You are on page 1of 12

Gagal Jantung

1. Definisi
Gagal Jantung adalah keadaan patofisiologi berupa sindroma klinik diakibatkan oleh
ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output/ CO yang cukup untuk melayani
kebutuhan jaringan tubuh akan O
2
dan nutrisi lain meskipun tekanan pengisian atau volume
diastolik telah meningkat.
1

Jantung mengalami kegagalan atau dekompensatio apabila berbagai mekanisme
kompensasi sudah berlebihan tetapi jantung tidak dapat mempertahankan fungsinya dengan
cukup.
2


2. Epidemiologi
Data epidemiologi untuk gagal jantung di Indonesia belum ada, namun ada Survei
Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan
bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%).
2
Sedangkan pada tahun 2005,
gagal jantung menempati urutan ke-5 sebagai penyebab kematian yang terbanyak pada sistim
sirkulasi.
3
Secara epidemiologi penting untuk mengetahui penyebab gagal jantung, di negara
maju penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak, sedangkan di
negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit katup jantung dan
penyakit jantung akibat malnutrisi.
2

3. Etiologi
Banyak hal yang dapat menyebabkan gagal jantung, pada tabel 1. dijelaskan kondisi -
kondisi yang mungkin menjadi etiologi gagal jantung. Setiap keadaan yang mengakibatkan
perubahan pada struktur atau fungsi ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal jantung. Pada
negara industrialisasi, penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab dominan pria dan
wanita pada kasus gagal jantung. Hipertensi berperan pada perkembangan gagal jantung. Baik
PJK dan hipertensi dapat bekerja sama untuk meningkatkan resiko gagal jantung, begitu pula
dengan diabetes mellitus.
4

Tabel 1. Etiologi Gagal Jantung (dikutip dari
4
)
Fraksi Ejeksi Menurun (<40%)
Penyakit Jantung Koroner Cardiomyopathi noniskemik
dilatasi
Infark Myokard

Kelainan genetic/familial
Iskemik Myokard

Gangguan infiltratif

Pressure overload kronik Kerusakan akibat toxic/obat-
obatan
Hipertensi

Gangguan Metabolik

Penyakit katup obstruktif

Viral
Volume Overload kronik Penyakit Chagas
Penyakit katup regurgitasi Gangguan ritme
Shunting intrakardiak (left-to-right) Bradyarrhythmias kronik
Shunting extrakardiak Tachyarrhythmias kronik
Fraksi Ejeksi Normal (>4050%)
Hipertrofi Patologis Kardiomyopati restriktif
Primer (Kardiomyopati hipertrofi) Gangguan Infiltratif (amyloidosis,
sarcoidosis)
Sekunder (hipertensi) Gangguan penyimpanan
(hemochromatosis)
Penuan Fibrosis
Gangguan Endomyocardial
Pulmonary Heart Disease
Cor pulmonale
Gangguan vaskuler pulmoner
Keadaan High-Output
Gangguan metabolik Peningkatan kebutuhan aliran
darah berlebih
Thyrotoxicosis Systemic arteriovenous shunting
Gangguan Nutrisi (beriberi) Chronic anemia


4. Patofisiologi
Pada gagal jantung, jantung tidak dapat memompa darah sejumlah yang seharusnya
dilakukan (curah jantung) atau dengan kata lain pompa jantung melemah yang akan
menyebabkan keperluan oksigen dan zat nutrisi dari tubuh tidak akan terpenuhi.
Sebagai respon terhadap gagal jantung, tubuh memiliki 3 mekanisme primer untuk
mempertahankan curah jantung, yaitu :
1,5

1) Meningkatnya aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya curah jantung pada gagal jantung akan meningkatkan respon
simpatis kompensatorik yang kemudian meningkatkan aktivitas adrenergik
simpatik. Adrenergik simpatik merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-
saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Kadar katekolamin dalam darah
akan meningkat sehingga menyebabkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi
jantung ikut meningkat untuk mempertahankan curah jantung. Selain itu juga
terjadi vasokonstriksi pembuluh darah perifer untuk menstabilkan tekanan arteri
dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ
yang metabolismenya rendah ( misal: kuli dan ginjal) untuk mempertahankan
perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi juga akan meningkatkan aliran balik
vena ke sisi kanan jantung sehingga dapat menambah curah jantung.
Pada awalnya jantung akan bergantung pada katekolamin dalam darah,
namun pada akhirnya respon jantung terhadap katekolamin akan berkurang.

