkembangan ilmu rekayasa material.
Komputer berkecepatan tinggi membantu perhitungan simulasi menjadi lebih cepat.
Simulasi dalam dunia rekayasa material merupakan salah satu bagian penting guna
mengurangi resiko kegagalan produksi material. Dalam makalah ini akan dibahas
tahapan dan persiapan perhitungan untuk melakukan simulasi material dengan
menggunakan perangkat lunak PHASE. Objek material yang digunakan pada
peneltian ini adalah CNT (10, 0) dengan atom pengganti Galium, Arsenic dan Nitrogen.
Teori Fungsional Kerapatan
Sederhananya, teori fungsional kerapatan ddidefinisikan sebagai energi sebagai
fungsi dari kerapatan muatan. Secara eksak teori kerapatan ini didefinisikan oleh Teori
Hohenberg-Kohn [5] dalam hamiltonian
2 2
2
1
( )
2 2
i ext
i i i j
e
i j
h e
H V r
m
r r =
= V + +


Berbagai metode telah dikembangkan untuk dapat menyelesaikan many body
problem ini. Diantaranya pendekatan Hartree-Fock dan pendekatan Kohn-Sham.
Dengan menggunakan pendekatan Kohn-Sham [6] hamiltonian diatas dapat dituliskan
sebagai berikut
] [ ] [
) ( ) ( ] [
n E E n E
r n r drV n T E
XC II Hartree
ext s KS
+ +
+ + =
}
(1)
Nilai fungsi kerapatan elektron didapat dengan meminimisasi nilai energi Kohn-Sham.
( ) 0 ) ( = r H
i i KS
o o o
c
(2)
Pada simulasi komputasi perhitungan numerik dilakukan untuk menyelesaikan
persamaan Kohn-Sham dengan nilai tebakan awal fungsi gelombang dan kerapatan
elektron melalui proses iterasi
( ) ( )
i i inp KS i
H c = A
(3)
Dengan nilai
i
A adalah selisih nilai energi untuk fungsi gelombang dengan nilai
mendekati 0 apabila nilai fungsi gelombang telah tercapai. Dengan menggunakan
fungsi gelombang yang baru, kerapatan elektron yang baru pun dihitung dengan
persamaan sebagai berikut

=
occ
i out
2
2
(4)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 250
Proses ini akan diulang sehingga nilai
out inp
= dikenal sebagai self consistent field
(SCF). Secara aliran program, metode SCF ini dapat diungkapkan seperti pada
Gambar 1.

Gambar 1. Skema SCF pada perangkat lunak PHASE.
Perangkat Lunak PHASE
Perangkat lunak PHASE dikembangkan oleh Center for Research on Innovative
Simulation (CISS) Tokyo University [7]. Program ini didukung oleh pemerintah jepang
bidang kementrian pendidikan, olah-raga, dan kebudayaan (MEXT). Perangkat lunak
PHASE menggunakan bahasa pemrograman Fortran untuk menghitung struktur
atomik , magnetik dan elektronik CNT. Untuk mendapatkan hasil secara visual, agar
mudah menginterpretasikan hasil perhitungan, dapat digunakan PHASE Viewer.
PHASE menghitung elektronik, magnetik, dan struktur atom berdasarkan Self-
Consistent Theory (SCF) yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan Kohn-
Sham.
Struktur optimal didapatkan dengan meminimasi gaya dari hasil pergitungan
SCF menggunakan metode GDIIS, conjugate gradient, dan metode verlet velocity
hingga gaya yang didapat konvergen.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 251
Perangkat lunak PHASE dapat di download secara gratis untuk keperluan
penelitian dan pendidikan, dengan syarat mengakui bahwa mereka telah mengunakan
perangkat lunak PHASE yang dikembangkan oleh CISS pada publikasi mereka.
Hasil dan diskusi
Seluruh perhitungan yang kami kerjakan dilakukan di QC-cluster (quantum
computing cluster), Laboratorium Komputasi Lanjut, Program Studi Fisika ITB. Kami
menggunakan konfigurasi 8 cores prosesor dan 24 GB memori untuk melakukan
percobaan ini. Konfigurasi tersebut hanya sebagian dari total kemampuan QC-cluster,
konfigurasi total yang dimiliki cluster ini adalah 36 cores dan 76 GB memori.

Gambar 2. Struktur CNT(10,0), terdiri dari 80 atom karbon dengan ujung zigzag.
0
5
10
15
20
25
30
35
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
D
O
S

(
s
t
a
t
e
s
/
e
V
)
Energy (eV)
Gambar 3. Density of States CNT(10,0) menunjukan adanya gap antara pita valensi
dan pita konduksi. Garis vertikal yang terputus di 0 eV menyatakan Fermi level, dan
garis merah menyatakan DOS dari struktur CNT(10,0), diambil dari referensi [6].
Perhitungan pertama adalah perhitungan CNT(10,0) sempurna, yang tidak
diberikan atom pengotor ataupun pengganti. Hasil perhitungan ini dilakukan sebagai
validasi sistem. Dari hasil perhitungan menggunakan perangkat lunak PHASE, struktur
CNT(10,0) seperti ditunjukan oleh Gambar 2, memiliki karakteristik DOS yang
ditunjukan oleh Gambar 3, dari kurva ini dapat diamati bahwa CNT(10,0) merupakan
bahan semikonduktor yang mempunyai nilai band gap 0.82 eV. Kurva DOS ini
menggambarkan kebolehjadian suatu elektron untuk berada pada tingkatan energi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 252
tertentu. Semakin tinggi keadaan (states) per elektron volt-nya, maka kemungkinan
ditemukannya elektron pada energi tersebut adalah tinggi. Sebaliknya jika keadaan per
elektron voltnya nol, maka tidak mungkin ditemukan eletron pada energi tersebut. Hasil
energi gap yang kami peroleh, telah sesuai dengan perhitungan yang telah dilakkan
oleh Saito dkk [2], yang menyatakan bahwa CNT(10,0) berifat semikonduktor.

Gambar 4. Struktur awal sebelum perhitungan CNT(10,0) dengan atom pengganti
galium, arsenik dan nitrogen.
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
D
O
S

(
s
t
a
t
e
s
/
e
V
)
Energy (eV)
Gambar 5. Density of states CNT(10,0) dengan atom pengganti galium, arsenik dan
nitrogen menunjukan bahwa penambahan atom pengganti tersebut menghilangkan
sifat semikonduktor CNT(10,0). Garis merah menyatakan DOS dari spin-up,
sedangkan garis biru menyatakan DOS dari spin-down.
Berawal dari perhitungan CNT(10,0) yang telah mengkonfirmasi pekerjaan
sebelumnya. Kami melanjutkan penelitian dengan cara mengganti beberapa atom
karbon yang ada pada rantai Single Wall Carbon Nanotubes, seperti yang ditunjukan
oleh Gambar 4. Perhitungan CNT(10,0) dengan atom pengganti galium, arsenic dan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 253
nitrogen telah berhasil kami lakukan. Adanya atom pengganti tersebut telah mengubah
struktur dan sifat elektronik CNT(10,0). Dari hasil perhitungan kerapatan elektron yang
ditunjukan oleh Gambar 5, dapat dilihat bahwa penambahan atom pengganti tersebut
menghilangkan sifat semikonduktor dari CNT(10,0), karena terdapat kebolehjadian
ditemukannya elektron dengan spin down di sekitar Fermi level, hal ini memungkinkan
elektron dengan polarisasi spin down untuk menyebrang dari pita valensi ke pita
konduksi. Kemudian dari perbedaan spin up dan spin down teramati bahwa struktur ini
memiliki perbedaan densitas antara elktron yang memiliki spin-up dan spin down,
sehigga diduga material CNT(10,0) dengan pengganti Ga, N, dan As dengan
konfigurasi seperti pada Gambar 2 diperkirakan memiliki momen magnetik, besarnya
momen magnetik ini belum dapat ditentukan hanya dengan perhitungan DOS.
Perhitungan lebih lanjut dengan memperhatikan parameter polaritas dari spin elektron
yang lebih teliti, dapat dilakukan untuk menghitung momen magnetik dari material ini.
Kesimpulan
Perangkat lunak PHASE yang berkerja secara first principles, telah berhasil
digunakan untuk memprediksi karakteristik material CNT (10,0) yang telah divalidasi
oleh penelitian sebelumnya. Selanjutnya simulasi lebih lanjut mengenai CNT(10, 0)
dengan atom pengganti galium, arsenik, dan nitrogen menunjukan bahwa sifat
semikonduktor yang ada pada CNT(10, 0) akan hilang dengan adanya atom pengganti
tersebut. Selain itu ditemukan pula bahwa sifat magnetik dari material ini pun berubah.
Penelitian lebih lanjut mengenai momen magnetik yang bekerja pada sistem ini
dapat dilakukan pada penelitian yang akan datang.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada program peningkatan kapasitas ITB
yang telah memberikan dukungan dana penelitian ini.
Referensi
[1] Sumio Ijima. Helical microtubules of graphitic carbon, Nature 354, 56-58 (1991)
[2] R. Saito, G. Fujita, M. Dreaaelhaus dan Dresselhaus M. S. Electronic structure of
chiral graphene tubules, Appl. Phys. Lett.60, 2204-2206 (1992)
[3] S. S. Yu, W. T. Wen, Q. B. Zheng dan Q J iang. Effects of doping nitrogen atoms
on the structure and electronic properties of zig-zag single walled carbon
nanotubes through first-principle calculation, Nanotechnology 18, 1-7 (2007)
[4] R. Czerw, M. Terrones, J . C. Charlier, X. Blase, B. Foley, R. Kamalakaran, N.
Grobert, H. Terrones, D. Tekleab, P.M. Ajayan, W. Blau, M. Ruhle dan D. L.
Caroll. Identification of electron donor states in n-doped carbon nanotubes,
Nano Letters 1(9), 457-460 (2001)
[5] P. Hohenberg dan W. Kohn. Inhomogeneous electron gas. Phys. Rev. 136,
B864-B871 (1964)
[6] W. Kohn dan L. J . Sham. Self-consistent equation including exchange and
correlation effect, Phys. Rev. B 54, 16533-16539 (1996)
[7] http://www.ciss.iis.u-tokyo.ac.jp/ (diakses J uli 2012)
[8] F. Muttaqien Electronic and Magnetic Properties of Substational Impurities in
Zigzag Edge (10,0) Carbon Nanotubes. Master Thesis ITB, 2012.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 254
Nurul Ikhsan*
Program Studi Sains Komputasi,
Institut Teknologi Bandung
nurul.ikhsan@yahoo.co.id

Ely Aprilia
Pusat Teknologi Instrumentasi dan Otomasi
Institut Teknologi Bandung
elyaprilia@yahoo.co.id

Acep Purqon
Program Studi Fisika
Institut Teknologi Bandung
acep@fi.itb.ac.id

Suprijadi
Program Studi Fisika
Institut Teknologi Bandung
supri@fi.itb.ac.id
*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 255
Pengembangan Media Pembelajaran Gerak Parabola
Berbasis Perangkat Lunak Loggerpro Berorientasi
Eksperimen Inkuiri Menggunakan Roket Air
Pradita Adnan Wijaya* dan Muchlas
Abstrak
Model pengembangan media pembelajaran menggunakan modifikasi dari model 4-D
yang disarankan oleh Thiagarajan (1974). Model 4-D yang dimodifikasi ini terdiri dari 3
tahap, yaitu: (1) Tahap Pendefinisian (define), (2) Tahap Perancangan (design), dan
(3) Tahap Pengembangan (develop). Untuk mengetahui kelayakan media, dilakukan
validasi kebeberapa validator yang menjadi subjek penelitian, yakni ahli media, ahli
materi, dan ahli pengguna. Validasi ini berupa pemberian angket dengan kriteria yang
telah ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan media pembelajaran
berbasis perangkat lunak LoggerPro berorientasi eksperimen inkuiri menggunakan
media roket air pada pokok bahasan gerak parabola untuk SMA/MA kelas XI, meliputi:
(1) Alat percobaan roket air, (2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, (3) Lembar
Kerja Siswa (LKS), (4) Rubrik Penilaian, (5) Panduan praktikum, dan (6) Contoh
laporan praktikum. Media ini telah memenuhi syarat kelayakan dengan kriteria; media
sebesar 88,6 % termasuk dalam kategori sangat baik (SB), materi sebesar 77,6 %
termasuk dalam kategori baik (B), dan pengguna sebesar 93 % temasuk dalam
kategori sangat baik (SB). Dari hasil analisis validasi yang menunjukkan bahwa hasil
media pembelajaran ini dinyatakan valid dan dapat dimanfaatkan serta layak dijadikan
sebagai media pembelajaran fisika pokok bahasan gerak parabola untuk SMA/MA
kelas XI.
Kata-kata kunci: Pengembangan, Eksperimen Inkuiri, Gerak Parabola

Pendahuluan
Sebagai sains, fisika memegang peranan penting dalam keberhasilan
pengajaran. Namun, masih banyak siswa yang menganggap bahwa fisika merupakan
pelajaran yang sulit dan menakutkan, sehingga fisika tidak menarik. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai ujian nasional tahun 2012 yang diperoleh siswa-siswi Sekolah Menengah
Atas (SMA) negeri dan swasta provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pada bidang
studi fisika yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya,
seperti ditunjukkan pada gambar berikut [9].

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 256

Gambar 1. Data UAN SMA Negeri dan Swasta J urusan IPA.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya penguasaan siswa terhadap hasil
belajar fisika, karena masih banyak siswa yang menganggap bahwa fisika merupakan
pelajaran yang sulit dan menakutkan, sehingga fisika tidak menarik. Ketepatan memilih
media pembelajaran merupakan faktor utama dalam mengoptimalkan hasil
pembelajaran. Salah satu pokok bahasan fisika yang dianggap sulit oleh para siswa
adalah materi gerak parabola, karena dalam penyampaian materi gerak parabola guru
hanya melakukan demonstrasi dan ceramah. Hal ini dikarenakan harga alat
eksperimen yang cukup mahal, sehingga tidak tersedianya alat percobaan gerak
parabola di beberapa sekolah. Berdasarkan kasus diatas, Salah satu upaya untuk
mengubah keadaan tersebut adalah dilakukannya pembelajaran eksperimen inkuiri
menggunakan media roket air, karena pembelajaran tersebut menuntut keaktifan
siswa dalam menguasai serta memahami konsep fisika secara eksperimen. Agar lebih
mudah dalam mempelajari dan mengamati gejala gerak parabola, salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan alat bantu komputer yang
didukung oleh perangkat lunak LoggerPro untuk menganalisisnya. Sehingga tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan media pembelajaran berbasis perangkat
lunak LoggerPro berorientasi eksperimen inkuiri menggunakan media roket air pada
pokok bahasan gerak parabola untuk SMA/MA kelas XI.
Landasan Teori
A. Pengertian Media Pembelajaran
Pengertian media secara terminologi cukup beragam, sesuai sudut pandang
para pakar media pendidikan. Kata media pembelajaran berasal dari bahasa latin
medius yang berarti tengah, perantara atau pengantar. Sadiman dalam Musfiqon
mengatakan media adalah perantara atau pengantar pesan pengirim ke penerima
pesan. Dalam bahasa arab, media juga berarti perantara (wasail) atau pengantar
pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely dalam Arifin,
mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia,
materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku
teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian
media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan alat-alat grafis, photografis,
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 257
atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual
dan verbal [3].
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran
merupakan proses komunikasi. J adi, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat
merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar
untuk mencapai tujuan belajar.
B. Microsoft Excel 2007 (Spreadsheet Excel)
Microsoft Excel merupakan program aplikasi spreadsheet (lembar kerja
elektronik). Fungsi dari Microsoft Excel adalah untuk melakukan operasi perhitungan
serta dapat mempresentasikan data kedalam bentuk tabel [3].
Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi
lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft Corporation
untuk sistem operasi Microsoft Windows dan Mac OS. Aplikasi ini memiliki fitur
kalkulasi dan pembuatan grafik yang dengan menggunakan strategi marketing.
Microsoft yang agresif, menjadikan Microsoft Excel sebagai salah satu program
komputer yang populer digunakan di dalam komputer mikro hingga saat ini. Bahkan,
saat ini program ini merupakan program spreadsheet paling banyak digunakan oleh
banyak pihak, baik di platform PC berbasis Windows maupun platform Macintosh
berbasis Mac OS, semenjak versi 5.0 diterbitkan pada tahun 1993.
C. Materi
Materi yang disampaikan dalam media ini adalah gerak parabola untuk siswa
SMA/MA kelas XI.
Metode Penelitian
A. Model Pengembangan
Penelitian ini merupakan usaha untuk menyelesaikan masalah pendidikan
khususnya pembelajaran eksperimen melalui pengembangan produk. Pengembangan
produk ini dilakukan dengan menggunakan model yang pernah dipakai oleh
Thiagarajan (1974) yakni Model 4-D. Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan yaitu
Define, Design, Develop, dan Desseminate atau diadaptasikan menjadi Model 4-P,
yaitu Pendefinisian, Perancangan, Pengembangan, dan Penyebaran [3]. Melalui model
pengembangan Thiagarajan, dilakukan pengembangan media pembelajaran dan
penyusunan buku pegangan guru pembelajaran berorientasi eksperimen inkuiri
menggunakan media roket air pada pokok bahasan gerak parabola untuk SMA/MA
kelas XI yang diterapkan dalam pembelajaran.
B. Prosedur Pengembangan
Penelitian ini menggunakan prosedur pengembangan yang disarankan oleh
Thiagarajan kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Modifikasi prosedur pengembangan
media pembelajaran model 4D dalam penelitian ini hanya sampai tahap
pengembangan (develop) untuk menghasilkan naskah perangkat. Penjelasan tahap
pendefinisian (define), perancangan (design), dan Pengembangan (develop)
dijelaskan dalam lampiran.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 258
C. Uji Coba Produk
Sesuai ilustrasi prosedur pengembangan pada gambar di atas, ujicoba produk
pada penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap yakni uji dari para ahli (Expert
Judgedment), uji lapangan terbatas dan uji lapangan diperluas.
Tahap ujicoba oleh para ahli dimaksudkan untuk memperoleh validasi media
pembelajaran praktek yang dirancang, termasuk juga perangkat-perangkat
pendukungnya. Teknik yang digunakan untuk melakukan uji ini adalah Delphi yakni
penyimpulan hasil berdasarkan konsensus para ahli/pakar. Sedangkan prosedur teknik
Delphi dilakukan dengan urutan (1) Penentuan tujuan yang diinginkan dicapai dari
produknya yang dibuat, (2) Penyusunan kuisioner atau angket, (3) Penentuan ahli
(Expert) sebagai sampel, (4) Pengiriman kuisioner kepada responden (Ahli), (5)
Review terhadap kusioner yang dikembangkan pakar, (6) Mengundang pakar ahli
untuk mengklasifikasi jawaban, dan (7) Pengambilan kesimpulan berdasarkan hasil
konsensus pakar.
Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan angket
sebagai instrumennya [3]. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan media yang dibuat
setelah kuesioner dilakukan, langkah selanjutnya adalah dengan menganalisis data
sebagai berikut:
a. Membuat tabulasi data dan menganalisisnya.
b. Menghitung presentase dari tiap-tiap sub variabel dengan rumus:
% 100 ) (
N
s
s P
(1)
c. Dari presentase yang telah diperoleh kemudian ditransformasikan kedalam
tabel, guna mempermudah pembacaan hasil penelitian. Untuk menentukan
kriteria kualitatif dilakukan dengan cara:
1. Menentukan persentase skor ideal (skor maksimum) =100%.
2. Menentukan persentase skor terendah (skor minimum) =0%.
3. Menentukan range =0-100 %.
4. Menentukan interval yang dikehendaki =5 (sangat baik, baik, cukup,
kurang, dan tidak baik).
5. Menentukan lebar interval (100/5 =20).
Tabel 1. Interval kriteria penilaian
No Interval Kriteria
1 0% - 20% Sangat buruk
2 21% - 40% Buruk
3 41% - 60% Cukup
4 61% - 80% Baik
5 81% - 100 % Sangat baik

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 259
Hasil dan diskusi
A. Hasil Pembuatan Media
Penelitian ini menghasilkan media pembelajaran gerak parabola berorientasi
eksperimen inkuiri dengan menggunakan roket air, dan perangkat pendukungnya.
Hasil pengembangan alat percobaan roket air di sajikan pada gambar berikut.

Gambar 2. Alat Percobaan Roket Air.
Sedangkan perangkat pendukungnya dideskripsikan pada tabel berikut.
Tabel 2. Produk media pembelajaran gerak parabola berorientasi eksperimen inkuiri
dengan menggunakan roket air

No Nama Produk Deskripsi
1 Buku Pegangan Guru
Merupakan panduan untuk melaksanakan proses
pembelajaran terdiri dari, RPP, LKS, rubrik penilaian,
modul dan contoh laporan praktikum
2
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
Uraian tentang perencanaan pembelajaran gerak parabola
dengan acuan silabus dan standar isi dari pemerintah
3 Lembar Kerja Siswa (LKS)
Berfungsi sebagai lembar petunjuk praktikum untuk
penguatan konsep dasar tentang GLB, GLBB, dan gerak
parabola serta analisisnya.
4 Rubrik Penilaian
Berfungsi untuk mengukur apakah indikator sudah tercapai
atau belum, berisi soal-soal pengembangan dari LKS dan
skor penilaian.
5 Modul Praktikum Uraian tentang prosedur percobaan.
6 Contoh Laporan Berisi tentang diskripsi dan hasil percobaan

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 260
B. Analisis Data
1. Analisis angket uji media
Dari hasil analisis uji media diperoleh rata-rata kelayakan 88,6% dan masuk
kedalam interval 81% sampai dengan 100%, sehingga termasuk kriteria sangat baik.
Hasil uji media untuk berbagai aspek ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 1. Grafik hasil uji media.

2. Analisis angket uji materi
Dari hasil analisis uji materi diperoleh rata-rata kelayakan 77,4% dan masuk
kedalam interval 61% sampai dengan 80%, sehingga termasuk kriteria baik. Hasil uji
media untuk berbagai aspek ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 2. Grafik hasil uji materi.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 261
3. Analisis angket uji pengguna
Dari hasil analisis uji pengguna diperoleh rata-rata kelayakan 94% dan masuk
kedalam interval 81% sampai dengan 100%, sehingga termasuk kriteria sangat baik.
Hasil uji media untuk berbagai aspek ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 5. Grafik hasil uji pengguna
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, menyatakan bahwa
pengembangan media pembelajaran gerak parabola berorientasi eksperimen inkuiri
menggunakan media roket air dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran fisika SMA/MA
kelas XI. Media ini telah memenuhi syarat kelayakan dengan kriteria: media (alat
percobaan dan buku pegangan guru) sebesar 88,60 % atau termasuk dalam kategori
sangat baik (SB), materi (kesesuaian materi dengan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan) sebesar 77,60 % atau termasuk dalam kategori baik (B), dan
pengguna sebesar 93,80 % temasuk dalam kategori sangat baik (SB). Dari hasil
pengujian tersebut, media yang dikembangkan layak dijadikan sebagai media
pembelajaran fisika berorientasi eksperimen inkuiri menggunakan media roket air
pokok bahasan gerak parabola untuk SMA/MA kelas XI. Secara visual dapat terlihat
pada grafik di bawah ini.

Gambar 6. Grafik hasil uji media pembelajaran.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 262
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa alat percobaan roket air dengan didukung oleh perangkat
pembelajaran eksperimen inkuiri yang divalidasi oleh para ahli dan hasilnya
menunjukkan bahwa pengembangan media pembelajaran gerak parabola berorientasi
eksperimen inkuiri untuk siswa SMA/MA layak digunakan sebagai media
pembelajaran.
Referensi
[1] Agung, R. 2012. Pemanfaatan Teknik Tracking LoggerPro Pada Pembentukan
Deret Fourier Keluaran Rangkaian Pengintral RC. Yogyakarta: Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan.
[2] Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. J akarta: PT
Rineka Cipta.
[3] Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. J akarta: PT. Raja Grafindo.
[4] Ashline, et al. 2013. Water Rockets in Flight: Calculus in Action. Colchester: St.
Michaels College.






Pradita Adnan Wijaya*
Program Studi Pendidikan Fisika
Universitas Ahmad Dahlan
pradita.a..wijaya@gmail.com

Muchlas
Program Studi Teknik Elektro
Universitas Ahmad Dahlan
muchlas.te@uad.ac.id



Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 263
Teori Moneter Gas Ideal dan Akar Masalah Kesenjangan
Distribusi Kekayaan
Rachmad Resmiyanto
Abstrak
Distribusi kekayaan merupakan persoalan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Sampai saat ini hampir tidak ada negara yang memiliki distribusi kekayaan
yang merata. Akar persoalan kesenjangan distribusi kekayaan ini dapat diurai dengan
teori moneter gas ideal yang sudah kami bangun sebelumnya. Teori ini dibangun
dengan kias perilaku gas ideal dan proses barter. Berdasarkan teori moneter gas ideal,
kelompok masyarakat yang menguasai kekayaan ialah kartel perbankan.
Kata-kata kunci: teori moneter gas ideal, distribusi kekayaan

Pendahuluan
Teori moneter gas ideal merupakan teori moneter yang dibangun berdasarkan
kias antara perilaku gas ideal dengan proses barter dalam ekonomi. J umlah uang
beredar (J UB) V dikiaskan dengan volume gas, daya beli uang P dikiaskan dengan
tekanan gas, pendapatan nasional dikiaskan dengan suhu gas, sehingga didapatkan
persamaan umum moneter sebagai berikut
PV kT = . (1)
dengan bilangan kmerupakan tetapan yang nilainya belum ditentukan [1].
Berdasarkan data-data moneter di Indonesia (1990-2011) dan AS (1913-2012)
yang diplot menurut teori ini didapatkan kesimpulan bahwa pola proses moneter ialah
n
PV C = (2)
Dengan C merupakan tetapan dan nilai n, 0 <n <1. Untuk Indonesia, n =0,59 dan C
=0,49. Sedangkan untuk AS n =0,39 dan C =0,28 [2].
Persamaan (2) menunjukkan ada kelestarian selama proses moneter
berlangsung. Karena suku PVdianggap sebagai tenaga uang maka persamaan ini
disebut sebagai persamaan kelestarian tenaga uang, yakni
n n
i i f f
PV P V = . (3)
dengan penjurus idan f menyatakan keadaan awal dan akhir [3].
Sistem Moneter Saat Ini
Sistem moneter saat ini tegak di atas 3 pilar yaitu uang fiat, perbankan dengan
sistem cadangan pecahan (fractional reserve banking, FRB) dan bunga uang [4,5].
Sekarang, seluruh aktivitas ekonomi manusia hidup dalam sistem tersebut.
Sistem ini bukan hanya berlaku di Indonesia, melainkan di seluruh negara di dunia.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 264
Uang fiat merupakan uang yang beredar menurut dekrit pemerintah. Uang fiat
yang berlaku sekarang memiliki nilai nominal yang jauh lebih besar dibanding nilai
intrinsiknya. Sistem perbankan cadangan pecahan memungkinkan perbankan umum
untuk melakukan proses penciptaan uang secara berlipat. Rasio cadangan ini dikenal
sebagai Giro Wajib Minimum (GWM) yang besarnya ditentukan oleh bank sentral
negara. Bunga uang memberi landasan bagi perbankan untuk menggelar aktivitas
sewa-menyewa uang. Dengan demikian ada kelindan yang kuat antara uang dan
perbankan.
Dengan demikian, dalam sistem moneter saat ini, lembaga perbankan
memainkan peran yang penting dalam pusaran ekonomi manusia. Perbankanlah satu-
satunya lembaga yang diijinkan untuk mencetak dan melipatgandakan uang.
Tenaga-uang Perbankan dan Tenaga-uang Rakyat
Apabila jumlah uang beredar mula-mula ialah V
i
, kemudian perbankan
menambah uang beredar sebanyak V
t
maka jumlah uang beredar sekarang menjadi V
f

= V
i
+ V
t.
Dengan demikian nisbah V
i
/V
f
merupakan nisbah antara J UB awal dan J UB
akhir.
Dalam sistem perbankan cadangan pecahan (FRB), hubungan antara J UB awal
(setoran tabungan) dengan J UB akhir diatur oleh koefisien pengganda uang beredar
(money supply multiplier). Koefisien ini bernilai GWM / 1
bungan setoran ta
GWM
1
akhir J UB = (4)
Dengan demikian, nilai nisbah V
i
/V
f
adalah GWM itu sendiri,
GWM
i i
f i t
V V
V V V
= =
+
. (5)
sehingga persamaan (3) dapat ditulis ulang menjadi
( ) GWM
n
f i
P P = . (6)
Uang sejumlah
t
V yang ditambahkan ke J UB awal
i
V mengakibatkan
persamaan kelestarian tenaga-uang (3) dapat diurai menjadi
( )
n
t i f
n
f f
n
i i
V V P V P V P + = = . (7)
Karena uang sejumlah
t
V diciptakan oleh kartel perbankan, maka suku
n
t f
V P
merupakan suku tenaga-uang yang dimiliki kartel perbankan. Suku ini menunjukkan
bagian tenaga-uang yang dimiliki kartel perbankan,
n
t f
V P E =
bank
. (8)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 265
Sebaliknya, suku
n
i f
V P merupakan bagian tenaga-uang yang dimiliki seluruh
pemegang uang selain kartel perbankan. Suku ini dapat juga dinamai sebagai tenaga-
uang rakyat.
Tenaga-uang ini dapat dimaknai sebagai kekayaan. Persamaan (1) menunjukkan
bahwa tenaga-uang merupakan stok barang/jasa atau pendapatan nasional. Oleh
karena itu porsi kepemilikan tenaga-uang sesungguhnya merupakan porsi distribusi
kekayaan.
Untuk nilai ( )
n
t i
V V + dengan 1 < n dapat diselesaikan dengan menggunakan
pendekatan deret binomial 2 suku pertama sebab nilai GWM membentang
1 GWM 0 < < . Dalam praktiknya, nilai GWM biasanya hanya kurang dari 10%.
Dengan demikian nilai ( )
n
t i
V V + dapat diurai menjadi
( )
GWM
1
1 GWM
n
n
i t t
V V V n
| |
+ = +
|

\ .
. (9)
Persamaan (7) akan menjadi
GWM
1
1 GWM
n n
i i f t
PV P V n
| |
= +
|

\ .
, (10)
yang juga dapat ditulis dalam bentuk lain yakni
1
GWM
1
1 GWM
n n
f t i i
P V PV
n
=
+

. (11)
Suku
n
i f
V P dapat dicari dengan cara mengalikan persamaan (6) dengan
n
i
V ,
( ) GWM
n
n n
f i i i
P V PV = . (12)
Dua persamaan terakhir ini secara berurutan menunjukkan bagian tenaga-uang yang
dimiliki kartel perbankan dan yang dimiliki seluruh pemegang uang di luar kartel
perbankan. Persamaan (11) dan (12) menunjukkan betapa sederhana peta distribusi
kekayaan akan dibagi. Satu-satunya faktor hanyalah GWM.
Distribusi Kekayaan yang dimiliki Kartel Perbankan dan Rakyat
Sekarang akan dilihat bagaimana peta distribusi kekayaan di Indonesia dan AS.
Di Indonesia, nilai n berdasarkan data pengamatan ialah n = 0,59dan diandaikan nilai
GWM =0,05 sehingga didapatkan
n
i i
n
t f
V P V P 97 , 0 = . (13)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 266
n
i i
n
i f
V P V P 17 , 0 = . (14)
Persamaan (13) dan (14) menunjukkan kue distribusi kekayaan di Indonesia
dikuasai oleh kartel perbankan sebanyak 90% lebih. Seluruh rakyat hanya menikmati
kue distribusi kekayaan sebesar 17%.
Sedangkan penguasaan tenaga-uang di AS berdasarkan data 39 , 0 = n dan
jika GWM diandaikan 0,05 didapatkan skema
n
i i
n
t f
V P V P 98 , 0 = . (15)
n
i i
n
i f
V P V P 31 , 0 = . (16)
Ternyata, kue distribusi kekayaan di AS juga dimonopoli oleh kartel perbankan.
Semua nilai skema penguasaan tenaga-uang di Indonesia dan AS di atas
seharusnya jika dijumlahkan bernilai 1 (satu). Perbedaan nilai ini disebabkan oleh (1)
pengambilan suku dalam penguraian ( )
n
i t
V V + hanya diambil 2 suku pertama saja, (2)
nisbah
i f
V V tidak 100% tercermin dalam GWM sebab dalam operasional di lapangan
sangat mungkin ada kendala-kendala yang menyebabkan koefisien pengganda uang
tidak bekerja secara maksimal. Meskipun demikian, kita dapat mengambil kesimpulan
penting bahwa pembagian proporsi penguasaan tenaga-uang antara kartel perbankan
dan rakyat menunjukkan ketimpangan yang luar biasa, sekira 9:1.
Ketimpangan proporsi penguasaan tenaga-uang antara kartel perbankan dan
rakyat akan nampak jelas sekali ketika proses moneter ialah proses isotermik yakni
n =1. Dalam proses ini, skema penguasaan tenaga-uang akan menjadi
( )
1 GWM
f t i i
P V PV = . (17)
GWM
f i i i
P V PV = . (18)
Persamaan kelestarian tenaga-uang sejatinya menceritakan adanya pergeseran
penguasaan tenaga-uang. Penambahan uang sejumlah V
t
ke dalam peredaran uang di
masyarakat menyebabkan pihak yang menambahkan uang sejumlah V
t
memiliki kuasa
tenaga-uang yang luar biasa. Pihak yang menambahkan uang ini adalah kartel
perbankan. Penyadapan tenaga-uang sebesar (1-GWM) ini dapat dikatakan sebagai
wujud lain dari korupsi/pencurian nilai uang yang dilakukan oleh perbankan. Pada titik
ini, seluruh aktivitas perbankan sejatinya adalah aktivitas perampasan kekayaan
seluruh rakyat.
Hikmah Persamaan Tenaga-uang
Persamaan kelestarian tenaga-uang menunjukkan bahwa siapapun yang
memiliki kendali atas jumlah uang beredar sama saja memiliki kendali atas tenaga-
uang perekonomian. J adi ketika bank sentral memiliki kendali atas J UB maka
sebenarnya bank sentral menguasai tenaga-uang perekonomian negara. Ketika
perbankan komersial diijinkan oleh negara untuk melipatgandakan uang melalui nisbah
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 267
GWM yang ditetapkan bank sentral maka perbankan komersial menguasai tenaga-
uang perekonomian.
Porsi penguasaan tenaga-uang perekonomian dapat berbentuk misalnya
industri apa yang akan didukung, ke mana uang akan dialirkan dan korporat mana
yang akan mendapat dukungan paling besar. Hal ini nampak nyata sekali ketika
proses pinjam-meminjam uang dengan bank selalu akan melibatkan jaminan aset
peminjam. Porsi penguasaan tenaga-uang perekonomian merupakan kekuasaan yang
tidak main-main sebab kartel perbankan dapat mendominasi berbagai sektor dalam
perekonomian negara.
Kaitan antara uang dan kekuasaan ditegaskan oleh Duncan (1997). Ia
menyatakan bahwa siapa yang memiliki uang sebanyak satu sen maka ia menguasai
dunia dan berhak memerintah seluruh manusia tapi hanya sebesar satu sen saja [6].
Data moneter yang ada menunjukkan bahwa kartel perbankan menguasai sekitar 90%
tenaga-uang maka penguasa negara/rakyat yang sebenarnya ialah kartel perbankan.
Bukti Kesenjangan Distribusi Kekayaan
Di muka sudah dibahas, persamaan kelestarian tenaga-uang menunjukkan
adanya kesenjangan luar biasa antara rakyat pemegang uang dan kartel perbankan.
Menurut Kompas [7], Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat simpanan
nasabah kaya (simpanan di atas Rp 2 miliar) di Indonesia hingga akhir 2012 mencapai
Rp 1.718,9 triliun dari total simpanan Rp 3.277,15 triliun. J umlah tersebut merupakan
52,45 persen dari total simpanan masyarakat Indonesia. Ini dimiliki oleh 185.174
rekening dari total 118.728.353 rekening. J adi, 0,16% dari total rekening telah
menguasai 52,45% dari total uang simpanan. Fakta ini dapat disederhanakan, jika
negara berpenduduk 10 ribu orang maka 16 orang menguasai separo lebih dari total
kekayaan seluruh penduduk. Sisanya dimiliki oleh 9984 orang.
Di AS, kartel perbankan juga menguasai distribusi kekayaan. Untuk
menunjukkan betapa kayanya kartel perbankan di AS, kekayaan tersebut dapat
dibandingkan dengan jumlah uang yang beredar sebagaimana disajikan dalam
gambar 1. Gambar ini menunjukkan bahwa kekayaan kartel perbankan ialah 6,6 kali
lipat uang jenis M1 atau 1,5 kali lipat uang jenis M2 atau 0,99 kali lipat uang jenis M3.

