You are on page 1of 22

1

1. Apoteker Yuli Divonis 4 Bulan (Siapa yang Salah?)


16 August 2012

Seorang apoteker dinyatakan bersalah oleh Majels Hakim PN Semarang karena
bermaksud mengamankan sediaan obat - obatan jenis psikotropika dianggap melanggar
Pasal 374 KUHP tentang penggelapan penjara.
Menurut Majelis Hakim, tindakan apoteker membawa 15 macam obat-obatan jenis
psikotropika ke Dinas Kesehatan Kota tanpa sepengetahuan pemilik apotek merupakan
kesalahan.
Persidangan ini bukan semata tentang seorang apoteker, melainkan menyangkut profesi
apoteker berkaitan dengan tanggung jawabnya terhadap kinerja suatu apotek. Oleh IAI
(Ikatan Apoteker Indoneia) vonis ini merupakan tragedi profesi karena tindakannya sesuai
dengan prosedur dan kode etik. Jaksa mengatakan, tidak ada peraturan menteri yang
melegalkan tindakan pemindahan obat dari apotek ketempat lain.
Siapa yang bersalah dan dimana letak kesalahan ??
Di dalam PP51/2009 hanya memberikan kewenangan dalam mendirikan Apotek
kepada Apoteker. Hal ini berbeda dengan PP25/1980 yang membolehkan perusahaan
tertentu milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah ataupun oleh pemerintahan yang
mengurusi masalah kesehatan baik pusat maupun daerah ataupun oleh Apoteker sendiri
untuk itu yang pada PP26/1965 sebelumnya masih diperbolehkannya koperasi maupun
pihak swasta juga diperbolehkan untuk turut mengusahakan.
Atas alasan Peraturan Perundangan, hanya Apoteker yang dapat mendirikan Apotek.
Pasal 25, PP51 menyadari bahwa untuk itu diperlukan modal yang tidak sedikit. Pemerintah
tetap memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk terlibat. Namun keterlibatan
pihak lain tersebut adalah (dibatasi) pada proses sebelum Apotek tersebut didirikan oleh
Apoteker. Secara spesifik pembatasan tersebut adalah berbentuk KONTRIBUSI
PERMODALAN dan sama sekali tidak diperbolehkan turut campur tangan dalam bagaimana
praktik kefarmasian dilakukan (diberlangsungkan) oleh Apoteker itu sendiri (ayat 2).
Kalau PP51/2009 ini dicermati, maka seharusnya yang harus dikaji adalah perjanjian
antara apoteker dengan pemilik modal, meskipun dalam draft kerjasama tetap dibatasi
kewenangan pemilik modal dalam hal praktik kefarmasian, sehingga disusun tahapan yang
harus disepakati antara apoteker dan pemilik modal.



2
Dalam perjanjian tersebut, salah satu penjelasan yang harus dicantumkan adalah
Terhadap Perbekalan Farmasi (Obat) : Merupakan milik dan dikuasai oleh Apoteker
sepenuhnya. Bukan milik Apoteker bersama Pemodal. Kepemilikan/kontribusi modal oleh
pemilik modal tidak dapat dijadikan alasan legal untuk memiliki/menguasai Perbekalan
Farmasi (Obat).
Satu hal yang mungkin belum dipahami oleh pelapor, bahwa setiap apotek harus
melaporkan penggunaan obat - obatan psikotropika setiap bulan ke Dinas Kesehatan yang
ada di wilayah apotek. Jika pengadaan 15 macam obat psikotropika itu dipesan bukan oleh
Apoteker yang bertanggung jawab pada kegiatan kefarmasian di apotek tersebut, lalu
bagaimana Dinas Kesehatan bisa melakukan penilaian pada penggunaan obat - obatan
psikotropika yang tidak pernah dilaporkan pengadaannya ?? Karena Majelis Pertimbangan
Etik daerah (MPED) profesi menyatakan tindakan apoteker sesuai prosedur dan kode etik.
Entah apa yang melatarbelakangi pelaporan ini, sehingga muncul pasal penggelapan.
Kurang jelasnya perjanjian yang dibuat oleh apoteker dengan pemilik modal dalam
pendirian apotek? atau kurang pahamnya pemilik modal pada kewenangan apoteker
sebagai sebuah profesi yang bertanggung jawab terhadap pada keamanan penggunaan obat
-obatan yang membahayakan bagi kesehatan masyarakat, karena sebenarnya obat itu
adalah racun.
IAI Kota Semarang, kiranya bisa mempertimbangkan tentang tidak berwenangnya
pemilik modal yang melakukan pembelian obat - obatan psikotropika tanpa sepengetahuan
apoteker sebagai suatu pelanggaran hukum, sehingga menjadi pelajaran bagi pemilik modal
tentang kewenangan yang ada di sebuah apotek.

2. Terhadap apoteker dituntut untuk penyelundupan narkoba
Dengan bantuan pejabat Pusat Negara Farmakologi anak perusahaan Departemen
Kesehatan di Ukraina telah diimpor secara ilegal 30 sampel obat. Jaksa Agung
Ukrainatelah membuka penyelidikan kkrminal penyalahgunaan DP pejabat SPC kantor
bagian 1 KUHP st.367. selain itu, dituntut pelanggaran oleh petugas laboratorium yang
didirikan aturan pengobatan obat-obatan narkotika, psikotropika dan prekursor
st. 320 Pidana kode Ukraina; penyeludupan narkotika, psikotropika dan
prekursor
St.305 KUHP, penyimpanan ilegal, transportasi Bahan Psikotropika
St.309 KUHP. Kantor pers dari Jaksa Agung. Hal ini didirikan
bahwa dalam periode 2007 hingga 2010, dengan bantuan pejabat DP SPC,
bertentangan dengan hukum di wilayah Ukraina impor ilegal sekitar 30
sampel obat-obatan yang mengandung zat narkotika

3
dan prekursor, termasuk "TERUS", "Bolareks", "Heleks SR" dan lain-lain.
Tablet Aprobatsiya sampel kontrol kualitas obat ini
dana seringkali dilakukan oleh laboratorium, tidak memiliki lisensi untuk
aktivitas dalam pengobatan zat yang dikendalikan. Tapi di masa depan
berdasarkan temuan petugas DP SPC, Departemen Kesehatan
Ukraina mengadopsi keputusan tentang pendaftaran mereka. Ini
tindakan mengakibatkan kerugian pada kepentingan negara, menciptakan kondisi
pendaftaran tidak terkendali di negara bagian obat-obatan yang mengandung
zat yang dikendalikan dengan melanggar hukum di bidang sirkulasi
obat narkotika, psikotropika dan prekursor, serta tunggal
prosedur perizinan dan aliran dana dari hukum ilegal.