2) Akitivasi Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan menyebabkan penurunan
aliran darah ke ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus akan menurun. Ginjal
kemudian akan melepaskan renin dari aparatus jukstaglomerulus. Renin kemudian
akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I akan diubah
menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II
menghasilkan efek vasokontriksi yang akan meningkatkan tekanan darah sehingga
diharapkan akan meningkatkan beban awal jantung. Selain itu Angiotensin II juga
merangsang pengeluaran aldosteron untuk meningkatkan reabsorpsi garam dan
air di tubulus proksimal ginjal, untuk mempertahankan jumlah darah.
Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan
menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron dalam darah
meningkat. Kadar hormon antidiuretik akan meningkat pada gagal jantung berat,
yang selanjutnya akan meningkatkan absorpsi air pada duktus pengumpul.

3) Hipertrofi Ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium, sarkomer dapat bertambah secara paralel
atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal
jantung. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta
akan disertai dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran
ruang dalam. Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi
aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini
diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial.
Kedua pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.
Apapun susunan pasti sarkomernya, hipertrofi miokardium akan meningkatkan
kekuatan kontraksi ventrikel.
Ketiga respon ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal
perjalanan penyakit gagal jantung. Namun dengan berlanjutnya gagal jantung ketiga
mekanisme ini akan menjadi kurang efektif.
Mekanisme kompensasi lainya bekerja pada tingkat jaringan untuk meningkatkan
hantaran oksigen ke jaringan. Kadar 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) palsam meningkat sehingga
mengurangi afinitas hemoglobin dengan oksigen. Akibatnya hemoglobin akan mempercepat
pelepasan dan ambilan oksigen oleh jaringan. Ekstraksi oksigen dari darah di tingkatkan untuk
mempertahankan suplai oksigen ke jaringan pada saat curah jantung rendah.
5

Awalnya, respon-respon kompensasi sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan,
yaitu mempertahankan curah jantung. Namun dengan seiring waktu, mekanisme kompensasi
ini akan sampai pada titik maksimalnya dan dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja
jantung, serta memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi menyebabkan terbentuknya udem dan kongesti vena paru
dan sistemik. Vasokonstriksi pembuluh darah dan redistribusi aliran darah mengganggu
perfusi jaringan pada anyaman vaskular yang terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda
akibat gangguan perfusi jaringan yang terkena. Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban
akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat
karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium
juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen
miokardium ini tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen miokardium maka
akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir peristiwa yang
saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal
jantung.
5,6

5. Klasifikasi
Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut NYHA tidak dapat dicampur-adukkan dengan
stadium gagal jantung menurut ACC/AHA. Klasifikasi NYHA didasarkan pada limitasi
fungsional, sementara stadium gagal jantung menurut ACC/AHA didasarkan pada progresi
gagal jantung, terlepas dari status fungsionalnya.
1

Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (ACC/AHA) atau
berdasarkan gejala, berdasarkan kelas fungsionalnya (NYHA) (dikutip dari
1
)
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan
struktural dan kerusakan otot jantung.
Beratnya gagal jantung berdasarkan
gejala dan aktivitas fisik.
Stage
A
Memiliki risiko tinggi
mengembangkan gagal
jantung. Tidak
ditemukan kelainan
struktural atau
fungsional, tidak
terdapat tanda/gejala.
Kelas
I
Aktivitas fisik tidak
terganggu, aktivitas
yang umum dilakukan
tidak menyebabkan
kelelahan, palpitasi,
atau sesak nafas.
Stage
B
Secara struktural
terdapat kelainan
jantung yang
dihubungkan dengan
gagal jantung, tapi
tanpa tanda/gejala
gagal jantung.
Kelas
II
Aktivitas fisik sedikit
terbatasi. Saat istirahat
tidak ada keluhan. Tapi
aktivitas fisik yang
umum dilakukan
mengakibatkan
kelelahan, palpitasi
atau sesak nafas.
Stage
C
Gagal jantung bergejala
dengan kelainan
struktural jantung.
Kelas
III
Aktivitas fisik sangat
terbatasi. Saat istirahat
tidak ada keluhan. Tapi
aktivitas ringan
menimbulkan rasa
lelah, palpitasi, atau
sesak nafas.
Stage
D
Secara struktural
jantung telah mengalami
kelainan berat, gejala
gagal jantung terasa
saat istirahat walau
telah mendapatkan
pengobatan.
Kelas
IV
Tidak dapat
beraktivitas tanpa
menimbulkan keluhan.
Saat istirahat bergejala.
Jika melakukan
aktivitas fisik, keluhan
bertambah berat.


