You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN TEORITIS


A. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan kelenjar
ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 100 gram. Pankreas terletak melintang dibagian
atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas
mencapai hilus limpa diarah kronio dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan
dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya
tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri
bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah. Pankreas manusia
mempunyai 1 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3
mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.

Pulau Langerhans tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun sebaliknya
mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1
2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun
mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans mengandung empat jenis sel utama,
yakni sel-alfa, beta, delta dan mega. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel
terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan
yang lain.
Dalam sel B, molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng.
Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau
agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian
diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran.
Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang
mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis.
Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel
fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-
kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari
seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000).
Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :
1. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah pancreas
berisi enzim dan elektrolit.
Jenis-jenis enzim dari pancreas adalah :
a. Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan polisakarida
dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan monosakarida.
b. Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam amino.
c. Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan gliserol
gliserin.
2. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau
langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara alveoli-alveoli pancreas
terpisah dan tidak mempunyai saluran.
Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung diserap ke dalam
kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon
penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan glucagon.
1. Insulin
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia. Insulin terdiri
dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfide. Hubungan
yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan
secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat
sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan
utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar
glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan
cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui
perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan
dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati
(Guyton & Hall, 1999).
Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :
a. Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan konsentrasinya
setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak 2/3 glukosa yang di absorbsi
dari usus dan kemudian disimpan dalam hati dengan bentuk glikogen.
b. Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah normal.
c. Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap hypothalamus
adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar
adrenalin masih menyebabkan pelepasan glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga
membantu melindungi terhadap hypoglikemia berat.
Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :
a. Menambah kecepatan metabolisme glukosa
b. Mengurangi konsentrasi gula darah
c. Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.
2. Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans
mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi yang terpenting
adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Glukagon merupakan protein
kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino.
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :
a. Pemecahan glikogen (glikogenolisis)
b. Peningkatan glukosa (glukogenesis)
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah mempunyai efek
yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu
penurunan glukosa darah dapat menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah turun
70 mg/100 ml darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang
cepat memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu melindungi terhadap
hypoglikemia. Selama puasa (antara jam-jam makan dan pada saat tidur malam).
Pancreas akan melepaskan secara terus menerus sejumlah insulin bersama dengan hormon
pancreas lain yang disebut glucagon. Glucagon dan insulin secara bersama-sama
mempertahankan kadar gula yang konstan dalam darah dengan menstimulus pelepasan
glukosa dari hati. Pada mulanya hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen
(glukoneogenesis).

B. Pengertian
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda- tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia A
Price and Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus (DM)
merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk heterogen
akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah.

C. Etiologi
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
1. Dibetes melitus tipe I
Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas yang merupakan
kombinasi dari beberapa faktor:
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
2. Diabetes tipe II
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. DM tipe II
penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DM tipe II ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya
kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DM
tipe II terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi
pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price,1995).
Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk menderita diabetes tipe 2:
a. Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik)
b. Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)
c. Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau
kadar kolesterol HDL <40mg/dl
d. Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu
(GDPT)
e. Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat
lahir lebih dari 4.500 gram
f. Makanan tinggi lemak, tinggi kalori
g. Gaya hidup tidak aktif (sedentary)
h. Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal)
i. Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun.

D. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO dibagi beberapa type yaitu :
a. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) yang dahulu
dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD), penderita tergantung pada pemberian
insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada
anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
b. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM), yang
dahulu
dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :
1.) Non obesitas
2.) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas, tetapi biasanya
resistensi aksi insulin pada jaringan perifer.
Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
c. Diabetes Mellitus type lain
1.) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan hormonal, diabetes
karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
2.) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
3.) Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak
dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi
hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini
meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

E. Patofisiologi
Diabetes tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel beta dihancurkan
proses autoimun. Sehingga hiperglikemi. Puasa terjadi akibat produksi glukosa tidak terukur
oleh hati. Selain itu glukosa tidak dapat disimpan hati meskipun ada dalam darah
(hiperglikemi postprandial).
Jika glukosadalam darah tinggi, ginjal tidak dapat menyaring kembali semua
glukosayang tersaring keluar, akibatnya glukosa ada di urine (glukosuria). Ekskresi glukosa
dalam urine disertai pengeluaran cairan dan elektrolit berlebihan disebut diuresis osmotik.
Akibat pengeluaran cairan berlebihan klien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penukaran berat badan. Pasien akan mengalami peningkatan selera makan ( polifagia) akibat
menurunnya penyimpanan kalori.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis ( pemecahan glukosayang
disimpan) dan glukoneagenesis ( pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan asam yang
mengganggu ketidakseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahna berlebihan. Ketoasidosis
diabetik menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi,
nafas berbau, aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan koma bahkan kematian.
Diabetes tipe II
Pada diabestes tipe II terdapat duamasalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada pada permukaan gel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada DM tipe II disertai dengan reaksi penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita yang toleransi
glukosanya terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun demikian,
jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin, namun insulin mampu mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton. Sehingga ketoasidosis diabetik tidak terjadi. Namun akan
ada sindrome hiperglikemi hiperosmoler nonketotic ( HHNK).
DM tipe II sering terjadi pada penderita yang berusia > 30tahun dan obesitas akbat
toleransi glukosa yang berjalan lambat dan progresif, maka tanda dan gejala umum tidak
terdeteksi. Jika gejala dialami, maka gejalanya bersifat ringan dan mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, polipagia, luka enggak sukar sembuh, infeksi vagina, dan
pandangan kabur.
Sebagian besar pasien ( kurang lebih 75 %) penyakit DM tipe II ditemukan secara tidak
sengaja. Penanganannya adalah dengan menurunkan berat badan.


