You are on page 1of 26

1.

JUDUL : PENGARUH ASIMETRI INFORMASI, KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN UKURAN PERUSAHAAN PADA PRAKTTIK MANAJEMEN LABA DI PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA 2. LATAR BELAKANG Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan tersebutdiharapkan dapat memberikan informasi kepada para investor dan kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka. Dalampenyusunan laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil. Akuntansi berbasis akrual mempunyai keunggulan bahwa informasi laba perusahaan dan pengukuran komponennya berdasarkan akuntansi akrual secara umum memberikan indikasi lebih baik tentang kinerja ekonomi perusahaan daripada informasi yang dihasilkan dari aspek penerimaan dan pengeluaran kas terkini (FASB, 1978). Namun, akuntansi akrual juga memiliki kelemahan. Penggunaan dasar akrual dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metoda akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Pilihan metoda akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba atau earnings management. Aktifitas manajemen banyak sekali dipraktekan pada perusahaan besar, dengan tujuan menarik para pelaku pasar untuk berinvestasi dalam perusahaan. Pada dasarnya aktifitas tersebut sangat merugikan bagi perusahaan maupun bagi emiten yang ada dalam perusahaan, karena informasi yang dipublikasikan hanya bersifat semu yang justru akan mempengaruhi eksistensi perusahaan di masa depan. Deteksi atas kemungkinan di lakukannya manajemen laba dalam laporan keuangan diteliti melalui penggunaan akrual. Jumlah akrual yang tercermin dalam perhitungan laba terdiri dari discretionary accrual dan non discretionary accrual. Descretionary accrual merupakan komponen akrual dari manajemen laba yang di lakukan manajer, misalnya dngan cara menaikkan biaya amortisasi dan depresiasi, mencatat persedian yang sudah usang. Nondiscretionary accrual merupakan acrual yang diharapkan terjadi seiring dengan berubahnya aktivitas operasional perusahaan, misalnya beban depresiasi. Sulistyanto, (2008).

3. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah asimetri informasi memiliki pengaruh terhadap praktik manajemen laba ? 2) Apakah ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap praktik manajemen laba ? 3) Apakah kepemilikan manajerial memiliki pengaruh terhadap praktik manajemen laba ? 4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 4.1. Tujuan penelitian: Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menguji pengaruh aasimetri informasi terhadap praktik manajemen laba. 2. Untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik manajemen laba. 3. Untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial perusahaan terhadap praktik manajemen laba. 4.2. Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian, penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dalam hal: 1. Bagi pengembangan teoretis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pada pengembangan teoritis yang berhubungan dengan penelitian ini serta sebagai informasi bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian yang lebih dalam tentang masalah yang sama. 2. Bagi pengembangan praktik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi penelitian selanjutnya terutama mengenai pengaruh asimetri informasi, ukuran perusahaan dan kepemilikan manajerial terhadap praktik manajemen laba di perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Serta bagi akademis dan mahasiswa dapat digunakan sebagai informasi dan sebagai penambah bacaan atau referensi.

5. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 5.1. Penelitian Terdahulu Telah banyak peneliti yang melakukan penelitian tentang pengaruh asimetri informasi, ukuran perusahaan dan kepemilikan manajerial terhadap praktik manajemen laba di perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Ada beberapa peneliti terdahulu antara lain Nurul Hasni (2013) yang melakukan penelitian tentang pengaruh aktiva pajak tangguhan dan ukuran perusahaan dan probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba pada perusahaan manufaktur di BEI. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1) Aktiva Pajak Tangguhan mempunyai pengaruh signifikan terhadap probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba, (2) Ukuran Perusahaan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba, (3) Aktiva Pajak Tangguhan dan Ukuran Perusahaan secara bersama-sama mempunyai pengaruh signifikan terhadap probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba, (4) modal sendiri dan hutang jangka panjang mempunyai pengaruh sebesar 37% terhadap profitabilitas sedangkan 63% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. RR. Sri Handayani dan Agustono Dwi Rachadi (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian ini: (1) adalah perusahaan sedang dan besar, tidak terbukti lebih agresif dalam melakukan manajemen laba melalui mekanisme pelaporan laba positif, baik untuk menghindari earnings losses maupun earnings decreases. Seperti halnya Size Hypothesis ,bahwa semakin besar perusahaan akan cenderung untuk menurunkan praktik manajemen laba, karena perusahaan besar secara politis lebih mendapat perhatian dari institusi pemerintahan dibandingkan dengan perusahaan kecil. (2) varaiabel kontrol pertumbuhan penjualan, kinerja laba periode sebelumnya, capital intencity ratio, status KAP dan Komisaris Independen, tidak terbukti berpengaruh terhadap probabilitas terjadinya manajemen laba untuk menghindari earnings losses. (3) varaiabel kontrol pertumbuhan penjualan, kinerja laba periode sebelumnya, capital intencity ratio berpengaruh sangat signifikan terhadap perilaku pelaporan laba positif untuk bisa menghindari earnings decreases. Status KAP dan Komisaris Independen tidak berpengaruh pada perilaku tersebut. Ni Ketut Muliati (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh asimetri informasi dan ukuran perusahaan pada praktik manajemen laba di perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil dari penelitian ini yaitu: (1) Asimetri informasi berpengaruh positif pada praktik manajemen laba. Semakin tinggi asimetri informasi semakin tinggi peluang yang dimiliki manajer untuk melakukan praktik manajemen laba. Dengan demikian 3

hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima. (2) Ukuran perusahaan terbukti berpengaruh negatif pada praktik manajemen laba. Terdapat dua pandangan tentang bentuk hubungan ukuran perusahaan pada praktik manajemen laba yaitu pandangan pertama yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan praktik manajemen laba seperti yang dilakukan oleh Halim, dkk. (2005) dan Moses (1997). Pandangan kedua yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba seperti yang dilakukan oleh Marrakchi (2001) serta Veronica dan Siddharta (2005). Jadi, hasil pengujian dalam penelitian ini mendukung pandangan yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba, karena perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil dan perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Restu Gusti dan Tyas Pramesti malakukan penelitian tentang pengaruh asimetri informasi, ukuran perusahaan, kepemilikan manajerial terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian ini adalah (1) semakin besar asimetri informasi yang terjadi maka semakin tinggi tingkat manajemen laba, (2) semakin besar ukuran perusahan, maka akan semakin rendah kemungkinan terjadinya manajemen laba, (3) semakin besar jumlah saham yang dimiliki oleh manajer maka semakin tinggi tingkat manajemen laba, (4) Secara bersamaan setiap perubahan yang terjadi pada asimetri informasi, ukuran perusahaan dan kepemilikan manajerial mempengaruhi manajemen laba, (5) Berdasarkan nilai Adjust R Square menunjukkan bahwa 53% manajemen laba dijelaskan oleh variabel-veriabel asimetri informasi, ukuran perusahaan dan kepemilikan manajerial, sedangkan 47% dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Prima Santi, Tawakkal, Grace T. Pontoh melakukan penelitian tentang pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini yang khusus meneliti pada sector perbankan, diperoleh hasil bahwa adopsi IFRS tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Dengan adanya pemberlakuan IFRS tidak menunjukkan terdapat penurunan manajemen laba. Hasil analisis uji beda yang dilakukan juga menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan tingkat manajemen laba yang signifikan antara sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Debby Natalia (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh mekanisme good corporate governance terhadap praktik earning management badan usaha sector perbankan di BEI tahun 2008-2011. Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini yang khusus meneliti pada sector perbankan, diperoleh hasil bahwa adopsi IFRS tidak berpengaruh signifikan terhadap 4

manajemen laba. Dengan adanya pemberlakuan IFRS tidak menunjukkan terdapat penurunan manajemen laba. Hasil analisis uji beda yang dilakukan juga menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan tingkat manajemen laba yang signifikan antara sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Eka Sefiiana melakukan penelitian tentang pengaruh penerapan good corporate governance terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan yang telah go public di BEI. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, diperoleh simpulan bahwa Variabel independen dalam peneli tian ini yang diukur menggunakan proporsi komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit dapat disimpulkan bahwa ketiga variabel pengukuran tersebut tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba, hal ini dikarenakan penerapan corporate governance yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan sampel disebabkan karena untuk pemenuhan regulasi saja. Selain itu, penerapan corporate governance masih merupakan hal yang baru di Indonesia dan efek dari penerapan corporate governance tersebut baru dapat dirasakan dalam jangka waktu panjang. Ringkasan penelitian terdahulu dapat dilihat dalam table berikut ini. No. 1 PENELITI Eka Sefiana VARIABEL Variable HASIL PENELITIAN dependen: Variabel independen dalam

