You are on page 1of 26

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi.
Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat
mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul
abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa
perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan
masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang
bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul
abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%).
Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling
jarang cedera adalah pankreas dan ureter. 11


II.2 ANATOMI
Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian atas dan
pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen dibagi dalam sembilan
regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis horizontal. Masing-masing garis vertikal melalui pertengahan
antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis. Garis horizontal yang atas merupakan bidang
subcostalis, yang mana menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal yang
bawah merupakan bidang intertubercularis, yang menghubungkan tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini
terletak setinggi corpus vertebrae lumbalis V.
Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian atas : regio hypochondrium kanan, regio
epigastrium dan regio hypocondrium kiri. Pada abdomen bagian tengah : regio lumbalis kanan, regio
umbilicalis dan regio lumbalis kiri. Pada abdomen bagian bawah : regio iliaca kanan, regio hypogastrium dan
regio iliaca kiri. 9

Gambar 1. Pembagian regio abdomen
Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat kuadran dengan menggunakan satu garis
vertikal dan satu garis horisontal yang saling berpotongan pada umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran
kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan bawah dan kuadran kiri bawah. 9

Gambar 2 . Pembagian abdomen menjadi empat kuadran
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian belakang, struktur ini
melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding
perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis;
lemak subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, m. oblikus
abdominis eksternus, m. oblikus abdominis internus, dan m. tranversus abdominis; dan akhirnya lapisan
preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan
fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. 9

Gambar 3. Otot-otot abdomen
Tabel 1. Otot-otot dinding anterior dan lateral abdomen
Nama otot Origo Insertio Persarafan Kerja
M. obliqus externus abdominis 8 costa bagian bawah Processus Xiphoideus, linea alba, crista pubica,
tuberculum pubikum, dan crista iliaca.
6 N. Thoracalis bagian bawah, N. Iliohypogastricus dan N. Ilioinguinalis. Melindungi isi abdomen, menekan
isi abdomen, membantu fleksio dan rotasio tubuh. Membantu ekspirasi kuat, miksi, defekasi, partus dan
refleks muntah.
M. obliqus internus abdominis Fascia lumbalis, lateral ligamentum inguinale.
3costa bagian bawah, processus xiphoideus, linea alba dan symphisis pubis.
Persarafan sama dengan m. Obliqus externus abdominis.
Cara Kerja sama dengan m. Obliqus externus abdominis.

M. transversus abdominis 6 rawan costa bagian bawah, fascia lumbalis, crista iliaca, lateral ligamentum
inguinale.
processus xiphoideus, linea alba dan symphisis pubis. Persarafan sama dengan m. Obliqus externus
abdominis.
Menekan isi abdomen
M. rectus abdominis Symphisis pubis dan crista pubica Rawan costa 5, 6, 7 dan processus xiphoideus
6 N thoracalis bagian bawah. Menekan isi abdomen dan fleksio columna vertebralis; otot pembentuk
ekspirasi.
M. pyramidalis Permukaan anterior pubis Linea alba N. thoracalis 12
Meregangkan linea alba


Tabel 2. Otot-otot dinding posterior abdomen
Nama otot Origo Insertio Persarafan Kerja
M. psoas Processus transversus, corpus dan discus intervertebralis vertebra thoracica 12 dan vertebra
lumbalis.
Bersama m. Iliacus ke trochanter minor femur. Flexus lumbalis Fleksio paha pada tubuh, bila paha difiksasi,
otot mengfleksio tubuh pada paha seperti dari posisis berbaring ke posisi duduk.
M. quadratus lumborum Ligamentum iliolumbalis, crista iliaca, ujung processus transversus vertebrae
lumbalis bagian bawah.
Costa 12 Plexus lumbalis Fiksasi costa 12 selama inspirasi, menekan costa 12 selama ekspirasi kuat.

M. iliacus
Fossa iliaca Bersama m. Psoas ke trochanter minor femur. N. femoralis Sama dengan kerja m. Psoas


Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Perdarahan dinding perut berasal
dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan
a.epigastrika superior. Dari kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica
inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa
menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis VI
s/d XII dan n.lumbalis I.9
Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang juga melipat
untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran yang membatasi dinding
abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum
viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga
organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan
saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar masing-masing organ diberi nama-nama khusus. 9
Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas, pangkalnya melekat
pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua
lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya
yang memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda
peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama omentum
majus. Bangunan ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan
kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil
bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan liver.2
Organ dalam rongga abdomen dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Organ Intraperitoneal

Gambar 4. Intraperitoneal stuctures
1. Hati
Merupakan kelenjar terbesar dan mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu : (1) pembentukan dan sekresi
empedu yang dimasukkan ke dalam usus halus; (2) berperan pada aktivitas metabolisme yang
berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang
bakteri dan benda asing lain yang masuk dalam darah dari lumen usus.
Hati bersifat lunak dan lentur dan menduduki regio hypochondrium kanan, meluas sampai regio
epigastrium. Permukaan atas hati cembung melengkung pada permukaan bawah diaphragma. Permukaan
postero-inferior atau permukaan viseral membentuk cetakan visera yang berdekatan, permukaan ini
berhubungan dengan pars abdominalis oesophagus, lambung, duodenum, flexura coli dextra, ginjal kanan,
kelenjar suprarenalis, dan kandung empedu.
Dibagi dalam lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil, yang dipisahkan oleh perlekatan peritonium
ligamentum falciforme. Lobus kanan terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya
kandung empedu, fissura untuk ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan fissura untuk ligamentum
venosum. Porta hepatis atau hilus hati ditemukan pada permukaan postero-inferior dengan bagian atas
ujung bebas omentum majus melekat pada pinggirnya. Hati dikelilingi oleh capsula fibrosa yang membentuk
lobulus hati. Pada ruang antara lobulus-lobulus terdapat saluran portal, yang mengandung cabang arteri
hepatica, vena porta, dan saluran empedu (segitiga portal). 9

