You are on page 1of 7

EFEK EKSTRAK JINTEN HITAM (Nigella sativa L.

) TERHADAP KADAR INTERFERON GAMMA CAIRAN LAVASE BRONKOALVEOLAR PADA PARU MODEL MENCIT ASMA
Setyawati S Karyono*, I Putu Adi Santosa**, Sevita Nuril Firdausi***

ABSTRAK Asma adalah penyakit inflamasi kronik yang menyebabkan obstruksi saluran pernafasan yang melibatkan banyak sel terutama sel mast, eosinofil dan limfosit T. Asma menyebabkan ketidakseimbangan sistem imun yang ditandai dengan penurunan kadar Th1 sehingga menyebabkan interferon gamma menurun. Pengobatan farmakologis sering menimbulkan efek samping hipertensi dan osteoporosis. Jinten hitam (Nigella sativa L.) sudah sejak lama digunakan untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek ekstrak jinten hitam (Nigella sativa L.) dalam meningkatkan kadar interferon gamma pada paru model mencit asma. Studi eksperimental laboratorik dilakukan secara in vivo pada hewan coba mencit betina. Model mencit asma didapatkan dengan memberikan sensitisasi pada hewan coba dengan alergen ovalbumin secara intraperitoneal sebanyak 2 kali selama 3 minggu dan secara inhalasi sebanyak 3 kali per minggu selama 6 minggu. Ekstrak jinten hitam diberikan dalam 3 dosis yang berbeda (2,4 gr/KgBB/hari, 4,8 gr/KgBB/hari, dan 9,6 gr/KgBB/hari) selama 9 minggu. Sampel dipilih secara random untuk dibagi dalam 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 ekor mencit ; kelompok kontrol negatif (tanpa perlakuan apapun, n=4), kelompok kontrol positif (dengan sensitisasi ovalbumin, n=4), kelompok JH1 (dengan sensitisasi ovalbumin dan pemberian ekstrak jinten hitam dosis 2,4 gr/kgBB/hari, n=4), kelompok JH2 (dengan sensitisasi ovalbumin dan pemberian ekstrak jinten hitam dosis 4,8 gr/kgBB/hari, n=4), dan kelompok JH3 (dengan sensitisasi ovalbumin dan pemberian ekstrak jinten hitam dosis 9,6 gr/kgBB/hari, n=4). Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah kadar interferon gamma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar interferon gamma pada kelompok JH1, JH2, dan JH3. Berdasarkan hasil uji statistik, kadar interferon gamma pada kelompok JH1, JH2, dan JH3 mengalami peningkatan yang tidak signifikan dibandingkan kontrol negatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak jinten hitam dapat meningkatkan kadar interferon gamma cairan lavase bronkoalveolar pada paru model mencit asma. Kata Kunci : Asma, Jinten hitam, Kadar interferon gamma

ABSTRACT Asthma is a chronic inflammation disease that obstructs the ducts respiratory and include of many cell, especially mast cell, eosinofil, and T- lymphocyte. Asthma causes the imbalance of immune system that marked by decrease of Th1 which lead the decrease of interferon gamma. Pharmacological treatment often generate some side effects such as hypertension and early osteoporotic. Black seed (Nigella sativa L.) have been used to promote health and fight disease for centuries. The purpose of the research is to prove the effect of black seed (Nigella sativa L.) extract to increase concentration of interferon gamma on asthma mouse model. Female mice were used in the experimental laboratory research and allergic mouse model was got by given ovalbumin twice within 3 weeks intraperitoneally and 3 times per week within 6 weeks by inhalation. Black seed extract is given in 3 different dose (1.2 gr/kgBW/day, 2.4 gr/kgBW/day and 4.8 gr/kgBW/day) for 9 weeks. Sample was chosen randomly to share it within 5 group containing 4 mice in every group ; negative control group (without any treatment, n=4), positive control group (sensitizied with ovalbumin, n=4), JH1 group (sensitizied with ovalbumin and treating with first dose of black seed extract, n=4), JH2 group (sensitizied with ovalbumin and treating with second dose of black seed extract, n=4), JH3 group (sensitizied with ovalbumin and treating with third dose of black seed extract, n=4). The parametric that is measured in this research is concentration of interferon gamma. The result shown an increase concentration interferon gamma on JH1, JH2, and JH3. Statistically the concentration of interferon gamma on JH1, JH2 and JH3 groups are not significantly different with negative control group. The conclusions is the black

seed (Nigella sativa L.) extract can increase concentration of interferon gamma bronchoalveolar liquid lavas of lung on asmtha mouse model. Keywords: Asthma, Black seed, Concentration of interferon gamma

