You are on page 1of 8

RESUME KASUS

DI RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI (RSMM) BOGOR RUMAH SAKIT KHUSUS JIWA DHARMA GRAHA (RSKDG) SERPONG RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT (RSKO) JAKARTA

Di Susun Oleh:
HANIK FITRIA CAHYANI

PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013

1.

RESUME KASUS DI RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI (RSMM) BOGOR Klien dengan nama inisial Tn. S berusia 24 tahun, masuk RSMM pada tanggal 27 November 2013 dan ditempatkan di Ruang Kresna Laki-Laki (Ruang Psikiatri Akut) dengan nomor rekam medis 258151. Klien dilakukan pengkajian pada tanggal 28 November 2013, sumber informasi didapatkan dari klien, keluarga dan rekam medis. Klien masuk RSMM dengan alasan klien marah-marah, sering tertawa sendiri, menendang dan menendang kaca. Dari hasil pengkajian didapatkan informasi bahwa klien mengalami gangguan jiwa sejak 2 tahun yang lalu dan selama ini sudah berobat jalan ke RS Fatmawati, tetapi pengobatan tidak efektif dan klien tidak meminum obat secara teratur. Klien pernah melakukan aniaya fisik kepada dirinya sendiri pada usia 24 tahun karena bisikan halusinasinya menyuruhnya menabrak kaca sehingga dirujuk ke RSMM Bogor. Riwayat keluarga tidak pernah ada penyakit gangguan jiwa, dan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi pasien adalah ketika ia putus sekolah karena diajak temannya kabur dari rumah lalu menjadi bandar judi, selain itu ia kehilangan neneknya yang merupakan orang terdekatnya. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan nilai TTV sebagai berikut: TD: 110/70 mmHg, N: 88x/menit, S: 37C, P: 18x/menit dan klien tidak mengeluh adanya keluhan fisik. Pola asuh klien sering dimanja oleh neneknya, jadi klien dekat dengan neneknya. Komunikasi antara orangtua dan klien kurang terbuka (introvert). Pengambil keputusan adalah Ayah klien, dan klien tinggal dengan kedua orangtua nya di rumah. Klien memiliki gambaran diri, identitas diri, peran, dan ideal diri yang positif. Klien merasa kurang dalam hal agamanya dan menganggap orang lain lebih baik dari dia. Selama ini hubungan sosial klien baik-baik saja. Orang yang sangat berarti dalam hidupnya adalah almarhumah nenek dari klien. Nilai dan keyakinan yang dianut oleh klien adalah agama Islam, kegiatan ibadah klien yaitu sholat lima waktu yang dikerjakan tepat waktu dan sering berdoa serta berdzikir setelah shalat wajib dan sunnah. Pada pengkajian status mental, penampilan klien nampak rapi, pakaian sesuai, dan bersih karena selalu ganti pakaian setiap habis mandi.Saat interaksi, klien tampak koheren menjawab pertanyaan perawat, klien sering mengatakan hal-hal yang tidak nyata sesuai dengan halusinasinya.Berdasarkan observasi perawat, aktivitas motorik klien nampak tegang ketika halusinasinya muncul.Alam perasaan yang nampak pada klien adalah rasa khawatir, klien mengatakan ada bisikan-bisikan yang menyuruhnya untuk bunuh diri, klien

