You are on page 1of 22

ETIKA HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI DALAM

ISLAM UNTUK MENCEGAH KEKERASAN DALAM RUMAH


TANGGA

Oleh :
SYADZA FADILLAH
NIM : 1102008350
Kelompok 1 Bidang Kepeminatan Domestic Violence
Tutor : Dr. Rita Murnikusumawatie Sp.M

Tahun 2011/2012
Laporan Kasus
Blok elektif

ABSTRAK
Latar Belakang : Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan
hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau
tujuan tertentu. Tingginya kasus KDRT di Indonesia belakangan ini lebih menonjol pada
kasus-kasus kekerasan seksual. Presentasi kasus : Seorang wanita digugat cerai oleh
suaminya, tanpa sepengetahuan dirinya dan kembali digugat atas tuduhan yang tidak
diketahui kebenarannya padahal suami kerapa melakukan kekerasan seksual dan melakukan
kekerasa fisik berupa pemukulan. Diskusi dan simpulan : Hubungan seksual suami-istri
dalam islam untuk mencegah KDRT.

LATAR BELAKANG
Kekerasan dapat diartikan sebagai penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,
ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau
masyrakat yang mengakibatkan atau kemunkinan besar mengakibatkan memar/trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak (WHO, 1993).
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) memiliki situasi yang lebih spesifik dan bersifat
pribadi karena terdapat dalam rumah tangga. Pengertian dari KDRT adalah setiap perbutatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (pasal 1 ayat 1 dalam Undang-undang
Penghapusan Dampak KDRT).

KDRT pada awalnya lebih dikenal oleh masyarakat dengan kasus kekerasan fisik
yang dilakukan oleh suami. Namun saat ini kekerasan tidak hanya terbatas pada kekerasan
fisik saja, tapi juga kekerasan seksual. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan) mengungkapkan tingkat tindak kekerasan seksual terhadap perempuan
di Indonesia terhitung sangat tinggi. Dalam periode 1998 - 2010 telah terjadi 91.311 kasus
pelecehan terhadap perempuan. Jumlah peristiwa kekerasan seksual tersebut berdasarkan data
Komnas Perempuan sudah mendekati sepertiga kasus kekerasan terhadap perempuan. Total
kasus kekerasan terhadap perempuan dalam periode di atas adalah 295.836 kasus. Dari sisi
lokasi kejadian, lebih dari dua pertiga kasus di atas terjadi dalam ranah personal atau
domestik. Itu artinya, dalam banyak kejadian korban memiliki hubungan darah atau relasi
intim dengan korban. Kasus di ranah personal mencapai 76 persen dari total kasus kekerasan
seksual terhadap perempuan, atau sebanyak 69.251 kasus. Ruang publik menduduki posisi
kedua dalam jumlah kasus, dengan 20.503 kejadian atau sebesar 22 persen.
Berdasarkan data-data tersebut dapat dilihat bahwa terdapat tingginya kasus
kekerasan seksual terhadap wanita dalam lingkup domestik atau rumah tangga. Sehingga
pembuatan case report ini akan ditujukan untuk membahas mengenai kekerasan seksual yang
dapat berujung kepada kekerasan fisik dan psikis.

DESKRIPSI KASUS
Ny. Febby (nama samaran) berumur 37 tahun. Bulan Desember 2006 merupakan awal
perkenalan Febby dengan Bayu (nama samaran). Mereka berkenalan melalui suatu biro jodoh
di Surabaya. Akhirnya mereka memutuskan untuk menjalin komunikasi lebih intens, atas
dasar ketertarikan satu sama lain. Semenjak itu mereka membangun komunikasi jarak jauh,
dan baru pada bulan Januari 2007 memutuskan bertemu dengan keluarga masing-masing di