F. Tanda dan gejala
1. Diabetes Tipe I
hiperglikemia berpuasa
glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
keletihan dan kelemahan
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.Diabetes Tipe II
lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif gejala seringkali ringan
mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang
sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
Dari sudut pasien DM sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke
dokter dan kemudian didiagnosa sebagai DM ialah keluhan:
- Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul
- Kelainan ginekologis : keputihan
- Kesemutan, rasa baal
- Kelemahan tubuh
- Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
- Infeksi saluran kemih
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital atau pun daerah lipatan
kulit lain seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya timbul akibat jamur.
Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka yang lama tidak sembuh. Pada
wanita, keputihan merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan pasien
datang ke dokter ahli kebidanan. Jamur terutama candida merupakan penyebab
tersering dari keluhan pasien.
Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati, juga merupakan keluhan
pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Pada pasien laki-laki
mungkin keluhan impotensi yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Keluhan lain
yaitu mata kabur yang disebabkan katarak, ataupun gangguan refraksi akibat
perubahan-perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Mungkin pula keluhan tersebut
disebabkan kelainan pada corpus vitreum. Diplopia binokular akibat kelumpuhan
sementara otot bola mata dapat pula merupakan salah satu sebab pasien berobat ke
dokter mata.

G. Komplikasi
Komplikasi DM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi
menahun. Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
1. Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan
penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin
atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata ( Smeltzer, 2002 : 1258 ).
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria
berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam
lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan
ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan
kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat
koma dan meninggal
2. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu
perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada
KHHN (Smetzer, 2002 : 1262)
3. Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau kadar
glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256) Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat,
takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang,
tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat
kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku
aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.

Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu
(Long 1996) :
1. Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahanperubahan mikrovaskuler adalah perubahan
pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka
mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein
darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
b. Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan.
Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 :
588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6)
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla
spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahanperubahan
metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia
dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long, 1996 : 17)
2. Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan
kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah
akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah
menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit
jantung koroner atau stroke.

b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf saraf sensorik, keadaan ini berperan
dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan
gangren. Infeksi dimulai dari celahcelah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel
sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus,
demikian juga pada daerahdaerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17)
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak
menurun (Long, 1996 : 17).

H. Test Diagnostik
Kriteria diagnostik menurut WHO(1985) untuk diabetes melitus pada orang dewasa tidak
hamil, pada sedikitnya dua kali pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
2. Glukosa plasma puasa/Nuchter >140 mg/dl ( 7,8 mmol/L).
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkomsumsi 75 gr
Karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl (11,1 mmol/L).

I. Pemeriksaan penunjang
1. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang, > 200 mg/dL.
Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah
meningkat di bawah kondisi stress.
2. Gula darah puasa (FBS) ; >140 mg/dl
3. Kadar glukosa sewaktu (GDS) ; >200 mg/dl
4. Urinolisa positif terhadap glukosa dan keton.
Pada respon terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa
(glukoneogenesis) untuk energi. Selama perubahan ini asam lemak bebas dipecah menjadi
badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditujukkan oleh ketonuria.glukosuria menunjukkan
bahwa ambang ginjal terhadap reabsorbsi glukosa tercapai.
5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya ateroskerosis.
6. Essei hemoglobin glikosilat di atas rentang normal.
Tes ini mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap
melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalah 5-6%.
7. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok
8. Asam lemak bebaas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
9. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 mOsm/L
10. Elektorlit : natrium, kalium, fosfor : kemungkinan menurun/meningkat
11. Hemoglobin glikosilat: meningkat 2-4 kali lipat
12. Das darah arteri : menunjukan PH rendah dan penurunan pada HCO
3
(asidosis metabolik)
dengan kompensasi alkalosis respiratorik
13. Trombosit darah, hematokrit dan leukosit meningkat
14. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat ( dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)
15. Amilase darah : mungkin meningkat mengindikasikan adanya pankreatitis akut
16. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah
17. Urine : aseton dan gula positif : berat jenis dan osmolalita mungkin meningkat
18. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernapasan dan infeksi pada luka.

J. Penatalaksaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII : 2500 kalori
a) Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
b) Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
c) Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau
diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
a. J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
b. J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
c. J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body
weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BBR = (TB dalam cm 100) 10% kg
a. Kurus (underweight)
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
b. Normal (ideal) : BBR 90 110 %
c. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
d. Obesitas, apabila : BBR > 120 %
1) Obesitas ringan : BBR 120 130 %
2) Obesitas sedang : BBR 130 140 %
3) Obesitas berat : BBR 140 200 %
e. Morbid : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
a. Kurus : BB X 40 60 kalori sehari
b. Normal : BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk : BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas
insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam
lemak menjadi lebih baik.

3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk
penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

4. Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a. Mekanisme kerja sulfanilurea :
1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas.
2) Kerja OAD tingkat reseptor.
b. Mekanisme kerja Biguanida :
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik :
a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati.
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin.
2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin.
3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler.

5. Insulin
a. Indikasi penggunaan insulin :
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
b. Beberapa cara pemberian insulin
1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor
antara lain:
2) Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha.
Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi
lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan
kecepatan absorpsi setiap hari.
3) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit
setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah
dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
4) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
5) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi
insulin.
6) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan
absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek
insulin dipercepat.
7) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-
kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena
dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.


6. Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik (Tjokroprawiro, 1992).

K. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes Mellitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama,
sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian
dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan
diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut (Rumahorbo, 1999)
1. Riwayat atau adanya faktor resiko, Riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat
pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama
stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
2. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan
berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram
otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
3. Hal yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus :
a. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
c. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.

L. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan dan elektorlit b/d diuresis osmotic, kehilangan gastrik
berlebihan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin
tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD orotstatik
Rasional : Hipovelemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b. Ukur berat badan setiap hari
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik di status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat

Kolaborasi
d. Pantau pemeriksaan lab seperti : Hematoksit (Ht), BUN (kreatinin) dan Osmulalitas
darah, Natrium, kalium
Rasional :
Ht : Mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali meningkat akibat
homokonsentrasi yang terjadi setelah dieresis osmotic
BUN : Peningkatan nilai dapat mencerminkan kerusakan sel karena
dehidrasi atau tanda awitan kegagalan ginbjal.
Osmolalitas darah : Meningkat sehubungan dengan adanya hiperglikemia dan
dehidrasi
Natrium : Mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan
dari intra sel (dieresis osmotik)
Kalium : Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam breepons pada asodisis

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakcukupan insulin, anoreksia,
mual, muntah, nyeri abdomen, status hipermetabolisme, pelepasan hormone stress.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 224 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
b. Menunjukkan tingkat energi biasanya
c. Berat badan stabil atau bertambah.
Intervensi :
a. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang
dapat dihabiskan oleh pasien.
Rasional: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
b. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan
utilisasinya).
c. Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan
makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
d. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga
untuk memahami nutrisi pasien.
Kolaborasi
e. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula
dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
f. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3
Rasional : Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi
insulin terkontrol.

3. Gangguan integritas kulit b/d penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi,
penurunanan aktivitas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan integritas
kulit dapat membaik.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan integritas kulit
b. Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna , turgor, vaskular
Rasional : menandakan area sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan dekubitus
infeksi.
b. Lihat kulit, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi atau kegemukan / kurus
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasinya perifer, imobilitas fisik dan
gangguan status nutrisi.
c. Jaga kulit tetap bersih
Rasional: kulit kotor dan basah merupakan media yang baik untuk timbulnya
mikroorganisme.

d. Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk
Rasional : Mengidentifikasi pathogen dan terapi pilihan
e. Rendam kaki dalam air steril pada suhu kamar dengan larutan betadine tiga kali
sehari selama 15 menit
Rasional : Germisidal lokal efektif untuk luka permukaan
f. Balut luka dengan kasa kering steril. Gunakan plester kertas
Rasional : Menjaga kebersihan luka / meminimalkan kontaminasi silang. Plester
adesif dapat membuat abrasi terhadap jaringan mudah rusak.
Kolaborasi
g. Berikan dikloksasi 500 mg per oral setiap 6 jam, mulai jam 10 malam amati tanda-
tanda hipersensitivitas, seperti : pruritus, urtikaria, ruam
Rasional : Pengobatan infeksi / pencegahan komplikasi.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil:
a. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
b. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan
keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
b. Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
c. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
d. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada
peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan keadaan
fisik tetap stabil
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
b. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.
Intervensi :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional: Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat
aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
b. Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional: Mencegah kelelahan yang berlebihan.
c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan
aktivitas.
Rasional: Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
d. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi.

6. Intoleransi aktivitas b.d penurunan simpanan energy
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan tidak
terjadi intoleransi aktivitas
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan peningkatan tingkat energy
b. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan
Intervensi :
a. Diskusi dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Membuat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional: Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat
aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
b. Beri aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa diganggu.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
c. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan TD sebelum / sesudah melakukan aktivitas.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologi.
d. Mendiskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat.
Rasional : Pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan
kegiatan akan pada energi pada setiap kegiatan.
e. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan
yang dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayan diri / harga diri positif sesuai tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi pasien.

You might also like