Professional Documents
Culture Documents
Biologi Penyebab Penyakit Klasifikasi jamur Colletotrichum capsici menurut Singh (1998) adalah: Divisio Sub-divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Ascomycotina : Eumycota : Pyrenomycetes : Sphaeriales : Polystigmataceae : Colletotrichum : Colletotrichum capsici
Miselium terdiri dari beberapa septa, inter dan intraseluler hifa. Aservulus dan stroma pada batang berbentuk hemispirakel dan ukuran 70-120 m. Seta menyebar, berwarna coklat gelap sampai coklat muda, seta terdiri dari beberapa septa dan ukuran +150m. Konidiofor tidak bercabang, massa konidia nampak berwarna kemerah-merahan. Konidia berada pada ujung konidiofor. Konidia berbentuk hialin, uniseluler, ukuran 17-18 x 3-4 m. Konidia dapat berkecambah pada permukaan buah yang hijau atau merah tua. Tabung kecambah akan segera membentuk apresorium (Singh, 1998).
Gambar 1. Jamur C. capsici. (Sumber: Roberts et all, 1972) Pada gambar 2 berikut dapat dilihat siklus hidup jamur Colletotrichum capsici.
Gambar 2. Siklus hidup jamur Colletotrichum capsici (Sumber: Roberts et all, 1972)
Pertumbuhan awal jamur Colletotrichum capsici membentuk koloni miselium yang berwarna putih dengan miselium yang timbul di permukaan. Kemudian secara perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna
merah muda sampai coklat muda yang sebetulnya adalah massa konidia (Rusli dkk, 1997).
Gejala Serangan Jamur Colletotrichum dapat menginfeksi cabang, ranting, daun dan buah. Infeksi pada buah terjadi biasanya pada buah menjelang tua dan sesudah tua. Gejala diawali berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit melekuk. Serangan yang lebih lanjut mengakibatkan buah mengerut, kering, membusuk dan jatuh (Rusli dkk, 1997). Bercak berbentuk bundar atau cekung dan berkembang pada buah yang belum dewasa/matang dari berbagai ukuran. Biasanya bentuk bercak beragam pada satu buah cabai. Ketika penyakit mengeras, bercak akan bersatu. Massa spora jamur berwarna merah jambu ke orange terbentuk dalam cincin yang konsentris pada permukaan bercak. Bercak yang sudah menua, aservuli akan kelihatan. Dengan rabaan, akan terasa titik-titik hitam kecil, di bawah mikroskop akan tampak rambut-rambut halus berwarna hitam. Spora terbentuk cepat dan berlebihan dan memencar secara cepat pada hasil cabai, mengakibatkan kehilangan sampai 100%. Bercak dapat sampai ke tangkai dan meninggalkan bintik
yang tidak beraturan berwarna merah tua dengan tepinya berwarna merah tua gelap (Ivey and Miller, 2004).
Daur Penyakit
Pertumbuhan
awal
jamur
Colletotrichum
membentuk
koloni
misselium yang berwarna putih dengan misselium yang timbul di permukan. Kemudian perlahan-lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi oleh warna merah muda sampai cokelat muda yang sebelumnya adalah massa koloni (Rusli dkk, 1997) Tahap awal dari infeksi Colletotrichum umumnya terdiri dari konidia dan germinasi pada permukaan tanaman, menghasilkan tabung
kecambah. Setelah penetrasi maka akan terbentuk jaringan hifa. Hifa intra dan interseluler menyebar melalui jaringan tanaman. Spora Colletotrichum dapat disebarkan oleh air hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat (Dickman, 2000). Infeksi terjadi setelah apresoria dihasilkan. Karena penurunan dinding secara ekstensif, hifa mempenetrasi kutikula dan ditandai dengan tumbuh dibawah dinding kutikula dan dinding periklinal dari sel epidermis. Kemudian, hifa tumbuh dan menghancurkan dinding sel utama. Ini berhubungan dengan matinya sel yang berdampingan secara ekstensif. Ketika jeringan membusuk, hifa masuk ke pembuluh sklerenkium (sclerenchynatous) dengan langsung tumbuh menembus dindingnya (Pring et all, 1995).