Jakarta. Selama kurang lebih 2 tahun mereka menjalani hubungan antara Jakarta-Kalimantan
tengah, Febby di jakarta dan Bayu bekerja di kalimantan tengah. Pada tanggal 06 Desember
2009 mereka pun melangsungkan pernikahan dan resmi menjadi suami-istri. Pada saat
pernikahan suami berjanji akan menjadi suami yang baik dan tidak akan menyia-nyiakan
hidup istrinya, karena sebelumnya sang suami menghabiskan waktu untuk bekerja dan kurang
dapat membagi waktunya untuk istrinya.
Mereka melewati malam pertama mereka sebagaimana pasangan suami-istri
sewajarnya. Setelah melewati malam pertama mereka, sang istri merasakan sakit disekitar
kemaluannya. Karena khawatir akhirnya istri memeriksakan perihal penyakitnya ke dokter.
Ternyata setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa sang istri menderita penyakit kelamin
yang ditularkan oleh suaminya sendiri, karena selama ini istri mengaku tidak pernah
berhubungan seksual dengan laki-laki lain selain suaminya. Selama pernikahan mereka istri
kerap diperlakukan sebagaimana memperlakukan seorang wanita penghibur, sang istri hanya
menjadi pelampiasan hasrat seksual suaminya . Bukan hanya itu suami juga sering berbuat
kasar kepada istri seperti memukulinya.
Pada tanggal 05 agustus 2010 istri meninggalkan rumah mereka karena tidak tahan
atas ulah suami, karena kesal suami mengultimatum istrinya untuk tidak kembali lagi ke
rumah mereka. Rupanya tanpa sepengetahuan istri, suami sudah menggugat cerai istri , hal ini
diketahui istri saat hendak mengajukan gugatan atas suaminya yang tidak pernah memberikan
nafkah kepadanya. Mengetahui akan gugatan atas dirinya, suami kesal dan lantas mengancam
istri untuk mencabut gugatan tersebut serta kerap menghalang-halangi proses gugatan ini.
Atas dasar kekesalannya akhirnya suami serta kakaknya melaporkan istrinya kembali dengan
tuduhan kabur dari rumah serta menggelapkan uang perusahaan miliknya, tanpa ada bukti
yang jelas. Dan pada tanggal 26 September 2011 istri dipanggil sebagai tersangka dan
seminggu kemudian diancam akan dibawa secara paksa.

DISKUSI
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Dalam Undang-undang PKDRT menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
KDRT juga diistilahkan dengan kekerasan domestik dimana pengertian domestik
tidak hanya konotasinya dalam hubungan suami istri saja, tetapi juga setiap pihak yang ada di
dalam keluarga itu, tapi juga hubungan darah atau bahkan seorang pekerja rumah tangga
menjadi pihak yang dilindungi. Oleh sebab itu Undang-undang KDRT mengatur dalam pasal
2 ayat 1, lingkup rumah tangga termasuk tersebut meliputi a) suami, istri, dan anak (termasuk
anak angkat dan anak tiri) ; b) orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan
orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar, dan
besan) ; dan/atau c) orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
Dalam Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dari
PBB tanggal 20 Desember 1993, diketahui bahwa kekerasan domestik dimasukkan sebagai
tindak kejahatan. Ada sejumlah alasan kenapa kekerasan domestik harus disebut sebagai
kejahatan, antara lain karena kejahatan domestik ini umumnya terjadi karena masih adanya
diskriminasi posisi antara mereka yang melakukan kekerasan dengan yang menjadi korban
kekerasan. Biasanya mereka yang melakukan kekerasan merasa posisinya dominan