manajaemen laba Variable penerapan

peneli tian ini yang diukur proporsi

independen: menggunakan

good komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan

corporate governance

keberadaan komite audit dapat disimpulkan bahwa ketiga

variabel pengukuran tersebut tidak berpengaruh terhadap

praktik manajemen laba, hal ini dikarenakan penerapan yang

corporate dilakukan

governance oleh

perusahan-

perusahaan sampel disebabkan karena regulasi penerapan untuk saja. pemenuhan Selain itu,

corporate

governance masih merupakan 5

hal yang baru di Indonesia dan efek dari penerapan corporate governance tersebut baru dapat dirasakan dalam jangka waktu panjang.

Deby Natalia

Variable praktik management Variable mekanisme

dependen: adopsi IFRS tidak berpengaruh earning signifikan terhadap manajemen laba. Dengan IFRS adanya tidak terdapat

independen: pemberlakuan good menunjukkan

corporate governance

penurunan manajemen laba. Hasil analisis uji beda yang dilakukan juga menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan laba tingkat yang

manajemen

signifikan antara sebelum dan sesudah adopsi IFRS. 3 Prima Santi, Tawakkal, Variable Grace T. Pontoh dependen: adopsi IFRS tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen Dengan IFRS adanya tidak terdapat

manajemen laba variable adopsi IFRS

independen: laba.

pemberlakuan menunjukkan

penurunan manajemen laba. Hasil analisis uji beda yang dilakukan juga menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan laba tingkat yang

manajemen

signifikan antara sebelum dan sesudah adopsi IFRS. 4 Restu Gusti dan Tyas Variabel Pramesti dependen: (1) semakin besar asimetri informasi yang terjadi maka 6

manajemen laba

Variable asimetri ukuran

independen: semakin

tinggi

tingkat

informasi, manajemen laba, perusahaan, (2) semakin besar ukuran

kepemilikan manajerial

perusahan, maka akan semakin rendah kemungkinan

terjadinya manajemen laba, (3) semakin besar jumlah saham yang dimiliki oleh manajer maka semakin tinggi tingkat manajemen laba, (4) Secara bersamaan setiap perubahan yang terjadi pada asimetri informasi, ukuran

perusahaan dan kepemilikan manajerial mempengaruhi

manajemen laba, (5) Berdasarkan nilai Adjust R Square menunjukkan bahwa 53% dijelaskan veriabel ukuran manajemen oleh asimetri laba variabelinformasi, dan

perusahaan

kepemilikan

manajerial,

sedangkan 47% dijelaskan oleh variabel-variabel tidak termasuk lain yang dalam

penelitian ini. 5 Ni Ketut Muliati Variabel dependen: (1) Asimetri informasi pada laba. asimetri tinggi

manajemen laba Variabel

berpengaruh

positif

independen: praktik

manajemen tinggi semakin

asimetri informasi dan Semakin ukuran perusahaan informasi

peluang yang dimiliki manajer untuk melakukan praktik 7

manajemen demikian

laba. hipotesis

Dengan pertama

dalam penelitian ini diterima. (2) Ukuran perusahaan

terbukti berpengaruh negatif pada praktik manajemen laba. Terdapat tentang ukuran dua bentuk pandangan hubungan pada

perusahaan

praktik manajemen laba yaitu pandangan menyatakan pertama bahwa yang ukuran

perusahaan memiliki hubungan positif dengan praktik

manajemen laba seperti yang dilakukan oleh Halim, dkk. (2005) dan Moses (1997). Pandangan menyatakan kedua bahwa yang ukuran

perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen

laba seperti yang dilakukan oleh Marrakchi (2001) serta Veronica dan Siddharta

(2005). Jadi, hasil pengujian dalam penelitian ini

mendukung pandangan yang menyatakan bahwa ukuran

perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen

laba, karena perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan

manajemen laba dibandingkan 8

perusahaan-perusahaan dan perusahaan

kecil besar

dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. 6 RR. Sri Handayani dan Variabel Agustono Dwi Rachadi dependen: (1) adalah perusahaan sedang dan besar, tidak terbukti lebih dalam laba melakukan melalui laba untuk