2. Limpa
Merupakan massa jaringan limfoid tunggal yang terbesar dan umumnya berbentuk oval, dan berwarna
kemerahan. Terletak pada regio hypochondrium kiri, dengan sumbu panjangnya terletak sepanjang iga X
dan kutub bawahnya berjalan ke depan sampai linea axillaris media, dan tidak dapat diraba pada
pemeriksaan fisik. Batas anterior limpa adalah lambung, cauda pankreas, flexura coli sinistra. Batas
posterior pada diaphragma, pleura kiri ( recessus costodiaphragmatica kiri ), paru kiri, costa IX, X, dan XI
kiri. 9

3. Lambung
Merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar dan mempunyai 3 fungsi utama: (1) menyimpan
makanan dengan kapasitas 1500 ml pada orang dewasa; (2) mencampur makanan dengan getah
lambung untuk membentuk kimus yang setengah padat, dan (3) mengatur kecepatan pengiriman kimus ke
usus halus sehingga pencernaan dan absorbsi yang efisien dapat berlangsung.
Lambung terletak pada bagian atas abdomen, dari regio hipochondrium kiri sampai regio epigastrium dan
regio umbilikalis. Sebagian besar lambung terletak di bawah iga-iga bagian bawah. Batas anterior lambung
adalah dinding anterior abdomen, arcus costa kiri, pleura dan paru kiri, diaphragma, dan lobus kiri hati.
Sedangkan batas posterior lambung adalah bursa omentalis, diaphragma, limpa, kelenjar suprarenal kiri,
bagian atas ginjal kiri, arteri lienalis, pankreas, mesocolon tranversum, dan colon tranversum. Secara kasar
lambung berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum, dua
curvatura yang disebut curvatura mayor dan minor, serta dua permukaan anterior dan posterior. Lambung
dibagi menjadi fundus, corpus dan antrum. Fundus berbentuk kubah dan menonjol ke atas terletak di
sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus terisi gas. Sedangkan corpus adalah badan dari lambung.
Antrum merupakan bagian bawah dari lambung yang berbentuk seperti tabung. Dinding ototnya
membentuk sphincter pyloricum, yang berfungsi mengatur kecepatan pengeluaran isi lambung ke
duodenum.
Membran mukosa lambung tebal dan memiliki banyak pembuluh darah yang terdiri dari banyak lipatan atau
rugae. Dinding otot lambung mengandung serabut longitudinal, serabut sirkular dan serabut oblik. Serabut
longitudinal terletak paling superficial dan paling banyak sepanjang curvatura, serabut sirkular yang lebih
dalam mengelilingi fundus lambung,dan menebal pada pylorus untuk membentuk sphincter pyloricum.
Sedangkan serabut oblik membentuk lapisan otot yang paling dalam, mengelilingi fundus berjalan
sepanjang anterior dan posterior. 9

4. Kandung empedu (Vesica Fellia)
Vesica Fellia adalah kantong seperti buah pear yang terletak pada permukaan viseral hati. Secara umum
dibagi menjadi tiga bagian yaitu : fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya
menonjol dibawah pinggir inferior hati; dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati dana arahnya
keatas, belakang dan kiri. Sedangkan collum dilanjutkan sebagai ductus cysticus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus communis membentuk ductus
choledochus. Batas anterior vesica fellia pada dinding anterior abdomen dan bagian pertama dan kedua
duodenum. Batas posterior pada colon tranversum dan bagian pertama dan kedua duodenum.
Vesica Fellia berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas 50 ml. Vesica Fellia mempunyai
kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu proses ini, maka mukosanya mempunyai lipatan-
lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan seperti sarang tawon. Empedu dialirkan ke
duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali
dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum . lemak menyebabkan pengeluaran hormon
kolesistokinin dari mukosa duodenum; hormon kemudian masuk ke dalam darah menyebabkan kandung
empedu berkontraksi. Pada saat yang sama otot polos yang terletak pada ujung distal ductus choledochus
dan ampula relaksasi sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam-
garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan serta absorbsi lemak. 9

5. Usus halus
Usus halus merupakan bagian pencernaan yang paling panjang, dibagi menjadi 3 bagian : duodenum,
jejunum, dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah pencernaan dan absorpsi hasil-hasil pencernaan.
Duodenum berbentuk huruf C yang panjangnya sekitar 25 cm, melengkung sekitar caput pankreas, dan
menghubungkan lambung dengan jejunum. Di dalam duodenum terdapat muara saluran empedu dan
saluran pankreas. Sebagian duodenum diliputi peritonium, dan sisanya terletak retroperitonial. Duodenum
terletak pada regio epigastrium dan regio umbilikalis. Dibagi menjadi 4 bagian :
1. Bagian pertama duodenum.
Panjangnya 5 cm, mulai pada pylorus dan berjalan keatas dan ke belakang pada sisi kanan vertebra
lumbalis pertama. Bagian ini terletak pada bidang transpilorica. Batas anterior pada lobus quadratus hati
dan kandung empedu. Batas posterior pada bursa omentalis ( 2,5 cm pertama), arteri gastroduodenalis,
ductus choledochus dan vena porta, serta vena cava inferior. Batas superior pada foramen epiploicum
Winslow dan batas inferior pada caput pankreas.
2. Bagian kedua duodenum
Panjangnya 8 cm, berjalan ke bawah di depan hilus ginjal kanan di sebelah vertebra lumbalis kedua dan
ketiga. Batas anterior pada fundus kandung empedu dan lobus kanan hati, colon tranversum, dan lekukan-
lekukan usus halus. Batas posterior pada hilus ginjal kanan dan ureter kanan. Batas lateral pada colon
ascenden, flexura coli dextra, dan lobus kanan hati. Batas medial pada caput pancreas.
3. Bagian ketiga duodenum
Panjangnya 8 cm, berjalan horisontal ke kiri pada bidang subcostalis, mengikuti pinggir bawah caput
pankreas. Batas anterior pada pangkal mesenterium usus halus, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas
posterior pada ureter kanan, muskulus psoas kanan, vena cava inferior, dan aorta. Batas superior pada
caput pankreas, dan batas inferior pada lekukan-lekukan jejunum.
4. Bagian keempat duodenum
Panjangnya 5 cm, berjalan ke atas dan kiri, kemudian memutar ke depan pada perbatasan duodenum dan
jejunum. Terdapat ligamentum Treitz yang menahan junctura duodeno-jejunalis. Batas anterior pada
permulaan pangkal mesenterium dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada pinggir kiri aorta dan
pinggir medial muskulus psoas kiri. 9

