Professional Documents
Culture Documents
"Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang
yang minta dibuatkan tato, orang-orang yang mencabut bulu mata,
orang-orang yang minta dicabut bulu matanya, dan orang-orang
yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan
Allah." (HR. Muslim)
Seiring dengan perkembangan teknologi, gaya hidup
manusia juga ikut berkembang dan berubah. Salah satu gaya hidup
yang digandrungi manusia adalah merubah gigi mereka agar lebih
cantik dan lebih indah, maka munculah kawat behel yang digunakan
untuk merapikan gigi, ada gigi yang terbuat dari emas atau kuningan
untuk mengganti gigi yang tanggal, ada juga alat untuk mengikir
gigi agar lebih tipis dan lain-lainnya.
Fenomena di atas menarik perhatian sebagian kaum
muslimin yang mempunyai kepedulian terhadap hukum halal dan
haram. Banyak dari mereka yang menanyakan status hukumnya
berdasarkan al-Quran dan Sunnah. Oleh karenanya, perlu ada
penjelasan terhadap masalah-masalah tersebut. Untuk
mempermudah pemahaman, pembahasan ini akan dibagi menjadi
beberapa masalah:
Hukum Menggunakan Kawat Behel
Banyak jamaah pengajian yang menanyakan hukum
menggunakan kawat behel, boleh atau tidak menurut pandangan
Islam ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dirinci terlebih
dahulu :
Pertama : Jika seseorang mempunyai gigi atas yang letaknya agak
ke depan, atau menurut istilah orang Jawa gigi moncong atau gigi
mrongos, yang kadang sampai tingkat tidak wajar sehingga
mukanya menyeramkan, maka hal ini dikatagorikan gigi yang cacat,
oleh karenanya boleh diobati dengan cara apapun, termasuk
menggunakan kawat behel agar giginya menjadi rata kembali. Ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wassalam :
Wahai sekalian hamba Allah, berobatlah sesungguhnya Allah tidak
menciptakan suatu penyakit melainkan menciptakan juga obat
untuknya kecuali satu penyakit." Mereka bertanya, "Penyakit apakah
itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Yaitu penyakit tua (pikun).
(HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Berkata Tirmidzi :
Hadits ini Hasan Shahih).
Di dalam hadits di atas diterangkan bahwa Allah melaknat
orang yang merubah gigi dengan tujuan agar giginya lebih indah
dan lebih cantik. Berkata Imam Nawawi menerangkan hadist di atas
:
Maksud (al-Mutafalijat) dalam hadist di atas adalah mengikir
antara gigi-gigi geraham dan depan. Kata (al-falaj) artinya renggang
antara gigi geraham dengan gigi depan. Ini sering dilakukan oleh
orang-orang yang sudah tua atau yang seumur dengan mereka agar
mereka nampak lebih muda dan agar giginya lebih indah.
Renggang antara gigi ini memang terlihat pada gigi-gigi anak
perempuan yang masih kecil, makanya jika seseorang sudah mulai
berumur dan menjadi tua, dia mengikis giginya agar kelihatan lebih
indah dan lebih muda. Perbuatan seperti ini haram untuk dilakukan,
ini berlaku untuk pelakunya (dokternya) dan pasiennya berdasarkan
hadist-hadist yang ada, dan ini merupakan bentuk merubah ciptaan
Allah serta bentuk manipulasi dan penipuan. [1]
Kedua : Jika gigi seseorang kurang teratur, tetapi masih dalam batas
yang wajar, tidak menakutkan orang, dan bukan suatu cacat atau
sesuatu yang tidak memalukan, serta pemakaian kawat behel dalam
hal ini hanya sekedar untuk keindahan saja, maka hukum pemakaian
kawat behel tersebut tidak boleh karena termasuk dalam katagori
merubah ciptaan Allah suhbanahu wataala.