Gambar 1. Kekayaan perbankan di AS 1992-2012 sebagai fungsi dari jumlah uang
beredar M1, M2 dan M3. Kekayaan perbankan adalah 6,6 M1 atau 1,5 M2 atau 0,99
M3. Sumber data: http://www.thetrailofgreen.com.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 268
Kesimpulan
Sistem moneter kita telah menciptakaan distribusi kekayaan yang timpang.
Aktivitas kartel perbankan telah menghisap kekayaan rakyat sehinggga kekayaan
rakyat hanya sekitar 10% saja dari kekayaan total.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Program Studi Pendidikan Fisika
Universitas Ahmad Dahlan yang telah mendukung dalam keikutsertaan kegiatan ilmiah
ini.
Referensi
[1] Resmiyanto, Rachmad, Perumusan Model Moneter Berdasarkan Perilaku Gas
Ideal, Prosiding Seminar Nasional Pembelajaran Fisika, UNP, Padang, 2
November 2013
[2] Resmiyanto, Rachmad, Pandangan terhadap Proses Moneter di Indonesia dan
AS Berdasarkan Model Moneter Gas Ideal, Seminar Nasional Fisika, UNHAS,
Makassar, 14 November 2013
[3] Resmiyanto, Rachmad, Teori Moneter Gas Ideal: Teori Inflasi Baru, Seminar
Nasional Sains dan Pembelajaran Sains, UMP, Purworejo, 30 November 2013
[4] Iswardono, 1999, Uang dan Bank, Ed. 4, Cet.6, BPFE, Yogyakarta
[5] Mankiw, N. Gregory, 2007, Makroekonomi, Ed.6, Cet.1, Erlangga, J akarta.
[6] Duncan, Hugh Dalziel, 1997, Sosiologi Uang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
[7] http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/02/07/15340728/Simpanan.Nasaba
h.Kaya.-Tembus.Rp.1.718.Triliun, tayang tanggal 07 Februari 2013

Rachmad Resmiyanto
Pendidikan Fisika
Universitas Ahmad Dahlan
rachmadresmi@gmail.com

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 269
Sebaran Resistivitas daerah Sesar Sumatera Berdasarkan
Hasil Pemodelan 1D Metode Magntotellurik
Rahman Nurhakim
*
, Doddy Sutarno,Rudi Prihantoro, Nurhasan, dan Nazli
Ismail
Abstrak
Sesar Sumatera merupakan salah satu sesar aktif di Indonesia akibat pertemuan dua
lempeng yaitu lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Sesar tersebut membentang dari
utara hingga selatan Pulau Sumatera. Beberapa metoda geofisika sudah banyak
dilakukan untuk mempelajari sesar Sumatera ini. Dalam penelitian ini, digunakan
metoda Magnetotelurik untuk meneliti sebaran resistivitas didaerah sesar tersebut.
Metode magnetotellurik merupakan salah satu metode geofisika yang dapat
memetakan bawah permukaan dengan parameter berupa sebaran resistivitas. Metode
ini mempunyai kelebihan mempunyai penetrasi yang sangat dalam hingga ratusan
kilometer. Pada bulan Agustus 2013, pengukuran telah dilakukan pada beberapa titik
yang memotong sesar dengan mengukur intensitas medan listrik dan magnet di setiap
titik. Analisis dilakukan terhadap pseudosection resistivitas semu, fasa, skewness dari
data hasil pengukuran. Hasil yang didapatkan memperlihatkan bahwa daerah sesar
mempunyai nilai resisitivitas yang kontras disekitar sesar serta adanya lapisan dekat
permukaan yang memiliki resistivitas cukup tinggi.
Kata-kata kunci: Magnetotellurik, Resistivitas, Sesar Sumatera

Pendahuluan
Sesar didefinisikan sebagai bidang rekahan yang disertai oleh adanya
pergeseran relatif (displacement) satu blok terhadap blok batuan lainnya. J arak
pergeseran tersebut dapat hanya beberapa milimeter hingga puluhan kilometer,
sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran beberapa centimeter hingga
puluhan kilometer (Billing, 1969). Terdapat sesar yang memanjang segmen Aceh
sepanjang 200km
[1]
. Sesar merupakan salah satu penyebab terjadinya gempa bumi.
Telah banyak dilakukan penelitian tentang sesar dengan menggunakan metode
geofisika seperti motode GPS, seismic tetapi penggunaan metode magnetotellurik
masih jarang dipergunakan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode
magnetotellurik untuk penelitian sesar melalui analisa sebaran resistivitas dan fase
dari data Magnetotelurik.
Teori
Magnetotelurik merupakan salah satu metode geofisika yang mengukur medan
elektromagnetik alam yang dipancarkan oleh bumi. Tikhonov dan Cagnaird
mengembangkan teori yang mendasari metode magnetotelurik pada tahun 1950.
Mereka berdua mengamati bahwa medan listrik dan medan magnet berhubungan
dengan arus telluric yang mengalir di bumi sebagai akibat dari variasi medan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 270
elektromagnetik alami bumi yang bergantung pada sifat kelistrikan terutama
konduktivitas medium (bumi).
Metode magnetotelurik (MT) adalah metode sounding elektromagnetik (EM)
dengan mengukur secara pasif komponen medan listrik ( E

) dan medan magnet alam


( H

) yang berubah terhadap waktu. Data pengukuran yang dihasilkan dari metode MT
merupakan sebaran resistivitas yang menggambarkan variasi konduktivitas listrik
terhadap kedalaman. Sehingga secara umum metode MT dapat digunakan untuk
memperoleh informasi mengenai struktur tahanan jenis bawah permukaan.
Berdasarkan frekuensinya sumber medan elektromagnetik alami bumi dibagi 2,
yaitu :
a. Frekuensi rendah (f < 1Hz). Medan elektromagnetik yang termasuk pada
frekuensi rendah ini berasal dari interaksi antara solar wind dengan medan
magnet bumi di lapisan ionosfer.
b. Frekuensi tinggi (f > 1Hz). Medan elektromagnetik yang termasuk pada
frekuensi tinggi ini berasal dari aktifitas badai petir dan transmisi gelombang
radio pada lapisan atmosfer.
Secara umum, fenomena elektromagnetik dapat dijelaskan secara matematis
melalui persamaan Maxwell. Berikut adalah persamaan Maxwell dalam bentuk
differensial :
B
E
t
c
V =
c


(1)
D
H J
t
c
V = +
c


(2)
D q V =

(3)
0 B V =

(4)
Dimana
E

=Medan Listrik (Volt/meter)


B

=Fluks atau Induksi Magnet (Tesla)


H

=Medan Magnet (Ampere/meter)


D

=Perpindahan Dielektrik (Coulomb/m


2
)
J

=Rapat Arus (Ampere/m


2
)
q =Rapat muatan listrik (Coulomb/m
3
)
Hubungan fluks dan intensitas medan dalam medium, yaitu:
D E c =

(5)
B H =

(6)
E
J E o

= =


(7)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 271
c =Permitivitas dielektrik (Farad/meter)
=Permeabilitas magnetik (Henry/meter)
o =Konduktivitas listrik (Siemens/meter)
=Tahanan jenis (Ohm.meter)
Sifat fisik medium diasumsikan tidak bervariasi terhadap waktu dan posisi
(homogen isotropik).
Impedansi didefinisikan sebagai perbandingan antara komponen medan listrik
dan medan magnet yang saling tegak lurus dapat diperoleh dari penurunan
persamaan Maxwell, sehingga didapat :
0
x
xy
y
E
Z i
H
= = =

(8)
0
y
yx
x
E
Z i
H
= = =

(9)
Impedansi kompleks dapat pula dinyatakan sebagai besaran amplitudo dan fasa.
Dalam prakteknya besaran tersebut lebih sering dinyatakan dalam bentuk tahanan-
jenis dan fasa sebagai berikut :
2
0
1
I
Z
=
= (10)
1
Im
tan
Re
I
I
Z
Z


| |
=
|
\ .
(11)
Gelombang EM yang merambat dalam medium mengalami atenuasi sehingga
penetrasinya terbatas. Skin depth didefinisikan sebagai kedalaman pada suatu
medium homogen dimana amplitudo gelombang EM telah terreduksi menjadi 1/e dari
amplitudonya di permukaan bumi (ln e = 1 atau e = 2.718 ...). Besaran tersebut
dirumuskan sebagai berikut:
503 m
f

o = (12)
Besaran skin depth digunakan untuk memperkirakan kedalaman penetrasi atau
kedalaman investigasi gelombang EM. Untuk keperluan praktis digunakan definisi
kedalaman efektif yang lebih kecil dari skin depth yaitu o/2.
Hasil dan diskusi
Hasil pengambilan data lapangan ditampilkan dalam grafik data sebagai berikut
(data dari salah satu titik pengambilan data). Data pada titik Db2, sebagai berikut:
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 272
1
10
100
1000
0.001 0.01 0.1 1 10 100 1000
R
e
s
i
s
t
i
v
i
t
a
s

(
O
h
m
.
m
)
Frekuensi (Hz)
Rhoxy Rhoyx

Grafik 1. Data resistivitas terhadap frekuensi
0
20
40
60
80
100
120
0.001 0.01 0.1 1 10 100 1000
F
a
s
a

(
D
e
g
r
e
e
s
)
Frekuensi (Hz)
Fasaxy Fasayx

Grafik 2. Data fasa terhadap frekuensi
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0.001 0.01 0.1 1 10 100 1000
I
m
p
e
d
a
n
s
i

(
m
V
/
G
a
m
/
k
m
)
Frekuensi (Hz)
Impedansi xx Impedansi xy Impedansi yx Impedansi yy

Grafik 3. Data impedansi terhadap frekuensi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 273
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0.001 0.01 0.1 1 10 100 1000
S
k
e
w
n
e
s
s
Frekuensi (Hz)

Grafik 4. Data skewness terhadap frekuensi
Data yang telah diambil dari semua titik pengukuran kemudian diolah sehingga
didapatkan hasil berupa pseudosection frekuensi terhadap resistivitas dan frekuensi
terhadap fasa sebagai berikut :


Gambar 1. Pseudosection frekuensi
terhadap resistivitas
Gambar 2. Pseudosection frekuensi
terhadap fasa

Analisa dimensionaliltas dapat dilakukan dengan melhat grafik data hasil
pengukuran. Parameter yang digunakan untuk menganalisa dimensionalitas ialah,
data resistivitas, impedansi, dan skewness terhadap frekuensi.
Data grafik resistivitas (grafik 1) memperlihatakan pada frekuensi tinggi nilai
resistivitas berimpit dan mulai terpisah pada rentang frekuensi 10
1
-10
0
Hz. Dari data
tersebut dapat dianalisa bahwa pada frekuensi besar hingga frekuensi 10
1
-10
0
Hz
lapisan bawah permukaan yang terukur mempunyai dimensionalitas 1D ditandai
dengan nilai sebaran resistivitas yang sama. Sedangkan, ketika melebihi rentang
tersebut hingga frekuensi rendah nilai reisistivitas tidak lagi berimpit atau bernilai sama
yang menadakan bahwa lapisan tersebut memiliki dimensionalitas 2D dan 3D.
Data grafik selanjutnya dari grafik impedansi dan skewness dapat
memperkirakan dimensionalitas pada frekuensi rendah tersebut. Dari grafik impedansi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 274
terhadap frekuensi dapat dilihat bahwa pada frekuensi tinggi nilai impedansi Zxy dan
Zyx lebih besar dibanding Zxx dan Zyy hingga rentang frekuensi antara 10
1
-10
0
Hz. Hal
tersebut menandakan bahwa daerah frekuensi tinggi memiliki dimensionalitas 1D
dimana sesuai dengan teori bahwa untuk impedansi 1D nilai Zxx=Zyy~0 sedangkan
nilai Zxy=-Zyx (pada grafik merupakan nilai besar impedan si sehingga Zxy=Zyx).
Untuk frekuensi rendah data impedansi semua nilai mengecil hampir mendekati 0
dengan kata lain bahwa untuk frekuensi rendah dari 10
0
Hz merupakan lapisan yang
mempunyai nilai dimensionalitas yang makin 1D atau 2D karena untuk dimensionalitas
3D akan mempunyai nilai impedansi yang tidak mendekati 0. Sehingga untuk lapisan
tersebut merupakan lapisan 2D dengan penggabungan analisa berdasarkan nilai
resistivitasnya.
Selain itu, analisa impedansi diperkuat dengan adanya data skewness terhadap
frekuensi. Nilai skewness adalah nilai perbandingan dari impedansi Zxx+Zyy terhadap
Zxy-Zyx. Untuk dimensionalitas 1D nilai skewness~0 dan untuk dimensionalitas
2D&3D = 0. Dapat dilihat dari data grafik bahwa nilai skewness~0 untuk rentang
frekuensi tinggi hingga sekitar 10
0
Hz dan nilainya menjadi semakin besar untuk
frekuensi yang lebih kecil. Data tersebut menambah hasil analisa bahwa lapisan pada
frekuensi kecil memiliki dimensionalitas 2D.
Analisis letak sesar dapat dilihat dari hasil pseudosection frekuensi terhadap
resistivitas pada gambar 6. Gambar pseudosection tersebut menggambarkan adanya
perubahan resistivitas pada titik Db2, D5 dan Db5. Pada titk Db2 dan Db 5 merupakan
perubahan peralihan antara lempeng darat dengan lautan karena titik selanjutnya
merupakan daerah pantai yang berbatasan dengan laut. Pada titik D5 terjadi
perubahan kontras resistivitas dan pada titik tersebut diperkirakan letak dari sesar
Sumatera. Karakteristik sesar sendiri ialah mempunyai nilai resistivitas yang rendah
tetapi masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai resistivitas air laut. Pada titik
D5 terjadi perubahan nilai resistivitas dari tinggi ke rendah diakibatkan adanya
perbedaan lempeng akibat patahan sehingga terjadi perubahan nilai resistivitas.
Kesimpulan
Analisis dimensionalitas yang dilakukan dengan parameter resistivitas,
impedansi dan skewness pada data hasil pengukuran menunjukkan struktur terdiri dari
1D dan 2D. Daerah sesar diperkirakan terletak disekitar titik D5 yang diperlihatkan
adanya kontras resistivitas dari pseudosection data hasil pengukuran. Data geologi
diperlukan sebagai data tambahan melihat susunan struktur batuan dalam penentuan
bidang sesar. Penggabungnan data hasil pengukuran dengan metode lain (AMT,
CSAMT, seismik, dll) dapat meningkatkan resolusi hasil pengukuran dan sebagai
validasi penentuan letak sesar.
Ucapan terima kasih
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Kerjasama Luar Negeri dan
Publikasi Internasional yang dibiayai oleh DIKTI tahun 2013. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Tokyo Institute of Technology, J epang atas dukungan peralatan
MTU untuk kegiatan pengambilan data MT. Penulis juga berterima kasih kepada
semua pihak yang membantu dalam survey MT di Aceh.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 275
Referensi
[1] Sieh, Kerry & Natawidjaya, D. Neotectonics of the Sumatran faults, Indonesia.
J ournal of Geophysical Research, vol 105 p.28,295-28,326. December 10, 2000.
[2] Fiona S. & K. Bahr, Practical Magnetotellurics, Cambridge Univ. Press., 2005
[3] P. Karey, M. Brooks & Ian Hill, An Introduction to Geophysical exploration 3rd
edition, blackwell science, 2002
[4] Telford W.F. & Godart, Applied Geophysics 2nd edition, Cambridge Univ. Press.,
1985
[5] W. Lowrie, Fundamentals of geophysics 2nd edition, Cambridge Univ. Press.,
2007



Rahman Nurhakim*
Department of Physics
Institut Teknologi Bandung
rahman.rnh@gmail.com
Rudy Prihantoro
Department of Physics
Institut Teknologi Bandung
prihantoro.rudy@gmail.com
Nurhasan
Department of Physics
Institut Teknologi Bandung
nurhasan@fi.itb.ac.id
Doddy Sutarno
Department of Physics
Institut Teknologi Bandung
sutarno@fi.itb.ac.id

Nazli Ismail
Department of Physics
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 276
Macro Visual Basic PowerPoint sebagai Media Belajar
Virtual Lab AVO Meter Analog
Ratna Puspitasari*, Siti Nurul Khotimah, dan Wahyu Hidayat
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melatih keterampilan proses awal siswa sebelum
melaksanakan pengukuran dengan AVO Meter. Pada praktikum pengukuran
kelistrikan, praktikan sering tidak menyadari telah melakukan kesalahan dalam
menggunakan alat ukur yang berakibat kerusakan alat sehingga tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Untuk itu, kami membuat media belajar Virtual lab AVO Meter
Analog menggunakan Macro Visual Basic PowerPoint untuk kasus rangkaian dua
resistor seri. Pertama, diawali dengan menyusun materi tentang AVO Meter,
mendisain tampilan media, mengklasifikasi sub bab materi pada setiap slide ppt, dan
membuat hyperlink yang terdapat pada media. Kedua, membuat sejumlah button
seperti: command button, option button, combo box serta text box dan menuliskan
program macro visual basic untuk mengaktifkan perintah yang diinginkan. Media
belajar virtual lab AVO Meter ini dapat melatih siswa mengenal komponen-komponen
pada AVO Meter, cara menggunakan sesuai dengan fungsi kerjanya, dan membaca
skala ukur.
Kata-kata kunci: AVO Meter Analog, Macro Visual Basic, PowerPoint, Virtual Lab

Pendahuluan
Berdasarkan rumusan terbaru kurikulum 2013, Standar Kompetensi Lulusan
satuan pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu kemampuan proses, konten, dan
ruang lingkup penerapan komponen proses dan konten. Komponen proses adalah
kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses konten menjadi kompetensi [1].
Proses pembelajaran di sekolah menengah diharapkan dapat membangun
kemampuan proses siswa secara prosedural, baik soft skill ataupun hard skill. Salah
satu cara untuk melatih kemampuan tersebut yaitu membangun pembelajaran
bermakna dengan kegiatan praktikum. Hambatan yang dialami guru dalam
melaksanakan kegiatan praktikum yaitu dibutuhkan waktu khusus untuk persiapan
sebelum praktikum dilaksanakan serta tidakadanya laboran yang dapat membantu
pelaksanaan praktikum IPA Fisika [2]. Sedangkan kendala yang dialami siswa selama
kegiatan praktikum salah satunya yaitu kesiapan siswa terhadap materi praktikum
akibat kurang memahami panduan kerja sebelum melaksanakan praktikum [3].
Adanya kendala selama proses kegiatan praktikum ini tentu harus segera
ditindaklanjuti secara serius agar ketercapaian dalam proses pembelajaran dapat
terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan.
Praktikum virtual atau sering disebut virtual lab merupakan suatu kegiatan
laboratorium yang menggunakan program aplikasi dalam komputer. Selama sepuluh
tahun terakhir telah dilakukan penelitihan secara empiris yang menyatakan bahwa
eksperimen secara virtual dapat meningkatkan keterampilan, sikap kemandirian, dan
pemahaman siswa [4]. Selain itu, penggunaan virtual lab memungkinkan siswa untuk
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 277
mengeksplorasi dan mendesain laboratorium mereka sendiri ketika menerapkan
konsep-konsep fisika [5]. Berdasarkan masalah di atas, tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk membuat Media Belajar Virtual Lab AVO Meter Analog berbasis Macro
Visual Basic PowerPoint, yang diharapkan untuk membantu siswa dan guru dalam
melatihkan keterampilan proses awal sebelum melakukan kegiatan praktikum secara
nyata.
Teori
AVO meter atau sering disebut juga sebagai Multimeter ditemukan pertama kali
oleh Donald Macadie pada tahun 1920an adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk
mengukur besaran listrik seperti: tegangan, arus, dan hambatan listrik pada suatu
komponen elektronik atau dalam rangkaian listrik. Terdapat dua tipe AVO meter
berdasarkan cara kerjanya, yaitu: AVO meter analog dan AVO meter digital.
AVO Meter Analog
AVO meter analog atau yang biasa disebut multimeter jarum adalah alat
pengukur besaran listrik menggunakan tampilan dengan jarum yang bergerak. AVO
meter ini dapat digunakan untuk mengukur arus listrik (mA), hambatan (Ohm), dan
tegangan (Volt). Kelebihan AVO meter analog adalah mudah dalam pembacaannya
dengan tampilan yang lebih sederhana. Sedangkan kekurangannya yaitu memiliki
akurasi yang rendah.
Prinsip Kerja AVO Meter Analog
Prinsip kerja dari AVO meter analog berdasarkan pada pengaruh arus listrik
yang mengalir ke dalam rangkaian AVO meter tersebut. Bagian utama dari sebuah
multimeter analog adalah pergerakan dari kumparan akibat perubahan fluks magnet
permanen (the permanent-magnet moving coil / PMMC). Tipe umum dari pergerakan
ini digunakan untuk pengukuran arus DC. Susunan dasar dari prinsip kerja AVO meter
analog ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Komponen dasar penggerak jarum penunjuk pada AVO meter analog [6].
Saat arus pengukuran (I
m
) masuk ke dalam kabel kumparan seperti ditunjukkan
pada Gambar 1, selanjutnya akan dihasilkan medan magnet dalam kumparan tersebut.
Adanya arus ini menginduksi medan magnet yang saling berinteraksi dengan medan
magnet permanen seperti bentuk sepatu kuda. Dari interaksi ini menghasilkan suatu
gaya akibat sebuah torsi mekanis yang dihasilkan oleh kumparan. Karena kumparan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 278
terusik oleh medan induksi dan tergulung secara permanen pada sebuah tabung
silinder putar (drum) seperti ditunjukkan Gambar 1, gaya torsi yang dihasilkan akan
mengakibatkan rotasi dari tabung mengelilingi batang pemutarnya.
Terdapat dua pegas pengendali pada batang pemutar drum. Saat drum berputar,
satu pegas menggulung batang pemutar dari depan menuju ke dalam, pegas yang lain
menggulung batang pemutar pada arah yang sebaliknya, sehingga memperlihatkan
sebuah ukuran torsi dengan arah putaran yang berlawanan, dan mengendalikan
pergerakan dari drum. Pegas ini menghasilkan nilai torsi yang bergantung pada sudut
simpangan dari drum, , atau sudut simpangan jarum penunjuk. Pada suatu posisi
tertentu (atau sudut simpangan tertentu), gaya torsi dari kedua pegas tersebut berada
dalam kesetimbangan.
Pengertian Microsoft PowerPoint 2010
Aplikasi Microsoft Powerpoint, pertama kali dikembangkan oleh Bob Gaskins
dan Dennis Austin sebagai presenter untuk perusahaan bernama Forethoutght, Inc
yang kemudian mereka ubah namanya menjadi Power Point. Microsoft Office
PowerPoint 2010 merupakan salah satu perangkat lunak yang dikeluarkan oleh
Microsoft yang dapat digunakan untuk mempresentasikan tulisan atau gambar kepada
orang lain secara efektif, profesional dan juga mudah. Microsoft Power Point dapat
terdiri dari teks, grafik, obyek gambar, clipart, movie, suara dan obyek yang dibuat
dengan program lain [7].
Setiap pergerakan dari jarum penunjuk ditandai oleh dua besaran listrik:
pertama, R
m
adalah hambatan dalam yang dimiliki oleh kabel untuk membentuk
kumparan; kedua, I
m
adalah arus meter yang menyebabkan jarum penunjuk
menyimpang pada posisi skala maksimum. Oleh karenanya, apabila hukum Ohm
diaplikasikan kita akan mendapatkan:
V
m
=R
m
I
m
(1)
Pengertian Macro Visual Basic
Microsoft menyediakan Visual Basic for Applications (VBA) atau Macro yang
merupakan pengembangan bahasa pemrograman Visual Basic yang digunakan pada
aplikasi Microsoft Office. Visual Basic Applications dapat digunakan untuk membuat
otomatisasi pekerjaan dalam Microsoft Office, sehingga dapat menghemat waktu dan
tenaga. Dalam MS-PowerPoint, penggunaan Visual Basic Applications dapat melalui
jendela Visual Basic Editor yang dikenal dengan penggunaan bahasa macronya.
Macro merupakan rangkaian perintah-perintah dan fungsi-fungsi yang tersimpan
dalam modul Microsoft Visual Basic Editor dan dapat dijalankan sewaktu-waktu jika
dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan [7].
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 279
Hasil dan diskusi
Prosedur Pembuatan Media Belajar AVO Meter


Membuat Prosedur Macro pada Visual Basic Editor
Membuat prosedur macro dapat ditulis melalui jendela Visual Basic Editor,
dengan menuliskan kode-kode macro serta menjalankan prosedur tersebut. Berikut
adalah prosedur-prosedur macro untuk menjalankan program Visual Basic pada
pembuatan program Virtual Lab AVO Meter.

Pada slide 3 7
Mengaktifkan tombol CommandButton untuk mengisi tulisan pada TextBox dan
menampilkan gambar yang tersembunyi.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 280
- Klik simbol CommandButton pada bagian group Control
- Mengubah nama tombol dengan mengklik Properties dan mengisi nama sesuai
yang diinginkan pada kolom Caption
- Membuat perintah pada tobol CommanButton tersebut dengan mengklik View
Code dan mengisi perintah pada jendela Visual Basic Editor.

Gambar 2. Kode perintah tombol Command Button untuk mengisi tulisan pada
TextBox dan menampilkan gambar yang tersembunyi.
Pada slide 3, saat tombol CommandButton 4 ditekan, maka pada TextBox 1
akan terisi oleh tulisan yang sebelumnya telah diisi dengan memberi tanda ().
Serta halaman presentasi akan aktif untuk memunculkan gambar 4 dan gambar-
gambar yang lain akan disembunyikan.

Pada slide 8 9
Mengaktifkan tombol CommandButton untuk mengisi tulisan pada TextBox dan
menampilkan gambar yang tersembunyi. Perintah macronya sama seperti pada slide 3
7.
Mengaktifkan tombol ComboBox untuk memilih nilai suatu besaran listrik.
- Klik simbol ComboBox pada bagian group Control
- Membuat perintah pada tobol ComboBox tersebut dengan mengklik View Code dan
mengisi perintah pada jendela Visual Basic Editor

Gambar 3. Kode perintah pada ComboBox untuk memilih nilai besaran listrik.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 281
Hasil Media yang Telah Dibuat

Pada bagian ini, berisi informasi tentang prosedur dalam menggunakan AVO
meter yang bertujuan untuk memandu pengguna dalam menggunakan alat ukur listrik
agar tidak terjadi kasalahan selama melakukan pengukuran secara nyata. Urutan
menggunakan alat ukur diberikan dengan angka yang tertulis pada tombol
CommandButton.

Berisi simulasi pengukuran menggunakan AVO meter secara virtual yang
disesuaikan dengan alat ukur secara riil. Pada konten latihan, disediakan rangkaian
seri dua resistor yang diharapkan pengguna dapat berlatih melakukan pengukuran
dengan benar mulai dari cara penggunaan alat ukur, cara memilih skala batas ukur,
serta cara membaca skala meter sesuai dengan fungsi kerja AVO meter tersebut.
Kesimpulan
Media belajar Virtual Lab AVO Meter ini dapat melatih keterampilan awal siswa
sebelum melakukan pengukuran rangkaian seri dua resistor, yaitu dengan mengenal
komponen-komponen pada AVO Meter, cara menggunakan sesuai dengan fungsi
kerjanya, dan membaca skala ukur.
Referensi
[1] Kemendikbud. 2012. Dokumen Kurikulum 2013.
[2] Yennita, dkk, Hambatan Pelaksanaan Praktikum Ipa Fisika Yang Dihadapi Guru
Smp Negeri Di Kota Pekanbaru, Artikel ilmiah, Laboratorium Pendidikan Fisika
J urusan PMIPA FKIP Universitas Riau
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 282
[3] Al Imran, Studi Tentang Hambatan Siswa Kelas I Listrik Di Smk Negeri 2
Makassar Dalam Pelaksanaan Praktikum Pekerjaan Mekanik Elektro (PME),
J urnal MEDTEK, Volume 2, Nomor 1, April 2010
[4] Zacharia dan Olympiou. (2011) Physical versus virtual manipulative
experimentation in physics learning. J ournal of Learning and Instruction, Vol 21,
p 317-331
[5] E. Harry , and B. Edward. Making Real Virtual Lab. The Science Education
Review. 2005.
[6] NN. NotesOnMultimeters.
http://www.eee.metu.edu.tr/~ee214/documents/NotesOn Multimeters.pdf [diakses
tanggal 24/6/2013]
[7] Retna, G. 2010. Belajar Cepat Microsoft PowerPoint 2010. Yogyakarta: Penerbit
ANDI.


Ratna Puspitasari*
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
ratna.p@students.itb.ac.id
Siti Nurul Khotimah,
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
nurul@fi.itb.ac.id
Wahyu Hidayat
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
Wahid@fi.itb.ac.id
*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 283
Penggunaan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Untuk
Mengatasi Kadar Kolesterol Tinggi Pada Wanita Usia Di
Atas 40 Tahun
Rina Oktaria*, Untung Sudharmono, dan Nilawati Soputri
Abstrak
Pada penelitian ini jeruk nipis telah digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol. Hal
ini perlu dilakukan karena prevalensi penderita penyakit hiperlipidemia terus meningkat.
Jeruk nipis (citrus aurantifolia) diuji coba untuk menurunkan kadar kolesterol darah
kepada wanita usia di atas 40 tahun. Sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah sejumlah 10 orang yang dikumpulkan dalam 1 rumah dan diberi makanan yang
sama selama 7 hari. Setiap sampel diberi jeruk nipis (citrus aurantifolia) dengan dosis
1 ml/kgBB. Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji normalitas
ditemukan data berdistribusi normal oleh karena itu peneliti menggunakan uji t-
berpasangan pada tingkat signifikansi = 0,05 diperoleh perbedaan kadar kolesterol
yang signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan. Dari hasil penelitian ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa Jeruk nipis (citrus aurantifolia) dapat digunakan untuk
menurunkan kadar kolesterol darah.

