You are on page 1of 23

Tulisan terkirim dikaitan (tagged)

Keelektronegatifan
Ikatan Kimia dan Tata Nama Senyawa Kimia
1 November 2009
Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari tentang pembentukan beberapa jenis ikatan
kimia, seperti ikatan ionik, ikatan kovalen, serta ikatan kovelen koordinasi. Selain itu,
kita juga akan mempelajari cara penulisan rumus dan tata nama berbagai senyawa
kimia.
Natrium termasuk logam yang cukup reaktif. Unsur ini berkilau, lunak, dan merupakan
konduktor listrik yang baik. Umumnya natrium disimpan di dalam minyak untuk
mencegahnya bereaksi dengan air yang berasal dari udara. Jika sepotong logam natrium
yang baru dipotong dilelehkan, kemudian diletakkan ke dalam gelas beaker yang terisi
penuh oleh gas klorin yang berwarna hijau kekuningan, sesuatu yang sangat
menakjubkan akan terjadi. Natrium yang meleleh mulai bercahaya dengan cahaya putih
yang semakin lama semakin terang. Sementara, gas klorin akan teraduk dan warna gas
mulai menghilang. Dalam beberapa menit, reaksi selesai dan akan diperoleh garam meja
atau NaCl yang terendapkan di dalam gelas beaker.
Proses pembentukan garam meja adalah sesuatu yang sangat menakjubkan. Dua zat
yang memiliki sifat yang berbeda dan berbahaya dapat bereaksi secara kimiawi
menghasilkan senyawa baru yang berperan penting dalam kehidupan.
Natrium adalah logam alkali (IA). Logam natrium memiliki satu elektron valensi dan
jumlah seluruh elektronnya adalah 11, sebab nomor atomnya adalah 11. Klorin adalah
unsur pada golongan halogen (VIIA) pada tabel periodik. Unsur ini memiliki tujuh
elektron valensi dan jumlah seluruh elektronnya adalah 17.
Gas mulia adalah unsur golongan VIIIA pada tabel periodik yang sangat tidak reaktif,
karena tingkat energi valensinya (tingkat energi terluar atau kulit terluar) terisi penuh
oleh elektron ( memiliki delapan elektron valensi, kecuali gas helium yang hanya
memiliki dua elektron valensi). Meniru konfigurasi elektron gas mulia adalah tenaga
pendorong alami dalam reaksi kimia, sebab dengan cara itulah unsur menjadi stabil atau
sempurna. Unsur gas mulia tidak akan kehilangan, mendapatkan, atau berbagi
elektron.
Unsur-unsur lain di golongan A pada tabel periodik mendapatkan, kehilangan, atau
berbagi elektron valensi untuk mengisi tingkat energi valensinya agar mencapai keadaan
sempurna. Pada umumnya, proses ini melibatkan pengisian kulit terluar agar memiliki
delapan elektron valensi (dikenal dengan istilah aturan oktet), yaitu unsur akan
mendapatkan, kehilangan, atau berbagi elektron untuk mencapai keadaan penuh
delapan/oktet.
Natrium memiliki satu elektron valensi. Menurut hukum oktet, unsur ini akan bersifat
stabil ketika memiliki delapan elektron valensi. Ada dua kemungkinan bagi natrium
untuk menjadi stabil. Unsur ini dapat memperoleh tujuh elektron untuk memenuhi kulit
M atau dapat kehilangan satu elektron pada kulit M, sehingga kulit L (yang terisi penuh
oleh delapan elektron) menjadi kulit terluar. Pada umumnya, kehilangan atau
mendapatkan satu, dua, bahkan kadang-kadang tiga elektron dapat terjadi. Unsur tidak
akan kehilangan atau mendapatkan lebih dari tiga elektron. Dengan demikian, untuk
mencapai kestabilan, natrium kehilangan satu elektron pada kulit M. Pada keadaan ini,
natrium memiliki 11 proton dan 10 elektron. Atom natrium yang pada awalnya bersifat
netral, sekarang memiliki satu muatan positif , sehingga menjadi ion (atom yang
bermuatan karena kehilangan atau memperoleh elektron). Ion yang bermuatan positif
karena kehilangan elektron disebut kation.
11
Na : 2 . 8 . 1
11
Na
+
: 2 . 8
Ion natrium (Na
+
) memiliki konfigurasi elektron yang sama dengan neon (
10
Ne),
sehingga merupakan isoelektron dengan neon. Terdapat perbedaan satu elektron antara
atom natrium dan ion natrium. Selain itu, reaktivitas kimianya berbeda dan ukurannya
pun berbeda. Kation lebih kecil bila dibandingkan dengan atom netral. Hal ini akibat
hilangnya satu elektron saat atom natrium berubah menjadi ion natrium.
Klor memiliki tujuh elektron valensi. Untuk memenuhi aturan oktet, unsur ini dapat
kehilangan tujuh elektron pada kulit M atau mendapatkan satu elektron pada kulit M.
Oleh karene suatu unsur tidak dapat memperoleh atau kehilangan lebih dari tiga
elektron, klor harus mendapatkan satu elektron untuk memenuhi valensi pada kulit M.
Pada keadaan ini, klor memiliki 17 proton dan dan 18 elektron, sehingga klor menjadi
ion dengan satu muatan negatif (Cl
-
). Atom klorin netral berubah menjadi ion
klorida. Ion dengan muatan negatif karena mendapatkan elektron disebut anion.
17
Cl : 2 . 8 . 7
17
Cl
-
: 2 . 8 . 8
Anion klorida adalah isoelektron dengan argon (
18
Ar). Anion klorida juga sedikit lebih
besar dari atom klor netral. Secara umum, kation lebih kecil dari atomnya dan anion
sedikit lebih besar dari atomnya.
Natrium dapat mencapai delapan elektron valensi (kestabilan) dengan melepaskan satu
elektron. Sementara, klor dapat memenuhi aturan oktet dengan mendapatkan satu
elektron. Jika keduanya berada di dalam satu bejana, jumlah elektron natrium yang
hilang akan sama dengan jumlah elektron yang diperoleh oleh klor. Pada keadaan ini,
satu elektron dipindahkan dari natrium menuju klor. Perpindahan elektron menghasilkan
ion yaitu kation (bermuatan positif) dan anion(bermuatan negatif). Muatan yang
berlawanan akan saling tarik-menarik. Kation Na
+
menarik anion Cl
-
dan membentuk
senyawa NaCl atau garam meja.
Proses ini merupakan contoh dari ikatan ionik, yaitu ikatan kimia (gaya tarik-menarik
yang kuat yang tetap menyatukan dua unsur kimia) yang berasal dari gaya tarik
elektrostatik (gaya tarik-menarik dari muatan-muatan yang berlawanan) antara kation
dan anion. Senyawa yang memiliki ikatan ionik sering disebut garam. Pada natrium
klorida (NaCl), susunan antara ion Na
+
dan Cl
-
membentuk pola yang berulang dan
teratur (disebut struktur kristalin). Jenis garam yang berbeda memiliki
struktur kristalin yang berbeda. Kation dan anion dapat memiliki lebih dari satu muatan
positif atau negatif bila kehilangan atau mendapatkan lebih dari satu elektron. Dengan
demikian, mungkin dapat terbentuk berbagai jenis garam dengan rumus kimia yang
bervariasi.
Proses dasar yang terjadi ketika natrium klorida terbentuk juga terjadi ketika garam-
garam lainnya terbentuk. Unsur logam akan kehilangan elektron
membentuk kation dan unsur nonlogam akan mendapatkan elektron
membentuk anion. Gaya tarik-menarik antara muatan positif dan negatif menyatukan
partikel-partikel dan menghasilkan senyawaionik.
Secara umum, muatan ion yang dimiliki suatu unsur dapat ditentukan berdasarkan pada
letak unsur tersebut pada tabel periodik. Semua logam alkali (unsur IA) kehilangan satu
elektron untuk membentukkation dengan muatan +1. Logam alkali tanah (unsur IIA)
kehilangan dua elektronnya untuk membentuk kation +2. Aluminium yang merupakan
anggota pada golongan IIIA kehilangan tiga elektronnya untuk membentuk kation +3.
Dengan alasan yang sama, semua halogen (unsur VIIA) memiliki tujuh elektron valensi.
Semua halogen mendapatkan satu elektron untuk memenuhi kulit valensi sehingga
membentuk anion dengan satu muatan negatif. Unsur VIA mendapatkan dua elektron
untuk membentuk anion dengan muatan -2 dan unsur VA mendapatkan tiga elektron
untuk membentuk anion dengan muatan -3.
Berikut ini adalah tabel beberapa kation monoatom (satu atom) umum dan beberapa
anion monoatom umum yang sering digunakan para ahli kimia.
Beberapa Kation Monoatom Umum
Golongan Unsur Nama I on Simbol I on
IA Litium Kation Litium Li
+