manajemen laba Variabel

independen: agresif

ukuran perusahaan

manajemen mekanisme positif,

pelaporan baik

menghindari earnings losses maupun earnings decreases. Seperti halnya Size Hypothesis ,bahwa perusahaan untuk semakin akan besar cenderung praktik karena

menurunkan laba,

manajemen

perusahaan besar secara politis lebih mendapat perhatian dari institusi dibandingkan perusahaan kecil. (2) varaiabel kontrol penjualan, laba periode pemerintahan dengan

pertumbuhan kinerja

sebelumnya, capital intencity ratio, status KAP dan

Komisaris Independen, tidak terbukti berpengaruh terhadap probabilitas manajemen laba terjadinya untuk

menghindari earnings losses. (3) varaiabel kontrol 9

pertumbuhan kinerja laba

penjualan, periode

sebelumnya, capital intencity ratio berpengaruh sangat

signifikan terhadap perilaku pelaporan laba positif untuk bisa menghindari earnings

decreases. Status KAP dan Komisaris Independen tidak berpengaruh tersebut. 7 Nurul Hasni Variabel dependen: (1) Aktiva Pajak Tangguhan mempunyai signifikan pengaruh terhadap perusahaan pada perilaku

manajemen laba Variabel independen:

aktiva pajak tangguhan probabilitas

dan ukuran perusahaan melakukan manajemen laba, dan perusahaan probabilitas (2) Ukuran Perusahaan tidak mempunyai signifikan probabilitas pengaruh terhadap perusahaan

melakukan manajemen laba, (3) Aktiva Pajak Tangguhan dan Ukuran Perusahaan secara bersama-sama mempunyai

pengaruh signifikan terhadap probabilitas perusahaan

melakukan manajemen laba, (4) modal sendiri dan hutang jangka panjang mempunyai 37%

pengaruh terhadap

sebesar

profitabilitas

sedangkan 63% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 10

5.2. Tinjauan teoretis 5.2.1. Teori Keagenan (agency theory) Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Scott (2000) dalam Ni Ketut Muliati (2011) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Dimana antara agent dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utilitasnya. Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada. Oleh karena itu, terkadang kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal atau investor. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pemegang saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metoda

11

akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal. Jensen dan Meckling (1976) dalam Ni Ketut Muliati (2011), menyatakan bahwa jika kedua kelompok (agent dan principal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasi kos keagenan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) the monitoring expenditure by the principal adalah kos pengawasan yang harus dikeluarkan oleh pemilik; 2) the bonding cost adalah kos yang harus dikeluarkan akibat pemonitoran yang harus dikeluarkan prinsipal kepada agen; 3) the residual loss adalah pengorbanan akibat berkurangnya kemakmuran prinsipal karena perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen. 5.2.2. Manajemen Laba Di kutip dari tesis Ni Ketut Muliati (2011), Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs (oportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Healy dan Wahlen (1999) dalam tesis Ni Ketut Muliati (2011) menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek. Pertama intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya judgment yang dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk ditunjukan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggungjawab untuk pensiun, pajak yang ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai asset. Disamping itu manajer memiliki pilihan untuk metode akuntansi, seperti metode penyusutan dan metode biaya. Kedua, tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders

12

mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki akses terhadap informasi yang tidak dapat diakses oleh pihak luar. Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Naim, 2000). Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen laba adalah intervensi manajemn terhadap laporan keuangan, yang berupa pilihan yang dilakukan oleh manajemen terhadap kebijakan-kebijakan akuntansi, yang diperkenankan dalam proses pelaporan keuangan eksternal untuk mencapai tujuan/maksud tertentu, sehinggga dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Menurut Scott (2003: 377) yang dikutip dari Nurul Hasni (2013) terdapat berbagai motivasi dalam perusahaa dalam hal ini manajer melakukan manajemen laba yaitu: a. Bonus Plan, b. Contructive incentive c. Stock price Effect. d. Motivasi politik. e. Taxtion Motivation. f. Change of Chief Executive Officer (CEO) . Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Naim (2000) dalam Ni Ketut Muliati dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: 1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. 2) Mengubah metoda akuntansi Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah metoda depresiasi aktiva tetap, dari metoda depresiasi angka tahun ke metoda depresiasi garis lurus. 3) Menggeser perioda biaya atau pendapatan. 13