Dalilnya adalah hadist Abdullah bin Masud radhiyallahu
anhu bahwasanya nabi Muhammadshallallahu alaihi
wassalam bersabda :
"Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang
yang minta dibuatkan tato, orang-orang yang mencabut bulu mata,
orang-orang yang minta dicabut bulu matanya, dan orang-orang
yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan
Allah." (HR. Muslim)
Hukum Memakai Gigi Palsu
Jika seseorang giginya lepas, boleh nggak diganti dengan gigi palsu?
Apakah mengganti gigi dengan gigi palsu termasuk merubah ciptaan
Allah?
Jawaban : Seseorang yang mempunyai gigi, kemudian gigi tersebut
lepas, karena kecelakaan, atau dipukul oleh orang lain, atau
terbentur benda keras, atau karena sebab lain, maka dibolehkan
baginya untuk menggantinya dengan gigi palsu. Karena ini termasuk
dalam pengobatan.
Memakai gigi palsu untuk mengganti gigi yang asli yang lepas atau
rusak, bukanlah termasuk merubah ciptaan Allah, tetapi termasuk
pengobatan.
Ini dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah : 25/ 16, no : 21104,
yang berbunyi :
1. Hal ini termasuk bagian pengobatan yang dibolehkan untuk
menghilangkan bahaya yang timbul.
Berkata Syekh Sholeh Munajid :
.
Memasang gigi buatan sebagai pengganti gigi yang
dicabut karena sakit atau karena rusak, adalah sesuatu yang
dibolehkan tidak apa-apa untuk dilakukan. Kami tidak mengetahui
seorangpun dari ulama yang melarangnya. Kebolehan ini berlaku
secara umum, tidak dibedakan apakah gigi itu dipasang permananen
atau tidak, yang penting bagi pasien memilih yang sesuai dengan
keadaannya setelah meminta pendapat kepada dokter spesialis. [2]
Gigi Palsu Dari Emas dan Perak
Di atas sudah diterangkan kebolehan memasang gigi palsu
untuk mengobati penyakit, atau mengganti giginya yang rusak.
Pertanyaannya adalah bagaimana hukum menggunakan gigi palsu
dari emas atau perak ?
Jawabannya harus dirinci terlebih dahulu : Jika yang memasang gigi
palsu adalah perempuan, maka hal itu dibolehkan karena perempuan
dibolehkan untuk menggunakan emas. Tetapi jika yang
menggunakan gigi palsu itu adalah laki-laki, maka hal itu tidak bisa
dilepas dari dua keadaan :
Pertama : Dalam keadaan normal, dan tidak darurat, artinya dia bisa
menggunakan gigi palsu dari bahan akrilik dan porselen selain emas
dan perak, maka dalam hal ini memakai gigi palsu dari emas dan
perak hukum haram.
Kedua : Dalam keadaan darurat dan membutuhkan, seperti dia tidak
mendapatkan kecuali gigi palsu yang terbuat dari emas atau perak,
atau tidak bisa disembuhkan kecuali dengan bahan dari emas atau
perak, maka hal itu dibolehkan. Ini berdasarkan hadist yang
diriwayatkan olehArfajah bin As'ad :
Dari Arfajah bin As'ad ia berkata, "Saat terjadi perang Al Kulab pada masa
Jahilliyah hidungku terluka, lalu aku mengganti hidungku dari perak,
tetapi justru hidungku menjadi busuk. Kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar aku membuat
hidung dari emas." (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan hadist ini Hasan)
Hadist di atas, walaupun berbicara masalah penggantian hidung
dengan emas dan perak dalam keadaan darurat atau membutuhkan,
tetapi bisa dijadikan dalil untuk penggantian gigi dengan perak dan
emas, jika memang dibutuhkan, karena kedua-duanya sama-sama
anggota tubuh.
Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Berwudhu
Bagaimana hukum mencabut gigi palsu ketika berwudhu ?
