You are on page 1of 21

1

GAMBARAN MRI PADA KASUS HERNIA NUKLEUS PULPOSUS









OLEH :
AGUNG SAHARI
NUR ASHRIAWATI BURHAN
HERLINDA PATANDIANAN
TRI WAHYUNINGSIH BAHRI



PROGRAM STUDI S1 PROFESI FISIOTERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
1

BAB I
PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi di bidang kesehatan yang ada pada saat ini memberi kemudahan
bagi para praktisi kesehatan untuk mendiagnosa penyakit serta menentukan jenis
pengobatan bagi pasien. Salah satu bentuk kemajuan tersebut adalah penggunaan alat
MRI (Magnetic Resonance Imaging). MRI merupakan suatu alat diagnostik mutakhir
untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh anda dengan menggunakan medan magnet yang
besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan sinar X, ataupun bahan
radioaktif. MRI menciptakan gambar yang dapat menunjukkan perbedaan sangat jelas
dan lebih sensitive untuk menilai anatomi jaringan lunak dalam tubuh, terutama otak,
sumsum tulang belakang, susunan saraf dibandingkan dengan pemeriksaan X-ray biasa
maupun CT scan Juga jaringan lunak dalam susunan musculoskeletal seperti otot,
ligamen , tendon , tulang rawan , ruang sendi seperti misalnya pada cedera lutut maupun
cedera sendi bahu. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan dengan MRI yaitu evaluasi
anatomi dan kelainan dalam rongga dada, payudara , organ organ dalam perut, pembuluh
darah, dan jantung. Salah satu penyakit yang dapat di deteksi dengan menggunakan
pemeriksaan MRI yaitu penyakit Hernia Nucleus Pulposus (HNP) dimana terjadi
rupturnya nucleus pulposus sehingga menonjol melalui annulus fibrosus ke dalam
canalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf.
Fisioterapi memiliki peranan penting dalam penanganan masalah yang timbul akibat
HNP. Salah satu pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis HNP adalah
pemeriksaan MRI. Gambaran radiologis menjadi hal yang sangat penting untuk
diketahui oleh fisioterapis, salah satunya yaitu dengan melihat hasil pemeriksaan MRI
sebelum melakukan penanganan fisioterapi. Untuk itu seorang fisioterapi dituntut
mampu membaca hasil foto pemeriksaan MRI agar dapat memberikan penanganan yang
tepat sesuai gambaran kerusakan yang tampak pada foto pemeriksaan.

2

BAB II
MAGNETI NG RESONANCE I MAGI NG (MRI)

A. Pengertian MRI
Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) adalah suatu alat diagnostik muthakhir untuk
memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan medan magnet yang besar dan
gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan sinar X, ataupun bahan
radioaktif, yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh / organ
manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 1,5 tesla (1
tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Merupakan
metode rutin yang dipakai dalam diagnosis medis karena hasilnya yang sangat akurat.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran penampang
tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen. Tehnik penggambaran
MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak
parameter. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat gambaran potongan koronal,
sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi tubuh pasien. Bila pemilihan
parameternya tepat, kualitas gambaran detail tubuh manusia akan tampak jelas, sehingga
anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti. Untuk itu perlu
dipahami hal-hal yang berkaitan dengan prosedur tehnik MRI dan tindakan
penyelamatan bila terjadi keadaan darurat. Beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya,
terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa
banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuiai untuk diagnostik
jaringan lunak. Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang
dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Bila pemilihan parameter tersebut tepat,
kualitas gambar MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan
perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat di evaluasi
secara teliti.

3


Gambar 1. Pesawat MRI


B. Keuntungan dan kerugian MRI
Keuntungan
- Dapat mencitrakan pada bidang aksial sagital, dan koronal
- Non-ionisasi sehingga diyakini aman
- Tidak terdapat artefak tulang akibat kekurangan sinyal dari tulang
- Detail anatomis yang sangat baik terutama pada jaringan lunak
- Dapat memperlihatkan pembuluh darah tanpa kontras dengan MRA
- Penggunaan kontras intravena yang jauh lebih jarang dibandingkan CT
Kerugian
- Biaya opersional mahal
- Citra yang kurang baik pada lapangan paru
- Tidak mampu untuk menunjukkan kalsifikasi dengan akurat
- Darah segar pada perdarahan baru tidak divisualisasi sebaik pada CT
- MRI lebih sulit ditoleransi dengan waktu pemeriksaan yang lebih lama dibandingkan
dengan CT
- Kontraindikasi pada pasien dengan pacemaker, benda asing logam pada mata, dan
klipaneurisma arterial (dapat terdorong lepas dari posisi oleh medan magnet yang
kuat)
C. Macam macam MRI .
Macam macam MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :
1. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang luas
4

2. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit.
Macam macam MRI bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari :
1. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 1,5 T
2. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 T
3. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T

Sebaiknya suatu rumah sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi karena alat
tersebut dapat digunakan untuk teknik Fast Scan yaitu suatu teknik yang
memungkinkan 1 gambar irisan penampang dibuat dalam hitungan detik, sehingga kita
dapat membuat banyak irisan penampang yang bervariasi dalam waktu yang sangat
singkat. Dengan banyaknya variasi gambar membuat suatu lesi menjadi menjadi lebih
spesifik.

