You are on page 1of 16

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

AKHLAQ, ETIKA DAN MORAL







Oleh :
1. Fajar Avianto (13511241060)
2. Rio Jenero Muhamad B. (13511241061)
3. Faiq Abdul Aziz (13511241062)

PENDIDIKAN TEKNIK BOGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah Etika, moral, dan akhlak
dalam islam ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya.
Makalah ini telah dibuat dengan berbagai pertimbangan dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 23 Maret 2014
Penulis















Daftar isi

























BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejarah agama menunjukan bahwa kebahagiaan yang ingin di capai dengan menjalankan
syariah agama itu hanya dapat terlaksana denagn adanya akhlak yang baik. Kepercayaan yang
hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan tuhan, ibadah yang di lakukan hanya sebagai
formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang tertuang dalam kitab saja,
semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya kebahagiaan tersebut.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadapnya adalah pangkalan yang
menentukan corak hidup manusia. Akhlak atau moral, atau susila adalah pola tindakan yang di
dasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan perbuatan susila adalah jawaban yang tepat
terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran
kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, di mana manusia
melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan denagan baik dan buruk. Disitulah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa
melakukannya.


BAB II
PEMBAHASAN
I. ETIKA
A. Pengertian
Etika adalah ajaran yang berbicara tentang baik buruknya yang menjadi ukuran baik
buruknya atau dengan istilah lain ajaran tentang kebaikan dan keburukan, yang
menyangkut peri kehidupan manusia dalam hubungannya dengan tuhan, sesama
manusia, dan alam.
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa indonesia, etika di artikan ilmu
pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat
bahwa etika berhubungan denagn upaya menentukan tingkah laku manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah, telah di kemukakan para ahli dengan ungkapan
yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut para ulama etika adalah
ilmuyang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Sebagai cabang pemikiran filsafat, etika bisa di bedakan menjadi 2 yaitu
obyektivisme dan subyektivisme.
Obyektivisme
Berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat obyektif,
terletak pada substansi tindakan itu sendiri. Faham ini melahirkan apa yang
disebut faham rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan disebut baik, kata
faham ini, bukan karena kita senang melakukannya, atau karena sejalan dengan
kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme universal yang
mendesak kita untuk berbuat begitu.
Subyektivisme
Berpandangan bahwa suatu tindakan disebut baik manakala sejalan dengan
kehendak atau pertimbangan subyek tertentu. Subyek disini bisa saja berupa
subyektifisme kolektif, yaitu masyarakat, atau bisa saja subyek Tuhan



B. Etika Dibagi Atas Dua Macam
1. Etika deskriptif
Etika yang berbicara mengenai suatu fakta yaitu tentang nilai dan pola perilaku
manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan
masyarakat.
2. Etika normative
Etika yang memberikan penilaian serta himbauan kepada manusia tentang bagaiman
harus bertindak sesuai norma yang berlaku. Mengenai norma norma yang menuntun
tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari hari.
C. Peran dan Fungsi Etika
1. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian tentang
2. perilaku manusia
3. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok
dalam
4. melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa
5. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi
6. sekarang.
7. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam menjalankan
aktivitas
8. kemahasiswaanya.
9. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita
bisa di
10. cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.
D. Penerapan Etika dalam kehidupan
1. Etika bergaul dengan orang lain
a. Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka
cacat.
b. Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka, lalu
pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
c. Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah
kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
d. Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
e. Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya,
dan tahanlah rasa benci terhadap mereka.
2. Etika bertamu
a. Untuk Pengundang
Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan
mengabaikan orang- orang fakir.
Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini
bertentangan dengan kewibawaan.
Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi
tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan
berbicara ramah.
Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang
demikian itu berarti menghormatinya.
Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan
penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.
b. Untuk Yang di Undang
Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan
undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu
merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya - Jangan tidak hadir
sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya.
Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa
untuk tinggal lebih dari itu.
Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja
yang terjadi pada tuan rumah.
3. Etika di Jalan
a. Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat
berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari
orang lain karena takabbur.
b. Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
c. Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya
seseorang bisa masuk surga.
d. Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal.
4. Etika Makan dan Minum
5. Etika Bertetangga


II. MORAL
A. Pengertian
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak
dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia
dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan
yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah
yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai
(ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika pengertian etika dan moral
tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara
etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang
perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan.
Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia
baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral
tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang
dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran
filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan etika berada dalam dataran
realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat.
Dengan demikian tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur
tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di
masyarakat.
B. Perbedaan Antara Etika dan Moral
Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit
perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai,
sedangkan etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada. Kesadaran moral
erta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut
conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb,
fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal, yaitu:
1. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.
2. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu
perbuatan yang secara umumk dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal
yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui
berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam
situasi yang sejenis.
3. Kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa
moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau system hidup yang dilaksanakan atau
diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh
masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan
ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional,
berlaku umum dan kebebasan. Jika nilainilai tersebut telah mendarah daging dalam
diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang
demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada
dorongan atau paksaan dari luar.

