You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN Rinoskleroma adalah penyakit yang jarang di Amerika Serikat dan Inggris, tapi endemik di beberapa Negara

di Asia, Amerika, Eropa dan Afrika. Di Indonesia, Rinoskleroma telah dilaporkan sejak sebelum perang dunia ke dua. Kasus pertama ditemukan oleh Snidgers dan Stoll (1918) di Sumatera Utara. Dilaporkan banyak terdapat di Sulawesi Utara. Dilaporkan banyak terdapat Sulawesi Utara dan Bali.7,8,10,13,14,16,17,18 Rinoskleroma adalah penyakit menahun granulomatosa yang bersifat progresif, mengenai traktus respiratorius bagian atas terutama hidung. Penyakit ini ditandai dengan penyempitan rongga hidung sampai penyumbatan oleh suatu jaringan granulomatosa yang keras serta dapat meluas ke nasofaring, orofaring, subglotis, trakea dan bronkus. Rinoskleroma disebabkan oleh Bacillus gram negatif (Klebsiella rhinoscleromatis).1,2,3...20 Penyakit ini pertama kali digambar oleh Von Hebra (1870). Mikulicz menemukan sel-sel yang dianggap khas untuk penyakit ini dan Von Frisch menemukan basil jenis Klebsiella yang dianggap sebagai penyebab penyakit ini.7,10,12,13,15,16,17,18 Infeksi biasanya dimulai dari bagian anterior hidung sebagai plak submukosa yang lembut, meluas secara bertahap menjadi nodul padat yang tidak sensitif, dan dalam beberapa tahun akan mengisi dan menyumbat hidung. Bila tidak diterapi akan meluas ke bibir atas dan hidung bawah sehingga menimbulkan deformitas yang luas.7,8,9,16,17,18 Diagnosis berdasarkan perjalanan klinis dan pemeriksaan patologi spesimen yang memperlihatkan sel-sel Mikulicz yang khas dan bakteri berbentuk batang dalam sitoplasma.7,11,13,14,15,16,18,19 Pengobatan meliputi medikamentosa, radiasi dan pembedahan, namun sampai sekarang belum ada cara tepat yang memberikan hasil memuaskan.7,8,9,11,16,17,18,19

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

BAB II ANATOMI dan FISIOLOGI

Available from : http://antranik.org/the-respiratory-system/ Hidung luar berbentuk seperti piramid dengan bagian-bagiannya secara berurut dari atas ke bawah: 1. Pangkal hidung 2. Dorsum nasi 3. Puncak hidung (apeks) 4. Ala nasi 5. Kolumela 6. Lubang hidung (nares anterior)1,2,3,4,5 Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1. Tulang hidung (os nasalis) 2. Proseus frontalis os maksilla 3. Proseus nasalis os frontal1,2,3,4,5

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri atas beberapa tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yakni : 1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior 2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago ala mayor) 3. Beberapa pasang kartilago ala minor 4. Tepi anterior kartilago septum1,2,3,4,5

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1,2,3,4,5 Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebaseadan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.1,2,3,4,5 Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah : 1. Lamina perpendicularis os etmoid 2. Vomer

3. Krista nasalis os maksilla 4. Krista nasalis os palatina1,2,3,4,5

Serta bagian tulang rawan adalah : 1. Kartilago septum (lamina kuadrangularis) 2. Kolumela1,2,3,4,5

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

Available from : http://2.bp.blogspot.com/9gOzwXSNpZM/TcgL06DzwFI/AAAAAAAAAgc/y-CtBpQx4Wc/s1600/j5a052f1.jpg Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter.1,2,3,4,5 Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yakni meatus inferior, medius, dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.1,2,3,4,5 Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung di mana terdapat muara sinus frontal, sinus maksilla dan sinus etmoid anterior. 1,2,3,4,5 Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.1,2,3,4,5