Kata-kata kunci: Jeruk nipis (citrus aurantifolia), Hiperlipidemia, Kolesterol

Pendahuluan
Berdasarkan laporan Riskesdas 2007, penyebab kematian pertama di Indonesia
adalah penyakit akibat kolesterol tinggi seperti penyakit jantung dan stroke [8].
Prevalensi wanita lebih banyak yang mengalami hiperlipidemia dibandingkan pria [2].
Diprediksi tahun 2020 akan banyak terjadi kematian akibat penyakit jantung dan
pembuluh darah akibat pola hidup yang tidak benar serta kurangnya aktifitas fisik [18].
Hiperlipidemia merupakan tingginya kadar lipid (lemak) serta kolestesterol termasuk
trigliserida dalam darah [7]. Dikatakan hiperlipidemia bila kadar kolesterol total
200mg/dL [10]. Hiperlipidemia dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah
(aterosklerosis) yang dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke dan kematian [4].
Pengobatan yang sering dilakukan untuk menurunkan kadar kolesterol total dengan
cara mengonsumsi obat sintetik, merubah pola hidup dan berolahraga secara rutin [1].
Tetapi, mengonsumsi obat sintetis secara rutin akan menimbulkan dampak negatif
pada tubuh seperti gangguan ginjal, hati dan pencernaan [17]. Oleh karena itu
dibutuhkan alternatif lain yang lebih aman yaitu dengan jeruk nipis yang terbukti aman
[14].
Jeruk nipis biasa digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan
berbagai macam penyakit karena kaya akan vitamin C sebagai antioksidan [3]. Jeruk
nipis memiliki berbagai macam kandungan vitamin, mineral, serta fitokemikal seperti
flavonoid dan limonoid yang terbukti bermanfaat karena mengandung antioksidan yang
dapat menjaga kesehatan tulang, jantung dan sistem kekebalan tubuh[15]. Selain itu,
sejumlah penelitian yang telah dilakukan sebelumnya melaporkan vitamin C dan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 284
flavonoid dapat mencegah pengerasan pembuluh darah dan menurunkan kadar
kolesterol[11][18]. Penelitian yang dilakukan di India melaporkan bahwa dalam 100g
jeruk nipis memiliki komposisi air 84,6 g; protein 1,5 g; lemak 1,0 g; serat 1,3 g;
karbohidrat 10,9 g; mineral 0,7 g; kalsium 90 mg; fosfor 20 mg; zat besi 0,3 mg; tiamin
0,02 mg; ribovlafin 0,03 mg; niasin 0,1 mg; vitamin C 63 mg; karoten 15 g; energi 59
Kcal. Sedangkan fitokemikal pada jeruk nipis adalah flavonoid yang terdiri dari
hesperidin, naringin, tangeretin, naringenin, eriositrin, dan hesperidin [12]. Sejumlah
penelitian melaporkan kandungan pada jeruk nipis yang paling berperan dalam
menurunkan kadar kolesterol yaitu vitamin C dan flavonoid [15][18].
Berdasarkan uraian di atas jeruk nipis memiliki potensi yang besar sebagai
penurun kadar kolesterol karena kaya akan kandungan vitamin C dan flavonoid.
Penggunaan jeruk nipis sebagai penurun kadar kolesterol sangat menguntungkan
karena pengolahannya sederhana, murah dan mudah didapatkan.
Eksperimen
Pertama, pencarian sampel dengan cara purpossive sampling dan didapati 10
sampel wanita yang berusia di atas 40 tahun yang memiliki kadar kolesterol 200
mg/dL dikumpulkan pada satu rumah untuk menandatangani informed consent dan
diberitahu prosedur serta efek samping yang mungkin muncul selama penggunaan
jeruk nipis. Sampel dikontrak selama 7 hari untuk tinggal di 1 rumah dan hanya
mengonsumsi makanan yang diberi oleh peneliti. Bahan yang digunakan adalah jeruk
nipis sebanyak 21 kg yang dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran
yang menempel kemudian jeruk nipis dibelah dua dan diperas menggunakan pemeras
jeruk manual untuk mendapatkan air jeruk nipis. Hasil perasan jeruk nipis disimpan
dalam satu wadah besar dan disimpan dalam lemari pendingin untuk digunakan
selama 7 hari. Setiap sampel diberikan jeruk dosis 1 ml/kgBB dan diminum pada pagi
hari selama 7 hari. Pada hari kedelapan dilakukan pengukuran kadar kolesterol total
setelah puasa selama 9 jam. Pengukuran kadar kolesterol total menggunakan alat cek
kolesterol Easy Touch GCU dengan cara menusukan lanchet steril pada ujung jari
yang terlebih dahulu dibersihkan dengan alcohol swab kemudian tetesan darah
dimasukkan ke dalam strip kolesterol lalu tunggu selama 150 detik untuk mendapatkan
hasil yang akan tertera pada layar Easy Touch GCU.
Jeruk nipis kaya akan kandungan vitamin C sebagai antioksidan yang
memperbaiki sintesis kolagen pada struktur komponen penting pembuluh darah,
tendon, ligament dan tulang[13]. Vitamin C juga dibutuhkan untuk sintesis karnitin
sebagai transpor lemak ke dalam mitokondria yang merubah lemak menjadi energi.
Berdasarkan penelitian, vitamin C yang terlibat dalam metabolisme asam empedu
yang dapat diimplikasikan dalam menurunkan tingkat kolesterol dalam darah dan
mengatasi batu empedu[6].
Selain vitamin C, kandungan flavonoid pada jeruk nipis seperti hesperidin dan
naringin dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara menghambat aktifitas enzim
HMGCoA reduktase dan ACAT, merangsang transkripsi gen reseptor LDL dan
menghambat sekresi apoprotein B [5]. Oleh karena tu, dengan menurunnya kadar
kolesterol total maka aterosklerosis dapat dicegah sehingga faktor risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah menurun[9].
Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data rata-rata total kadar
kolesterol sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu dilakukan uji
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 285
normalitas dari data kadar kolesterol total sebelum dan sesudah. Dari hasil data uji
normalitas data berdistribusi dengan normal [16]. Setelah uji normalitas penghitungan
selanjutnya digunakan uji t-berpasangan dengan tingkat signifikansi =0,05 untuk
melihat pengaruh rata-rata signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan [13][16].
Perhitungan statistik dilakukan menggunakan aplikasi SPSS (versi 16.00).
Hasil dan diskusi
Jumlah sampel sebelum perlakuan berjumlah 10 orang dan jumlah sampel
sesudah penelitian berjumlah 10 orang (n=10). Dari tabel 1 dapat dilihat perbedaan
rata-rata nilai antara hasil sebelum dan sesudah perlakuan. Nilai rata-rata kolesterol
sebelum perlakuan adalah 243.99.87 sedangkan nilai rata-rata sesudah perlakuan
adalah 178.96.06. Artinya terjadi penurunan terhadap kadar kolesterol total setelah
pemberian jeruk nipis (citrus aurantifolia) selama 7 hari.
Tabel 1. Deskripsi Statistik Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
DATA Kolesterol Sebelum Kolesterol Sesudah
Mean 243.90 178.90
Std.Error of Mean 9.874 6.067
Std. Deviation 31.225 19.186
Variance 974.989 368.100
Skewness 0.564 -1.592
Std. Error of Skewness 0.687 0.687
Minimum 211 133

Kemudian dari data tersebut diuji normalitas. Dengan Bentuk hipotesis jika Sig.
maka data berdistribusi normal[10]. Berdasarkan tabel 2, uji normalitas sebelum
dan sesudah perlakuan Sig.=0.200 artinya Sig. > sehingga data dinyatakan
berdistribusi normal. Karena data berdistribusi normal, maka uji yang digunakan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan jeruk nipis untuk mengatasi tingginya
kadar kolesterol total adalah uji t-berpasangan. Bentuk hipotesis untuk uji t-
berpasangan yaitu tidak ada pengaruh penggunaan jeruk nipis antara penggunaan
jeruk nipis sebelum dan sesudah perlakuan.
Tabel 2. Uji Normalitas Data Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
Kolmogorov-Smirnov
a
GROUP
Statistic Df Sig.
Kol_Sebelum 0.178 10 0.200
Kol_Sesudah 0.181 10 0.200
Tabel 3 menunjukkan hasil uji beda nilai rata-rata nilai kadar kolesterol total
sebelum pemberian jeruk nipis dengan rata-rata nilai kadar kolesterol total sesudah
pemberian jeruk nipis dengan menggunakan uji t-berpasangan. Dari hasil uji beda nilai
rata-rata ini diperoleh bahwa nilai sig. lebih kecil dari nilai . Nilai sig. yang diperoleh
adalah 0.00 sedangkan nilai adalah 0.05. Artinya, terjadi perbedaan yang signifikan
secara statistik antara nilai rata-rata kadar kolesterol total sebelum perlakuan dengan
nilai rata-rata kadar kolesterol total sesudah perlakuan. Nilai rata-rata perbedaannya
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 286
adalah 65.010.5. Sebagaimana telah diterangkan di atas dimana nilai rata-rata kadar
kolesterol total sebelum perlakuan adalah 243.99.87 sedangkan nilai rata-rata kadar
kolesterol total sesudah perlakuan 178.96.06. Berdasarkan nilai-nilai ini dan mengacu
kepada hasil uji beda yang ditunjukkan pada tabel 3, menunjukkan terjadi penurunan
kadar kolesterol total pada anggota sampel setelah penggunaan jeruk nipis selama 7
hari yaitu dari 243.99.87 ke 178.96.06.
Tabel 3. Uji Beda Nilai Rata-Rata Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
Mean 65.000
Std. Deviation 33.203
Std. Error Mean 10.500
95% Confidence Interval of the Difference Lower 41.248
95% Confidence Interval of the Difference Upper 88.752
T 6.191
df 9
Sig. (2-tailed) .000

Setelah uji t-paired test menggunakan SPSS 16, jika sig maka H
o
diterima.
Didapati pada data sig = 0.00 maka sig < artinya ada ada pengaruh penggunaan
jeruk nipis antara penggunaan jeruk nipis sebelum dan sesudah perlakuan dan H
o

ditolak, dimana = 0.05 dengan taraf kepercayaan 95% dan df =9.
Kesimpulan
Mengacu pada data hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penggunaan
jeruk nipis (citrus aurantifolia) selama 7 hari memberikan pengaruh yang signifikan
dalam menurunkan kadar kolesterol total pada wanita usia diatas 40 tahun.
Referensi
[1] Adams L.B. 2005. Hyperlipidemia. Stang Journal Story M (eds) Guidelines for
Adolescent Nutrition Services. 109-124.
[2] Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik
indonesia. Status Kesehatan Masyarakat Indonesia. In: Soemantri S, Budiarso
LR, Sandjaja, editors. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT); 2004. Volume 2.
[3] Boshtam M., Moshtaghian J., Naderi G., Asgary S., dan Nayeri H. 2011.
Antioxidant effects of Citrus aurantifolia (Christm) juice and peel extract on LDL
oxidation. J Res Med Sci Vol 16( 7):951-955
[4] Debra AK. 2004. Medical nutrition therapy in cardiovascular disease.In: Mahan
LK, Escott-Stump S, Editors. Krauses food nutrition and diet therapy. 11th Ed.
USA: Saunders. 860-91.
[5] Haryanto, A dan Sayogo S.2013. Hiperkolesterolemia: Bagaimana Peran
Hesperidin?. CDK-200. Vol. 40 No. 1. 12-16
[6] Higdon, J., Drake, VJ & Frei, B. 2009. Macronutrient Information Center. [Online]
Available: http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/vitamins/vitaminC/ [diunduh 10 juni
2013].
[7] Kreisberg R.A., dan Reusch J.E.B. 2005. Hyperlipidemia (High Blood Fat).
[Online] available:http://jcem.endojournals.org/content/90/3/0.1.full [diunduh 2 juli
2013].
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 287
[8] Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia: 2008.h.113.
[9] Mulvihill E.E., Assini J.M., Sutherland B.G., Dimmatia A.S., Khami M., Koppes
J.B., Sawyez C.G., Whitman S.C. dan Huff M.W. 2010. Naringenin Decreases
Progresion of Atherosclerosis by Improving Dyslipidemia in High-Fat-Fed Low-
Density Lipoprotein Receptor-Null Mice. Arterioscler Thromb Vasc Biol, 30: 742-
748.
[10] Roza J.M., Liu Z.X., Guthrie N. 2007. Effect Of Citrus Flavonoids and Tocotrienols
On Serum Cholesterol Levels In Hypercholesterolemic Subjects. Alternatives
Therapies, Vol. 13. hal: 44-47.
[11] Sharma, P. 2013. Vitamin C Rich Fruit Can Prevent Heart Disease. Association of
Clinical Biochemist of India. Ind J Clin Biochem28(3): 213-214.
[12] Sidana J., Saini V., Dahiya S., Nain P., Bala S. 2013. A Review On Citrus-The
Boon Of Nature. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and
Research Vol. 18(2): 20-27.
[13] Sunyoto, D & Setiawan, A. Buku Ajar: Statistik Kesehatan Paramatrik, Non
paramatik, Validitas, dan Reliabilitas.Yogyakarta: Nuha Medika.
[14] Suryawanshi J.A.S. 2011. An overview of Citrus aurantium used in treatment of
various diseases. African Journal of Plant Science Vol. 5(7): 390-395.
[15] Turner T., Burri B.J. 2013. Potential Nutritional Benefits of Current Citrus
Consumption. Agriculture Vol.3 : 170-187.
[16] Uyanto,SS.2009.Pedoman Analisis Data dengan SPSS Edisi 3.Yogyakarta:Graha
Ilmu.
[17] Voora,D., Shah,SH., Spasojevic,I., Ali,S., Reed,CR., Salisbury,BA & Ginsburg,
GS. 2009. The SLCO1B1*5 Genetic Variant Is Associated With Statin Induced
Side Effect.Journal of the American College of Cardiology. Vol.54(issue 17). Hal
1609-1616.
[18] Yaghmaie P., Parivar K., Haftsavar. 2011. Effects of Citrus aurantifolia peel
essential oil on serum cholesterol levels in Wistar rats. Journal of Paramedical
Sciences (JPS). Vol 2(1): 29-31.

Rina Oktaria*
Faculty of Nursing
Indonesian Adventist University
rinaoktaria.ro@gmail.com
Untung Sudharmono
Faculty of Nursing
Indonesian Adventist University
rinaoktaria.ro@gmail.com
Nilawati Soputri
Faculty of Nursing
Indonesian Adventist University
nilasolai@gmail.com
*Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 288
Identifikasi Variabel berdasarkan Skema: Tinjauan
Terhadap Hukum Kedua Termodinamika
Risti Suryantari
Abstrak
Salah satu pernyataan pada Hukum Kedua Termodinamika adalah berkaitan dengan
efisiensi mesin. Dalam mesin kalor, secara spontan kalor akan mengalir dari suhu
tinggi ke suhu rendah. Untuk dapat mengalirkan kalor dari suhu rendah ke suhu tinggi
maka pada mesin harus diberikan usaha, diaplikasikan untuk mesin pendingin. Pada
kedua proses tersebut diberikan persamaan efisiensi mesin ideal untuk mesin kalor
dan koefisien kinerja mesin pendingin. Melalui penjelasan dari literatur, seluruh mampu
menuliskan kembali persamaan untuk kedua mesin tersebut dengan benar. Kemudian
persoalan baru diberikan, dimana variabelnya diganti dengan variabel yang berbeda,
ternyata hanya 5% mahasiswa yang mampu menjawab dengan benar, seluruh
mahasiswa mengaku kesulitan dalam menjawab. Setelah diberikan penjelasan metode
identifikasi variabel dengan skema sederhana, 96% mahasiswa mampu menjawab
dengan benar, dan menyatakan bahwa metode ini lebih memudahkan dalam
menjawab persoalan.
Kata-kata kunci: identifikasi variabel, skema, termodinamika

Pendahuluan
Metode Identifikasi variabel berdasarkan skema merupakan suatu metode
menentukan suatu persamaan berdasarkan identifikasi variabel-variabel dari skema.
Metode ini awalnya telah diterapkan bagi formulasi kecepatan relativistik serta panjang
dan waktu relativistik [1,2].
Metode ini juga telah diterapkan bagi formulasi Hukum Pertama Termodinamika.
Dari hasil pengujian, mahasiswa menyatakan bahwa metode ini lebih memudahkan
dalam memahami konseptual persamaan kekekalan energi dalam hokum pertama
termodinamika dan dalam menyelesaikan persoalan terkait [3].
Pada penelitian kali ini akan diterapkan metode serupa bagi hukum kedua
termodinamika, khususnya pada formulasi efisiensi mesin ideal. Tujuan dari penelitian
ini adalah agar siswa dapat memahami konseptual mesin kalor ideal, dan menuliskan
persamaan dengan benar, melaui identifikasi variabel dari skema. Untuk menguji
metode ini, diimplementasikan terhadap Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Metode ini diharapkan dapat menjadi
variasi dalam pembelajaran, sehingga formulasi tidak menjadi hal yang dianggap sulit
dalam fisika.
Teori
Termodinamika mempelajari tentang fenomena termal yang berhubungan
dengan parameter suhu dan energi, yang didasarkan pada hukum-hukum
termodinamika. Hukum Pertama Termodinamika merupakan suatu persamaan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 289
kekekalan energi yang melibatkan variabel kalor, usaha, dan energi dalam. Dalam
berbagai referensi, seringkali diformulasikan seperti persamaan (1).
W U Q
(1)
dimana Q menyatakan kalor, U menyatakan perubahan energi dalam, dan W
menyatakan usaha [3].
Dalam berbagai referensi, seringkali ditekankan untuk memperhatikan apakah
kalor dan usaha tersebut diberikan pada sistem atau dihasilkan oleh sistem. Untuk
membedakannya digunakan tanda positif dan negatif, dimana Q bernilai positif bila
kalor masuk atau diberikan ke sistem, Q bernilai negatif bila kalor dihasilkan oleh
sistem, W bernilai negatif bila usaha diberikan ke sistem, W bernilai positif bila usaha
dihasilkan oleh sistem. Sementara energi dalam memiliki kemungkinan dapat
meningkat atau menurun, sehingga U bernilai positif bila terjadi kenaikan energi
dalam dan U bernilai negatif bila terjadi penurunan energi dalam [3].
Permasalahan yang ditemui dalam kelas fisika adalah, ketika tanda positif atau
negatif tidak diberikan dengan tepat dan konsisten maka terdapat kemungkinan besar
terjadi kesalahan pada perhitungan hasil akhir. Oleh karena itu akan dibuat skema
yang dapat membantu siswa dalam menyelesaikan soal terkait formulasi ini, tanpa
harus memikirkan tanda positif atau negatif pada variabel Q dan W. Skema tersebut
seperti pada gambar 1 [3].

Gambar 1. Skema untuk hukum pertama termodinamika.

Penjelasan yang diberikan kepada siswa sebagai berikut [3]:
a) Buat skema seperti gambar. Tanda panah ke kanan menunjukkan besaran apa
yang diberikan ke sistem. Tanda panah ke bawah menunjukkan besaran apa yang
dihasilkan oleh sistem.
b) Tuliskan simbol besaran yang diberikan ke sistem di sebelah kiri tanda panah ke
kanan (Q atau W) dan yang dihasilkan oleh sistem di sebelah bawah tanda panah
ke bawah (Q atau W).
c) U selalu letakkan di tengah (pada sistem).
d) Tulis dari atas ke bawah, maka formulasinya adalah
W U Q
atau
Q U W
.
Dalam penelitian ini dibuat skema untuk Hukum Kedua Termodinamika, khususnya
pada persamaan efisiensi mesin kalor ideal.
Q atau W
W atau Q
Sistem
u
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 290
Hasil dan diskusi
Skema untuk efisiensi mesin kalor ideal dan pompa kalor ideal, ditunjukkan oleh
gambar 2. Variabel-variabel diletakkan pada posisi seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2, hal ini terkait dengan penjelasan konseptual kinerja mesin kalor dan pompa
kalor ideal. Penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:
Sejumlah energi kalor Q
1
dari suhu yang lebih tinggi (T
1
) ditransfer ke suhu yang lebih
rendah (T
2
), maka sebagian diubah menjadi usaha W dan sisanya sebesar Q
2
dilepaskan atau dibuang. Usaha sebesar W diberikan pada mesin pendingin,
digunakan untuk mengalirkan kalor pada suhu tinggi (T
3
) sebesar Q
3
ke lingkungan,
sehingga dalam sistem tinggal energi kalor Q
4
pada suhu rendah (T
4
). Pada Mesin
pemanas, yang dimanfaatkan adalah sebaliknya, yaitu energi kalor (Q
3
) pada suhu
yang lebih tinggi (T
3
).


Gambar 2. Skema untuk efisiensi mesin kalor ideal.

Penjelasan tersebut dilakukan sambil menggambarkan skema secara berulang-
ulang, lalu mahaiswa melakukan hal tersebut secara mandiri. Dari skema tersebut
kemudian dapat dituliskan persamaan efisiensi mesin kalor dan koefisien kinerja
pompa kalor ideal dengan variable-variabel tersebut seperti pada persamaan (2), (3),
dan (4).
Efisiensi ideal mesin kalor:
1 2 1 2
1 1 1
Q Q T T W
e
Q Q T

(2)
Koefisien kinerja pompa pendingin (yang dimanfaatkan adalah kalor suhu rendah):
4 4 4
3 4 3 4
pendingin
Q Q T
KK
W Q Q T T


(3)
Q
4

Q
2

T
1
Q
1

Suhu tinggi
Suhu rendah
W
Mesin kalor
(ideal)/ mesin
Carnot
Pompa Kalor Ideal
(pendingin/
pemanas)
T
3
Q
3

T
2

T
4

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 291
Koefisien kinerja pompa pemanas (yang dimanfaatkan adalah kalor suhu tinggi):
3 3 3
3 4 3 4
pemanas
Q Q T
KK
W Q Q T T


(4)
Pada saat mahasiswa menggambarkan skema, maka dapat dipahami kinerja
mesin kalor, dan persamaan matematis yang dituliskan adalah hasil dari pemahaman
tersebut.
Secara umum bila menemukan persoalan tentang efieisensi mesin atau
koefisien kinerja, langkah yang yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Buatlah skema dan tuliskan seluruh variabel sesuai gambar 2.
2. Tuliskan angka-angka yang diketahui pada sebelah kanan variabel yang sesuai dan
berikan tanda pada variabel yang ditanyakan.
3. Tuliskan persamaan (persamaan 2, 3 atau 4) yang memuat seluruh variabel yang
ditanyakan dan variabel yang diketahui.
4. Lakukan perhitungan.

Sebagai catatan bahwa langkah tersebut dilakukan setelah skema dan penjelasannya
benar-benar telah dapat dipahami oleh mahasiswa.

Penerapan pada Soal

Soal-soal berikut diambil dari literatur [5], dengan memodifikasi nilai suhu dalam Kelvin
agar tidak terpaku pada kerumitan perhitungan.

Soal 1:
Sebuah mesin Carnot melakukan kerja rata-rata per detik 440 000 W menggunakan
kalor sebesar 880 000 joule per detik. Jika suhu sumber kalor adalah 600 K, pada
suhu berapa kalor pembuangan dikeluarkan?... [5]















Gambar 5. Skema untuk persoalan 1

Q
4

Q
2

T
1
=600 K
Q
1
=880 000 J
Suhu tinggi
Suhu rendah
W=440 000 J
Mesin kalor
(ideal)/ mesin
Carnot
Pompa Kalor Ideal
(pendingin/
pemanas)
T
3
Q
3

T
2
=?
T
4

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 292
Persamaan berdasarkan skema:
1 2
1 1
T T W
Q T


Penyelesaian:
2
600 440000
880000 600
K T J s
J s K



2
300 T K
Soal 2:
.. Lemari es memiliki koefisien kinerja sebesar 5. Jika suhu di luar lemari es adalah
300 K, berapa suhu terendah yang bisa didapat di dalam lemari es ideal?..[5]









Gambar 6. Skema untuk persoalan 2
Persamaan berdasarkan skema:
4
3 4
pendingin
T
KK
T T


Penyelesaian:
4
4
5
300
T
K T



4
250 T K
Soal 3:
Sebuah pompa kalor digunakan untuk menjaga agar rumah tetap hangat pada 300
K. Berapa besar kerja yang dibutuhkan dari pompa untuk menghasilkan kalor 2800 J
ke dalam rumah jika suhu di luar sebesar 275 K? anggap perilakunya adalah ideal.
..[5]
Q
4

Q
2

T
1
Q
1

Suhu tinggi
Suhu rendah
W
Mesin kalor
(ideal)/ mesin
Carnot
Pompa Kalor Ideal
(pendingin/
pemanas)
T
3
=300K Q
3

T
2

T
4
=?
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 293















Gambar 7. Skema untuk persoalan 3
Persamaan berdasarkan skema:
3 3
3 4
Q T
W T T


Penyelesaian:
2800 300
300 275
J K
W K K


156 W J
Pengujian Metode

Pengujian dilakukan terhadap 58 mahasiswa dalam satu kelas. Berikut adalah tahapan
pengujian beserta hasilnya.

1. Mahasiswa dijelaskan mengenai konseptual efisiensi mesin kalor dan koefisien
kinerja pompa kalor berdasarkan literatur Giancoli [5], lalu mahasiswa diminta
menuliskan ulang persamaan tersebut. Hasilnya adalah seluruh mahasiswa
mampu menuliskan persamaan dengan benar.
2. Mahasiswa diberikan persoalan yaitu diminta menuliskan persamaan tersebut,
namun dengan diberikan variabel yang berbeda. Hasilnya adalah, hanya 3 dari 58
mahasiswa (5%) yang mampu menuliskan dengan benar. Mahaiswa diminta pula
menuliskan pendapat apakah mampu menuliskan persamaan dengan baik atau
tidak. Hasilnya adalah seluruh mahasiswa (100%) kesulitan dalam menjawab,
termasuk dua mahasiswa yang menjawab dengan benar tersebut.
3. Mahasiswa diberikan penjelasan tentang konseptual mesin kalor ideal, dengan
menggunakan variabel-variabel yang baru (tidak sama dengan referensi), sambil
membuat skema. Skema tersebut ditunjukkan oleh gambar 2.
4. Mahasiswa menggambarkan ulang skema tersebut dan juga memberikan
keterangan pada variabel-variabelnya. Hasilnya adalah 56 dari 58 mahaiswa
(96%) mampu menggambarkan dan menjelaskan dengan baik.
Q
4

Q
2

T
1
Q
1

Suhu tinggi
Suhu rendah
W=?
Mesin kalor
(ideal)/ mesin
Carnot
Pompa Kalor Ideal
(pendingin/
pemanas)
T
3
=300 K
Q
3
=2800 J
T
2

T
4
=275 J
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 294
5. Mahasiswa diberikan lima buah persoalan, dan mengerjakan soal tersebut dengan
metode ini. Hasilnya adalah mahasiswa yang mampu menggambarkan skema (56
dari 58 mahasiswa) dan menjelaskan variabelnya dengan baik, mampu
mengerjakan soal tersebut dengan benar .
6. Mahasiswa kemudian diminta menuliskan pendapat apakah dengan membuat
skema, mereka mampu memahami konspetual mesin kalor dan menyelesaikan
persoalan dengan lebih mudah. Hasilnya adalah 56 dari 58 mahaiswa (96%) yang
mampu menggambarkan skema, menjelaskan dengan baik dan mampu
mengerjakan persoalan dengan benar, mengatakan metode ini memudahkan.
Kesimpulan
Metode Identifikasi Variabel berdasarkan Skema dapat diterapkan dalam hukum
kedua termodinamika terkait efisiensi mesin ideal. Melalui metode ini, 96% mahasiswa
dalam sebuah kelas mampu memahami konseptual mesin kalor ideal, menyelesaikan
persoalan dengan benar dan menyatakan bahwa metode ini lebih memudahkan.
Metode ini dapat dijadikan salah satu referensi metode pengajaran sebagai variasi
dalam pembelajaran fisika.
Ucapan terima kasih
Terimakasih kepada LPPM Universitas Katolik Parahyangan Bandung atas dana
penelitian, mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan
Bandung atas kerjasama dalam penelitian ini, dan Dr. Aloysius Rusli atas segala
masukan dalam penulisan makalah ini.
Referensi
[1] Suryantari, R, Problem Solving dengan Metode Identifikasi variabel berdasarkan
Skema: Tinjauan terhadap Formulasi Kecepatan Relativistik, Prosiding
Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2012 (SNIPS 2012), 7-8
Juni , Bandung, Indonesia, pp 13-16, ISBN 978-602-19655-3-5.
[2] Suryantari, R, Problem Solving dengan Metode Identifikasi variabel berdasarkan
Skema: Tinjauan terhadap Formulasi Panjang dan Waktu Relativistik, Prosiding
Simposium Fisika Nasional XXV, 19-20 Oktober 2012, pp 297-306, ISSN: 1411-
4771.
[3] Suryantari, R, Problem Solving dengan Metode Identifikasi variabel berdasarkan
Skema: Tinjauan terhadap Hukum Pertama Termodinamika, Makalah disajikan
dalam Pertemuan Ilmiah XXVII HFI Jateng & DIY, Solo, 23 Maret 2013.
[4] Halliday, Resnick & Walker, Fundamental Physics, 8th edition, Pearson
Education, Inc, 2007.
[5] Douglas C. Giancoli, Physics Principles With Applications, 6th edition, Pearson
Education, Inc, 2005.


Risti Suryantari
Program Studi Fisika,
Universitas Katolik Parahyangan,
Jl Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
risti_dy@yahoo.co.id
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 295
Metode Sparse Matriks untuk Pemodelan Magnetotellurik
(MT)
Rudy Prihantoro*, Edi Pramono, Doddy Sutarno, dan Nurhasan
Abstrak
Pemodelan Magnetotellurik (MT) dua-dimensi (2-D) maupun tiga-dimensi (3-D)
merupakan persoalan syarat batas (boundary value problem) yang dapat diselesaikan
menggunakan metode numerik seperti metode beda hingga dan metode elemen
hingga. Pada pemodelan MT, kedua metode tersebut dimulai dengan diskritisasi
persamaan Maxwell menjadi elemen-elemen yang berhingga jumlahnya lalu berujung
pada penyelesaian sistem persamaan linier yang berbentuk Ax = b. Ukuran dari sistem
persamaan linier yang ingin diselesaikan bergantung pada jumlah diskritisasi/ukuran
mesh. Untuk mendapatkan solusi yang akurat seringkali dibutuhkan ukuran mesh yang
sangat besar sehingga sistem persamaan Ax = b juga menjadi sangat besar.
Penyelesaian sistem persamaan yang sangat besar memerlukan memori
penyimpanan yang besar dan waktu komputasi yang lama sehingga penyelesaian
sistem persamaan dengan metode konvesional/metode full matriks menjadi tidak
efisien. Untuk meningkatkan efisiensi, sifat sparsitas dari matriks stiffness (matriks A)
dapat dimanfaatkan. Pada penelitian ini, metode sparse matriks digunakan untuk
pemodelan MT. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan metode sparse
matriks dapat meingkatkan efisiensi pemodelan dengan cukup signifikan. Memori yang
dibutuhkan untuk pemodelan MT menggunakan metode sparse matriks jauh
berkurang dibandingkan dengan metode full matriks. Solusi sistem persamaan juga
diperoleh dengan lebih cepat karena perhitungan tidak melibatkan komponen bernilai
nol pada matriks stiffness.
Kata-kata kunci: sparse matriks, magnetotellurik, sistem persamaan linier

Pendahuluan
Pemodelan Magnetotellurik (MT) dua-dimensi (2-D) maupun tiga-dimensi (3-D)
telah banyak dilakukan menggunakan beberapa metode numerik diantaranya metode
beda hingga [1], metode elemen hingga [2], dan metode integral [3]. Kedua metode
numerik pertama yaitu metode beda hingga dan elemen hingga, dimulai dengan
diskritisasi persamaan Maxwell menjadi elemen-elemen yang berhingga jumlahnya
lalu berujung pada penyelesaian sistem persamaan linier yang berbentuk Ax = b. Pada
penelitian ini, metode sparse matriks digunakan untuk menyelesaikan sistem
persamaan Ax = b pada pemodelan MT (2-D) menggunakan metode numerik elemen
hingga dengan pendekatan elemen tepi (vektor elemen hingga).
Teori
Perambatan gelombang elektromagnetik di dalam bumi dapat dijelaskan melalui
persamaan Maxwell (dalam domain frekuensi) berikut,

V

- E

= 0 (1.a)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 296

V

= ieH

(1.b)

V

- B

= 0 (1.c)

V

H

= o E

(1.d)
Dengan menerapkan operasi curl pada persamaan (1.b), maka didapatkan :

V

|
\

|
.
|
+ ieo E

= 0 (2)
Persamaan (2) di atas dengan syarat batas medan di permukaan bumi (syarat
batas Dirichlet) merupakan persoalan syarat batas (boundary value problem) yang
dapat diselesaikan melalui metode beda hingga dan elemen hingga. Pada penelitian
ini, digunakan metode elemen hingga dengan pendekatan elemen tepi (vektor elemen
hingga). Adapun syarat batas Dirichlet yang berkaitan dengan domain pemodelan
adalah,

E

y
=1 (3)
untuk seluruh vektor elemen di permukaan dengan bidang pemodelan merupakan
domain dua dimensi (yz). Arah y merupakan arah horizontal dan arah z merupakan
arah vertikal/ke dalam bumi (Gambar 2).
Pada pendekatan vektor elemen hingga, setiap elemen tersusun atas 4 vektor
(dalam hal ini vektor medan listrik) yang berada pada setiap tepi/sisi sebuah elemen
persegi panjang seperti pada Gambar 1 berikut,
3
4
2 1
tepi 2
tepi 3
tepi 4
tepi 1
(y
c
,z
c
)
l
z
l
y

Gambar 1. Elemen persegi panjang dengan 4 tepi yang merepresentasikan besaran
vektor medan listrik.
Dalam setiap elemen, medan listrik pada elemen yang bersangkutan merupakan
superposisi dari ke-4 vektor pada masing masing tepi yang dapat dinyatakan dalam
persamaan berikut,

E

e
= N
i
e
i=1
4

E
i
e
(4)
z
y
o
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 297
dengan
N
1
e
=
1
l
y
e
y
c
e
y +
l
y
e
2
|
\

|
.
|
|

y N
2
e
=
1
l
y
e
y y
c
e
+
l
y
e
2
|
\

|
.
|
|

y
N
3
e
=
1
l
z
e
z
c
e
z +
l
z
e
2
|
\

|
.
|
|
z N
4
e
=
1
l
z
e
z z
c
e
+
l
z
e
2
|
\

|
.
|
|
z
yang merupakan fungsi interpolasi. Melalui diskritisasi (membuat mesh) pada domain
pemodelan, fungsional total yang terdiri dari penjumlahan setiap elemen dapat
diminimisasi sehingga diperoleh sistem persamaan linier sebagai berikut,

Ax = b (5)
dengan A adalah matriks stiffness yang merupakan penjumlahan matriks elemental, x
adalah vektor medan listrik yang ingin dicari dan b adalah nilai syarat batas.
Untuk mendapatkan solusi yang akurat seringkali dibutuhkan ukuran mesh yang
sangat besar sehingga sistem persamaan Ax = b juga menjadi sangat besar.
Penyelesaian sistem persamaan yang sangat besar memerlukan memori
penyimpanan yang besar dan waktu komputasi yang lama karena komponen bernilai
nol pada matriks A disimpan dan dilibatkan pada perhitungan. Akibatnya penyelesaian
sistem persamaan dengan metode konvesional/metode full matriks menjadi tidak
efisien. Secara umum, matriks hasi pemodelan menggunakan metode elemen hingga
memiliki komponen tidak nol sebanyak <10% dari total komponen matriks [4]. Untuk
meningkatkan efisiensi, sifat sparsitas dari matriks A dimanfaatkan melalui pada
sparse matriks.
Pada metode sparse matriks komponen matriks A yang bernilai tidak nol
disimpan dalam tiga buah array satu dimensi yang terdiri dari array nilai matriks, array
kolom dan array baris [5]. Matriks dalam format penyimpanan sparse tersebut
kemudian digunakan sebagai input dalam library solver matriks yang terdapat pada
MATLAB.
Hasil dan diskusi
Mesh yang digunakan pada pemodelan MT 2-D diperlihatkan pada Gambar 2.
Ukuran mesh sebesar 40x40 dengan 8 elemen ditengah domain pemodelan memiliki
spasi arah y yang sama sementara elemen pada y negatif (kiri) dan positif (kanan)
membesar secara logaritmik untuk meningkatkan akurasi pemodelan. Spasi dalam
arah z juga dibuat secara logaritmik dengan tujuan yang sama.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 298
Spasi (Arah Sumbu Y)
K
e
d
a
l
a
m
a
n

(
A
r
a
h

S
u
m
b
u

Z
)

Gambar 2. Desain mesh yang digunakan pada pemodelan MT 2-D.
Pengujian pemodelan dilakukan untuk tiga jenis struktur resistivitas bumi 2-D
yaitu struktur resistivitas bumi homogen (Gambar 3), struktur resistivitas bumi berlapis
(Gambar 4) dan struktur resistivitas bumi dengan kontak vertikal (Gambar 5). Ketiga
struktur resistivitas 2-D yang diuji memberikan respon pemodelan yang sesuai antara
hasil analitik dengan hasil pemodelan numerik menggunakan vektor elemen hingga
(VFEM2DMT).