* Laboratorium Farmakologi FKUB **Laboratoium Patologi Klinik FKUB/RSSA ** Program Studi Pendidikan Dokter FKUB

PENDAHULUAN Asma merupakan keadaan inflamasi kronik yang menyebabkan obstruksi saluran pernapasan reversible. Terjadinya inflamasi pada asma sangat khas karena disertai dengan infiltrasi eosinofil. Eosinofil merupakan mediator inflamasi utama pada asma. Asma adalah penyebab tunggal terpenting untuk morbiditas penyakit pernapasan dan menyebabkan 2000 kematian/tahun di negara-negara Asia terutama Indonesia, Cina, dan Malaysia. Prevalensinya, sekarang sekitar 10-15%, yang semakin meningkat di masyarakat barat yaitu Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Episode asma biasanya disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas yang dipicu oleh pajanan antigen ekstrinsik. Pencetus serangan asma biasanya adalah alergen, virus, dan iritan yang dapat memicu respons inflamasi. Hal ini biasanya ditandai dengan peningkatan kadar serum IgE. Bentuk asma ini diperkirakan diperantarai oleh sel T CD4 subset Th2 (Davey, 2006). Respon inflamasi yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala asma seperti batuk, dada seperti terikat, sesak napas, dan mengi (sneezing). Obat-obatan dapat membuat penderita asma menjadi lebih baik. Pengobatan segera untuk mengendalikan asma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah asma. Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik yang sering digunakan untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba. Tetapi obat ini menimbulkan efek samping seperti denyut jantung cepat, tremor, sakit kepala, dan gelisah (Salim dkk, 2001). Sedangkan obat pilihan pertama yang digunakan untuk asma sedang sampai berat adalah kortikosteroid yang merupakan agen antiinflammatory non spesifik yang paling potensial. Namun demikian, penggunaan obat tersebut tidak menimbulkan efek yang maksimal. Bahkan pada penggunaan jangka panjang terjadi berbagai efek samping yang tidak diinginkan, seperti penurunan metabolisme tulang, penurunan pertumbuhan pada anak, purpura, katarak, frekuensi asmanya pun makin meningkat, dan terjadi supresi adrenal (Mycek et al, 2001). Maka dari itu, diperlukan pengobatan alternative baru yang lebih efektif dan efisien untuk mengontrol penyakit ini. Bangsa Indonesia biasanya memanfaatkan tanaman yang berkhasiat obat untuk menjaga kesehatan maupun untuk mengobati suatu penyakit, istilah umumnya lebih dikenal dengan sebutan obat alami atau obat herbal. Salah satu obat herbal yang sering diteliti saat ini adalah jintan hitam (Nigella sativa L.). Jinten hitam sangat bermanfaat dan sering digunakan untuk berbagai macam pengobatan seperti rematik, sakit kepala, dan saluran pernapasan. Jinten hitam merupakan obat alami yang bekerja membangkitkan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh (immunity system) yang mampu mempertahankan tubuh dari serangan berbagai macam penyakit (Yulianti dan junaedi, 2006). Jinten hitam bekerja di dalam tubuh manusia menembus jaringan-jaringan yang terkena dampak dari inflamasi, contohnya pada cairan lavase bronkoalveolar yang diperoleh dari cairan hapusan pada trakea. Cairan lavase bronkoalveolar pada peneliti dahulu dijadikan sebagai parameter untuk pemeriksaan sitokin-sitokin pada asma, karena letaknya pada daerah perifer dari daerah inflamasi sehingga mudah untuk diambil untuk penelitian (Gazzar et al, 2006). Peneliti di Mesir menemukan dua kandungan yang penting pada jinten hitam yaitu nigellona dan thymoquinone. Nigellona mencegah terjadinya kejang otot dan melebarkan saluran pernapasan, sehingga berkhasiat untuk penyakit pernapasan. Sedangkan, thymoquinone berkhasiat anti radang, serta dapat menginduksi peningkatan sel Th1 yang menghasilkan IFN-. Sehingga bila Th1 meningkat maka IFN- pun meningkat. Pada penelitian sebelumnya telah ditemukan fungsi dari IFN- yaitu untuk menghambat pembentukan mediator inflamasi dari Th2 (Rengganis, 2009; Barnes, 2008).