D. Prinsip dasar dari MRI
Struktur atom hidrogen dalam tubuh manusia saat diluar medan magnet mempunyai
arah yang acak dan tidak membentuk keseimbangan. Kemudian saat diletakkan dalam
alat MRI (gantry), maka atom H akan sejajar dengan arah medan magnet . Demikian
juga arah spinning dan precessing akan sejajar dengan arah medan magnet. Saat
diberikan frekuensi radio , maka atom H akan mengabsorpsi energi dari frekuensi radio
tersebut. Akibatnya dengan bertambahnya energi, atom H akan mengalami pembelokan,
sedangkan besarnya pembelokan arah, dipengaruhi oleh besar dan lamanya energi radio
frekuensi yang diberikan. Sewaktu radio frekuensi dihentikan maka atom H akan sejajar
kembali dengan arah medan magnet . Pada saat kembali inilah, atom H akan
memancarkan energi yang dimilikinya. Kemudian energi yang berupa sinyal tersebut
dideteksi dengan detektor yang khusus dan diperkuat. Selanjutnya komputer akan
mengolah dan merekonstruksi citra berdasarkan sinyal yang diperoleh dari berbagai
irisan.

E. Penggunaan MRI
- Sistem saraf pusat (CNS) : teknik pilihan untuk pencitraan otak dan tulang belakang
- Muskuloskeletal : pencitraan yang akurat pada kelainan persendian, tendon,
ligamen dan otot
5

- Jantung : pencitraan dengan teknik gating yang berhubungan dengan siklus jantung
memungkinkan diagnosis berbagai kondisi jantung
- Toraks : peniaian struktur vaskular pada mediastinum
- Abdomen : organ abdomen dapat divisualisasi dengan baik yang dikelilingi oleh
sinyal-sinyal yang tinggi dari lemak di sekelilingnya
- Pelvis : staging neoplasma prostat, kandung kemih, dal pelvis.


6

BAB III
HERNI A NUKLEUS PULPOSUS (HNP)

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI VERTEBRA
Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen yang
terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah. Columna vertebralis adalah
pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-tulang tak
beraturan, disebut vertebra.
Vertebra dikelompokkan sebagai berikut :
- Cervical (7)
- Thoracal (12)
- Lumbal (5)
- Sacral (5, menyatu membentuk sacrum)
- Coccygeus (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)


Gambar 2. Anatomi Vertebra

Tulang vertebra merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi atas 2
bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai
artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan
7

bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus
tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna
vertebra. Bagian posterior vertebra antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi
apofisial (facet joint).


Gambar 3. Anatomi Vertebra dilihat dari beberapa posisi

Tulang vertebra ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang
rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang
dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis
dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis
posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus ini
paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan
columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna
vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.
Diskus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate),
nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus pulposus,
memungkinkannya berubah bentuk dan vertebra dapat mengjungkit kedepan dan
kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis.
8


Gambar 4. Anatomi Diskus Intervetebral

Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah
bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang merupakan bagian peka nyeri adalah:
- Lig. Longitudinal anterior
- Lig. Longitudinal posterior
- Corpus vertebra dan periosteumnya
- Articulatio zygoapophyseal
- Ligamen Supraspinosum
- Fasia dan otot

Gambar 5. Ligamen pada vertebra
Stabilitas vertebra tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus
intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot
9

(aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna vertebrale ini stabilitas
daerah pinggang sangat bergantung pada gerak kontraksi volunter dan refleks otot-otot
sakrospinalis, abdominal, gluteus maksimus, dan hamstring.
Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan diganti oleh
fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar
dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah,
sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral.

B. DEFINISI HNP
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari diskus melalui
robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau
mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Gambar 6. Hernia nukleus pulposus

C. ETIOLOGI
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
Degenerasi diskus intervertebralis
Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
Trauma berat atau terjatuh
Mengangkat atau menarik benda berat

D. PATOFISILOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :
1. Aliran darah ke diskus berkurang
2. Beban berat
3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
10

Jika beban pada diskus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nukleus
pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang berada di canalis
vertebralis menekan radiks.
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang oleh
berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan
pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri.
Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan
sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme
otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia. Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri
inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri
neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf.
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama,
penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi
nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi.
Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut
saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut
saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran
ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang
sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal. Hal ini merupakan dasar
pemeriksaan Laseque.