Jejunum dan Ileum panjangnya 6 m, dua perlima bagian atas merupakan jejunum. Jejunum mulai pada
junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis. Dalam keadaan hidup, jejunum dan
ileum dibedakan dengan gambaran berikut :
1. Lekukan jejunum terletak pada bagian atas rongga peritonium di bawah sisi kiri mesocolon tranversum,
ileum terletak pada bagian bawah rongga peritonium dan dalam pelvis.
2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal, dan lebih merah dari ileum.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen di atas dan kiri aorta, sedangkan
mesenterium ileum melekat di bawah dan kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium membentuk satu atau dua arkade dengan cabang-cabang yang panjang
dan jarang, sedangkan ileum menerima banyak pembuluh darah pendek, berasal dari tiga atau lebih arkade.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkal, sedangkan pada mesenterium ileum
lemak disimpan di seluruh bagian.
6. Kelompokan jaringan limfoid ( agmen Peyer ) terdapat pada mukosa ileum bagian bawah sepanjang
pinggir antimesentrik. 9

6. Usus besar
Usus besar dibagi dalam caecum, appendix vermiformis, colon ascenden, colon tranversum, colon
descenden, dan colon sigmoideum, rectum dan anus. Fungsi utama usus besar adalah absorpsi air dan
elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicernakan sampai dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feses.
Caecum terletak pada fossa iliaca, panjang 6 cm, dan diliputi oleh peritonium. Batas anterior pada
lekukan-lekukan usus halus, sebagian omentum majus, dan dinding anterior abdomen regio iliaca kanan.
Batas posterior pada m. psoas dan m. iliacus, n. femoralis, dan n. cutaneus femoralis lateralis. Batas medial
pada appendix vermiformis.
Appendix vermiformis panjangnya 8 13 cm, terletak pada regio iliaca kanan. Ujung appendix dapat
ditemukan pada tempat berikut : (1) tergantung dalam pelvis berhadapan dengan dinding kanan pelvis; (2)
melekuk di belakang caecum pada fossa retrocaecalis; (3) menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral
caecum; (4) di depan atau di belakang bagian terminal ileum.
Colon ascenden terletak pada regio iliaca kanan dengan panjang 13 cm. Berjalan ke atas dari caecum
sampai permukaan inferior lobus kanan hati, di mana colon ascenden secara tajam ke kiri, membentuk
flexura coli dextra, dan dilanjutkan sebagai colon tranversum. Peritonium menutupi pinggir dan permukaan
depan colon ascenden dan menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen. Batas anterior pada
lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada m.
Iliacus, crista iliaca, m. Quadratus lumborum, origo m. Tranversus abdominis, dan kutub bawah ginjal
kanan.
Colon tranversum panjangnya 38 cm dan berjalan menyilang abdomen, menduduki regio umbilikalis dan
hipogastrikum. Batas anterior pada omentum majus dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada
bagian kedua duodenum, caput pankreas, dan lekukan-lekukan jejunum dan ileum.
Colon descenden terletak pada regio iliaca kiri, dengan panjang 25 cm. Berjalan ke bawah dari flexura
coli sinistra sampai pinggir pelvis. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan
dinding anterior abdomen. Batas posterior pada pinggir lateral ginjal kiri, origo m. Tranversus abdominis, m.
Quadratus lumborum, crista iliaca, m. Iliacus, dan m. Psoas kiri. 9

b. Organ Retroperitoneal
1. Ginjal
Berperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh dan mempertahankan
keseimbangan asam basa darah. Kedua ginjal berfungsi mengekskresi sebagian besar zat sampah
metabolisme dalam bentuk urin. Ginjal berwarna coklat-kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior
abdomen, sebagian besar ditutupi oleh tulang iga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dibanding ginjal kiri,
dikarenakan adanya lobus kanan hati yang besar.
Ginjal dikelilingi oleh capsula fibrosa yang melekat erat dengan cortex ginjal. Di luar capsula fibrosa terdapat
jaringan lemak yang disebut lemak perirenal. Fascia renalis mengelilingi lemak perirenal dan meliputi ginjal
dan kelenjar suprarenalis. Fascia renalis merupakan kondensasi jaringan areolar, yang di lateral
melanjutkan diri sebagai fascia tranversus. Di belakang fascia renalis terdapat banyak lemak yang disebut
lemak pararenal.
Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis, hati, bagian kedua duodenum, flexura coli dextra.
Batas posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XII, m. Psoas, m. Quadratus
lumborum, dan m. Tranversus abdominis.
Pada ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis, limpa, lambung, pankreas, flexura coli kiri, dan
lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XI,
XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis. 9

2. Ureter
Mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria, dengan didorong sepanjang ureter oleh kontraksi peristaltik
selubung otot, dibantu tekanan filtrasi glomerulus. Panjang ureter 25 cm dan memiliki tiga penyempitan :
(1) di mana piala ginjal berhubungan dengan ureter;(2) waktu ureter menjadi kaku ketika melewati pinggir
pelvis;(3) waktu ureter menembus dinding vesica urinaria. Ureter keluar dari hilus ginjal dan berjalan
vertikal ke bawah di belakang peritonium parietal pada m. Psoas, memisahkannya dari ujung processus
tranversus vertebra lumbalis. Ureter masuk ke pelvis dengan menyilang bifurcatio a. Iliaca comunis di depan
articulatio sacroiliaca, kemudian berjalan ke bawah pada dinding lateral pelvis menuju regio ischiospinalis
dan memutar menuju angulus lateral vesica urinaria.
Pada ureter kanan, batas anterior pada duodenum, bagian terminal ileum, av. Colica dextra, av. Iliocolica,
av. Testicularis atau ovarica dextra, dan pangkal mesenterium usus halus. Batas posterior pada m. Psoas
dextra.
Batas anterior ginjal kiri pada colon sigmoideum, mesocolon sigmoideum, av. Colica sinistra, dan av.
Testicularis atau ovarica sinistra. Batas posterior pada m. Psoas sinistra. 9