Jawabannya : Jika gigi palsu tersebut terbuat dari bahan yang suci
dan tidak najis, maka tidak perlu dicabut ketika berwudhu, terutama
jika sudah dipasang secara permanen. Karena mencabutnya akan
menyebabkan kesusahan bagi pemiliknya, padahal Islam diturunkan
agar umatnya terhindar dari kesusahan.
Sebaliknya jika gigi palsu tersebut terbuat dari bahan najis, maka
harus dicabut dan tidak boleh dipakai ketika berwudhu dan sholat.
Namun demikian, ini jarang terjadi, karena pada dasarnya
bahan-bahan untuk membuat gigi palsu rata-rata bersih dan suci,
seperti gigi tiruan akrilik yang sekarang dipakai secara umum. Gigi
tiruan ini mudah dipasang dan dilepas oleh pasien.
Bahan akrilik merupakan campuran bahan sejenis plastik harganya
murah, ringan dan bisa diwarnai sesuai dengan warna gigi. Ada juga
gigi tiruan dari porselen yang ketahanannya lebih kuat dari akrilik.
Dan yang lebih kuat lagi, serta bisa bertahan sampai bertahun-tahun
adalah gigi tiruan dari logam atau emas, hanya saja tampilannya
berbeda dengan gigi asli.
Syekh Utsaimin ketika ditanya tentang seseorang yang mempunyai
gigi palsu, apakah harus dicabut ketika berwudhu ? Beliau menjawab
sebagai berikut :
Jika seseorang mempunyai gigi palsu yang sudah dipasang, maka
tidak wajib untuk dilepas. Ini seperti cincin yang tidak wajib dilepas
ketika berwudhu, lebih baik digerak-gerakan saja tetapi inipun tidak
wajib. Hal itu dikarenakan nabi Muhammad shallallahu alaihi
wassalam mengenakan cincin, dan tidak pernah ada riwayat yang
menjelaskan bahwa beliau melepaskannya ketika berwudhu. Ini jelas
lebih mungkin menghalangi masuknya air dari gigi palsu. Apalagi
sebagian kalangan merasa sangat berat jika harus melepas gigi palsu
yang sudah dipasang tersebut, kemudian memasangnya kembali.
[3]
Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Meninggal Dunia
Bagaimana hukum mencabut gigi palsu ketika seseorang meninggal
dunia, terutama yang terbuat dari emas dan perak ?
Jawabannya : Di atas sudah diterangkan kebolehan memasang gigi
palsu dari emas dan perak bagi laki-laki jika dalam keadaan darurat
dan membutuhkan, makanya jika seseorang sudah meninggal dunia,
keadaan darurat tersebut sudah hilang, sehingga harus diambil dari
mayit, kecuali jika hal itu justru menyakiti atau menodai mayit, maka
hukumnya menjadi tidak boleh dicabut. Kenapa tidak boleh? karena
mayit walaupun sudah mati, tetapi masih dalam keadaan terhormat
dan tidak boleh dinodai ataupun disakiti, sebagaimana orang hidup.
Adapun bagi perempuan secara umum dibolehkan
menggunakan gigi emas sebagaimana diterangkan di atas.[4] Ketika
perempuan ini meninggal dunia, maka hal itu diserahkan kepada ahli
waris, jika mereka merelakan gigi dari emas itu ikut dikubur bersama
mayit, maka tentunya lebih baik. Tetapi jika mereka menginginkan
gigi dari emas yang bernilai tersebut, maka dibolehkan bagi mereka
mencabut gigi emas dari mayit tersebut , selama hal itu tidak
menyakiti atau menodai mayit.