III. AKHLAQ
A. Pengertian
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan). Dari
sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi
majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan,
tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik)
dan al-din (agama).
B. Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak
1. Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
3. Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau
tekanan dari luar.
4. Dilakukan dengan sungguh-sungguh.
5. Dilakukan dengan ikhlas.
C. Ciri Akhlak menurut Yunahar Ilyas (2004:12-14)
1. Akhlaq Rabbani
Ajaran Akhlaq yang bersumber kepada wahyu Ilahi yang tercantum dalam Al-
Qur?an dan Sunnah Rasul saw. Akhlak rabbani menekankan pada tujuan untuk
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sumber akhlak rabbani adalah
bukan etika dan moral (seperti penjelasan di atas). Kebenaran nilai dalam akhlak
ini bersifat mutlak dan mampu terhindar dari nilai moral yang kacau.


153. dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-
jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan
Allah agar kamu bertakwa

2. Akhlaq Manusiawi
Ajaran akhlak untuk manusia yang membutuhkan kebahagiaan yang hakiki.
Ajaran ini diperlukan untuk memenuhi tuntutan fitrahnya, karena untuk
memelihara eksistensi manusia sebagai mahluk terhormat.
3. Akhlaq Universal
Ajaran akhlak yang sesuai dengan kemanusiaan dan mencakup semua aspek
kehidupan manusia baik dalam dimensi vertikal maupun horizontal


151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-
anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan
kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji,
baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan
sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya
kamu memahami(nya)
152. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang
melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah
kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah.
Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat
Seperti kandungan QS al-An?am [6] : 151, bahwa manusia wajib menghindari
sepuluh keburukan, yaitu syirik, ?aq lil walidain, qatlul walad lil imlaq, perbuatan
keji terbuka atau tertutup, qatlu nafs illa bil haq, aklu malil yatim, tathfif fil kail wal
wazn, membebani orang lain lampaui batas, persaksian tidak adil dan khianat.
4. Akhlaq Keseimbangan
Manuisia mempunyai akhlak yang bersumber pada hati nurani, akal dan
kekuatan buruk yang didorong hawa nafsu. Setiap orang mempunyai naluriah
hewani dan naluriah malaikat. Juga mempunyai unsur ruhani dan jasmani. Masing-
masing membutuhkan pelayanan yang seimbang. Kerena manusia menghendaki
dua kebahagiaan yang seimban, yaitu dunia ? akhirat, maka pemenuhan
kebutuhan tersebut juga dilakukan secara seimbang.
5. Akhlaq Realistik
Manusia mempunyai kelemahan di sisi kelebihan yang dimilikinya. Manusia
biasa melakukan kesalahan-kesalahan atau pelanggaran. Ajaran ini memberi
kesempatan kepada manusia untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dengan
bertaubat. Allah Berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 123 :


123. Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat
menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan
daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan
tidak (pula) mereka akan ditolong




IV. ILMU AKHLAQ
A. Pengertian
ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian
menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau
perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi
pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan
nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut
tergolong baik atau buruk.
Ahmad Amin menjelaskan bahwa ilmu akhlaq adalah ilmu yang menjelaskan arti
baik dan buruk, menerangkan apa yang harus dilakukan seorang manusia kepada
orang lain, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
Ilmu akhlaq secara terminologis menurut Asmaraman ( 1994:5 )
a. Ilmu yang menentukan batas antara baik buruk, antara yang terpuji dan
tercela, tentang perkataan dan perbuatan manusia lahir dan batin.
b. Ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk,
ilmu yang mengajarkan pergaulan dan menyatakan tujuan mereka yang
terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan manusia.