3. Pankreas
Merupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ lunak berlobus yang terletak pada dinding posterior
abdomen di belakang peritonium. Bagian eksokrin kelenjer menghasilkan sekret yang mengandung enzim
yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohirat. Bagian endokrin kelenjer, yaitu pulau langerhans,
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan penting dalam metabolisme karbohidrat.
Pankreas menyilang bidang transpilorica.
Dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) caput pankreas berbentuki seperti cakram, terletak pada bagian
cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang av. Mesenterica superior dan dinamakan
processus uncinatus; (2) collum pancreas merupakan bagian yang mengecil dan menghubungkan caput
dengan corpus pankreas. Terletak di depan pangkal vena porta dan pangkal arteri mesenterica superior dari
aorta; (3) corpus berjalan ke atas dan kiri menyilang garis tengah; (4) cauda berjalan menuju ke
ligamentum lienorenalis dan berhubungan dengan hilus limpa.
Batas anterior pankreas dari kanan ke kiri : colon tranversum, perlekatan mesocolon tranversum, bursa
omentalis, dan lambung. Sedangkan batas posterior pankreas dari kanan ke kiri : ductus choledochus, vena
porta, vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteri mesenterica superior, m. Psoas kiri, kelenjer
suprarenalis kiri, ginjal kiri, dan hilus limpa. 9

II.3 PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya organ-
organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal.
Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada abdomen secara umum dapat dijelaskan
dengan 3 mekanisme, yaitu :
Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur. Akibatnya, terjadi
tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat, organ viseral dan pembuluh
darah, khususnya pada ujung organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal
dan mengurangi yang lebih cepat dari pada pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya potong pada aorta
dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada
cervicothoracic junction.
Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra atau tulang
toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen, hati, ginjal) terancam.
Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang tiba-
tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga. 10

II.4 KLASIFIKASI
Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :
1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis
Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :

a. Organ Intraperitoneal
Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung, colon transversum, usus
halus, dan colon sigmoid.
Ruptur Hati
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma tembus. Hati merupakan organ
yang sering mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma
tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII IX. Pada pemeriksaan fisik
sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan
tampak sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum ( 2 jam post trauma).
Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan
atas. Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya menunjukkan
adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan
laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada lavase peritoneal
menandakan adanya trauma pada saluran empedu. 3

Gambar 5. Ruptur hati
Ruptur Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa
merupakan kondisi yang membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak tepat
di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami perlukaan. Limpa membantu tubuh kita
untuk melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua material yang tidak dibutuhkan lagi
dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai
jenis dari sel darah putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di rongga abdomen.
Ruptur pada limpa biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah.
Kejadian yang paling sering meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan
kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa segera setelah terjadi trauma pada
abdomen.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur
limpa dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa
sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak
termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri
tekan dan defans muskuler akan muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua
pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai
terdapat ruptur limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan diagnosis dengan menggunakan CT
scan. Ruptur pada limpa dapat diatasi dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa.
Walaupun manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa dapat berakibat mudahnya infeksi
masuk dalam tubuh sehingga setelah pengangkatan limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama
terhadap pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha preventif terhadap terjadinya infeksi. 6
Ruptur Usus Halus
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul menciderai usus dua
belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala burning epigastric pain yang diikuti dengan nyeri tekan
dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan diikuti dengan gejala
peritonitis secara umum pada jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya
bergejala adanya nyeri pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan ditemukannya
udara bebas dalam pemeriksaan Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus
dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen abdomen dengan
ditemukannya udara dalam retroperitoneal. 6

b. Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur
ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan,
angiografi, dan intravenous pyelogram.


Gambar 6. Retroperitoneal stuctures.
Ruptur Ginjal
Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan kendaraan bermotor. Dicurigai terjadi
trauma pada ginjal dengan adanya fraktur pada costa ke XI XII atau adanya tendensi pada flank. Jika
terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera ditentukan. Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara
ekstensif ke dalam ruang retroperitonial. Gejala klinis : Pada ruptur ginjal biasanya terjadi nyeri saat
inspirasi di abdomen dan flank, dan tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi pada
mikroscopic hematuri juga dapat menunjukkan adanya ruptur pada ginjal.
Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan memar pada ginjal dapat dilakukan dengan
pemeriksaan IVP atau CT scan. Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram dibutuhkan karena adanya
alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses pengujian tersebut. Laserasi pada ginjal akan
memperlihatkan adanya kebocoran pada zat warna, sedangkan pada ginjal yang memar akan tampak
gambaran normal atau adanya gambaran warna kemerahan pada stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi
pada ginjal dapat menunjukkan adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal. Terapi : pada
memar ginjal hanya dilakukan pengamatan. Beberapa laserasi ginjal dapat diterapi dengan tindakan non
operatif. Terapi pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang memperlihatkan adanya ekstravasasi. 2
Ruptur Pankreas
Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus diketahui dengan eksplorasi pada
pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya
pada benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan pada pankreas memiliki tingkat
kematian yang tinggi. Perlukaan pada duodenum atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat
kematian yang tinggi.
Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi pada abdomen. Pasien dapat
memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke
punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala
iritasi peritonial.
Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu dalam proses akut. Pemeriksaan CT
scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus yang meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP (
Endoscopic Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain telah dalam keadaan stabil.
Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif, tergantung dari tingkat keparahan
trauma, dan adanya gambaran dari trauma lain yang berhubungan. Konsultasi pembedahan merupakan
tindakan yang wajib dilakukan. 8
Ruptur Ureter
Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang mematikan. Trauma sering kali
tak dikenali pada saat pasien datang atau pada pasien dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera
ureter bisa ditemukan dengan adanya hematuria paska trauma. 2
Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba dari deselerasi/ akselerasi
yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan langsung pada Lumbal 2 3, gerakan tiba-tiba dari ginjal
sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic
junction. Pada pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran nyeri yang
hebat dan adanya multipel trauma. Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan terjadinya
perdarahan lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena
seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi ditetapkan pada trauma dengan
gejala yang jelas.
Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian, kondisi pasien, dan
prognosis penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti
fungsi ginjal yang kontralateral dengan lokasi trauma.



