You are on page 1of 24

Anatomi Kelenjar Prostat Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior

buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya 2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.3 Gambar 1. Anatomi Prostat Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam 4 stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.3 Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal Batas-batas prostat 3 a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior. c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica (cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis. d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum rectovesicalis (fascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio 5 rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis. e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara

pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus : 3 a. Lobus medius b. Lobus lateralis (2 lobus) c. Lobus anterior d. Lobus posterior BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proximal dari spincter externus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer 5 zona pada kelenjar prostat: 3 a. Zona Anterior atau Ventral . Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. b. Zona Perifer Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak. 6 c. Zona Sentralis. Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi. Peripheral zone Transition zone Urethra Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional d. Zona Transisional. Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH). e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Aliran darah prostat Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna. Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan

prostat berasal dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel 7 ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula sama seperti dinding pembuluh darah. 3 2. Fisiologi Kelenjar Prostat Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3 3. Definisi Hiperplasia Prostat Jinak BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. 4 Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar Epidemiologi Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi.4 8 Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan luar negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan umur. Sebenarnya perubahanperubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahanperubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.7 Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.1 4. Etiologi Hiperplasia Prostat Jinak Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat

kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel dll.5 Teori dihidrotestosteron Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. 9 Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5- reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 5 Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 5 Teori Hormonal Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. 10

Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan) Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat ctor. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya Sel yang Mati Teori Sel Stem (stem cell hypothesis) Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan. 11 Teori Reawakening Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic induction potential of prostatic stroma during adult hood. Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya.3,7,8,12 Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma.5 5. Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar 25%. Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada usia diatas 70 tahun, akan menjadi 90%.4 12 6. Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. 5 Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 5 Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian bulibuli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5 Hiperplasia Prostat Penyempitan lumen uretra posterior Tekanan intravesika meningkat Buli-buli: Ginjal dan ure -buli Gagal ginjal Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih 13 Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih 7. Gambaran klinis a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) 5 Terdiri atas gejala obstruksi

Benigna Prostat Hiperplasia Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain : 1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak) 2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat) Hidronefrosis Hipertofi otot detrusor Hidroureter Benigna prostat hiperplasi 14 3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic ) Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Skor ringan (0-7), sedang (8-19), berat ( 20) b. Gejala pada saluran kemih bagian atas5 Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis) Menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas gejala obstruktif dan gejala iritatif.Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah : 1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency) 2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream) 3. Miksi terputus (Intermittency) 4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling) 5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).2,3 Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral 2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat 3. Kekuatan kontraksi otot detrusor 15 Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.7 Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur : a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ini dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita prostat hipertrofi. b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflowmetri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Untuk dapat melakukan pemeriksaan uroflow dengan baik diperlukan jumlah urin minimal di dalam vesika 125 sampai 150 ml. Angka normal untuk flow rata-rata (average flow rate) 10 sampai 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6-8 ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15 mm/detik atau kurang. Dengan pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan obstruksi infravesikal. Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga mengganggu faal ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Tindakan untuk menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit harus dilakukan secara teratur.1,3,11 16 Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah : 1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency) 2. Nokturia 3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI) Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi : Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin > 150 ml 7 Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat berat keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume prostat. Gejala iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut nocturia, hal ini disebabkan oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spingter dan uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan volume besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka pada suatu saat vesica tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan naik terus dan apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi inkontinensia paradoks (over flow incontinence). Retensi kronik dapat 17 menyebabkan terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi. Disamping kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik penderita harus selalu mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat menjadi meningkat dan lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid. Oleh karena selalu terdapat sisa urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan didalam vesica dan batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan batu, retensi kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi refluk dapat terjadi juga pielonefritis.3 Keluhan-keluhan diatas biasanya disusun dalam bentuk skor simtom. Terdapat beberapa jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah skor internasional gejala-gajala prostat WHO (International Prostate Symptom Score, IPSS) dan skor Madsen Iversen. Tabel 1. Skor Madsen Iversen dalam bahasa Indonesia Pertanyaan 1 2 3 4 5 Pancaran Normal Berubah-ubah Lemah Menetes