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksilla dan os palatum.1,2,3,4,5 Dinding superior sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, uang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Cabang sfenopalatina dari arteri maksilaris interna menyuplai konka, meatus dan septum. Cabang etmoidalis anterior dan posterior dari arteri oftalmika menyuplai sinus frontalis dan etmoidalis serta atap hidung. Sedangkan sinus maksilaris diperdarahi oleh suatu cabang arteri labialis superior dan cabang infraorbitalis serta alveolaris dari arteri maksilaris interna, dan cabang faringealis dari arteri maksilaris interna disebarkan ke dalam sinus sfenoidalis. Vena-vena membentuk suatu pleksus kavernosus yang rapat di bawah membrana mukosa. Pleksus ini terlihat nyata di atas konka media dan inferior, serta bagian bawah septum dimana ia membentuk jaringan erektil. Drainase vena terutama melalui vena oftalmika, fasialis anterior dan sfenopalatina.1,2,3,4,5

Available from : http://classconnection.s3.amazonaws.com/167/flashcards/1546167/png/screen_shot _2012-05-09_at_113224_pm1336563158234.png

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

Available from : http://classconnection.s3.amazonaws.com/783/flashcards/1336783/jpg/nose133347 2318916.jpg Suplai saraf pada hidung yang terlibat langsung adalah saraf kranial pertama untuk penghiduan, divisi oftalmikus dan maksilaris dari saraf trigeminus untuk impuls aferen sensorik lainnya, saraf fasialis untuk gerakan otot-otot pernapasan pada hidung luar, dan sistem saraf otonom. Yang terakhir ini terutama melalui ganglion sfenopalatina, guna mengontrol diameter vena dan arteri hidung, dan juga produksi mukus, dengan demikian dapat mengubah pengaturan hantaran, suhu dan kelembaban aliran udara.1,2,3,4,5

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

Available from: http://3.bp.blogspot.com/TBOTDi7RguY/TpKIDeVkLHI/AAAAAAAAAG4/LdhGG6CnUJQ/s1600/Makalah_Ref erat_Hidung_Berbau.jpg Fisiologi dari hidung diantaranya ialah : Sebagai jalan napas Pengatur kondisi udara (air conditioning) Sebagai penyaring dan pelindung Sebagai indra penghidu Resonansi suara Proses bicara Refleks nasal1,2,3,4,5

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

BAB III PEMBAHASAN

Definisi Rinoskleroma adalah penyakit penyakit menahun granulomatosa yang bersifat progresif, mengenai traktus respiratorius bagian atas terutama hidung. Penyakit ini ditandai dengan penyempitan rongga hidung sampai penyumbatan oleh suatu jaringan granulomatosa yang keras serta dapat meluas ke nasofaring, orofaring, subglotis, trakea, dan bronkus.1,2,3...20

Available from : http://www.51qe.cn/pic/30/12/17/14/002.htm

Epidemiologi Rinoskleroma merupakan penyakit yang jarang di Amerika Serikat dan Inggris, tapi endemik di beberapa negara di Asia, Amerika, Eropa, dan Afrika. Di Indonesia sendiri, rinoskleroma telah dilaporkan ada sejak sebelum perang dunia kedua. Kasus pertama ditemukan oleh Snigders dan Stoll (1918) di Sumatera Utara.

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

Rinoskleroma dapat terjadi pada semua usia. Penyakit ini sering dijumpai pada sosial ekonomi yang rendah, lingkungan hidup yang tidak sehat, dan gizi yang jelek.7,8,10,13,14,16,17,18

Available from: http://www.textmed.com/disease/rhinoscleroma.htm

Etiologi Penyakit ini pertama kali digambarkan oleh Von Hebra (1870). Sedangkan Mikulitz berhasil menemukan sel-sel yang dianggap khas untuk penyakit ini sehingga sel-sel ini dinamai seperti namanya. Adapun Von Frisch menemukan basil jenis Klebsiella yang dianggap sebagai penyebab penyakit ini, yaitu bakteri gram negatif Klebsiella rhinoscleromatis.7,10,12,13,15,16,17,18

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

Available from: http://www.bjorl.org/conteudo/acervo/print_acervo.asp?id=1347

Patologi dan Patogenesis Rinoskleroma menyebar secara inhalasi dari droplet atau bahan yang terkontaminasi oleh baktei klebsiella rhinoscleromatis. Rinoskleroma ditandai

dengan pembengkakan granulomatosa (massa kental atau nodul yang terdiri dari sel-sel kekebalan tubuh atau makrofag). Penyakit ini mungkin di area epitel transisi seperti vestibulum hidung, area subglotik dari laring atau area diantara nasofaring dan orofaring. Imunitas seluler terganggu pada pasien rinoskleroma, namun imunitas humoral berperan.7,8,9,16,17,18 Rasio sel CD4/CD8 berubah karena menurunnya jumlah limfosit CD4, perubahan ini mungkin mempengaruhi berkurangnya respon sel T. Makrofag tidak sepenuhnya teraktivasi. Mukopolisakarida, di kapsul bakteri mungkin berkontribusi untuk menghalangi proses fagositosis. Sebaliknya, pasien yang imunokompeten dalam setiap hal kecuali untuk fagositosis organisme yang tidak efektif oleh sel-sel Mikulicz. 7,8,9,16,17,18