[1] Nawawi, Syarh Shahih Muslim, Juz : 14, hal : 106-107
[2] www.Islamqa.com
[3] Utsaimin, Majmu Fatawa wa Rasail, Dar al-Wathan, 1413, juz : 11,
hal : 140
[4] Tentang kebolehan perempuan menggunakan gigi palsu dari
emas disampaikan oleh Syekh Abdul Muhsin Ubaikan di dalam
situsnya : www.al-obeikan.com
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/361/hukum-kawat-behel-
dan-gigi-palsu/
Perawatan Orthodonti dalam Pandangan Islam
Islam merupakan sebuah ajaran yang sangat memuliakan ilmu
kesehatan dan kedokteran sebagai sarana untuk merawat kehidupan
dengan izin ALLAH. Ia bahkan memerintahkan kita sebagai fardhu
ain untuk mempelajarinya secara komprehensif agar dapat
mengenali diri secara fisik dan biologis sebagai media peningkatan
iman dan memenuhi kebutuhan setiap individu dalam
menyelamatkan, memperbaiki, dan menjaga hidupnya. Selain itu,
Islam juga menetapkan fardhu kifayah dan menggalakan adanya
ahli-ahli di bidang kedokteran dan memandang kedokteran sebagai
sebuah ilmu yang sangat mulia. Salah seorang imam besar, Imam
Syafii, berkata demikian, Aku tidak tahu suatu ilmu setelah masalah
halal dan haram [fiqih] yang lebih mulia dari ilmu kedokteran. Pun
demikian adanya dengan suatu keahlian medis dalam hal merapikan
gigi yang dikenal dengan istilah Orthodonti [Orthodontics] adalah
nikmat ALLAH kepada umat manusia untuk mengembalikan kepada
fitrah penciptaan yang paling indah yang patut disyukuri dengan
menggunakannya pada tempatnya dan tidak disalahgunakan untuk
memenuhi nafsu insani yang kurang bersyukur.
Sejarah Perawatan Orthodonti
Berbicara mengenai sejarah ilmu orthodonti maka akan sama
tuanya dengan sejarah ilmu kedokteran gigi serta cabang-cabang
ilmu kedokteran gigi yang lain seperti ilmu penambalan gigi dan
ilmu pembuatan gigi tiruan. Hippocrates termasuk salah satu orang
yang berpendapat mengenai kelainan pada tengkorak kepala dan
wajah (kraniofasial) : Di antara kelompok manusia terdapat orang
dengan bentuk kepala yang panjang, sebagian memiliki leher yang
lebar dengan tulang yang kuat. Yang lainnya memiliki langit-langit
(palatum) yang dalam dengan susunan gigi yang tidak teratur,
berjejal satu sama lain dan hal itu berhubungan dengan sakit kepala
dan gangguan keseimbangan. Sedangkan Celcus pada tahun 25 SM
mengemukakan teori: Gigi dapat digerakkan dengan memberikan
tekanan dengan tangan. Peralatan sederhana yang didesain untuk
mengatur gigi geligi telah ditemukan oleh para arkeolog di makam-
makam kuno bangsa Mesir, Yunani, dan Suku Maya di Meksiko.
Pengertian Orthodonti
Arti harafiah orthodonti sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu
orthos yang berarti lurus dan dons yang berarti gigi. Istilah
orthodonti sendiri digunakan pertama kali oleh Le Foulon pada
tahun 1839. Ilmu orthodonti sebagai suatu ilmu pengetahuan seperti
yang kita kenal dewasa ini barulah kira-kira 50 tahun yang lalu dan
lambat laun berkembang terus sehingga seolah-olah menjadi bidang
spesialisasi dalam kedokteran gigi. Pada zaman dahulu yaitu 60
hingga 70 tahun yang lalu ilmu orthodonti memang sudah dikenal
seperti halnya dengan ilmu penambalan gigi dan pembuatan gigi
tiruan, tetapi konsepnya berbeda dengan konsep ilmu orthodonti
yang sekarang. Jika dulu yang dipentingkan hanyalah masalah
mekanis saja, dalam arti penggunaan alat-alat untuk meratakan
susunan gigi yang tidak rata, sekarang masalah biologis juga turut
menjadi perhatian. Maksud dan tujuan dari perawatan orthodonti
sendiri ada beberapa macam yaitu:
1. Menciptakan dan mempertahankan kondisi rongga mulut yang
sehat
2. Memperbaiki cacat muka, susunan gigi geligi yang tidak rata, dan
fungsi alat-alat pengunyah agar diperoleh bentuk wajah yang
seimbang dan penelanan yang baik
3. Memperbaiki cacat waktu bicara, waktu bernafas, pendengaran,
dan mengembalikan rasa percaya diri seseorang
4. Menghilangkan rasa sakit pada sendi rahang akibat gigitan yang
tidak normal
5. Menghilangkan kebiasaan buruk, seperti; menghisap ibu jari,
menggigit-gigit bibir, menonjolkan lidah, bernafas melalui mulut
Dari pemaparan di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
tujuan perawatan orthodonti adalah untuk memperbaiki fungsi
pengunyahan yang normal. Untuk itu, upaya yang dilakukan adalah
dengan merapikan susunan gigi serta mengembalikan gigi geligi
pada fungsinya yang optimal. Upaya merapikan susunan gigi geligi
ini nantinya tidak akan terlepas dari pelibatan gigi geligi itu sendiri,
jaringan lunak mulut, tulang wajah, dan jaringan lunak wajah.