V. RUANG LINGKUP ILMU AKHLAQ
Sifat Mahmudah atau juga dikenali dengan akhlak terpuji ialah sifat yang lahir
didalam diri seseorang yang menjalani pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang keji dan
hina (sifat mazmumah). Sifat Mazmumah boleh dianggap seperti racun-racun yang
boleh membunuh manusia secara tidak disedari dan sifat ini berlawanan dengan sifat
mahmudah yang sentiasa mengajak dan menyuruh manusia melakukan kebaikan.
Oleh itu, dalam Islam, yang menjadi pengukur bagi menyatakan sifat seseorang
itu sama ada baik atau buruk adalah berdasarkan kepada akhlak dan perilaku yang
dimilik oleh seseorang.
Akar akhlak mazmumah(akhlak tercela):
1. penyakit syubhat. Penyakit ini menimpa wilayah akal manusia, dimana
kebenaran tidak menjadi jelas (samar) dan bercampur dengan kebatilan (talbis).
Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia memahami secara baik dan
memilih secara tepat.
2. penyakit syahwat. Penyakit ini menimpa wilayah hati dan insting manusia,
dimana dorongan kekuatan kejahatan dalam hatinya mengalahkan dorongan
kekuatan kebaikan. Penyakit ini menghilangkan kemampuan dasar manusia untuk
mengendalikan diri dan bertekad secara kuat.
Syahwat kekuasan, berarti bahwa dorongan berkuasa dalam diri seseorang
begitu kuat sampai tingkat dimana ia mulai menyerap sebagan dari sifat yang hanya
layak dimiliki Allah SWT. Hal ini dimulai dari yang terkecil-senang dikagumi (sumah),
senang disanjung di depannya (riya), dan merasa puas diri (ghuhur), sampai pada
yang hal yang besar-sombong, angkuh, jabarut, mengintimidasi, dan zalim. Syahwat
inilah yang kemudian mendorong manusia sampai pada tingkat yang lebih jauh lagi,
yaitu syirik. Inilah dosa yang membuat Firaun terlaknat.
Syahwat kesetanan, berarti bahwa ada dorongan yang kuat dalam diri
seseorang untuk menyerupai setan dalam berbagai bentuk perilaku dasarnya.
Misalnya, memiliki sifat benci, dengki dan dendam, gemar menipu, membuat ulah dan
makar, menyebarkan gosip, memfitnah, menyesatkan orang lain, dan semacamnya.
Syahwat ini biasanya mempertemukan antara kecerdasan di satu sisi, dengan
dorongan setan di sisi lain. Karena itu, pelakunya cenderung licik dan culas dalam
pergaulan serta berwajah ganda.
Syahwat binatang buas, syahwat ini berasal dari nafsu amarah dan angkara
murka, seperti api yang cenderung membakar dan membumihanguskan. Jika syahwat
angkara murka bertemu dengan kekuatan fisik yang mendukung, maka lahirlah
berbagai macam perilaku buruk, seperti permusuhan, debat, penjajahan,
pembunuhan, tirani, penodongan, dan perkelahian.
Syahwat binatang ternak, syahwat ini berasal dari naluri binatang dalam diri
manusia dan mendorongnya untuk memenuhi kebutuhan perut dan kemaluannya
secara berlebihan. Penyakit syahwat ini mendorong manusia menjadi hedonis,
permisif, dan berpikir jangka pendek. Dari syahwat perut lahirlah sifat-sifat serakah,
rakus, memakan harta anak yatim, pelit, mencuri, korupsi, sifat pengecut, penakut,
dan semacamnya. Adapun dari syahwat kemaluan lahirlah perzinaan.

Ukuran baik buruknya suatu akhlaq ditentukan oleh :
a. Adat kebiasaan
Setiapp bangsa memiliki adat tertentu dan menganggap baik jika
mengikuti dan menanamkan kepada generasi muda bahwa adat istiadat
akan membawa mereka ke dalam keducian. Perintah adat selalu dilakukan
karena :
Pendapat umum, memuji orang-orang yang mengikuti adat istiadat dan
mengejek orang tang melanggarnya. Misalnya adat berpakaian, makan,
dan logat berbicara serta bahasa.
Apa yang diriwayatkan turun temurun dari hikayat-hikayat. Misalnya
Setan, jin dan roh leluhur akan membalas dendam terhadap orang yang
menyalahi peraturan adat.
Beberapa upacara dan pertemuan menggerakan perasaan dan
mendorong orang yang melakukan tradisi untuk bertindak. Misalnya
ziarah dan sebagainya.
b. Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah kelezatan dan tidak mengalami
penderitaan/kepedihan. Kelezatan adalah ukuran perbuatan baik. Perbuatan
yang mengandung kelezatan adalah baik dan sebaliknya.
a. Egoistik Hedonism
b. Universal Hedonism
c. Intuisi
Merupakan kekuatan batin yang dapat membedaakan baik dan buruknya
suatu perbuatan dengan selintas pandang.

Problema perbuatan baik biasanya dating dari Dunia dan seisinya, Manusia
sendiri, Syaitan dan yang paling berat adalah nafsu. Maka, ada yang namanya
motivasi berbuat baik.
Motivasi orang berbuat baik untuk dunia :
a. Karena bujukan atau ancaman dari orang yang ditakuti
b. Mengharap pujian dan menakuti celaan jika tidak dilakukan, biasanya
dilakukan oleh raja atau pemimpin
c. Mengerjakan kebaikan karena memang dia baik.
Motivasi orang berbuat baik untuk Akherat adalah
a. Mengharap pahala dan syurga
b. Mengharap pujian Tuhan dan takut celanya
c. Mengharap keridhaan Allah semata.
































DAFTAR PUSTAKA
Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996
Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, Jakarta : PT Raja Grafmdo
Persada, 2004
Yaqub, Hamzah. Etika Islam. Bandung : CV Diponegoro, 1988 (artikel ini disadur dari
persentasi pada mata kuliah akhlak tasawuf)
Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Lentera: Jakarta.
Bakry, Oemar. 1981. Akhlak Muslim. Aangkasa: Bandung
Achmad, Mudlor. Tt. Etika dalam Islam. Al-Ikhlas. Surabaya.
Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. 2003. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Lentera. Jakarta.
Masyhur, Kahar. 1986. Meninjau berbagai Ajaran; Budipekerti/Etika dengan Ajaran Islam.
Kalam Mulia. Jakarta.
Mustofa, Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. CV Pustaka Setia. Bandung.
Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

You might also like