10

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

Rinoskleroma biasanya mengenai kavum nasal, tetapi lesi oleh karena rinoskleroma dapat juga menyerng laring, nasofaring, cavum oral, sinus paranasal, atau jaringan lunak dari bibir, hidung, trakea dan bronkus. 7,8,9,16,17,18 Rinoskleroma biasanya bilateral, tetapi mungkin juga perluasannya terbatas atau distribusi asimetris. Penyakit ini dapat berkembang menuju ke sinus etmoid, sphenoid, frontal dan maksilaris, menonjol dari nares anterior, atau infiltrasi ke lidah atas. Ke atas, penyakit ini mungkin dapat menginvasi ke duks nasolakrimalis dan orbita, serta kasus perluasan ke intrakranial teah digambarkan. Ke bawah, massa dapat menonjol dari koana dan mengenai tuba eustachius dan telinga tengah. Dari laporan kasus didapati rinoskleroma bilateral 67% dan unilateral 33%.7,8,9,16,17,18 Konka inferior dan media selalu terkena, dan mengalami atrofi atau destruksi komplit, septum nasal juga sering hancur. Penyebaran ke dinding sinus jarang ditemukan, ketika terjadi akan menunjukkan gambaran absorpsi komplit dari tulang akibat progresi penyakit ini sehingga menyebabkan penipisan dinding sinus.
7,8,9,16,17,18

Gejala Klinik Gejala tergantung pada area, perluasan dan lamanya penyakit. Di hidung dapat dibedakan menjadi tiga stadium:7,8,9,11,13,14,17,18,20 Stadium I (Kataralis, Atrofi, Eksudasi) Ditemukan pada usia sekolah. Gambaran penyakit pada stadium ini tidak khas, sering seperti rinitis biasa. Dimulai dengan cairan hidung encer, sakit kepala, sumbatan hidung yang berkepanjangan, kemudian diikuti cairan mukopurulen berbau busuk; dapat terjadi gangguan penciuman. 7,8,9,11,13,14,17,18,20

Stadium II (Granulomatous, Infiltratif, Noduler)

11

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

Ditandai dengan hilangnya gejala rinitis. Terjadi pertumbuhan yang disebut nodular submucous infiltration di mukosa hidung yang tampak sebagai tuberkel di permukaan hidung. Lama-lama tuberkel ini bergabung menjadi satu massa noduler yang sangat besar, mudah berdarah, kemerahan, tertutup mukosa dengan konsistensi padat seperti tulang rawan. Kemudian terjadi invasi, dapat ke arah posterior (nasofaring) maupun ke depan (nares anterior). 7,8,9,11,13,14,17,18,20

Stadium III (Skleromatous, Stenosis, Sikatrik) Massa secara perlahan-lahan menjadi avaskuler dan terjadi fibronisasi yang diikuti oleh adhesi struktur jaringan lunak, kontraksi jaringan yang akhirnya membentuk jaringan parut dan penyempitan jalan nafas. Pada stadium ini sel-sel Mikulicz sulit ditemukan. Proses yang sama dapat terjadi pada mulut, faring, laring, trakea dan bronkus. 7,8,9,11,13,14,17,18,20

Keluhan penderita sesuai dengan stadiumnya. Pada stadium I, hanya pilek yang tidak mau sembuh dengan pengobatan biasa. Lebih lanjut rongga hidung mulai dipenuhi krusta yang menyebabkan hidung tersumbat dan berbau busuk serta mukosa hidung menjadi kemerahan. Pada stadium II, di samping keluhan hidung tersumbat juga sering terjadi perdarahan dari hidung. Pada stadium ini biasanya penyakit mudah dikenali. Dari pemeriksaan, kavum nasi dipenuhi oleh jaringan yang mudah berdarah, kemerahan, konsistensi padat, permukaan licin tanpa ulkus. Pada stadium ini penyakit mudah meluas sampai ke traktus respiratorius bagian bawah. Stadium III adalah stadium yang sudah tenang dengan keluhan dan gejala dari sisa kelainan yang menetap akibat proses sikatrisasi dan kontraksi konsentrik jaringan granulomatosa yang mengeras. 7,8,9,11,13,14,17,18,20