II.5 KOMPLIKASI RUPTUR ORGAN
Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena adanya ruptur pada organ.
Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga
peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum,
kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang
menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID
(Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli). 4
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari
organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus
abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur
apendiks, sedangkan stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka tembak atau luka tusuk
tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan
laparotomi eksplorasi. Namun pada trauma tumpul seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan
berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan. 4
Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan peritonitis antara lain:5
1. Nyeri perut seperti ditusuk
2. Perut yang tegang (distended)
3. Demam (>380C)
4. Produksi urin berkurang
5. Mual dan muntah
6. Haus
7. Cairan di dalam rongga abdomen
8. Tidak bisa buang air besar atau kentut
9. Tanda-tanda syok

Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali. Diagnosis peritonitis didapatkan dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan
secara klinis. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau
tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak spesifik (peritoneum
viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi
(peritoneum parietale). Dalam beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia
intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal. Mual dan muntah
biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat terjadi karena gesekan organ patologi
atau iritasi peritoneal sekunder.11
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam dengan
temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia
disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena
mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi
yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan
produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.11
Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan ketidaknyamanan bagi
pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang
akan dilakukan. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan
kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan
oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau
distended.11
Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di abdomen, auskultasi
dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah
terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau
menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus
ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar
normal.11
Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif. Bagian anterior
dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari
abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri
dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi
yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan
dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.11
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut
menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari
gerakan atau tekanan setempat.
Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas
juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien
dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara
bebas tadi.11
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan
pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general
peritonitis.11

II.6 PEMERIKSAAN FISIK
Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen. Riwayat trauma
sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor meliputi :kejadian
apa, dimana, kapan terjadinya dan perkiraan arah dari datangnya ruda paksa tersebut. Sifat, letak dan
perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit.
Adanya syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan
tanda penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk menegakkan
diagnosis.11
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan
sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan,
syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.11
Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara sistematik meliputi inspeksi,
auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Pada inspeksi, perlu diperhatikan :
Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya kemungkinan kerusakan
organ di bawahnya.
Adanya perdarahan di bawah kulit, dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ apa saja yang
dapat mengalami trauma di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner Sign) atau umbilicus (Cullen Sign)
merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi hal ini biasanya lambat dalam beberapa jam sampai
hari.
Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena kemungkinan adanya
pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal.
Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal maka kemungkinan
adanya peritonitis.
Pada auskultasi, perlu diperhatikan :
Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising usus selalu menurun,
bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.
Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma diafragma.
Pada palpasi, perlu diperhatikan :
Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot dinding perut abdomen akibat
peritonitis.
Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan organ-organ yang mengalami
trauma atau adanya peritonitis.
Pada perkusi, perlu diperhatikan :
Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut yang berarti
terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus.
Nyeri ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis umum.
Adanya Shifting dullness menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga perut, berarti kemungkinan
besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.
Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang akibat fraktur pelvis, dan tinja
harus dievaluasi untuk gross atau occult blood. Evaluasi tonus rektal penting untuk menentukan status
neurology pasien dan palpasi high-riding prostate mengarah pada trauma salurah kemih.
Pemeriksaan abdominal tap merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan tambahan
keterangan bila terjadi pengumpulan darah dalam rongga abdomen, terutama bila jumlah perdarahan masih
sedikit, sehingga klinis masih tidak begitu jelas dan sulit ditentukan. Caranya dapat dilakukan dengan :
buli- buli dikosongkan, kemudian penderita dimiringkan ke sisi kiri.
Disinfeksi kulit dengan yodium dan alcohol.
Digunakan jarum yang cukup besar dan panjang, misalnya jarum spinal no. 18 20.
Sesudah jarum masuk ke rongga perut pada titik kontra Mc Burney, lalu diaspirasi.
Dianggap positif bila diperoleh darah minimal sebanyak 0.5 cc