3. Raksasa Farmasi Eli Lily Menyuap $200 Juta Untuk Para Dokter dan Denda $1,4
Milyar?
21 August 2012
Sungguh mencemaskan! Laporan investigasi oleh Natural news dan Propublica 15-
08-2012 membeberkan pelanggaran etika dan hukum yang dilakukan oleh perusahaan
raksasa farmasi Eli Lily yang berkedudukan di Indianapolis Amerika Serikat. Tahun 2011
tercatat telah mengeluarkan dana promosi $200 juta kepada para dokter. Dan sejak 2009
setuju untuk bayar denda $1.4 milyar atas kesalahan menjual obat Zyprexa sesuai tuntutan
pengadilan.
Kasus BigPharma atau mafia obat yang diduga menimpa Eli Lily mengingatkan
heboh skandal raksasa farmasi GSK (Glaxo Smythe Kline) Juli lalu yang dikenakan denda $3
milyar akibat pelanggaran hukum jual obat sejak sepuluh tahun yang silam. Namun besarnya
denda diperkirakan tidak akan menggoyah perusahaan mengingat keuntungan usaha yang
diraup jauh melebihi besaran denda.
Hanya $200 juta menyuap para dokter.
Perusahaan Eli Lily yang telah berdiri satu abad dan telah menjamah 125 negara
termasuk Indonesia dikenal dengan produk obat prozac, cialis, cymbalta. Kasus terkuak
ketika pemerintah federal sejak 2012 menuntut laporan Biaya Promosi dari perusahaan obat
dan peralatan medis. Situs Naturalnews melempar temuan ke publik. Namun rincian
pengeluaran biaya uang pelicin kepada para dokter berasal dari situs Propublica.
Pada intinya adalah praktek pelanggaran kode etik di mana perusahaan obat
menyuap para dokter dan praktisi medis agar menulis resep obat milik perusahaan. Sebagai
timbal balik maka kucuran dollar mengalir ke kantong dokter. Terungkaplah pada tahun
2011 saja lebih dari $200 juta uang suap dikucurkan buat para dokter yang merangkap sales
tidak resmi.

4
Dalam investigasi terungkap bahwa banyak dokter bersedia memberi obat kepada
pasien berupa obat off label. Artinya obat dijual tidak sesuai indikasi (peruntukan). Di
dalamnya termasuk obat dewasa tapi diberikan untuk anak-anak.
Menutupi resiko bahayanya Zyprexa obat schizophrenia.
Eli Lily dikabarkan menutup-nutupi biaya promosi konon karena sedang tersandung
perkara kriminal. Dalam hal ini FDA (Food and Drug Administration) memberi kesaksian
bahwa sejak sepuluh tahun silam Eli Lily menjual obat Zyprexa dengan cara yang tidak
disetujui oleh FDA. Atas pelanggaran ini perusahaan setuju bayar denda $1,4 milyar sejak
2009.
Sebagai perusahaan raksasa farmasi denda tersebut bagi Eli Lily and Company
tidaklah seberapa mengingat revenue tahunan lebih dari $20 milyar per tahun. Pemasukan
kebanyakan dari penjualan hak paten utamanya di luar Amerika Serikat.
Investigasi yang dilaporkan Propublica meliputi lebih dari 10 perusahaan terkemuka.
Gejalanya adalah ada tanda-tanda setelah kasus Glaxo Smythe Kline dan Eli Lily akan segera
munyusul pasien baru yang terkena denda milyaran dollar. Biaya suap tentu saja
menaikan harga obat, juga membiarkan terjadinya salah resep.
Dikabarkan para dokter yang terlibat sudah wanti-wanti agar namanya tidak disebut-
sebut telah dipengaruhi oleh marketing perusahaan farmasi dengan imbalan puluhan
hingga jutaan dollar. Tapi lupa kepada pasien yang menjadi korban salah obat dan mahalnya
harga obat.
Diungkap pula dokter yang terlibat menjadi hobi minta diatur agar mendapat jatah
jadi pembicara di seminar dll. Konon lumayan dapet $6000 untuk sekali sesi dengan durasi
3,5jam. Akibatnya dokter hanya 2x sebulan ke rumah sakit demi mengejar other income
yang menggiurkan. Dalam hal ini perusahaan mampu menginventarisir jaringan pembicara
dalam jumlah besar yaitu 49000 orang. Mereka jadi semacam sales promotion secara tidak
resmi.
Bila benar dan akurat laporan dari situs Propublica.org dan Naturalnews.com, yang
diduga akan segera mengemukakan di mainstream media, maka sulit dipungkiri betapa
kotor dan serakahnya permainan perusahaan farmasi dengan dokter***




5
4. Ci na Ungkap Pel anggaran Perusahaan Farmasi I nggri s
Business Lounge Business Today) Cina mengungkap serangkaian dugaan penyuapan
dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh GlaxoSmithKline. Ahli industri memperkirakan
langkah ini dapat menjadi sinyalir investigasi yang lebih luas terhadap perusahaan medis
dan farmasi di pasar Cina yang bernilai besar.
Dalam sebuah konferensi pers, Senin, unit investigasi kejahatan ekonomi di
Kementerian Keamanan Publik mengatakan empat petinggi Glaxo di Cina telah ditahan
lantaran diduga melakukan pelanggaran hukum berat. Pemerintah menuding staf Glaxo
memanfaatkan agen travel sebagai alat menyuap aparat pemerintah, rumah sakit, dan
dokter untuk dapat menjual lebih banyak obat dengan harga yang lebih mahal.
Banyak strategi penjualan dan pemasaran mereka melibatkan konspirasi dan mendorong
kemungkinan penyuapan komersial, ujar Gao Feng, pejabat kementerian yang memimpin
penyelidikan atas perusahaan farmasi asal Inggris tersebut.
Menurut Gao, transaksi antara Glaxo dan agen-agen travel mencapai 3 miliar yuan
sejak 2007. Gao tidak menjelaskan apakah uang itu digunakan untuk tujuan bisnis yang
legal. Ia juga menuding agen-agen travel menawarkan penyuapan seksual untuk petinggi
Glaxo agar kerja sama mereka tetap erat.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis Senin, Glaxo mengatakan sangat prihatin dan
kecewa atas dugaan kecurangan dan pelanggaran etika ini. Glaxo menambahkan bahwa
GSK sama sekali tidak memiliki toleransi untuk perilaku seperti ini dan itu merupakan
bentuk pelanggaran terhadap standar perusahaan.
Perawatan kesehatan adalah bisnis yang tengah berkembang pesat di Cina. Banyak
pelanggan kelas atas menuntut fasilitas kesehatan yang lebih baik. Pemerintah pun kian
didesak publik untuk memperluas jaringan keamanan sosial, yang biasanya kurang
memadai. Menurut McKinsey & Co, belanja perawatan kesehatan Cina diprediksi naik tiga
kali lipat menjadi $1 triliun sampai 2020. Penjualan farmasi di Cina mencapai $82 miliar
pada 2012, naik 18,2% dari satu tahun sebelumnya, demikian menurut konsultan penilaian
risiko Business Monitor International.
Namun pelaku industri mengatakan sektor perawatan kesehatan Cina terhambat
oleh korupsi sistemik. Perusahaan medis umumnya beroperasi melalui perantara, untuk
memperluas jangkauan di pasar yang tersebar luas. Para dokter juga kerap memanfaatkan
tunjangan untuk menyokong gaji mereka yang rendah.
Advokat anti-penyuapan di Barat cenderung meragukan kampanye antikorupsi Cina.
Dalam beberapa tahun terakhir Cina telah menyusun undang-undang yang melarang
penyuapan korporasi, di tengah maraknya investigasi global terhadap korupsi korporasi
internasional. Namun pemerintah Cina jarang melakukan investigasi luas yang berhasil

6
menjaring perusahaan nakal, ujar Mike Koehler, profesor hukum di Southern Illinois
University.
Cina merupakan salah satu pasar terpenting dengan pertumbuhan tercepat bagi
Glaxo. Di Negeri Tirai Bambu, Glaxo memiliki lebih dari 5.000 karyawan serta enam pabrik
dan lab riset.
Tudingan Cina atas Glaxo ini bermula dari sebuah investigasi yang mulai diluncurkan
pada akhir Juni. Saat itu, aparat penegak hukum mendatangi beberapa kantor Glaxo,
menyita dokumen dan menahan beberapa karyawan.
Dalam pernyataannya, Glaxo mengatakan akan bekerja sama dengan aparat Cina
dan meninjau ulang hubungan bisnisnya dengan perusahaan pihak ketiga. Glaxo telah
menghentikan kerja sama dengan agen travel yang diidentifikasi dalam investigasi.
Perusahaan Inggris itu juga meninjau catatan transaksi dengan agen-agen travel itu secara
menyeluruh. Glaxo menyatakan menghormati hukum Cina dan mengharapkan semua staf
untuk mematuhinya.
Gao mengatakan pemimpin Glaxo di Cina telah keluar dari negara itu sejak akhir Juni, saat
aparat mulai menguak detail investigasinya.