Maka diharapkan efek ekstrak jinten hitam dapat meningkatkan IFN- yang dapat menghambat pembentukan inflamasi sehingga dapat menurunkan gejala asma. Sampai saat ini belum ada yang meneliti, maka dari itu peneliti akan menguji efek ekstrak jinten hitam terhadap peningkatan kadar interferon gamma cairan lavase bronkoalveolar pada paru model mencit asma.

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode post test only control group untuk mengetahui efek ekstrak jinten hitam terhadap kadar interferon gamma pada paru model mencit asma. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmakologi dan laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Bahan penelitian ini adalah ekstrak jinten hitam dalam bentuk cairan olly yang kental. Pemberian ekstrak jinten hitam dilakukan setiap hari secara forced feeding dengan menggunakan spuit yang pada ujungnya ditumpulkan dengan platina dan dimasukkan melalui mulut mencit. Alergen yang digunakan berupa ovalbumin chicken (Serva). Sensitisasi awal dilakukan dengan pemberian ovalbumin 10 g (OVA) dan 1 mg Al(OH)3 dalam 0,5 cc normal salin secara intra peritoneal pada hari ke-0 dan 14. Selanjutnya sensitisasi ulangan diberikan dengan inhalasi ovalbumin 1% dalam 8 ml normal salin dengan menggunakan nebuliser Omron tipe NU-017 selama 20 menit secara berkala sesuai jadwal seminggu 3 kali selama 6 minggu. Sensatisasi awal Sensitasi ulangan Hewan coba adalah mencit putih (Mus musculus L.) betina galur Balb/c yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dn Pengujian Terpadu UGM di Yogyakarta berusia 8-12 minggu (pada saat awal perlakuan), berat badan sekitar 20-40 gram dengan kondisi sehat dan bebas diet Ovalbumin. Hewan coba dibagi secara acak menjadi 5 kelompok masing-masing terdiri dari 4 ekor mencit. Satu kelompok adalah kelompok kontrol negatif yaitu kelompok yang tidak mendapat perlakuan sensitisasi dan tanpa pemberian ekstrak jinten hitam. Kelompok dua adalah kelompok kontol positif yaitu kelompok yang diberikan sensitisasi tanpa pemberian ekstrak jinten hitam. Tiga kelompok lainnya adalah kelompok yang mendapat perlakuan pemberian ekstrak jinten hitam dengan masing-masing dosis sebagai berikut: kelompok dosis-1 2,4 gr/kgBB/hari, dosis-2 4,8 gr/kgBB/hari, dan dosis-3 9,6 gr/kgBB/hari. Setelah mencit diberi perlakuan selama 9 minggu, dilakukan pembedahan yang kemudian diambil cairan bilasan trakhea yang sudah dibilas dengan PBS dingin sebanyak 1 ml. Setelah itu, untuk mendapatkan data kuantitatif dilakukan pengukuran kadar interferon gamma cairan lavase bronkoalveolar mencit dengan menggunakan metode ELISA. Data rata-rata kadar interferon gamma dalam pg/ml dianalisa secara statsistik dengan uji One-way ANOVA menggunakan program statistik SPSS 17.

Hari ke

14

21 28

35

49 63 64

Gambar 1. Protokol Sensitisasi Awal dan Ulangan.