Dengan demikian didapatkannya suatu keharmonisan wajah adalah
salah satu implikasi yang dapat diperoleh dari perawatan orthodonti.
Macam-Macam Perawatan Orthodonti
Secara umum menurut alat yang digunakan, perawatan
orthodonti dibagi menjadi dua macam yaitu orthodonti lepasan
[removable appliances] dan orthodonti cekat [fixed appliances]. Alat
orthodonti lepasan umumnya digunakan pada kasus-kasus yang
tidak terlalu sulit dan tidak membutuhkan pencabutan gigi. Karena
keterbatasannya, biasanya alat orthodonti lepasan yang terbuat dari
bahan akrilik ini, jarang digunakan oleh pasien-pasien dewasa.
Berbeda dengan alat orthodonti lepasan, alat orthodonti cekat
memiliki indikasi perawatan yang lebih luas. Alat orthodonti cekat
dapat digunakan untuk segala usia, bahkan usia lanjut sekalipun bila
kondisi tulang penyangga giginya masih memungkinkan. Alat ini
terdiri dari seutas kawat [terbuat dari campuran logam Nikel dan
Titanium yang memiliki sifat tahan karat dan sangat lentur dengan
ukuran yang berbeda-beda tergantung kebutuhan], bracket
[penopang kawat yang ditempelkan pada gigi, dapat terbuat dari
logam, keramik, dan plastik], dan cincin karet warna-warni. Karena
alat orthodonti cekat ini ditempelkan pada gigi selama perawatan,
maka pasien harus dapat menjaga kebersihan mulut sebaik mungkin
agar tidak menimbulkan masalah gigi dan mulut yang lainnya.
Orthodonti Menurut Islam
Dengan melihat berbagai faktor penyebab dan kebutuhan
penanganan secara orthodonti, maka hal tersebut diperbolehkan
dalam Islam, baik sebagai pasien maupun dokter gigi yang
menanganinya, bahkan hal ini sangat dianjurkan dan dapat bernilai
ibadah. Sebab, Islam menganjurkan untuk berobat bila terjadi
kelainan dan ketidaknormalan pada fisik dan psikis. Bukankah Islam
sangat memperhatikan kesehatan seperti telah difirmankan ALLAH
dalam Al-Quran?
Namun, belakangan ini tampaknya timbul suatu fenomena di
mana penggunaan kawat gigi sebagai suatu tren tersendiri
khususnya di kalangan kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena
mereka sekedar ingin bergaya dan bahkan terkadang karena ingin
menunjukkan status ekonomi, meskipun sebenarnya kebanyakan dari
mereka tidak perlu menggunakannya karena kondisi gigi yang
normal. Untuk hal ini, pemasangan alat orthodonti cekat pada pasien
yang sebetulnya tidak butuh perawatan sebetulnya merupakan
perbuatan yang sia-sia, tidak perlu, termasuk mubazir. Sebab,
biasanya rata-rata waktu perawatan orthodonti cukup lama
tergantung tingkat keparahannya dengan biaya yang tidak sedikit.