II.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan darah dan urin (meliputi urinalisa, toksikologi urin, dan pada wanita dilakukan tes
kehamilan).
Nilai elektrolit serum, tingkat kreatinin, dan glukosa.
Lipase serum atau amylase sensitif sebagai marker trauma pancreas mayor atau usus. Tingkat elevasi
dapat disebabkan oleh trauma kepala dan muka atau campuran penyebab non traumatic (alcohol, narkotik,
obat-obat yang lain). Amylase atau lipase mungkin berkurang karena iskemi pancreas akibat hipotensi
sistemik yang disertai trauma. Akan tetapi, hiperamilasemia atau hiperlipasemia meningkatkan sugesti
trauma intra-abdominal dan sebagai indikasi radiografi dan pembedahan.
Semua pasien harus menceritakan riwayat imunisasi tetanusnya. Jika belum dilakukan maka diberikan
profilaksis.
Pemeriksaan dengan foto:
Hal yang penting dalam evaluasi pasien trauma tumpul abdomen adalah menilai kestabilan hemodinamik.
Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi yang cepat harus ditegakkan untuk
mengetahui adanya hemoperitonium. Hal ini dapat diketahui dengan DPL atau FAST scan. Pemeriksaan
radiografik abdomen diindikasikan pada pasien stabil saat pemeriksaan fisik dilakukan.
Radiografi
Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen seperti ruptur hemidiafragma atau
pneumoperitonium.
Radiografi pelvis atau dada dapat menunjukkan fraktur dari tulang thoracolumbar.
Mengetahui fraktur costa dapat memperkirakan kemungkinan organ yang terkena trauma.
Tampak udara bebas intra intraperitoneal, atau udara retroperitoneal yang terjebak dari perforasi
duodenal.
Ultrasonografi
Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan diinterpretasikan positif jika cairan
ditemukan dan negatif jika tidak tampak cairan.
Pemeriksaan FAST berdasar pada asumsi bahwa kerusakan abdomen berhubungan dengan
hemoperitonium. Meskipun, deteksi cairan bebas intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor seperti lokasi
trauma, adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan jumlah cairan bebas.
Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien terlentang. Lokasi tersebut adalah
perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan pelvis. Penggambaran perikardial digunakan lubang subcosta atau
transtoraksis. Memberikan 4 bagian penggambaran jantung dan dapat mendeteksi adanya hemoperikardium
yang ditunjukkan dengan pemisahan selaput viseral dan parietal perikardial. Perihepatik menunjukkan
gambar bagian dari liver, diafragma, dan ginjal kanan. Menampakkan cairan pada ruang subphrenik dan
ruang pleura kanan. Perisplenik menggambarkan splen dan ginjal kiri dan menampakkan cairan pada ruang
pleura kiri dan ruang subphrenik. Pelvis menggambarkan penggunaan vesika urinaria sebagai lubang
sonografi. Gambar ini dilakukan saat bladder penuh. Pada laki-laki, cairan bebas tampak sebagai area tidak
ekoik (warna hitam) pada celah rektovesikuler. Pada wanita, akumulasi cairan pada cavum Douglas,
posterior dari uterus.
Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST positif memerlukan CT scan untuk menentukan
sebab dan luasnya kerusakan.
Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST negative memerlukan observasi, pemeriksaan
abdomen serial, dan follow-up pemeriksaan FAST.
Pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan hasil FAST negative merupakan diagnosis yang
meragukan untuk penanganan dokter.
Computed Tomography (CT) Scan
CT scan tetap kriteria standar untuk mendeteksi kerusakan organ padat. CT scan abdomen dapat
menunjukkan kerusakan yang lain yang berhubungan, fraktur vertebra dan pelvis dan kerusakan pada
cavum toraks.
Memberikan gambaran yang jelas pancreas, duodenum, dan sistem genitourinarius. Gambar dapat
membantu banyak jumlah darah dalam abdomen dan dapat menunjukkan organ dengan teliti.
Keterbatasan CT scan meliputi kepekaannya yang rendah untuk diagnostik trauma diafragma, pancreas,
dan organ berongga. CT scan juga mahal dan memakan dan memerlukan kontras oral atau intravena, yang
menyebabkan reaksi yang merugikan.
Prosedur Diagnostik :
Diagnostic peritoneal lavage
DPL diindikasikan untuk trauma tumpul pada (1) pasien dengan trauma tulang belakang, (2) dengan
trauma multiple dan syok yang tidak diketahui, (3) Pasien intoksikasi yang mengarah pada trauma
abdomen, (4) Pasien lemah dengan kemungkinan trauma abdomen, (5) pasien dengan potensial trauma
intra-abdominal yang akan menjalani anestesi dalam waktu lama untuk prosedur yang lain
Kontraindikasi absolut untuk DPL yaitu pasien membutuhkan laparotomi. Kontraindikasi relatif meliputi
kegemukan, riwayat pembedahan abdomen yang multipel, dan kehamilan.
Metode bervariasi dalam memasukkan kateter ke ruang peritoneal. Meliputi metode open, semiopen dan
closed. Metode open memerlukan insisi kulit infraumbilikal sampai dan melewati linea alba. Peritoneum
dibuka dan kateter diletakkan langsung. Metode semiopen hampir sama hanya peritoneum tidak dibuka dan
kateter melalui perkutaneus melalui peritoneum ke dalam ruang peritoneal. Metode closed memerlukan
kateter untuk dipasang di dalam kulit, subkutan, linea alba dan peritoneum.
Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul abdomen jika menghasilkan aspirasi 10 mL darah
sebelum pemasukan cairan lavase, mempunyai RBC lebih dari 100.000 RBC/mL, lebih dari 500 WBC/mL,
peningkatan amylase, empedu, bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30 mL darah dibutuhkan dalam peritoneum
untuk menghasilkan DPL positif secara mikroskopik.
DPL di tunjukkan pada beberapa studi mempunyai akurasi diagnostik 98-100%, sensivitas 98-100% dan
spesifikasi 90-96%. DPL mempunyai keuntungan termasuk sensitivitas tinggi, interpretasi cepat, dan
segera. Positif palsu dapat terjadi jika jalan infraumbilikal digunakan pada pasien fraktur pelvis. Sebelum
dilakukan DPL, vesica urinaria dan lambung harus di dekompresi.
Dengan kemampuan yang cepat, noninvasive, dan lebih menggambarkan (pemeriksaan FAST, CT scan),
peranan DPL kini terbatas untuk evaluasi pasien trauma yang tidak stabil yang hasil FAST negative atau
tidak jelas. 10