12

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik yang meliputi: rinoskopi anterior/posterior, laringoskopi indirek/direk dan bronkoskopi, ditambah dengan pemeriksaan (test penunjang komplemen seperti fiksasi, radiologi, test bakteriologi, dan

histopatologi,

serologi

aglutinasi)

imunokimia.7,11,13,14,15,16,18,19

Availablee from: http://yester.ispub.com/journal/the-internet-journal-of-tropicalmedicine/volume-5-number-2/rhinoscleroma-mimicking-as-acute-invasive-fungalpan-sinusitis.article-g01.fs.jpg

Diagnosis Banding Beberapa diantaranya, yakni :11,16,17 1. Proses infeksi granulomatosa: Bakteri: Tuberkulosis, Sifilis, Lepra. Jamur: Histoplasmosis, Blastomikosis, Sporotrikosis, Koksidioidomikosis. Parasit: Leismaniasis mukokutaneus

13

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

2. 3.

Sarkoidosis Wegener granulomatosis

Komplikasi Komplikasi dapat timbul akibat perluasan penyakit ke:16,17,18 1. Organ sekitar hidung: Sinus paranasal, Saluran lakrimal, (dakrioskleroma), Orbita, proptosis, kebutaan, Telinga bagian tengah (otoskleroma), Palatum mole, uvula, orofaring 2. Laring, sering timbul di daerah subglotik yang mengakibatkan kesukaran bernafas, asfiksia dan kematian. 3. 4. Saluran nafas bawah: sumbatan trakeobronkial, atelektasis paru. Intrakranial

Di samping akibat perluasan penyakit, komplikasi dapat juga timbul berupa perdarahan (pada stadium granulomatosa) dan berdegenerasi maligna.

14

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

BAB IV PENATALAKSANAAN

Meliputi : medikamentosa, radiasi dan tindakan bedah; namun sampai sekarang belum ada cara yang tepat dan memuaskan.7,8,9,11,16,17,18,19 1. Medikamentosa. Antibiotik sangat berguna jika hasil kultur positif, tetapi kurang berharga pada stadium sklerotik. Antibiotik yang dapat digunakan antara lain: Streptomisin (0,5-1g/hari), Tetrasiklin (12g/hari), Rifampisin (450mg/hari), Khloramphenikol, Siprofloksasin, Klofazimin. Terapi antibiotik diberikan selama 4-6 minggu dan dilanjutkan sampai dua kali hasil pemeriksaan kultur negatif. Rolland menggunakan kombinasi Streptomisin dan Tetrasiklin dengan hasil yang memuaskan. Steroid dapat diberikan untuk mencegah sikatrik pada stadium granulomatosa. 2. Radiasi. Terapi radiasi pernah diberikan oleh Massod, tetapi hasilnya belum memuaskan. 3. Dilatasi. Cara dilatasi dapat dicoba untuk melebarkan kavum nasi dan nasofaring terutama bila belum terjadi sumbatan total. 4. Pembedahan. Tindakan ini dilakukan pada jaringan skleroma yang terbatas di dalam rongga hidung, sehingga pengangkatan dapat dikerjakan dengan mudah secara intranasal. Jika terjadi sumbatan jalan nafas (seperti pada skleroma laring) harus dilakukan trakeostomi.