Natrium Kation Natrium Na
+

Kalium Kation Kalium K
+

IIA Berilium Kation Berilium Be
2+

Magnesium Kation
Magnesium
Mg
2+

Kalsium Kation Kalsium Ca
2+

Stronsium Kation Stronsium Sr
2+

Barium Kation Barium Ba
2+

IB Perak Kation Perak Ag
+

IIB Seng Kation Seng Zn
2+

IIIA Aluminium Kation
Aluminium
Al
3+

Beberapa Anion Monoatom Umum
Golongan Unsur Nama I on Simbol I on
VA Nitrogen Anion Nitrida N
3-

Fosfor Anion Fosfida P
3-

VIA Oksigen Anion Oksida O
2-

Belerang Anion Sulfida S
2-

VIIA Fluorin Anion Fluorida F
-

Klorin Anion Klorida Cl
-

Bromin Anion Bromida Br
-

Iodin Anion Iodida I
-

Hilanganya sejumlah elektron dari anggota unsur logam transisi (unsur golongan B)
lebih sukar ditentukan. Faktanya, banyak dari unsur ini kehilangan sejumlah elektron
yang bervariasi, sehingga dapat membentuk dua atau lebih kation dengan muatan yang
berbeda. Muatan listrik yang dimiliki ataom disebut dengan bilangan oksidasi. Banyak
dari ion transisi (unsur golongan B) memiliki bilangan oksidasiyang bervariasi. Berikut
adalah tabel yang menunjukkan beberapa logam transisi umum dengan bilangan
oksidasi yang bervariasi.
Beberapa Logam Umum yang Memiliki Lebih dari Satu Bilangan
Oksidasi
Golongan Unsur Nama I on Simbol I on
VIB Kromium Krom (II) atau
Kromo
Cr
2+

Krom (III) atau
Kromi
Cr
3+

VIIB Mangan Mangan (II) atau Mn
2+

Mangano
Mangan (III) atau
Mangani
Mn
3+

VIIIB Besi Besi (II) atau Fero Fe
2+

Besi (III) atau Feri Fe
3+

Kobalt Kobalt (II) atau
Kobalto
Co
2+

Kobalt (III) atau
Kobaltik
Co
3+

IB Tembaga Tembaga (I) atau
Cupro
Cu
+

Tembaga (II) atau
Cupri
Cu
2+

IIB Raksa Merkuri (I) atau
Merkuro
Hg
2
2+

Merkuri (II) atau
Merkuri
Hg
2+

IVA Timah Timah (II) atau
Stano
Sn
2+

Timah (IV) atau
Stani
Sn
4+

Timbal Timbal (II) atau
Plumbum
Pb
2+

Timbal (IV) atau
Plumbik
Pb
4+

Kation-kation tersebut dapat memiliki lebih dari satu nama. Cara pemberian nama
suatu kation adalah dengan menggunakan nama logam dan diikuti oleh muatan ion
yang dituliskan dengan angka Romawi di dalam tanda kurung. Cara lama pemberian
nama suatukation adalah menggunakan akhiran o dan i. Logam denganbilangan
oksidasi rendah diberi akhiran o. Sementara, logam denganbilangan oksidasi tinggi
diberi akhiran i.
Ion tidak selalu monoatom yang tersusun atas hanya satu atom. Ion dapat juga
berupa poliatom yang tersusun oleh sekelompok atom. Berikut ini adalah beberapa
ion poliatom penting yang disajikan dalam bentuk tabel.
Beberapa I on Poliatom Penting
Nama I on Simbol I on Nama I on Simbol I on
Sulfat SO
4
2-
Hidrogen Fosfat HPO
4
2-