KAMIS, 04 MARET 2010
5. Dua Perusahaan Farmasi Diduga Melakukan Kartel Obat

Meski tak memegang hak paten atas obat di kelas amlodipine, harga obat jantung
produksi dua perusahaan farmasi besar itu tak kunjung turun. KPPU menduga terjadi kartel,
penetapan harga, dan penyalahgunaan posisi dominan.
Untuk pertama kalinya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menangani perkara
dugaan kartel obat yang dilakukan dua perusahaan farmasi besar di Indonesia. Dalam
perkara No. 17/KPPU-I/2010 ini, KPPU membidik perdagangan obat kelas amlodipineobat
untuk penyakit jantung. Dugaan kartel muncul lantaran setelah masa paten obat berakhir
pada 2007, harga obat tetap tinggi.

Lantaran obat paten, konsentrasi pasar atas obat di kelas amlodipine itu tinggi.
Hingga kuartal pertama 2009, harga obat masih tinggi. Padahal obat generik di kelas yang
sama semakin turun. Seharusnya, setelah paten berakhir semua pihak bisa memproduksi
obat tersebut sehingga harga sepatutnya turun, ujar Kepala Biro Humas KPPU, A. Junaidi
ketika dihubungi melalui telepon, Kamis (3/3).



7
Menurut Junaidi, harga obat di Indonesia 42 hingga 52 kali lipat dari harga
internasional. Di luar negeri, lanjutnya, jika masa paten obat berakhir, biasanya produsen
akan banting harga, bahkan bisa didiskon hingga 70 persen. Karena itu, KPPU terusik untuk
melakukan monitoring terhadap perdagangan obat. Mudah-mudahan ini bisa menjadi
ikhtiar untuk mengurangi harga obat di Indonesia, imbuh Djunaidi.

Dalam perkara ini, pihak terlapor adalah PT PF (Terlapor I) dan PT DM (Terlapor II).
PT PF merupakan produsen obat bermerek Norvask, sedangkan PT DM produsen obat
dengan nama dagang Tensivask. Selain itu, KPPU juga menduga kartel dalam perdagangan
obat obat Amdixal(Sandoz) dan Divask (PT Kalbe Farma Tbk).

Perkara ini telah memasuki tahap pemeriksaan pendahuluan yang dimulai pada 18
Februari 2010. Pemeriksaan pendahuluan dijadwalkan berakhir pada 5 April 2010. Majelis
Komisi yang dalam perkara ini antara lain Ahmad Ramadhan Siregar selaku ketua, Erwin
Syahril, dan Didik Akhmadi. Perkara ini merupakan perkara inisiatif keenam yang ditangani
pada tahun 2010 ini.

Komisi mengagendakan pemeriksaan terhadap terlapor I pada tanggal 8 Maret 2010.
Sehari setelahnya giliran terlapor II dijadwalkan diperiksa KPPU.

Melebihi Batas Konsentrasi Pasar
Konsentrasi pasar PT PF 55,8 persen dan PT DM 30 persen dengan rasio konsentrasi
(CR4) sebesar 93 persen dan Herfindahl-Hirschman Index (HHI) sebesar 4.050. Itu melebihi
standar batas konsentrasi pasar kompetitif. Sebagai perbandingan, dalam aturan merger
ditentukan jika merger mengakibatkan konsentrasi pasar di atas 1.800 HHI berpotensi besar
untuk ditolak atau dibatalkan.

Merk Norvask dijual dengan harga 2,39 kali lipat dari harga obat generiknya atau 239
persen diatas harga obat generik yang merupakan substitusinya. Merk Tensivask dijual
dengan harga 2,13 kali dari harga generik atau 213 persen. Dengan demikian, ada dua
indikasi yaitu pangsa pasar yang sangat tinggi berikut excess harga dibanding harga generik
yang begitu besar.

Menariknya pada periode 2008-2009, zat aktif amlodipine yang merupakan
kandungan generik, mengalami penurunan harga dari kisaran 120 ribu menjadi 90 ribu. Tapi,
penurunan tersebut tidak diikuti dengan penurunan harga
baik originator maupun branded generik. Bahkan dua merk yaitu Novask dan Tensivask
malah tercatat mengalami kenaikan harga.




8
Hal itu menjadi indikasi awal dari dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam industri farmasi ini.

Kedua perusahaan farmasi ini diduga melanggar Pasal 11 UU No. 5/1999 yang
melarang kartel. Dugaan lain, kedua perusahaan melakukan penetapan harga dan
penyalahgunaan posisi dominan. Tindakan penetapan harga merupakan pelanggaran Pasal 5
UU No. 5/1999, sedangkan larangan posisi dominan diatur dalam Pasal 25 UU No. 5/1999.

Perkara ini berawal dari monitoring KPPU lantaran industri farmasi merupakan
sektor yang strategis bagi perekonomian nasional ditinjau dari potensi pengembangan pasar
domestik.

Kinerja industri farmasi ditandai dengan fenomena konsentrasi industri dan tingginya
beberapa harga untuk jenis obat-obatan tertentu di Indonesia secara relatif dibandingkan
dengan harga produk sejenis di beberapa negara lain.

Hal tersebut merupakan indikasi awal dari potensi persaingan usaha tidak sehat
dalam industri yang bersangkutan. Kegiatan monitoring terhadap industri farmasi yang
dilakukan KPPU, khususnya dilakukan terhadap kelas terapi dengan tren setelah habisnya
masa paten obat originator.

Seorang warga di Tegal, Jawa Tengah tewas diduga akibat mal praktek saat dirawat di
rumah sakit. Korban diberi cairan infus yang sudah kadaluarsa saat menjalani perawatan di
Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal sehingga kondisinya terus memburuk dan akhirnya tewas.
Sementara itu pihak Rumah Sakit Mitra Siaga mengatakan, pemberian infus kadaluarsa
tersebut bukan merupakan kesengajaan. Solihul, warga Surodadi, Tegal, Jawa Tengah
meninggal Selasa (25/03/08) kemarin, di
Rumah Sakit Harapan Anda Tegal. Tangis keluarga korban pun tak terbendung saat
mengetahui korban sudah meninggal. Istri korban Eka Susanti bahkan berkali-kali tak
sadarkan diri. Salah satu keluarga korban berteriak-teriak histeris sambil menunjukkan sisa
infus kadaluarsa yang diberikan ke korban saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra
Siaga Tegal Sabtu pekan lalu tempat sebelumnya korban dirawat.
Pada kemasan infus tertera tanggal kadaluarsa 14 Januari 2008. Keluarga korban
menuding pemberian infus kadaluarsa inilah yang menyebakan korban meninggal. Pihak
Rumah Sakit Mitra Siaga dinilai teledor karena memberikan infus yang sudah kadaluarsa.
Menurut keluarga korban, sejak diberi infus kadaluarsa, kondisi korban terus memburuk.
Korban yang menderita gagal ginjal awalnya dirawat di Rumah Sakit Mitra Siaga
Tegal selama 10 hari. Karena tak kunjung sembuh, pihak keluarga kemudian memutuskan
merujuk korban ke RSI Islam Harapan Anda Tegal. Korban langsung menjalani perawatan di