E. KLASIFIKASI HNP
Hernia nukleus pulposus diklasifikasikan menjadi beberapa derajat :
1. Derajat 1 (Bulging)
Bulging merupakan stadium paling awal dari suatu prolapsus diskus intervetebralis,
diskus menonjol ke ruang epidural anterior, tanpa terbentuk kantung, anulus posterior
terganggu, material dari nukleus pulposus mengiritasi jaringan ikat luar dari diskus
dan terjadi intak pada ligamentum longitudinalis posterior ditemukan adanya nyeri
karena iritasi dari saraf sinuvertebra.
11



Gambar 7. Bulging
2. Derajat 2 (Protrusi)
Protrusi diskus intervetebralis merupakan stadium kedua. Diskus terdorong ke arah
tertentu ke dalam ruang epidural anterior. Dan dapat menyebabkan kompresi pada
tranversal radiks, dan ligamen posterior masih intak. Pada stadium ini dapat
ditemukan nyeri punggung bawah dan nyeri radikular.

Gambar 8. Protrusi
3. Derajat 3 (Ekstrusi)
Pada stdium ini, ligamentum longitudinalis posterior ruptur dan terdapat migrasi dari
nukleus ke dlam ruang epidural anterior. Ekstruksi dapat menyebabkan radikulopati
dan sebagian besar membutuhkan operasi. Lesi diskus ini dapat direbsobsi oleh tubuh
sehingga dari 80% ekstruksi akan dapat pengurangan lesi sekitar 50%. Besarnya
ekstruksi tidak berhubungan langsung dengan keluhan nyeri: beberapa pasien yang
besar ekstruksinya berkurang, keluhan nyerinya tidak berkurang, sebaliknya beberapa
pasien dengan keluhan nyeri yang berkurang, besarnya ekstruksi tidak berkurang.

12


Gambar 9. Ekstrusi

4. Derajat 4 (Sequestrasi)
Sekuesterasi merupakan stadium paling akhir dari pulposus diskus intervetebralis.
Terdapat fragmen bebas nukleus pulposus pada ruang epidural, dapat menyebabkan
kompresi yang hebat pada : tranversal nerve root, akar saraf yang keluar dari
foramen, dan bagian samping dari thecal sac. Pada tahap ini terdapat nyeri menjalar
yang sangat hebat dari pinggang bawah sampai kaki, dan juga terdapat gangguan
pada fungsi bowell dan bladder (cauda equina syndrome) sehingga membutuhkan
operasi dekompresi segera.

Gambar 10. Sekuestrasi

F. GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis yang timbul tergantung lokasi lumbal yang terkena. HNP dapat
terjadi kesegala arah, tetapi kenyataannya lebih sering hanya pada 2 arah, yang pertama
ke arah postero-lateral yang menyebabkan nyeri pinggang, sciatica, dan gejala dan tanda-
13

tanda sesuai dengan radiks dan saraf mana yang terkena. Berikutnya ke arah postero-
sentral menyebabkan nyeri pinggang dan sindroma kauda equina.
Gejala yang sering ditimbulkan akibat ischialgia karena HNP adalah :
- Nyeri punggung bawah.
- Nyeri daerah bokong.
- Rasa kaku/ tertarik pada punggung bawah.
- Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal, yang dirasakan
dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan sampai kaki, tergantung bagian
saraf mana yang terjepit.
- Rasa nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan, terutama
banyak membungkukkan badan atau banyak berdiri dan berjalan.
- Rasa nyeri juga sering diprovokasi karena mengangkat barang yang berat, batuk,
bersin akibat bertambahnya tekanan intratekal.
- Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan anggota badan
bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai bawah dan
hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan achilles (APR).
- Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan
fungsi seksual.

G. LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN MRI PADA KASUS HNP

Nama : Tn.F
Umur : 51 tahun, 0 bulan, 22 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : MANOWARI KEC. MANOKWARI TIMUR
Klinis : Ischialgia sinistra ec. Suspek HNP
Jenis Pemeriksaan : MRI L-spine (dengan kontras)