Gambar 3. Respon untuk model bumi homogen dengan resistivitas sebenarnya 100
.m.

Gambar 4. Respon untuk model bumi berlapis dengan resistivitas sebenarnya 100 .m
(pada lapisan 1-5), 10 .m (pada lapisan 6-7) dan 1000 .m (pada lapisan 8-40).
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 299

Gambar 5. Respon untuk model bumi kontak vertikal dengan resistivitas sebenarnya
(10,100) .m (pada lapisan 1-6) dengan batas pada 20 kiri-kanan dan 1000 .m (pada
lapisan 7-40) sebagai lapisan dasar.
Tabel 1. Efisiensi penggunaan metode sparse matriks dalam hal penyimpanan memori
dan waktu komputasi.
Pemodelan MT 2-D (mesh : 40 x 40)
Full Sparse
Memori Matriks A 344.3 (Mb) 0.719 (Mb)
Waktu Komputasi
Ax = b
12.418 (s) 0.195019 (s)

Pada Gambar 6, diperlihatkan pola sparsitas dari matriks A hasil pemodelan MT
2-D (sumbu x dan y menunjukan matriks persegi berukuran 3650x3650). Komponen
matriks yang tidak nol sebanyak 21528 yaitu < 10% dari total komponen matriks.
Dengan melakukan penyimpanan dan perhitungan hanya pada komponen tidak nol,
memori penyimpanan dan waktu perhitungan dapat berkurang secara signifikan
seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
nz = 21528

Gambar 6. Sparsitas Matriks A (mesh : 40x40) pada matriks berukuran 3650x3650.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 300
Kesimpulan
Karakteristik matriks dari diskritisasi model pada pemodelan MT 2-D adalah
sparse (komponen matriks yang bernilai tidak nol <10% komponen total matriks).
Penggunaan format sparse matriks yang tepat dapat mengurangi kebutuhan
penyimpanan memori secara signifikan. Waktu komputasi untuk menyelesaikan sistem
persamaan linier juga dapat berkurang secara signifikan ketika menggunakan metode
sparse matriks.
Referensi
[1] Brewitt-Taylor, C. and J. Weaver, Finite-difference solution of 2-dimensional
induction problems, Geophysical Journal of the Royal Astronomical Society (47),
375-396 (1976)
[2] Coggon, J. H., Electromagnetic and electrical modelling by the finite element
method, Geophysics (36), 132-155 (1971)
[3] Hohmann, G. W., Three-dimensional induced-polarization and electromagnetic
modeling, Geophysics (40), 309-324 (1975).
[4] Stanimirovic, I. P., Performance comparison of storage formats for sparse
matrices , Facta Universitatis: Ser. Math. Inform. (24), 39-51 (2009).
[5] Cuvelier, F., Japhet, J., and Scarella, G., An eficiente way to perform the
assembly of finite elemento matrices in MATLAB and Octave, Research Report
N
o
8305 (2013).

Rudy Prihantoro*
Physics of Earth and Complex System
Institut Teknologi Bandung
prihantoro.rudy@gmail.com
Edi Pramono
Physics of Earth and Complex System
Institut Teknologi Bandung
edipramonos@gmail.com
Doddy Sutarno
Physics of Earth and Complex System
Institut Teknologi Bandung
sutarno@fi.itb.ac.id
Nurhasan
Physics of Earth and Complex System
Institut Teknologi Bandung
nurhasan@fi.itb.ac.id

*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 301
Analisis Pulsa Magnet Pc3 dengan Medan Magnet Antar
Planet Pada Saat Badai Magnet Tahun 2000
Setyanto Cahyo Pranoto
*
dan Wahyu Srigutomo

Abstrak
Interaksi antara angin surya dengan medan magnet bumi membangkitkan berbagai
macam sinyal hidromagnet di antaranya pulsa magnet Pc3. Pulsa magnet Pc3
merupakan osilasi gelombang hidromagnet pada frekuensi gelombang Ultra Low
Frequency (ULF) dengan rentang periode 10 45 detik. Pembangkitan pulsa ini
diyakini terjadi pada magnetopause dan menyebar sampai magnetosfer dan ionosfer
sehingga bisa teramati dengan menggunakan magnetometer landas bumi. Untuk
mempelajari respon pulsa magnet Pc3 terhadap kondisi medan magnet antar-planet
(Bz) khususnya pada lintang rendah, dalam makalah ini dilakukan analisis hubungan
antara medan magnet antar-planet (Bz) terhadap frekuensi pulsa magnet Pc3 dengan
menggunakan data hasil observasi magnetometer landas bumi stasiun pengamatan
Biak yang memiliki resolusi sampling 1 detik, data parameter angin surya oleh satelit
ACE (Advanced Composition Explorer) dan data Dst (Disturbance Store Time) yang
merupakan indeks global perubahan medan magnet bumi. Butterworth filter dan Fast
Fourier Transform digunakan untuk mengekstraksi pulsa magnet Pc3 dari data variasi
medan magnet bumi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi dominan
Pc3 berada pada rentang frekuensi 0.05-0.07 Hz dengan koefisien korelasi sebesar
(r
2
) sebesar 0.6621.
Kata-kata kunci: pulsa magnet Pc3, ULF, angin surya

Pendahuluan
Manifestasi interaksi angin surya dan magnetosfer bumi secara umum dapat
diamati melalui pemunculan pulsa magnet. Karakteristik pulsa magnet Pc3 terkait
hubungannya dengan angin surya dan struktur magnetosfer merupakan suatu hal
yang penting untuk dapat mempelajari dan memahami mekanisme pembentukannya.
Hubungan tersebut muncul sebagai akibat interaksi gelombang-partikel pada frekuensi
siklotron lokal angin surya pada bagian upstream [1]. Beberapa penelitian pernah
dilakukan membahas hal ini diantaranya; hubungan pulsa magnet dengan ion siklotron
gelombang upstream di daerah foreshock [2] serta hubungan komponen IMF dan
amplitude Pc3 di lintang menengah [3 ].
Dalam penelitian ini kami menganalisis hubungan pulsa magnet Pc3 dengan
medan magnet antar-planet (Bz) dilintang rendah selama badai magnet tahun 2000.
Seleksi terhadap paket-paket pulsa Pc3 serta analisis statistik kami lakukan untuk
mengetahui frekuensi dominan dan koefiesin korelasi terkait hubungan antara medan
magnet antar-planet (Bz) terhadap frekuensi pulsa magnet Pc3.
Teori
Matahari adalah sistem dinamis yang merupakan faktor utama penggerak
perubahan di lingkungan antariksa. Transfer energi matahari ke lingkungan Bumi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 302
terjadi melalui proses transfer energi elektromagnetik dan energi kinetik yang dibawa
oleh partikel bermuatan dalam bentuk plasma angin surya. Selama aktivitas matahari
meningkat, energi kinetik angin surya juga mengalami peningkatan. Hal ini
mengindikasikan bahwa tekanan plasma angin surya juga akan berubah dengan cepat
dan mengalami peningkatan. Akibatnya terjadi eksitasi berbagai gelombang
hidromagnetik diantaranya pulsa magnet Pc3 [4]. Selama berlangsungnya badai
magnet terjadi peningkatan penetrasi medan listrik angin surya dalam arah radial ke
dalam magnetosfer yang mengakibatkan peningkatan kekuatan pulsa magnet Pc3
poloidal yang mana terdeteksi pada komponen H medan magnet permukaan Bumi [5].
Pulsa magnet Pc3 merupakan osilasi gelombang hidromagnetik pada frekuensi
gelombang ULF (Ultra Low Frequency) dengan rentang periode 10 45 detik.
Pembangkitan pulsa ini diyakini terjadi pada magnetopause dan menyebar sampai
magnetosfer dan ionosfer sehingga bisa teramati dengan menggunakan
magnetometer landas bumi [6]. Berdasarkan bentuk gelombang dan periodenya,
gelombang ULF diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu pulsa continue (Pc) yang
bersifat kuasi-sinusoidal dan pulsa irregular (Pi) yang memiliki bentuk gelombang tidak
teratur [7]. Melalui variasi spasial dan temporal yang teramati dari kejadian pulsa
magnetik Pc3 memberikan bukti sangat penting yang dapat dihubungkan dengan
mekanisme pembangkitan gelombang ULF baik di bagian dalam maupun luar
magnetosfer. Dalam penelitiannya mengenai karakteristik spasial dan temporal pulsa
magnetik Pc3 diketahui bahwa medan magnet antar planet berhubungan erat dengan
pulsa magnet Pc3 [8].
Tabel 1. Klasifikasi pulsa magnet.
Pulsa Magnet
Kelas Periode (Detik) Frekuensi(Hz)
Pc1 0.2 - 5 0.2 5
Pc2 5 - 10 0.1 0.2
Pc3 10 - 45 0.022 - 0.1
Pc4 45 - 150 0.006 0.022
Pc5 150 - 600 0.002 0.006
Pi1 1 - 40 0.025 1
Pi2 40 - 150 0.022 0.006
Meskipun terdapat berbagai jenis gelombang ULF sebagai akibat interaksi
medan magnet ruang antar-planet dengan medan magnet bumi namun jenis pulsa
magnet yang berkaitan dengan proses di lintang rendah adalah pulsa magnet Pi2 dan
Pc3 [9]. Pulsa magnet Pi2 berkaitan dengan dinamika magnetosfer bumi di
magnetotail bumi yang berada pada sisi malam, sedangkan Pc3 berkaitan dengan
interaksi medan magnet bumi dengan medan magnet antar-planet di sisi siang [10,11].
Dengan kata lain, pulsa magnet Pi2 berkaitan dengan substorm magnetosfer
sedangkan Pc3 berkaitan dengan badai magnet.
Untuk analisis dalam hubungannya dengan medan magnet antar-planet (Bz)
kami hanya menggunakan variasi medan magnet bumi komponen H dikarenakan
gangguan angin surya terhadap medan magnet bumi bersifat dominan pada
komponen H. Untuk ekstraksi pulsa magnet Pc3 dari data variasi medan magnet
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 303
dilakukan dengan Butterworth filter dan Hamming [12]. Fungsi Butterworth dan
Hamming windowing ditunjukkan dalam persamaan (1) dan (2).
n
z n a z a
n
z n b z b b
z A
z B
z H

+ + +

+ + +

+
= =
) 1 ( ...
1
) 2 ( 1
) 1 ( ...
1
) 2 ( ) 1 (
) (
) (
) ( (1)
| |
1 0.54 0.46cos 2
1
k
w k
n
t
| |
+ =
|

\ .
(2)
Kami juga menerapkan fungsi diskrit Fast Fourier Transform (FFT) satu dimensi untuk
menunjukkan frekuensi dari pulsa magnetik. Diskrit Fast Fourier Transform (FFT) dan
inversinya diberikan dalam persamaan (3) dan (4).

=

=
N
j
k j
N
j x k X
1
) 1 )( 1 (
) ( ) ( e (3)

=

=
N
k
k j
N
k X
N
j x
1
) 1 )( 1 (
) (
1
) ( e (4)
Hasil dan diskusi
Dalam penelitian ini digunakan data hasil rekaman magnetometer stasiun Biak
tahun 2000 pada koordinat geomagnet (-1.08
0
S 136.05
0
E atau L=1.05).
Magnetometer ini melakukan pengukuran terhadap tiga komponen variasi medan
magnet bumi; H (arah utara-selatan), D (arah timur-barat), Z(arah vertikal) dengan
resolusi satu detik. Selain data magnetometer digunakan pula data indek Dst
(Disturbance Store Time) [13] yang merupakan ukuran intensitas medan magnet bumi
secara global dengan resolusi satu jam dan data medan magnet antar-planet (Bz) dari
satelite ACE pada rentang waktu yang sama [14]. Dari data indek Dst tahun 2000
teramati sebanyak 12 kejadian badai magnet skala kuat (<-100 nT) seperti ditunjukkan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Peristiwa badai magnet skala kuat dari data indek Dst tahun 2000.
Date Time (UT) nT
12-Feb-2000 12:00 -133
7-Apr-2000 1:00 -288
24-May-2000 9:00 -147
16-J ul-2000 1:00 -301
11-Aug-2000 7 -106
12-Aug-2000 10:00 -235
18-Sep-2000 0:00 -201
5-Oct-2000 14:00 -182
14-Oct-2000 15:00 -107
29-Oct-2000 4:00 -127
6-Nov-2000 22:00 -159
29-Nov-2000 14:00 -119
Perilaku medan magnet bumi sangat bergantung pada interaksinya dengan
medan magnet antar-planet (Bz). Ketika medan magnet antar-planet memiliki orientasi
arah selatan maka probabilitas terjadinya rekoneksi medan magnet menjadi besar
seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Pada rentang waktu 12 18 J uli 2000 dilakukan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 304
plot terhadap data Bz, indeks Dst dan pulsa magnet Pc3 di stasiun Biak. Selama
berlangsungnya badai magnet, komponen Bz medan magnet antar-planet sebagian
besar berada pada arah selatan. Selain itu, selama rentang waktu fase pertumbuhan
badai magnet komponen Bz medan magnet antar-planet memiliki nilai negatif. Ini
berarti rentang waktu dimana medan magnet arah selatan berpotensi menghasilkan
rekoneksi medan magnet yang cukup lama sehingga memicu terjadinya badai magnet.
Kondisi medan magnet antar-planet yang memiliki orientasi arah selatan ini terus
berlansung sampai melewati fase pemulihannya.

Gambar 1. Plot data tanggal 12-18 J uli 2000 (a) Plot medan magnet antar planet - Bz,
(b) Plot indek Dst, (c) Plot pulsa magnet Pc3 stasiun Biak.
Pada Gambar 1, terlihat jelas hubungan antara kenaikan amplitudo pulsa
magnet Pc3 dengan kondisi medan magnet antar-planet (Bz) pada saat terjadi
interplanetary shock dan pada saat terjadi badai magnet. Pada saat interplanetary
shock tanggal 13 J uli 2000, terjadi peningkatan amplitudo pulsa magnet Pc3 sebesar
2.5 nT. Sedangkan pada saat badai magnet tanggal 15 J uli 2000, terjadi penurunan
amplitudo Bz yang sangat signifikan ~ 31nT sampai ~ -52 nT yang terjadi pada
rentang waktu 14:40 19:40 UT. Pada kondisi tersebut teramati pada indeks Dst
terjadi badai magnet skala kuat (-301 nT) dengan fase utama badai ini terjadi pada
rentang waktu 15 juli 2000 pukul 18 UT sampai 16 J uli 2000 pukul 00 UT. Pada saat
bersamaan teramati amplitudo pulsa magnet Pc3 di stasiun Biak menunjukkan adanya
anomali dengan peningkatan sebesar 4.5 nT.
Korespondensi antara frekuensi pulsa magnet Pc3 dengan medan magnet
antar-planet tanggal 13 J uli 2000 dan badai magnet tanggal 15 J uli 2000 di perlihatkan
pada gambar 2. Spektrogram pada Gambar 2.a, memperlihatkan terjadinya
peningkatan aktivitas pulsa magnet Pc3 pada rentang frekuensi (0.02 0.04 Hz)
sekitar pukul 09:40UT - 10:00UT. Sementara itu pada saat badai magnet, Gambar 2.b,
terjadi dua kali peningkatan aktifitas pulsa magnet Pc3; pertama terkait dengan sudden
commencement (label S
1
), dan kedua terkait badai magnet (label S
2
). Pada saat terjadi
sudden commencement sekitar pukul 14:40UT frekuensi dominan pulsa magnet Pc3
berada pada rentang (0.02-0.05Hz) sedangkan pada saat fase pertumbuhan badai
magnet frekuensi dominan dari pulsa magnet Pc3 berada pada rentang (0.02-0.08Hz).
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 305

Gambar 2. Spektogram pulsa magnet Pc3 stasiun Biak; (a) 13 J uli 2000 dan (b) 15 J uli
2000.
Untuk melihat frekuensi dominan pulsa magnet Pc3 maka kami lakukan
distribusi bulanan seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat
bahwa selama tahun 2000 frekuensi pulsa magnet Pc3 stasiun Biak cenderung stabil
pada frekuensi 0.05-0.07 Hz. Hal ini mungkin terkait dengan kondisi angin surya
selama fase naik aktivitas matahari pada rentang waktu tersebut, karenanya perlu
dilakukan analisa lebih lanjut mengenai hubungan antara pulsa magnet Pc3 dengan
fase aktivitas matahari.

Gambar 3. Distribusi bulanan frekuensi pulsa magnet Pc 3 stasiun Biak tahun 2000.
Sedangkan untuk analisis selanjutnya kami lakukan seleksi paket-paket pulsa
magnet Pc3. Dari hasil seleksi paket-paket pulsa magnet Pc3 dan estimasi frekuensi
dominan dari power spektrum pulsa magnet Pc3 pada saat kondisi medan magnet
antar-planet (Bz) arah selatan didapat koefisien korelasi (r
2
) sebesar 0.6621 seperti
ditunjukan pada Gambar 4. Korelasi yang kuat dengan medan magnet antar planet
mengindikasikan bahwa sumber gelombang ini terkait dengan daerah kuasi-paralel
bow shock. Namun hal ini masih perlu dilakukan analisis lebih lanjut.
S1
S2
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 306

Gambar 4. Korelasi antara frekuensi pulsa magnet Pc3 dengan medan magnet antar-
planet (Bz).
Kesimpulan
Telah dilakukan analisis terhadap frekuensi pulsa magnet Pc3 terkait dengan
kondisi medan magnet antar planet (Bz) pada rentang tahun 2000. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa frekuensi dominan Pc3 berada pada rentang frekuensi
0.05-0.07 Hz dengan koefisien korelasi sebesar (r
2
) sebesar 0.6621. Hal ini
membuktikan juga bahwa interaksi antara angin surya dan magnetosfer bumi secara
umum dapat diamati melalui pemunculan pulsa magnet Pc3.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada program studi magister fisika ITB
dan Lapan atas dukungannya dalam keikutsertaan pada kegiatan ilmiah ini.
Referensi
[1] Anderson, B. J ., An overview of spacecraft observations of 10s to 600s period
magnetic pulsations in the Earth's magnetosphere, in Solar Wind Sources of
Magnetospheric Ultra Low Frequency Waves, eds. M. J . Engebretson, K.
Takahashi, and M. Scholer, AGU Geophysical Monograph 81, 25-43 (1994)
[2] Troitskaya, V. A., and O. V. Bolshakova, Diagnostics of the magnetosphere
using multipoint measurements of ULF-waves, Adv. Space Res., 8, 413 (1988)
[3] Chi, P. J ., C. T. Russell, and G. Le, Pc3 and Pc4 activity during along period of
low interplanetary magnetic field cone angle as detected across the Institute of
Geological Sciences array, J .Geophys. Res., 99, 11127 (1994)
[4] McPherron, R.L.,Magnetic pulsations: their resources and relation to solar wind
and gomagnetic activity, Survey in Geophysics. 26:545-592 (2005)
[5] Villante, U., P. Francia .M. Vellante and P. Di Giuseppe, Some Aspect Of The
Low Latitude Geomagnetic Response Under Different Solar Wind Conditions,
Space Sci. Rev., 107,207-217 (2003)
[6] Takahashi, K., B. J . Anderson, T. Yamamoto, and N. Sato, Propagation of
compressional Pc3 pulsations from space to the ground: A case study using
multipoint measurements, in Solar Wind Sources of Magnetospheric Ultra Low
Frequency Waves, Geophys. Monogr. Ser., vol. 81 (1994)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 307
[7] J acobs, J . A., Y. Kato, S. Matsushita, and V. A. Troitskaya, Classification of
geomagnetic micropulsations, J . Geophys. Res., 69, 180 (1964)
[8] Vallee, M.A., et.al, The Spatial and Temporal Characteristic of Pc3
Geomagnetic, Pure Appl. Geophys164, 161176 (2007)
[9] Yumoto, K., Generation And Propagation Mechanisms Of Low-Latitude Magnetic
Pulsations A review, J . Geophys., 60, 79-105 (1986)
[10] Villante, U., P. Francia .M. Vellante and P. Di Giuseppe, Some Aspect Of The
Low Latitude Geomagnetic Response Under Different Solar Wind Conditions,
Space Sci. Rev., 107,207-217 (2003)
[11] Yumoto, K. And Saito, T., Reationship Between The IMF Magnitude And Pc3
Magnetic Pulsations In The Magnetosphere, J . Geophys. Res.,89, A11, 9731-
9740 (1984)
[12] Musafar, L. M., Pc3 Magnetic Pulsations Observed By Ground-Based
Magnetometer At Biak, Prosiding Seminar Nasional, Penelitian, Pendidikan, dan
Penerapan MIPA, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 16 Mei 2009
[13] Indeks Dst, URL http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dst_final, [diakses 25 November
2013]
[14] Data ACE, URL http://www.srl.caltech.edu/ ACE/ASC/level2/, [diakses 25
November 2013]


Setyanto Cahyo Pranoto
Pusat Sains Antariksa,
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Email: setya_cp@yahoo.com

Wahyu Srigutomo

Fisika Bumi dan Sistem Kompleks,
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 308
Efek Medan Magnet Induksi terhadap Gelombang
Elektromagnetik Sekunder
Siti Sachlia*, Annisa Siska Pandini, Mohamad Amin, Alamta Singarimbun
Abstrak
Hukum Faraday menyatakan bahwa medan magnetik yang berubah terhadap waktu
berperan sebagai sumber medan listrik. Sementara itu, hukum Ampere
memperlihatkan bahwa medan listrik yang berubah terhadap waktu berperan sebagai
sumber medan magnetik. Medan listrik dan medan magnetik tersebut dapat saling
terkait, membentuk sebuah gelombang elektromagnetik yang merambat melalui suatu
ruang. Medan magnetik yang ditimbulkan oleh arus listrik yang berubah terhadap
waktu dapat diamati dengan menggunakan alat sederhana terdiri dari sebuah koil yang
dirangkai pada suatu loop. Gelombang elektromagnetik hasil interaksi medan magnet
dan medan listrik tersebut dapat menginduksi benda sehingga menimbulkan
gelombang elektromagnetik sekunder. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
pengaruh konduktor di sekitar koil terhadap besar medan magnetik sekunder yang
menghasilkan gelombang elektromagnetik sekunder dengan menggunakan osiloskop
yang dirangkai membentuk sebuah loop. Dengan menggunakan koil solenoid yang
hanya memiliki 16 lilitan yang kurang rapat sepanjang 0,108 m dan hambatan 0,1 ohm,
hasil pengukuran melalui osiloskop menunjukan nilai ggl induksi pada orde 10-4 volt
sehingga pada saat besi dan alumunium ditempatkan disekitar solenoida tidak terjadi
pemagnetan akibat perubahan fluks magnetic yang sangat kecil. Dengan demikian,
solenoid hanya berfungsi sebagai kawat penghantar demikian, solenoid hanya
berfungsi sebagai kawat penghantar biasa pada rangkaian yang digunakan.
Kata kunci : medan magnet, medan listrik, gelombang elektromagnetik sekunder

Pendahuluan
Medan elektromagnetik yang ditimbulkan oleh arus listrik dapat diamati dengan
menggunakan alat sederhana terdiri dari sebuah koil yang dirangkai pada suatu loop.
Alat sederhana ini sudah banyak digunakan untuk mengamati adanya medan magnet
yang ditimbulkan oleh arus ac (alternating current) dengan melihat perilaku serbuk besi
di sekitar koil yang membentuk garis-garis gaya magnet atau fluks magnet.
Arus ac berubah-ubah secara sinusoidal terhadap waktu sehingga ketika medan
listrik berubah-ubah dalam besar dan arah, medan magnet dihasilkan oleh arus yang
berubah-ubah dalam besar dan arah. Secara bersamaan perubahan medan
membentuk sebuah gelombang elektromagnetik yang merambat menjauh dari koil.
Jika di sekitar koil terdapat benda yang bersifat konduktor, maka gelombang
elektromagnetik hasil interaksi medan magnet dan medan listrik dapat menginduksi
benda tersebut sehingga menimbulkan gelombang elektromagnetik sekunder. Melalui
tugas RBL (Research Based Learning), kami memanfaatkan keadaan di sekitar koil,
baik yang diisi teras besi atau aluminium untuk menghasilkan gelombang
elektromagnetik sekunder yang didapat dari hasil eksperimen. Selain itu pada tujuan
pendahuluan ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat atau karakteristik bahan.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 309
Teori
Medan Magnetik Akibat Adanya Arus dalam Solenoida
Koil merupakan kawat yang digulung rapat menjadi heliks lilitan rapat disebut
solenoida. Solenoida digunakan untuk menghasilkan medan magnetik kuat, seragam
dalam daerah yang dikelilingi oleh simpalnya. Perannya dalam magnetisme analog
dengan kapasitor keping-sejajar dalam elektrostatik, dalam hal bahwa kapasitor
menghasilkan medan listrik yang kuat di antara platnya. Medan magnetik solenoida
pada dasarnya adalah medan magnetik dari sederetan N simpal arus identik yang
ditempatkan berdampingan.
Gambar 1 menunjukkan garis-garis medan magnetik untuk solenoid panjang,
yang digulung rapat. Di dalam solenoidnya, garis-garis medan ini hampir sejajar
dengan sumbunya, berjarak rapat dan seragam, menandakan adanya medan
magnetik yang kuat, seragam. Di luar solenoidnya, garis-garis kurang rapat,
memencar dari satu ujung dan mengumpul pada ujung lain.