dibandingkan mereka yang menjadi korban. Jika ini terjadi dalam rumah tangga yang
seharusnya para pihak dalam rumah tangga itu saling mengayomi satu sama lain, maka
tindakan kekerasan dalam rumah tangga itu dapat digolongkan sebagai kejahatan. Dari fakta-
fakta sosial diketahui bahwa kejahatan kekerasan dalam rumah tangga sering terjadi terhadap
istri, anak dan pembantu. Diketahui bahwa perbuatan tersebut dilakukan di dalam rumah, di
balik pintu tertutup, dengan kekerasan fisik, seksual dan psikologis, dilakukan oleh orang
yang mempunyai hubungan dekat dengan korban. Nampaknya, masalah kekerasan dalam
rumah tangga termasuk dalam lingkup pribadi (privat). Oleh karena itu, kasus-kasus yang
terjadi dipersepsikan sebagai masalah yang tak terjangkau oleh hukum.
Bentuk kekerasan dalam rumah tangga diantaranya adalah kekerasan fisik, kekerasan
psikis, kekerasan seksual, atau penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik adalah perbuatan
yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Kekerasan psikis adalah perbuatan
yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan
seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan
hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan
seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Selain bentuk
kekerasan yang disebutkan diatas terdapat istilah Penelantaran rumah tangga tentang
seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut
hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga
berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga
korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Kekerasan seksual tersebut meliputi (UU PKDRT pasal 8) :
a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut;
b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Dalam kasus ini, suami kerap memaksa istrinya untuk melakukan hubungan suami-istri
padahal istrinya tidak menghendakinya. Selain itu, suami kerap memperlakukan istrinya
selayaknya memperlakukan seorang wanita penghibur. Perbuatan suami seperti ini tentunya
melanggar UU PKDRT pasal 8, poin a.
Kejahatan kekerasan seksual dalam rumah tangga dalam kenyataannya dari berbagai
mitos selama ini pelaku tidak selalu laki-laki dan korban pun tidak selalu perempuan, serta
tidak mengenal kelas sosial ekonomi, budaya dan ras.
Di sisi lain, kerapkali korban kekerasan seksual mengalami hambatan untuk mengakses
kasusnya pada pranata hukum yang ada. Sementara ketentuan hukum acara pidana dan
ketentuan perundangan lain sejauh ini terbukti tidak mampu memberi perlindungan bagi
korban kekerasan dalam rumah tangga. Selain pertimbangan hukum tersebut, ada asumsi
masyarakat yang menganggap bahwa masalah kekerasan seksual dalam rumah tangga adalah
urusan suami isteri yang bersangkutan yang harus diselesaikan oleh mereka berdua. Hal ini
turut menghambat proses perlindungan hukum terhadap perempuan yang menjadi korban
kejahatan kekerasan seksual dalam rumah tangga. Sebagian masyarakat juga berpendapat
bahwa campur tangan pihak lain seperti keluarga, masyarakat maupun pemerintah dianggap
tidak lazim.

Telah menjadi keyakinan masyarakat pula baik masyarakat tradisional maupun modern,
bahwa kehidupan dalam perkawinan (rumah tangga) adalah merupakan sebuah area yang
tertutup atau hanya untuk kalangan sendiri. Artinya, ada keengganan untuk membicarakan
persoalan domestik kepada orang luar, karena memang ada nilai-nilai yang melembagakan
kesakralan keluarga dan perkawinan.
Pada deskripsi kasus diatas tampaknya tindak KDRT suami mengarah kepada kekerasan
seksual yang juga dapat merembet kepada kekerasan psikis dan fisik. Karena dengan
kekerasan seksual yang dilakukan oleh suami, secara otomatis istri juga akan terkena dampak
psikis dan fisiknya. Namun, hal tersebut tidak pernah dilaporkan oleh istri kepada pihak lain,
karena adanya pemikiran-pemikiran seperti yang disebutkan di paragraf sebelumnya, bahwa
masalah rumah tangga merupakan area pribadi yang tertutup untuk orang lain.
Kekerasan seksual terhadap isteri sangat mungkin terjadi di dalam perkawinan karena ada
keyakinan sebagian masyarakat bahwa hal itu hak suami sebagai seorang pemimpin dan
kepala keluarga. Dalih mendidik isteri seringkali dijadikan sebagai alasan pembenar
manakala suami menggunakan cara memukul, memperingatkan secara kasar atau menghardik
dan berbagai bentuk perilaku lain yang menyakitkan hati atau fisik isteri. Kejahatan
kekerasan seksual dalam rumah tangga belum banyak dimengerti sebagai masalah yang
serius, karena umumnya orang belum mengerti realitasnya.
Pada komunitas muslim ada anggapan bahwa kekerasan dalam rumah tangga bukanlah
suatu kejahatan. Hal ini didasarkan atas kesalahan memahami penafsiran Q.S. 4 (An Nisaa
ayat 34) yang berbunyi :



