You are on page 1of 20

[Type text]

[Type text]

BAB I
JUDUL PENELITIAN
A. Masalah Penelitian
Penyakit diare masih menjadi masalah global dengan derajat kesakitan dan
kematian yang tinggi diberbagai negara terutama di negara berkembang seperti Indonesia
dan juga sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian
anak di dunia. Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5
tahun meninggal setiap tahunnya di dunia sekitar 20 % meninggal karena infeksi diare.
Secara umum diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi buang air besar lebih dari biasanya(lazimnya lebih dari 3 kali sehari) disertai
adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita yang bersangkutan.
Tingginya angka kejadian diare pada balita, penulis tertarik untuk meneliti lebih
jauh tentang faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita terutama
dalam menganalisis adanya hubungan dengan faktor ibu, faktor bayi dan faktor
lingkungan dengan kejadian diare pada balita. Selain itu penelitian ini bermaksud untuk
memecahkan masalah diare yang terjadi pada balita khususnya di Desa Karang Pucung,
Purwokerto Selatan serta mengidentifikasi upaya penanggulangannya.

B. Judul Penelitian
Penentuan judul berangkat dari masalah yang telah dipaparkan dimuka.
Berdasarkan BAB Pendahuluan yang telah disusun meliputi latar belakang pengambilan
masalah dan penelitian, tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khusus, hingga
perumusan masalah, didapatlah judul penelitian ini. Faktor-faktor penyebab penyakit
diare pada balita (Study Kualitatif di Desa Karang Pucung, Purwokerto Selatan,
Kab.Banyumas, Prov. Jawa Tengah)



[Type text]

[Type text]

BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena masih sering timbul dalam bentuk Kejadian
Luar Biasa (KLB), dan disertai dengan kematian yang tinggi, terutama di Indonesia
Bagian Timur. Disamping itu menurut hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukan bahwa
penyakit diare merupakan penyebab utama kematian pada balita. Target MDGs ke-4
adalah penurunan kematian anak dari tahun 1990 menjadi 2/3 bagian sampa 2015. Salah
satu upaya untuk menurunkannya adalah dengan menurunkan kematian karena diare.
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih
dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lender
darah. Penyebab diare pada balita dan anak ialah bakteri Escherichia Coli. Pada anak dan
balita Escherichia Coli dapat menyebabkan epidemic diare dengan mortalitas tinggi.
Bakteri Escherichia Coli tidak menembus mukosa usus, tetapi hanya bersarang dalam
lumen usus. Sehingga toksin yang dilepaskan oleh bakteri ini menyebabkan sekresi usus.
Akibatnya sekresi usus ini dapat terjadi dehidrasi dan asidosis.
Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mendorong
terjadinya diare, faktor tersebut antara lain keadaan gizi, sosio demografi, lingkungan,
dan perilaku. Oleh karenanya permasalahan mengenai diare khususnya pada balita
dibahas lebih detail lagi. Penelitian ini menggunakan studi pendekatan naturalistik atau
biasa disebut metode kualitatif dengan 5 orang responden yang dipilih secara random di
Desa Karang Pucung, Purwokerto Selatan. Mengenai hal lebih jelasnya bisa dilihat dalam
tinjauan pustaka dan kaitannya dengan metode penelitian yang digunakan.
B. Perumusan Masalah
Berikut ini adalah masalah yang dapat dirumuskan, antara lain:
1) Faktor faktor penyebab apa saja yang mampu mempengaruhi terjadinya
penyakit diare pada balita?
[Type text]

[Type text]

2) Bagaimana gambaran pengetahuan masyarakat di Desa karang Pucung tentang
faktor penyebab diare?
3) Bagaimana gambaran keadaan air bersih dengan terjadinya diare pada balita?
4) Bagaimana gambaran penyehatan makanan dan minuman dengan terjadinya diare
pada balita?
5) Bagaimana gambaran keadaan lingkungan dengan terjadinya diare pada balita?
C. Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita di
Desa karang Pucung, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas.
2) Tujuan Khusus
a) Menyebutkan dan menjelaskan faktor-faktor penyebab yang mampu
mempengaruhi terjadinya diare pada balita.
b) Mengetahui gambaran pengetahuan responden tentang faktor penyebab diare pada
balita.
c) Mengetahui gambaran keadaan bersih yang ada di lingkungan responden.
d) Mengetahui gambaran penyehatan makanan dan minuman yang diberikan oleh
responden kepada balita.
e) Mengetahui gambaran keadaan lingkungan yang ada di sekitar responden.