Gambar 1. Garis-garis medan magnetik dari suatu solenoida. Sumber :
http://dc304.4shared.com
Medan magnetik akibat adanya arus I dalam solenoid dengan panjang l yang
terdiri atas N lilitan kawat ialah
nI B
0
=
(1)
n merupakan jumlah lilitan kawat per satuan panjang (
l
N
n = ).
Ggl Induksi dan Hukum Faraday
Fluks Magnetik adalah kerapatan garis-garis gaya dalam medan magnet yang
melalui rangkaian dengan luasan tertentu. Bila terjadi perubahan jumlah fluks magnetik
yang memasuki suatu kumparan, maka pada ujung-ujung kumparan tersebut akan
timbul ggl induksi. Besarnya ggl induksi bergantung pada laju perubahan fluks dan
banyaknya lilitan.
Faraday mengukur besarnya ggl induksi yang disebabkan oleh perubahan fluks
sebesar dalam selang waktu t dan menyatakan bahwa Jika ada perubahan fluks
melalui koil dengan N lilitan dan laju
t
A
A
maka ggl induksi dalam kumparan adalah:
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 310
d
N
dt

c = (2)
Andaikan arus ac mengalir melalui koil yang melingkupi luasan A sehingga
menghasilkan medan magnetik seragam B, maka besar medan magnetik yang melalui
koil adalah
cos BA u = (3)
Jadi, ggl induksi yang melalui loop akibat adanya arus ac dalam solenoida adalah
( )
cos
d
BA
dt
c u =
cos
dB
A
dt
c u =
Karena medan magnetik seragam B yang dihasilkan sejajar dengan luas kumparan
yaitu A, maka nilai 1 cos = u .
0
( ) d nI
A
dt

c = (4)
0
N dI
A
l dt
c = (5)
Arus ac yang mengalir pada solenoida berubah secara sinusoidal, sehingga besar
arus ac dan ggl induksi yang dihasilkan akan memenuhi persamaan berikut.
0
sin I I t e = (6)
0
cos t c c e = (7)
Hasil substitusi persamaan (6) dan (7) ke persamaan (5), menghasilkan
0
0 0
sin
cos
dI t N
t A
l dt
e
c e =
0 0 0
cos cos
N
t A I t
l
c e e e =

0 0 0
N
A I
l
c e = (8)
Tanda negatif pada rumus diatas sesuai dengan Hukum Lenz, yaitu Ggl Induksi
selalu membangkitkan arus yang medan magnetiknya berlawanan dengan sumber
perubahan fluks magnetik.
Untuk mengubah fluks magnetik dalam suatu loop yang melalui sebuah koil
dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut.
a) Mengubah besar B dari medan magnetik di dalam koil.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 311
b) Mengubah luas koil atau bagian dari luas koil tersebut untuk berada dalam medan
magnet.
c) Mengubah sudut antara arah medan magnetik B dan luas koil.
Dalam kondisi apapun, ggl induksi dalam loop tersebut sama dengan besar laju
perubahan fluks magnetiknya. Arus ac membantu mengubah B dari medan magnetik
dalam koil seperti disebutkan pada cara yang pertama.
Induktansi Diri
Arus I yang mengalir pada koil dapat menghasilkan medan magnetik pada
setiap titik di sekitar koil yang sebanding dengan I sehingga fluks magnetik melalui koil
tersebut juga sebanding dengan I.
m
LI = (9)
dengan L merupakan konstanta yang disebut induktansi diri koil tersebut.
Apabila arus dalam rangkaian berubah, fluks magnetik akibat arus juga berubah,
sehingga ggl akan diinduksi dalam rangkaiannya. Karena induktansi diri suatu
rangkaian konstan, maka perubahan fluks dihubungkan dengan perubahan arus
berikut.
m
d dI
L
dt dt

c = = (10)
Berdasarkan persamaan (5) dan (10), kita dapat mengetahui bahwa solenoida
mengalami induktasi diri akibat mengalirnya arus ac melalui solenoida.
Pemagnetan
Apabila suatu bahan ditempatkan pada medan magnetik solenoida, medan
magnetik solenoida tersebut cenderung menyearahkan momen dipol magnetik di
dalam bahan itu dan bahannya dimagnetkan sehingga bahan tersebut mengalami
pemagnetan. Medan magnetik resultan di suatu titik dan di tempat yang jauh dari
ujung-ujungnya akibat arus dalam solenoida ditambah bahan yang dimagnetkan
adalah:
B nI = (11)
dengan merupakan permeabilitas bahan.
Jika persamaan (11) disubstitusikan pada persamaan (4), maka dengan cara
penurunan yang sama diperoleh nilai ggl induksi akibat suatu bahan ditempatkan pada
medan magnetik solenoida sebagai berikut.
0 0
N
A I
l
c e = (12)
Untuk mengetahui adanya pengaruh suatu bahan yang ditempatkan pada
medan magnetik solenoida, maka dilakukan pengukuran ggl induksi dengan
menggunakan osiloskop pada frekuensi 1kHz sebagai ggl induksi maksimum untuk
kemudian ditentukan nilai ggl induksi efektifnya (
0
) yaitu
1
2
2
dari nilai ggl induksi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 312
maksimum. Sementara itu nilai arus efektif (I
0
) yang melalui loop dapat diukur secara
langsung dengan menggunakan multimeter.
Pengukuran dilakukan pada 3 jenis bahan yang berbeda yaitu udara, besi, dan
aluminium di sekitar koil dengan menggunakan sumber tegangan 3V, 6V, 9V, 12V, dan
15V untuk masing-masing bahan.
Dengan menggunakan solenioda yang memiliki 16 lilitan sepanjang 0,108 m dan
luas penampang 9,34 x 10
-4
m
2
, diperoleh data
0
sebagai ggl induksi dan I
0
sebagai
arus efektif ac yang melewati koil solenoida. Data tersebut digunakan untuk
memperoleh nilai permeabilitas bahan () sebagai indikator adanya pengaruh bahan
dalam solenoida sehingga menghasilkan gelombang elektromagnetik sekunder.
Nilai permeabilitas bahan () diperoleh dari penurunan persamaan (12) yaitu
sebagai berikut.
0
0
l
ANI
c

e
= (13)
Hasil dan Diskusi
Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan osiloskop dan multimeter pada
loop yang terdiri dari solenoida, maka diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Pengukuran dengan Menempatkan Udara di Sekitar Solenoida
V ac (volt) Ieff (A) Ggl Induksi (volt)
3 0,509 -0,024745
6 1,109 -0,74942
9 0,014 -0,0010605
12 0,004 -0,000707
15 0,008 -0,000707
Tabel 2. Hasil Pengukuran dengan Menempatkan Besi di Sekitar Solenoida
V ac (volt) Ieff (A) Ggl Induksi (volt)
3 0,522 -0,03182
6 1,123 -0,67165
9 0,015 -0,00106
12 0,004 -0,00071
15 0,008 -0,00071
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 313
Tabel 3. Hasil Pengukuran dengan Menempatkan Aluminium di Sekitar Solenoida
V ac (volt) Ieff (A) Ggl Induksi (volt)
3 0,519 -0,02121
6 1,115 -0,74942
9 0,015 -0,00106
12 0,004 -0,00071
15 0,008 -0,00071

Dengan menggunakan data pada tabel 1, tabel 2, dan tabel 3, maka diperoleh
nilai rata-rata permeabilitas udara, besi, dan aluminium dari lima kali pengukuran untuk
masing-masing bahan yang ditunjukkan pada tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil perhitungan permeabilitas bahan.
Bahan n (lilitan/m) A (m
2
) (H/m)
r
(H/m)
udara 148,148 0,000934 2,45086 x 10
-8
0,01951
besi 148,148 0,000934 2,28890 x 10
-8
0,01822
aluminium 148,148 0,000934 2,41305 x 10
-8
0,01921

Secara teoritis, nilai permeabilitas bahan untuk udara, besi, dan aluminium
berturut-turut adalah 1,2566375 x 106 H/m; 6,908 x 10-6 H/m; dan 1.2566650 x 106
H/m. Bila nilai permeabilitas bahan hasil penelitian dibandingkan dengan nilai
permeabilitas bahan secara teoritis, diperoleh faktor koreksi untuk udara sebesar
98,049%, besi sebesar 99,668%, dan aluminium sebesar 98,079%.
Hasil pengukuran pada osiloskop, nilai ggl yang terukur menunjukkan adanya
perubahan fluks magnetik di sekitar koil. Artinya terdapat medan magnetik disekitar
koil. Namun demikian, gelombang elektromagnetik sekunder akibat pengaruh bahan di
sekitar koil tidak dapat terukur dengan baik. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa
faktor diantaranya adalah koil solenoida hanya memiliki 16 lilitan yang kurang rapat
sepanjang 0,108 m dengan hambatan koil yang terukur 0,1 sehingga ggl induksi
akibat perubahan fluks magnetik yang terukur sangat kecil.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa selenoida yang
digunakan pada penelitian hanya berfungsi sebagai kawat penghantar biasa dengan
hambatan yang sangat kecil + 0,1 dan nilai permeabilitas bahan yang dihasilkan
jauh dari yang sebenarnya hal ini dikarenakan solenoida tidak dapat terukur karena
tidak terjadi pemagnetan pada bahan. Karena adanya faktor koreksi yang sangat
besar, maka sebaiknya pada penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak
jumlah lilitan.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 314
Referensi
[1] Resnick, Halliday, Fisika Jilid 2, Erlangga, Jakarta, 1997, h. 533-564
[2] Tipler, Fisika Untuk Sains dan Teknik, Erlangga, Jakarta, 1996, h. 209-342
[3] Young & Freedman, Fisika Universitas, Erlangga, Jakarta, 2002, h.
[4] http://education.jleb.org/workbench/, accesed 20 November 2013, 12: 56 pm


Siti Sachlia*
Program Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
Sachlea_@yahoo.com
Annisa Siska Pandini
Program Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
annisa.siska@students.itb.ac.id
Mohamad Amin
Program Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
amin_jg@yahoo.com
Alamta Singarimbun
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
alamta@fi.itb.ac.id


*Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 315
A Simple Viscometer for High School and First Years
Undergraduate Program Students: Theory and
Experiment
Sparisoma Viridi
*
, Sidik Permana, Wahyu Srigutomo, Anggie Susilawati,
and Acep Purqon
1

Abstract
A simple viscometer consists of mineral water bottle and trink straw is used to predict
vicosity of water. A model is derived from Bernoulli's principle and Poiseulli's law.
Value about 0.374 0.707 cP is obtained for observation in room temperature. About
10 minutes of observation time is needed to get the data.
Keywords: equation of continuity, Bernoullis equation, viscosity coefficient, Poiseulli
flow.

Introduction
In discussing fluid flow, equation of continuity and Bernoullis equation are the
most common discussed [1], while Poiseulli flow for real fluid with viscosity [2], that
produces formula relating flow rate and pressure difference through a pipe with certain
length and radius [3] is rarely mentioned. In some daily life problem such as leakage
on a water container, the latest concept is needed, since the two first concepts predict
time for the container to be drained out is the same for all fluids, through formula
known as Torricelli law [4, 5]. It seems that the drained out time is independent to fluid
viscosity coefficient, which is incorrect. A common method to determine fluid viscosity
coefficient is using a ball falling in viscous fluid [6], which can be extended to buoyant
ball experiment [7]. In this work the Torricelli law will be extended using Poiseulli flow
to include influence of fluid viscosity coefficient and a robust experiment is performed
to justify the formulation in determining fluid viscosity coefficient. Influence of
temperature, such as in an empirical formula [8], to fluid visocisity coefficient is
neglected in this work.
Required theories for building a simple viscometer and sketch of the system are
explained briefly in theory part. Daily small things, that can be found easily at home,
are components of the viscometer. They will be listed in experiment part. The next two
parts are results and discussion part and conclusion part.
Theory
Three concepts are used in this work, equation of continuity, Bernoullis equation,
and Poiseulli flow, where each of them is brief reviewed and illustrated as in the
following subsections. In these subsections index i means inlet, while index o means
outlet.
Equation of continuity
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 316
Through a circular pipe with inlet radius and outlet radius a relation between
inlet velocity and outlet velocity is known as equation of continuity
o o i i
A v A v = . (1)
with meaings of
2
i i
R A t = and
2
o o
R A t = as shown in Figure 1. The term debit
Q vA = (2)
is also common used in Equation (1).
Bernoullis equation
Bernoullis equation is derived from theorem of work kinetic energy, which
considers only works done by external pressure and gravitation. The equation is
o o o i i i
gy v p gy v p + + = + +
2 2
2
1
2
1
, (3)
with is fluid density, p is pressure, and y is vertical position of pipe part as
illustrated in Figure 2.
Equation of continuity in Equation (1) or (2) and Bernoullis equation in Equation
(3) are derived for non-compressible fluid. And in its derivation, the last also neglected
fluid friction.
Poiseulli flow
In a horizontal circular pipe with length L and radius R , fluid with viscosity
coefficient q can flow with flow rate Q due to pressure difference p A that follows [3]
Q
R
L
p
4
8
t
q
= A . (4)
as illustrated in Figure 3.
System
A fluid container with form of a cylinder with radius is placed standing that its
axis is parallel to direction of gravitation. Near bottom of the container small pipe with
radius and length is attached perpendicular to container axis. Distance between fluid
surface in the container and position of the small pipe is defined as . The system is
illustrated in Figure 4.
Using Equation (3) the relation between inlet point and Z point can be written as
2 2
2
1
2
1
Z Z i A
v p gh v P + = + + , (5)
with
A i
P p = , where
A
P is air atmospheric pressure.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 317
It can be assumed that 0 ~
Z
v since fluid only flow from inlet to outlet and only
disturbs point Z slightly. Then it can traight forward found that
gh P v gh P p
A i A Z
+ ~ + + =
2
2
1
, (6)
if it is also assume that
i
v small and then 0
2
~
i
v .
Height change of water surface h is
i
v
dt
dh
= . (7)
Then substitute Equation (1) and (2) into Equation (7) will give
i
A
Q
dt
dh
0
= . (8)
Equation (4) can also be written for outlet as
o
o
o
A Z
Q
R
L
P p
4
8
t
q
= . (9)
with
A o
P p = . Substitution Equation (6) into Equation (9) and the result into Equation
(8) will give a first order differential equation
0
8
4
= +
i o
o
A L
gh R
dt
dh
q
t
, (10)
which has solution
( )
4
exp
8
o
o
o i
R g
h t h t
L A
t
q
(
| |
=
( |
( \ .

. (11)
Experiment
Value of parameters in experiment are cm 25 . 4 =
i
R , mm 75 . 1 =
o
R , cm 10
0
= L ,
2
m/s 8 . 9 = g ,
3
kg/m 1000 = , and cm 22
0
= h . Components of the simple viscometer
and after they assambled are given in Figure 5.
Results and discussion
Plots of data from Table 1 in linear and logarithmic scale for h againts t are given
in Figure 6 (left) and (right), respectively.
From Figure 6 (right) value of gradient m from the regression line can be
obtained. This value and Equation (11) will give
( ) ( )
4 5
1 6.361 10
8
o
o i
R g
m L A m
t
q

| |

= =
|

\ .
. (12)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 318
Table 1. Experiment data.
h (cm) t (s)
22 0
21 5
20 9
19 13
18 26
17 34
16 41
15 50
14 56
13 65
12 72
11 78
10 91
9 104
8 115
7 130
6 139
5 155
4 169
3 188
2 215
1 248
0 313
Using parameters from the experiment it is found that q has value about
between 0.374 0.707 cP. Two gradient values are obtained, since the results are not
too linear, even in logarithmic scale. It is quite good results consi-dering a very rough
approximation used in deriving theory for the experiment.
From references it can found that
water
1 10
2
Ns/m
2
or 1 cP at about 20 C
[3] or 0.894 cP at 25 C [9]. At room temperature it was obtained 0.868 cP, 0.707 cP,
and 0.782 cP for buoyant ball experiment, falling ball experiment in Fisika Dasar Lab,
and Haake Falling Ball Viscomenter (Type C, Thermo Electron Co.) in Kimia Fisika Lab,
respectively [7].
Conclusion
Using a very simple hand-made viscometer, water viscosity can be measured
with obtained value is still in the same order as it is measured by better or standard
viscometer, which is also confirmed by a recent result [10]. Further formula
simplification is still needed for better use in high school, and for university student
assumption to produce Equation (6) can be still debatable. Extension of this work is
already implemented in Kompetisi Sains Madrasah 2013 in Malang, Indonesia, 5 - 9
November 2013.
Acknowledgements
This work is partially supported by RIK ITB 2013 (contract number
248/I.1.C01/PL/2013).
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 319
Referensi
[1] D. Halliday, R. Resnick, and J. Walker, Fundamentals of Physics, John Wiley
and Sons (Asia), Hoboken, 8th, Extended, Student Edition., 2008, pp. 371-376.
[2] P. M. Fishbane, S. Gasiorowicz, and S. T. Thornton, Physics for Scientists and
Engineers, Prentice Hall, Upper Saddle River, 2nd, Extended Edition, 1996, pp.
452-453.
[3] W. E. Gettys, F. J. Keller, and M. J. Skove, Physics Classical and Modern,
McGraw-Hill Book, New York, International Edition, 1989, p. 343-344.
[4] D. Halliday and R. Resnick, Fisika, Erlangga, Jakarta, Jilid 1, Edisi 3, 1985, 601-
602.
[5] P. A. Tippler, Fisika untuk Sains dan Teknik, Erlangga, Jakarta, Jilid 1, Edisi 3,
Cetakan 1, 1998, pp. 404-405.
[6] A. F. Abbott, Ordinary Level Physics, Heinemann Educational Books, London,
4th Edition, 1984, pp. 146-149.
[7] M. N. Tajuddin, Eksperimen Bola Bergerak Mengapung di dalam Pipa untuk
Menentu-kan Viskositas Fluida menggunakan Alat Bantu Kamera Digital, Tesis
Magister, Ins-titut Teknologi Bandung, Indonesia, 2009.
[8] A. Soedradjat, Mekanika-Fluida & Hidroli-ka, Nova, 1983, pp. 12-13.
[9] V. L. Streeter dan E. B. Wylie, Mekanika Fluida, Erlangga, Jakarta, 1986, p. 175.
[10] L. N. Qomariyatuzzamzami dan S. F. Husen, "Komentar pada 'A Simple Visco-
meter for High School and First Years Undergraduate Program Students: Theory
and Experiment'", Jurnal Pengajaran Fisika Sekolah Menengah 6 (1), 1-3 (2014).
Sparisoma Viridi*
Nuclear Physics and Biophysics
Institut Teknologi Bandung
dudung@fi.itb.ac.id

Sidik Permana
Nuclear Physics and Biophysics
Institut Teknologi Bandung
psidik@fi.itb.ac.id

Wahyu Srigutomo
Earth Physics and Complex System
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id

Anggie Susilawati
Physics Department
Universitas Padjajaran
anggie.susilawati@phys.unpad.ac.id

Acep Purqon
Earth Physics and Complex System
Institut Teknologi Bandung
acep@fi.itb.ac.id


*Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 320


Figure 1. A circular pipe with inlet radius
i
R and outlet radius
o
R .

Figure 2. Bernoullis equation relates inlet (index i ) and outlet (index o ) physical
parameters.

Figure 3. Poiseulli flow through a horizontal pipe, where
o i
p p p = A is pressure
difference between inlet and outlet.

Figure 4. System consists of fluid container with radius
i
R and small outlet pipe with
radius
o
R and length
o
L , a point Z is defined near the bottom of fluid container and
vectically aligned with joint point of the container and the small pipe.
h
p
i

p
o

v
o
v
i

L
o
Z
2R
L
p
i
p
o

Q
v
v
i

v
o

y
o

y
i

p
o

p
i

2R
o

v
i
v
o

2R
i

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 321


Figure 5. Left: Components to construct simple viscometer are marker (M), transparent
tape (T), ruler (R), small drink straw as the small pipe (P), scissor (S), 2-liter mineral
water bottle as the fluid container (B), and a piece of paper as label (L). Right: the
system after assembled.

0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0 40 80 120 160 200 240 280 320
h
(
m
)
t (s)

ln h =-0.009t - 1.492
R =0.993
ln h =-0.017t - 0.326
R =0.993
-4.8
-4
-3.2
-2.4
-1.6
-0.8
0
0 40 80 120 160 200 240 280 320
l
n
h
t (s)

Figure 6. Experiment result for h (left) and h ln (right) as function of time t , where h
is represented in m.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 322
Analisis Ketidakteraturan Plasma Ionosfer
pada Saat Aktivitas Matahari Tinggi diatas Indonesia
Sri Ekawati* dan Wahyu Srigutomo
Abstrak
Ionosfer, yang berisi plasma berada pada ketinggian 50 500 kilometer di atas
permukaan bumi, merupakan penentu keberhasilan propagasi sinyal komunikasi satelit
dan sistem navigasi berbasis satelit. Pada makalah ini, ketidakteraturan plasma
ionosfer akan dianalisis dari aktivitas gangguan ionosfer berdasarkan data indeks S
4

dan Total Elektron Content (TEC). Selain itu, ketidakteraturan plasma ionosfer akan
dikaitkan juga dengan data aktivitas matahari dan geomagnet. Data ionosfer diperoleh
dari penerima GPS Ionospheric Scintillation and TEC Monitoring (GISTM) GSV4004B
di Manado, Pontianak, Bandung dan Kupang pada periode bulan Maret Mei 2013.
Data aktivitas matahari diperoleh dari data kejadian ledakan matahri flare X-ray dari
Solar Influences Data analysis Center (SIDC), Royal Observatory of Belgium
Sedangkan data aktivitas geomagnet diperoleh dari data indeks Dst dari Data Center
for Geomagnetism Kyoto. Hasil menunjukkan gangguan plasma ionosfer lebih intensif
ditunjukkan oleh stasiun pengataman di Bandung dibandingkan dengan stasiun
lainnya. Hasil lainnya menunjukkan ionosfer sangat dipengaruhi oleh aktivitas matahari
dan geomagnet.
Kata-kata kunci : Ionosfer, Sintilasi, TEC, aktivitas matahari dan geomagnet

Pendahuluan
Atmosfer bumi, berdasarkan propagasi sinyal/ gelombang elektromagnet dari
satelit ke antena di bumi atau sebaliknya, dibagi menjadi dua, yaitu troposfer dan
ionosfer. Troposfer berisi partikel netral, sedangkan ionosfer berisi plasma atau gas
yang terionisasi. Sehingga ionosfer selain berisi elektron-elektron, ionosfer juga berisi
ion-ion. Hal tersebut menjadi latar belakang lapisan atmosfer bumi yang berisi ion-ion
dinamakan ionosfer.
Ionosfer sangat rentan dipengaruhi oleh pengaruh diatasnya yaitu medan
magnet bumi dan radiasi dari matahari. Banyak penelitian yang menganalisis
pengaruh gangguan geomagnet seperti badai geomagnet terhadap aktivitas sintilasi
ionosfer [1]. Selain itu, banyak juga penelitian yang menganalisis dampak flare/ledakan
matahari dari data intensitas fluks sinar-X matahari terhadap TEC ionosfer.
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis ketidakteraturan plasma ionosfer
diatas Indonesia pada saat aktivitas matahari tinggi yang menggabungkan penelitian
pengaruh badai geomagnet terhadap sintilasi ionosfer dan pengaruh ledakan
matahari/flare X-ray terhadap total elektron di ionosfer.
Metode
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 323
Data yang digunakan pada makalah ini meliputi data ionosfer, geomagnet dan
matahari yang mengGambarkan kondisi cuaca antariksa pada periode bulan Maret
Mei 2013. Walaupun makalah ini membahas aktivitas geomagnet dan matahari,
namun pembahasan akan dititik beratkan pada dampaknya di lapisan ionosfer.
Data ionosfer yang meliputi data indeks amplitudo sintilasi ionosfer (S
4
index)
dan Total Elektron Content (TEC) diperoleh dari penerima GPS Ionospheric
Scintillation and TEC Monitoring (GISTM) GSV4004B diatas Menado, Pontianak,
Bandung dan Kupang. Stasiun Manado terletak pada koordinat geografis (1.48
o
LU;
124.85
o
BT) atau pada koordinat geomagnet (-6.87
o
LS; 196.07
o
BT). Stasiun
Pontianak terletak pada koordinat geografis (-0.03
o
LS; 109.33
o
BT) atau pada
koordinat geomagnet (-8.82
o
LS; 180.72
o
BT). Stasiun Bandung terletak pada
koordinat geografis (-6.90
o
LS; 107.60
o
BT) atau pada koordinat geomagnet (-16.49
o

LS; 178.93
o
BT). Dan stasiun Kupang terletak pada koordinat geografis (-10.15
o
LS;
123.67
o
BT) atau pada koordinat geomagnet (-19.52
o
LS dan 195
o
BT). Koordinat
geomagnet penting diketahui karena ionosfer yang berisi plasma yang memiliki medan
listrik, E, akan berinteraksi dengan garis-garis medan geomagnet, B.
GISTM GSV4004B mengeluarkan data indeks S4 total dan S4 correction.
Sehingga untuk memperoleh indeks S4 yang terkoreksi digunakan perhitungan pada
persamaan (1) [2] :
2
2
4 4 4
total
correction
S S S (1)
Indeks S
4
tidak memiliki satuan. Indeks S4 dapat menunjukkan aktivitas
gangguan plasma ionosfer berupa fluktuasi yang sangat cepat dari amplitudo
gelombang elektromagnetik dari satelit ke antena di bumi atau sebaliknya setelah
melalui ionosfer yang sedang terganggu.
Sedangkan TEC dapat menunjukkan banyaknya total elektron yang dilalui sinyal
satelit per meter persegi. Data TEC juga dapat menunjukkan besarnya waktu tunda
gelombang elektromagnetik setelah melalui ionosfer. Satuan TEC adalah TEC Unit,
dimana :
16
2
elektron
1 10
m
TECU (2)
Untuk memperoleh pengaruh aktivitas badai geomagnet terhadap sintilasi
ionosfer, digunakan data geomagnet, Indeks Disturbance Storm Time (Dst Index) yang
diperoleh dari Data Center for Geomagnetism Kyoto, diunduh dari situs :
http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dst_realtime. Intensitas badai geomagnet dapat
diklasifikasikan berdasarkan pola indeks Dst yang ditunjukkan pada table 1. [3]
Table 1. Klasifikasi Badai Geomagnet [3].
Kelas Dst Index (nT)
Lemah -30 > Dst -50
Sedang -50 > Dst -100
Kuat -100 > Dst -200
Sangat Kuat Dst < -200
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 324

Sedangkan untuk mengetahui dampak aktivitas flare sinar-X matahari terhadap
TEC ionosfer digunakan data X-ray flux yang diperoleh dari Solar Influences Data
Analysis Center (SIDC), Royal Observatory of Belgium. Data tersebut dapat diunduh
di : http://www.swpc.noaa.gov/ftpmenu/warehouse/2013/2013_plots/xray.html. Ada tiga
kategori flare X-ray di matahari, seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi flare X-rays Matahari.
Kategori Kelas Peak
(W/m
2
)
Kecil C 10-
6
I
< 10
-5

Menengah M 10-
6
I
< 10
-5

Besar X 10-
6
I
< 10
-5

Hasil dan Diskusi
Indeks Dst terendah selama periode Maret Mei 2013 ditunjukkan pada
Gambar 1. Sumbu-x menyatakan tanggal dan sumbu-y menyatakan besarnya medan
magnet dengan satuan nT. Badai geomagnet kuat terjadi pada tanggal 17 Maret 2013
pukul 21:00 UTC yang mencapai -132 nT. Untuk mengetahui dampaknya pada
kemunculan sintilasi ionosfer, maka dilakukan perbandingan data indeks Dst dengan
indeks S4 ionosfer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 panel atas adalah indeks Dst sedangkan panel tengah adalah indeks
S4 diatas Pontianak dan panel bawah adalah indeks S4 diatas Manado pada tanggal
16, 17 dan 18 Maret 2013. Tanggal tersebut dipilih untuk mengetahui dampaknya pada
kemunculan sintilasi ionosfer pada satu hari sebelum, pada saat terjadi badai dan
setelah terjadi badai.
Pada tanggal 16 Maret, tidak ada aktivitas sintilasi ionosfer, begitu juga pada
saat terjadi badai geomagnet dua stasiun pengamat gangguan sintilasi ionosfer baik
Pontianak maupun Manado tidak mendeteksi adanya aktivitas sintilasi yang kuat.
Setelah badai geomagnet kuat berakhir pada tanggal 18 Maret 2013, terjadi aktivitas
sintilasi kuat.
Gambar 3. menunjukkan data intensitas flux sinar-X yang dipancarkan matahari
pada tanggal 12 14 Mei 2013. Pada tanggal 12 Mei terlihat ada flare kelas M,
sedangkan pada tanggal 13 dan 14 terjadi flare kelas X. Selama periode Maret-Mei
2013, data pengamatan X-ray flux yang kuat ditunjukkan pada tabel 3.
Dari tiga kejadian flare kuat kelas-X yang ditunjukkan tabel 3, hanya dua
kejadian flare yang mungkin berdampak pada ionosfer Indonesia. Hal tersebut karena
dua kejadian flare X1.7 dan X3.2 pada tanggal 13 Mei dan 14 Mei 2013 terjadi pada
siang hari diatas Indonesia, sedangkan flare X2.8 terjadi pada saat Indonesia disisi
bumi bagian malam sehingga dampak langsungnya tidak begitu signifikan.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 325

Gambar 1. Indeks Dst selama periode Maret Mei 2013.

Gambar 2. Badai geomagnet kuat dan dampaknya pada kemunculan sintilasi ionosfer.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 326

Gambar 3. Data X-ray Flux dari Matahari pada tanggal 12-14 Mei 2013.
Tabel 3. Kemunculan Flare kelas kuat (X) selama periode Maret Mei 2013.
Tanggal
Kelas
flare
Mulai
(UT/LT)
Maks.
(UT/LT)
Selesai
(UT/LT)
13 Mei
2013
X1.7
01:53
(08:53)
02:17
(09:17)
02:32
(09:32)
13 Mei
2013
X2.8
15:51
(22:51)
16:03
(23:03)
16:24
(23:24)
14 Mei
2013
X3.2
00:00
(07:00
01:11
(08:11)
01:20
(08:20)

Flare X-ray dari matahari yang merupakan gelombang elektromagnetik dapat
berdampak ke bumi dalam waktu tunda sekitar 8 sampai dengan 10 menit. Pada
makalah ini, dampak ionosfer dari kejadian flare sinar-X akan dilihat dari data median
TEC yang ditunjukkan oleh Gambar 4 yang diambil dari 4 stasiun pengamat ionosfer,
yaitu stasiun Manado, Pontianak, Bandung, dan Kupang.
Gambar 4 menunjukkan data median TEC berdasarkan Lintang geografis
terhadap waktu, dalam UTC, pada tanggal 12 14 Mei 2013. Secara umum kita
memperoleh Gambaran tentang variasi ionosfer Indonesia terhadap lintang dan
terhadap waktu.
Ionosfer sangat dinamis dan memiliki variasi harian, musiman dan variasi 11
tahunan mengikuti siklus aktivitas matahari. Gambar 4. Menunjukkan dengan jelas,
densitas elektron tertinggi terjadi pada pukul 06:00 07:00 UT atau pukul 13:00
14:00 WIB (Local Time). Pada waktu tersebut, intensitas radiasi yang diterima ionosfer
dari matahari sangat tinggi dibandingkan dengan waktu lainnya. Selain itu nilai
densitas elektron pada suatu hari akan berbeda dengan hari lainnya. Hal tersebut
menunjukkan ionosfer mempunyai variasi harian.
Ionosfer bervariasi terhadap lintang artinya besar atau kecilnya densitas elektron
di ionosfer akan sangat tergantung dari posisi ionosfer terhadap lintang bumi. Gambar
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 327
4. menunjukkan densitas elektron ionosfer tertinggi di sekitar bervariasi dari -2.00
o
LS
sampai dengan - 8.00
o
LS (koordinat geografis). Dengan kata lain, densitas elektron
diatas Pontianak lebih besar dibandingkan dengan stasiun Manado. Densitas elektron
diatas Bandung lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun Kupang. Dan densitas
elektron tertinggi ditunjukkan oleh stasiun Bandung.


Gambar 4. Data median TEC pada tanggal 12 (atas), 13 Mei (tengah) dan 14 Mei
(bawah).
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 328
Terkait dengan peristiwa flare terhadap ketidakteraturan plasma ionosfer
ditunjukkan juga oleh Gambar 4. Pada tanggal 12 Mei yang ditunjukkan Gambar 4
panel atas, puncak median TEC berada pada lintang -1.00
o
LS s/d -3.00
o
LS pada
pukul 05:00 07:00 UT (12:00 14:00 WIB) dengan nilai tertinggi 95 TECU. Pada
saat terjadinya flare X1.7, tanggal 13 Mei 2013, puncak median TEC berada sebesar
115 TECU di daerah yang cukup sempit di sekitar lintang -6.5
o
LS, namun secara
umum puncak median TEC bernilai 110 TECU di lintang -5.00
o
LS s.d -7.00
o
LS pada
pukul 06:00 07:30 UT (13:00 14:30 WIB). Pada saat terjadinya flare X3.2, tanggal
14 Mei 2013, puncak median TEC sebesar 110 TECU di lintang -5.30
o
LS s/d -7.00
o

LS pada pukul 06:30 09:30 UT (13:30 16:30 WIB).
Kesimpulan
Terjadinya badai geomagnet kuat, dengan indeks Dst mencapai -132 nT pada
tanggal 17 Maret 2013 pukul 21:00 UT (atau pada tanggal 18 Maret 2013, pukul 02:00
WIB), menunjukkan peningkatan aktivitas sintilasi ionosfer pada tanggal 18 Maret 2013
dibandingkan dengan hari sebelumnya. Peningkatan sintilasi ionosfer ditunjukkan oleh
kedua stasiun baik Manado dan Pontianak. Namun, durasi gangguan sintilasi ionosfer
diatas Manado lebih lama dan intensif dibanding stasiun Pontianak.
Terjadinya flare kelas X1.7 dan X3.2 pada tanggal 13 dan 14 Mei 2013
mempengaruhi densitas elektron ionosfer diatas Indonesia baik besarnya terhadap
lintang maupun durasi terjadinya puncak TEC.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada LAPAN atas ketersediaan data
ionosfer. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Jiyo, M.Si atas diskusinya
yang bermanfaat
Referensi
[1] Li, Guozhu, et al. Effect of geomagnetic Storm on GPS Scintillation over Sanya.
JASTP.(2008)
[2] Dubey, S., R. Wahi, and A. K. Gwal, Ionospheric effects on GPS positioning,
Adv. Space Res., 38(11), 24782484, doi:10.1016/j.asr.2005.07.030, (2006)
[3] Gonzale W.D., J.A. Joselyn and Y. Kamide, H.W. Kroehl, G.Rostoker, B.T.
Tsurutani and V. M. Vasyliunnas., What is Geomagnetic Storm?. J. Geophyisics
research, vol.99 (1996).

Sri Ekawati*
Earth Physics and Complex System Research Group
ITB and Space Science Center, LAPAN
ciedemes@gmail.com ;
ekawati_srie@bdg.lapan.go.id

Wahyu Srigutomo
Earth Physics and Complex System Research Group
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id

*Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 329
Alat Eksperimen Sederhana untuk Menunjukkan
Fenomena Induksi Magnetik
Suka Prayanta Pandia*, Ahmad Muhammad, Firman, dan Alamta Singarimbun
Abstrak
Induksi magnetik merupakan salah satu konsep fisika yang dianggap abstrak,
misalnya konsep medan magnet. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
merancang suatu alat eksperimen sederhana yang dapat menunjukkan fenomena
induksi magnetik. Pada prinsipnya, ketika jumlah fluks magnetik yang menembus
suatu bahan berubah-ubah sebagai fungsi waktu, maka benda tersebut akan
terinduksi sehingga timbul gaya gerak listrik (ggl) pada benda tersebut, ggl tersebut
mempunyai nilai yang sebanding dengan besar perubahan fluks magnetik terhadap
waktu. Apabila ada ggl induksi pada bahan, maka akan timbul arus pada bahan
tersebut yang dikenal dengan arus eddy. Oleh karena itu, alat eksperimen ini,
dirancang untuk menunjukkan adanya arus eddy pada suatu bahan konduktif apabila
bahan tersebut terinduksi magnetik. Arus eddy dapat dideteksi melalui beban listrik
misalnya lampu yang dihubungkan dengan kumparan (loop). Apabila jumlah fluks
magnet yang menembus kumparan berubah terhadap waktu, maka pada kumparan
tersebut akan timbul arus eddy sehingga lampu akan menyala. Selain menggunakan
lampu pilot untuk menunjukkan adanya arus eddy, juga diukur besar ggl induksi yang
timbul dengan menggunakan voltmeter dan diperoleh nilai yang terukur 22.40 volt,
kemudian bentuk gelombangnya dilihat menggunakan osiloskop dan diperoleh
hasilnya bentuk gelombang sinusoidal. Ini artinya tegangan yang dihasilkan adalah
tegangan ac.
Kata-kata kunci: Induksi magnetik, arus eddy.