Jika perawatan orthodonti digunakan dengan tujuan yang seperti
disebutkan di atas tadi, maka hal ini termasuk kepada hal yang
berlebih-lebihan [israf] yang dibenci oleh ALLAH [QS. Al-Muminun :
64-5, QS. Al-Isra : 26-7]. Wallahualam bishshawab.
-drg. Deasy Rosalina-
Maraji
1. Setiawan Budi Utomo. Fiqih Aktual. Jakarta : Gema Insani Press.
2003.
2. Profitt, et al. Contemporary Orthodontics 1st Ed. St. Louis : CV
Mosby Co. : 1986.
Deasy Rosalina, drg
SAKURA Dental Centre
Wisma Nusantara 2nd Floor
Jl. MH. Thamrin 59
Jakarta 10350 - Indonesia
Ph :+62 21 3904682
mailto : latansa_syahid@ yahoo.com
weblog: http://drosalina. blogspot. com/
posted by Sandi at 10:48 AM
Bersiwaklah Saat Puasa, Dapatkan 10
Keutamaannya
REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kebersihan
merupakan hal yang didamba bagi semua orang. Karena dari
kebersihan, dapat melahirkan pola hidup sehat. Saat bulan
Ramadhan ini, kebersihan pun tetap harus terjaga. Baik kebersihan
jasmani maupun rohani. Kebersihan jasmani meliputi bersih badan
dan anggota tubuh sewaktu hendak melakukan ibadah. Sedangkan
bersih rohani, bersihnya hati dari berbagai penyakit hati.
Bersih jasmani bagi orang yang berpuasa patut dipelihara, termasuk
kebersihan mulut. Saat berpuasa, umat Muslim hanya menyikat gigi
saat sahur dan berbuka. Oleh karenanya mengapa orang yang
berpuasa dianjurkan untuk bersiwak.
Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW bersabda: "Shalat dengan
bersiwak itu lebih utama daripada 70 shalat tanpa bersiwak lebih
dahulu." Dalam hadits yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim, Rasul
bersabda, "Andaikan aku tidak khawatir memberatkan atas umatku,
niscaya aku wajibkan atas mereka bersiwak (gosok gigi) pada tiap-
tiap shalat."
Hadits tersebut memberikan isyarat bahwa Rasul menginginkan
umatnya untuk senantiasa membersihkan gigi setiap hendak
melakukan shalat, jika umat tersebut tidak merasa keberatan. Karena,
bersiwak merupakan sunnah yang sangat dianjurkan. Tak sekedar
dianjurkan, bersiwak (menyikat gigi) juga dapat mempengaruhi
kesehatan gigi, gusi, tenggorokan, dan mulut.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Imam Bukhori juga disebutkan,
"Hendaklah kalian selalu bersiwak. Karena dalam bersiwak itu ada
sepuluh perkara terpuji. Sepuluh perkara tersebut yaitu:
Pertama, dapat membersihkan mulut. Bersiwak, yang saat ini lebih
masyhur disebut dengan sikat gigi jelas dapat membersihkan mulut.
Tak hanya membersihkan mulut, menyikat gigi secara rutin dan
benar juga mempengaruhi kesehatan gigi dan gusi.
Kedua, membuat Allah ridho. Tak diragukan lagi, sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang yang
membersihkan diri. Berwudhu, mandi, bahkan menyikat gigi ialah
kegiatan yang ditujukan demi bersih dan sucinya anggota tubuh.
Tiada hal yang dapat menghalangi ridho Allah untuk seorang hamba
yang berniat membersihkan diri dalam rangka beribadah dan dekat
kepada-Nya.