Sulfit SO
3
2-
Dihidrogen Fosfat H
2
PO
4
-

Nitrat NO
3
-
Bikarbonat HCO
3
-

Nitrit NO
2
-
Bisulfat HSO
4
-

Hipoklorit ClO
-
Merkuri (I) Hg
2
2+

Klorit ClO
2
-
Amonia NH
4
+

Klorat ClO
3
-
Fosfat PO
4
3-

Perklorat ClO
4
-
Fosfit PO
3
3-

Asetat CH
3
COO
-
Permanganat MnO
4
-

Kromat CrO
4
2-
Sianida CN
-

Dikromat Cr
2
O
7
2-
Sianat OCN
-

Arsenat AsO
4
3-
Tiosianat SCN
-

Oksalat C
2
O
4
2-
Arsenit AsO
3
3-

Tiosulfat S
2
O
3
2-
Peroksida O
2
2-

Hidroksida OH
-
Karbonat CO
3
2-

Ketika suatu senyawa ionik terbentuk, kation dan anion saling menarik menghasilkan
garam. Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa senyawanya harus netral,
yaitu memiliki jumlah muatan positif dan negatif yang sama.
Sebagai contoh, saat logam magnesium direaksikan dengan cairan bromin, akan
terbentuk senyawa ionik. Rumus kimia atau formula kimia dari senyawa yang dihasilkan
dapat ditentukan melalui konfigurasi elektron masing-masing unsur.
12
Mg : 2 . 8 . 2
35
Br : 2 . 8 . 18 . 7
Magnesium, merupakan unsur logam alkali tanah (golongan IIA), memiliki dua elektron
valensi, sehingga dapat kehilangan elektronnya membentuk suatu kation bermuatan
+2.
12
Mg
2+
: 2 . 8
Bromin adalah halogen (golongan VIIA) yang mempunyai tujuh elektron valensi,
sehingga dapat memperoleh satu elektron untuk melengkapi keadaan oktet (delapan
elektron valensi) dan membentukanion bromide dengna muatan -1.
35
Br
-
: 2 . 8 . 18 . 8
Senyawa yang terbentuk harus netral, yang berarti jumlah muatan positif dan
negatifnya harus sama. Dengan demikian, secara keseluruhan, muatannya nol. Ion
magnesium mempunyai muatan +2. Dengan demikian, ion ini memerlukan dua ion
bromida yang masing-masing memiliki satu muatan negatif untuk mengimbangi
muatan +2 dari ion magnesium. Jadi, rumus senyawa yang dihasilkan adalah MgBr
2
.
Pada saat menuliskan nama senyawa garam, tulislah terlebih dahulu nama
logamnya dan kemudian nama nonlogamnya. Sebagai contoh, senyawa yang
dihasilkan dari reaksi antara litium dan belerang, Li
2
S. Pertama kali, tulislah nama
logammya, yaitu litium. Kemudian, tulislah nama nonlogamnya, dengan menambah
akhiran ida sehingga belerang (sulfur) menjadi sulfida.
Li
2
S : Litium Sulfida
Senyawa-senyawa ion yang melibatkan ion-ion poliatom juga mengikuti aturan dasar
yang sama. Nama logam ditulis terlebih dahulu, kemudian diikuti nama nonlogamnya
(anion poliatom tidak perlu diberi akhiran ida).
(NH
4
)
2
CO
3
: Amonium Karbonat
K
3
PO
4
: Kalium Fosfat
Apabila logam yang terlibat merupakan logam transisi dengan lebih dari satu bilangan
oksidasi, terdapat dua cara penamaan yang benar. Sebagai contoh, kation Fe
3+
dengan
anion CN
-
dapat membentuk senyawa Fe(CN)
3
. Metode yang lebih disukai adalah
menggunakan nama logam yang diikuti dengan muatan ion yang ditulis dengan angka
Romawi dan diletakkan dalam tanda kurung : Besi (III). Namun, metode penamaan
lama masih digunakan, yaitu dengan menggunakan akhiran o (bilangan oksidasi
rendah) dan i (bilangan oksidasi tinggi). Oleh karena ion Fe
3+
memiliki bilangan oksidasi
lebih tinggi dari Fe
2+
, ion tersebut diberi nama ion ferri.
Fe(CN)
3
: Besi (III) Sianida
Fe(CN)
3
: Ferri Sianida
Tidak semua ikatan kimia terbentuk melalui mekanisme serah-terima elektron. Atom-
atom juga dapat mencapai kestabilan melalui mekanisme pemakaian bersama
pasangan elektron. Ikatan yang terbentuk dikenal dengan istilah ikatan
kovelen. Senyawa kovelenadalah senyawa yang hanya memiliki ikatan kovelen.
Sebagai contoh, atom hidrogen memiliki satu elektron valensi. Untuk mencapai
kestabilan (isoelektronik dengan helium), atom hidrogen membutuhkan satu elektron
tambahan. Saat dua atom hidrogen membentuk ikatan kimia, tidak terjadi
peristiwa serah-terima elektron. Yang akan terjadi adalah kedua atom akan
menggunakan elektronnya secara bersama-sama. Kedua elektron (satu dari masing-
masing hidrogen) menjadi milik kedua atom tersebut. Dengan demikian, molekul
H
2
terbentuk melalui pembentukan ikatan kovelen, yaitu ikatan kimia yang berasal dari
penggunaan bersama satu atau lebih pasangan elektron antara dua atom. Ikatan
kovalen terjadi di antara dua unsur nonlogam.
Ikatan kovalen dapat dinyatakan dalam bentuk Struktur Lewis, yaitu representasi
ikatan kovelen, dimana elektron yang digunakan bersama digambarkan sebagai garis
atau sepasang dot antara dua atom; sementara pasangan elektron yang tidak digunakan
bersama (lone pair) digambarkan sebagai pasangan dot pada atom bersangkutan. Pada
umumnya, proses ini melibatkan pengisian elektron pada kulit terluar (kulit valensi)
yang disebut sebagai aturan oktet, yaitu unsur akan berbagi elektron untuk mencapai
keadaan penuh delapan elektron valensi (oktet), kecuali hidrogen dengan dua elektron
valensi (duplet).
Atom-atom dapat membentuk berbagai jenis ikatan kovelen. Ikatan tunggal terjadi
saat dua atom menggunakan sepasang elektron bersama. Ikatan rangkap dua
(ganda) terjadi saat dua atom menggunakan menggunakan dua pasangan elektron
bersama. Sementara, ikatan rangkap tiga terjadi saat dua atom menggunakan tiga
pasangan elektron bersama.
Senyawa ionik memiliki sifat yang berbeda dari senyawa kovalen. Senyawa ionik, pada
suhu kamar, umumnya berbentuk padat, dengan titik didih dan titik leleh tinggi, serta
bersifat elektrolit. Sebaliknya, senyawa kovelen, pada suhu kamar, dapat berbentuk
padat, cair, maupun gas. Selain itu, senyawa kovalen memiliki titik didih dan titik leleh
yang relatif rendah bila dibandingkan dengan senyawa ionik serta cenderung bersifat
nonelektrolit.
Ketika atom klorin berikatan secara kovalen dengan atom klorin lainnya, pasangan
elektron akan digunakan bersama secara seimbang. Kerapatan elektron yang
mengandung ikatan kovalen terletak di tengah-tengah di antara kedua atom. Setiap
atom menarik kedua elektron yang berikatan secara sama. Ikatan seperti ini dikenal
dengan istilah ikatan kovalen nonpolar.
Sementara, apa yang akan terjadi bila kedua atom yang terlibat dalam ikatan kimia
tidak sama? Kedua inti yang bermuatan positif yang mempunyai gaya tarik berbeda
akan menarik pasangan elektron dengan derajat (kekuatan) yang berbeda. Hasilnya
adalah pasangan elektron cenderung ditarik dan bergeser ke salah satu atom yang lebih
elektronegatif. Ikatan semacam ini dikenal dengan istilah ikatan kovalen polar.
Sifat yang digunakan untuk membedakan ikatan kovalen polardengan ikatan
kovalen nonpolar adalah elektronegativitas (keelektronegatifan), yaitu kekuatan
(kemampuan) suatu atom untuk menarik pasangan elektron yang berikatan. Semakin
besar nilaielektronegativitas, semakin besar pula kekuatan atom untuk menarik
pasangan elektron pada ikatan. Dalam tabel periodik, pada satu periode,
elektronegativitas akan naik dari kiri ke kanan. Sebaliknya, dalam satu golongan, akan
turun dari atas ke bawah.
Ikatan kovelen nonpolar terbentuk bila dua atom yang terlibat dalam ikatan adalah
sama atau bila beda elektronegativitas dari atom-atom yang terlibat pada ikatan
sangat kecil. Sementara, pada ikatan kovelen polar, atom yang menarik pasangan
elektron pengikat dengan lebih kuat akan sedikit lebih bermuatan negatif; sedangkan
atom lainnya akan menjadi sedikit lebih bermuatan positif. Ikatan ini terbentuk bila
atom-atom yang terlibat dalam ikatan adalah berbeda. Semakin besar beda
elektronegativitas, semakin polar pula ikatan yang bersangkutan. Sebagai tambahan,