9
ruang ICU. Namun tiga hari menjalani perawatan di ICU kondisi korban terus memburuk,
hingga akhirnya meninggal dunia.
Direktur Rumah Sakit Mitra Siaga Tegal, Dokter Wahyu Heru Triono mengatakan,
tidak ada unsur kesengajaan dalam kasus infus kadaluarsa yang di berikan kepada pasien
Solihul, namun pihaknya mengakui insiden ini menunjukkan adanya kelemahan monitoring
logistik farmasi. Meski belum dapat dipastikan meninggalnya korban akibat infus kadaluarsa,
pihaknya akan menjadikan kasus ini sebagai evaluasi untuk memperbaiki monitoring logistik
farmasi. Sementara itu keluarga korban mengaku tetap akan menuntut
pertanggungjawaban pihak Rumah Sakit Mitra Siaga atas terjadinya kasus ini. Pasalnya,
tidak saja telah kehilangan nyawa, namun keluarga korban tetap harus membayar biaya
perawatan sebesar 7 juta rupiah. (Kuncoro Wijayanto/Sup/26-Mar-2008 PATROLI INDOSIAR)


6. Apotek RSUD Sanggau Berikan Obat Kadaluarsa ?
DITULIS OLEH STAFF PADA 26 AUGUST 2012
Darmawansyah (35), warga Gg Karya, Jl Sultan Syahrir Kecamatan Kapuas Kabupaten
Sanggau Kalimantan Barat mengaku geram, anaknya Fania (7), pasien Demam Berdarah
Dengue (DBD) di RSUD Sanggau diberikan obat kedaluarsa pihak apotek. Ia berencana
mengadukan hal ini ke balai pengawasan obat dan makanan (POM).
Syukur kemarin waktu mau meminumkan ke anak, saya cek dulu ternyata sudah kedaluarsa
sekitar setahun, ceritanya, Jumat (24/8/2012).
Kejadian tersebut menurutnya dimulai pada Senin (21/8/2012) lalu ketika dirinya
membawa sang buah hati memeriksakan diri ke RSUD dengan gejala demam tinggi. Dokter
kemudian memberikan resep obat untuk ditebus.Ia kemudian pergi ke Apotek yang ada di
rumah sakit tersebut. Lalu, diberikanlah obat Aviter sebanyak 10 bungkus. Namun, satu dari
10 bungkus obat itu tertera tanggal yang sudah kedaluarsa. Ia melihat, sembilan bungkus
lainnya tertulis masa berlaku (expired) hingga November 2013, tapi yang satu bungkus
tertulis November 2011.
Ia mengaku memang sempat mengadukan hal itu langsung ke apotek. Pihak apotek
diungkapkannya juga sudah sempat mau menukarkan. Namun, saya katakan bukan
persoalan main tukar. Tapikan disitu ada apotekernya harusnya diceklah apakah kedaluarsa
atau tidak baru diberikan, kesalnya. Kekecewaan juga dialami sang kakek, H Nursiwan.
Menurutnya, harusnya obat fungsinya untuk mengobati namun jika sudah kedaluarsa justru
dapat membahayakan jika memang sudah dikonsumsi.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sanggau Kalimantan Barat, dr Fadly
Persi menjelaskan wewenang pengawasan apotek sepenuhnya ditangani Dinas Kesehatan.
Karena menurutnya izin apotek diberikan di Dinkes.

10
Hal tersebut disampaikan Fadly terkait laporan seorang warga Kecamatan Kapuas
Sanggau yang diberikan obat untuk penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang sudah
kadaluarsa. Kalau memang expired silakan komplen. Kan ada khusus badan POM biasanya,
ada di dinas kesehatan dan di Pontianak, ungkapnya.
Menurutnya, apotek yang berada di RSUD itu merupakan apotek swasta. Adanya di RSUD
dikatakannya karena memberikan pelayanan agar masyarakat lebih dekat untuk dilayani.
Itukan apotek swasta, katanya.
Menurutnya keberadaan itu merupakan ada MoU antara apotek dan Bupati yang
langsung menangani. Untuk kontribusi dikatakannya, memang ada kontribusi yang diberikan
apotek untuk pendapatan asli daerah (PAD) Sanggau.

7. Balita Nyaris Jadi Korban Malpraktek-Pimpinan Klinik Budi Rosari Minta Maaf
Selasa, 22 Mei 2012 10:37 WIB

Terkait adanya kesalahan dalam pemberian obat dan nyaris membuat malpraktek terhadap
pasiennya, Pimpinan Klinik Budi Rosari Ruminda Sirait secara langsung meminta maaf atas
kejadian tersebut. "Memang benar ada kejadian itu, namun secara pribadi dan pihak
managemen kami sudah meminta maaf. Obat yang salah sudah kami tarik dan kami ganti
dengan obat yang seharusnya diberikan untuk Clarisa," kata Ruminda.
Ruminda mengakui kejadian ini murni kelalaian yang dilakukan apotekernya, bukan
dari pihak dokter. "Pihak dokter sudah benar memberikan resep obat, namun apotekernya
yang salah membaca resep, mengingat komposisi obat tersebut terbilang sama, hanya
fungsinya yang berbeda," ujarnya. Pada dasarnya, lanjut Ruminda, jika pihak orangtua
terlanjur sudah memberikan obat tersebut ke anaknya, hal itu sama sekali tidak begitu
berpengaruh atau fatal dampaknya, karena komposisinya sama. "Tidak ada yang fatal, toh
komposisinya sama, hanya peruntukannya saja yang salah," papar Ruminda.
Kejadian itu bermula saat Clarisa menderita sakit mata. Bola mata bayinya itu
terkena tetesan busa dari balon tiup yang dimainkan oleh anak-anak di sekitar rumahnya.
Karena mata memerah dan merasa sakit, Clarisa dibawa ke Klinik Budi Rosari dengan
fasilitas Jamsostek. Pemeriksaan oleh dokter berjalan lancar hingga akhirnya diberi resep
untuk mengambil obat di bagian apotek. Setelah mendapatkan obat, mereka langsung
pulang. Saat akan meneteskan obat mata di rumah itulah kejadian tak terduga itu terkuak.
Sugiyanto menyayangkan sikap kurang profesional dari klinik tersebut. Dari
pertemuannya dengan seluruh petugas saat dikumpulkan di ruang administrasi, ternyata
apotiker tersebut baru dua bulan bekerja. "Dokter minta maaf, tentu saya memahami
karena bukan salah dia. Setelah itu pengelola klinik. Tapi bukan persoalan maaf semata, ini
masalah nyawa orang yang harus sungguh-sungguh. Bisa jadi akan menimpa orang lain juga.

11
Tadi salah kasih obat karena salah resep ke anak saya, orang lain (pemilik resep itu)
juga bisa akan salah menerima obat," katanya. Meski demikian Sugiyanto masih bersyukur
karena ketelitian istrinya, obat tetes telinga tak jadi diteteskan ke mata anaknya. Ia tak
membayangkan jika sampai terjadi maka mata anaknya yang sedang sakit akan tambah
parah. "Nyaris tadi saya buat laporan ke polisi karena bukti obatnya ada," katanya.

Ia pun berharap ini menjadi pelajaran bagi masyarakat umum, sekaligus bukan
membenarkan imej bahwa fasilitas Jamsostek selalu hanya dengan layanan seadanya.
Pada Senin sore Sugiyanto kembali memberikan informasi bahwa pihak klinik telah
datang ke rumahnya untuk meminta maaf atas kejadian tersebut. Kepadanya pengelola
klinik memberikan informasi, bahwa sang apoteker dan asistennya telah diberikan tindakan
tegas. Keduanya diberhentikan dari tempat tugasya. "Mereka semua datang ke rumah.
Sekitar 20 orang datang, sampai ada yang menangis menyesal atas kejadian itu," katanya

8. Apotek & Toko Obat Dirazia
SUMBER
http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=27721

Kamis, (19/6), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Pengawas Obat
dan Makanan (POM), Dinas Kesehatan (Dinkes), dan sejumlah personel Satpol PP Cilegon
menggelar razia obat tradisional terlarang di sejumlah apotek dan toko obat di Cilegon.
Razia ini dilakukan menyusul keluarnya public warning dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia (BPOM) No: KH.00.01.143.2772 tentang sejumlah nama obat
tradisional yang mengandung bahan kimia obat.