mengatakan sedih sampai sekarang karena nenek klien meninggal.Afek klien nampak labil, kadang klien terlihat ceria dan mengatakan senang, lalu tidak lama klien seperti sedih dan nampak ada penyesalan di wajahnya.Klien kooperatif dalam setiap interaksi, namun ketika halusinasinya muncul klien tiba-tiba terdiam.Klien mengatakan melihat bayangan orangorang seperti ulama berkumpul, melihat Kabah, juga mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya beribadah dan kadang juga menyuruhnya untuk bunuh diri.Klien mengatakan halusinasi itu muncul setiap waktu, terutama saat Adzan berkumandang.Klien mengatakan jika halusinasinya menyuruh kebaikan atau berdzikir, klien merasa tenang, namun jika halusinasinya menyuruh bunuh diri klien merasa cemas atau khawatir. Tidak nampak adanya gangguan proses pikir pada klien, tidak ada data objektif juga yang menunjukkan bahwa klien mengalami waham. Tingkat kesadaran klien compos mentis, klien juga tidak mengalami disorientasi orang, tempat, ataupun waktu.Pada saat perawat menanyakan ingatan jangka panjang, pendek, dan saat ini klien tidak nampak memiliki gangguan memori.Tingkat konsentrasi klien mudah beralih karena munculnya halusinasi.Klien tidak memiliki gangguan penilaian dalam memutuskan sesuatu.Klien tidak mengingkari bahwa dirinya sakit dan tidak menyalahkan hal-hal diluar dirinya. Aktivitas sehari-hari klien sebagian besar dengan bantuan minimal, seperti makan, BAB/BAK, mandi, dan minum obat.Klien perlu mendapat perawatan lanjutan atau rawat jalan.Klien juga memliki sistem pendukung dari keluarga.Mekanisme koping klien maladaptif, dibuktikan dengan data subjektif bahwa klien mengatakan menendang kaca sampai pecah dan kakinya terluka, klien juga mengaku pernah minum minuman beralkohol saat ada masalah.Klien pernah putus sekolah karena diajak temnnya menjadi bandar judi.Klien pernah menjalani rawat jalan namun tidak efektif.Klien mengatakan tidak mengetahui mengenai obt-obatan yang harus diminum. Diagnosa medis klien adalah skizofrenia hebefrenik dan klien mendapat terapi Haloperidol 3x 5 mg, Chlorpromazine 1x 100 mg, Trihexiphenidil 3x 2 mg, Risperidon 2x 2 mg, dan injeksi Valium jika klien gelisah. Diagnosa keperawatan yang ditemukan antara lain Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Lihat-Dengar, Resiko perilaku kekerasan, Penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif. Implementasi yang sudah dilakukan yaitu melatih cara menghardik, bercakapcakap, aktivitas/kegiatan, tarik napas dalam, pukul kasur, minum obat serta penkes terhadap keluarga. Evaluasinya sejauh ini klien mengatakan masih mendengar bisikan dari hati tetapi

tidak ada keinginan untuk marah-marah lagi, klien mampu melatih cara menghardik secara mandiri, mampu melatih cara bercakap-cakap dengan orang lain, mampu memahami penkes tentang penggunaan obat, mampu melakukan aktivitas sesuai jadwal kegiatan harian secara mandiri, serta mampu melakukan tarik napas dalam dan teknik pukul bantal/kasur.

2.