Faktor yang Mempengaruhi Colletotrichum capsici Untuk pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, salah satunya adalah pH. pH sangat penting dalam mengatur metabolisme dan sisitem-sistem enzim, bila terjadi penyimpangan pH, maka proses metabolisme jamur dapat terhenti. Sehingga untuk pertumbuhan maksimal jamur diperlukan pH yang optimum. pH optimal untuk pertumbuhan jamur Colletotrichum capsici yang baik adalah pH 5-7 (Yulianty, 2006). Suhu optimum untuk pertumbuhan jamur ini antara 24-30C dengan kelembaban relatif antara 80-92 % (Rompas, 2001). Penyakit kurang terdapat pada musim kemarau dan lahan yang mempunyai drainase baik. Penyakit dapat dibantu oleh angin dan hujan untuk penyebaran konidia (Semangun, 1991).
Pengaruh Pemberian Pupuk Ketersediaan unsur hara yang cukup dapat membantu tanaman mempertahankan diri terhadap penyakit. Pemberian pupuk NPK dan kapur akan memperkuat tanaman khususnya dinding sel. Dengan dinding sel yang kuat diharapkan akan mengurangi infeksi oleh bercak hitam. Perlakuan pupuk P dan K dosis tinggi sangat nyata mengurangi intensitas penyakit antraknosa (Rahayu dan Indijarto, 2001). Penggunaan pupuk yang tepat jenis, dosis, dan waktu pemakaian sangat membantu usaha pengendalian penyakit. Unsur N, P dan K merupakan unsur hara makro yang sangat berpengaruh terhadap
kecepatan berkembang penyakit. Unsur N yang berlebihan menyebabkan tanaman beranakan banyak, tumbuh sekulen, dan menipisnya lapisan silika pada jaringan epidermis tanaman. Secara keseluruhan tanaman yang diberi unsur N berlebihan akan menjadi lebih mudah terinfeksi patogen. Kekurangan unsur P berakibat memperlambat proses
pemasakan buah yang mengakibatkan umur tanaman menjadi lebih panjang sehingga memberikan peluang lebih banyak patogen berinteraksi dengan tanaman. Unsur K berperan penting pada setiap proses metabolisme tanaman dan tanaman meningkatkan kekuatan terhadap mekanis penyakit
( Sudir dan Suparyono,2001 ). Pengaruh Pemberian Fungisida Terhadap C. capsici Fungisida adalah senyawa kimia beracun untuk memberantas dan mencegah perkembangan fungi atau jamur. Penggunaan fungisida adalah termasuk dalam pengendalian secara kimia. Adapun keuntungan yang diperoleh dari penggunaan fungisida adalah : mudah diaplikasikan memerlukan sedikit tenaga kerja penggunaanya praktis jenis dan ragamnya bervariasi hasil pengendalian tuntas
( Djodjosumarto,2000).
Pengendalian yang sering digunakan oleh petani adalah dengan menggunakan fungisida, karena sampai saat ini belum ada tanaman cabai merah yang tahan terhadap antraknosa. Prinsip penggunaan fungisida didasarkan pada prinsip antibiotik terhadap tanaman. Prinsip lainnya yang berpotensi untuk mengendalikan penyakit yaitu penggunaan bahan kimia sintetik yang mampu memicu ketahanan tanaman (Hersanti dan Zulkarnaen, 2001). Dalam situasi patogen sudah menginfeksi jaringan tanaman, umumnya fungisida tidak efektif dalam pengendalian penyakit. Dalam
banyak kasus, informasi spesifik tentang siklus penyakit mungkin dibutuhkan dalam aplikasi fungisida yang tepat untuk pertama kali. Dimana label fungisida memberikan petunjuk pengaplikasian, biasanya dengan jarak interval 7-14 hari. Jika hujan turun terendah
(Stephen and Catfield, 2007). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu aplikasi dan jenis fungisida berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi dan keparahan penyakit antraknosa buah cabai selama di penyimpanan. Fungisida dari kelompok sistemik menunjukkan yang terbaik dibandingkan dengan fungisida kontak. Tetapi tidak ada interaksi antara waktu aplikasi dan fungisida dalam mempertahankan masa inkubasi dan menekan
Fungisida
ditranslokasikan ke dalam jaringan tanaman. Bahan aktif : Mankozeb Nama kimia : ethylene-1,2-bisdithi0carbamet polymer Rumus bangun :
Rumus molekul
: (C4H6N2S4Mn) a.(C4H6N2S4Zn)y
Fungisida ini merupakan fungisida kontak atau non sistemik. Bahan aktif Nama kimia Rumus bangun : chlorothalonil : 2,4,5,6-tetrachloro-1,3-benzenedikarbonitrile :
Rumus molekul
: C8Cl4N2