Ada lima apotik dan toko obat yang menjadi sasaran razia ini, yakni Apotek Labora
Farma, Apotek Sehat, Apotek Gama, Toko Obat Amin, dan Toko Obat Badrun. Kepala Bidang
Perdagangan Disperindag Cilegon Edi Suhadi yang ditemui di sela-sela kegiatan ini
mengatakan, ada 54 obat tradisional (jamu) yang dilarang BPOM untuk dikonsumsi karena
mengandung berbagai bahan kimia berbahaya. Beberapa jamu tersebut malah mengandung
bahan obat keras seperti metampiron yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan,
fenilbutason yang bisa menyebabkan mual dan pendarahan lambung, serta dektametason
yang bisa menimbulkan moon face.

Jamu-jamu yang berasal dari produsen terdaftar dan tidak terdaftar ini terdiri atas
berbagai jenis obat kuat, pegal linu, asam urat, pelangsing, serta suplemen penambah
tenaga. Jamu yang dilarang itu seperti Akar Sewu serbuk, Purba Sentosa, Chikungunya
Tablet, Cakra Sehat Sesak, Jasa Agung Dua Serbuk, dan Flu Tulang Pegal Linu Puspita, dan
Surya Serbuk, ujarnya.

12
Dari pantauan Radar Banten, di lima apotek dan toko obat yang didatangi petugas,
tidak didapati jamu-jamu dalam daftar public warning BPOM. Meski demikian, Edi
mengimbau agar warga lebih berhati-hati mengonsumsi jamu dengan lebih dahulu melihat
label dan kandungan obat kimianya. Mengingat, berdasarkan temuan BPOM, dari 54 jamu
tersebut 46 produk di antaranya menggunakan nomor pendaftaran fiktif. Selain itu, tujuh
lainnya tidak sesuai dengan label yang tertera dan satu jamu impor yang tidak terdaftar.

Indra, pemilik Apotek Sehat, mengaku, pihaknya enggan menerima obat tradisional
dari distributor yang tidak jelas dan belum terkenal. Sebelum larangan itu keluar, kami
sudah antisipasi dengan tidak menjual barang yang tidak jelas pasarannya, katanya.
Lain Indra, lain pula yang dikatakan Edi, penanggungjawab Apotek Gama. Kami menjual
(jamu,red) yang jelas-jelas saja, tandasnya. (fal)


9. Sakit Mata, Eh, Apoteker Singapura Salah Baca Resep Beri Lem Gigi

Sumber :http://www.republika.co.id/berita/senggang/unik/10/12/15/152404-sakit-mata-
eh-apoteker-singapura-salah-baca-resep-beri-lem-gigi

Rabu, 15 Desember 2010, 07:01 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA--Sebuah rumah sakit kemungkinan akan "dituntut secara
massal" oleh publik Singapura setelah melakukan kesalahan yang menurut mereka tak
termaafkan. Akibat salah resep, seorang pasien yang mengalami iritasi mata harus
menderita lebih lama: salep yang diberikan padanya adalah salep untuk gigi.

Tidak ada alasan untuk kesalahan seperti ini. Orang bisa mati karena resep yang
salah. Kami akan pastikan mereka mendapat kompensasi," kata pengguna internet berinisial
aries_kid. Warga lain menyatakan kesalahan-kesalahan tersebut seharusnya tidak terjadi.
Untungnya, itu bukan obat oral atau konsekuensi akan lebih serius. Apoteker perlu diberi
peringatan keras dan kembali dilatih jika diperlukan," tambahnya.
Kejadian bermuka saat seorang ibu rumah tangga, Pang Har Tin,mengeluhkan iritasi mata
yang dialaminya. Ia mendatangi National University Hospital (NUH) untuk mengobati
sakitnya.
Dokter memberinya resep obat luar yang harus dioleskan. Resep ditebus, dan dia
menggunakannya di rumah. Setelah salep dioleskan, yang terjadi sungguh di luar dugaan.
Kedua kelopak matanya bersatu dan susah untuk dibuka. Belakangan diketahui, salep yang
diberikan padanya ternyata lem gigi. Kini wanita 63 tahun ini tengah menjalani pemulihan.
NUH meminta maaf dalam sebuah pernyataan hari Selasa, mengatakan,"Kami sangat
menyesal untuk pengalaman Madam Pang Har Tin yang timbul dari kesalahan kami."




13
10. Tak Kantongi Izin, Dinkes Segel Apotik

Sumber : http://id.shvoong.com/society-and-news/news-items/1993491-tak-kantongi-izin-
dinkes-segel/

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dan Satpol PP terpaksa menutup apotik
Berkat yang terletak di Jl. Raya Pamulang Tangerang Selatan, kemarin. Apotik ini kedapatan
tidak memiliki izin penyaluran obat. Penutupan dilakukan dalam razia yang tujuannya untuk
memastikan obat-obatan yang dikonsumsi warga di Tangsel dalam keadaan aman.
"Tidak memiliki izin penyaluran, maka terpaksa ditutup,"kata Kepala Dinas Kota Tangerang
Selata, Dadang S Epit ikut dalam razia.

Dadang mengaku walaupun obat-obat yang dibeli itu dilakukan oleh dokter atau
bidan, namun tetap saja soal perizinan harus lengkap. Sehingga nantinya masyarakat bisa
aman dalam membeli obat-obatan di apotik yang ada diwilayah kota baru itu.
Dan razia ini menurutnya sengaja dilakukan untuk mengecek semua jenis obat-obatan
apakah masih layak dijualbelikan kepada masyarakat atau sudah kadaluarsa. "Izin
penyaluran obat juga menjadi perhatian kami."tegasnya.
Tidak hanya itu saja, razia juga untuk mengantisipasi adanya obat palsu yang beredar
diwilayahnya terlebih dirinya mendapat informasi adanya pembuatan obat palsu diluar
daerahnya.
"Ini juga antisipasi dan melihat apakah ada obat palsu atau tidak yang dijual ke masyarakat,"
katanya kembali.

Sementara itu Kepala Satuan Pamong Praja Rahman Suhendar mengaku penutupan
untuk mengantisipasi hal yang tidak di inginkan. Dan penutupan juga dilakukan sampai
pemilik apotik menyelesaikan masalah perizinannya."Untuk sementara kami tutup sampai
ada penyelesaian masalah izinnya."Tegasnya.

11. Obat Kedaluwarsa Beredar di Apotek

Sumber :http://www.rakyatmerdeka.co.id/nusantara/2008/11/10/9116/Obat-Kedaluwarsa-
Beredar-di-Apotek

Jakarta, myRMnews. Sejumlah macam obat kedaluwarsa beredar di apotek.
Dinas Kesehatan Makassar sendiri sudah membentuk tim khusus untuk menelusuri masalah
ini.
Seorang warga bernama Marwah mengaku menjadi korban obat kedaluwarsa.
Warga Kelurahan Sudiang ini menuturkan, dia membeli obat seperti itu di salah satu apotek
di Daya. Dia mencari obat diare. Saat itu, kata Marwah, dirinya hendak membeli Lacto B,
suplemen makanan. Namun, oleh penjaga apotek, jenis obat tersebut dinyatakan habis.