Laki-laki adalah pemimpin (qawwam) atas perempuan karena Allah melebihkan sebagian
dari mereka yang lain dan karena mereka telah menafkahkan sebagian harta mereka (untuk
perempuan) sebab itu perempuan yang saleh adalah yang taat kepada Allah dan menjaga
diri di balik pembelakangan suaminya. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan
nusyuznya maka nasihatilah mereka mentaatimu maka janganlah kamu mencari jalan-jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Besar.
Ayat ini adalah yang meyakininya sebagai dasar bagi suami untuk memukul isteri
dalam rangka mendidik terutama jika isterinya itu dianggap membangkang (nusyuz)
terhadapnya. Namun, jika dilihat pada konteks rumusan kalimat dari surat An-Nisaa tersebut
tidak ditemukan ada hak untuk suami memukul isterinya dengan dalih perannya sebagai
pemberi nafkah. Kedudukan suami sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah ini
memberikan kekuasaan lebih kepada suami atas isterinya. Kedudukan ini dengan sendirinya
semakin menciptakan ketergantungan para isteri (setidaknya secara ekonomi) kepada
suaminya.
Selama ini orang beranggapan bahwa ajaran agama juga berperan dalam
memperbolehkan seorang suami bertindak kasar kepada istri, namun tidak benaran ajaran
Islam menyuruh melakukan tindakan tidak beradab itu. Rasulullah SAW dalam sebuah
haditsnya bersabda, La tadhirbu imaallah! maknanya, Jangan kalian pukul kaum
perempuan!. Dalam hadits yang lain beliau menjelaskan bahwa sebaik-baik lelaki atau suami
adalah yang berbuat baik pada istrinya.

Rasulullah SAW bersabda, Bertakwalah kepada Allah dalam masalah perempuan
(istri). Mereka adalah orang-orang yang membantu kalian. Kalian punya hak pada mereka,
yaitu mereka tidak boleh menyentuhkan pada tempat tidur kalian lelaki yang kalian benci.
Jika mereka melakukan hal itu maka kalian boleh memukul mereka dengan pukulan yang
tidak menyakitkan (ghairu mubrah). Dan kalian punya kewajiban kepada mereka yaitu
memberi rizki dan memberi pakaiaan yang baik. Para ulama ahli fiqih dan ulama tafsir
menjelaskan kriteria ghairu mubrah atau tidak menyakitkan yaitu tidak sampai meninggalkan
bekas, tidak sampai membuat tulang retak, dan tidak dibagian tubuh yang berbahaya jika
terkena pukulan.
Dalam kasus ini, yaitu kekerasan suami terhadap istri pada umumnya memiliki akibat
yang berkepanjangan dan sering terjadi secara berulang-ulang karena istri berusaha
memendam perasannya untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga. Pada umumnya istri
tidak suka dengan status janda cerai karena memiliki dampak sosisal yang tidak
menyenangkan karenanya lebih banyak yang tetap bertahan dalam ikatan perkawinan,
walaupun dalam kekerasan. Jika ditinjau dari kasus ini, ditambah lagi dengan status sang istri
yang hanya merupakan ibu rumah tangga.
Kekerasan seksual terhadap istri yang terjadi dalam rumah tangga lebih dikenal oleh
masyarakat umum disebut dengan istilah marital rape atau diartikan secara harfiah adalah
pemerkosaan dalam rumah tangga. Marital Rape sendiri merupakan suatu istilah yang
berkembang di masyarakat dimana dianggap telah terjadi pemerkosaan dalam rumah tangga
atau yang terjadi dalam perkawinan dimana pada posisi seorang suami yang memaksa dengan
kekerasan pada istrinya untuk melakukan hubungan seksual pada saat istri tidak
menghendakinya atau di saat istri tidak menghendaki melakukan hubungan seksual dengan
cara-cara yang tidak wajar atau tidak disukai istri.