apabila beda elektronegativitas atom-atom sangat besar, maka yang akan terbentuk
justru adalah ikatan ionik. Dengan demikian, beda elektronegativitas merupakan
salah satu cara untuk meramalkan jenis ikatan yang akan terbentuk di antara dua unsur
yang berikatan.
Perbedaan Elektronegativitas Jenis Ikatan yang Terbentuk
0,0 sampai 0,2 Kovalen nonpolar
0,3 sampai 1,4 Kovalen polar
> 1,5 Ionik
Ikatan kovalen koordinasi (datif) terjadi saat salah satu unsur menyumbangkan
sepasang elektron untuk digunakan secara bersama-sama dengan unsur lain yang
membutuhkan elektron. Sebagai contoh, reaksi antara molekul NH
3
dan ion
H
+
membentuk ion NH
4
+
. Molekul NH
3
memiliki sepasang elektron bebas yang digunakan
bersama-sama dengan ion H
+
. Molekul NH
3
mendonorkan elektron, sedangkan ion
H
+
menerima elektron. Kedua elektron digunakan bersama-sama.
Pada dasarnya senyawa kovalen memiliki aturan tata nama yang tidak berbeda jauh dari
senyawa ionik. Tulislah nama unsur pertama, kemudian diikuti dengan nama unsur
kedua yang diberi akhiran ida.
HCl : Hidrogen Klorida
SiC : Silikon Karbida
Apabila masing-masing unsur terdiri lebih dari satu atom, prefik yang menunjukkan
jumlah atom digunakan. Prefik yang sering digunakan dalam penamaan senyawa
kovelen dapat dilihat pada tabel berikut.
Prefik Jumlah Atom Prefik Jumlah Atom
Mono- 1 Heksa- 6
Di- 2 Hepta- 7
Tri- 3 Okta- 8
Tetra- 4 Nona- 9
Penta- 5 Deka- 10
CO : Monokarbon Monoksida atau Karbon Monoksida
CO
2
: Monokarbon Dioksida atau Karbon Dioksida
Catatan : awalan mono- pada unsur pertama dapat dihilangkan
SO
2
: Sulfur Dioksida
SO
3
: Sulfur Trioksida
N
2
O
4
: Dinitrogen Tetraoksida
Senyawa kovalen yang mengandung atom Hidrogen (H) tidak menggunakan tata nama
di atas, tetapi menggunakan nama trivial yang telah dikenal sejak dahulu.
B
2
H
6
: Diborana PH
3
: Fosfina
CH
4
: Metana H
2
O : Air
SiH
4
: Silana H
2
S : Hidrogen Sulfida
NH
3
: Amonia
Referensi:
Andy. 2009. Pre-College Chemistry.
Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill.
Moore, John T. 2003. Kimia For Dummies. Indonesia:Pakar Raya.
Kaitkata:Alkali, Anion, Aturan Duplet, Aturan Oktet, Bilangan Oksidasi,Chemistry for
Grade X Students, Elektrostatik, Gas Mulia, Halogen,Ikatan Ionik, Ikatan
Kovalen, Ion, Kation, Keelektronegatifan,Kestabilan, Koordinasi
(Datif), Kristal, Logam, Molekul, Netral,Nonlogam, Nonpolar, Polar, Polianion, Polikation,
Prefik, Reaktif,Struktur Lewis, Tata Nama Senyawa Kimia
Ditulis dalam Materi Pembelajaran Kimia SMU | 38 Komentar
Tabel Periodik
26 Agustus 2009
Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari sejarah perkembangan tabel periodik, cara
menentukan letak suatu unsur dalam tabel periodik berdasarkan konfigurasi
elektronnya, serta mempelajari beberapa sifat fisik unsur yang berubah secara berkala
dan teratur dalam tabel periodik.
Para kimiawan, sama seperti sebagian besar ilmuwan lainnya, senang mengelompokkan
sesuatu menjadi kelompok-kelompok yang memiliki sifat-sifat serupa. Proses ini
disebut penggolongan yang memudahkan untuk mempelajari sifat-sifat tertentu. Para
kimiawan mengelompokkan unsur-unsur pada tabel periodik sehingga mereka tidak
harus mempelajari sifat masing-masing unsur tersebut. Dengan tabel periodik, mereka
hanya mempelajari sifat-sifat masing-masing kelompok.
Pada abad ke-19, para ahli kimia mencoba menyusun tabel periodik berdasarkan nomor
massa unsur. Pengukuran massa unsur secara akurat telah berhasil dilakukan pada
masa itu. Penyusunan unsur-unsur berdasarkan kenaikan massa unsur telah
mempermudah para ahli kimia mempelajari sifat-sifat unsur yang jumlahnya cukup
banyak di alam.
Pada tahun 1864, John Newlands, seorang kimiawan berkebangsaan Inggris,
menemukan bahwa saat unsur-unsur disusun berdasarkan kenaikan nomor massa, akan
terlihat bahwa unsur pertama memiliki sifat yang sama dengan unsur kesembilan. Hal ini
berarti bahwa unsur-unsur dapat dikelompokkan menjadi delapan kelas
(kelompok).Newlands memberi nama fenomena ini dengan istilah Hukum Oktaf.
Tabel periodik versi Newlands masih memiliki sejumlah keterbatasan. Oleh karena itu,
pada tahun 1869, Dmitri Mendeleev, seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia
dan Lothar Meyer, seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, secara terpisah
mengajukan versi tabel periodik yang lebih sempurna. Mendeleev mempelajari pola
pengulangan sifat-sifat kimia pada unsur yang telah diketahui pada saat
itu. Mendeleev menyusun unsur-unsur tersebut berdasarkan kenaikan massa atomnya
untuk membentuk sesuatu yang sangat mirip dengan tabel periodik modern yang kita
kenal saat ini. Bahkan,Mendeleev dapat meramalkan sifat-sifat dari beberapa unsur
yang belum ditemukan saat itu. Sebagai contoh, Mendeleev meramalkan suatu unsur
baru yang diberi nama eka-aluminium (unsur tepat di bawah Aluminium)dan
meramalkan sifat-sifatnya. Saat unsur Galiumditemukan empat tahun kemudian, sifat-
sifat unsur ini sama sepertieka-aluminium yang diramalkan oleh Mendeleev.
Pada tahun 1913, Henry Moseley, seorang fisikawan berkebangsaan Inggris,
menemukan hubungan antara nomor atom dengan frekuensi sinar-X yang dihasilkan
saat unsur dibombardir sejumlah radiasi.Moseley menemukan pula bahwa kenaikan
nomor atom sebanding dengan kenaikan nomor massa. Dengan menyusun unsur-
unsur berdasarkan kenaikan nomor atom, kelemahan tabel periodik
versiMendeleev berhasil diterangkan. Sebagai contoh, unsur Argon dengan nomor atom
18 ditempatkan sebelum unsur Kalium dengan nomor atom 19, walaupun massa
unsur Argon (39,95 sma) lebih besar dibandingkan massa unsur Kalium (39,10 sma).
Tabel periodik modern yang kita gunakan sekarang disusun berdasarkan kenaikan
nomor atom unsur. Tabel periodik modern berisi nomor atom, nomor massa,
banyaknya elektron valensi, sertasimbol unsur yang bersangkutan. Selain
menunjukkan jumlah proton di inti atom, nomor atom sekaligus juga menunjukkan
jumlah elektron yang dimiliki atom. Dengan demikian, konfigurasi elektron unsur dapat
digunakan untuk mempelajari sifat kimia dan sifat fisika unsur-unsur di alam. Kegunaan
utama tabel periodik adalah mempermudah mempelajari sifat unsur-unsur dalam satu
golongan maupun satu periode. Para ahli kimia dapat menemukan hubungan antarunsur
dan dapat menuliskan rumus senyawa yang berbeda-beda dengan bantuan tabel
periodik.
Tabel periodik terdiri atas baris-baris mendatar yang disebut periodedan diberi nomor
1 sampai 7 dimulai dari sebelah kiri tabel. Kolom-kolom tegak lurus
disebut kelompok atau golongan. Unsur-unsur pada golongan yang sama akan memiliki
sifat-sifat yang sama. Golongan dapat diberi nomor di atas kolomnya dengan salah satu
dari dua cara berikut:
1. Metode Lama
Metode ini menggunakan angka Romawi dan huruf. Banyak kimiawan (khususnya saya)
yang lebih menyukai dan masih menggunakan metode ini.
2. Metode Baru
Metode ini lebih sederhana, hanya menggunakan nomor 1 sampai 18.
Saat mempelajari tabel periodik, kita dapat melihat garis seperti anak tangga, yang
dimulai dari Boron (B) dengan nomor atom 5 dan menurun sampai Polonium (Po)
dengan nomor atom 84. Semua unsur yang berada di sebelah kiri garis tersebut
dikelompokkan sebagailogam, kecuali Germanium (Ge) dan Antimoni (Sb).
Golongan logamumumnya berbentuk padat (kecuali Merkuri, Hg, yang berupa cairan),
berkilap, konduktor yang baik untuk listrik dan panas, dapat ditempa, dan mudah diulur