14
Penjaga apotek tersebut, kemudian menawarkan Dialac yang tersimpan di dalam
lemari pendingin. Menurut penjaga apotek tersebut, Dialac memiliki komposisi dan
kegunaan yang sama dengan Lacto B. "Karena tak ada apotek lain yang buka, saya ambil
obat itu, apalagi anak saya yang berumur satu tahun, mencret terus-menerus," ungkap
Marwah, Minggu (9/11).

Marwah mengatakan, setelah obat tersebut diminumkan ke anaknya dengan cara
mencampur ke susu, si buah hatinya mengalami muntah hingga lima kali.
Marwah mengaku panik. Dia pun kemudian membaca seksama sampul Dialac tersebut.
Hasinya, suplemen makanan dengan nomor registrasi POM SI.044 216 731 tersebut memiliki
masa kedaluwarsa 19 November 2008 sebagaimana yang tercantum di pembungkus obat.
"Kami meminta kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Makassar untuk melakukan
pemeriksaan terhadap apotek tersebut, supaya tidak ada lagi korban," harap Marwah.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar Naisyah Tun Azikin, mengaku sudah
membentuk tim khusus yang bertugas melakukan pemantauan secara berkala obat-obat
kedaluwarsa ke sejumlah toko obat dan apotek. Meski demikian, Naisyah mengaku tetap
meminta informasi dari masyarakat.
"Tolong SMS (pesan singkat via telepon seluler, red) saya alamat apotek tersebut. Nanti saya
perintahkan tim untuk turun," tegas Naisyah. [hta]

12. Langgar Distribusi Obat Narkotika Apotek Pekunden dan PBF Nadya Indah Ditutup

Sumber : http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0711/21/dar17.htm

Semarang, CyberNews. Akibat pelanggaran perizinan pendistribusian serta pengelolaan
obat-obatan khususnya narkotika, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di
Semarang menutup Apotek Pekunden di Jl Pekunden Timur serta Pedagang Besar Farmasi
(PBF) Nadya Indah di Jl Jolotundo II/ 52 Kelurahan Sambirejo Kecamatan Gayamsari, Rabu
(21/11).

Kepala BPOM di Semarang Maringan Silitonga mengungkapkan, pemilik sarana
apotik (PSA) di Pekunden tersebut menyalahi peran dalam pengadaan dan pendistribusian
obat khususnya narkotika. Kewenangan itu ada pada apoteker atau asisten apotekernya
semua ada tata caranya. Bukan berarti PSA di Pekunden yang merupakan dokter ahli
anestesi berhak atas pengelolaan utamanya narkotika, jelas Maringan yang ditemui di
kantornya Rabu (21/11).

Prosedur administrasi dan pengelolaan yang dilanggar ini menurut Maringan akan
dikenai sanksi penutupan selama 1 bulan sampai si pemilik memperbaiki sistem
pendistribusian obat-obatan ini. Kalau memang yang berwenang seperti apotekernya ikut

15
terlibat ya sanksinya bisa dicabut izin praktiknya, tapi kita akan beri kesempatan mereka
memperbaiki.

Selain Apotek Pekunden, BPOM juga terpaksa menutup kantor Pedagang Besar
Farmasi (PBF) Nadya Indah di Jl Jolotundo. Penutupan ini menurut Maringan, sudah yang
ketiga kalinya dilakukan. Selama tiga bulan ke depan, PBF ini untuk sementara tidak bisa
beroperasi. Beberapa pelanggaran yang dilakukan adalah mendistribusikan obat kepada
salesman tanpa tujuan jelas, pengadaan obat-obatan daftar G dalam jumlah besar yang
tidak bisa dipertanggungjawabkan, seperti super tetra dan CTM.

Selain itu, tidak ada tugas dan tanggungjawab yang jelas oleh apoteker dan asisten
apotekernya. PBF ini sudah tiga kali ditutup untuk kasus yang sama di tahun 2006 dan bulan
April dan November tahun ini. Kalau tidak ada perubahan maka kita bisa cabut izin PBF milik
H Santosa ini, imbuhnya.


13. SANKSI SANKSI PELANGGARAN ETIKA PROFESI APOTEKER

Dalam melakukan tugas dan fungsinya, apotek mengenal beberapa istilah pelanggaran
dalam melakukan kegiatannya.

Jenis pelanggaran apotek dapat dikategorikan dalam dua macam, berdasarkan berat dan
ringannya pelanggaran tersebut. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek
meliputi :

a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi. Kegaiatan ini menurut perundangan
yang berlaku tidak boleh terjadi dan dilakukan. Karena komoditi dari sebuah apotek, salah
satunya adalah obat, dimana obat ini dalam peredarannya di atur dalam perundangan yang
berlaku.

b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpangan obat palsu atau gelap. Peredaran gelap
yang dimaksud adalah golongan obat dari Narkotika dan Psikotropika.

c. Pindah alamat apotek tanpa izin. Dalam pengajuan untuk mendapatkan izin apotek, telah
dicantumkan denah dan lokasi apotek.

d. Menjual narkotika tanpa resep dokter. Ini adalah pelanggaran yang jarang terjadi. Para
tenaga teknis farmasi di apotek, biasanya sudah mengetahui apa yang harus mereka
perbuat, ketika mengahadapi resep dengan komposisi salah satunya obat narkotika.

e. Kerjasama dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) dalam menyalurkan obat kepada pihak
yang tidak berhak dalam jumlah besar. Selain dari merusak pasar, kegaiatan seperti ini akan

16
mengacaukan sistem peredaran obat baik di apotek, distrbutor, maupun pabrik. Akibat yang
mungkin ditimbulkan adalah kesulitan konsumen untuk memilih obat mana yang baik dan
benar karena banyaknya obat yang beredar.

f. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada waktu Apoteker
Pengelelola Apotek (APA) keluar daerah.

Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek meliputi :

a. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu Apoteker Pengelelola Apotek (APA)
tidak bisa hadir pada jam buka apotek.

b. Mengubah denah apotek tanpa izin. Tidak ada pemberitahuan kepada suku dinas
kesehatan setempat.

c. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak. Obat dengan daftar G yang dimaksud
adalah daftar obat keras. Lihat selengkapnya penggolongan obat menurut undang-undang
yang berlaku di Indonesia.

d. Melayani resep yang tidak jelas dokternya. Nama, Surat Izin Kerja (SIK) dan alamat
praktek dokter yang tidak terlihat jelas di bagian kepala resep. Jika resep semacam ini
dilayani, maka ini termasuk suatu tindakan pelanggaran.

e. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan.
Termasuk obat yang di kategorikan expired date atau daluarsa. Obat-obatan diatas tidak
berhak sebuah apotek menyimpan dan mendistribusikannya ke pasien.

f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada. Pelanggaran administratif ini
sering kali terjadi di sebuah apotek dengan sistim manual. Sistim komputerisasi adalah
solusi terbaik untuk mengatisipasi hal ini.

g. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh Apoteker. Sebagai penanggung jawab teknis,
apoteker wajib menandatangani salinan resep dari resep asli, untuk dapat memonitor
sejauh mana pemakaian dan obat apa saja yang dimasukkan dalam salinan resep.

h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain. Dalam peraturan narkotika, resep yang
berasal dari apotek lain dengan permintaan sejumlah obat narkotika kepada apotek yang
kita pimpin adalah boleh dilakukan. Syarat yang harus dipenuhinya adalah berupa surat
keterangan dari apoteker pengelola apotek tersebut bahwa akan mempergunakan obat
narkotika untuk keperluan stok dan resep serta sifatnya adalah cito atau butuh cepat.