Klasifikasi menurut lokasi kerusakannya, gagal jantung dibagi menjadi:
7

- Gagal Jantung Kiri
Gagal Jantung kiri biasa disebabkan oleh karena penyakit jantung koroner,
hipertensi, penyakit katub aorta dan mitral. Gagal jantung kiri berdampak
pada organ paru, ginjal dan otak.
- Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kanan biasanya disebabkan oleh semua yang dapat
menyebabkan gagal jantung kiri dan semua penyakit paru yang
menyebabkan tekanan kapiler a. pulmonal meningkat. Gagal jantung
kanan berdampak pada organ hati, ginjal, jaringan subkutis, dan otak.

6. Manifestasi Klinis
Keluhan atau simptom pada gagal jantung diakibatkan oleh perburukan fungsi jantung,
paru, ginjal, hepar, otot skeletal, dan organ lain akibat menurunnya CO.
Gejala pada gagal jantung kiri meliputi: DOE ( Dispnea on Effort ), Orthopnea, PND
(Paroksismal Nocturnal Dispnea), Udem pulmonal akut, pernapasan Cheyne Stokes,
kelelahan, keluhan gastrointestinal, keluhann serebral, dan nocturia.
1

- DOE ( Dispnea on Effort )
Saat tubuh beraktifitas, kebutuhan oksigen akan meningkat, untuk memenuhi
kebutuhan oksigen jantung akan berusaha meningkatkan CO dengan memompa
lebih kuat, akibatnya jantung kelelahan karena dari awal fungsi jantung memang
sudah berkurang. Kondisi jantung yang kelelahan ini membuat jantung tidak mampu
memompa darah sehingga tekanan v.pulmonal akan meningkat dan terjadilah sesak.
- Orthopnea
Penderita dengan orthopnea mengeluh sesak napas pada posisi tiduran dan
berkurang pada posisi tegak. Berkurangnya sesak napas pada posisi tegak akibat
dari venous return yang menurun dan tekanan hidrostatik yang menurun pada bagian
atas paru.
- PND (Paroksismal Nocturnal Dispnea)
Penderita PND mengeluh mendadak bangun dari tidurnya setelah beberapa jam
tidur, duduk di tepi tempat tidur atau berdiri di jendela untuk menghirup udara segar.
Bronkospasme akibat kongesti pada mukosa dan udem interstitial menekan bronkus,
menambah kesukaran ventilasi dan bernapas.
- Udem pulmonal akut
Terjadi akibat peningkatan tekanan kapiler paru yang diikuti dengan transudasi
kemudian menjadi udem alveoli yang diikuti dengan sesak napas yang berat, rongki
basah kasar pada seluruh lapang paru.
- Pernapasan Cheyne Stokes
Akibat berkurangnya kepekaan sentral napas terhadap PCO
2
sehingga terjadi apnea,
pada saat apnea terjadi akumulasi CO
2
yang cukup untuk merangsang pusat
pernapasan dan terjadilah hiperventilasi.
- Kelelahan
Keluhan ini tidak spesifik tetapi merupakan keluhan umum pada gagal jantung karena
kekurangan perfusi pada otot skeletal.
- Keluhan Gastrointestinal
Penderita gagal jantung mungkin mengeluh anoreksia, nausea, vomiting, distensi
abdomen, rasa penuh sesudah makan, sakit perut. Keluhan ini mungkin akibat
melebarnya vena akibat kongesti pada mukosa gastrointestinal atau akibat
intoksikasi digitalis.
- Keluhan serebral
Akibat penurunan perfusi ke otak dapat menyebabkan kebingungan, daya ingat
berkurang, konsentrasi terganggu, sakit kepala, insomnia, ansietas, dll.
- Nocturia
Cairan udem yang terjadi pada siang hari masuk ke intravaskular menambah venous
return dan CO, ditambah ekskresi ginjal yang meningkat pada posisi berbaring
menyebabkan diuresis meningkat pada malam hari.