Mengedan pada saat berkemih Tidak Ya Harus menunggu pada saat akan kencing Tidak Ya Buang air kecil terputus-putus Tidak Ya Kencing tidak lampias Tidak tahu Berubah-ubah Tidak lampias 1 kali retensi >1 kali retensi Inkontinensia Ya Kencing sulit ditunda Tidak ada Ringan Sedang Berat Kencing malam hari 0-1 2 3-4 >4 Kencing siang hari >3 jam sekali Setiap 2-3 jam sekali Setiap 1-2 jam sekali <1 jam sekali 18 Tabel 2. Skor internasional gejala-gejala prostat WHO (International Prostate Symptom Score, IPSS) Pertanyaan Keluhan pada bulan terakhir Tidak sama sekali <1 sampai 5 kali >5 sampai 15 kali 15 kali > 15 kali Hampir selalu Adakah anda merasa buli-buli tidak kosong setelah buang air kecil 0 Berapa kali anda hendak buang air kecil lagi dalam waktu 2 jam setelah buang air kecil 0 1 2 3 4 5 Berapa kali terjadi air kencing berhenti sewaktu buang air kecil 0 1 2 3 4 5 Berapa kali anda tidak dapat menahan keinginan buang air kecil 0 1 2 3 4 5 Berapa kali arus air seni lemah sekali sewaktu buang kecil 0 1 2 3 4 5 Berapa kali terjadi anda mengalami kesulitan memulai buang air kecil (harus mengejan) 0 1 2 3 4 5 Berapa kali anda bangun untuk buang air kacil di waktu malam 0 1 2 3 4 5 Andaikata hal yang anda alami sekarang akan tetap berlangsung seumur hidup, bagaimana perasaan anda Sangat senang Cukup senag Biasa saja Agak tidak senang Tidak menyenangkan Sangat tidak menyenangkan Jumlah nilai : 0 = baik sekali 1 = baik 2 = kurang baik 3 = kurang 4 = buruk

5 = buruk sekali 19 8. Pemeriksaan fisik5,6,7: a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan 1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli- bulineurogenik 2) mukosa rectum 3) keadaan prostat antara lain : Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar lobus dan batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna menunjukan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Volume yang normal pada dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran lebih tepat dapat menggunakan transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah terdapat fluktuansi (abses prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat tidak simetris. Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE) 20 9. Diagnosa banding 8

Kontraktur/striktur buli Gejala obstruksi Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia Kriteria Pembesaran Prostat Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah : 1. Rektal grading Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum : - derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum - derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum - derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum - derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum 21

2. Berdasarkan jumlah residual urine - derajat 1 : < 50 ml - derajat 2 : 50-100 ml - derajat 3 : >100 ml - derajat 4 : retensi urin total 3. Intra vesikal grading - derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet - derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter - derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter - derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter 4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi : - derajat 1 : kissing 1 cm - derajat 2 : kissing 2 cm - derajat 3 : kissing 3 cm - derajat 4 : kissing >3 cm 8 Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai 50 100 ml III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml IV Retensi urin total 22 10. Pemeriksaan laboratorium 5,7,9: a. Sedimen urin Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa. b. Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan c. Faal ginjal Mencari kemungkinan

adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi. d. Gula darah Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik) e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen) Jika curiga adanya keganasan prostat 11. Pemeriksaan Patologi Anatomi 9 BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia 23 12. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia : a. Foto polos5 Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)5,7,10 Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat. Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume prostat, caranya step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal diukur ,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L). c. Sistoskopi 7,11 Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope , berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi. Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia 24 d pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. Gambar 9. Gambaran Sonografi Prostat Normal Gambar 10. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia e.Sistografi buli11

Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia 25 13. Pemeriksaan lain5,12 : Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara

berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi. Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH Keterangan : Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari 15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi. Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin residunya 100 mL. 26 Diagnosis Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui : 1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif 2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai prostat yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas atas semakin sulit untuk diraba. 3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi. 4. Pemeriksaan pencitraan : Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail. Dengan trans rectal ultra sonography (TRUS), dapat terlihat prostat yang membesar. 5. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.

6. Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu urin yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi).2 ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi kandung residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak ny Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal 27 15. Penatalaksanaan5 Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif. Di dalam praktek pembagian besar prostat derajat I IV digunakan untuk menentukan cara penanganan. DERAJAT I Belum memerlukan tindak bedah, diberikan tindakan konservatif, misalnya dengan penghambat adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosin dan terazosin. Keuntungan obat penghambat adrenoreseptor alfa ialah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikit pun. Kekurangannya ialah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama. DERAJAT II Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra ( trans urethral resection = TUR ). Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%. Kadang derajat dua dapat dicoba dengan pengobatan konservatif.