Contoh

rekayasa

perioda

biaya

atau

pendapatan

antara

lain:

mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada perioda akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda

pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai. Dikutip dari Ni Ketut Muliati (2011), bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa earnings atau laba telah dijadikan sebagai suatu target dalam proses penilaian pretasi usaha suatu departemen secara khusus (manajer) atau perusahaan (organisasi) secara umum (Gumanti, 2000). Laba dan tingkat keuntungan juga merupakan alat untuk mengurangi biaya keagenan (agency costs), dari sisi teori keagenan. Misalnya, pada saat keuntungan dijadikan sebagai patokan dalam pemberian bonus, hal ini akan menciptakan dorongan kepada manajer untuk memanipulasi data keuangan agar dapat menerima bonus seperti yang diinginkannya. Selain itu, mengingat akan pentingnya keuntungan atau perolehan secara akuntansi (accounting income) untuk pembuatan keputusan oleh banyak pihak, misalnya investor. Richardson (1998) dalam Ni Ketut Muliati (2011) menunjukkan bukti hubungan antara ketidakseimbangan informasi dengan manajemen laba. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa tingkat ketidakseimbangan informasi akan mempengaruhi tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh manajer perusahaan. Hasil penelitian Richardson menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara ukuran ketidakseimbangan informasi (bid-ask spreads dan analyst forecast dispersion) dan manajemen laba setelah mengendalikan faktor lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba, seperti variabilitas aliran kas, ukuran, risiko, dan pengungkapan keuangan perusahaan. Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dalam Ni Ketut Muliati (2011) dapat dilakukan dengan cara: 1. Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang. 2. Income Minimization

14

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. 3. Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang. 4. Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. 5.2.3. Asimetri Informasi Dikutip dari tesis Ni Ketut Muliati (2011) asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menambahkan bahwa jika kedua kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang. Ada dua tipe asimetri informasi : adverse selection dan moral hazard.

1) adverse selection
Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan/akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar.

2) moral hazard
Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak 15

lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan pengendalian yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.

Agency theory mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer (agent) dengan pemegang saham (principal). Asimetri informasi ini timbul ketika manajer mengetahui lebih banyak informasi internal dan prospek perusahaan dimasa depan dibanding dengan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Hal ini memberikan kesempatan bagi manajer untuk melakukan manajemen laba (Jensen dan Meckling 1976). Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) meneliti hubungan asimetri informasi dan manajemen laba pada semua perusahaan yang terdaftar di NYSE periode akhir Juni selama 1988-1992. Hasil penelitiannya bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara magnitut asimetri informasi dan tingkat manajemen laba. Fleksibilitas manajemen untuk memanajemeni laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba.

5.2.4.

Kepemilikan Manajerial Kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer merupakan salah satu cara untuk mengurangi kos keagenan dimana kepemilikan manajerial ini dapat mensejajarkan kepentingan manajer dengan kepentingan pemilik.Kepemilikan manajerial

merupakan besarnya kepemilikan saham yang di miliki oleh manajer. Hasil penelitian diatas mendukung bukti bahwa kepemilikan manajerial mengurangi dorongan oportunistik manajer sehingga akan mengurangi manajemen laba. Kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung akan mempengaruhi tindakan manajemen laba (Gideon, 2005).

16

5.2.5.