Pada kasus ini suami jelas sudah melakukan marital rape, karena suami kerap
memaksa istrinya melakukan hubungan seksual padahal istrinya tidak mau. Suami pun sering
menganggap istri sebagai tempat pelampiasan hawa nafsunya saja.
Marital rape sendiri saat ini masih menjadi kontroversi apakah hal tersebut
merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum atau hanya sekedar wacana yang berkembang
di masyarakat saat ini.
Pernikahan dalam Pandangan Islam
Pernikahan adalah fitrah manusia,maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini
yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan). Allah menciptakan manusia, pria dan
wanita, dengan sifat fitrah yang khas. Manusia memiliki naluri, perasaan, dan akal. Adaya
rasa cinta kasih antara pria dan wanita merupakan fitrah manusia. Hubungan khusus antar
jenis kelamin antara keduanya terjadi secara alami karena adanya gharizatun nau (naluri
seksual/berketurunan). Sebagai sistem hidup yang paripurna, Islam pasti sesuai dengan fitrah
manusia. Karenanya Islam tidak melepaskan kendali naluri seksual secara bebas yang dapat
membahayakan diri manusia dan kehidupan masyarakat. Islam telah membatasi hubungan
khusus pria dan wanita dengan pernikahan. Dengan begitu terciptalah kondisi masyarakat
penuh kesucian, kemuliaan, sangat menjaga kehormatan setiap anggotanya, dan dapat
mewujudkan ketenangan hidup dan kelestarian keturunan umat manusia (Rawi, 2002).
Islam memandang pernikahan bukan sebagai sarana untuk mencapai kenikmatan
lahiriah semata, tetapi bagian dari pemenuhan naluri yang didasarkan pada aturan Allah
(bernilai ibadah). Tujuannya sangat jelas, yaitu membentuk keluarga yang sakinah (tenang),
mawaddah (penuh cinta), dan rahmah (kasih sayang) (Shihab, 2002). Sebagaimana firman
Allah SWT dalam al-Quran ;


Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia yang menciptakan untukmu
isteri-isteri dan jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Rum (30): 21).
Tujuan pernikahan dalam Islam :
-Mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam
-Mendapatkan ketentraman, cinta dan kasih sayang.
-Menjaga pandangan mata dan memelihara kehormatan.
-Membentuk generasi muslim yang berkualitas.
-Melestarikan kehidupan manusia agar tidak punah dll.
Perintah untuk menikah juga terdapat pada firman Allah lainnya dan dalam hadits,
diantaranya adalah :



Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan
Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. [An Nuur:32]
Barangsiapa kawin (beristeri) maka dia telah melindungi (menguasai) separo agamanya,
karena itu hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam memelihara yang separonya lagi.
(HR. Al Hakim dan Ath-Thahawi)
Sebagai salah tujuan dilaksanakannya nikah, hubungan intim menurut Islam termasuk
salah satu ibadah yang sangat dianjurkan agama dan mengandung nilai pahala yang sangat
besar. Karena jima (senggama) dalam ikatan nikah adalah jalan halal yang disediakan Allah
untuk melampiaskan hasrat biologis insani dan menyambung keturunan bani Adam.
Selain itu jima yang halal juga merupakan iabadah yang berpahala besar. Rasulullah
Shollallohu Alaihi Wasallam bersabda :

( ) :

: (
)
Artinya : Dalam kemaluanmu itu ada sedekah. Sahabat lalu bertanya, Wahai Rasulullah,
apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?. Rasulullah menjawab,
Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu
juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala. (HR. Bukhari,
Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

Karena bertujuan mulia dan bernilai ibadah itu lah setiap hubungan seks dalam rumah
tangga harus bertujuan dan dilakukan secara Islami, yakni sesuai dengan tuntunan Al-Quran
dan sunah Rasulullah SAW.
Hubungan intim, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam Ath-Thibbun Nabawi
(Pengobatan ala Nabi), sesuai dengan petunjuk Rasulullah memiliki tiga tujuan: memelihara
keturunan dan keberlangsungan umat manusia, mengeluarkan cairan yang bila mendekam di
dalam tubuh akan berbahaya, dan meraih kenikmatan yang dianugerahkan Allah.
Islam dalam hal ini tentunya memiliki aturan-aturan, batasan-batasan dan tata cara
berhubungan suami istri yang baik.