[Type text]

[Type text]

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Diare
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan
perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik
dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten.
Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air
bersih lebih dari biasanya (lazimnya lebih dari 3 kali sehari) disertai adanya perubahan
bentuk dan konsistensi tinja dari penderita yang bersangkutan (Emiliana et all, 1994).
B. Penyebab Diare
Keadaan lingkungan fisik dan biologis pemukiman penduduk Indonesia belum
maksimal, hal ini berakibat masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena
berbagai penyakit. Salah satu penyakit terbanyak yang disebabkan oleh buruknya sanitasi
di lingkungan masyarakat adalah diare.
Lingkungan yang buruk disertai rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk
berperilaku sehat menjadikan kawasan kumuh sebagai kawasan yang rawan akan
penyebaran penyakit. Lingkungan yang buruk menjadi penyebab berkembangbiaknya
berbagai virus penyakit menular. Karena itu berbagai infeksi penyakit sering terjadi pada
para penghuni kawasan kumuh. Penyakit menular yang sering dijumpai adalah diare.
Gaya hidup yang jorok, tidak memperhatikan sanitasi menyebabkan usus rentan terhadap
serangan virus diare.
Namun, seperti yang telah dijelaskan di atas, berkembangnya perilaku
pencegahan ini sangat tergantung pada kondisi pribadi masing-masing individu, termasuk
persepsi individu bersangkutan dalam memandang diare. Dengan kata lain jika seseorang
mempersepsikan diare adalah penyakit yang membahayakan maka yang bersangkutan
dapat diproyeksikan akan semakin berusaha keras untuk melakukan pencegahan agar
tidak terserang diare. Sebab, upaya pencegahan penyakit ini bersumber pada seluruh
aktivitas manusia yang berkaitan dengan upaya preventif (Aswitha Budiarso, 1987).

Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, yaitu
[Type text]

[Type text]

( Depkes RI, 2007):
1) Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada
balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada balita
yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
2) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh
kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau
sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering
menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-
kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut
beresiko terinfeksi diare
3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa
jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan berkembang
biak.
4) Menggunakan air minum yang tercemar.
5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan dan menyuapi anak
6) Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja tidak
berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah
besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
C. Gejala Diare
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama
natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap
kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air
dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15%
(Soegianto, S. 2002).
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali
atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas,
tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah
dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-
tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau
[Type text]

[Type text]

kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala-
gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala.
Gangguan bakteri dan parasit kadangkadang menyebabkan tinja mengandung darah
atau demam tinggi (Amiruddin, 2007).
Menurut Ngastisyah (2005) gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien
cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin
disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila
penderita banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak,
yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja
yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang
melebihi pemasukannya (Suharyono, 1986). Kehilangan cairan akibat diare
menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat.
D. Pencegahan Penyakit Diare
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang
meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga
(tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry
Noor, 1997).
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,
lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar
mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi
lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan.
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan
status gizi dan pemberian imunisasi.
a) Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir
70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum,
[Type text]

[Type text]

mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut
WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain
dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar
dalam penularan beberapa penyakit menular termasuk diare (Sanropie, 1984).
Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan
yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya
bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang
berasal dari atmosfir seperti hujan dan salju (Soemirat, 1996).
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam
terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen,
sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi,
sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik, dan air sebagai
sarang hospes sementara penyakit (Soemirat, 1996).
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari
sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh
dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air
harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah
dengan menggunakan gayung yang bersih, dan untuk minum air harus di masak.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko
menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air besih (Andrianto, 1995) .
b) Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan
lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung
terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain
penyakit diare (Haryoto, 1983) .
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus
membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara
teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar
jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter
dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).
[Type text]