Pendahuluan
Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang kurang diminati oleh siswa.
Banyak siswa yang beranggapan bahwa fisika sukar dan tidak menarik (Lasma, 2010).
Beberapa faktor penyebab kesulitan dalam mempelajari fisika, antara lain pemahaman
konsep matematika yang kurang, suasana belajar yang tidak menyenangkan maupun
konsep fisika yang abstrak. Padahal, fisika itu sendiri berkembang karena adanya
pengamatan maupun hasil percobaan yang dilakukan oleh banyak ilmuwan. Oleh
karena itu, dalam mengajarkan fisika, akan jauh lebih baik apabila seorang guru dapat
menunjukkan konsep fisika secara nyata bagi siswa. Hal tersebut sejalan dengan
karakteristik sains itu sendiri. National Science Teacher Educatioan (NSTE) dan
Association for Education of Teacher Science (AETS) pada tahun 1998 menyepakati
bahwa sains adalah proses berpikir manusia dalam mempelajari dan menyikapi
fenomena alam berdasarkan penemuan empiris dan proses ilmiah seperti
pengamatan, pengukuran, eksperimen, penalaran, dan seterusnya.
Salah satu konsep fisika yang dianggap sukar oleh siswa karena bersifat
abstrak adalah konsep induksi magnetik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
merancang suatu alat peraga sederhana yang dapat menunjukkan fenomena induksi
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 330
magnetik. Pada dasarnya, apabila suatu benda konduktif terinduksi magnetik, maka
pada benda konduktif tersebut akan muncul ggl induksi. Ggl induksi hanya timbul
apabila ada perubahan fluks magnetik. Oleh karena itu, alat peraga yang akan dibuat
terdiri dari tiga komponen utama, yaitu sumber medan magnet (solenodia), kumparan
yang berfungsi sebagai benda konduktif (loop), dan beban listrik yaitu lampu pilot.
Lampu digunakan agar jelas terlihat bahwa ada ggl induksi pada kumparan sehingga
lampu akan menyala.
Teori
Banyak alat-alat dalam kehidupan kita sehari-hari yang berkaitan dengan
elektromagnetik, yang merupakan kombinasi fenomena kelistrikan dan kemagnetan.
Pada awalnya, ilmu kelistrikan dan kemagnetan berkembang secara terpisah selama
beberapa abad sampai tahun 1820, namun pada faktanya, ada keterkaitan antara
kelistrikan dan kemagnetan yang ditemukan oleh Hans Christian Oersted (Halliday,
10
th
edition).
Oersted menemukan bahwa terdapat medan listrik di sekitar kawat berarus. Hal
tersebut dapat diketahui apabila disekitar kawat berarus diletakkan kompas, maka
arah jarum kompas akan berbeda apabila ada arus atau tidak ada arus yang mengalir
pada kawat.
Sementara, kaitan antara gejala kemagnetan terhadap gejala kelistrikan
pertama kali diteliti oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Michael Faraday.
Percobaan sederhana Michael Faraday dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 1. Percobaan sederhana Michael Faraday.
Dari Gambar di atas, pada bagian (a), ketika magnet digerakkan masuk ke
dalam kumparan yang dihubungkan dengan sebuah Ammeter, maka jarum pada
ammeter bergerak ke kanan, sedangkan pada Gambar (c), ketika magnet digerakkan
menjauhi kumparan, maka jarum bergerak ke arah kiri. Hal yang menarik adalah,
ketika magnet dibiarkan diam seperti pada Gambar (c), maka jarum pada ammeter
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 331
menunjukkan posisi nol, artinya tidak ada arus yang mengalir pada ammeter apabila
magnet batang dibuat diam, meskipun tetap ada garis medan magnet yang menembus
kumparan. Ini artinya, arus induksi akan timbul apabila fluks magnetik yang menembus
kumparan berubah-ubah. Hubungan antara nilai ggl induksi dengan perubahan fluks
magnetik dirumuskan oleh dua ilmuwan yaitu Faraday dan Lenz.
Hukum Faraday dan Lenz mengenai ggl induksi
B
d
N
dt


(1)
( ) d B A
N
dt


(2)
( cos ) d BA
N
dt

(3)
Dari Persamaan (3), dapat dilihat bahwa perubahan fluks magnetik dapat terjadi
apabila kuat medan magnetnya fungsi waktu, atau luas permukaannya fungsi waktu
atau sudut antara garis gaya magnet dan permukaan fungsi waktu.
Pada penelitian ini, variabel yang dibuat fungsi waktu adalah medan magnet,
sedangkan variabel lainnya tetap. Atau secara persamaan dapat ditulis
cos
dB
NA
dt
(4)
Persamaan (4) menunjukkan bahwa ggl induksi timbul pada suatu benda
konduktif apabila medan magnet B merupakan fungsi waktu. Medan magnet fungsi
waktu karena dihasilkan oleh arus yang merupakan fungsi waktu (tidak konstan) yaitu
arus bolak-balik (ac), yang nilai arusnya tidak konstan melainkan sinusoidal.
Adapun desain awal alat peraga yaitu seperti pada gambar di bawah ini

Gambar 2. Rancang bangun alat eksperimen.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 332
Solenoida berfungsi sebagai sumber medan magnet. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan solenoida untuk memperoleh nilai medan magnet B yang
nilainya fungsi waktu. Penelitian ini menggunakan arus ac, sehingga medan magnet
disekitar kumparan merupakan fungsi waktu. Apabila medan magnet B fungsi waktu,
artinya meskipun sudut antara medan magnet dengan kumparan serta luas
permukaan kita buat tetap atau konstan, maka akan tetap timbul ggl induksi pada
kumparan.
Lampu pilot digunakan untuk menunjukkan apakah ada arus yang mengalir
dalam kumparan atau tidak. Asumsi awal adalah akan ada arus eddy pada kumparan
sehingga lampu pilot akan menyala ketika kumparan diletakkan di sekitar solenoida.
Selain menggunakan lampu pilot, tegangan juga akan diukur menggunakan
voltmeter dan bentuk gelombang yang dihasilkan dilihat menggunakan osiloskop.
Hasil dan diskusi
Alat ini terdiri dari tiga bagian utama. Setiap bagian dibuat secara terpisah, dan
bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 3. Bagian-bagian dari alat eksperimen.
Dari gambar di atas, dapat terlihat bahwa alat ini mempunyai tiga komponen
utama yang terpisah, yaitu kumparan dengan inti besi sebagai sumber medan magnet,
kumparan yang akan diinduksi, serta beban listrik yaitu lampu pilot untuk menunjukkan
timbulnya ggl induksi pada kumparan.
Setelah setiap komponen selesai, maka kumparan dihubungkan langsung ke
sumber PLN sehingga medan magnet yang timbul pada inti besi merupakan fungsi
waktu karena arus yang mengalir pada solenoida adalah arus ac. Setelah
dihubungkan dengan PLN, maka kumparan diletakkan di bagian atas kumparan, dan
hasilnya adalah sebagai pada Gambar 4.
Dari gambar dapat terlihat bahwa lampu pilot pada kumparan menyala, artinya
ada arus listrik yang melalui lampu tersebut. Sedangkan, jika dilihat, kumparan
tersebut sama sekali tidak terhubung dengan sumber tegangan. Dengan demikian
menjadi jelas bahwa arus yang timbul pada kumparan tersebut merupakan akibat dari
induksi magnetik.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 333

Gambar 4. Alat eksperimen yang berhasil dibuat.
Selain secara kualitatif, juga diukur tegangan output pada kumparan.
Pengukuran tegangan dilakukan dengan dua alat ukur yaitu voltmeter dan osiloskop.
Osiloskop digunakan untuk melihat bentuk gelombangnya dan diperoleh bentuk
gelombang yang terbaca pada osiloskop adalah bentuk sinusoidal.
Dengan menggunakan voltmeter, nilai tegangan pada kumparan berbeda pada
posisi pengukuran yang berbeda, nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel di bawah ini
Tabel 1. Data hasil pengamatan.
No Posisi kumparan Ggl induksi
1 Atas 10.20 v
2 Tengah 22.40 v
3 Bawah 30.65 v
Dari data di atas terlihat bahwa terjadi penurunan tegangan, karena sumber
tegangan yang digunakan adalah sumber PLN yaitu sebesar 220 volt. J adi dapat juga
dituliskan bahwa alat ini dapat juga berfungsi menunjukkan prinsip sederhana trafo
step down.
Dalam penelitian ini ada beberapa variabel yang perlu diperhatikan, yaitu
hambatan kumparan dengan inti besi. Karena alat tersebut dihubungkan langsung
dengan PLN, yang mempunyai tegangan yang tinggi, jadi harus dibuat hambatannya
cukup besar sehingga tidak terjadi hubungan arus pendek. Hambatan dapat
diperbesar dengan menambah panjang kawat karena hambatan kawat sebanding
dengan panjang kawat. Selain itu, hal yang harus diperhatikan juga adalah jumlah
lilitan primer dengan jumlah lilitan sekunder. Karena jika kita ingin menunjukkan
fenomena induksi magnetik dengan menggunakan suatu beban listrik (kipas angin,
lampu, dll), kita harus memperhitungkan tegangan beban listrik tersebut. Pada
penelitian ini, lampu pilot yang digunakan bekerja pada tegangan 24 volt, dengan
demikian maka tegangan output haruslah dalam rentang tersebut.
Penelitian ini masih dapat dikembangkan, apabila kita ingin membuat alat
tersebut tidak harus lagi terhubung ke PLN, kita dapat menggunakan sumber tegangan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 334
yang lain, misalnya akumulator. Namun, karena akumulator menghasilkan tegangan
DC, maka kita harus mengubah tegangan tersebut menjadi ac dengan menggunakan
inverter.
Kesimpulan
Alat yang terdiri dari kumparan dengan inti besi (solenoida), kumparan (loop),
dan lampu pilot dapat menunjukkan fenomena induksi magnetik. Hal tersebut dapat
terlihat dari lampu pilot yang menyala, yang artinya ada arus mengalir melalui lampu
tersebut. Arus tersebutlah yang dikenal dengan arus eddy akibat adanya ggl induksi
yang ditimbulkan oleh perubahan fluks magnetik. Selain itu juga, ggl induksi juga
terlihat dari hasil pengukuran menggunakan osiloskop dan voltmeter.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada jurusan Magister Pengajaran Fisika
atas dukungan finansial pada penelitian ini dan kepada Ibu Neny dan Pak Sparisoma
Viridi yang telah membimbing serta mengarahkan dalam penelitian ini.
Referensi
[1] S Lasma, Hotang. (2010). Pembelajaran Berbasis Fenomena pada Materi Kalor
untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah
Siswa SMP. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan
[2] NSTA. (1998). Standards for Science Teacher Preparation. NSTA in collaboration
with the Assosiation for the Education of Teachers in Sciences.
[3] Walker, Halliday & Resnick. (2012). Fundamental of Physics (10th ed). United
States of America: Quad Graphics
[4] Serway & J ewett. (2004). Physics for Scientist and Engineers (6th ed). Thomson
Brooks/cole

Suka Prayanta Pandia*
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
suka.pandia@gmail.com

Ahmad Muhammad
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
ahmadalsel@yahoo.com

Firman
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
firman_doank89@yahoo.com
Alamta Singarimbun
Institut Teknologi Bandung
alamta@fi.itb.ac.id


*) Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 335
Porositas untuk Model Sphere Packing Porous Medium
Susunan 9-4-9
Nurhidayah Muharayu*, Trise Nurul Ain, Zannuraini,
dan Fourier Dzar Eljabbar Latief
Abstrak
Porositas merupakan salah satu parameter fisika yang penting dalam beberapa bidang
kajian ilmu seperti pada tanah, batuan, perminyakan, dan kesehatan. Oleh karena itu,
pengukuran porositas suatu medium harus dilakukan dengan metode yang baik agar
didapatkan hasil yang akurat. Pada penelitian ini, digunakan tiga pendekatan untuk
menghitung porositas, yaitu metode analitik, metode eksperimen secara langsung
dengan menggunakan air, dan metode eksperimen tidak langsung dengan
menggunakan pencitraan -CT. Penelitian ini menggunakan pemodelan porous
medium yang paling sederhana, yaitu model sphere packing dengan susunan 9-4-9.
Hasil pengukuran porositas yang didapatkan secara analitik sebesar 46,98%, dengan
metode air sebesar 48,98% dan 47,38% dengan menggunakan metode pencitraan.
Perbedaan nilai porositas (error) dengan menggunakan metode analitik dan
eksperimen langsung sebesar 4,26 % dengan mengambil nilai porositas dari
perhitungan analitik sebagai acuan. Perbedaan nilai porositas (error) yang diperoleh ini
disebabkan oleh kendala dalam pengembangan medium berpori dengan metode
eksperimen secara langsung. Sementara perbedaan nilai porositas (error) dengan
menggunakan metode analitik dan eksperimen tidak langsung/pencitraan sebesar
0,85 % dengan mengambil nilai porositas dari perhitungan analitik sebagai acuan.
Perbedaan ini disebabkan oleh bahan untuk membuat kotak/balok pada medium
berpori yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki densitas yang tidak jauh
berbeda dengan kelereng yang digunakan sebagai solid.
Kata-kata kunci: Porositas, Porous Medium, Sphere Packing, -CT

Pendahuluan
Porositas merupakan fraksi dari volume ruang kosong terhadap total volume
suatu sistem. Ruang kosong disebut dengan pori atau ruang yang tidak ditempati oleh
solid (padatan), sementara volume total adalah ruang yang ditempati pori dan solid
suatu sistem medium berpori [1]. Konsep porositas digunakan di berbagai kajian ilmu
seperti eksplorasi bumi, pertanian, kesehatan, teknik manufaktur, metalurgi, dan
sebagainya.
Dalam eksplorasi baik di bidang peminyakan maupun air tanah, porositas
merupakan variabel utama untuk menentukan besarnya cadangan fluida yang terdapat
dalam suatu massa batuan. Di bidang pertanian, porositas penting digunakan untuk
menentukan tanaman yang cocok untuk tanah tertentu. Di bidang kesehatan, porositas
merupakan besaran yang dapat mendeskripsikan sifat tulang dan gigi. Porositas pada
email gigi yang meningkat dapat menyebabkan gigi berlubang sementara porositas
pada tulang dapat menyebabkan osteoporosis. Dalam keadaan normal, struktur tulang
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 336
seperti sarang lebah. Ketika terjadi osteoporosis, ruang antar sarang tersebut
merenggang atau dengan kata lain porositas tulang meningkat.
Peningkatan jumlah pori pada tulang dan gigi merupakan suatu fenomena
pengeroposan karena jumlah pori meningkat dari jumlah yang seharusnya. Apabila
solid dipandang sebagai butiran, maka nilai maksimum porositas dari suatu volume
sistem dapat ditentukan dengan mengasumsikan susunan (packing) dari butiran
tersebut [2]. Untuk memudahkan pendekatan penghitungan pori dan untuk
mempelajari porositas, digunakan suatu pemodelan medium berpori yang sederhana
yaitu model sphere packing. Pada riset ini dilakukan pemodelan medium berpori
model uniform sphere with rhombohedral packing, dengan beberapa pendekatan yaitu
secara analitik yang hanya menghitung volume solid dan sistem, secara eksperimen
langsung dengan menggunakan air untuk mengisi pori, dan secara eksperimen tidak
langsung menggunakan alat pencitraan 3D -CT.
Berdasarkan paparan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari
berbagai pendekatan dalam perhitungan porositas dari medium berpori sederhana
yang digenerasi menggunakan sphere packing dengan geometri sederhana.
Teori
Porositas adalah fraksi ruang kosong diantara material medium berpori yang
bernilai antara 0 sampai 1 atau dalam persentase antara 0% sampai 100%. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai:
100%
p
b s
b b
V
V V
V V


(1)
dengan V
b
adalah volume medium keseluruhan, V
s
adalah volume padatan total, dan
V
p
adalah volume pori-pori [3].
Salah satu pemodelan porositas adalah dengan menggunkan model sphere
packing. Secara geometri, sphere packing adalah susunan bola-bola yang tidak saling
tumpang tindih dalam suatu ruang. Bola-bola tersebut berukuran identik dan ruangan
yang ditempati merupakan ruangan Euclidean tiga dimensi [4]. Bentuk susunan ini
adalah susunan paling sederhana untuk memodelkan porositas.
Terdapat beberapa pendekatan dalam pengukuran porositas, diantaranya
adalah metode analitis, metode eksperimen langsung dan metode eksperimen tidak
langsung dengan tomografi komputer. Metode analitis adalah metode perhitungan
porositas secara langsung dengan meninjau bentuk geometri benda 3D dan porositas
dihitung dengan menggunakan Persamaan (1). Metode eksperimen langsung
dilakukan dengan mengisi ruang-ruang kosong diantara solid dengan air kemudian
menghitung volume air tersebut sebagai volume pori. Metode eksperimen tidak
langsung, dilakukan dengan menggunakan perangkat pemindai -CT SkyScan1173
untuk membuat pencitraan tiga dimensi dari geometri eksternal dan internal suatu
medium berpori [5].
-CT adalah alat yang dapat mengukur penyerapan sinar X oleh suatu benda [2].
Prinsip kerja -CT hampir sama seperti CT scan (untuk keperluan medis), tetapi -CT
menghasilkan resolusi yang lebih tinggi. Prinsip kerja pada -CT dapat dilihat pada
Gambar 1.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 337

Gambar 1. Prinsip Kerja -CT [2].
Dari tabung sinar X dipancarkan sinar X yang dihasilkan dari seberkas elektron
yang ditembakkan ke logam target. Jika sinar X melewati sebuah lapisan objek, maka
lapisan tersebut akan menyerap energi radiasi berdasarkan ketebalannya, dan sisa
radiasi akan diteruskan dan kemudian ditangkap oleh detektor yang sensitif, detektor
ini tersusun atas 1000 detektor piksel dan terletak pada sisi yang berlawanan dengan
tabung sinar X [2].
Intensitas energi yang diterima detektor adalah sebesar
d
D
I I e

(2)
dengan I
0
adalah intensitas energi sinar X, koefisien atenuasi, dan d menyatakan
ketebalan lapisan objek.
Selama proses scanning, objek berputar hingga 360
0
agar kamera sinar X
mendapatkan banyak data tentang mikrostruktur objek sehingga diperoleh kualitas
gambar yang baik [2,7]. Kemudian sebuah program khusus akan menggabungkan
semua data yang terekam kamera menjadi gambar 3D utuh yang tidak hanya
memperlihatkan permukaan saja, tetapi juga semua detail bagian internal objek [6].
Gambar 3D ini dipotong secara horizontal sehingga diperoleh slice seperti pada
Gambar 4.
Data hasil scanning -CT digambarkan dalam rentang terang hingga gelap.
Semakin gelap gambar yang dihasilkan semakin banyak lapisan tersebut menyerap
sinar X, ini menunjukkan bahwa lapisan tersebut semakin tebal, dan sebaliknya
semakin terang gambar yang dihasilkan menunjukkan semakin tipis lapisan tersebut .
Pada pengukuran porositas, gambar terang menunjukkan bahwa lapisan tersebut
kosong atau lapisan pori, sementara gambar yang berwarna gelap menunjukkan
lapisan tersebut berupa padatan [6].
Metodologi Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium instrumentasi Fisika FMIPA ITB, pada bulan
November 2013. Pengukuran porositas pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan model sphere packing dengan tiga pendekatan, yaitu metode analitis
dengan melakukan perhitungan secara langsung, metode eksperimen tidak langsung
dengan menggunakan air, dan dengan metode eksperimen langsung dengan
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 338
menggunakan -CT. Pemodelan sphere packing dibuat dengan menggunakan
kelereng yang disusun sembilan buah dibagian paling bawah, empat kelereng dibagian
tengah dan sembilan kelereng di bagian paling atas. Susunan tersebut kemudian
ditempatkan dalam wadah mika yang dibentuk sedemikian rupa sehingga kelereng
tidak berpindah posisi. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram
alur sebagai berikut


Gambar 2. Bagan Metodologi Penelitian.
Hasil dan Diskusi
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa nilai porositas medium berpori
yang dihitung dengan berbagai pendekatan, yaitu metode analitik, eksperimen
langsung, dan eksperimen tidak langsung/pencitraan. Gambar 3 berikut menunjukkan
gambar medium berpori dengan susunan 9-4-9.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 339

Gambar 3. Medium berpori susunan 9-4-9
Medium berpori susunan 9-4-9 kemudian dihitung porositasnya dengan metode
eksperimen langsung dan diperoleh nilai porositasnya seperti yang terlihat pada Tabel
1. Setelah itu dilakukan proses scanning dengan -CT dan diperoleh data gambar
seperti yang terlihat pada Gambar 4.


Gambar 4. Hasil Scanning Medium Berpori dengan Skyscan -CT (a) Jumlah kelereng
slice pertama dan ketiga (b) Jumlah kelereng slice kedua.
Hasil perhitungan porositas medium berpori dengan tiga metode di atas dapat
dilihat pada tabel 1 berikut,
Tabel 1. Hasil Perhitungan Porositas Medium berpori dengan Berbagai Metode.
Metode Volume Pori Volume Total Porositas
Analitik 81.67 cm
3
173.82 cm
3
46.98 %
Eksperimen 17.8 cm
3
36.342 cm
3
48.98 %
Pencitraan
21074750
pixel
3

44477706 pixel
3
47.38 %

Berdasakan Tabel 1 dapat dilihat perbedaan nilai porositas yang diperoleh dari
tiga jenis metode yang digunakan. Perbedaan nilai porositas (error) dengan
menggunakan metode analitik dan eksperimen langsung sebesar 4,26 % dengan
(a) (b)
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 340
mengambil nilai porositas dari perhitungan sebagai acuan. Perbedaan nilai porositas
yang diperoleh ini disebabkan oleh medium berpori yang dikembangkan oleh peneliti
dalam eksperimen. Diameter kelereng yang digunakan berkisar antara 1,20 cm - 1,22
cm, sehingga kotak (tempat menyusun kelereng) yang dibuat pun menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran geometri benda pada metode analitik. Selain itu,
perbedaan diameter kelereng yang digunakan menyebabkan ketinggian yang tidak
sama pada medium berpori, sehingga ketika air dimasukkan ke dalam medium berpori
dalam uji eksperimen, kelereng yang paling tinggi posisinya yang menjadi acuan,
sehingga volume air (sebagai pori) yang masuk lebih banyak.
Perbedaan nilai porositas (error) dengan menggunakan metode analitik dan
eksperimen tidak langsung/pencitraan sebesar 0,85 % dengan mengambil nilai
porositas dari perhitungan sebagai acuan. Perbedaan ini disebabkan oleh bahan untuk
membuat kotak pada medium berpori yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki
densitas yang tidak jauh berbeda dengan kelereng yang digunakan sebagai solid,
sehingga ketika dilakukan scanning dengan -CT, kotak tersebut masih terlihat. Ketika
dilakukan pemotongan gambar pada software Fi-Ji, kotak tidak dapat dipotong
maksimal sehingga masih terlihat cukup jelas seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Hasil pemotongan medium berpori hasil scanning yang masih terlihat
kotaknya.

Perbedaan nilai porositas (error) antara nilai yang diperoleh dari hasil
eksperimen langsung, dengan menggunakan air adalah lima kali lebih besar
dibandingkan dengan hasil eksperimen tidak langsung dengan menggunakan -CT.
Perbedaan tersebut diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode analitik sebagai
acuan/pembanding. Hal ini dikarenakan oleh faktor error pada metode eksperimen
langsung lebih banyak. Kesulitan dalam mengembangkan medium berpori yang sesuai
antara ukuran solid dan kotaknya, mencari solid yang berdiameter sama seluruhnya,
dan juga variasi ketebalan kotak tempat meletakkan solid menjadi kendala utama
penyebab error yang lima kali lebih besar dibandingkan dengan metode eksperimen
tidak langsung/pencitraan. Selain itu, ketelitian dalam membaca skala suntikan dan
ketelitian alat ukur untuk menghitung volume air sebagai pori dalam metode
eksperimen langsung juga menjadi penyabab error dalam metode ini. Akan tetapi,
kendala-kendala ini telah direduksi pada metode eksperimen tidak langsung/
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 341
pencitraan, sehingga tingkat error yang dimiliki menjadi lebih kecil dibandingkan
dengan metode eksperimen langsung.
Kesimpulan
Perhitungan nilai porositas medium berpori yang dikembangkan dengan metode
analitik sebesar 46,98%, dengan metode eksperimen langsung sebesar 48,98% dan
47,38% dengan menggunakan metode eksperimen tidak langsung/ pencitraan.
Perbedaan nilai porositas (error) dengan menggunakan metode analitik dan
eksperimen langsung sebesar 4,26 % dengan mengambil nilai porositas dari
perhitungan analitik sebagai acuan. Perbedaan nilai porositas (error) yang diperoleh ini
disebabkan oleh kendala dalam pengembangan medium berpori dengan metode
eksperimen secara langsung. Sementara perbedaan nilai porositas (error) dengan
menggunakan metode analitik dan eksperimen tidak langsung/pencitraan sebesar
0,85 % dengan mengambil nilai porositas dari perhitungan sebagai acuan. Perbedaan
ini disebabkan oleh bahan untuk membuat kotak pada medium berpori yang
dikembangkan dalam penelitian ini memiliki densitas yang tidak jauh berbeda dengan
kelereng yang digunakan sebagai solid.
Referensi
[1] Satria. Yoga, Korelasi tortuositas dengan porositas absolut dalam pemodelan
aliran fluida menggunakan lattice gas automata model FHP III, Positron, Vol.1,
No. 1, Hal. 18-24 (2011)
[2] Kachelrie, Marc. Micro-CT. Handbook of Experimental Pharmacology 185/I
[3] Nurwidyanto, M. Irham dkk. Pengaruh ukuran butir terhadap porositas dan
permeabilitas pada batu pasir. Berkala Fisika, Vol. 9, No. 4
[4] Kontributor Wikipedia, "Sphere packing", Wikipedia, Ensiklopedi Bebas [diakses
20 November 2013]
[5] Kontributor Wikipedia, Porositas, Wikipedia, Ensiklopedia Bebas [diakses 20
November]
[6] Bruker,Skyscan micro-CT in SEM, URL http://www.skyscan.be/company/
methods.htm [accessed 20 November 2013]
[7] Hiller, Jochen dkk, Physical characterization and performance evaluation of an x-
ray micro-computed tomography system for dimensional metrology applications,
Measurement science and technology, Vol. 23, (2012) 085404 (18pp)



Nurhidayah Muharayu
Magister Studi Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
aisyah_nurilmi@yahoo.com
Trise Nurul Ain
Magister Studi Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
trisenurulain@gmail.com
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 342
Zannuraini Bakri
Program Studi Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
zannuraini91@gmail.com
Fourier Dzar Eljabbar Latief
KK Kebumian dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
fourier@fi.itb.ac.id
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 343
Penggunaan Nanas (Ananas comosus Linnaeus merri)
Untuk Mengatasi Tingginya Kadar Kolesterol Darah Pada
Pria Dewasa Produktif
Vuie Vuie Lewa*, Untung Sudharmono, dan Nilawati Soputri
Abstrak
Pada penelitian ini penggunaan nanas telah digunakan untuk menurunkan tingginya
kolesterol darah. Hal ini perlu dilakukan karena prevalensi hiperkolesterolemia terus
meningkat. Buah nanas diuji coba untuk menurunkan hiperkolesterolemia pada pria
dewasa produktif. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sejumlah 10
orang yang dikumpulkan dalam 1 rumah dan diberi makanan yang sama selama 7
hari. Sampel akan diberikan perlakuan berupa pemberian jus nanas dengan dosis 1,2
ml/kg bb. Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji normalitas
ditemukan data tidak berdistribusi normal oleh karena itu peneliti menggunakan uji
wilcoxon pada tingkat signifikansi =0,05 diperoleh perbedaan kadar kolesterol darah
yang signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan. Dari hasil penelitian ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa buah nanas dapat digunakan untuk menurunkan kadar
kolesterol.
Kata-kata kunci:Nanas (Ananas comosus Linnaeus merri), kolesterol darah, usia
produktif.

Pendahuluan
Penyakit hiperkolesterolemia sudah mendunia, penyakit ini dapat menyebabkan
gangguan jantung dan serebral [6]. Diperkirakan sekitar 12 juta orang meninggal
setiap tahun di seluruh dunia [6]. Hiperkolesterolemia merupakan ancaman karena
dapat menyebabkan masalah makrovaskular termasuk mikro dan makro- angiopati,
penyakit kardiovaskular dan penyakit serebrovaskular [7]. Kolesterol di dalam darah
berikatan dengan lipoprotein yang berfungsi sebagai transportasi. High Density
Lipoprotein berperan dalam mengangkut LDL kolesterol kembali ke hati untuk
diuraikan sehingga dapat digunakan tubuh [12]. Hiperkolesterolemia disebut juga
hiperlidemia, hal ini terjadi jika Low Density Lipoprotein (LDL) meningkat sehingga
dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah dikarenakan sifatnya yang
kecil dan mudah melekat [13][11]. Penyumbatan pada pembuluh darah menyebabkan
nutrisi yang diterima oleh sel tidak tercukupi [1].
Berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah hiperkolesterolemia salah
satunya diperkirakan di tahun 2030 dunia akan mengeluarkan biaya sekitar US $47
triliun [4]. Upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan hiperkolesterolemia selama ini
adalah mengkonsumsi obat sintetik anti-hiperkolesterolemia, memperhatikan gaya
hidup dan mengontrol pola makan dengan mengkonsumsi buah-buahan dan tanaman
herbal seperti: murbei, buah nanas, rumput Beijing, kumis kucing sweetleaf,
pennywort, ginkgo, safflower [1].
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 344
Mengkonsumsi obat sintetik memiliki efek samping terhadap penderita
hiperkolesterolemia[15]. Adapun pengobatan lain dalam menurunkan
hiperkolesterolemia seperti mengkonsumsi buah-buahan[1]. Buah nanas merupakan
tanaman yang berasal dari keluarga Bromeliaceae, genus Ananas dan spesies
comosus, termasuk tanaman yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis [6]. Buah
nanas berbunga dalam waktu sekitar 20-24 bulan dan memproduksi sekitar 200 bunga
yang akan berbuah 6 bulan kemudian. Buah nanas memiliki tinggi sekitar 1-1,5 meter
namun terkadang bisa lebih tinggi [2]. Buah nanas dapat tumbuh pada suhu 32,8 -
39,10C [9][8]. Buah nanas merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan
antioxidant yang tinggi yaitu: (1) flavonoids; (2) vitamin A; dan (3) vitamin C (4) enzim
bromelin[3][16][5]. Komposisi yang ada dalam buah nanas per 100 gram daging buah
yang matang sekitar 15,4 miligram vitamin C dengan kandungan air 86,5 gram [2].
Kolesterol dibentuk dengan hasil sintesis oleh enzim yang diproduksi di hati yaitu HMG
CoA (3-hydroxy-3-methyl glutary Co-Enzyme A) [14]. Buah nanas memiliki efek untuk
meningkatkan metabolisme sehingga kolesterol bebas yang meyebabkan
penyumbatan pembuluh darah dapat diubah menjadi energi yang akan digunakan oleh
tubuh [2]. LDL kolesterol yang sifatnya padat dan mudah melekat menyebabkan
pembuluh darah tersumbat dan berujung pada penyakit jantung sehingga diperlukan
peningkatan dari HDL kolesterol [6]. Lemak tidak dapat larut dalam air dan pH dari
buah nanas yang matang yaitu 4 hingga 4,5 [2].
Penurunanan kolesterol pada penderita hiperkolesterolemia melalui
penggunaan buah nanas merupakan salah satu cara yang mudah, efektif dan efisien.
Cara ini digunakan oleh semua yang membutuhkan dan mudah untuk masuk kedalam
tubuh kita karena buah nanas sering dikonsumsi masyarakat umum. Penggunaan
buah nanas untuk menurunkan kolesterol dengan dikonsumsi secara langsung dalam
bentuk jus sehingga akan diserap oleh usus halus dan berefek dalam menghambat
produksi kolesterol berlebih dihati[2]. Jika menggunakan obat antihiperkolesterolemia
akan memberikan rasa ketergantungan dan memiliki efek samping yang sangat
berbahaya[15].
Eksperimen
Pertama-tama pencarian sampel secara purposive sampling yaitu 10 orang pria
dewasa berusia 15-64 tahun yang memiliki kadar kolesterol 200 mg/dL, tidak
mengkonsumsi obat-obatan penurun kolesterol. Sampel dikumpulkan dalam 1 rumah
dan diberi makanan yang sama selama 7 hari. Setelah sampel diukur kadar kolesterol
total selanjutnya sampel ditimbang berat badan dan dosis pemberian jus nanas di
sesuaikan.
Buah nanas (Ananas comosus Linnaeus merri) dikupas sebanyak 70 buah
kemudian dicuci bersih dan dijus setelah itu disimpan dalam 1 tempat didalam lemari
pendingin.
Pemberian jus nanas dengan dosis 1,2 ml/kg bb selama 7 hari dipagi hari. Pada
hari ke 8 sampel diukur kadar kolesterol total setalah puasa 9 jam dengan
menggunakan alat GCU (Glukose, Cholesterol, Uric acid) dengan cara menusukan
lanchet steril pada ujung jari tangan setelah itu tetesan darah dimasukan pada strip
kolesterol yang telah dipasang terlebih dahulu pada alat easy touch. Untuk menunggu
hasilnya dibutuhkan waktu 150 detik.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 345
Mekanisme buah nanas dapat mempengaruhi kolesterol total dalam darah yaitu
dari efek enzim bromelin, flavonoid quercetin, dan vitamin C[2][14][5]. Enzim bromelin
berpengaruh terhadap penyerapan flavonoid quercetin didalam usus halus yang akan
dihantarkan melalui darah[14]. Dalam hal ini quercetin berefek pada enzim 3-hidroxy-
3-metilglutaril CoA akan dihambat sehingga menghambat produksi LDL[14][10]. Efek
lain yang ditimbulkan adalah kolesterol yang berlebihan didalam darah akan diubah
menjadi HDL oleh karena peningkatan Lechitin Cholesterol Acyl
Transferase[11][12][13]. Proses kandungan-kandungan yang ada didalam buah nanas
yang memengaruhi kolesterol dijelaskan lebih rinci dalam gambar dibawah
ini[10][14][19]:

Data dari hasil pretest dan posttest akan dianalisis data rata-rata total kadar
kolesterol sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Setelah itu dilakukan uji
normalitas dari data kadar kolesterol total sebelum dan sesudah. Dari hasil data uji
normalitas data tidak berdistribusi dengan normal[17]. Dan yang terakhir ialah
melakukan uji-wilcoxon pada tingkat signifikansi untuk melihat pengaruh rata-
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 346
rata signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan[17][18]. Perhitungan statistik
juga dilakukan dengan applikasi SPSS (versi 17.00).
Hasil dan diskusi
Jumlah sampel sebelum perlakuan adalah 10 orang dan jumlah sampel sesudah
perlakuan 10 orang (n=10). Dari tabel 1 dapat dilihat perbedaan rata-rata nilai antara
hasil pretest dan posttest menunjukan bahwa ada penurunan kadar kolesterol total.
Tabel 1. Deskripsi Statistik Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
Deskripsi Stastistik
Kadar Kolesterol Total
Sebelum Perlakuan
Kadar Kolesterol Total
Sesudah Perlakuan
Jumlah Sampel 10 10
Mean 246.80 172.40
Std. Error of Mean
12.541 8.332
Std. Deviation
39.659 26.349
Variance
1572.844 694.267
Skewness
.984 -1.543
Std. Error of Skewness
.687 .687
Kurtosis
-.717 2.531
Std. Error of Kurtosis
1.334 1.334
Minimum
214 111
Maximum
318 195
Setelah itu dari data tersebut diuji normalitas. Dengan Bentuk hipotesis jika Sig.
maka data berdistribusi normal[17]. Berdasarkan tabel 2 uji normalitas sebelum
perlakuan sig.=0,005 jadi sig. < sehingga data tidak berdistribusi normal. Karena
data sebelum tidak berdistribusi normal, maka uji yang digunakan untuk mengetahui
apakah ada pengaruh penggunaan nanas (Ananas comosus Linnaeus merri) untuk
mengatasi tingginya kadar kolesterol darah adalah uji wilcoxon. Bentuk hipotesis untuk
uji-wilcoxon adalah : Penggunaan nanas tidak memberikan pengaruh yang baik
terhadap penurunan kolesterol total. akan diterima jika [17].
Tabel 2. Kadar Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov
Statistic df Sig.
Kadar_Kolesterol_Total_Se
belum_Perlakuan
.317 10 .005
Kadar_Kolesterol_Total_Ses
udah_Perlakuan
.236 10 .123

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 347
Tabel 3. Uji Pengaruh Nilai Rata-Rata Kolesterol Total Sebelum dan Sesudah
Perlakuan.
Ranks


N
Mean
Rank
Sum of
Ranks
Negative Ranks 10
a
5.50
55.00
Positive Ranks 0
b
.00
.00
Ties 0
c

Kadar_Kolester
ol_Total_Sesud
ah_Perlakuan -
Kadar_Kolester
ol_Total_Sebel
um_Perlakuan
Total 10


Dengan keterangan:
a. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan <
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan
b. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan >
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan
c. Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_Perlakuan =
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_Perlakuan

Tabel 4. Uji wilcoxon.
Test Statistics
b

Kadar_Kolesterol_Total_Sesudah_P
erlakuan -
Kadar_Kolesterol_Total_Sebelum_P
erlakuan
Z -2.803
a
Asymp. Sig. (2-tailed) .005
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Setelah uji wilcoxon dengan menggunakan spss (versi 17.00) dengan melihat
mean rank pada tabel 3 maka dari hasil uji pengaruh nilai rata-rata kadar kolesterol
total sebelum dan sesudah perlakuan yaitu Kadar Kolesterol Total Sesudah Perlakuan
< Kadar Kolesterol Total Sebelum Perlakuan. Berdasarkan tabel 4 maka sig.= 0.005
sehingga bentuk hipotesis dari data diatas sig. < maka Ho ditolak.
Kesimpulan
Mengacu pada data hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa penggunaan nanas
(Ananas comosus Linnaeus merri) memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar
kolesterol total pria dewasa produktif.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 348

Referensi
[1] Adisakwattana, S., Intrawangso, J., Hemrid, A., Chanathong, B & Makynen, K.
Extracts of Edible Plants Inhibit Pancreatic Lipase, Cholesterol Esterase and
Cholesterol Micellization, and Bind Bile Acids. Food Technol. Biotechnol. Vol. 50
(1), hal 11-16.
[2] Debnath, P., Dey, P., Chanda, A & Bhakta, T. 2012. A Survey on Pineapple and
Its Medicinal Value. Scholar Academic Journal of Pharmacy (SAJP) Vol.1 Issue.1,
hal 24-29.
[3] Erukainure,OL., Ajiboye,JA., Adejobi,RO., Okafor,OY., Kosoko,SB & Owolabi,FO.
2011. Effect of pineapple peel extract on total phospholipids and lipid peroxidation
in brain tissues of rats. Asian Pacific Journal of Tropical Medicine, hal. 182-184.
[4] Fisher-Hoch, S., Vatcheva, K., Laing, S., Hossain,M., Hossein, R., Hanis, C.,
Brown, H., Rentfro, A., Reininger, M & McCormick, J. 2012. Missed Opportunities
for Diagnosis and Treatment of Diabetes, Hypertension, and
Hypercholesterolemia in a Mexican American Population, Cameron County
Hispanic Cohort, 20032008. Preventing Chronic Disease.
[5] Illanes, A. 2008. Enzyme Production. In: Enzyme Biocatalysis: Principles and
Applications: Enzyme Production, Ed. Springer Pub., Chile, 57-106.
[6] Islam, M., Zaman, M., Aktar, R & Ahmed, N. 2011. Hypocholesterolemic Effect of
Ethanol Extract of Ananas comosas (L.) Merr. Leaves in High Cholesterol Fed
Albino Rats. International journal of Life Sciences Volume 5, issue 1.
[7] Neovius M., Narbro K. (2008). Cost-effectiveness of pharmacological anti-obesity
treatments: A systematic review, Int. Jobes. 32, hal 1752-1763.
[8] Okonkwo, S.I., Ogbuneke R.U & Uyo B.K. (2012). Elucidation of Sugar in Edible
Fruit Pineapple (Ananas Comosus). International Science Congress
Association. Vol. 21(1), hal. 20-24.
[9] [9] Quyen, D.T.M., Joomwong, A & Rachtanapun, P. (2013). Influence of Storage
Temperature on Ethanol Content, Microbial Growth and other Properties of
Queen Pineapple Fruit. Int. J. Agric. Biol Vol. 15, hal. 207-214.
[10] Rivera,L., Moron, R., Sanchez,M ., Zarzuelo,A & Galisteo, M. 2008. Quercetin
Ameliorates Metabolic Syndrome and Improves the Inflammatory Status in
Obese Zucker Rats. North American Association for the Study of Obesity
(NAASO). Vol. 208, hal. 1-7.
[11] Setorki, M., Asgary, S., Eidi, A & Rohani, AH. 2010. Effects of acute verjuice
consumption with a high-cholesterol diet on some biochemical risk factors of
atherosclerosis in rabbits. Med Sci Monit vol. 16(4), hal. 124-130.
[12] Shaikh, q & Kamal, A. 2012. HDL cholesterol-how do I raise my patients good
cholesterol. Journal of the Pakistan Medical Association. Vol. 62(6), hal 623-624.
[13] Verges, B. (2009). Lipid Modification in Type 2 Diabetes: The Role of LDL and
HDL. Fundamental & Clinical Pharmacology vol. 23, hal. 681-685.
[14] Lakhanpal, P & Rai, DK.2007.Quercetin: A Versatile Flavonoid.Internet Journal of
Medical Update. Vol. 2(2), hal. 22-37
[15] Voora, D., Shah, SH., Spasojevic, I., Ali, S., Reed, CR., Salisbury, BA &
Ginsburg,GS.2009.The SLCO1B1*5 Genetic Variant Is Associated With Statin
Induced Side Effect.Journal of the American College of Cardiology. Vol.54(issue
17). Hal 1609-1616.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 349
[16] [16]Yin,L., Sun,CK., Han,X., Xu,L., Xu,Y., Qi,Y & Peng,J. Preparative Purification
of Bromelain (EC3.4.22.33) From Pineapple Fruit by High-Speed Counter-Current
Chromatography Using a Reverse-Micelle Solvent System. Food Chemistry.
Vol.129(issue 3). Hal 925-932.
[17] Uyanto,SS.2009.Pedoman Analisis Data dengan SPSS Edisi 3.Yogyakarta:Graha
Ilmu
[18] Sunyoto, D & Setiawan, A. Buku Ajar: Statistik Kesehatan Paramatrik, Non
paramatik, Validitas, dan Reliabilitas.Yogyakarta: Nuha Medika
[19] Higdon, J., Drake, VJ & Frei, B. 2009. Macronutrient Information Center. [Online]
Available: http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/vitamins/vitaminC/ [diunduh 13 juni
2013]

Vuie Vuie Lewa*
Ilmu Keperawatan
Universitas Advent Indonesia
Lewavivi@gmail.com
Untung Sudharmono
Ilmu Keperawatan
Universitas Advent Indonesia
Lewavivi@gmail.com
Nilawati Soputri
Ilmu Keperawatan
Universitas Advent Indonesia
nilasolai@gmail.com

*Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 350
Optimasi Rangkaian Pengolah Sinyal Analog Sensor
Fluxgate Frekuensi Tinggi
Widyaningrum Indrasari*, Mitra Djamal, Wahyu Srigutomo, dan Ramli

Abstrak
Kemampuan sensor fluxgate dalam mendeteksi sinyal sangat bergantung pada
rangkaian analog pengolah sinyalnya. Rangkaian analog terdiri dari dua bagian yaitu
pembangkit sinyal eksitasi dan pengolah sinyal isyarat. Tujuan dari penelitian yang
dilakukan adalah mengoptimasi rangkaian pengolah sinyal analog sensor fluxgate agar
menghasilkan respon stabil dalam mendeteksi medan AC frekuensi tinggi. Untuk itu
dilakukan beberapa perubahan pengaturan pada rangkaian pengolah sinyal analognya,
yaitu mengatur frekuensi eksitasi, frekuensi detektor fasa, serta cut-off frequency filter
Butterworth orde 2. Dalam makalah ini, sensor fluxgate menggunakan variasi lilitan
primer 4x60 dan lilitan sekunder 2x90, dengan sensitivitas sebesar 747 mV/T atau
1,34 nT/mV. Hasil optimasi filter Butterworth orde 2 dengan memperhitungkan quality
factor (Q) sebesar 0,707 menunjukkan bahwa filter dengan cut-off frequency 34,098
kHz mempunyai rentang kerja terbesar. Rangkaian pengolah sinyal analog dengan
frekuensi eksitasi 32 kHz, frekuensi detektor fasa sebesar 64 kHz, dan cut-off
frequency 34,098 kHz menjadikan sensor fluxgate mampu bekerja stabil dalam
mendeteksi medan magnet AC hingga frekuensi 10 kHz.
Kata-kata kunci: sensor fluxgate, sinyal eksitasi, medan AC frekuensi tinggi, filter
Butterworth

Pendahuluan
Sensor fluxgate merupakan sensor magnetik yang dapat mengukur medan
magnet DC maupun AC pada rentangan 0.1nT 1mT. Sensitivitas sensor fluxgate
sangat tinggi, ukuran kecil, komsumsi daya rendah, dan stabilitas temperatur yang
tinggi [1,2] menjadikannya masih menarik untuk diaplikasikan. Sensor fluxgate telah
digunakan untuk mendeteksi medan magnet AC lemah [3], sensor magnetik dalam
TDEM [4], survei non destruktif untuk menentukan material ferromagnetik dalam tanah
[5], magnetic tracker [6], dan sensor jarak [7,8].
Agar dihasilkan sensor yang stabil dengan sensitivitas tinggi diperlukan optimasi
elemen sensor, bahan inti, serta rangkaian analog sensor. Fokus dalam makalah ini
adalah memaparkan tentang pengembangan sensor fluxgate dengan variasi lilitan
primer 4x60 dan lilitan sekunder 2x90, serta optimasi rangkaian elektronik pengolah
sinyal analog agar sensor bekerja stabil dalam mendeteksi sinyal AC hingga frekuensi
10 kHz. Modifikasi pada rangkaian elektronik pengolah sinyal analog, serta pembuatan
elemen sensor dipaparkan dalam bagian Teori dan Metode Penelitian, sedangkan
hasil penelitian dipaparkan dalam bagian Hasil dan Diskusi.
Teori
Sensor fluxgate bekerja berdasarkan perbandingan antara medan magnet yang
diukur (B
ext
) dengan medan magnet referensi (B
ref
). Medan magnet referensi, dapat
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 351
berbentuk sinyal bolak-balik sinusoida, persegi, atau segitiga. Sinyal tersebut
kemudian dieksitasi oleh inti melalui kumparan primer.
Sensor fluxgate terdiri dari dua kumparan, yaitu kumparan primer sebagai
kumparan eksitasi (A) dan kumparan sekunder sebagai kumparan pick-up (B), seperti
terlihat pada Gambar 1a. Kumparan primer digunakan untuk membangkitkan medan
magnet referensi. Sedangkan kumparan sekunder berfungsi menangkap perubahan
medan magnet eksternal.
Perubahan medan magnet eksternal akan menghasilkan perubahan fluks.
Tegangan keluaran (V
out
) pada kumparan sekunder merupakan laju perubahan flux
magnet di dalam inti. Berdasarkan Hukum Faraday, amplitudo tegangan keluran
induksi dituliskan sebagai,
out
d dB
V N NA
dt dt


(1)
dengan N adalah jumlah lilitan kumparan sekunder dan A adalah luas bidang
potong inti sensor.
Output sensor diolah menggunakan rangkaian pengolah sinyal analog yang
terdiri dari rangkaian pembangkit sinyal eksitasi dan rangkaian pengolah sinyal isyarat,
seperti Gambar 1(b). Rangkaian pertama menghasilkan medan magnet eksitasi yang
berfungsi sebagai medan referensi dalam mengukur perubahan medan magnet
eksternal. Rangkaian ini terdiri dari osilator, pembagi frekuensi, dan buffer. Rangkaian
kedua berfungsi untuk mengolah sinyal yang diterima oleh lilitan pick up menjadi
tegangan listrik, yang merepresentasikan medan magnet terukur [9]. Rangkaian ini
terdiri dari penguat awal, detector fasa, penguat akhir, dan integrator yang dilengkapi
dengan rangkaian filter aktif orde-2 dengan frekuensi cut-off (f
o
)
1
2
o
f
RC

(2)

Gambar 1. (a).Bentuk sederhana sensor fluxgate (b). Skema rangkaian analog sensor
fluxgate.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 352
Metoda Penelitian
Elemen sensor fluxgate dibuat dengan metode konvensional, berdasarkan
desain kumparan sekunder ganda. Elemen sensor terdiri dari empat lilitan primer dan
dua lilitan sekunder. Konfigurasi lilitan yang digunakan adalah lilitan primer 4x60 dan
lilitan sekunder 2x90. Sebagai bahan inti feromagnetik digunakan vitrovac 6025 Z
(Vacuumschmelze) dengan lebar 1,5 mm dan tebal 0,025 mm sebanyak satu lapis.
Karakterisasi sensor dilakukan di dalam ruang Faraday, dengan mengalirkan arus 80
mA sampai dengan 80 mA pada kumparan kalibrasi.
Sebagai pembangkit gelombang persegi dan pembagi frekuensi pada rangkaian
pembangkit sinyal referensi, digunakan kristal 4.096 MHz dan IC CD4060. IC CD4060
dapat membagi frekuensi Kristal menajdi 2
4
, 2
5
, 2
6
, 2
7
, 2
8
, 2
9
, 2
10
, 2
12
, 2
13
, dan 2
14
[10].
Agar respon sensor stabil terhadap perubahan frekuensi sinyal hingga 10 kHz
dilakukan optimasi filter butterworth orde 2. Kemudian dilakukan karakterisasi keluaran
sensor terhadap perubahan frekuensi sinyal pada jarak tetap terhadap sumber medan
berupa solenoid yang dialiri arus konstan.
Hasil dan Diskusi
Karakterisasi sensor
Telah digunakan kumparan kalibrasi dengan respon medan magnetik (B)
terhadap perubahan arus induksi (I) yang linear dan memenuhi persamaan berikut
I 1,9568.I 0,0347 B
(3)
harga B dalam T dan kuat arus I dalam mA. Respon tegangan sensor terhadap
medan magnet ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva keluaran sensor pada daerah 20 T.
Tampak bahwa daerah linear sensor berada pada daerah kerja 4T. Dalam Gambar
3 terlihat bahwa keluaran sensor setelah melalui pendekatan linear memenuhi
persamaan
V
out
= 0,747 B + 0.190 (4)
Sensitivitas (S) sensor merupakan rasio dari perubahan sinyal keluaran
terhadap perubahan sinyal masukan, dan dihitung melalui persamaan:
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 353
keluaran
S
masukan

. (5)
Diperoleh sensitivitas sensor fluxgate sebesar 747 mV/T atau 1,34 nT/mV.

Gambar 3. Kurva linear sensor pada daerah kerja 4T.
Kesalahan relatif sensor ditunjukkan dalam Gambar 4. Kesalahan relatif
maksimum yaitu 1,25% pada medan -3,95 T.

Gambar 4. Kurva kesalahan relatif sensor pada daerah kerja 4T dengan
pendekatan linier.
Nilai sensisitvitas dan kesalahan relatif ini lebih baik dibandingkan dengan hasil
yang diperoleh pada penelitian sebelumnya [9] (yaitu 498 mV/T atau 2 nT/mV dan
kesalahan relatif 6,98% ).
Optimasi rangkaian pengolah sinyal analog
Sebagai medan referensi, rangkaian eksitasi harus mampu memberikan sinyal
dengan frekuensi lebih tinggi daripada frekuensi maksimum sinyal yang akan
ditangkap oleh sensor (10 kHz). Untuk tujuan tersebut, pada IC CD4060 digunakan pin
6 dan 4 untuk memperoleh frekuensi eksitasi (f
exc
) sebesar 32 kHz dan frekuensi
detector fasa 2f
exc
kHz [9], sesuai persamaan :
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 354
7
4,096
32
2
exc
MHz
f kHz
(6)
6
4,096
64
2
fasa
MHz
f kHz
(7)
Filter Butterworth orde dua (Gambar 5) dengan Quality factor (Q) sebesar 0,707,
digunakan untuk mengatasi gangguan sinyal dengan frekuensi lebih tinggi.

Gambar 5. Rangkaian filter Butterworth orde 2 dengan IC OP07.
Pemilihan resistansi resistor (R) dan kapasitansi kapasitor (C) didasarkan pada
persamaan [11] :
R
1
= R
2
= R (8)
C
1
= C x Q (9)
C
2
= C / Q (10)
Perhitungan frekuensi cut-off ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perhitungan frekuensi cut-off filter.
No R1 R2 C1 C2 f
o

Filter kOhm kOhm nF nF kHz
F
01
2 2 3,3 6,6 17,049
F
02
2 2 2,35 4,7 23,941
F
03
1 1 3,3 6,6 34,098
F
04
2 2 3,3 3,3 24,114
F
05
1 1 4,7 4,7 33,863
Catatan : faktor Q pada F
04
dan F
05
diabaikan.
Gambar 6 merupakan kurva hasil karakterisasi filter. Tampak bahwa tegangan
keluaran filter F
01
, F
02
, dan F
03
lebih stabil daripada F
04
dan F
05
. Filter F
03
mempunyai
rentang kerja terlebar dan stabil dengan penguatan 0 dB hingga frekuensi 11 kHz,
sehingga F
03
digunakan sebagai filter pada rangkaian pengolah sinyal analog sensor
fluxgate. Sebagai pembanding digunakan pula rangkaian dengan dilter F
05
.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 355

Gambar 6. Kurva karakterisasi filter.
Output rangkaian pengolah sinyal ditampilkan pada Gambar 7. Tampak bahwa
rangkaian dengan filter F
03
mempunyai sinyal output lebih smooth dan stabil daripada
rangkaian dengan filter F
05.

(a)

(b)

(c)

(d)
Gambar 7. Output rangkaian pengolah sinyal fluxgate.
Hasil pengukuran respon sensor terhadap medan AC untuk beberapa variasi
frekuensi pada jarak dan kuat arus konstan ditunjukkan pada Gambar 8. Tampak
bahwa tegangan keluaran sensor berbanding terbalik dengan pertambahan frekuensi
arus. Semakin tinggi frekuensi, reaktansi induktif solenoida kumparan semakin besar.
Meningkatnya nilai reaktansi induktif solenoida akan memblokir arus AC yang melalui
solenoida, sehingga tegangan keluaran sensor akan mengecil.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 356

Gambar 8. Kurva keluaran sensor terhadap frekuensi dengan input arus AC sebesar
0,1 A pada jarak 10 cm.
Kesimpulan
Melalui karakterisasi dan pendekatan linear, diperoleh sensitivitas sensor
fluxgate variasi lilitan primer 4x60 dan lilitan sekunder 2x90 adalah sebesar 747 mV/T
atau 1,34 nT/mV dengan kesalahan relatif maksimum 1,25 %. Hasil optimasi filter
Butterworth orde 2 dengan memperhitungkan quality factor (Q) sebesar 0,707
menunjukkan bahwa filter dengan cut-off frequency 34,098 kHz mempunyai rentang
kerja terbesar. Sedangkan rangkaian pengolah sinyal analog dengan frekuensi eksitasi
32 kHz, frekuensi detector fasa kHz, dan cut-off frequency 34,098 kHz menjadikan
sensor mampu bekerja stabil dalam mendeteksi medan magnet AC hingga frekuensi
10 kHz.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Institut Teknologi Bandung dan
Universitas Negeri Jakarta yang telah membiayai penelitian ini.
Referensi
[1] P. Ripka, Sensors based on bulk soft magnetic materials: Advances and
challenges, Journal of Magnetism and Magnetic Materials. 320 (20), 2466-2473
(2008)
[2] Pavel Ripka, Fluxgate Sensors, in: P. Ripka (Ed), Magnetic Sensors and
Magnetometers, Artech House Inc, Norwood MA, 2001, pp.75-120.
[3] B. Ando, S. Baglio, C. Trigona, A.R. Bulsara, N.G. Stocks, A. Nikitin, Injection-
Locking Benefits for weak AC magnetic field detection in Coupled-Core Fluxgate
Magnetometers, Proc. 2012 IEEE I2MTC, 13-16 May 2012, Graz,
Austria,pp.318-322.
[4] W. Srigutomo, T. Kagiyama, W. Kanda, H. Munekane, T. Hashimoto, Y. Tanaka,
H. Utada, M. Utsugi, Resistivity structure of Unzen Volcano derived from TDEM
survey, Journal of Volcanology and Geothermal Research 175, 231240 (2008).
[5] H.S. Park, J.S.Hwang, W.Y.Choi, D.S.Shima, K.W.Na, and S.O.Choi,
Development of micro-uxgate sensors with electroplated magnetic cores for
electronic compass, Journal of Sensors and Actuators A,114, 224-229 (2004).
[6] P. Ripka and A. Zikmund, Magnetic Tracker with High Precision, Procedia
Engineering, 25 , 1617 1620 (2011).
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 357
[7] A. Zikmund and P. Ripka, A Magnetic Distance Sensor with High Precision,
Sensors and Actuators A,186, 137 142 (2012).
[8] W. Indrasari, M. Djamal, W. Srigutomo, Ramli, A Magnetic Distance Sensor with
High Sensitivity Based on Double Secondary Coil of Fluxgate, IOSR Journal of
Applied Physics 2(5), 29-35 (2012) .
[9] Mitra Djamal, Rahmondia Nanda, Pengukuran Medan Magnet Lemah
Menggunakan Sensor Magnetik Fluxgate dengan Satu Kumparan Pick-up,
Prosiding ITB Sains&Tek.38A (2), Bandung, Indonesia, pp 99-115 (2006 ).
[10] Texas Instrument, CMOS 14-stage ripple-carry binary counter/divide and
oscillator, http://www.ti.com/lit/ds/symlink/cd4060b.pdf
[11] Elliott Sound Products, Active Filters - Characteristics, Topologies and
Examples, http://sound.westhost.com/articles/active-filters.htm

Widyaningrum Indrasari*
Jurusan Fisika,
Universitas Negeri Jakarta
widyafisikaunj@gmail.com

Mitra Djamal
Kelompok Keilmuan Fisika Teori EnergiTinggi dan Insttrumentasi
Institut Teknologi Bandung
mitra@fi.itb.ac.id

Wahyu Srigutomo
Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Institut Teknologi Bandung
wahyu@fi.itb.ac.id

Ramli
Jurusan Fisika,
Universitas Negeri Padang
ramlisutan@ymail.com


*Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 358
Penggunaan Putih Telur Untuk Menurunkan Tekanan
Darah Pada Pria Penderita Hipertensi Grade Satu
Yosina Lete*, Nilawati Soputri, dan Gilny Aileen Joan Rantung
Abstrak
Pada penelitian ini putih telur telah digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi grade satu. Hal ini perlu dilakukan karena penderita hipertensi
akhir-akhir ini terus meningkat. Putih telur diuji coba kepada pria untuk menurunkan
tekanan darah. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah 20 orang
pria penderita hipertensi grade satu yang dibagi kedalam dua kelompok yang masing-
masing kelompok terdiri dari 10 orang. Kelompok pertama merupakan kelompok
eksperimen yang diberi dosis sebanyak 120 gram putih telur rebus. Anggota yang lain
dijadikan kelompok kontrol. Dari hasil analisis data dengan menggunakan statistik uji-t
dua sampel independen pada tingkat signifikansi =0,05 diperoleh perbedaan tekanan
darah yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.
kelompok eksperimen memiliki penurunan yang lebih tajam. Dari hasil penelitian ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa konsumsi putih telur dapat digunakan dalam
menurunkan tekanan darah.
Kata-kata kunci: Putih telur, Tekanan Darah, Hipertensi grade satu

Pendahuluan
Hipertensi kini menjadi masalah global karena angka penderita yang terus
meningkat. WHO (2011) melaporkan hingga satu milyar orang di dunia yang menderita
penyakit hipertensi dan dua per tiga diantaranya berada di negara berkembang yang
berpenghasilan rendah dan sedang dan pada tahun 2025 mendatang telah
diperkirakan sekitar 29 persen warga dunia menderita hipertensi. Tekanan darah tinggi
yang tidak terkontrol akan menyebabkan komplikasi penyakit jantung seperti penyakit
jantung koronari dan stroke; gagal jantung kongestif; dan juga gagal ginjal dan
beresiko pada kematian
[8]
.
Dalam penanganan hipertensi, Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor
berada pada barisan terdepan dalam upaya menurunkan tekanan darah. Saat ini
sudah banyak obat sintetik yang berada di pasaran yang digunakan untuk pengobatan
penyakit hipertensi termasuk ACE inhibitor yang bekerja menurunkan tekanan darah.
Namun, meski hipertensi dapat diatasi dengan menggunakan obat-obatan penurun
tekanan darah tersebut, selain dapat menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan. Oleh karena hal tersebut penanganan dengan bahan alami,pola hidup yang
baik serta pencegahan merupakan suatu upaya mengurangi efek samping tersebut
[7]
.
Salah satu bahan makanan yang diketahui dapat menurunkan tekanan darah
adalah putih telur
[1][2]
. Komponen protein dalam putih telur bila bereaksi dengan enzim
pepsin, trypsin dan chymotrypsin dalam saluran pencernaan maka akan menghasilkan
zat peptida yang memiliki kemampuan sama seperti ACE inhibitor yang bekerja
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 359
menghambat angiotensin I untuk menjadi angiotensin II sehingga dapat menghambat
proses peningkatan tekanan darah
[1]
.
Eksperimen
Dalam penelitian bahan yang digunakan adalah putih telur ayam dari
peternakan ayam Al-telur, Bandung Selatan. Sebelum diolah, telur terlebih dahulu
dibersihkan dari kotoran pada air mengalir. Kemudian pisahkan putih telur dari
kuningnya lalu masukan ke dalam wadah steinless lalu aduk hingga putih tercampur
dengan merata sehingga putih telur homogen. Rebus putih telur hingga matang,
setelah matang timbang rebusan putih telur masing- masing 120 gram per porsi
[2]
.
Miguel dan Alexander (2006) menyebutkan bahwa 500 mg lysozime yang terkandung
dalam 15 mg protein dalam 120 gr putih telur ketika berhidrolisis dengan berbagai
macam enzim pencernaan akan menghasilkan hidrolisat dengan aktivitas ACE
inhibitor yang tinggi yang dapat menurunkan tekanan darah
[5]
. Enzim yang
menghasilkan aktivitas ACE inhibitor tertinggi adalah enzim pepsin
[9]
. Aktivitas ACE
inhibitor dari fraksi larut meningkat selama 3 jam pertama dan nilai terendah IC50
(22,19 mg/ml) dan mencapai nilai maksimal IC50 setelah 3 jam hidrolisis
[6]
. Alatyang
digunakan dalam penelitian untuk mengukur tekanan darah adalah spigmomanometer
digital.
Sampel yang digunakan merupakan 20 orang pria dengan usia dewasa akhir
yaitu dengan usia 40-64 tahun, penderita hipertensi grade satu, tidak memiliki alergi
putih telur, dan tidak mengkonsumsi obat-obatan antihipertensi. Sampel dibagi
kedalam dua kelompok, masing- masing kelompok terdiri dari 10 orang sebagai
kelompok kontrol dan 10 orang sebagai kelompok eksperimen. Sampel diasramakan
dan diberi makan makanan yang sama selama enam hari. Sebelumnya dilakukan
pengukuran tekanan darah untuk kedua kelompok untuk mendapatkan data tekanan
darah awal. Kemudian pada kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa pemberian
putih telur rebus dan dilakukan kembali pengukuran tekanan darah setelah 12 jam
pemberian putih telur pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol selama enam
hari yang akan digunakan sebagai data akhir. Data yang telah didapat dianalisa
menggunakan rumus uji t dua sampel independen
[4]
.
Hasil dan Diskusi
Hasil penelitian tentang penggunaan putih telur untuk menurunkan tekanan
darah pada pria penderita hipertensi grade satu adalah sebagai berikut: kelompok I
(Kelompk kontrol) yang tidak diberi putih telur memiliki rata- rata tekanan darah
dengan nilai sistol 150,4 mmHg dan nilai diastol 92,4 mmHg setelah diamati selama
enam hari. Kelompok II (kelompok eksperimen) yang diberi putih telur rebus sebanyak
120 gram setiap sore selama enam hari penelitian memiliki rata- rata tekanan darah
dengan nilai sistol 134,3 mmHg dan nilai diastol 86,3 mmHg. Perbandingan nilai
tekanan darah kedua kelompok ini menunjukan bahwa pria penderita hipertensi grade
satu yang diberikan putih telur memiliki nilai tekanan darah yang lebih rendah
dibanding pria penderita hipertensi grade satu yang tidak diberi putih telur. Kelompok
yang diberi perlakuan putih telur rebus memiliki penurunan tekanan darah nilai sistol
sebesar 16,1 mmHg dan diastol 6,1 mmHg. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi
penurunan tekanan darah setelah pemberian putih telur. Data rata-rata tekanan darah
disajikan dalam bentuk Tabel 1 sebagai berikut.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 360
Tabel 1. Rata-Rata Tekanan Darah.
Kelompok Eksperimen (X) Kelompok Kontrol (Y)
n
Sistol (X
1
) Diastol (X
2
) Sistol (Y
1
) Diastol (Y
2
)
1 133 93 151 102
2 135 85 148 102
3 130 90 150 97
4 134 82 155 89
5 135 82 150 85
6 135 89 148 82
7 136 88 153 91
8 135 85 151 91
9 134 82 150 89
10 136 87 148 96
Total 1343 863 1504 924
rata-rata

=
= 134,3

=
= 86,3

=
= 150,4

=
= 92,4
Rata-rata hasil pengukuran tekanan darah pada pria penderita hipertensi
kemudian diuji normalitasnya untuk mengetahui apakah data yang didapat mempunyai
distribusi data yang normal. Data yang mempunyai distribusi normal berarti
mempunyai sebaran data yang normal juga sehingga data tersebut dapat dianggap
mewakili populasi. Nilai p > 0,05 merupakan distribusi normal dari suatu data
[4]
.
Hasil tes normalitas diperoleh nilai signifikansi untuk kelompok kontrol dan
eksperimen > 0,05 yang menunjukkan sebaran data normal. Data uji normalitas akan
disajikan dalam tabel 2. Karena syarat uji t dua sampel independen terpenuhi, maka
analisa data menggunakan uji t dua sampel independen. Homogenitas varians data
dapat dicari dengan uji Levenes, didapatkan nilai signifikansi untuk sistol menunjukkan
0,462 (p > 0,05) sehingga asumsi kedua varians sama besar terpenuhi. Sedangkan
nilai signifikan untuk diastol menunjukan 0,026 (p < 0,05) sehingga asumsi kedua
varians sama besar tidak terpenuhi.
Karena hasil uji Levenes nilai sistol menunjukan bahwa asumsi kedua varians
sama besar terpenuhi, maka digunakan uji t dua sampel independen dengan asumsi
kedua varians sama besar dan didapat nilai t = -18,089 dengan derajat kebebasan
n
1
+n
2
-2= 18 dan p-value (2-tailed)= 0. Karena penelitian ini menggunakan uji hipotesis
satu sisi maka nilai p-value harus dibagi dua menjadi 0. Karena nilai p-value= 0 lebih
kecil dari = 0,05 maka H
0
ditolak. Sedangkan hasil uji Levenes nilai diastol
menunjukan bahwa asumsi kedua varians sama besar tidak terpenuhi, maka
dugunakan uji t dua sampel independen dengan asumsi kedua varians tidak sama
besar dan didapati nilai t= -2,510 dengan derajat kebebasan= 15,711 dan nilai p-
value= 0,025.Sehingga dapat disimpulkan bahwa tekanan darah sistol kelompok
eksperimen lebih rendah dibanding kelompok kontrol.