HASIL PENELITIAN Setelah dilakukan serangkain percobaan untuk membuktikan bahwa pemberian ekstrak jinten hitam dengan dosis tertentu dapat meningkatkan kadar interferon gamma cairan lavase bronkoalveolar pada paru model mencit asma. Hasil pengukuran data kuantitaf menggunakan metode ELISA menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar interferon gamma masingmasing kelompok setelah pemberian ekstrak Jinten hitam dibandingkan dengan kontrol negatifnya. Tabel 1. Hasil kadar Interferon Gamma Hasil Penelitian Kelompok Kontrol Negatif ( pg/ml) 394,7 pg/ml 486,7 pg/ml 514,7 pg/ml 527,7 pg/ml Kontrol Positif 19,7 pg/ml 77,7 pg/ml 104,7 pg/ml 164,7 pg/ml Jinten Hitam Dosis 1 373,8 pg/ml 428,7 pg/ml 553,7 pg/ml 623,7 pg/ml Jinten Hitam Dosis 2 94,7 pg/ml 103,7 pg/ml 126,7 pg/ml 547,7 pg/ml Jinten Hitam Dosis 3 269,7 pg/ml 285,7 pg/ml Hasil uji One-way ANOVA menunjukkan tidak didapatkan perbedaan yang signifikan terhadap perubahan kadar interferon gamma tiap masing-masing kelompok (p > 0,05), tetapi pada Gambar 2. Grafik rata-rata Kadar Interferon Gamma Kontrol (-) Kontrol (+) JH1 JH2 JH3 556.45 + 182.19 240.95 + 173.76 494.98 + 114.16 214.70 + 222.60 379.20 + 239.72 327,7 pg/ml 345,7 pg/ml

Berdasarkan tabel di atas pada pemberian ekstrak jinten hitam didapatkan peningkatan kadar interferon gamma cairan lavase bronkoalveolar pada paru model mencit asma. Terutama pada pemberian ekstrak jinten hitam dosis-1 2,4 gr/kgBB/hari yang menunujukkan peningkatan yang sangat tinggi. Tabel 2. Hasil Rerata kadar Interferon Gamma Rerata jumlah kadar interferon gamma

Kelompok mencit

hasil pengukuran pada metode ELISA dijumpai kecenderungan peningkatan kadar interferon

gamma cairan lavase bronkoalveolar pada paru model mencit asma.

PEMBAHASAN Pada penelitian ini hewan uji dibagi secara acak menjadi lima kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kontrol positif, JH1, JH2, dan JH3. Kelompok kontrol positif, JH1, JH2, dan JH3 disensitisasi menggunakan alergen ovalbumin dan aluminium hydroxyde sebagai adjuvant secara kronis selama 9 minggu. Selama 9 minggu hewan pada kelompok JH1, JH2, dan JH3 diberi ekstrak jinten hitam dengan berbagai dosis. Selanjutnya dilakukan pengambilan cairan bronkoalvelolar untuk mengamati kadar interferon gamma yang dilakukan dengan metode ELISA. Pemberian alergen berupa injeksi ovalbumin yang dicampur dengan aluminium hydroxyde (Al(OH)3 sebagai adjuvant secara berulang, dilanjutkan dengan pemberian ovalbumin per inhalasi dapat menimbulkan sensitisasi jalan napas yang mengakibatkan mencit menjadi asma. Pada penelitian sebelumnya juga telah dibuktikan bahwa paparan kronik dari ovalbumin secara inhalasi pada model binatang alergi menyebabkan inflamasi alergi dan perubahan struktur saluran napas. Perubahan struktur saluran napas menunjukan airway remodeling seperti gambaran pada asma (Barlianto dkk, 2009) Pada kelompok kontrol positif, yaitu kelompok mencit dengan pemberian ovalbumin saja tanpa pemberian jinten hitam, terdapat penurunan kadar interferon gamma. Pada uji statistiknya didapatkan penurunan yang tidak signifikan. Hal ini membuktikan bahwa alergen yang diberikan dapat menimbulkan proses inflamasi kronis yang menyebabkan kadar interferon gamma menurun. Penurunan kadar interferon gamma disebabkan karena terjadinya peningkatan pada kadar sel Th2 (ditandai dengan peningkatan sitokin-sitokinnya seperti IL9, IgE, IL-4) yang disebabkan oleh manifestasi dari proses inflamasi pada keadaan saluran nafas yang tersensitisasi, misalnya pada asma bronkial (Davey, 2006). Pada penelitian ini didapatkan pada tiap kelompok terjadi perubahan kadar interferon gamma yang menurun maupun meningkat. Pada uji statistiknya didapatkan bahwa perubahan tersebut tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena berbagai macam faktor diantaranya karena terjadi proses inflamasi yang berkelanjutan. Pemberian ovalbumin dilakukan selama 9 minggu, sehingga proses inflamasi sudah terjadi secara kronik. Pemberian ekstrak jinten hitam selama 9 minggu, masih disertai dengan paparan ovalbumin yang berulang sehingga pemicu dari penyakit asma. Paparan kronik ovalbumin menimbulkan inflamasi alergi dan perubahan struktur saluran napas. Gambaran karaketristik pada inflamasi alergi ini adalah dominasi limfosit Th2 dan produk-produknya seperti IL-4, IL-9, IL-5, dan IL13. Maka dari itu pada penelitian ini kadar interferon gamma relative bervariasi kadang meningkat kadang menurun karena yang memegang peranan penting pada pathogenesis asma adalah induksi respon Th2 yang menghasilkan IgE, sel mast, serta eosinofil. Pada dasarnya, hasil kadar interferon gamma pada penelitian ini menunjukkan perubahan yang sangat berbeda jauh. Hal ini dapat dilihat pada hasil dari kadar interferon gamma sebelum dianalisis yang bisa dilihat kembali pada bab 5 atau pada lampiran. Pada hasil tersebut tiap kelompok jinten hitam mengalami perubahan yang sangat jauh. Tetapi ada salah satu kelompok pada kelompok JH2 yang mengalami sedikit perbedaan nilai dan inilah yang menyebabkan hasil dari analisis kadar interferon gamma menjadi tidak signifikan. Kemungkinan terjadi hal tersebut karena pada system imun tiap mencit berbeda. Hal tersebut tidak menjadi kendala karena pada penelitian lain menunjukkan kadar dari IL-9 yang berkebalikan dari kadar interferon gamma (Elfiah, 2010). Pada hasil penelitian tersebut didapatkan kadar dari IL-9 yang mengalami perubahan pada tiap kelompok. Pada kelompok kontrol negatif dimana tidak diberikan perlakuan apapun, hasil perhitungan kadar IL-9 adalah 34.7500. Sedangkan pada kelompok kontrol positif hanya diberikan sensitisasi dengan ovalbumin saja, didapatkan peningkatan kadar IL-9 sebesar 53.2500. Pada kelompok JH1 terjadi penurunan kadar IL-9 yaitu sebesar 50.0625. Pada kelompok JH2 didapatkan penurunan kadar IL-9 juga yaitu sebesar 47.4375. Sedangkan terakhir pada kelompok JH3 didapatkan nilai sebesar 35.6250 (Elfiah, 2010). Berdasarkan data di atas didapatkan kadar IL-9 yang merupakan sitokin