Ukuran Perusahaan Dari tesis Ni Ketut Muliati ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: log total aktiva (Marihot dan Doddy, 2007), log total penjualan (Nuryaman, 2008), kapitalisasi pasar (Halim, dkk. 2005). Machfoedz (1994) dalam Mardiyah (2001) menejelaskan bahwa pada dasarnya ukuran perusahan hanya terbagi dalam 3 katagori yaitu perusahaan besar (large firms), perusahaan sedang (medium firms), perusahaan kecil (small firms). Penentuan ukuran perusahaan ini adalah bedasarkan kepada total aktiva perusahaan. Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektifitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Sudharmadji (2007:54) ukuran perusahaan (size) adalah indikasi ukuran sebuah perusahaan yang memperlihatkan pencapaian skala produksi sebuah perusahaan. Size yang dimiliki perusahaan jika mengalami peningkatan mengidentifikasikan meningkatkan kinerja perusahaan dari sudut penjualan dan laba. Husnan (2001: 20) mengungkapkan nilai total assets yang besar tidak selamanya menunjukkan peningkatan kinerja, adakalanya nilai total assets yang besar terjadi karena adanya sejumlah assets yang tidak dimanfaatkan secara baik di dalam perusahaan Menurut Sujoko dan Ugy Soebiantoro (2007:45) Kebijakan utang perusahaan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan dan terhadap hubungan yang positif antara ukuran perusahaan dan rasio utang. Ukuran perusahaan juga merupakan faktor yang mempunyai pengaruh dalam struktur modal suatu perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam total aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun. Semakin besar ukuran suatu perusahaan berarti semakin besar aktiva yang bisa dijadikan jaminan untuk memperoleh utang sehingga struktur modal meningkat. Menurut Phalipu (2005) ukuran perusahaan sangat identik dengan besarnya skala produksi yang dihasilkan sebuah perusahaan dalam satu periode tertentu. 17

Bentuk-bentuk ukuran perusahaan terdiri total nilai penjualan, besarnya nilai kapitalisasi pasar dan struktur assets yang dimiliki perusahaan. Secara umum bentukbentuk ukuran perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Total Penjualan, 2. Kapitalisasi Pasar, 3. Total assets, Jadi dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan dapat dibai kedalam tiga bentuk yaitu total nilai penjualan, total niali kapitalisasi pasar dan total assets yang dimiliki perusahaan dalam suatu periode. Semakin besar nilai tiga komponen tersebut memperlihatkan semakin besarnya ukuran sebuah perusahaan. Dikutip dari Restu Agusti dan Tyas Pramesti, Mpaata dan Sartono (1970 dalam Santi (2008) mengatakan bahwa besaran perusahaan / skala perusahaan adalah ukuran perusahaan yang di tentukan dari jumlah total asset yang dimiliki perusahaan. Penelitian Defond (1993) dalam Veronica dan Bachtiar (2003) menemukan bahwa ukuran perusahaan berkorelasi secara positif dengan manajemen laba. Perusahan besar mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba, karena salah satu alasan utamanya adalah perusahaan besar harus mampu memenuhi ekspektasi dari investor atau pemegang sahamnya. Selain itu, semakin besar perusahaan, semakin banyak estimasi dan penilaian yang perlu diterapkan untuk tiap jenis aktivitas perusahaan yang semakin banyak Santi (2008). Dalam RR. Sri Handayani dan Agustono Dwi Rachadi (2011), sebagian besar peneliti menggunakan ukuran perusahaan sebagai proksi sensitifitas pilotis dan perilaku manajer dalam melaporkan kinerja keuangannya (Pacecca:1995).

Zimmerman (1983) menyarankan untuk menggunakan proksi ukuran perusahaan dalam kerangka political cost. Berdasarkan size hypothesis yang dipaparkan oleh Watt dan Zimmerman (1986), berasumsi bahwa perusahaan besar secara politis, lebih besar melakukan transfer political cost dalam kerangka politic process, dibandingkan dengan perusahaan kecil. Lebih lanjut beberapa peneliti berhasil membuktikan bahwa political process memiliki dampak pada pemilihan prosedur akuntansi oleh perusahaan yang berukuran besar (Watt dan Zimmerman: 1986). 5.3. Perumusan hipotesis dan kerangka konseptual 5.3.1. Perumusan Hipotesis Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) dalam Ni Ketut Muliati (2011) berpendapat bahwa terdapat 18

hubungan yang sistematis antara asimetri informasi dengan tingkat manajemen laba. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Fleksibelitas manajemen untuk memanajemeni laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba. Beberapa peneliti telah menemukan bahwa asimetri informasi dapat

mempengaruhi manajemen laba. Teori keagenan (Agency Theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Jika dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi. Cristie & Zimmerman (1994) dalam Ni Ketut Muliati (2011) membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan takeover cenderung memilih metoda depresiasi dan metode pencatatan persediaan, yang dapat meningkatkan laba akuntansi. Berdasarkan penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa terdapat sikap opportunistic manajemen dalam kasus ambil alih perusahaan, sekalipun alasan utama pemilihan metode akuntansi didasarkan pada pertimbangan efisiensi atau pertimbangan memaksimalkan nilai perusahaan. Agency theory mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer (agent) dengan pemegang saham (principal). Asimetri informasi ini timbul ketika manajer mengetahui lebih banyak informasi internal dan prospek perusahaan dimasa depan dibanding dengan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Hal ini memberikan kesempatan bagi manajer untuk melakukan manajemen laba (Jensen dan Meckling 1976). Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) meneliti hubungan asimetri informasi dan manajemen laba pada semua perusahaan yang terdaftar di NYSE periode akhir Juni selama 1988-1992. 19