II.8 PENATALAKSANAAN
Terapi Medis
Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support merupakan latihan menilai
dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi tulang belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian
diikuti dengan memfiksasi fraktur dan mengontrol perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan risiko
mengalami kemunduran yang progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport untuk pusat
trauma atau fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas, menempatkan jalur
intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali keterlambatan transport. Prioritas selanjutnya pada
primary survey adalah penilaian status sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulasi pasien dengan trauma tumpul
abdomen biasanya disebabkan oleh hipovolemia karena perdarahan. Volume resusitasi yang efektif dengan
mengontrol darah yang keluar infuse larutan kristaloid melalui 2 jalur. 10
Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien menggunakan Glasgow Coma Scale.
Pasien tidak menggunakan pakaian dan dijaga tetap bersih, kering, hangat.
Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai indikasi dalam pemeriksaan fisik.
Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen
Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan kestabilan hemodinamik pasien yang saat
ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ padat orang dewasa, hati dan limpa. Pada trauma
tumpul abdomen, termasuk beberapa trauma organ padat, manajemen nonoperatif yang selektif menjadi
standar perawatan. Angiografi merupakan keutamaan pada manajemen nonoperatif trauma organ padat
pada orang dewasa dari trauma tumpul. Digunakan untuk kontrol perdarahan.
Terapi Pembedahan
Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda peritonitis, perdarahan atau
syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama observasi, dan adanya hemoperitonium setelah
pemeriksaan FAST dan DPL.
Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya menjadi pilihan. Saat
abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan darah dan bekuan darah, membalut
semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler. Kerusakan pada lubang berongga dijahit.
Setelah kerusakan intra-abdomen teratasi dan perdarahan terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi
abdomen dengan teliti kemudian dilihat untuk evaluasi seluruh isi abdomen.
Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus diinspeksi. Jangan memeriksa
hematom pelvis. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi atau menghentikan
kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan, selanjutnya menstabilkan pasien
dengan resusitasi cairan dan pemberian suasana hangat. Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan
laparotomy dengan teliti dengan mengatasi seluruh struktur kerusakan.
Follow-Up :
Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan mengulangi pemeriksaan fisik. Peningkatan
temperature atau respirasi menunjukkan adanya perforasi viscus atau pembentukan abses. Nadi dan
tekanan darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau perdarahan intra-abdomen. Perkembangan
peritonitis berdasar pada pemeriksaan fisik yang mengindikasikan untuk intervensi bedah.


sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2009/10/trauma-abdomen_29.html#ixzz31WMDokcV
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial
Fraktur Nasal
Penyebab trauma nasal ada 4 yaitu:
Mendapat serangan misal dipukul.
injury karena olah raga
kecelakaan (personal accident).
kecelakaan lalu lintas.
Dari 4 causa diatas, yang paling sering karena mendapat serangan misalnya dipukul
dan kebanyakan pada remaja. Jenis olah raga yang dapat menyebabkan injury nasal
misalnya sepak bola, khususnya ketika dua pemain berebut bola diatas kepala; olah
raga yang menggunakan raket misalnya ketika squash, raket dapat mengayun ke
belakang atau depan dan dapat memukul hidung atau karate; petinju.
Trauma nasal yang disebabkan oleh kecepatan yang tinggi menyebabkan fraktur
wajah.
Terdapat beberapa jenis fraktur nasal antara lain (Robinstein,2000) :
Fraktur lateral adalah kasus yang paling sering terjadi, dimana hanya terjadi pada
salah satu sisi saja, kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah.
Fraktur bilateral merupakan salah satu jenis fraktur yang juga paling sering terjadi
selain fraktur lateral, biasanya disertai dislokasi septum nasal atau terputusnya tulang
nasal dengan tulang maksilaris.
Fraktur direct frontal yaitu fraktur os nasal dan os frontal sehingga menyebabkan
desakan dan pelebaran pada dorsum nasalis. Pada fraktur jenis ini pasien akan
terganggu suaranya.
Fraktur comminuted adalah fraktur kompleks yang terdiri dari beberapa fragmen.
Fraktur ini akan menimbulkan deformitas dari hidung yang tampak jelas.
4. PATOFISIOLOGI
Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya
menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat menghadapi
tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada kuatnya objek
yang menghantam dan kerasnya tulang. Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka
kartilago dan pertemuan antara kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan
kartilago septum pada krista maksilaris.
Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi
pada fraktur nasal. Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang
hidung remuk yang ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal.
Deformitas bentuk C biasanya dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke
posterior dan inferior sekitar lamina perpendikularis os ethmoid dan berakhir di
lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira 1 cm di atas krista maksilaris.
Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontalis,
ethmoid dan tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita;
fraktur lamina kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II,
dan III.5 Jenis fraktur nasal adalah (1) fraktur nasal sederhana. (2) fraktur pada
prosessus frontalis maksila. (3) fraktur nasal dengan pergeseran kartilago nasi (4)
fraktur dengan keluarnya kartilago septum dari sulkusnya di vomer. (5) fraktur
kominunitiva pada vomer dan (6) fraktur pada tulang ethmoid sehingga CSS mengalir
dari hidung.
5. Tanda dan gejala
Bentuk hidung berubah
Epiktasis/keluar darah dari hidung
Krepitasi yaitu teraba tulang yang pecah
Hidung serta daerah sekitarnya bengkak
6. Komplikasi
Deviasi hidung (Keadaan dimana terjadi peralihan pada septum nasal, tulang nasal
atau keduanya).
Bleeding (perdarahan hidung)
Hematoma septi ( penggumpalan darah dibagian septum).
Septum hematom ditandai dengan adanya akumulasi darah pada ruang
subperikondrial. Ruangan ini akan menekan kartilago di bawahnya, dan
mengakibatkan nekrosis septum irreversible. Deformitas bentuk pelana dapat
berkembang dari jaringan lunak yang hilang.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Foto nasal
Radiografi nasal
Pemeriksaan hidung bagian dalam
Sinar X untuk menilai ductus nasolakrimalis
8. Penatalaksanaan
Operatif Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang,
penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas
akibat fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat
untuk memperbaiki posisi hidung.
Tindakan yang dilakukan pada deviasi septum biasanya dengan septoplasty. Selain itu
seiring dengan perkembangan bedah plastic untuk komestika, maka dapat dilakukan
rhinoplasty.
Rhinoplasty adalah operasi plastic pada hidung. Ada 2 macam :
Augmentasi rhinoplasty : penambahan pada hidung. Yang harus diperhatikan tidak
boleh menambahkan injeksi silicon. Yang boleh digunakan adalah bahan dari luar,
misalnya silicon padat maupun bahan dari dalam tubuh sendiri misal tulang rawan,
flap kulit/dermatograft.
Reduksi rhinoplasty : pengurangan pada hidung.
Tempat terjadinya bleeding seharusnya diidentifikasi dan jika dari sphenopalatine
maka eksplorasi septal dikeluarkan dan ketika arteri dibebaskan dari segmen fraktur
biasanya dihentikan dengan packing (balutan). Jika arteri ethmoidal masih terjadi
bleeding setelah fraktur ethmoidal maka dilakukan clip dengan ethmoid eksternal
yang sesuai.
Drainase segera setelah ditemukan disertai dengan pemberian antibiotik setelah
drainase
Fraktur Maksila