[Type text]

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban
memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori
permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh
serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, dan murah
(Notoatmodjo, 1996).
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali
lipat dibandingkan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang
memenuhi syarat sanitasi. Menurut hasil penelitian (Irianto (1996), bahwa anak
balita berasal dari keluarga yang menggu nakan jamban (kakus) yang dilengkapi
dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa.
Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare
terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada keluaga
yang mempergunakan sungai sebagi tempat pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di
kota dan 12,7% di desa.
c) Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan
dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Penilaian status gizi dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan
gizi. Menurut Gibson (1990) metode penilaian tersebut adalah;1) konsumsi
makanan; 2) pemeriksaan laboratorium, 3) pengukuran antropometri dan 4)
pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau
kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.

Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare
yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein
energi (KEP) umumnya kecil (Canada, 28,4 permil). Pada anak dengan
malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi
terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik
terhadap kelompok organisme berkurang (Suharyono, 1986).
[Type text]

[Type text]

d) Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai
umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan
memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu formula terutama pada
awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan
ASI sesuai kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik
dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut
memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru
lahir secara penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare
dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak
diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan diare
adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes,
2000).
Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare
lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu tambahan juga
mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko diare lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini
tinggi dalam bulan-bulan pertama kehidupan (Suryono, 1988).
e) Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan
penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab
diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan
perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme
patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang
peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman
tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.
Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan
oleh Bozkurt et al (2003) di Turki, orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan
[Type text]

[Type text]

mencuci tangan sebelum merawat anak, anak mempunyai risiko lebih besar
terkena diare. Heller (1998) juga mendapatkan adanya hubungan antara kebiasaan
cuci tangan ibu dengan kejadian diare pada anak di Betim-Brazil.
f) Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian
imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi
terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan
(Andrianto, 1995).
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita
diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini
dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat
samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi
dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat
disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang.
Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare
dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare
seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan
spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak
menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa
resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab
diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping
dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).
3) Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami
kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare
diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada
tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat
samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus
mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi
juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan
[Type text]

[Type text]

dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita
diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi
dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan
teman sepermainan


[Type text]

[Type text]

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Pikir














Pengetahuan warga Desa Karang Pucung, Purwokerto Selatan mengenai faktor- faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit diare pada balita.
Perilaku warga Desa Karang Pucung, Purwokerto Selatan dalam memberikan penyehatan
makanan dan minuman pada balita yang mampu mempengaruhi terjadinya penyakit diare
pada balita meliputi mencuci peralatan makan, mencuci tangan setelah BAB, memberikan
ASI ekslusif, memberikan imunisasi
Sarana dan prasarana sanitasi yang ada di Desa Karang Pucung, Purwokerto Selatan yang
mempengaruhi terjadinya penyakit diare pada balita meliputi kesediaan air bersih dan
pemanfaatan air bersih.
Peran petugas kesehatan diwilayah Desa Karang Karang Pucung, Purwokerto Selatan dalam
membantu mencegah dan mengobati penyakit diare pada balita dan menggalakan program
yang mampu membantu upaya pencegahan jika ada dan sudah dicanangkan oleh pemerintah.
[Type text]

[Type text]