Adapun adab berhubungan suami-istri yang baik agar menjadi pahala diantaranya
adalah (Baasyir, 2008) :
Cumbu rayu dan pemanasan
Cumbu rayu dan pemanasan adalah salah satu adab yang hendaknya diperhatikan.
Banyak sekali para suami yang tidak memperhatikan masalah ini, yang terpenting bagi
mereka hanyalah menunaikan syahwat dan hasrat mereka saja dan mereka lupa bahwa rayuan
dan pemansan (foreplay) sebelum jima memiliki pengaruh yang besar dalam
membangkitkan syahwat istri dan meningkatkan keingannya untuk berhubungan intim
supaya dia (istri) benar-benar siap untuk jima dan berbagi kenikmatan jima dengan
suaminya. Adapun apabila sang suami langsung berjima tanpa melakukan foreplay, bisa jadi
dia telah selesai menunaikan syahwatnya sedangkan istrinya belum sampai pada puncak
kenikmatan atau belum mendapatkannya.

Ibnu Qudamah rahimahullah:Dianjurkan (disunahkan) agar seorang suami mencumbu
istrinya sebelum melakukan jima supaya bangkit syahwat istrinya, dan dia mendapatkan
kenikmatan seperti yang dirasakan suaminya.
Dan telah diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz rahimahullah bahwasanya dia berkata:
Janganlah kamu menjima istrimu, kecuali dia (istrimu) telah mendapatkan syahwat seperti
yang engkau dapatkan, supaya engkau tidak mendahului dia menyelesaikan jimanya
(maksudnya engkau mendapatkan kenikmatan sedangkan istrimu tidak).
Membaca doa yang dicontohkan sebelum melakukan hubungan suami-istri
Doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW sebelum jima adalah sebagai berikut:

Bismillah (dengan nama Alah), Ya Allah jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkan syetan
dari apa yang engkau rizqikan kepada kami (anak).
Rasulullah SAW bersabda:
. : (
)


Sesungguhnya apabila seseorang ingin mengauli istrinya (jima) mengucapkan:(Doa di
atas) Maka apabila ditaqdirkan untuk keduanya seoarang anak dalam hubungan itu (jima)
maka syetan tidak akan mengganggunya selama-lamanya(HR.al-Bukhari dan Muslim)

Menggauli istri ditempat yang ditentukan
Gaulilah istri pada tempat yang ditentukan yaitu farji (kemaluan/vaginanya), dan
diperbolehkan menggaulinya dari arah mana saja yang penting di kemaluannya. Allah SWT
berfirman:

( :( )

222 )
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah
tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.. (QS. Al-Baqarah: 223)
Dari Jabir radhiyallahu anhu berkata: Dahulu orang-orang Yahudi berkata:Apabila
seseorang menggauli istrinya pada kemaluannya dari arah belakang maka anaknya (apabila
lahir) akan juling! Maka turunlah firman Allah:
) (
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah
tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.. (QS. Al-Baqarah: 223)
Lalu Rasulullah SAW bersabda:
( ) .
Dari depan maupun belakang (boleh dilakukan) apabila hal itu pada kemaluannya(HR.al-
Bukhari dan Muslim)
Adapun menggauli istri pada duburnya maka itu adalah perbuatan yang diharamkan, tidak
boleh dilakukan, dan menyalahi fithrah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah. Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda:

( )

Barang siapa menggauli (jima) perempuan (istrinya) haidh atau pada duburnya atau
mendatangi dukun lalu membenarkan ucapannya maka dia telah kufur terhadap apa yang
diturunkan kepada Muhammad shallallahu alaihi wasallam(HR. Abu Dawud)
Dan Nabi SAW bersabda:
. .)