Klasifikasi fraktur maksilofasial yang keempat adalah fraktur maksila, yang mana
fraktur ini terbagi atas tiga jenis fraktur, yakni ; fraktur Le Fort I, Le Fort II, Le Fort
III. Dari beberapa hasil penelitian sebelumnya, insidensi dari fraktur maksila ini
masing-masing sebesar 9,2% dan 29,85%.3,19

2.3.4.1 Fraktur Le Fort I
Fraktur Le Fort I dapat terjadi sebagai suatu kesatuan tunggal atau bergabung
dengan fraktur fraktur Le Fort II dan III.
Pada Fraktur Le Fort I, garis frakturnya dalam jenis fraktur transverses rahang
atas melalui lubang piriform di atas alveolar ridge, di atas lantai sinus maksilaris, dan
meluas ke posterior yang melibatkan pterygoid plate. Fraktur ini memungkinkan
maksila dan palatum durum bergerak secara terpisah dari bagian atas wajah sebagai
sebuah blok yang terpisah tunggal. Fraktur Le Fort I ini sering disebut sebagai fraktur
transmaksilari.12-15
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort I dilakukan dalam dua pemeriksaan
yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan
dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya
edema pada bibir atas dan ekimosis. Sedangkan secara palpasi terdapat bergeraknya
lengkung rahang atas. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara
visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya open bite anterior.
Sedangkan secara palpasi terdapat rasa nyeri.
12-14
Selanjutnya pemeriksaan fraktur Le Fort I dilakukan dengan foto rontgen dengan
proyeksi wajah anterolateral.

2.3.4.2 Fraktur Le Fort II

Fraktur Le Fort II lebih jarang terjadi, dan mungkin secara klinis mirip dengan
fraktur hidung. Bila fraktur horizontal biasanya berkaitan dengan tipisnya dinding
sinus, fraktur piramidal melibatkan sutura-sutura. Sutura zigomatimaksilaris dan
nasofrontalis merupakan sutura yang sering terkena.
Seperti pada fraktur Le Fort I, bergeraknya lengkung rahang atas, bias
merupakan suatu keluhan atau ditemukan saat pemeriksaan. Derajat gerakan sering
Universitas Sumatera Utaratidak lebih besar dibanding fraktur Le Fort I, seperti juga gangguan
oklusinya tidak
separah pada Le Fort I.12-15
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort II dilakukan dalam dua pemeriksaan
yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan
dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat pupil
cenderung sama tinggi, ekimosis, dan edema periorbital. Sedangkan secara palpasi
terdapat tulang hidung bergerak bersama dengan wajah tengah, mati rasa pada daerah
kulit yang dipersarafi oleh nervus infraorbitalis. Pada pemeriksaan intra oral,
pemeriksaan dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat
adanya gangguan oklusi tetapi tidak separah jika dibandingkan dengan fraktur Le Fort
I. Sedangkan secara palpasi terdapat bergeraknya lengkung rahang atas. 12-14
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan pemeriksaan dengan foto rontgen
proyeksi wajah anterolateral, foto wajah polos dan CT scan


2.3.4.3 Fraktur Le Fort III
Fraktur craniofacial disjunction, merupakan cedera yang parah. Bagian tengah
wajah benar-benar terpisah dari tempat perlekatannya yakni basis kranii.
Fraktur ini biasanya disertai dengan cedera kranioserebral, yang mana bagian
yang terkena trauma dan besarnya tekanan dari trauma yang bisa mengakibatkan
pemisahan tersebut, cukup kuat untuk mengakibatkan trauma intrakranial. 12-15
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort III dilakukan secara ekstra oral. Pada
pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi. Secara visualisasi
dapat terlihat pembengkakan pada daerah kelopak mata, ekimosis periorbital bilateral.
Usaha untuk melakukan tes mobilitas pada maksila akan mengakibatkan pergeseran
seluruh bagian atas wajah.14
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan pemeriksaan dengan foto rontgen
proyeksi wajah anterolateral, foto wajah polos dan CT scan
Prioritas Pertolongan Pertama
ABCDE : Evaluasi dan Stabilisasi :
Airway : bebaskan jalan nafas, oksigenasi
Breathing : suara/gerak/frekuensi pernafasan
Circulation : tekanan darah, perfusi, atasi sumber perdarahan
Disability : tingkat kesadaran (GCS) dan lateralisasi (anisokor dan
hemiparese)
Minimalisasi cedera otak sekunder
Berikan O2
Pertahankan tekanan darah ( sistolik>90 mmHg)
Trauma ureter yang berasal dari luar tubuh misalnya akibat KLL, luka tusuk atau luka tembak
jarang terdapat karena ureter berbentuk tabung kecil yang terlindung di bagian posterior
abdomen.
Pada penelitian jumlah trauma ureter hanya berkisar 2-4% dari trauma urologi akibat trauma
externa.
Selain itu ureter bisa trauma akibat operasi di rongga pelvis atau retroperitoneal, operasi
endourologi maupun laparoskopi.
Operasi terbuka yang menyebabkan trauma ureter yang paling banyak
histerektomi (54%),
kolorektal (14%),
rongga pelvis (8%)
pembuluh darah abdomen (6%).
Operasi endourologi yang dapat menyebabkan trauma ureter yaitu URS
RPG
PCN
Operasi laparoskopi terutama laparoskopi ginekologi dapat juga menyebakan trauma ureter.
Trauma ureter bisa terjadi akibat:
- ureter terikat,
- robek akibat tergunting/tertusuk,
- terpotong,
- terjepit klem,
- tertarik oleh jaringan fibrotik,
- terjahit ataupun
- nekrose akibat kauterisasi untuk menghentikan perdarahan

You might also like