Hasil penelitiannya bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara magnitut asimetri informasi dan tingkat manajemen laba. Fleksibilitas manajemen untuk memanajemeni laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba. H1: asimetri informasi memiliki pengaruh terhadap praktik manajemen laba Kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer merupakan salah satu cara untuk mengurangi kos keagenan dimana kepemilikan manajerial ini dapat mensejajarkan kepentingan manajer dengan kepentingan pemilik.Kepemilikan manajerial

merupakan besarnya kepemilikan saham yang di miliki oleh manajer. Hasil penelitian diatas mendukung bukti bahwa kepemilikan manajerial mengurangi dorongan oportunistik manajer sehingga akan mengurangi manajemen laba. Kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung akan mempengaruhi tindakan manajemen laba (Gideon, 2005). H2: kepemilikan manajerial memiliki pengaruh terhadap praktik manajemen laba Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektifitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Dikutip dari Ni Ketut Muliati (2011), terdapat dua pandangan tentang bentuk hubungan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Pandangan pertama menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan manajemen laba, karena perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks dibandingkan perusahaan kecil, sehingga lebih memungkinkan untuk melakukan manajemen laba. Moses (1997) mengemukakan bahwa perusahaan perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (salah satu bentuk manajemen laba) dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena

20

memiliki biaya politik lebih besar. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. Pandangan kedua menyatakan ukuran perusahaan memiliki hubungan negative dengan manajemen laba. Marrakchi (2001) dalam Ni Ketut Muliati (2011) di Amerika Serikat dengan menggunakan data sampel perusahaan industri tahun 1996 menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil, karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Perusahaan besar memiliki basis investor yang lebih besar, sehingga mendapat tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang kredibel. Veronica dan Siddharta (2005) dalam Ni Ketut Muliati (2011) meneliti di BEJ (BEI) pada periode pengamatan 1995-1996 dan 1999-2002, menemukan ukuran perusahaan berhubungan negatif signifikan dengan manajemen laba. Namun, Halim, dkk. (2005) dengan data LQ 45 di BEJ (BEI) menemukan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian Halim memiliki kelemahan pada jumlah sampel, yang hanya menggunakan 27 emiten sector manufaktur. Dikutip dari Restu Agusti dan Tyas Pramesti, Mpaata dan Sartono (19970 dalam Santi (2008) mengatakan bahwa besaran perusahaan / skala perusahaan adalah ukuran perusahaan yang di tentukan dari jumlah total asset yang dimiliki perusahaan. Penelitian Defond (1993) dalam Veronica dan Bachtiar (2003) menemukan bahwa ukuran perusahaan berkorelasi secara positif dengan manajemen laba. Perusahan besar mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba, karena salah satu alasan utamanya adalah perusahaan besar harus mampu memenuhi ekspektasi dari investor atau pemegang sahamnya. Selain itu, semakin besar perusahaan, semakin banyak estimasi dan penilaian yang perlu diterapkan untuk tiap jenis aktivitas perusahaan yang semakin banyak Santi (2008). H3: ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap praktik manajemen laba

21

5.3.2.

Kerangka Konseptual

ASIMETRI INFORMASI

KEPEMILIKAN MANAJERIAL

MANAJEMEN LABA

UKURAN PERUSAHAAN

22

6. METODE PENELITIAN 6.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Asosiatif. Penelitian Asosiatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan anara dua variabel atau lebih. Hubungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hubungan kausal yaitu hubungan yag bersifat sebab-akibat dimana terdapat variabel yang dipengaruhi (variabel dependen) (2006). 6.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni perusahaan perbankan pada tahun 2005 sampai tahu 2009. Periode pengamatan dalam penelitian ini adalah selama 5 tahun, yakni sejak tahun 2005 hingga tahun 2009. Pemilihan rentang waktu tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa selama tahun 2005 sampai tahun 2009 kondisi perekonomian relative stabil. 6.3. Metode Penentuan Sampel Populasi penelitian adalah seluruh perusahaan perbankan publik yang ada di Indonesia pada tahun 2001 sampai tahun 2008. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metoda purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut: dan variabel-variabel yang mempengaruhi (variabel independen), Sugiyono

1. Data laporan keuangan (kecuali laporan perubahan modal) perusahaan tersedia


berturut-turut untuk tahun pelaporan dari 2005 sampai dengan 2009. Laporan keuangan harus tersedia berturut-turut adalah untuk menghitung manajemen laba.