menyerupai kawat. Unsur logam cenderung kehilangan elektron dengan mudah.
Sebagian besar unsur-unsur dalam tabel periodik merupakan logam.
Unsur yang berada di sebelah kanan garis dikelompokkan sebagainonlogam (termasuk
unsur Hidrogen). Nonlogam memiliki sifat yang berlawanan
dengan logam. Nonlogam bersifat rapuh, tidak mudah diulur maupun ditempa, bukan
konduktor listrik dan panas yang baik, serta cenderung memperoleh elektron pada suatu
reaksi kimia. Beberapa nonlogam bersifat cair.
Unsur-unsur yang berada pada garis berbentuk tangga digolongkan
sebagai metaloid. Metaloid atau semilogam memiliki sifat yang berada di antara
logam dan nonlogam. Unusr-unsur ini memiliki sifat konduktivitas yang unik dan sering
digunakan pada industri semikonduktor dan keping komputer.
Meskipun unsur-unsur berada pada periode yang sama, sifat kimia dari unsur-unsur
tersebut tidak tepat sama. Sebagai contoh, unsur Natriumdan Magnesium, akan
kehilangan elektron pada reaksi kimia. Akan tetapi, Natrium hanya kehilangan satu
elektron, sementara Magnesiumkehilangan dua elektron. Sebaliknya, Klorin (Cl)
cenderung menangkap satu elektron pada reaksi kimia.
Unsur-unsur yang berada dalam satu golongan akan memiliki sifat sama. Sebagai
contoh, golongan IA, dimulai dari Litium (Li) (Hidrogen tidak dapat dimasukkan dalam
golongan ini) sampai Fransium (Fr), cenderung akan kehilangan satu elektronnya pada
reaksi kimia. Sebaliknya, semua unsur pada golongan VIIA cenderung menangkap satu
elektron.
Konfigurasi elektron menunjukkan jumlah elektron pada setiap kulit atom. Konfigurasi
elektron ini menunjukkan adanya beberapa kesamaan di antara setiap kelompok unsur
berdasarkan elektron valensi, yaitu elektron yang terletak pada kulit terluar. Unsur-
unsur yang terletak pada golongan yang sama memiliki elektron valensi sama.Sebagai
contoh, pada Li, elektron valensinya satu pada kulit ke-2. Untuk Na, elektron valensinya
satu pada kulit ke-3. Sementara, pada K, elektron valensinya satu pada kulit ke-4.
Dengan demikian, unsur-unsur tersebut dikelompokkan dalam golongan yang sama,
yaitu golongan IA (Alkali).
3
Li : 2 . 1
11
Na : 2 . 8 . 1
19
K : 2 . 8 . 8. 1
Dengan halnya, setiap unsur yang memiliki dua elektron akan terletak pada golongan
IIA (Alkali Tanah). Sementara, setiap Halogen memiliki tujuh elektron valensi dan
setiap Gas Mulia memiliki delapan elektron valensi, yang mengisi penuh tiap kulitnya.
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan golongan unsur, nama golongan unsur, serta
jumlah elektron valensinya:
Golongan Nama Golongan Jumlah Elektron Valensi
IA Alkali 1
IIA Alkali Tanah 2
IIIA Boron-Aluminium 3
IVA Karbon-Silikon 4
VA Nitrogen-Fosfor 5
VIA Oksigen-Sulfur 6
VIIA Halogen 7
VIIIA Gas Mulia 8
Berikut ini juga diberikan beberapa contoh penentuan letak suatu unsur dalam tabel
periodik berdasarkan konfigurasi elektronnya:
20
Ca : 2 . 8 . 8 . 2
Jumlah kulit yang terisi elektron = periode = 4
Jumlah elektron valensi = golongan = IIA
36
Kr : 2 . 8 . 18 . 8
Jumlah kulit yang terisi elektron = periode = 4
Jumlah elektron valensi = golongan = VIIIA
53
I : 2 . 8 . 18 . 18 . 7
Jumlah kulit yang terisi elektron = periode = 5
Jumlah elektron valensi = golongan = VIIA
88
Ra : 2 . 8 . 18 . 32 . 18 . 8 . 2
Jumlah kulit yang terisi elektron = periode = 7
Jumlah elektron valensi = golongan = IIA
Beberapa sifat fisik unsur yang berubah secara berkala dan teratur dalam tabel periodik,
antara lain:
1. Jari-Jari Atom
Unsur-unsur dalam satu golongan akan mengalami peningkatan jari-jari seiring
bertambahnya nomor atom (dari atas ke bawah). Sementara, unsur-unsur dalam satu
periode justru mengalami penyusutan jari-jari seiring bertambahnya nomor atom (dari
kiri ke kanan).
Peningkatan jari-jari dalam satu golongan terjadi akibat penambahan jumlah kulit yang
terisi oleh elektron. Sebaliknya, dalam satu periode, jumlah kulit yang terisi elektron
sama, akan tetapi jumlah elektron valensinya meningkat dari kiri ke kanan. Akibatnya,
dalam satu periode, dari kiri ke kanan, gaya penarikan inti terhadap elektron valensi
semakin kuat . Dengan demikian, akan terjadi peristiwa shrink(penarikan ke dalam =
penyusutan) ukuran atom.
2. Energi Ionisasi
Energi Ionisasi adalah jumlah minimum energi yang diperlukan untuk melepaskan
sebuah elektron pada unsur dalam wujud (fasa) gas. Nilai energi ionisasi mencerminkan
seberapa kuat elektron (khususnya elektron valensi) terikat pada atom. Semakin besar
nilai energi ionisasi, semakin sulit elektron dilepaskan dari atom.
Dalam satu golongan, energi ionisasi akan menurun seiring peningkatan ukuran atom
(dari atas ke bawah). Hal ini terjadi akibat semakin jauhnya letak elektron valensi
terhadap inti atom, sehingga kekuatan gaya penarikan inti terhadap elektron melemah.
Semakin besar ukuran atom, semakin mudah pula atom tersebut melepaskan elektron,
sehingga semakin mudah membentuk ion positif (kation).
Sebaliknya, dalam satu periode, dari kiri ke kanan, terjadi kenaikan energi ionisasi. Hal
ini akibat menyusutnya ukuran atom, sehingga gaya penarikan inti terhadap elektron
semakin kuat. Elektron, dalam hal ini, semakin sulit dilepaskan.
3. Afinitas Elektron
Afinitas Elektron adalah jumlah energi yang dilepaskan saat suatu unsur dalam wujud
(fasa) gas menangkap elektron membentuk anion. Unsur yang mudah menangkap
elektron akan melepaskan energi dalam jumlah besar. Semakin mudah unsur
menangkap elektron, semakin besar pula energi yang dilepaskan.
Dalam satu golongan, seiring meningkatnya ukuran atom (dari atas ke bawah),
mengakibatkan letak kulit valensi semakin jauh dari inti. Akibatnya, kemampuan inti
untuk menangkap elektron dari luar semakin lemah. Dengan demikian, nilai afinitas
elektron akan menurun seiiring bertambahnya nomor atom dalam satu golongan.
Sementara itu, dalam satu periode, justru terjadi kondisi yang berlawanan. Seiring
bertambahnya nomor atom dalam satu periode (dari kiri ke kanan), akan menyebabkan
penyusutan ukuran atom. Kondisi ini akan memperkuat gaya penarikan inti terhadap
elektron terluar. Dengan demikian, unsur semakin mudah menangkap elektron dari luar.
Hal ini menyebabkan nilai afinitas elekton akan meningkat.
4. Keelektronegatifan
Keelektronegatifan adalah kekuatan (kemampuan) suatu atom untuk menarik
elektron. Semakin besar nilai keelektronegatifan, semakin besar pula kekuatan atom
untuk menarik elektron. Sifat ini berkaitan erat dengan afinitas elektron. Pada tabel
periodik, dalam satu periode, keelektronegatifan akan meningkat dari kiri ke kanan.
Sebaliknya, dalam satu golongan, akan menurun dari atas ke bawah. Nilai
keelektronegatifan unsur-unsur dinyatakan dalam skala Pauli dan dapat dilihat pada
Tabel Keelektronegatifan Pauli.
Referensi:
Andy. 2009. Pre-College Chemistry.
Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill.
Moore, John T. 2003. Kimia For Dummies. Indonesia:Pakar Raya.
Kaitkata:Afinitas Elektron, Chemistry for Grade X Students, Dmitri Mendeleev, Energi
Ionisasi, Golongan, Henry Moseley, Hukum Oktaf,Jari-Jari Atom, John
Newlands, Keelektronegatifan, Konfigurasi Elektron, Linus Pauling, Logam, Lothar
Meyer, Metaloid, Nomor Atom,Nomor Massa, Nonlogam, Periode, Skala Pauli, Tabel
Periodik, Unsur
Ditulis dalam Materi Pembelajaran Kimia SMU | 6 Komentar
Ikatan Kimia, Interaksi Antarmolekul, Bentuk Molekul, dan Hibridisasi