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 361
Tabel 2. Uji Normalitas.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
a

Statistic df Sig.
Sistol_Kontrol_Awal .210 10 .200
*

Sistol_Kontrol_Akhir .196 10 .200
*

Sistol_eksperimen_Sebelum .213 10 .200
*

Sistol_Eksperimen_Sesudah .254 10 .067
Diastol_Kontrol_Awal .191 10 .200
*

Diastol_Kontrol_Akhir .182 10 .200
*

Diastol_Eksperimen_Sebelum .222 10 .179
Diastol_Eksperimen_Sesudah
.173 10 .200
*

a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan pada
tekanan darah antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa perlakuan pemberian putih telur rebus pada dosis 120 gram pada
penelitian ini berpengaruh nyata dalam menurunkan tekanan darah pada pria
penderita hipertensi grade satu.
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan dana yang diberikan untuk melaksanakan
penelitian ini, kepada Universitas Advent Indonesia yang atas bantuan dana yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti seminar kontribusi fisika (SKF) 2013 sebagai
pembicara, dan dosen pembimbing atas saran dan masukan yang membangun.
Referensi
[1] Yu, Z., Yin Y., Zhao, W., Yu, Y., Liu, B., Liu, J. dan Chen, F. 2011. Novel Peptides
Derived from Egg White Protein Inhibiting Alpha- Glucosidase. Food Chemistry
[2] Rao S., Sun J., Liu Y., Zeng H., Su Y. dan Yang Y. (2012). ACE Inhibitor Peptides
and Antioxidant Peptides Derived From in Vitro Digestion Hydrolysate of Hen Egg
White Lysozyme. Food Chemistry Vol. 135 hal. 1245-1252.
[3] Rong Y., Chen L., Zhu T., Song Y., Yu A., Shan Z., Sands A., Hu F.B., Liu L.
(2013). Egg Consumption and Risk Of Coronary Heart Disease and Stroke:
Doseresponse Meta-analysis of Prospective Cohort Studies. BMJ Vol. 346: 8539.
[4] Sunyoto, D., dan Setiawan, A. 2013. Buku Ajar Statistik Kesehatan Paramatrik,
Nonparamatrik,Validitas, dan Reliabilitas. Yogyakarta. Nuha Medika
[5] Miguel M. dan Aleixandre A. (2009). Antihypertensive Peptides Derived From Egg
Protein. The Journal of Nutrition Vol. 136 hal. 1457-1460.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 362
[6] Contreras M.D.M., Carron R., Montero M.J., Ramos M., Recio I. Novel Casein-
derived Peptides With Antihypertensive Activity. International Dairy Journal Vol.
19 hal 556-573.
[7] Rong Y., Chen L., Zhu T., Song Y., Yu A., Shan Z., Sands A., Hu F.B., Liu L.
(2013). Egg Consumption and Risk Of Coronary Heart Disease and Stroke:
Doseresponse Meta-analysis of Prospective Cohort Studies. BMJ Vol. 346: 8539.
[8] Majumder K. dan Wu J. (2010). A new approach For Identification of Novel
Antihypertensive Peptides From Egg Proteins by QSAR and Bioinformatic. Food
Research International Vol. 13 hal. 1371-1378.
[9] Yu Z., Liu B., Zhao W., Yin Y., Liu J., Chen F. (2012). Primary and Secondary
Structure of Novel ACE Inhibitor Peptides from Egg White Protein. Food
Chemistry Vol. 133 hal 315-322.


Yosina Lete
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
yosinalete@yahoo.com

Nilawati Soputri
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
nilasolai@gmail.com


Gilny Aileen Joan Rantung
Faculty of Nursing
Universitas Advent Indonesia
gilnyaileen@gmail.com



*
Corresponding author

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 363
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share
Yusnita Aruan*, Louise M. Saija, dan Kartini Hutagaol
Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa SMP melalui model pembelajaran kooperatif tipe think pair
share (TPS). Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share telah
mengembangkan potensi siswa sehingga memampukan siswa dalam memahami
masalah, merencanakan suatu solusi dari suatu masalah, melakukan penyelesaian
sesuai dengan rencana dan lebih teliti dalam memecahkan masalah. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP PGRI Lembang, Bandung
Barat yang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas kontrol dengan jumlah siswa 38 dan kelas
eksperimen dengan jumlah siswa 37. Instrumen pada penelitian ini adalah tes
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam bentuk uraian dan angket
respon siswa. Hasil yang diperoleh, yang telah dicapai pada penelitian ini adalah
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh
model pembelajaran kooperatif tipe think pair share lebih baik daripada siswa yang
memperoleh metode pembelajaran konvensional. Teknik yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan pemecahan masalah lebih baik digunakan teknik analisis
data gain karena mudah dilakukan.
Kata Kunci: Pemecahan Masalah, Kooperatif , think pair share, SMP.


Pendahuluan
Pemecahan masalah adalah titik fokus dan kunci standar dalam pembelajaran.
Pemecahan masalah juga dianggap sebagai jantung pembelajaran matematika karena
keterampilan yang dibutuhkan bukan hanya untuk belajar subjek tetapi menekankan
pada perkembangan metode keterampilan berpikir juga. Tetapi pada kenyataannya,
sebagian besar masalah siswa adalah memecahan masalah, dimana butuh
keterampilan dalam memecahkan masalah.[10]
Hal di atas menjadi misi penting bagi guru. Menurut psikologi, siswa akan
memiliki keterampilan pemecahan masalah yang efektif akan terlihat dari faktor yang
mempengaruhi prestasi siswa dalam belajar, yaitu faktor pengajaran di kelas,
partisipasi siswa dalam kegiatan kelas dan sistem guru dalam memberikan umpan
balik [10] atau boleh dikatakan bahwa model yang digunakan guru dalam proses
pembelajaran sangat berpengaruh karena model pembelajaran akan membantu siswa
dalam meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan menolong siswa
menjadi lebih efektif dalam belajar [12]. Upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS). Think Pair
Share (TPS) adalah teknik yang dikembangkan oleh Lyman dan Associates (1981).
Think Pair Share (TPS) melibatkan tiga langkah dalam pembelajaran , langkah
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 364
pertama think, masing-masing siswa akan berpikir secara individu tentang masalah
yang dihadapi dengan waktu jangka waktu yang sudah ditentukan, langkah kedua,
pair, kemudian para siswa akan berpasangan untuk mendiskusikan jawaban masing-
masing, dengan tujuan memperoleh solusi dari masalah yang mereka hadapi, langkah
ketiga share, pada tahap ini setiap pasangan atau kelompok akan membagikan hasil
diskusi mereka di depan kelas [9]. Singkatnya bahwa model ini akan memberikan
banyak kesempatan bagi siswa dalam menyampaikan berbagai pemikiran-pemikiran,
ide-ide yang muncul dan itu akan meningkatkan keterlibatan siswa dalam belajar,
mengembangkan potensi siswa sehingga memampukan siswa dalam memecahkan
masalah sehari-hari.
Berdasarkan uraian diatas telah diteliti suatu penelitian ilmiah tentang
penerapan model kooperatif tipe think pair share untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa SMP sebagai salah satu model pembelajaran
yang efektif yang dapat digunakan dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas.
Teori
Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam
pembelajaran, membutuhkan keaktifan, keterampilan siswa serta keberanian dalam
menghadapi masalah-masalah yang dihadapi [2] Hal ini dikarenakan kemampuan
pemecahan masalah merupakan proses pemahaman, solusi ditemukan sehingga
menghasilkan pembelajaran yang baik [15] dan ini membutuhkan langkah-langkah
dalam melakukan pemecahan masalah.
Ada empat langkah pemecahan masalah [11] (1) siswa mampu memahami
masalah, mengetahui masalah dan menganalisa masalah (2) siswa mampu
merencanakan penyelesaian terhadap masalah, dengan cara siswa mengetahui data
yang ada, mencari apa yang tidak diketahui, (3) menyelasaikan masalah melalui
rencana-rencana yang sudah dimuat sebelumnya, (4) siswa melakukan pengecekan
kembali akan hasil yang sudah diperoleh. Ke-empat langkah ini akan membuat siswa
menggunakan banyak waktu serta aktif. [2]
Salah satu model pembelajaran yang efektif dan sangat baik dalam
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah adalah Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Think Pair Share. Think Pair Share melibatkan siswa dalam berpikir
tentang respon pertama mereka, dan kemudian memungkinkan siswa mendiskusikan
ide-ide mereka dengan pasangan/kelompok sebelum berbagi dengan seluruh kelas
[4]).
Metode Penelitian
Sampel
Pada penelitian ini yang menjadi sampel peneliti adalah siswa SMP PGRI
LEMBANG kelas VIIIb dan VIIIc, Bandung Barat. Jumlah sampel pada penelitian ini
sebanyak 75 siswa, 37 siswa untuk kelompok eksperimen dan 38 jumlah siswa
kelompok kontrol. Pemilihan sampel ditentukan oleh peneliti sesuai dengan tujuan
penelitian.
Desain Penelitian
Pada penelitian ini Instrumen yang terdiri dari lima butir soal digunakan untuk
mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan materi adalah
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 365
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) dengan catatan kelima butir soal
sudah diuji kevaliditasannya dan telah disesuaikan dengan indikator kemampuan
pemecahan masalah matematis. Pada penelitian ini, sebelum perlakuan siswa
diberikan instrumen sebagai pretes dan setelah perlakuan siswa diberikan instrumen
sebagai postes. Selama Pembelajaran berlangsung, kelompok eksperimen di
terapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, dan kelompok kontrol
diterapkan metode konvensional. Setelah diperoleh data lakukanlah perhitungan
analisis data (statistik).
Model Think Pair Share
Think Pair Share terdiri dari tiga tahap dalam pembelajaran. Tahap pertama
yaitu, think, siswa akan dihadapkan dengan masalah dan memikirkan jawaban atau
solusi dari masalah tersebut secara individu. Tahap kedua, pair, dimana siswa akan
berpasangan atau kelompok untuk mendiskusikan hasil jawaban ataupun solusi
mereka masing-masing. Tahap ketiga, share, setiap pasangan tau kelompok secara
bergantian akan membagikan hasil diskusi mereka di depan kelas
Analisis Statistik
Perhitungan analisis data dimulai dengan hasil pretes dan postes dari kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol yang akan dianalisis data gain ternormalisasinya
dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa sebeluim dan sesudah perlakuan. Kemudian dilakukan uji normalitas
kedua data gain ternormalisasi dalam hal mengetahui populasi yang digunakan
berdistribusi normal atau tidak. Setelah itu uji homogenitas dengan tujuan apakah
kedua sampel memilki varians yang sama. Melalui perhitungan analisis data di atas,
untuk mengetahui apakah model ini memberikan pengaruh atau tidak dilakukannya uji-
t, pada tingkat signifikansi = 0.05 melalui aplikasi SPSS 17.0.
Hasil dan Diskusi
Pada Penelitian Jumlah sampel kelompok eksperimen adalah 37 siswa, tetapi
data yang dapat diguakan hanya 34 siswa (n=34) dengan alasan 2 siswa yang tidak
ikut pretes dan 1 siswa yang tidak ikut postes. Jumlah sampel kelas kontrol adalah 38
tetapi data yang dapat digunakan hanya 34 siswa dengan alasan 2 siswa tidak ikut
pretes dan 2 siswa yang tidak ikut postes. Hasil dari perhitungan analisis data untuk
perbedaan rata-rata nilai pretes dan postes pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol ditunjukkan pada tabel 1 dibawah ini dengan kesimpulan bahwa adanya
peningkatan siswa dalam belajar.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 366
Tabel 1. Deskripsi Statistik kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok
Kontrol
Kelompok
Eksperimen
Descriptive
Statistics
Pretest Posttest Pretest Posttest
Mean 16.3529 54.2941 18.6471 78.5294
Std. Error of Mean
0.91908 4.07254 0.84744 3.0237
Std. Deviation
5.35912 23.2468 4.94137 17.6313
Variance 28.720 563.911 24.417 310.863
Skewness -1.656 0.618 -1.511 -0.166
Std. Error of
Skewness
0.403 0.403 0.403 0.403
Kurtosis 2.235 -0.542 1.926 -1.504
Std. Error of Kurtosis
0.788 0.788 0.788 0.788
Minimum 2 18 4 52
Maximum 22 100 24 100

Dari perolehan data pretes dan postes akan diperoleh gain ternormalisasi untuk
mengetahui data berdistribusi normal seperti pada tabel 2 di bawah ini. Menjelaskan
bahwa rata-rata gain ternormalisasi kelompok eksperimen lebih tinggi, 0,29922 adalah
selisih nilai rata-ratanya kedua kelompok.
Tabel 2. Deskriptif statistik gain ternormalisasi kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen.

Gain Ternormalisasi
Descriptive Statistics
Kel.
Kontrol
Kel.
Eksperimen
Mean 0.4568 0.7561
Std. Error of Mean 0.4795 0.03686
Std. Deviation 0.27958 0.21492
Variance 0.78 0.046
Skewness 0.653 -1.039
Std. Error of
Skewness
0.403 0.403
Kurtosis -0.495 1.931
Std. Error of Kurtosis 0.788 0.788
Minimum 0.02 0.05
Maximum 1.00 1.00
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 367
Perhitungan analisis data di atas akan digunakan untuk mengetahui apakah
data berdistribusi normal atau tidak. Dengan hipotesisnya data berdistribusi normal
akan diterima jika Sig. = 0.05. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen adalah berdistribus normal ( diterima). Perhatikan Tabel
3 di bawah ini menunjukkan bahwa kedua data berdistribusi normal.
Tabel 3. Uji normalitas distribusi data kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dan
uji homogenitas.
Kolmogorov-Smirnov
Levene's Test for
Equality of
Variances
Kelompok Df Sig. F Sig.
Kontrol
34 0.092
Eksperimen
34 0.171
3.280 0.075

Perhitungan analisis data di atas menyatakan bahwa kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol berdistribusi normal maka kita menggunakan uji-t untuk mengetahui
apakah model kooperatif tipe think pair share memberikan pengaruh terhadap
pembelajaran. Bentuk hipotesis untuk uji-t ini adalah H
0
: pembelajaran dengan model
think pair share tidak memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis. H
0
akan diterima jika Sig. = 0.05. Hasil analisis
data uji-t pada Tabel 4 di bawah ini menunjukkan bahwa model kooperatif tipe think
pair share memberikan pengaruh yang baik terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa dengan sig. = 0.000, artinya H
0
ditolak.
Tabel 4. Hasil t-test dengan varians yang tidak sama.
t-test for Equality of Means
Gain
Equal Variances not
assumed
T -4.948
df. 66
Sig. (2 Tailed) 0.000
Mean Difference -0.2992
Std. Error
Difference
0.06047

Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan analisis data ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model
pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) lebih baik daripada siswa yang
memperoleh metode pembelajaran konvensional.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 368
Ucapan Terimakasih
Selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada Universitas Advent Indonesia
atas bantuan dana yang diberikan dalam rangka mengikuti seminar kontribusi fisika
(SKF) 2013 sebagai pembicara serta kepada dosen selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan serta saran yang membangun dalam kesempurnaan penelitian
ini.
Daftar Pustaka
[1] Ceneida Fernndez. 2013. Primary school teachers noticing of students
mathematical thinking in problem solving. TME. Vol 10. No 1 dan 2. Pg 441.
[2] Cinar N, et al. 2010. Problem solving skills of the nursing and midwifery students
and influential factors.
[3] Choirotul Chikmiyah dan Bambang Sugiarto, 2012. Relationship Between
Metacognitive Knowledge And Student Learning Outcomes Through Cooperative
Learning Model Type Think Pair Share On Buffer Solution Matter. Unesa Journal
of Chemical Education. Vol 1, No 1. Pg 55-61.
[4] Huang T H, Liu Y C, dan Chang H C. (2012). Learning Achievement in Solving
Word-Based Mathematical Questions through a Computer-Assisted Learning
System. Educational Technology & Society, 15 (1), 248 259.
[5] Ibe Helen Ngoji. (2009). Metacognitive Strategies on Classroom Participation and
Student Achievement in Senior Secondary School Science Classroom. Science
Education International. Vol. 20, No.1/2, Page 25-31.
[6] Kaur dan Berinderjeet. (2011). Mathematics Homework: A Study of Three Grade
Eight Classrooms in Singapore. International Journal of Science and Mathematics
Education, v9 n1 p187 206.
[7] Klegeris A, Bahniwai M, dan Hurren H. (2013). Improvement in Generic Problem-
Solving Abilities of Students by Use of Tutor-less Problem-Based Learning in
Large Classroom Setting. Life Sciences Education, Vol. 12, 73 79.
[8] Lamm A.J, et al. 2012. The Influence of Cognitive Diversity on Group Problem
Solving Strategy.
[9] Marais, dan Nalize. (2011). Connectivism as Learning Theory: The Force Behind
Changed Teaching Practice in Higher Education. Journal for Education and
Social Enterprise, v4 n3 p173 182.
[10] M. Afan. 2013). The Effect Of Think Pair Share Technique On The English
Reading Achievment Of The Students Differing In Achievment Motivation At
Grade Eight Of Smpn 13 Mataram. Journal Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha. Vol 1.
[11] Pimta S, Tayruakham S, dan Nuangchalerm P (2009). Factors Influencing
Mathematic Problem-Solving Ability of Sixth Grade Students. Journal of Social
Sciences, 5(4), 381 385.
[12] Polya. G. (2008). How to Solve It. United States of America: Princeton University
Press.
[13] Sajadi M, Amiripour P, dan Malkhalifeh M R. (2013). The Examining
Mathematical Word Problems Solving Ability under Efficient Representation
Aspect. Mathematics Education Trends and Research, 1 11.
[14] Richard Lesh. 2013. Problem Solving in the Primary School (K-2). Journal The
Mathematics Enthusiast. Indiana Universitas. Vol 10, No 1. Page 35.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 369
[15] Woodward J, Beckmann S, Driscoll M, Franke M, Herzig P, Jitendra A,
Koedinger K R, dan Ogbuehi P. (2012). Improving Mathematical Problem Solving
in Grades 4 Through 8. Institute of Education Sciences, p6.
[16] B. McDonald. 2013. Evaluation Instruments Used in Problem-Based Learning,
Journal of Education.


Yusnita Aruan
Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
15juni1992@gmail.com

Kartini Hutagaol
Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
Kartinih_smant@yahoo.com

Louise M. Saija
Faculty Education of Mathematics
Universitas Advent Indonesia
louise_saija@yahoo.com


*
Corresponding author
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 370
Perhitungan Porositas Untuk Model Sphere Packing
Porous Medium Berbentuk Kubus Sederhana
Zulfikar Fahmi, Nilam Sari, Wilda Febi Rahmadhani,
dan Fourier Dzar Eljabbar Latief
Abstrak
Pada tugas RBL (Research Based Learning) ini, kami melakukan pengukuran
porositas untuk Model Sphere Packing Porous Medium berbentuk Kubus Sederhana.
Porositas adalah besaran fisika yang merupakan fraksi Volume pori di dalam sebuah
sampel. Dalam penelitian ini, nilai porositas diperoleh dengan dua pendekatan, yaitu
dengan perhitungan teoretis dan pengukuran. Pengukuran porositas dilakukan
menggunakan dua cara yaitu: pengukuran langsung menggunakan air dan
pengukuran tidak langsung dengan pendekatan teknik pengolahan dan analisis citra
digital yang diperoleh dari alat -CT Scan. Model yang digunakan adalah kelereng
dan manik-manik dengan susunan 333 bola sehingga membentuk Kubus
Sederhana. Kelereng dan manik-manik masing-masing diasumsikan identik dan tidak
ada lubang didalamnya sehingga pengukuran porositas dapat dianggap valid. Dari
perhitungan teoritis, didapatkan nilai porositas sebesar = 47%. Hasil pengukuran
yang didapatkan untuk metode pengisian air adalah sebesar = 45.82 % pada
kelereng dan = 44,95% pada manik-manik, sedangkan pengukuran menggunakan
teknik pengolahan dan analisis citra digital didapat nilai porositas = 52,12 %. Nilai
porositas yang diperoleh pada saat pengukuran berbeda dengan teori karena terdapat
beberapa kesalahan di dalam pengukuran, seperti air yang masuk ke dalam sampel
dan tidak semua air tersedot oleh suntikan serta terdapat noise di sampel pada
pengukuran citra digital.
Kata-kata kunci: Porositas, Sphere Packing Porous Medium berbentuk kubus
sederhana, -CT Scan

Pendahuluan
Pengukuran porositas adalah pengukuran yang biasa dilakukan untuk mencari
fraksi pori dalam sebuah sampel. Untuk itu, pada pengukur-an ini dilakukan
pengukuran porositas dengan model sphere packing berbentuk kubus sederha-na.
Menurut Glover [1] perhitungan porositas secara teori pada bentuk kubus sederhana
didapatkan nilai 47%.
Terkait dengan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan nilai porositas
untuk sphere packing porous medium pada kubus sederhana adalah sebesar 47%
dengan asumsi bola-bola yang membentuk memiliki ukuran yang sama dan tidak
bergantung pada jumlah bola-bola tersebut. Dari hasil perhitungan maka akan
dilakukan pengukuran menggunakan metode konvensional yaitu dengan cara mengisi
zat cair ke dalam sampel dan dilakukan dengan pengukuran meng-gunakan teknik
pengolahan citra digital dari hasil pencitraan dengan perangkat -CT Scan.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 371
Teori
Porous Medium (media berpori) merupakan sebuah media di dalamnya terdapat
ruang-ruang kosong (pori). Pori-pori biasanya diisi dengan cairan atau gas. Batu,
tanah, jaringan biologi (misalnya tulang, kayu, gabus), semen dan keramik dapat
dianggap sebagai media berpori. Besarnya pori-pori pada suatu bahan dapat diketahui
melalui persentase porositas.
Porositas adalah ukuran dari ruang kosong di antara material, dan merupakan
fraksi dari volume ruang kosong terhadap total volume, yang bernilai antara 0 dan 1,
atau sebagai persentase antara 0-100%. Istilah ini digunakan di berbagai kajian ilmu
seperti farmasi, teknik manufaktur, ilmu tanah, metalurgi, dan sebagainya.
Porositas dapat dihitung nilainya dengan cara membandingkan volume udara
atau air di dalam sampel dengan volume sampel seluruhnya yang dirumuskan dengan:
100 %
rongga
permukaan
V
=
V
. (1)
Ada beberapa cara mengukur porositas, diantaranya:
a. Metode konvensional
Metode ini dilakukan dengan cara mengisi sampel dengan air, kemudian
porositas ditentu-kan dari perbandingan antara volume air yang bisa ditampung
sampel dengan volume sampel seluruhnya.
b. Metode Ultrasonik
Pengukuran menggunakan metode ultrasonik dilakukan oleh Amoranto
Trisnobudi [2]. Metode ini digunakan untuk mengukur porositas keramik dengan
menggunakan gelombang ultrasonik berfrekuensi 200 KHz.
Dasar dari metode ini adalah adanya perbedaan antara kecepatan gelombang
ultra-sonik di udara dan di dalam bahan tanpa poro-sitas. Bila kecepatan rata-rata
bahan lebih besar dari gelombang ultrasonik maka porositas bahan tersebut tinggi.
c. Teknik pengolahan citra digital
Teknik pengolahan citra digital merupakan teknik menentukan porositas dari
gambar yang telah diambil. Penentuan porositas dengan teknik pengolahan citra digital
adalah dengan cara menghitung piksel-piksel yang memiliki warna tertentu pada citra
digital dari sampel yang akan ditinjau. Citra digital dihasilkan dengan melakukan
pemindaian sampel menggunakan -CT Scan.
-CT Scan adalah alat pencitraan 3 dimensi yang memiliki resolusi spasial
mencapai orde mikro meter. Prinsip kerja -CT Scan adalah dengan menggunakan
sinar rontgen/sinar X. -CT Scan memiliki prinsip kerja seperti pada gambar berikut ini:
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 372

Gambar 1. Prinsip Kerja -CT Scan [3].
Sumber sinar X dilewatkan pada spesimen. Sinar X ini akan mengalami
atenuasi ketika melewati spesimen. Intensitas akhir setelah melewati objek kemudian
ditangkap oleh detektor sintilator. Detektor sintilator ini mendapat energi kinetik dari
hasil interaksi sinar X dengan bahan sehingga dapat menghasilkan cahaya tampak.
Cahaya tampak ini kemudian difokuskan untuk direkam melalui CCD. Setelah itu,
objek diputar sesuai keperluan kemudian dilakukan proses yang sama. Begitulah
seterusnya hingga 360
0
. Hasil pencitraan yang diperoleh dari berbagai arah ini
kemudian direkonstruksi sehingga didapatkan citra 3-D. Citra 3 Dimensi ini di-potong-
potong secara horizontal sehingga diperoleh gambar penampang (slice). Perbedaan
material dapat terlihat pada gray level akibat perbedaan atenuasi pada bahan.
Setelah gambar proyeksi diperoleh dari pemindaian sampel dengan -CT Scan,
maka tahapan-tahapan pengolahan citra digital yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) melakukan rekonstruksi gambar 3D menggunakan perangkat lunak NRecon; 2)
Cropping gambar 3D; 3) Rotasi gambar 3D; 4) Image Tresholding dengan tujuan
membedakan bagian sampel sedemikian rupa sehingga bagian padatan berwarna
putih dan bagian ruang kosong/pori berwarna hitam; 5) melakukan pengukuran piksel
gambar; 6) menghitung porositas.
Model sphere packing adalah pengaturan bentuk tertentu tanpa melewati
permukaan yang telah ditentukan. Bentuk yang dibuat biasanya terdiri dari permukaan
yang identik seperti bolabola kecil, dan ruang yang dibentuk adalah bentuk tiga
dimensi. Pada penelitian ini, kami meng-gunakan model packing kubus sederhana.
Secara teoritis perhitungan, porositas pada bentuk kubus sederhana bernilai tetap
sebesar 47 % tanpa dipengaruhi oleh ukuran bola dan jumlah bola yang digunakan
untuk membuat kubus tersebut.
Aplikasi porositas dapat diterapkan untuk menentukan tingkat kesuburan tanah.
Porositas tanah sangat menentukan penggunaan tanah tersebut. Tanah yang baik
adalah tanah yang porositasnya besar tetapi jika porositasnya terlalu besar juga tidak
baik karena air yang diterima tanah langsung turun ke lapisan berikutnya. Selain itu,
aplikasi porositas dapat dilihat pada Osteoporosis. Osteoporosis merupakan penyakit
tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah disertai
mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang akhirnya
menimbulkan kerapuhan tulang. Melalui persentase porositas dapat diketahui
kepadatan tulang seseorang. Jika nilai persentase porositasnya besar maka resiko
seseorang terkena osteoporosis.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 373
Hasil dan diskusi
Pengukuran porositas menggunakan metode konvensional dilakukan pada dua
buah model kubus yang terbentuk dari bolabola yang disusun sehingga membentuk
kubus sederhana.
Kubus pertama dibentuk dari kelereng yang berdiameter masingmasing d = 1.2
0.05 cm dan kubus kedua dibentuk dari manik manik yang berdiameter masing-
masing d = 0.8 0.05 cm. Masing-masing kubus bola dimasukkan kedalam wadah
berbahan mika yang juga berbentuk kubus dengan panjang sisi 3.6 cm untuk wadah
kubus pertama, dan 2.6 cm untuk menampung kubus bola kedua.
Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dilakukan diperoleh data untuk model
pertama menggunakan kelereng dengan sepuluh kali pengukuran adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Hasil pengukuran porositas model pertama (kelereng) dengan metode
pengisian air.
No V
air
(ml) (%)
1 20.8 44.58
2 21.8 46.72
3 21.2 45.44
4 20.4 43.72
5 23.4 50.15
6 19.8 42.44
7 21.2 45.44
8 20.8 44.58
9 22.4 48.01
10 20.0 47.15
Rata-rata 45.82
Sedangkan pada pengukuran model kedua menggunakan manik manik dengan
sepuluh kali pengukuran diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil pengukuran porositas model kedua (manik - manik) dengan metode
pengisian air.
No V
air
(ml) (%)
1 7.6 43.24
2 7.2 40.96
3 7.6 43.24
4 8.2 46.65
5 8.0 45.52
6 8.2 46.65
7 7.8 44.38
8 8.0 45.52
9 8.0 45.52
10 8.4 47.79
Rata-rata 44.95

Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 374
Berdasarkan teori, porositas kubus sederhana tidak bergantung pada bentuk
dan ukuran dari kubus tersebut. Secara perhitungan teori nilai porositas adalah = 47
%. Berdasarkan hasil pengukuran eksperimen menggunakan air didapat nilai porositas
masing masing = 45.82 % pada kelereng, dan = 44.95% pada manik manik.
Hasil eksperimen dan teoritis didapat nilai yang hampir sama. Nilai eror yang
didapatkan pada sampel kelereng adalah sebesar 2.5 % dan manikmanik memiliki
eror sebesar 4.3 %.
Pengukuran yang kedua menggunakan metode teknik pengolahan citra digital
pada satu model sphere packing dengan kelereng. Proses pengukuran yang dilakukan
memanfaatkan penjumlahan piksel yang didapat pada potongan gambar yang
dihasilkan. Rekonstruksi gambar yang dilakukan menggunakan software adalah
seperti berikut ini:

Gambar 2. Rekonstruksi sampel menggunakan software fiji dari potongan gambar
yang dihasilkan -CT Scan.

Gambar 3. salah satu potongan gambar yang digunakan untuk pengukuran.
Gambar 3 adalah salah satu potongan gambar yang digunakan. Hasil
pengukuran terbaik meng-gunakan teknik pengolahan citra digital yang dihasilkan
adalah sebesar 52.12 %. Besar eror yang dihasilkan untuk eksperimen ini adalah 10.8
%.
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 375
Terdapat kesalahan pada saat eksperimen dengan metode konvensional secara
umum dikarenakan ruang sampel bocor, bungkus sampel tidak rapi atau miring, saat
menyedot air, tidak semua air terserap oleh suntikan dan kesalahan dalam membaca
skala dari alat suntik.
Pada saat melakukan teknik pengolahan citra digital kesalahan yang terjadi
adalah sampel yang dipindai tidak lurus sempurna, kelereng juga memiliki ukuran
diameter yang relatif berbeda satu sama lain, susunan yang tidak lurus, saat merubah
warna kelereng menjadi putih, ada sisa warna gelap yang tertinggal di sampel
pengukuran mengakibatkan pengukuran menjadi kurang akurat.
Kesimpulan
Perhitungan menentukan porositas dilakukan dengan dua cara, yaitu
perhitungan secara teori dan pengukuran. Perhitungan secara teori didapatkan nilai
porositas sebesar 47% untuk bentuk sampel kubus sederhana. Pada bentuk yang
sama, dibuat dua sampel dan dilakukan pengukuran menggunakan pengisian air.
Pada sampel pertama menggunakan manik-manik didapatkan nilai porositas sebesar
= 44,95 % dengan eror = 4,3 % dan pada kelereng = 45,82 % dengan eror = 2,5
%. Hasil pengukuran menggunakan pengisian air berbeda untuk masing masing
sampel karena pada manik manik dimungkinkan ada air yang masuk kedalam
lubang sehingga tidak tersedot kedalam suntikan. Pada teknik pengukuran citra digital,
didapatkan hasil pengukuran sebesar = 45,82 % dengan eror = 10,8 %. Pengukuran
porositas meng-gunakan teknik citra digital didapatkan nilai yang besar karena ada
beberapa kesalahan, salah satunya adalah adanya noise, kesalahan penyu-sunan,
dan kesalahan pemotongan gambar.
Saran yang bisa diberikan untuk eksperimen lebih lanjut menggunakan
pemodelan yang sama bisa menggunakan sampel yang memiliki kerapatan lebih
besar daripada wadah, dalam menyusun sampel serapi mungkin, dan menggunakan
sampel yang memiliki ukuran benar benar sama.
Referensi
[1] Glover, Paul.2000. Petrophysics MSc Course Notes.
[2] Amoranto Trisnobudi, Rusli Anggra Kusuma, Pengukuran Porositas Bahan
Keramik Menggunakan metode Ultrasonik, Proceedings, Industrial Electronic
seminar IES (09) , 151-158 (1999).
[3] Tom Gregor, Petra Kochov, Lada Eberlov, Luk Nedorost, Eva Proseck,
Vclav Lika, Hynek Mrka, David Kachlk, Ivan Pirner, Petr Zimmermann, Anna
Krlkov, Milena Krlkov and Zbynk Tonar (2012). Correlating Micro-CT
Imaging with Quantitative Histology, Injury and Skeletal Biomechanics, Dr. Tarun
Goswami (Ed.), ISBN: 978-953-51-0690-6, InTech, DOI: 10.5772/48680.
Available from: http://www.intechopen.com/books/injury-and-skeletal-
biomechanics/correlating-micro-ct-imaging-with-quantitative-histology
[4] I Komang Tri Widya Putra, Porositas, Makassar, Universitas Hasanuddin.
[5] Jean Rouquerol, Liquid intrusion and alternative methods for the characterization
of macroporous materials (IUPAC Technical Report), Pure Appl. Chem., Vol. 84,
No. 1, pp.107136,2012. http://dx.doi.org/10.1351/PAC-REP-10-11-19 2011
IUPAC, Publication date (Web): 12 December 2011
[6] Kontributor Wikipedia, "Porositas", Wikipedia, Ensiklopedi Bebas, [diakses 22
November 2013]
Prosiding Seminar Kontribusi Fisika 2013 (SKF 2013)
2-3 Desember 2013, Bandung, Indonesia
ISBN 978-602-19655-5-9 Hal. 376

Zulfikar Fahmi*
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
zulfikarfahmi13@students.itb.ac.id

Nilam Sari
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
nilam.sari@students.itb.ac.id

Wilda Febi Rahmadhani
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
wilda_febirahmadhani@students.itb.ac.id

Fourier Dzar Eljabbar Latief
Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Fakultas MIPA ITB
fourier@fi.itb.ac.id



*Corresponding author


















































Program Studi Magister Pengajaran Fisika
Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
2013

You might also like