B. Definisi Operasional
1. Pengetahuan
a) Apa yang masyarakat di Desa Karang Pucung, Purwokerto Selatan ketahui mengenai
faktor- faktor yang mempengaruhi Diare khususnya pada balita?
b) Apa saja yang masyarakat ketahui mengenai gejala-gejala yang mempengaruhinya?
Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara mendalam.
2. Perilaku
a) Bagaimana perilaku masyarakat di Desa Karang Pucung, Purwokerto Selatan dalam
memberikan penyehatan makanan dan minuman pada balita?
b) Apa saja yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Karang Pucung dalam mencegah
terjadinya penyakit diare khususnya pada balita?
Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara mendalam.
3. Sarana dan Prasarana
a) Bagaimana kesediaan air bersih di wilayah Desa Karang Pucung, Purwokerto
Selatan?
b) Apakah masyarakat memiliki WC sebagai tempat buang air besar?
c) Apakah masyarakat memiliki fasilitas tempat sampah?
d) Bagaimana lingkungan rumah warga di Desa Karang Pucung, Purwokerto Selatan?
Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara mendalam, observasi, dan
dokumentasi.
4. Peran Petugas Kesehatan
a) Bagaimana peran petugas kesehatan di wilayah Desa Karang Pucung Purwokerto
Selatan dalam membantu mencegah dan mengobati penyakit diare khususnya pada
balita.
b) Apakah ada program yang digalakan untuk membantu upaya pencegahan yang
dicanangkan oleh pemerintah?
Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara mendalam dan observasi.

C. Jenis Penelitian
[Type text]

[Type text]

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif.
Digunakan penelitian kualitatif dimaksudkan agar lebih mudah melakukan penelitiannya
karena penelitian ini berangkat dari sebuah masalah yang ada dalam fenomena kehidupan
balita. Penelitian kualitatif ini juga berguna untuk memecahkan masalah yang ada serta
mencari tahu jalan keluar dari masalah yang timbul. Selain itu, disusun pula faktor-faktor
yang mampu mempengaruhi terselesaikannya masalah.
Penelitian ini disebut penelitian kualitatif juga karena penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi dalam pengumpulan datanya. Ada pula kumpulan sampel dalam hal ini
informan masyarakat Desa Karang Pucung Purwokerto Selatan yang terkumpul dalam situasi
sosial. Maka dengan begitu diharapkan penelitian ini mampu memecahkan masalah yang ada
dan mencari solusi terbaik khususnya balita mengenai penyakit diare.
D. Situasi Sosial
Penelitian kualitatif menggunakan situasi sosial dalam kajiannya dengan sekumpulan
sampel berupa informan atau subyek penelitian. Situasi sosial merupakan pengganti populasi
dalam penelitian kuantitatif. Situasi sosial terbagi dalam 3 aspek, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1) Pelaku (Actors)
Pelaku yang dijadikan sebagai kumpulan dari subyek penelitian dalam penelitian
masalah diare khususnya pada balita yaitu ibu rumah tangga yang mempunyai balita umur
0 24 bulan. Hal ini karena kebanyakan kejadian diare pada bayi disebabkan karena
kesalahan dalam pemberian makan, dimana bayi sudah diberi makan selain ASI sebelum
berusia 4 bulan. Perilaku tersebut sangat berisiko bagi bayi untuk terkena diare karena
alasan sebagai berikut; (1) pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI,
(2) bayi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya dapat
diperoleh dari ASI serta yang ke (3) adanya kemungkinan makanan yang diberikan bayi
sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan untuk memberikan
makanan atau minuman kepada bayi tidak steril.
2) Tempat (Place)
Penelitian mengenai masalah diare pada balita dilakukan di wilayah Desa Karang
Pucung, Purwokerto Selatan. Tempat ini dijadikan sebagai lahan melakukan teknik
pengumpulan data mulai dari wawancara mendalam, observasi, dokumentasi maupun
[Type text]

[Type text]

teknik triangulasi itu sendiri. Maka dengan demikian, hasil penelitian kualitatif ini yang
mengambil 5 informan dari informan yang ada mampu diterapkan di tempat lain dengan
situasi sosial yang serupa.
3) Aktifitas (Activities)
Penelitian ini menitikberatkan pada perilaku masyarakat khususnya ibu rumah
tangga yang mempunyai balita yang berumur antara 0- 24 bulan. Hal ini karena sang ibu
yang mempunyai faktor resiko terhadap kesehatan balita.

E. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah orang yang akan dijadikan sebagai obyek untuk dijadikan
sebagai data primer dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan emik
yaitu pendekatan individual. Subyek penelitian akan memberikan penjelasan terhadap
sesuatu hal yang hendak diteliti. Subyek penelitian yang biasa disebut informan ini juga
akan menjawab pertanyaan yang sudah sebagian besar terangkum dalam kerangka pikir
dan definisi operasional.
Informan berkewajiban untuk memberikan jawaban yang mampu memecahkan
permasalahan, bukan untuk menguji sesuatu. Jika informan sebagai sumber data primer
kurang memuaskan peneliti, hendaknya peneliti mencari informan kunci untuk menguji
keakuratan jawaban yang diberikan oleh informan semula. Sehingga informan kunci
berfungsi untuk menjelaskan dan memastikan jawaban yang didapat dari informan awal.
Informan dalam penelitian mengenai diare khususnya pada balita ini berjumlah 6
orang, tetapi 1 diantaranya memiliki jawaban yang bervariasi, sehingga ketika 5
informan jawabannya sudah jenuh atau tidak bervariasi, penelitian disudahi. Penelitian ini
tidak menggunakan informan kunci karena peneliti sendiri yang memastikan keakuratan
jawaban dengan melakukan penelitian lebih lanjut berupa pengamatan kehidupan
informan sehari-harinya. Maka dengan demikian, penelitian ini cenderung memiliki
kevalidan tinggi karena peneliti mampu terjun langsung ke lapangan sehingga data dapat
dipertanggung jawabkan.

F. Lokasi Penelitian
[Type text]

[Type text]

Penelitian mengenai masalah diare khususnya pada balita memiliki lokasi
penelitian yang mudah dijangkau sehingga memudahkan akses peneliti. Lokasi penelitian
yakni di Desa Karang Pucung Kecamatan Purwokerto Selatan.

G. Sumber Data
Penelitian kualitatif menggunakan sumber data primer dalam pedoman
penelitiannya. Digunakan sumber data primer karena objek penelitiannya pun dilakukan
secara langsung dengan apa adanya hasil pengumpulan data yang dilakukan. Sumber data
primer yang dimaksud adalah subyek penelitiannya yang diupayakan mendapat data
dengan pendekatan emik. Sumber data primer ini cocok untuk penelitian kualitatif karena
berguna untuk memecahkan fenomena masalah yang ada.
Hal ini berbeda dengan penelitian kuantitatif yang cenderung menggunakan
sumber data sekunder karena berguna untuk menguji keefektifan suatu program untuk
menanggulangi masalah yang ada. Meskipun demikian, penelitian kualitatifpun
membutuhkan adanya data sekunder untuk memperkuat hasil penelitiannya. Akan tetapi,
dalam penelitian mengenai diare khususnya pada balita ini peneliti memutuskan hanya
menggunakan sumber data primer saja.

H. Cara Pengumpulan Data
Instrument dan teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif menggunakan
alat human instrumance, artinya menggunakan individu itu sendiri dengan berbagai
pendekatan yang memungkinkan. Teknik pengumpulan data antara lain sebagai berikut:
1) Indeep interview atau wawancara mendalam
Wawancara mendalam dalam penelitian mengenai diare pada balita ini
dilakukan oleh 6 informan dengan mengambil hasil 5 informan yang dijadikan
sebagai sumber data. Wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara yang
sudah disusun dalam definisi operasional diatas. Wawancara mendalam ini berguna
untuk mengetahui segala faktor yang ada antara lain pengetahuan, keyakinan, sikap,
sarana dan prasarana serta peran petugas kesehatannya. Wawancara mendalam juga
merupakan teknik yang pertama kali peneliti lakukan ketika akan melakukan
[Type text]

[Type text]