14

Gambar MRI Lumbal Potongan Sagital









15

Gambar MRI Diskus Interverteralis Lumbal Potongan Axial








16

Gambar MR Myelografi






17

Telah dilakukan pemeriksaan MRI Lumbosacral, T1W1 tanpa kontras, T2W1 potongan axial
dan sagital dengan hasil berikut:
- Alignment vertebra lumbosacral baik, kurva lordotik melurus
- Tidak tampak fraktur, destruksi maupun listhesis
- Tanda-tanda bulging disc ke posterior pada level CV L2-L3, yang menekan thecal sac
dan mengiritasi nerve root kanan disertai facet joint edema bilateral, namun tidak
menyebabkan stenosis canalis spinalis.
- Bulging disc ke posterior pada level CV L3-L4, menekan thecal sac dan iritasi kedua
nerve root disertai facet joint edema bilateral, namun tidak menyebabkan stenosis
canalis spinalis pada level tersebut.
- Protrutio disc ke posterior pada level CV L4-L5, menekan thecal sac kiri dan kedua
nerve root terutama kiri disertai facet joint edema bilateral, dengan tanda-tanda
stenosis parsialis canalis spinalis pada level tersebut.
- Conus medullaris berakhir pada level CV T12
- Intensitas discus menurun pada level CV L4-L5
- Spur formation pada aspek anteroposterior endplate CV L2-L5
- MR Myelografi : tampak tanda-tanda stenosis partialis canalis spinalis level CV L4-
L5

Kesan:
- Tanda-tanda bulging disc level CV L2-L3, yang menekan thecal sac dan mengiritasi
nerve root kanan disertai facet joint effusion bilateral
- Bulging disc level CV L3-L4, menekan thecal sac dan iritasi kedua nerve root disertai
facet joint effusion bilateral
- Protrutio disc level CV L4-L5, menekan thecal sac kiri dan kedua nerve root terutama
kiri disertai facet joint billateral, dengan tanda-tanda stenosis parsialias canalis
spinalis pada level tersebut
- Degenerative disc diseases pada level CV L4-L5
- Spondylosis lumbalis
18

H. PROBLEMATIK DAN PROGRAM PENATALAKSANAAN FT PADA KASUS
HNP
a. Problem Fisioterapi
Problematik FT terkait kasus HNP mencakup:
1. Nyeri pinggang menjalar ketungkai
2. Spasme otot-otot erector spine lumbal
3. Keterbatasan gerak lumbal
4. Kelemahan otot m. tibialis posterior
5. Gangguan postur scoliosis
6. Gangguan ADL berjalan, duduk-berdiri dan memakai celana.
b. Penatalaksanaan Fisioterapi
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus HNP secara konservatif memiliki prinsip utama
yang harus dilakukan, antara lain:
- Mengikuti proses penyembuhan
Pada pasien HNP, gerakan-gerakan terutama rotasi dan fleksi lebih sering disebabkan
disscuss damage harus diistirahatkan selama 7-10 hari. Pasien disarankan untuk
menggunakan korset elastis dan strapping.
- Memperbaiki mobilitas
Latihan diberikan berupa :
o Side lying di atas lantai yang licin, pelvis dan tungkai diatas selimut,regangkan
lumbal spine dengan cara menggerakkan pelvis dan tungkai ke depan dan
belakang.
o Standing, pelvic tilting backward dan forward
o Posisi merangkak dan menggerakkan lumbal ke atas dan bawah.
o Sesudah tiga minggu, sudah memungkinkan untuk mulai side fleksi dan ekstensi
dalam posisi berdiri. Juga sangat penting untuk melakukan fleksi secara aktif.
Latihan dikembangkan melihat kondisi pasien. Bila memungkinkan dapat mulai
menggerakkan spine.
- Memperbaiki postur dan kekuatan
Kekuatan otot-otot lumbal penting untuk mensupport spine. Otot-otot ekstensor harus
dilatih inner range-prone lying dan middle-inner range. Prone lying tungkai di fixasi
sementara kepala dan bahu diangkat. Otot-otot abdominal dapat dikuatkan dengan sit-
up secara perlahan.
19

- Mencegah serangan ulang
Gaya hidup pasien merupakan faktor predisposisi. Jika duduk dalam waktu lama
lumbal dapat digerakkan maju mundur untuk memelihara kurva lordosis. Jadi setiap
20-30 menit lumbal harus diekstensikan.





























20

DAFTAR PUSTAKA

1. Patel, P.R. Lecture Notes Radiologi, edisi kedua. Jakarta : Penerbit Erlangga.2007
2. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi.2003
3. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran, edisi III,jilid
kedua, cetakan keenam. Jakarta : Media Aesculapius. 2004
4. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik Umum, edisi III, cetakan kelima.
Jakarta : PT Dian Rakyat. 2008
5. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, edisi IV, cetakan kelima. Jakarta : PT Dian
Rakyat. 87-95. 1999
6. Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. Jakarta : PT
Dian Rakyat. 1998
7. Pramudjiandri. Magneting Resonance Imaging. Online ;
http://pamujiandri.wordpress.com/2011/07/25/makalah-mri/ [diakses 7 May 2014]
8. Kisner, Carolyn dan Colby, Lynn Allen. Therapeutic Exercise Foundations And
Techniques, Fifth Edition. F.A. Philadelphia: Davis Company.2007

You might also like