DERAJAT III Reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedah yang cukup berpengalaman. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan pembedahan. 28

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau perineal. Pada operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah menurut pfannenstiel ; kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya. Keuntungan teknik ini adalah dapat sekaligus untuk mengangkat batu buli buli atau divertikelektomi apabila ada divertikulum yang cukup besar. Cara pembedahan retropubik menurut milin dikerjakan melalui sayatan kulit pfannenstiel dengan membuka kandung kemih, kemudian prostat dienukleasi. Cara ini mempunyai keunggulan yaitu tanpa membuka kandung kemih sehingga pemasangan kateter tidak lama seperti bila membuka vesika. Kerugiannya, cara ini tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam kandung kemih. Kedua cara pembedahan terbuka tersebut masih kalah dibandingkan dengan cara TUR, yaitu morbiditasnya yang lebih lama, tetapi dapat dikerjakan tanpa memerlukan alat endoskopi yang khusus, dengan alat bedah baku. Prostatektomi melalui sayatan perineal tidak dikerjakan lagi. DERAJAT IV Tindakan yang pertama harus dikerjakan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif dengan TUR atau pembedahan terbuka. Penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan, dapat diusahakan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Efek samping obat ini adalah gejala hipotensi, seperti pusing, lemas, palpitasi dan rasa lemah. Pengobatan konservatif ialah dengan pemberian obat antiandrogen yang menekan produksi LH. Kesulitan pengobatan konservatif adalah menetukan berapa lama obat harus diberikan dan efek samping obat. Pengobatan lain yang invasif minimal adalah pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang pada ujung kateter. Dengan cara yang disebut transurethral micro wave thermotherapy ( TUMT ) ini, diperoleh hasil perbaikan kira kira 75 % untuk gejala objektif. 29 Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal Watchful waiting Penghambat adrenergik Fisioterapi 1. TURP 2. TUIP 3. TULP Elektovaporasi Hormonal Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna5 Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia14 Riwayat Pemeriksaan fisik & DRE Urinalisa PSA (meningkat/tidak) Indeks gejala AUA Gejala ringan (AUA7)/ tdk ada gejala

Gejala sedang /berat (AUA8) Retensi urinaria+gejala yang berhubungan dg BPH Hematuria persistent Batu buli Infeksi saluran urinaria berulang Insufisiensi renal Operasi Tes diagnostic Uroflow Residu urin postvoid Pilihan terapi Terapi non-invasif Terapi invasif Tes diagnostic Pressure flow Uretrosistoskopi USG prostat Watchful waiting Terapi medis Terapi minimal invasif Operasi 30 Penatalaksanaan Nilai indeks gejala BPH Efek samping Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi retensi urinaria Penatalaksanaan medis Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11% Hidung berair-11% Sakit kepala-12% Menggigil-15% 5 alpha-reductase inhibitors Ringan 3-4 Masalah ereksi-8% Kehilangan hasrat sex-5% Berkurangnya semen-4% Terapi kombinasi Sedang 6-7 kombinasi Terapi invasi minimal Transuretral microwave heat Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74% Infeksi9% Prosedur kedua dibutuhkan-10- 16% TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31% Infeksi-17% Prosedur kedua dibutuhkan-23% Operasi TURP, laser & operasi sejenis Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21% Urgensi&frekuensi-6-99% Gangguan ereksi-3-13% Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6% Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat Hiperplasia15 a. Watchful waiting 5 Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama. 31 Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain. b. Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika

dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH. Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan. Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat. Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari 32 OH OO OH H -reductase type 1 and 2 NADPH NADP Testosterone Dihydrotestosterone

-ARs) 2) Penghambat 5 reduktase 5,13 Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan. Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 reduktase - pada tipe 1 dan - hanya pada tipe 2 5ARI 33 3) Fitofarmaka5 Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding

globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya. c. Terapi Invasif Minimal Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan 1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur. Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi. Gambar 16. Microwave Transurethral 34 2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP). Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal 3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin Gambar 18. Thermotherapy dengan Air 35 4) Intra-Prostatic Stent Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

Gambar 19. Intra-Prostatic Stent d. Bedah 1) Operasi transurethral. 5,11,13,16,17 Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra. Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah. Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP 36 operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik. Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra. Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut Perdarahan Perdarahan Inkontinensi Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi Perforasi Ejakulasi retrograde Striktur uretra Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP (a) (b) (c) 37 Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih muda. Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)

2) Open surgery. 5,12 Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%. 3) Operasi laser 5, 7,11 Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan 38 beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan. Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya. Gambar 23. Interstitial laser coagulation b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP). PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama. Gambar 24. Potoselectif vaporisasi prostat 39 e. Kontrol berkala 5 untuk mengetahui apakah terdapat -reduktase Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan kePengobatan penghambat 5-adrenegik Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan pemeriksaan IPSS Pembedahan Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.