Gejala gagal jantung kanan meliputi : Kelelahan, udem, hepatomegali kongestif,
anoreksia.
1
- Kelelahan
Akibat CO yang menurun dan tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
- Udem
Akibat kongesti vena sistemik, tekanan hidrostatik di tungkai meningkat sehingga
terjadi udem pada pergelangan kaki pada penderita gagal jantung yang masih bisa
berjalan kesana kemari, sedangkan pada penderita gagal jantung yang hanya
berbaring udem terbentuk pada daerah sacral.
- Hepatomegali
Akibat kongesti vena sistemik terjadi peregangan pada kapsula hepatic
menyebabkan udem pada sel-sel hati dan rasa sakit pada kuadran kanan atas.
- Anoreksia
Bendungan pada hepar dan kenaikan tekanan vena menyebabkan anoreksia,
kembung dan keluhan non spesifik lain.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis CHF
adalah:
4

- EKG
Hipertropi atrial atau ventrikel , penyimpangan aksis,iskemia, dan kerusakan mungkin
terlihat, disritmia (takikardi, fibrilasi atrial)
- Echocardiogram
Dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam fungsi / struktur
katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler
- Scan jantung
Penyuntikan friksi dan perkiraan gerakan dinding
- Rontgen dada
menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertropi bilik.
Perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan pulmonal.
- Enzim hepar
Meningkat dalam gagal/ kongesti hepar
- Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik
- Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi
kronis
- Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia
dengan peningkatan PCO2 (akhir)
- Blood ureum nitrogen (BUN ) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
- Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus
gagal jantung kongestif

8. Diagnosis
Kriteria diagnosis CHF Kiri dan Kanan menurut Framingham:
1

Kriteria Mayor :
- PND atau orthopnea
- Distensi vena leher
- Rongki basah
- Kardiomegali
- Udem paru akut
- S3 Gallop
- Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
- Hepatojugular refluks positif
- Penurunan berat badan 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon
pengobatan gagal jantung
Kriteria Minor :
- Udem tungkai
- Batuk malam hari
- Dispnea saat aktititas
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Takikardia ( >120x/menit)
Suatu diagnosis yang pasti dari CHF memerlukan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
mayor + 2 kriteria minor yang terjadi bersamaan.
9. Penatalaksanaan
Langkah-langkah dalam penatalaksanaan gagal jantung:
1

a. Menetapkan kelas fungsional menurut NYHA
b. Menetapkan status cairan untuk pertimbangan penggunaan diuretik
c. Menetapkan fungsi LV : penurunan fungsi sistolik, diastolik atau kombinasinya. ( bila
fasilitas memungkinkan)
d. Menetapkan monitoring hemodinamik secara invasif. ( bila perlu dan fasilitas
memungkinkan )
e. Mengontrol faktor resiko koroner.
f. Menghilangkan factor pencetus timbulnya gagal jantung.
g. Mengontrol gagal jantung yaitu dengan menghilangkan keluhan dan tanda klinis dengan
cara menurunkan preload dan afterload hingga mendekati normal, menaikan kontraktilitas
miokard dan meredam saraf simpatis.
h. Mengobati penyakit yang mendasari dengan medikamentosa atau koreksi dengan operasi
( misalnya: MS, VSD, dll).
i. Mencegah memburuknya fungsi ventrikel dengan ACE i, Beta bloker, antagonis
aldosteron.
j. Menganjurkan latihan ringan seperti jalan pagi.
k. Menghindari NSAID.
Obat obat yang biasa dipakai adalah :
7

- ACE inhibitor
Efeknya adalah untuk menurunkan resistensi pembuluh darah sistemik, menurunkan
aktifitas saraf simpatis yang akan menyebabkan vasodilatasi, penuruanan aldosteron
sehingga meningkatkan sekresi Na dan retensi K.
Contoh golongan ACEi adalah :
1. Captopril
Dosis : sebaiknya titrasi dimulai dari 2 x 6,25 mg per hari
2. Enapril
Dosis : dimulai dari dosis 2 x 2,5 mg per hari
3. Lisinopril
Dosis : 1 x 2,5 mg per hari
4. Cilazapril
Dosis : 2,5 mg per hari, maksimal 5 mg per hari.
- ARB
Pada penderita yang tidak toleran terhadap ACEi, ARB dapat menjadi pilihan lainnya.
Efek Obat ini sebagai anti hipertensi sama seperti ACE i, namun efek sampingny
rendah. ARB dapat diberikan kepada penderita hipertensi, gagal jantung dan infark
miokard akut.
Beberapa ARB :
1. Losartan
Dosis : 50-100 mg x 1 per hari
2. Candesartan
Dosis : 8 mg x 1 per hari
3. Valsartan
Dosis : 80 mg x 1 per hari
4. Telmisartan
Dosis : 40 mg x 1 per hari