RESUME KASUS DI RUMAH SAKIT KHUSUS JIWA DHARMA GRAHA SERPONG Klien dengan nama inisial Tn. W berusia 52 tahun, masuk RSK Dharma Graha pada tanggal 8 Agustus 2013 dan ditempatkan di Ruang Anggrek (laki-laki) dengan nomor rekam medis 001010. Klien dilakukan pengkajian pada tanggal 9 Desember 2013, sumber informasi didapatkan dari klien dan rekam medis. Klien masuk ke RSK Dharma Graha dengan alasan klien sering marah-marah, membanting barang, dan berperilaku aneh. Dari hasil pengkajian didapatkan informasi bahwa klien mengalami gangguan jiwa sejak tahun 1996 dan sebelumnya sudah pernah rawat di RS Dharmajaya, tetapi pengobatan tidak efektif dan klien tidak meminum obat secara teratur. Klien pernah melakukan aniaya fisik kepada dirinya sendiri pada usia 52 tahun karena kesal banyak pikiran dan pernah melakukan percobaan bunuh diri selama dirawat di RSK Dharma Graha. Riwayat keluarga ada yang memiliki penyakit gangguan jiwa yaitu ibunya. Pengalaman yang tidak menyenangkan bagi pasien adalah ketika usaha atau tokonya bangkrut, sudah 13 tahun membangun usaha tetapi akhirnya gagal dan juga sempat tidak menyelesaikan kuliahnya di jurusan teknik mesin Singapura. Selain itu, ia kehilangan ibunya (meniggal dunia) pada usia 8 tahun dan ayahnya meninggal pada usia 27 tahun. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TTV sebagai berikut TD: 110/70 mmHg, N: 88x/menit, S: 37C, P: 18x/menit dan tidak ada keluhan fisik. Klien adalah anak tunggal dimana ibunya meninggal saat usia 8 tahun dan ayanhnya juga meninggal saat usia 27 tahun. Pola asuh klien adalah klien kurang memperoleh kasih sayang orang tua karena semenjak ibu klien meninggal, ayah klien menikah lagi dan klien disekolahkan di Singapura dan hidup mandiri di asrama. Komunikasi antara ayah dan klien kurang baik karena ayah jarang berkunjung ke tempat klien saat klien bersekolah. Pengambilan keputusan adalah istri klien, dan klien tinggal berdua dengan istrinya di rumah karena klien tidak memiliki anak. Klien memiliki konsep diri yang negatif. Klien mengatakan bahwa klien tidak menyukai dirinya karena klien memiliki IQ jongkok, sebagai suami klien merasa tidak berguna karena tidak dapat menafkahi istri, klien selalu menyebut dirinya sebagai anak tunggal yaitm piatu, merasa tidak puas dengan pekerjaanya karena semua pekerjaan yang pernah dimilki tidak ada yang profesional. Klien merasa usahanya bangkrut dan sudah malas untuk bekerja lagi dan merasa sebagai pengangguran. Ideal diri klien adalah klien ingin

membuka toko optik lagi untuk tempat usaha istrinya tetapi saat ini sudah tidak ada harapannya lagi. Klien merasa malu dan minder dengan teman-temannya karena mereka bisa sukses daripada dirinya. Klien juga merasa dirinya adalah sampah masyarakat yang tidak pantas hidup dan tinggal menunggu ajal. Hubungan sosial klien kurang baik, klien tidak pernah mengikuti kegiatan kelompok saat di rumah karena malas. Orang yang sangat berarti dalam hidupnya adalah istri klien. Nilai dan keyakinan yang dianut oleh klien adalah agama Katolik, kegiatan ibadah klien yaitu berdoa setiap pada waktunya dan selalu dikerjakan. Pada pengkajian status mental, penampilan klien nampak rapi, pakaian sesuai, dan bersih karena selalu ganti pakaian setiap habis mandi. Saat interaksi, klien tampak koheren menjawab pertanyaan perawat. Berdasarkan observasi perawat, aktivitas motorik tampak lemas, lesu dan tidak bersemangat. Alam perasaan yang nampak pada klien adalah rasa sedih dan putus asa, afeknya sesuai dan interaksi selama wawancara pun klien kooperatif. Tidak ada tanda-tanda halusinasi pada klien dan juga tidak nampak adanya gangguan proses pikir pada klien, tidak ada data objektif juga yang menunjukkan bahwa klien mengalami waham. Tingkat kesadaran klien compos mentis, klien juga tidak mengalami disorientasi orang, tempat, ataupun waktu. Pada saat perawat menanyakan ingatan jangka panjang, pendek, dan saat ini klien tidak nampak memiliki gangguan memori.Tingkat konsentrasi klien masih bagus. Klien tidak memiliki gangguan penilaian dalam memutuskan sesuatu. Klien tidak mengingkari bahwa dirinya sakit dan tidak menyalahkan hal-hal diluar dirinya. Aktivitas sehari-hari klien sebagian besar dengan bantuan minimal, seperti makan, BAB/BAK, mandi, dan minum obat. Klien perlu mendapat perawatan lanjutan atau rawat jalan.Klien juga memliki sistem pendukung dari keluarga.Mekanisme koping klien maladaptif, dibuktikan dengan data subjektif bahwa klien mengatakan menendang kaca sampai pecah dan kakinya terluka, klien juga mengaku pernah minum minuman beralkohol saat ada masalah.Klien pernah putus sekolah karena diajak temnnya menjadi bandar judi. Klien pernah menjalani rawat jalan namun tidak efektif.Klien mengatakan tidak mengetahui mengenai obt-obatan yang harus diminum. Diagnosa medis klien adalah skizofrenia hebefrenik dan klien mendapat terapi Devacote 1x 250 mg, Risperidon 2x 2 mg, Hexymer 1x2 mg, dan Metformin 2x500 mg. Diagnosa keperawatan yang ditemukan antara lain Harga Diri Rendah: Kronis, Isolasi sosial, Risiko Perilaku Kekerasan, dan Penatalaksanaan regimen terapeutik tidak