Orbital Atom
20 Agustus 2009
Dalam tulisan ini, kita akan mempelajari dua jenis utama ikatan kimia, interaksi yang
terjadi sesama molekul, proses pembentukan ikatan kimia melalui penggabungan
orbital-orbitan atom pusat (hibridisasi), serta meramalkan bentuk suatu molekul
berdasarkan jumlah pasangan elektron yang mengelilingi atom pusat molekul tersebut.
Penyusunan tabel periodik dan konsep konfigurasi elektron telah membantu para ahli
kimia menjelaskan proses pembentukan molekul dan ikatan yang terdapat dalam suatu
molekul. Gilbert Lewis, seorang kimiawan berkebangsaan Amerika, mengajukan teori
bahwa atom akan bergabung dengan sesama atom lainnya membentuk molekul dengan
tujuan untuk mencapai konfigurasi elektron yang lebih stabil. Kestabilan dicapai saat
atom-atom memiliki konfigurasi elektron seperti gas mulia (semua kulit dan subkulit
terisi penuh oleh elektron serta memiliki 8 elektron valensi).
Saat atom-atom berinteraksi, hanya elektron valensi yang terlibat dalam proses
pembentukan ikatan kimia. Untuk menunjukkan elektron valensi yang terlibat dalam
pembentukan ikatan, para ahli kimia menggunakan simbol Lewis dot, yaitu simbol
suatu unsur dan satu dot untuk mewakili tiap elektron valensi unsur bersangkutan.
Jumlah elektron valensi suatu unsur sama dengan golongan unsur bersangkutan.
Sebagai contoh, unsur Mg terletak pada golongan IIA, sehingga memiliki 2 elektron
valensi (2 dot). Sementara, unsur S yang terletak pada golongan VIA, akan memiliki 6
elektron valensi (6 dot). Unsur yang terletak pada golongan yang sama akan
memiliki struktur Lewis dot yang serupa.
Natrium termasuk unsur logam yang cukup umum. Unsur ini berkilau, lunak, dan
merupakan konduktor yang baik, selain itu juga sangat reaktif. Umumnya, natrium
disimpan di dalam minyak untuk mencegahnya bereaksi dengan air yang berasal dari
udara. Jika kita melelehkan sepotong logam natrium dan meletakannya ke dalambeaker
glass yang terisi penuh oleh gas klorin yang berwarna kuning kehijauan, sesuatu yang
sangat menakjubkan akan terjadi. Natrium mulai memancarkan cahaya putih yang
semakin terang dan gas klorin mulai bercampur, yang disertai dengan hilangnya warna.
Beberapa saat kemudian, reaksi selesai, dan kita akan mendapatkan garam meja atau
NaCl yang terendapkan di dasar beaker glass.
Natrium adalah logam alkali, golongan IA pada tabel periodik. Natrium memiliki 1
elektron valensi. Sebaliknya, klorin adalah unsur nonlogam, unsur golongan halogen
(VIIA) pada tabel periodik. Unsur ini memiliki 7 elektron valensi. Unsur-unsur di
golongan A pada tabel periodik akan mendapatkan, kehilangan, atau berbagi elektron
valensi untuk mengisi tingkat energi valensinya dan menjadi sempurna (meniru
konfigurasi gas mulia). Pada umumnya, proses ini melibatkan pengisian orbital s dan p
terluar yang disebut sebagai aturan oktet, yaitu unsur akan mendapatkan atau
kehilangan elektron untuk mencapai keadaan penuh delapan elektron valensi (oktet).
Natrium memiliki satu elektron valensi. Menurut hukum oktet, unsur ini akan bersifat
stabil ketika memiliki 8 elektron valensi. Dengan demikian, natrium akan kehilangan
elektron 3s-nya. Dengan demikian, atom natrium akan berubah menjadi ion natrium
dengan muatan positif satu (Na
+
). Ion tersebut isoelektronik dengan neon (gas mulia)
sehingga ion Na
+
bersifat stabil.
Sementara, untuk memenuhi aturan oktet, unsur klorin membutuhkan satu elektron
untuk melengkapi pengisian elektron pada 3p. Setelah menerima satu elektron
tambahan, unsur ini berubah menjadi ion dengan muatan negatif satu (Cl
-
). Ion Cl
-
isoelektronik dengan argon (gas mulia) sehingga bersifat stabil.
Jika natrium dicampurkan dengan klorin, jumlah elektron natrium yang hilang akan
sama dengan jumlah elektron yang diperoleh klorin. Satu elektron 3s pada natrium akan
dipindahkan ke orbital 3p pada klorin. Peristiwa serah-terima elektron terjadi dalam
proses pembentukan senyawa NaCl. Ini merupakan contoh dari ikatan ionik,
yaitu ikatan kimia (gaya tarik-menarik yang kuat yang tetap menyatukan dua unsur
kimia) yang berasal dari gaya tarik elektrostatik (gaya tarik-menarik dari muatan-
muatan yang berlawanan) antara ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Ikatan
ionik terbentuk saat unsur logam bereaksi dengan unsur nonlogam.
Di sisi lain, tidak semua ikatan kimia terbentuk melalui mekanismeserah-terima
elektron. Atom-atom juga dapat mencapai kestabilan melalui mekanisme pemakaian
bersama pasangan elektron. Ikatan yang terbentuk dikenal dengan istilah ikatan
kovelen. Senyawa kovelen adalah senyawa yang hanya memiliki ikatan kovelen.
Sebagai contoh, atom hidrogen memiliki satu elektron valensi. Untuk mencapai
kestabilan (isoelektronik dengan helium), atom hidrogen membutuhkan satu elektron
tambahan. Saat dua atom hidrogen membentuk ikatan kimia, tidak terjadi
peristiwa serah-terima elektron. Yang akan terjadi adalah kedua atom akan
menggunakan elektronnya secara bersama-sama. Kedua elektron (satu dari masing-
masing hidrogen) menjadi milik kedua atom tersebut. Dengan demikian, molekul
H
2
terbentuk melalui pembentukan ikatan kovelen, yaitu ikatan kimia yang berasal dari
penggunaan bersama satu atau lebih pasangan elektron antara dua atom. Ikatan ini
terjadi di antara dua unsur nonlogam.
Ikatan kovalen dapat dinyatakan dalam bentuk Struktur Lewis, yaitu representasi
ikatan kovelen, dimana elektron yang digunakan bersama digambarkan sebagai garis
atau sepasang dot antara dua atom; sementara pasangan elektron yang tidak digunakan
bersama (lone pair) digambarkan sebagai pasangan dot pada atom bersangkutan. Pada
umumnya, proses ini melibatkan pengisian orbital s dan p (bahkan orbital d) terluar
yang disebut sebagai aturan oktet, yaitu unsur akan berbagi elektron untuk mencapai
keadaan penuh delapan elektron valensi (oktet), kecuali hidrogen dengan dua elektron
valensi (duplet).
Atom-atom dapat membentuk berbagai jenis ikatan kovelen. Ikatan tunggal terjadi
saat dua atom menggunakan sepasang elektron bersama. Ikatan rangkap dua
(ganda) terjadi saat dua atom menggunakan menggunakan dua pasangan elektron
bersama. Sementara, ikatan rangkap tiga terjadi saat dua atom menggunakan tiga
pasangan elektron bersama.
Senyawa ionik memiliki sifat yang berbeda dari senyawa kovalen. Senyawa ionik, pada
suhu kamar, umumnya berbentuk padat, dengan titik didih dan titik leleh tinggi, serta
bersifat elektrolit. Sebaliknya, senyawa kovelen, pada suhu kamar, dapat berbentuk
padat, cair, maupun gas. Selain itu, senyawa kovalen memiliki titik didih dan titik leleh
yang relatif rendah bila dibandingkan dengan senyawa ionik serta cenderung bersifat
nonelektrolit.
Ketika atom klorin berikatan secara kovalen dengan atom klorin lainnya, pasangan
elektron akan digunakan bersama secara seimbang. Kerapatan elektron yang
mengandung ikatan kovalen terletak di tengah-tengah di antara kedua atom. Setiap
atom menarik kedua elektron yang berikatan secara sama. Ikatan seperti ini dikenal
dengan istilah ikatan kovalen nonpolar.
Sementara, apa yang akan terjadi bila kedua atom yang terlibat dalam ikatan kimia
tidak sama? Kedua inti yang bermuatan positif yang mempunyai gaya tarik berbeda
akan menarik pasangan elektron dengan derajat (kekuatan) yang berbeda. Hasilnya
adalah pasangan elektron cenderung ditarik dan bergeser ke salah satu atom yang lebih