17
i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat. Penyimpanan narkotika yang diatur dalam
Undang-Undang no 5 tahun 2009, adalah dengan menyimpan sediaan dalam lemari
terkunci, terpisah dengan obat keras lainnya, dst. Lihat disini untuk lengkapnya.

j. Resep narkotika tidak dipisahkan. Prosedur standar yang harus beberapa apotek dan
tenaga kefarmasian sudah ketahui. Salah satu kegunaan pemisahaan resep obat ini adalah
mempermudah kita dalam membuat Laporan Narkotika.

k. Buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa. Hal teknis seperti sudah
harus dapat dihindari dan diperbaiki. Karena jika hal ini terjadi, maka akan mempersulit
administrasi dari apotek tersebut dalam pengelolaan apotek.

l. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal
usul obat tersebut.

Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik
sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut
keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/ MENKES/ SK/ X/ 2002 dan Permenkes No.
922/ MENKES/ PER/ X/ 1993 adalah :

a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing masing dua bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama lamanya enam bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA
disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri Kesehatan RI di
Jakarta.
c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut
dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam keputusan
Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi.

Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat
pelanggaran terhadap :
a. Undang- Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541).
b. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
c. Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
d. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

Sumber
http://www.wahyudharmawan.info/media.php?module=detailberita&id=45


18
14. Gadis Kecil Ini Dicekoki Pil Pengganti Heroin
Thursday, 24 October 2013 - 03:45 pm
Petugas apoteker salah mengira seorang ibu pecandu heroin, kemudian memberinya
obat pengganti heroin. Padahal, ibu itu memesan antibiotik untuk anak perempuannya yang
masih kecil. Sang ibu memberikan obat itu kepada anak kecilnya dengan 6 doses per hari.

Intisari-Online.com - Kesalahan seorang apoteker di apotek 24 jam, London Boots,
menyebabkan seorang gadis kecil harus meminum methadone, atau obat pengganti heroin
yang sangat kuat. Dan, anak itu pun telanjur meminum enam dosis obat untuk pecandu
heroin itu, sebelum akhirnya terungkap kesalahan tersebut dan ia dibawa ke rumah sakit.

Kesalahan itu terjadi, karena sang apoteker mengira sang ibu yang memesan obat itu
merupakan pecandu heroin dan sedang mencari obat penggantinya. Padahal, sang ibu
mencari antibiotik untuk anak gadisnya.
Sang apoteker pun memberikan methadone kepada sang ibu. Ibu itu juga tak tahu tentang
obat dan mengira methadone tersebut merupakan Flucloxacillin, obat antibiotik yang ia
inginkan untuk anaknya yang sedang mengalami infeksi di dada.
Sang ibu memberi minum dengan dosis 5 mililiter sekali minum. Dan, itu sudah dilakukan
enam kali. Sehingga, total anak itu sudah minum 30 mililiter methadone. Methadone
merupakan candu sintetis yang diproduksi untuk menghilangkan rasa sakit atau sebagai
pengganti heroin. Obat ini memiliki efek seperti heroin, tapi tak setinggi heroin.

Candu atau methadone intinya merupakan obat sedatif yang menekan sistem syaraf. Obat
ini memperlambat fungsi tubuh dan mengurangi rasa sakit secara fisik maupun psikis. Jika
orang mengonsumsinya terlalu banyak, maka akan menjadi bingung, lemah, napasnya juga
melemah, bahkan bisa pingsan. Dalam beberapa kasus, efeknya bisa mematikan.

Terungkap di Rumah Sakit Karuan saja, efek obat itu tak baik bagi si anak kecil yang tak
disebutkan namanya terebut. Ia langsung dibawa ke rumah sakit dan di sana terungkap
bahwa si anak tersebut meminum obat yang salah dan berbahaya. Seperti dilansir
dailymail.co.uk, Kamis (24/10/2013), blunder ini terjadi pada 2011 dan baru terungkap
kasusnya, setelah dilaporkan ke National Health Service (NHS).
Salah satu ringkasan menyebutkan, "Sang apoteker dan farmasi seharusnya mengikuti
prosedur operasi standar Boots dalam menganjurkan penggunaan obat. Ini termasuk
melakukan pengujian bahwa seseorang harus menerima oba yang diresepkan."

Seorang juru bicara dari Boots mengatakan, "Di Boots UK, segala hal yang kami lakukan,
setiap hari, adalah tentang bagaimana kami memelihara konsumen dan pasien kami secara

19
aman. Itu menjadi jantung bisnis kami. "Para apoteker kami diikat oleh petunjuk yang ketat
dalam mengeluarkan methadone. Kami melaksanakan review yang penuh dan menyeluruh
soal praktik kami atas insiden pada 2011 itu," lanjutnya.

15. Tujuh Distributor Obat Ilegal Diproses Pengadilan
Ivan Aditya | Kamis, 9 Agustus 2012 | 13:29 WIB
YOGYA (KRjogja.com) - Tujuh perusahaan di DIY yang diduga menjual obat keras ilegal,
telah dilaporkan pada pihak berwajib dan diproses di tingkat pengadilan. Perusahaan-
perusahaan tersebut dianggap melanggar hukum karena dengan sengaja menjual obat yang
tidak memiliki ijin edar.
Plt. Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) DIY, Zulaimah menuturkan,
ketujuh perusahaan tersebut diketahui menjual obat keras ilegal pada saat sidak rutin yang
dilakukan BBPOM DIY. Sebenarnya, mereka telah diberikan surat peringatan resmi, namun
tidak diindahkan.
"Karena sudah berkali-kali mendapatkan peringatan tetapi tidak tetap melakukan
pelanggaran, maka kita laporkan kasusnya ke proses pro justisia. Ketujuh perusahaan yang
menjual obat keras tersebut diketahui telah mendapatkan putusan pengadilan," ujarnya.
Menurutnya, mayoritas penjual obat keras tersebut melanggar ketentuan ijin edar. "Bahkan
ada beberapa obat keras yang mencantumkan nomor ijin edar, tetapi sebenarnya nomor itu
tidak berlaku lagi," tuturnya.
Penjualan obat yang tidak memiliki ijin edar tersebut, lanjutnya, dianggap telah melanggar
Undang-Undang kesehatan nomor 36 tahun 2009. Pelanggaran dalam UU tersebut akan
dikenakan denda tertinggi sebesar Rp150 juta. "Tetapi dari sekian kasus, denda tertinggi
yang diputuskan pengadilan berkisar Rp5-Rp7 juta saja," tuturnya.
Selain melaporkan tujuh perusahaan obat ilegal, BBPOM DIY juga memproses enam kasus
pro justisia lain. Diantaranya penjualan obat tradisional ilegal, penjualan pangan kadaluarsa,
dan kosmetik tanpa ijin edar.
"Total kasus yang diproses pro justisia pada tahun ini ada 13 kasus atau meningkat
dibanding tahun lalu yang hanya 11 kasus. Kebanyakan terjadi di wilayah kabupaten. Hampir
seluruh sarana tersebut telah mendapatkan pembinaan, namun terus melanggar. Sehingga
kita proses hukum agar ada efek jera," tandasnya. (Aie)



