You are on page 1of 21

TERAPI CAIRAN PADA PEMBEDAHAN

A. Definisi Cairan Tubuh


Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti
manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.
B. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit
Distribusi cairan tubuh
Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup.
Persentase air tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah sesuai
umur, menurun cepat pada awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78% berat badan.
Pada beberapa bulan pertama kehidupan, TBW turun cepat mendekati kadar dewasa
55-60 % berat badan pada saat usia 1 tahun. Pada masa pubertas, terjadi perubahan
TBW selanjutnya. Karena lemak mempunyai kadar air yang lebih rendah, persentase
TBW terhadap berat badan lebih rendah pada wanita dewasa yang mempunyai lebih
banyak lemak tubuh (55%) daripada laki-laki, yang mempunyai sedikit lemak. Seluruh
cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen
ekstraselular.
Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa sekitar
dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata
untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi
hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler
terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-
nutrien dalam cairan tubuh.


Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler berperan
dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan membuang
zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan
usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan
ekstraselular.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada
orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma).
Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma,
sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal,
perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada
keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam
jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
C. Komponen cairan tubuh
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.
1. Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit
dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion
dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
2. Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
3. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam
mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar
natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-
ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat
58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat
bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel.
Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan
terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air
dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial.
Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila
volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
4. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di
dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh
sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat
berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium plasma
3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat
berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90
mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
5. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat
faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake,
besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh
kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%)
ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
6. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan + 10
mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
7. Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
8. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir
daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat
yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat
penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
9. Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
D. Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy sedangkan
mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme
transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
1. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih
tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air,
sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran
semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat
dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5
mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl
0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah
disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
2. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik
pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi
difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
3. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium
keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar
ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan
hiperosmolar di dalam sel.
E. Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat
operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit
atau traktus gastrointestinal.
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari,
dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata 250 ml dari
feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari
(insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
1. Perubahan cairan tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

a) Perubahan volume
1) Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang
paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal
akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya
dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi
jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan
cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat
dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai
defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.
2) Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus.
Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama
dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium
besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen
ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara
garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang
hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular
berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan
volume intravaskular.15
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara
garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang
hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke
kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume
intravaskular.15
b) Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl
ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun
dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal
jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan
cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.10
c) Perubahan konsentrasi
1) Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat
dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,
gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika
kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat
disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi
tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis,
nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau
NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum
yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :
Na= Na1 Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang actual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
2) Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar
natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi,
kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
(diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air
kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan
dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12
3) Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium
dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total
kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,
perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,
kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat
berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse
potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau
infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk
hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang
hebat).13 Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :
K = K1 K0 x 0,25 x BB
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur BB = berat badan (kg)
4) Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal
atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,
siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,
perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium
klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10
menit, atau diuretik, hemodialisis.
d) Perubahan komposisi
1) Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg). Kondisi ini
berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi
alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang
tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi
pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan
narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari
defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu.
Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah
sangat penting.
2) Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg). Kondisi ini
disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu.
Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi
sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk
mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,
penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium
yang terjadi.
3) Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L). Kondisi ini
disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat.
Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil,
diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah
peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok,
diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan
metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang
mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis
berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
4) Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L). Kelainan ini
merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan
diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah
adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi
yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan
potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan
pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.
F. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada
pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan postoperatif.
1. Faktor-faktor preoperatif
a) Kondisi yang telah ada Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi
renal dapat diperburuk oleh stres akibat operasi.
b) Prosedur diagnostic
c) Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena
dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal
karena efek diuresis
osmotik.
d) Pemberian obat
e) Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air
dan elektrolit
f) Preparasi bedah
g) Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.
h) Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
i) Restriksi cairan preoperative
j) Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat
kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat
jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
k) Defisit cairan yang telah ada sebelumnya harus dikoreksi sebelum operasi
untuk meminimalkan efek dari anestesi.
2. Faktor-faktor intraoperatif
a) Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan
hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi
seperti takikardia dan vasokonstriksi.
b) Kehilangan darah yang abnormal
c) Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya
kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
d) Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada
luka operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
3. Faktor-faktor postoperatif
a) Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
b) Peningkatan katabolisme jaringan
c) Penurunan volume sirkulasi yang efektif
d) Risiko atau adanya ileus postoperatif
G. Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas
fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara
intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang
terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
1. Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh
atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan.
Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan
dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat
(RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3
L dalam 10 menit.
2. Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang
dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama
Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan
pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal,
keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water
losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat
atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga
mengandung lah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringers dextrose, dll.
Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%.
Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel
sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik. Dalam terapi rumatan cairan
keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti sudah dijelaskan kadar
berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya.
Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai
kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya
pembedahan, yaitu :
a) 6-8 ml/kg untuk bedah besar
b) 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
c) 2-4 ml/kg untuk bedah kecil
H. Jenis-Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama
efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler.
Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami
metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan
adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis
hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat
plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya
dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta
berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang
mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga
dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau
plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung
bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu
koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a) Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat
dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk
membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
b) Koloid sintetis:
1) Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa.
Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik
dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki
aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan
(viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang
dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian
Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

2) Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-
rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46%
lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari.
Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight
Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan
dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume
expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu
koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan
pada penderita gawat.
3) Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul
rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
-Urea linked gelatin
-Oxypoly gelatin
I. Terapi Cairan Preoperatif
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan
sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup
diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada
penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya
diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan
karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan
(hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti
dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.
J. Terapi Cairan Intraoperatif
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar
ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan
penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata
(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan
cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam
untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6
ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-
R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam
untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10
ml/kgBB/jam.
K. Terapi Cairan Postoperatif
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air
untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam.
Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya
pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah.
Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung
menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak
perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma
pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar
albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup
dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan ini
berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
a) Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C
suhu tubuh
b) Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
c) Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang
belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan
transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas,
suhu tubuh dan warna kulit.
L. Tranfusi darah
Untuk kepentingan klinik hanya dikenal dua sistem penggolongan darah, yaitu sistem ABO
dan sistem Rh . Sebagian besar pasien mempunyai sistem Rh+ (85%) dan sisanya (15%)
sistem Rh-. Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan
berat badan.
Jenis golongan darah ABO
Jenis Antibodi Kekerapan
Golongan A Anti A 45%
Golongan B Anti B 8%
Golongan AB - 4%
Golongan O Anti A dan Anti B 43%
Volume darah
Usia ml/kgBB
Prematur 95
Cukup bulan 85
Anak kecil 80
Anak besar 75-80
Dewasa
- Pria
- Wanita
75
65
Indikasi transfuse darah
Perdarahan akut sampai Hb<8 gr% atau Ht<30%. Pada orang tua, kelainan paru,
kelainan jantung Hb<10 gr%
Bedah mayor kehilangan darah >20% volum darah
Darah simpan
Darah donor sebelum disimpan untuk diberikan pada resipien harus dibebaskan dari
pelbagai macam penyakit yang mungkin dapat menulari resipien
Darah simpan supaya awet dan tidak membeku perlu disimpan dalam suatu tempat
dengan suhu sekitar 1
0
-6
0
C diberi pengawet
Pengawet campuran
1. Sitrat untuk mengikat kalsium supaya tidak terjadi pembekuan, fosfat sebagai
penyangga (buffer)
2. Dekstrosa sebagai sumber energi sel darah merah
3. Adenine membantu resistentis adenosine trifosfat dan menjaga supaya 2,3 DPG tidak
cepat rusak
Pengawet campuran
ACD (Acid Citrate Dextrose)
CPD (Citrate Phospate Dextrose)
CPDA (Citrate Phospate Dextrose Adenine)
Transfuse darah massif
Perdarahan masif ialah perdarahan lebih dari sepertiga volum darah dalam waktu <30 menit.
Definisi tentang transfusi darah masif masih tidak jelas dan banyak versi
Transfusi darah sebanyak lebih dari 1-2 kali volum darah dalam waktu lebih dari 24
jam
Transfusi darah lebih besar dari 50% volum darah dalm waktu singkat (misalnya, 5
unit dalam 1 jam untuk berat 70 kg)
Transfuse darah autologus
Darah pasien sendiri diambil 3 unit beberapa hari sebelumnya, kemudian disimpan di
bank darah
Setelah tiga hari ditranfusikan kembali ke pasien.
Waktu tiga hari diperlukan untuk penyesuaian volum plasma.
Komplikasi tranfusi darah
Reaksi Hemolitik
Infeksi virus, bakteri, parasit
Lain-lain Demam, urtikaria, anafilaksis, edema paru non kardial, purpura,
intoksikasi sitrat, hiperkalemi, asidosis.
Penanggulangan reaksi transfusi
Stop transfusi
Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu tambah vasokonstriktor,
inotropik
Berikan oksigen 100%
Diuretika manitol 50 mg atau furosemid (lasix) 10-20 mg
Antihistamin
Stroid dosis tinggi
Jika perlu exchange transfusion
Periksa analisa gas dan pH darah
M. KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh didalamnya
terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel, sehingga
amat penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan
ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-
faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan
komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai
usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk
terapi cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.





DAFTAR PUSTAKA
Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. In:
Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2.
Jakarta: EGC; 258-266
Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi Klinik
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku
kedokteran, Jakarta, 1987.

You might also like