dari Th2 mengalami penurunan setelah pemberian jinten hitam. Sedangkan pada penelitian ini didapatkan kadar interferon gamma yang merupakan sitokin dari Th1 mengalami peningkatan setelah pemberian jinten hitam. Hal tersebut menunjukkan bahwa setelah pemberian jinten hitam terjadi keseimbangan antara Th1 yang diwakili oleh interferon gamma dan Th2 yang diwakili oleh IL-9. Maka dari itu dapat dibuktikan bahwa kadar interferon gamma pada penelitian ini berubah dengan baik walaupun secara analisis data tidak berbeda secara signifikan. Selain itu kemungkinan yang menyebabkan terjadinya perubahan kadar interferon gamma yang tidak signifikan disebabkan karena penelitian ini dilakukan pada cairan lavase bronkoalveolar. Cairan lavase bronkoalveolar merupakan cairan yang diperoleh dari bilasan pada trakea. Cairan lavase bronkoalveolar pada peneliti dahulu dijadikan sebagai parameter untuk pemeriksaan sitokin-sitokin pada asma, karena letaknya pada daerah perifer dari daerah inflamasi sehingga mudah untuk diambil untuk penelitian. Tetapi interferon gamma yang dihasilkan oleh limfosit T banyak terdapat di daerah sirkulasi sekitar 60-70%, dan pada kortek kelenjar limfe, serta periarterioler lien (Rengganis, 2009). Hal ini yang menyebabkan interferon gamma sulit ditemukan di cairan lavase bronkoalveolar sehingga menyebabkan kadar interferon gamma berubah secara tidak signifikan. Pada penelitian sebelumnya pun telah ditemukan fungsi dari IFN- yaitu untuk mengham-