wawancara dengan berbagai pendekatan individual kepada masing-masing informan
dengan gaya peenliti itu sendiri.
2) Observasi atau pengamatan
Observasi dalam penelitian mengenai diare pada balita ini dilakukan langsung
oleh peneliti untuk mengetahui perilaku informan, sarana dan prasarana yang ada
serta peran petugas kesehatan yang ada di wilayah Desa Karang Pucung. Peneliti juga
menggunakan observasi bermacam-macam seperti observasi partisipatif, observasi
terus terang dan observasi tak berstruktur.
Observasi partisipatif berarti peneliti ikut berupaya merasakan gejala diare
yang diderita oleh informan juga sehingga harapannya data yang didapat bisa lebih
tajam. Observasi terus terang berarti peneliti pertama akan memilih informan yang
memang sudah biasa bercerita kepadanya sehingga ketika diobservasi akan lebih
terkesan berisi cuharan perasaannya dan informan menjadi tidak segan untuk berbagi
pengalaman. Sedangkan observasi tak berstruktur berarti jawaban dari observasi yang
dilakukan langsung oleh peneliti itu mampu berkembang sewaktu-waktu selama
masih ada perbaikan dalam penyusunan penelitiannya apabila informan yang diajak
berbincang mampu menghasilkan jawaban yang lebih menarik seputar diare dari
jawaban yang sudah dijawab sebelumnya.
3) Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian mengenai diare pada balita dilakukan langsung
oleh peneliti untuk mengetahui kesediaan sarana dan prasara yang ada di lokasi
penelitian. Dokumentasi tersebut untuk memperkuat jawaban yang muncul pada
wawancara dan observasi sehingga mampu dijadikan sebagai bukti otentik. Hal ini
dilakukan dengan pendokumentasian ketika proses wawancara dan kesediaan kamar
mandi, air bersih serta jamban sehat yang mampu mendukung upaya penanggulangan
diare pada balita dengan situasi sosial yang serupa.
4) Recheck melalui informan kunci atau peneliti langsung
Recheck dalam penelitian mengenai diare ini tidak dilakukan dengan
menggunakan informan kunci melainkan pengamatan langsung dari peneliti. Hal ini
dikarenakan peneliti memiliki akses yang lebih mudah dan hasil yang didapat bisa
lebih memuaskan. Recheck ini dilakukan ketika semua instrument dan teknik
[Type text]

[Type text]

pengumpulan data telah selesai dilakukan. Recheck berguna untuk memastikan
keakuratan jawaban sehingga jika ada data yang terasa belum sesuai dapat segera
disesuaikan.


[Type text]

[Type text]

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin R, 2007, Current Issue Kematian Anak (Penyakit Diare), Universitas hasanuddin,
Makassar
Andrianto, P., (1995), Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut, EGC, Jakarta.
Aswitha, Budiarso. (1987). Clinical Management of Acute in Children. New York: Mcmillan
Publishing Company
Depkes, (2000), Buku Pedoman Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Diare, Ditjen
PPM & PLP, Jakarta.
Depkes RI, 2007. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare Edisi Ketiga. Ditjen PPM & PL.
Jakarta
Emiliana et all, 1994, Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kesakitan Diare pada Balita, Badan
Litbangkes : Jakarta
Fahrial Syam, A, (2006), Pengobatan Diare yang Tepat. http: //www.Medicastore.Com

Haryoto, K., (1983) Kesehatan Lingkungan, Depkes RI., Jakarta, 10-12.
Irianto, J. Dkk, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita,Buletin
Penelitian Kesehatan, Th 1996, No. 24: 494-499.
Nasry Noor, N, (1997), Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Rineka Cipta,Jakarta.
Ngastiyah, (2005), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
Sanropie, D.,AR., Sumini, Margono, Sugiharto, Purwanto, S., Ristanto, B., (1983). Pedoman
Bidang Studi Penyediaan Air Bersih APK-TS, Pusdiklat Depkes RI.,Jakarta: 1-347.
Soegianto, S. 2002. Ilmu Penyakit Anak-Diagnosa dan Penatalaksanaan.Penerbit Salemba
Medika. Jakarta.
Soemirat, J. (1996), Kesehatan Lingkungan, UGM, Yogyakarta.
Notoatmodjo, S. (2003), Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Renika Cipta, Jakarta.
Suharyono, (1989), Diare Akut, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta.
Suryono, A., (1988). Isu Penelitian pada Peningkatan pada Pola Pemberian Makanan Bayi
untuk Penanggulangan Diare, BKM, IV (11) : 327-333.
[Type text]

[Type text]

Wibowo, dkk, (2002), Faktor Resiko Kejadian Diare Berdarah pada Balitadi Kabupaten
Sleman, Tesis, Pascasarjana Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

You might also like