40 BAB III KESIMPULAN 1. Hiperplasia prostat mempunyai angka kejadian yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. 2. Etiologi dari hiperplasia prostat hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, beberapa teori menyebutkan hal ini berkaitan dengan meningkatnya kadar DHT dan karena proses aging (menjadi tua). 3. Hiperplasia prostat menyebabkan gejala obstruksi dan iritasi saluran kemih 4.. Tanda-tanda obyektif hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat, pengurangan laju pancaran urin, dan volume residu urin yang besar. 5. Derajat beratnya obstruksi pada hiperplasia prostat tidak bergantung pada ukuran besar prostat melainkan ditentukan oleh volume residu urin dan laju pancaran urin waktu miksi 6.. Guna menentukan derajat pembesaran prostat dapat dilakukan dengan beberapa cara , seperti rektal grading, berdasarkan jumlah residual urin, intra vesikal grading dan berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi. 7. Derajat berat gejala klinik hiperplasia prostat dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada pemeriksaan colok dubur dan sisa volume urin yang digunakan untuk menentukan cara penanganan atau penatalaksanaannya. 8. Klasifikasi lain untuk menentukan berat gangguan miksi yaitu dengan menggunakan skor WHO PSS, dimana skor dibawah 15 dianjurkan untuk terapi non bedah atau terapi konservatif, sedangkan skor 25 lebih atau bila timbul obstruksi dianjurkan terapi bedah 9. Penatalaksanaan terapi pada hiperplasia prostat dapat dibagi menjadi empat macam , yaitu : a. Observasi (Watchful waiting) b. Medikamentosa c. Operatif d. Invasif minimal 41 10. Tindakan bedah baik itu prostatektomi terbuka maupun prostatektomi endourologi masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (>90%) meskipun akhir-akhir ini dikembangkan beberapa terapi non-bedah yang kurang invasif 11. Trans Urethral Resection (TUR) masih merupakan prosedur bedah yang lebih disukai untuk penanganan hiperplasia prostat. 12. Yang termasuk di dalam terapi konservatif non operatif yaitu : a. Observasi (Watchful waiting) b. Medikamentosa

- Penghambat adrenergik alpha - Fitoterapi - Hormonal a. Invasif minimal - Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT) - Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD) - Trans Urethral Needle Ablation (TUNA) - Stent Urethra 13. Selain pada kelompok hiperplasia prostat derajat 1 dan mungkin juga pada derajat 2, tindakan terapi konservatif non bedah ini dapat dilakukan jika keadaan umum penderita tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi. 42 DAFTAR PUSTAKA 1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997. 2. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs Principles of Surgery. 8th Edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies,Inc; 2005 3. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998. 4. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama, Jakarta : Binarupa Aksara, 1995. 5. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC, 1994. 6. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, Jakarta : EGC, 1997. 7. Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek Efek Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002. 8. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan, Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo, 1993. 9. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK UNDIP. 10. Nasution I. Pendekatan Farmakologis Pada Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), Semarang : Bagian Farmakologi dan Terapeutik FK UNDIP. 11. Soebadi D.M. Fitoterapi Dalam Pengobatan BPH, Surabaya : SMF/Lab. Urologi RSUD Dr. Soetomo-FK Universitas Airlangga, 2002. 12. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000. 13. Anonim. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997. 14. Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 15. Hugh. A.F. Dudley. Hamilton Baileys Emergency Surgery 11th edition, Gadjah Mada University Press, 1992. 43

16. Mansjuoer Akan, Suprohaita, Wardhani W.I, Setiowulan W., Kapita Selekta Kedokteran, 3rd edition,Jakarta : Media Aesculapius FK-UI, 2000 17. Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran ; 2002: 203-7

You might also like