2. Perusahaan sampel tersebut mempublikasikan laporan keuangan auditan dengan


tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember.

3. Data harga saham tersedia selama perioda estimasi dan pengamatan.


6.4. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI untuk tahun 2005 hingga tahun 2009. Data terbaru menunjukkan jumlah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI berjumlah 36 perusahaan. 6.5. Analisis Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari uji signifikansi simultan (uji F statistic) dan uji koefisien determinasi. a. Uji Regresi Simultan Digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen (Ghozali:2005). 23

Langkah-langkah pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut: a. memformulasikan hipotesis b. menentukan level of significance () yaitu 5% c. menentukan nilai koefisien determinasi (R2) d. menentukan F hitung e. criteria pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai Ftabel dengan Fhitung b. Uji Koefisien Determinasi Uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali: 2005). Uji koefisien determinasi dilihat dari nilai adjusted R2 (koefisien determinasi) yang nilainya terletak antara 0 dan 1 (0 < adjusted R2 < 1)

24

DAFTAR PUSTAKA Agusti, Restu dan Pramesti, Tyas. Pengaruh Asimetri Informasi, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial terhadap Manajaemen Laba. Fakultas Ekonommi Universitas Riau.

Boediono, Gideon SB. 2005. Kualitas Laba : Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi 8 (Solo).

Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Halim, J, Meiden, C dan Tobing. 2005. Pengaruh Manajemen Laba pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Termasuk dalam Indeks LQ 45. Simposium Nasional Akuntansi VIII.

Handayani, Sri dan Dwi Rachadi, Agustono. 2011. Pengarauh Ukuran perusahaan terhadap Manajemen Laba. Universitas Diponegoro.

Husnan Suad. 2001. Dasar-Dasar Management Keuangan dan Analisis. Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Jensen, Michael C and Meckling William H. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. October, Vol. 3, No. 4

Marrakchi

S.,Chtourou.

Corporate

Governance

and

Earning

Management

2001.

http://paper.ssrn.com.

Moses, Douglas O, 1997, Income Smooting and Incentives: Empirical Using Accounting Changes, The Accounting Review, Vol.LXII,No.2, April,pp. 259-377).

25

Muliati, N. K. 2011. Pengaruh Asimetri Informasi dan Ukuran Perusahaan pada Praktik Manajemen Laba di Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. UNIVERSITAS UDAYANA.

Nurul Hasni, Yosi Mulia, Dessy Haryani. 2013. Pengaruh Aktiva Pajak Tangguhan dan Ukuran Perusahaan dan Probabilitas Perusahaan Melakukan Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di BEI.

Phalipu, healy. 2005. Cooperate Financial Statement. Grow Hill, Florida.

Richardson, V. J. 1998. Information Asymmetry and Earnings Management : Some Evidence. http/www.ssrn.com.

Sudharmadi, Aris Murdoko. 2007. Pengaruh Likuiditas, Size dan Profitabilitas Terhadap Voluntary Disclosure. Study Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Keuangan Universitas Ghunadarma, Jakarta.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: ALFABETA.

Sujoko dan Soebiantoro Ugy. 2007. Pengaruh Kepemilikan Saham, Leverage, factor intern dan faktor ekstern terhadap nilai perusahaan. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Kewirausahaan Petra, vol 9,no1,maret, hal 41-48.

Sulistyanto, Sri. 2008. Manajemen Laba : Teori dan Model Empiris. Edisi pertama.Grasindo; Jakarta

Veronica, Sylvia dan Bachtiar, Yanivi S. 2004. Good Corporate Governance, Information Asymmetry, and Earnings Management. Simposium Nasional Akuntansi VII: 60-72.

26

You might also like