20
16. Izin 14 Apotek Dicabut
Jakarta, 16 Februari Sampai bulan Desember 1994 dalam tahun anggaran 1994/1995,
pemerintah telah menjatuhkan sanksi berupa penghentian sementara kegiatan 17
pedagang besar farmasi (PBF) dan 12 apotek; mencabut izin 14 apotek;
memberikan peringatan keras terhadap 5 PBF, 7 apotek dan 14 perusahaan
makanan; serta peringatan kepada 55 PBF dan 21 apotek.
Hal itu merupakan tindak lanjut pemerintah atas hasil pemeriksaan terhadap sarana
produksi dan distribusi obat, makanan, kosmetika dan alat kesehatan, yang merupakan
kegiatan rutin Kanwil Depkes di 27 provinsi.
Memberi penjelasan di depan rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR-RI
hari Rabu di Jakarta, Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes
Drs Wisnu Katim mengatakan, dari penyidikan kasus-kasus pelanggaran di
bidang produksi maupun distribusi oleh aparat PPNS Ditjen POM, pemerintah
juga telah menemukan 645 kasus pelanggaran. Dengan tindak lanjut: nonjusticia
362 kasus, ditangani kepolisian 133 kasus, kejaksaan 1 kasus, proses
pengadilan 48 kasus dan telah ditetapkan pengadilan 15 kasus.
Pemerintah juga telah melakukan operasi penertiban makanan dan minuman di
sarana distribusi di wilayah DKI Jakarta yang mencakup 15 supermarket dan 8
distributor. Diperoleh hasil 267 kaleng makanan rusak, 27.205 kaleng
tidak mencamtunkam tanggal daluwarsa, 460 kaleng minuman keras tidak memenuhi
ketentuan peredaran, 40.125 kaleng tidak terdaftar dan 22.498 kaleng tidak
memenuhi syarat label.
Untuk melindungi masyarakat terhadap penggunaan produk-produk yang tidak
memenuhi standar mutu, hingga Desember 1994 telah dilakukan pengambilan sampel
obat, makanan, kosmetika dan alat kesehatan, serta pengujian laboratorium di
27 provinsi dengan biaya anggaran rutin maupun anggaran pembangunan. Kegiatan
ini mencakup 22.882 sampel obat, 15.710 makanan, 8.513 kosmetika dan alat
kesehatan, 7.212 obat tradisional serta 5.308 narkoba.
Berdasarkan hasil pengujian itu telah dilakukan berbagai tindak lanjut
terutama recalling batch produk substandar, antara lain 296 batch obat dari
90 industri farmasi, 34 batch psikotropik dari 13 industri farmasi, 35 batch
kosmetik dari 27 industri kosmetika dan 4 batch alat kesehatan dari 3 industri
alat kesehatan.


21
Untuk obat tradisional dalam negeri dan impor masing-masing ditemukan 28 kasus
(umumnya karena tidak terdaftar) dan produk disegel/dimusnahkan. Sedangkan
untuk makanan ditemukan 397 kasus, umumnya karena masalah pewarna, pemanis
buatan dan lain-lain.
Menurut Dirjen POM, pemeriksaan terhadap produksi dan distribusi obat, makanan,
kosmetika dan alat kesehatan dilakukan makin intensif mengingat makin banyaknya
keluhan konsumen seiring dengan makin banyaknya produk yang beredar.
17. BBPOM NTB MUSNAHKAN 2.133 JENIS PRODUK ILEGAL

Mataram, 30/1 (ANTARA) - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Nusa
Tenggara Barat (NTB), Sabtu, memusnahkan 2.133 jenis produk ilegal yang dinilai berbahaya
bagi kesehatan karena tidak melalui ketentuan uji kelayakan konsumsi serta tidak berizin.

Proses pemusnahan digelar di halaman Kantor BBPOM NTB, dan disaksikan oleh Wakil
Gubernur NTB, H. Badurul Munir, Kepala BBPOM NTB, Hj. Sri Utami Ekaningtyas, utusan dari
Polda NTB, dan para pelaku usaha pemilik barang yang dimusnahkan.

Kepala BBPOM NTB, Hj. Sri Utami Ekaningtyas mengatakan, sebanyak 2.133 produk
ilegal yang dimusnahkan tersebut terdiri dari obat, obat-obatan tradisional, makanan,
minuman, kosmetika, produk komplemen dan bahan berbahaya (Omkaba).

"Seluruh produk yang dimusnahkan hari ini adalah temuan kami bersama tim
gabungan dari Provinsi NTB, Kota Mataram dan Lombok Barat sejak 2008-2009," ujarnya.

Ia mengatakan, seluruh produk itu disita dari 160 sarana distribusi seperti toko obat,
distributor makanan, distributor kosmetik, salon kecantikan dan depot jamu di seluruh
wilayah kabupaten/kota di NTB. Sebagian besar disita di wilayah Kota Mataram.

Produk ilegal atau tidak memenuhi ketentuan yang dimusnahkan itu meliputi produk
tanpa izin edar atau produk impor yang belum terdaftar, produk mengandung bahan
berbahaya, produk tidak mencantumkan nomor izin edar, produk kedaluarsa, produk tidak
memenuhi ketentuan penandaan, produk dengan nomor izin edar fiktif dan produk yang
disalurkan tanpa kewenangan.
Secara rinci, obat tanpa izin edar, impor ilegal dan di sarana tidak berwenang
sebanyak 130 jenis atau 13.783 kemasan, obat tradisional tanpa izin edar, impor ilegal dan
mengandung bahan kimia obat sebanyak 191 jenis atau 2.701 kemasan.


22
Sedangkan pangan tanpa izin edar, impor ilegal, kedaluarsa, rusak dan mengandung
bahan berbahaya sebanyak 444 jenis atau 42.775 kemasan dan kosmetika tanpa izin edar,
impor ilegal dan mengandung bahan berbahaya sebanyak 1.368 jenis atau 27.406 kemasan.
"Seluruh produk ilegal yang dimusnahkan itu ditaksir bernilai Rp450 juta," ujar Ekaningtyas.

Menurutnya, pemusnahan produk Omkaba ilegal itu merupakan tindak lanjut dari
pembinaan kepada pelaku usaha yang pada umumnya baru pertama kali melakukan
pelanggaran. Para pelaku usaha juga diminta membuat surat pernyataan atau komitmen
untuk tidak mengulangi mengedarkan Omkaba tanpa ada izin resmi.

Selain pembinaan dengan pemusnahan, Ekaningtyas menambahkan, beberapa kasus
pelanggaran di bidang obat dan makanan telah ditindaklanjuti secara pro-justitia. Pada 2007
dan 2008, sebanyak 10 kasus telah ditindaklanjuti secara pro-justitia dan yang sudah
mendapat putusan Pengadilan Negeri Mataram, sebanyak empat kasus dan dua kasus
sedang dalam proses banding. "Pada tahun ini tiga kasus yang masih dalam proses
pemberkasan. Mudah-mudahan dengan pengawasan yang kami lakukan secara intensif
mampu menekan peredaran Omkaba yang tidak memenuhi ketentuan di wilayah NTB,"
ujarnya.(*)

18. BPOM Padang Mempidanakan 5 Distributor Obat dan Makanan
Wed,17 July 2013 | 22:02

KBR68H, Padang -Badan Pengawas Obat dan Makanan Sumatera Barat menemukan
ratusan produk berbahaya, selama Januari hingga Juni 2013. Sementara 5 kasus berhasil di
pidanakan. Kepala BPOM Padang Indra Ginting mengatakan, tindakan hukum menjadi
pilihan karena jenis pelanggaran yang dilakukan distributor atau toko obat dan makanan
membahayakan kesehatan, dan sudah dilakukan berulang kali.

"Dari januari hingga juni ini, ada 5 kasus yang akan di bawa ke Pengadilan. Tapi masih
banyak yang kita pelajari. 5 kasus yang telah dilakukan tindakan hukum,saat ini sudah dalam
tahap pelimpahan ke kejaksaan, " ujar Indra Ginting.

Kepala BPOM Padang Indra Ginting menambahkan, kasus tersebut merupakan hasil
pengawasan dan pemeriksaan terhadap 637 sarana produksi ataupun distribusi obat dan
makanan yang ada di Solok, Pariaman, Bukitinggi, dan Padang.

You might also like