elektronegatif. Ikatan semacam ini dikenal dengan istilah ikatan kovalen polar.
Sifat yang digunakan untuk membedakan ikatan kovalen polardengan ikatan
kovalen nonpolar adalah elektronegativitas (keelektronegatifan), yaitu kekuatan
(kemampuan) suatu atom untuk menarik pasangan elektron yang berikatan. Semakin
besar nilaielektronegativitas, semakin besar pula kekuatan atom untuk menarik
pasangan elektron pada ikatan. Dalam tabel periodik, pada satu periode,
elektronegativitas akan naik dari kiri ke kanan. Sebaliknya, dalam satu golongan, akan
turun dari atas ke bawah.
Ikatan kovelen nonpolar terbentuk bila dua atom yang terlibat dalam ikatan adalah
sama atau bila beda elektronegativitas dari atom-atom yang terlibat pada ikatan
sangat kecil. Sementara, pada ikatan kovelen polar, atom yang menarik pasangan
elektron pengikat dengan lebih kuat akan sedikit lebih bermuatan negatif; sedangkan
atom lainnya akan menjadi sedikit lebih bermuatan positif. Ikatan ini terbentuk bila
atom-atom yang terlibat dalam ikatan adalah berbeda. Semakin besar beda
elektronegativitas, semakin polar pula ikatan yang bersangkutan. Sebagai tambahan,
apabila beda elektronegativitas atom-atom sangat besar, maka yang akan terbentuk
justru adalah ikatan ionik. Dengan demikian, beda elektronegativitas merupakan
salah satu cara untuk meramalkan jenis ikatan yang akan terbentuk di antara dua unsur
yang berikatan.
Perbedaan Elektronegativitas Jenis Ikatan yang Terbentuk
0,0 sampai 0,2 Kovalen nonpolar
0,3 sampai 1,4 Kovalen polar
> 1,5 Ionik
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, aturan oktet berlaku pada unsur-unsur
periode 2 dalam tabel periodik. Akan tetapi, terdapat pula sejumlah penyimpangan
aturan oktet yang terjadi dalam proses pembentukan ikatan. Ada tiga
tipe penyimpangan aturan oktet, antara lain:
1. The incomplete octet
Contoh : BeH
2
, BeCl
2
, BF
3
, dan BCl
3
(catatan: BF
3
maupun BCl
3
dapat berikatan dengan
molekul lain yang memiliki lone pair (seperti NH
3
) membentuk ikatan kovalen
koordinasi (datif) untuk mencapai konfigurasi oktet)
2. Odd electron molecules
Contoh : NO dan NO
2
(disebut sebagai radikal karena memiliki sebuah elektron yang
tidak berpasangan)
3. The expanded octet
Contoh : PCl
5
dan SF
6
(atom pusat dikelilingi oleh lebih dari 8 elektron valensi dengan
memanfaatkan orbital d yang kosong)
Molekul-molekul umumnya berinteraksi satu sama lainnya. Gaya tarik-menarik
antarmolekul ini terjadi dan merupakan jenis interaksi antarmolekul (gaya antar
molekul-molekul yang berbeda). Interaksi ini bertanggung jawab terhadap sifat fisik
suatu zat, seperti titik didih, titik leleh, serta fasa (wujud) zat. Berbeda
dengan interaksi antarmolekul, interaksi intramolekul (ikatan kimia) merupakan
ikatan yang terbentuk saat atom-atom bergabung membentuk molekul. Ikatan
kimia berperan dalam menjaga kestabilan molekul sekaligus dapat digunakan dalam
meramalkan bentuk suatu molekul.Interaksi antarmolekul lebih lemah
dibandingkan ikatan kimia.
Terdapat lima jenis interaksi antarmolekul, yang disusun berdasarkan kekuatan, dari
yang terlemah hingga yang terkuat, yaitu:
1. Gaya London atau Gaya Dispersi
Jenis gaya tarik yang sangat lemah ini umumnya terjadi di antara molekul-molekul
kovalen nonpolar, seperti N
2
, H
2
, atau CH
4
. Ini dihasilkan oleh menyurut dan
mengalirnya orbital-orbital elektron, sehingga memberikan pemisahan muatan yang
sangat lemah dan sangat singkat di sekitar ikatan. Gaya London meningkat seiiring
bertambahnya jumlah elektron. Gaya London juga meningkat seiiring bertambahnya
massa molar zat, sebab molekul yang memiliki massa molar besar cenderung memiliki
lebih banyak elektron. Adanya percabangan pada molekul akan menurunkan
kekuatan Gaya London, sebab adanya percabangan akan memperkecil area kontak
antarmolekul. Titik didih senyawa sebanding sekaligus mencerminkan kekuatan Gaya
London.
2. Interaksi Dipol Terimbas (Dipol Terinduksi)
Gaya antarmolekul ini terjadi saat molekul polar mengimbas (menginduksi) molekul
nonpolar. Sebagai contoh, molekul air (H
2
O) yang bersifat polar dapat menginduksi
molekul oksigen (O
2
) yang bersifat nonpolar. Dipol terimbas inilah yang menyebabkan
gas oksigen larut dalam air.
3. Interaksi Dipol-Dipol
Gaya antarmolekul ini terjadi bila ujung positif dari salah satu molekul dipol ditarik ke
ujung negatif dari dipol molekul lainnya. Gaya ini lebih kuat dari Gaya London, namun
tetap saja sangat lemah. Interaksi ini terjadi pada senyawa kovelen polar, seperti HCl
dan HBr.
4. Interaksi Ion-Dipol
Gaya antarmolekul ini terjadi saat ion (kation maupun anion) berinteraksi dengan
molekul polar. Kekuatan interaksi ini bergantung pada muatan dan ukuran ion serta
kepolaran dan ukuran molekul polar. Kation memiliki interaksi yang lebih kuat dengan
molekul polar dibandingkan anion. Salah satu contoh interaksi ini
adalah hidrasisenyawa NaCl dalam air (proses ion-ion dikelilingi oleh molekul air).
5. Ikatan Hidrogen
Interaksi dipol-dipol yang sangat kuat, yang terjadi bila atom hidrogen terikat pada
salah satu dari ketiga unsur yang sangat elektronegatif, yaitu F, O, dan N. Ketiga unsur
ini memiliki tarikan yang sangat kuat pada pasangan elektron yang berikatan sehingga
atom yang terlibat pada ikatan mendapatkan muatan parsial yang sangat besar. Ikatan
ini sangat polar, sehingga interaksi antarmolekul menjadi sangat kuat. Akibatnya, titik
didih senyawa yang memiliki ikatan hidrogen relatif tinggi (walapun massa molarnya
paling rendah) bila dibandingkan senyawa lain pada golongan yang sama.
Bentuk molekul (geometri molekul) dari suatu molekul adalah cara atom-atom
tersusun dalam ruang tiga dimensi. Hal ini penting untuk diketahui oleh para ahli kimia,
sebab hal ini sering menjelaskan mengapa reaksi-reaksi tertentu dapat terjadi,
sedangkan yang lain tidak. Sebagai contoh, dalam ilmu farmasi, geometri molekul dari
suatu obat dapat mengakibatkan reaksi-reaksi samping. Selain itu,geometri
molekul juga menjelaskan mengapa air mempunyai dwikutub (ujung positif pada atom
H dan ujung negatif pada atom O), sementara karbondioksida tidak.
Teori VSEPR (Valence Shell Electron-Pair Repulsion) atau Tolakan Pasangan Elektron
Kulit Valensi memungkinkan para ahli kimia untuk meramalkan geometri molekul dari
molekul-molekul. Teori ini mengasumsikan bahwa pasangan elektron di sekitar atom,
baik itubonding pair maupun lone pair (nonbonding pair), akan berada dalam jarak
sejauh mungkin untuk meminimalkan gaya tolakan di antara elektron
tersebut. Geometri pasangan elektron (domain elektron)adalah susunan pasangan
elektron, baik bonding pair maupun lone pairdi sekitar atom pusat. Berdasarkan
jumlah domain elektron, kita dapat meramalkan bentuk molekul.
Untuk menentukan geometri molekul atau bentuk molekul dengan
menggunakan teori VSEPR, kita dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tentukan struktur Lewis molekul tersebut
2. Tentukan jumlah keseluruhan pasangan elektron total (domain elektron) yang
berada di sekitar atom pusat (ikatan rangkap dua dan rangkap tiga masing-masing
dianggap satu domain)
3. Dengan menggunakan tabel di bawah ini, tentukanlahgeometri pasangan elektron
(domain elektron)
Dengan menggunakan tabel di bawah ini, tentukan pula bentuk molekulnya.
Class of
Molecule
Number of
Electron Pairs
Arrangement
(Geometry) of
Electron Pairs
Molecular Shape Examples