(
Terlaknatlah orang yang menggauli wanita di duburnya(HR. Ibnu Adi rahimahullah dan
dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam kitab Adabuz Zifaf)
Dianjurkan untuk wudhu apabila ingin mengulangi jima
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah SAW bersabda:
. ) (
Apabila salah seorang di antara kalian menggauli istrinya (jima), lalu dia ingin
mengulanginya maka berwudhulah(HR.Muslim)
Wajib mandi junub setelahnya
Maka kapan saja terjadi pertemuan antara dua kemaluan (walaupun tidak keluar mani), atau
keluar mani maka wajib untuk mandi junub, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi
wasallam:
)

) ( : )

(

Apabila kemaluan (laki-laki) melewati kemaluan (perempuan) dan dalam riwayat yang
lain:kemaluan menyentuh kemaluan maka wajib mandi.(HR.Muslim)

Dan sabda Nabi SAW:
.
Sesungguhnya air (mandi junub) itu disebabkan karena air (keluar mani)(HR. Muslim)
Hindari dia ketika sedang haidh
Tidak diperbolehkan menggauli istri ketika dia sedang haidh, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Taala:

:( )

222 )
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:Haidh itu adalah suatu kotoran.
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-
Baqarah: 222)




KESIMPULAN
KDRT dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan seksual, serta kekerasan psikis. Bentuk
kekerasan tersebut memiliki dampak bagi korbannya. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh
suami terhadap istrinya dalam kasus ini dapat berujung kepada kekerasan fisik dan psikis.
Karena pada kasus ini suami sering memaksa istri untuk melakukan hubungan suami-istri
padahal istri tidak ingin melakukannya, selain itu suami pun kerapa memukulinya istrinya.
Kekerasan seksual sebenarnya dapat dicegah dengan melaksanakan adab-adab berhubungan
seksual menurut agama Islam.
SARAN
Saran yang dapat diberikan sebelum terjadinya KDRT adalah sebaiknya hindari
pertengkaran, selalu menjalin komunikasi antar suami-istri, dengan begitu rasa saling percaya
akan tercipta sehingga terbentuklah keluarga yang harmonis. Dan sebaiknya suami jangan
terlalu memposisikan diri sebagai penguasa dalam rumah tangga, melainkan memposisikan
diri sebagai pemimpin yang arif dalam rumah tangga. Amalkanlah ajaran agama Islam,
karena disana terdapat adab-adab berhubungan suami-istri yang baik.







AKNOWLEDGEMENT
Terima kasih kepada semua pihak dari LBH-APIK Kramat Jati yang telah membantu
mengarahkan mengenai kasus-kasus KDRT. Terima kasih kepada dr. Rita
Murnikusumawatie Sp. M yang telah memberikan bimmbingan dan waktunya untuk
menyelesaikan laporan kasus ini. Terima kasih kepada dr Hj RW Susilowati Mkes dan DR.
Drh Hj Titiek Djannatun sebagai koordinator blok elekteif ini, serta kepada dr Ferryal Babeth
SpF sebagai dosen pengampu . Kepada semua aggota kelompok Domestic Violence 1, terima
kasih atas dukungan dan kerja samanya.












DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim a, Pandangan Islam Tentang Seksual,
http://www.kajianislam.net/modules/smartsection/item.php?itemid=500
2. Anonim b, Sekilas Tentang Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, http://www.lbh-apik.or.id/fact-58.htm
3. Al Quran dan Terjemahannya. Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta,
2003
4. Rawi, Amir (2002), Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat
dan Undang-undang Perkawinan Jakarta; Kencana. H. 22
5. Shihab QM (2002). Wawasan Al quran dalam Tafsir MaudhuI atas pelbagai
persoalan umat, cetakan XI. Mizan, Bandung.

You might also like