You are on page 1of 4

Diagnosis Banding

1. Mielitis Transversa
Ditandai dengan paraplegia atau tetraplegia akut/subakut, kadang asimetris, disertai nyeri
punggung dan hilangnya sensasi sensoris. Infeksi virus sebelumnya (mononukleosis)
kadang terjadi kadang tidak. Cairan serebrospinalis menunjukkan pleositosis dengan
peningkatan protein dan glukosa normal. Mielografi atau MRI biasanya diperlukan untuk
menyingkirkan lesi kompresi pada medula spinalis. Sebagai tambahan, MRI dapat
menunjukkan proses patologis dalam medula spinalis seperti adanya plak pada penyakit
demielinisasi. Pengobatan mielitis transversa bersifat suportif. Kortikosteroid kadang
digunakan bila dipikirkan pasca infeksi dan/atau demielinisasi sebagai penyebabnya,
tetapi peranan yang sesungguhnya masih diperdebatkan.

2. Mielopati radiasi
Biasnya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun setelah radiasi medula spinalis daerah dada
(misalnya pada limfoma). Awal kelainan dapat bersifat tersembunyi atau mendadak dan
ungkin hanya terbatas pada parestesia atau berkembang menjadi paralisis. Pengobatan
untuk mielopati radiasi tidak diketahui , dan kemungkinan mielopati bersifat sekunder
terhadap kerusakan pembuluh darah pada medula spinalis. MRI atau mielografi
diperlukan untuk menyingkirkan adanya lesi kompresi (kadang-kadang mielopati radiasi
terjadi beberapa tahun setelah radioterapi)

3. Mielopati
Dapat juga terjadi sekunder terhadap toksin (heroin, arsenikum), berkaitan dengan
keganasan pada bagian tubuh lain yang dikenal sebagai remote effect, atau sekunder
terhadap infark medula spinalis.

4. Mielopati transversa akuta
Mungkin terjadi akibat sumbatan arteria spinalis anterior. Biasanya terjadi gangguan
fungsi motorik dan sensasi nyeri serta suhu, sedang sensasi posisi dan getar tidak
terganggu sehubungan dengan struktur anatomi aliran pembuluh darah pada medula
spinalis.

Komplikasi
1. Lesi diatas C4 dapat terjadi depresi pernafasan, lesi di bawah C4 juga dapat
menyebabkan gangguan pernafasan (diaphragmatic breathing) jika n.frenicus terganggu
akibat edema atau pendarahan medula spinalis.
2. Pada cedera servikal dan thorakal dapat terjadi paralisis otot interkostal dan otot adomen.
3. Gangguan kardiovaskuler seperti bradikardia, vasodilatasi, penurunan tekanan darah
terjadi pada Lesi di atas T6 yang mempengaruhi sistem saraf simpatis.
4. Retensi urine terjadi karena atoni kandung kencing yang menyebabkan overdistensi.
5. Lesi diatas T5 dapat menyebabkan hipomotilitas saluran pencernaan.
6. Ganggunan BAB jika lesi dibawah T12.
7. Potensi luka pada kulit, dekubitus.
8. Trombosis vena dalam, emboli paru.
9. Autonomik disrefleksia.
Penatalaksanaan
Pengobatan kompresi medula spinalis bergantung pada lokasi kompresi medula spinalis
dan penyebabnya. Pengobatan sedini mungkin sangat bermanfaat. Beberapa metode pengobatan
kompresi medula spinalis adalah radioterapi (untuk tumor metastasis kanker payudara, prostat,
atau limfoma Hodgkin), operasi dekompresi untuk tumor ekstradural soliter solid yang bersifat
radio resisten, atau kombinasi operasi dan radioterapi. Jika terdapat fraktur atau dislokasi
kolumna vertebralis pada Servikal , pasang kerah fiksasi leher atau collar, pada Thorakal,
lakukan fiksasi (torakolumbal brace) pada Lumbal, lakukan fiksasi dengan korset lumbal.
Penggunaan kortikosteroid bila diagnosis ditegakkan < 3 jam pasca trauma
metilprednisolon (MP) 30 mg/kg BB iv bolus selama 15 mnt selanjutnya infus terus menerus MP
selama 23 jam dengan dosis 5,4 mg/kgBB/jam. Dexametason (10-50 mg IV) segera diberikan
(sebelum mielografi, MRI, radioterapi, atau operasi) bila secara klinis dicurigai adanya
kompresi, karena dapat membantu mempertahankan fungsi medula spinalis. Bila 3-8 jam: terapi
sama, hanya infus MP dilanjutkan untuk 47 jam .Bila >8 jam tidak dianjurkan untuk pemberian
MP. Terapi yang lainya dapat menggunakan antipiretik, analgetik, antibiotik bila ada infeksi, anti
spastisitas otot sesuai keadaan klinik, mencegah dekubitus, pemberian antioksidan untuk
mencegah proses sekunder, operatif bila ada fraktur atau herniasi diskus yg menekan MS.

Prognosis
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-rata harapan
hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi normal. Penurunan rata-rata
lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera. Penyebab kematian utama adalah komplikasi
disabilitas neurologik yaitu : pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal. Penelitian
Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula spinalis traumatik (37 pasien dengan lesi
inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien dengan cedera medula spinalis
inkomplet akan mendapatkan perbaikan motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam
12 bulan pertama.
Penelitian Bhatoe dilakukan terhadap 17 penderita medula spinalis tanpa kelainan
radiologik (5 menderita Central Cord Syndrome). Sebagian besar menunjukkan hipo/isointens
pada T1 dan hiperintens pada T2, mengindikasikan adanya edema. Seluruh pasien di kelola
secara konservatif, dengan hasil: 1 orang meninggal dunia, 15 orang mengalami perbaikan,dan 1
orang tetap tetraplegia. Pemulihan fungsi kandung kemih baru akan tampak pada 6 bulan
pertama pasca trauma pada cedera medula spinalis traumatik. Curt dkk mengevaluasi pemulihan
fungsi kandung kemih 70 penderita cedera medula spinalis hasilnya menunjukkan bahwa
pemulihan fungsi kandung kemih terjadi pada 27% pasien pada 6 bulan pertama. Skor awal
ASIA berkorelasi dengan pemulihan fungsi kandung kemih.7)

Basuki, andi.dkk.2009.Kegawatdaruratan Neurologi,bagian ilmu penyakit saraf : Bandung.
Weiner, Howard L. Buku Saku Neurologi Ed. 5, Jakarta : EGC, 2000.
Pinzon,rizaldy.2011.MedulaSpinalis,(online),(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/154_13_Mie
lopatiservikaltraumatika.pdf/154_13_Mielopatiservikaltraumatika.html-,diakses tanggal 8
Oktober 2013)

You might also like