Professional Documents
Culture Documents
Dengan penuh rasa kekhawatiran dan rasa takut, Sayu mendekati Medasing. Dia tidak sampai hati melihatnya dalam keadaan parah. Hati nuraninya tergerak hendak mencoba merawat lukaluka yang diderita oleh Medasing. Awalnya Sayu begitu takut sama Medasing. Antara perasaan hendak meolong dengan perasaan takut pada Medasing berkcamuk dalam hati dan pikiran Sayu. Dia takut pada Medasing, sebab bagaimanapun Medasing adalah seorang pemimpin perampok yang kejam. Medasing sudah beberapa kali membunuh orang, termasuk mambunuh kedua orangtuanya. Seluruh anak buah Medasing yang jumlahnya puluhan itu tak seorangpun berani melawannya. Akan tetapi perasaan takut dan benci itu, akhirnya kalah juga oleh perasaannya yang hendak menolong. Dia memberanikan diri mendekati Medasing. Dengan takut-takut dan gemetaran dia mengobati Medasing. Mula-mula mereka berdua tidak banyak biacara. Sayu sendiri tidak berani berbicara sebab dia takut pada Medasing. Sedangkan Medasing sendiri memang mempunyai karakter yang tidak suka berbicara. Selama ini Medasing memang terkenal sedikit bicara. Dia hanya bicara pada hal-hal yang penting saja. Namun lama kelamaan antara Sayu dan Medasing ini menjadi akrab juga. Medasing suka berbicara pengalaman hidupnya. Dari cerita Medasing tentang bagaimana sebelumnya, sebelum menjadi seorang penyamun yang sangat ditakuti sekarang ini, Medasing bukanlah keturunan seorang penyamun. Medasing keturunan orang baik-baik. Dulu Medasing anak seorang saudagar kaya. Ayah Medasing yang kaya itu dirampok secara ganas oleh segerombolan penjahat. Kedua orang tuanya dibantai dan dibunuh oleh gerombolan. Dia sendiri, karena masih kecil sekali, tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut. Medasing dibawa ke sarang gerombolan. Karena pimpinan penyamun itu tidak punya anak, Medasing begitu disayanginya. Dia diangkat oleh kepala penyamun itu sebagai anaknya. Setelah ayah angkatnya meninggal dunia, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang Medasing. Jadi gerombolan perampok yang dia pimpin sekarang ini adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Medasing sendiri tak pernah bercita-cita hendak menjadi penyamun, apalagi menjadi pimpinan perampok. Karena sejak kecil hidupnya di dalam lingkungan perampok terus, sehingga Medasing tidak tahu pekerjaan lain selain merampok. Hati Sayu menjadi luluh juga mendengar penuturan Medasing tentang sejarah hidupnya. Rasa benci dan dendam pada Medasing lama kelamaan menjadi luntur. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang yang tulus, Sayu merawatnya sampai sembuh. Persediaan makanan dalam hutan sudah tidak ada. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mencoba mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya. Karena menyadari akan kenyataan itu Medasing akhirnya setuju dengan ajakan Sayu. Dan mereka keluar dari hutan menuju kotaPagar Alam. Sampai di kota Pagar Alam, keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut, sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi sudah
menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu bahwa ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampong. Mendengar itu, kedua orang ini langsung menbuju Nyai Haji Andun. Rupanya Nyai Haji Andun tidak meninggal sewaktu diserang Medasing dan kawan perampoknya. Dia hanya terluka parah dan berhasil sembuh kembali. Sekarang dia tinggal sendirian di ujung kampong dengan keadaan sakit keras. Dia sering mengigau anaknya yang dibawa perampok. Nah, diasaat ibunya sedang kritis, Medasing dan Sayu muncul dihadapannya. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupanya itulah pertemuan terakhir mereka. Menyaksikan kenyataan itu, hati Sayu hancur Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia selama ini. Dia begitu menyesal. Dia sangat malu dan berdosa pada Sayu dan keluarganya. Sehingga waktu itu, karena segala macam yang berkecamuk, medasing memutuskan hendak meninggalkan Sayu. Sejak itu Medasing berubah total hidupnya. Dia menjadi seorang hartawann yang sangat penyayang pada siapa saja. Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat dke tanah suci. Kembalinya dari tanah suci, ramai orang-orang kampong menyambut kedatangannya. Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenag masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya da yang mengetuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad sebab Samad adalah ank buahnya sendiri yang selalau dia beri tugas sebagai pengintai para saudadagar yang sedang lewat sebelum dirampok. Haji karim yang tidak lain adalah Medasing dulu itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yang tidak lain adalah Sayu. Namun paginya secar diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim dan Sayu istrinya. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram dan damia di kampung.