15

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

BAB V KESIMPULAN

Rinoskleroma adalah penyakit penyakit menahun granulomatosa yang bersifat progresif, mengenai traktus respiratorius bagian atas terutama hidung. Penyakit ini ditandai dengan penyempitan rongga hidung sampai penyumbatan oleh suatu jaringan granulomatosa yang keras serta dapat meluas ke nasofaring, orofaring, subglotis, trakea, dan bronkus. Penyakit ini pertama kali digambarkan oleh Von Hebra (1870). Sedangkan Mikulitz berhasil menemukan sel-sel yang dianggap khas untuk penyakit ini sehingga sel-sel ini dinamai seperti namanya. Adapun Von Frisch menemukan basil jenis Klebsiella yang dianggap sebagai penyebab penyakit ini, yaitu bakteri gram negatif Klebsiella rhinoscleromatis. Rinoskleroma terbagi menjadi tiga stadium, yaitu stadium I, II, dan III. Pada stadium I gejala-gelaja yang dirasakan penderita tidak khas, seperti rinitis biasa. Stadium II ditandai dengan hilangnya gejala rinitis. Sedangkan pada stadium III, massa secara perlahan-lahan membentuk avaskuler dan terjadi fibronisasi yang diikuti oleh adhesi struktur jaringan lunak, kontraksi jaringan yang akhirnya membentuk jaringan parut dan penyempitan jalan nafas. Pengobatan yang dilakukan dalam mengatasi penyakit ini belum dilaporkan secara jelas dan detil. Antibiotik yang masih menjadi pilihan utama diantaranya seperti streptomisin, tetrasiklin, rifampisin, khloramphenikol, Siprofloksasin, dan Klofazimin. Selain itu, terapi steroid, radiasi, hingga pembedahan juga bisa menjadi solusi.

16

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, G.L, Boies, L.R., Hilger, P.A. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Alih bahasa Wijaya, Caroline. Edisi ke 6. Jakarta. EGC. 1997. 2. Gunardi, S. Hidung dan Sinus Paranasalis. Dalam: Anatomi Sistem Pernapasan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2007. 3. Soetjipto D, dkk. Hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok. Edisi ke-4. Jakarta. Gaya baru-FK UI. 2007. 4. Colman, B. Anatomy. In: Hall & Colmans Diseases of the Nose, Throat and Ear, and Head and Neck. Fourtteenth Edition. Oxford: Educational Low-Priced Livingstone. 5. Maqbool, M. Physiology of Nose and Paranasal Sinuses. In: Textbook of Ear, Nose and Throat Disease. Sixth Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 6. Ballenger, John Jacob. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Dalam : Rinoskleroma. Edisi 13. Jilid I. Alih bahasa: Staf Ahli Bagian THT RSCM-FKUI. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. 7. Ballantyne, J etc. Rhinoscleroma. In: Scott-Browns Diseases of The Ear, Nose and Throat. Fourth Edition. Volume 3. London: Butterworths. 8. Kerr A G. Rhinoscleroma. In: Scott-Browns Otolaryngology. Sixth Edition. Volume 4. London: Butterworth-Heinemann. 9. McCormick M S, etc. Rhinoscleroma. In: A New Short Textbook of Otolaryngology. Third Edition. Liverpool: Educational Low-Priced Books Scheme. 10. Becker W, etc. Rhinoscleroma. In: Ear, Nose, and Throat Disease a Pocket Reference. Second Edition. New York: Georg Thieme Verlag. 1994. 11. Maran, A G D. Scleroma. In: disease of the Nose, Throat and Ear. Tenth Edition. Edinburgh: PG Publishing.

17

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

12. S L, Tan. Rhinoscleroma: a Case Series. In: Case Report. Singapore Med:2012. 13. Razak, AAK, etc. Rhinoscleroma. American Journal of Neuroradiologi. 1999. Page.575-578. 14. Firdousi FA, etc. Rhinoscleroma. In: Journal of Pakistan Medical Association (JPMA). August, 2000. 15. Chavaria AP, etc. Rhinoscleroma. In: Report Case with Extension to The Intestines. Hospital of San Juan De. Costa Rica. 16. Schwartz, RA. Etc. Rhinoscleroma. Medscape Reference. Last Update: May 16, 2012. 17. Akatsuki, z. Rinoskleroa. Dalam: Platinum Theme. Last Update: Minggu, Maret 06, 2011. 18. Munir, D, dkk. Rinoskleroma. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: Grup PT. Kalbe Farma Tbk: 2004. 19. Naraghi, M, etc. Concidence of Rhinoscleroma an Dorfman Disease (Sinus Histiocytos Massive Lymphadenopathy). In: Report of a Case. Iran. Last Update: Wednesday, September 04, 2013. 20. Isac, V M, etc. Rhinoscleroma. In: Case Report. Last Update: 03 Desember 2009.

18

SMF ILMU PENYAKIT THT RSUPM

You might also like