efektif. Implementasi yang sudah dilakukan yaitu melatih kemampuan positif yang dimiliki pasien, yaitu melatih kemampuan berbicara bahasa inggris, melatih cara tarik napas dalam dan pukul bantal, melatih cara berkenalan yang baik serta cara memperkenalkan teman baru kepada orang lain. Evaluasinya sejauh ini adalah klien mengatakan malas melakukan apa pun disini, klien masih sering menyendiri, kadang-kadang mengikuti kegiatan tetapi kurang aktif, mampu melatih tarik napas dalam dan pukul bantal/kasur sesuai jadwal kegiatan harian, mampu melatih kemampuannya untuk berbicara bahasa inggris, mampu berkenalan dengan 5 perawat.

3.

RESUME KASUS DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT (RSKO) JAKARTA Klien dengan nama inisial Ny. D berusia 35 tahun, masuk RSKO pada tanggal 4 Desember 2013 dan ditempatkan di Ruang MPE dengan nomor rekam medis 017967. Klien dilakukan pengkajian pada tanggal 16 Desember 2013, sumber informasi didapatkan dari klien dan rekam medis. Alasan masuk klien dibawa ke RSKO adalah karena disuruh oleh keluarga dan klien pun tidak menolak. Klien menggunakan NAPZA sejak tahun 1996 (waktu SMP) dan zat yang pertama kali digunakan adalah ganja dengan alasan pemakaian adalah ingin tahu/coba-coba. Sempat berhenti dan mulai menggunakan NAPZA kembali pada waktu kuliah dengan alasan pengaruh dari pacarnya yang juga seorang pemakai. Awalnya adalah karena pacarnya mengatakan lebih memilih putau dari pada klien sehingga klien penasaran dan ingin coba-coba untuk merasakan putau juga dengan melalui suntikan yang dibantu oleh pacarnya. Selain ganja dan putau, klien juga pernah menggunakan ilnex dan shabu namun klien mengatakan tidak cocok dan tidak lagi menggunakannya. Sampai saat ini zat yang sering digunakan yaitu putau dengan frekuensi pemakaian 4-6 kali sehari. Selain itu, klien juga merupakan seorang perokok berat sejak SMP karena mencontoh ayahnya yang perokok juga. Klien mengatakan sudah lebih dari 10 kali masuk ke tempat rehabilitasi dan tidak ada perubahan sama sekali. Karena setelah klien pulang dari rehabilitasi klien tetap menggunakan zat kembali dengan alasan susah untuk mengontrol sugesti dan selalu teringat dengan efek-efek yang dirasakan saat pemakaian. Tempat rehabilitasi yang sudah pernah ditempati oleh klien adalah RSMM Bogor, BNN, pesantren rehabilitasi dan RSKO. Selain itu klien juga sering berobat jalan ke RSUP Fatmawati. Klien mengatakan bahwa klien pernah masuk penjara selama 8 bulan karena kepergok oleh polisi saat membeli putau. Klien mengatakan bahwa klien trauma berhubungan dengan laki-laki karena pernah dikhianati oleh pacarnya yang menikah dengan orang lain sehingga klien memutuskan untuk berhubungan dengan sesama jenis (lesbian). Diagnosa keperawatan yang ditemukan antara lain: Koping individu tidak efektif: belum mampu menahan keinginan untuk menggunakan zat kembali, Gangguan identitas personal, Kurang pengetahuan tentang HIV/AIDS dan nyeri.

You might also like