bat pembentukan mediator inflamasi dari Th2. Selain itu, pada penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa jinten hitam memiliki berbagai macam kandungan, diantaranya yang menonjol adalah thymoquinone dan nigellone. Selain itu juga didapatkan kandungan protein, asam amino, lemak, serat, mineral, vitamin, asam folat (Gilani et al, 2004). Thymoquinone sebagai kandungan yang paling menonjol dalam biji jinten hitam telah dibuktikan memiliki efek antioksidan, antiinflamasi, antihistamin, dan analgesik (Randhawa dan Al-Ghamdi, 2002). Thymoquinone berkhasiat anti radang, menginduksi peningkatan Th1, serta dapat menghambat proliferasi dari sel Th2 sehingga menghambat sel Th2 memproduksi sitokin-sitokin pemicu asma seperti IgE, sel mast, serta eosinofil (Rengganis, 2009). Pemberian ekstrak jinten hitam memberikan korelasi yang tidak bermakna karena terdapat perbedaan kadar interferon gamma cairan lavase bronkoalveolar yang tidak signifikan antar tiap kelompok. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, yang ditunjang dengan kajian teoritis seperti yang telah diuraikan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah ekstrak jinten hitam kecenderungan dapat meningkatkan kadar interferon gamma cairan lavase bronkoalveolar pada paru model mencit asma walaupun tidak berbeda secara signifikan. Maka dari itu untuk selanjutnya perlu dilakukan penelitian interferon gamma pada serum atau pada organ lain seperti kelenjar limfe.

KESIMPULAN 1. Ovalbumin dan aluminum hydroxide sebagai adjuvant selama 9 minggu secara intraperitoneal dan inhalasi dapat menyebabkan penurunan kadar interferon gamma pada mencit alergi. 2. Pemberian ekstrak jinten hitam (Nigella sativa L.) dapat meningkatkan kadar interferon gamma pada model mencit asma. 3. Interferon gamma pada cairan lavase bronkoalveolar bisa dijadikan sebagai parameter pada penyakit asma.

DAFTAR PUSTAKA 1. Abbas AT, Abdeel-Aziz MM, Zalata KR, Al-Galel TEA. 2005. Effect of Dexamethasone and Nigella sativa on Peripheral Blood Eosinophil Count, IgG1 and IgG2a, Cytokine Profiles and Lung Inflammation in Murine Model of Allergic Asthma. The Egyptian Journal of Immunology. Vol. 12 (1): 95-102 2. Barlianto, Wisnu, Mohamad Slamet Chandra Kusuma, Setyawati Karyono, Karyono Mintaroem. 2009. Pengembangan Model Mencit Alergi dengan Paparan Kronik Ovalbumin. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol. XXV (1): 1-5 3. Barnes, Peter J. 2008. Focus On Allergy And Asthma 181-190

4. Davey, Patrick. 2002. Medicine at a Glance. Annisa Rahmalia. 2006. At a Glance Medicine. Annisa Rahmalia (penterjemah). 5. Elfiah. 2010. Efek Ekstrak Jinten Hitam (Nigella sativa) terhadap Sel Goblet Bronkus pada Model Mencit Alergi. 6. El-Gazzar M, El-Mezayen R, Marecki JC, Nicolls MR, Canastar A, Dreskin SC. 2006. Anti-Inflammatory Effect of Thymoquinone in A Mouse Model of Allergic Lung Inflammation. International Immunopharmacology 6. p. 11351142 7. Epstein, Michele M. 2004. Do Mouse Models of Allergic Asthma Mimic Clinical Disease?. Int Arch Allergy Immunology. 133: 84-100 8. Gilani A, Jabeen Q, Khan M. 2004. A Review of Medicinal Uses and Pharmacological Activities of Nigella sativa. Pakistan Journal of Biological Sciences. 7 (4): 441-451 9. Randhawa M, Al-Ghamdi M. 2002. A Review of The Pharmaco-Therapeutics Effects of Nigella sativa. Pakistan J. Med. Res. Vol 41. no. 2 10. Rengganis, Iris; Baratawidjaja, Karnen Garna. 2009. Imunologi Dasar. FKUI. Jakarta. Hal 112-124 11. Yulianti S, Junaedi E. 2006. Sembuhkan Penyakit Dengan Habbatussauda. Agromedia Pustaka. Jakarta. hal. 10-17

You might also like