AB
2
2 Linear Linear BeCl
2


AB
3
3 Trigonal Planar Trigonal Planar BF
3


AB
4
4 Tetrahedral Tetrahedral CH
4


AB
5
5 Trigonal
Bipyramidal
Trigonal
Bipyramidal
PCl
5


AB
6
6 Octahedral Octahedral SF
6



Class of
Molecule
Number
of
Bonding
Pairs
Number
of Lone
Pairs
Number of
Electron
Pairs
Arrangement
(Geometry) of
Electron Pairs
Molecular
Shape
Examples

AB
2
E 2 1 3 Trigonal
Planar
Bent SO
2


AB
3
E 3 1 4 Tetrahedral Trigonal
Pyramidal
NH
3


AB
2
E
2
2 2 4 Tetrahedral Bent H
2
O

AB
4
E 4 1 5 Trigonal
Bipyramidal
Seesaw SF
4


AB
3
E
2
3 2 5 Trigonal
Bipyramidal
T-shaped ClF
3


AB
2
E
3
2 3 5 Trigonal
Bipyramidal
Linear I
3
-


AB
5
E 5 1 6 Octahedral Square
Pyramidal
BrF
5


AB
4
E
2
4 2 6 Octahedral Square
Planar
XeF
4

Selain menggunakan teori VSEPR, bentuk molekul juga dapat diramalkan melalui
pembentukan orbital hibrida, yaitu orbital-orbital suatu atom yang diperoleh saat dua
atau lebih orbital atom bersangkutan yang memiliki tingkat energi yang berbeda,
bergabung membentuk orbital-orbital baru dengan tingkat energi sama (terjadi pada
proses pembentukan ikatan kovalen). Hibridisasi adalah proses penggabungan
orbital-orbital atom (biasanya pada atom pusat) untuk mendapatkan orbital hibrida.
Hubungan antara jumlah dan jenis orbital atom pusat yang digunakan pada
proses hibridisasi terhadap geometri molekul senyawa bersangkutan dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Pure
Atomic
Orbitals of
the
Central
Atom
Hybridization
of the Central
Atom
Number
of Hybrid
Orbitals
Shape of Hybrid
Orbitals
(Geometry
Arrangement)
Examples
s,p sp 2 Linear BeCl
2

s, p, p sp
2
3 Trigonal Planar BF
3

s, p, p, p sp
3
4 Tetrahedral CH
4

s, p, p, p, d sp
3
d 5 Trigonal
Bipyramidal
PCl
5

s, p, p, p, d,
d
sp
3
d
2
6 Octahedral SF
6

Dengan mengetahui jenis dan jumlah orbital atom pusat yang terlibat dalam proses
pembentukan ikatan, kita hanya dapat menentukanbentuk geometri (domain
elektron) molekul bersangkutan. Sementara untuk menentukan bentuk molekul, kita
dapat menggunakan teori VSEPR. Dengan demikian, teori hibridisasimerupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari teori VSEPR. Melalui kombinasi kedua teori tersebut,
kita dapat mempelajari jenis dan jumlah orbital yang terlibat dalam pembentukan ikatan
sekaligus meramalkan bentuk molekulnya.

You might also like