Ketiga, membuat setan marah. Mengapa setan bisa marah jika kita
menggosok gigi? Sebab setan tidak suka terhadap hal-hal yang
bersih. Jika kita bersiwak, itu berarti kita membersihkan diri dan
menghindari diri dari kekotoran. Karena setan lebih menyukai hal-hal
yang kotor, ia murka terhadap hamba-hamba Allah yang senantiasa
menerapkan hidup bersih dan sehat.
Keempat, dicintai Allah dan malaikat pencatat amal. Segala sesuatu
yang diniatkan dari hati, pasti akan dicatat oleh Allah dan malaikat
pencatat amal baik. Karena Allah amat mencintai kebersihan dan
keindahan, tentu Allah juga mencintai hamba-hambaNya yang
beristiqomah untuk menerapkan gaya hidup bersih dan sehat.
Dengan menyikat gigi secara teratur demi terciptanya kesehatan
jasmani, insya Allah perbuatan tersebut dinilai Allah sebagai ibadah.
Kelima, dapat menguatkan gusi. Rutinitas menggosok gigi, jika
dilakukan secara benar tentu dapat bermanfaat bagi kesehatan dan
kekuatan gusi. Dalam ilmu kesehatan gigi, makanan yang kita
konsumsi, setidaknya terdapat zat asam. Zat asam tersebut dapat
mengikis email pada gigi. Dapat terbayangkan jika kita jarang
menyikat gigi. Jangka panjangnya, email pada gigi tersebut dapat
membentuk lubang-lubang mikro.
Keenam, dapat menghilangkan lendir (pada tenggorokan).
Tenggorokan kita tidak 24 jam dalam keadaan bersih. Adakalanya
lendir-lendir timbul dan membuat kesehatan mulut dan tenggorokan
terganggu. Lendir itu pun akan timbul jika intensitas menyikat gigi
kita sangat jarang. Oleh karenanya mengapa disunnahkan menyikat
gigi sebelum shalat, fungsi utamanya ialah kesehatan dan kesegaran
saluran pencernaan tetap terjaga.
Ketujuh, dapat menyegarkan napas. Selain bermanfaat untuk
kesehatan gigi dan gusi, menyikat gigi juga dapat menyegarkan
napas. Pada zaman Nabi SAW, siwak yang dipilih pun tentunya
berkualitas. Meski tidak terdapat fluoride, kayu siwak yang Nabi
gunakan sebelum beliau melaksanakan shalat mampu membersihkan
gigi, gusi dan memberikan kesegaran pada napas.
Kedelapan, dapat membersihkan mulut dari cairan yang tidak
berguna. Dalam mulut dan gigi kita tentu terdapat bakteri dan
kuman jika jarang dibersihkan. Cairan yang tidak berguna, saat
bercampur dengan lendir ditambah frekuensi menyikat gigi yang
jarang, akan menyebabkan karies tumbuh di sela-sela gigi.
Kesembilan, dapat menguatkan pandangan mata. Jika kita menelaah
kembali etika atau adab menuntut ilmu dalam kitab Talim Mutalim,
kitab yang telah dipakai sebagai pegangan dalam menuntut ilmu
menyebutkan bahwa bersiwak (menyikat gigi) secara rutin dan benar
dapat menguatkan pandangan mata. Mengapa? Jika kesehatan
mulut terjaga, penglihatan pun dapat bekerja secara maksimal.
Ringkasnya, kesehatan gigi dan mulut mempengaruhi fungsi panca
indera, termasuk mata.
Kesepuluh, dapat menghilangkan bau busuk di mulut. Menyikat gigi
secara teratur dan benar tentu selain gigi, gusi dan pernapasan
sehat, bau tak sedap di mulut pun akan berkurang. Sehingga, dalam
kondisi berpuasa, tak perlu lagi merasa mulut kita mengeluarkan bau
tak sedap. Puasa, jika diimbangi dengan keteraturan kita
membersihkan gigi, tentu akan menghasilkan puasa yang maksimal.
Insya Allah.
Redaktur : Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber : Ine Febrianti