- Digitalis
Efek obat ini menambah kontraksi miokard baik kecepatan dan kekuatan kontraksi
pada gagal jantung maupun pada jantung normal, menurunkan kecepatan konduksi
nodus AV, dan vasokonstriksi ringan.
Dosis loading : 0.03 mg/kg/BB, diberikan melalui intravena per 1 cc/ 0,25 mg dengan
interval pemberian 4-6 jam. Bila HR mencapai 80-100, pemberian secara injeksi di
hentikan di lanjutkan per oral.
Dosis maintenence: 0.25 mg x 1 per hari.

- Diuretika
Salah satu menanggulangi gagal jantung ialah mengurangi retensi garam dan air
yaitu dengan diet rendah garam dan pemberian diuretika.
Diuretikan yang biasa digunakan adalah
1. Furosemid
Dosis : 20-40 mg/ hari, diberikan dosis tunggal pada pagi hari.
2. Spironolakton
Dosis : 25- 200 mg/hari, dosis terbagi.

- ISDN
Pemberian venodiator dan diuretika dapat menurunkan gejala seperti sesak napas
dan orthopnea tanpa menurunkan CO.
Dosis : 10 20 mg x 3-4/ hari.

- Beta Bloker
Pada gagal jantung terjadi kenaikan aktivitas adrenergik, aktivitas adrenergik
memeiliki efek yang buruk pada perjalanan penyakit gagal jantung. Untuk itu perlu
diberikan penyekat beta/ beta bloker untuk menghambat kerja adrenergik.
Beta bloker yang biasa digunakan:
1. Metoprolol
Dosis : 5 mg x 2/ hari
2. Carvediol
Dosis : 3.125 mg ( 1/8 tablet) x 2 / hari, bila toleransi baik dosis dinaikan menjadi
6.25 mg x 2/ hari dan seterusnya.
10. Prognosis
Walaupun banyak perkembangan terkini mengenai penatalaksanaan gagal jantung,
perkembangan gagal jantung masih memberikan prognosis yang buruk. Penelitian berbasis
komunitas mengindikasikan bahwa 30-40% pasien gagal jantung akan meninggal dalam 1
tahun setelah diagnosis ditegakkan dan 60-70% lainnya dalam waktu 5 tahun, terutama
dikarenakan memburuknya gagal jantung atau sebagai kejadian mendadak. Walaupun sulit
untuk memprediksi prognosis pada seseorang, beberapa penelitian menyimpulkan pasien
dengan NYHA kelas IV memiliki angka mortalitas sebanyak 30-70% pertahun dan pasien
dengan NYHA kelas II memiliki angka mortalitas tahunan sebanyak 5-10%. Sehingga status
NYHA merupakan suatu hal penting untuk menentukan prognosis pasien.
4


DAFTAR PUSTAKA

1. Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. Dalam: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, editor.
Harrisons Principles of Internal Medicine. 17
th
ed. New York: Mc graw hill,2008.hlm:1443.
2. Darmojo B. Penyakit kardiovaskuler pada lanjut usia. Dalam: Darmojo B, Martono HH, editor.
Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,2004.hlm:262-264
3. Hardiman A. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,2007.hlm.2-9.
4. Mubarak Husnul. Gagal Jantung. 23 Juli 2008. Diunduh dari:
http://cetrione.blogspot.com/2008/07/gagal-jantung.html, Agustus 2011
5. ODonnell MM, Carleton PF. Disfungsi mekanis jantung dan bantuan sirkulasi. Dalam: Price
SA, Wilson LM, editor. Patofisiologi. Edisi 6 vol. 1. Jakarta: EGC.hlm:630-55.
6. Lam Leslie. Gagal jantung kongesti. 2009. Diunduh dari:
http://www.cardiaccentre.com.sg/services_heart_failure.htm, Agustus 2011.
7. Hess OM, Carrol JD. Clinical Assessment of Heart Failure. Dalam : Libby P, Bonow RO, Mann
DL, Zipes DP, editor. Braunwalds Heart Disease. Philadelphia: Saunders,2007.hlm:561-80.

You might also like