Professional Documents
Culture Documents
=
+
=
n
t
t
i
Ct Bt
NPV
0
) 1 (
) (
=
=
+
=
n
t
t
n
t
t
i
Ct Bt
i
Ct Bt
C B Net
0
0
) 1 (
) (
) 1 (
) (
/
0 ) ( > Ct Bt
0 ) ( > Ct Bt
proyek tersebut menguntungkan. Sebaliknya jika NPV<0 berarti proyek tersebut
tidak layak diusahakan (Choliq, Wirasasmita dan Hasan, 1999).
Cara perhitungan NPV menurut Kadariah, Karlina dan Gray (1999),
adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Bt = Benefit pada tahun ke t
Ct = Biaya pada tahun ke t
n = Umur ekonomis dari proyek
t = Tahun
4.3.6.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Menurut Ibrahim (2003), Net B/C merupakan perbandingan net benefit
yang telah didiskonto yang bernilai positif dengan net benefit yang telah di
discount yang bernilai negatif. J ika nilai Net B/C lebih besar dari satu berarti
gagasan suatu usaha layak untuk dikerjakan dan jika lebih kecil dari satu berarti
tidak layak untuk dikerjakan. Net B/C sama dengan satu berarti cash in flow sama
dengan cash outflow. Perhitungan Net B/C (Kadariah, Karlina dan Gray, 1999),
adalah sebagai berikut :
4.3.6.3 Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Choliq, Wirasasmita dan Hasan (1999), IRR adalah suatu kriteria
investasi untuk mengetahui presentase keuntungan dari suatu proyek tiap-tiap
tahun dan merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga
pinjaman. IRR adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan Net Present
Value sama dengan nol. J ika hasil perhitungan IRR lebih besar dari discount rate
dikatakan proyek tersebut layak, sedangkan IRR yang sama dengan discount rate
80
t
i I
v
PBP
) 1 ( +
=
berarti pulang pokok dan di bawah discount rate berarti proyek tersebut tidak
layak (Ibarahim, 2003).
Nilai IRR ditentukan dengan menghitung nilai NPV
1
dan nilai NPV
2
dengan cara coba-coba. Apabila nilai NPV
1
telah menunjukkan angka positif
maka discount factor yang kedua harus lebih besar dari discount rate, sebaliknya
apabila NPV
2
menunjukkan angka negatif maka discount factor yang kedua
berada di bawah discount rate. Berdasarkan hasil percobaan ini, nilai IRR berada
antara nilai NPV positif dan nilai NPV negatif yaitu NPV nol. Formula untuk
IRR (Ibrahim, 2003), adalah sebagai berikut :
Keterangan :
i
1
= Discount Rate yang menghasilkan NPV
1
i
2
= Discount Rate yang menghasilkan NPV
2
4.3.6.4 Payback Period
Menurut Ibrahim (2003), payback period adalah waktu tertentu yang
menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flow) secara kumulatif sama
dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Analisis Payback Period
diperlukan untuk mengetahui berapa lama usaha yang dikerjakan dapat
mengembalikan investasi. Semakin cepat dalam pengembalian biaya investasi
sebuah proyek, maka semakin baik proyek tersebut karena semakin lancar
perputaran modal. Perhitungan payback period menggunakan data yang telah
didiskontokan (discounted payback period) sebagai berikut :
Keterangan :
v = Nilai Investasi
I = Net Benefit
4.3.7 Analisis Sensitivitas
Menurut Kadariah, Karlina dan Gray (1999), analisis sensitivitas bertujuan
untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu
kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat.
) (
1 2
2 1
1
1
i i
NPV NPV
NPV
i IRR
+ =
81
Variasi yang digunakan pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti
(switching value). Analisis sensitivitas secara langsung memilih sejumlah nilai
yang dengan nilai tersebut dilakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap
penting pada analisa proyek dan kemudian dapat ditentukan pengaruh perubahan
terhadap daya tarik proyek. Sebaliknya, bila ingin dihitung suatu nilai pengganti
maka harus ditanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalam analisa
yang akan diganti agar supaya proyek dapat memenuhi tingkat minimum
diterimanya proyek sebagaimana ditunjukkan oleh salah satu ukuran-ukuran
kemanfaatan proyek (Gittinger, 1986).
Variabel-variabel yang akan dirubah dalam skenario analisis switching
value yaitu harga output, biaya input dan hasil produksi atau kuantitas output.
Perubahan variabel-variabel tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar pada
perhitungan biaya total, jumlah produksi, jumlah penerimaan dan manfaat bersih
dari usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor.
82
BAB V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Kecamatan Wanasalam
5.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah
Kecamatan Wanasalam merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Lebak Propinsi Banten. J arak dari Rangkasbitung sebagai ibukota
Kabupaten Lebak sekitar 120 km yang dihubungkan oleh jalan negara, propinsi
dan kabupaten. Secara administrasi wilayah Kecamatan Wanasalam dibatasi :
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Malingping
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Cikeusik Kabupaten
Pandeglang
Luas Kecamatan Wanasalam berdasarkan data pokok kecamatan tahun
2003/2004 adalah 12.922 ha yang terbagi pada 12 desa. J umlah penduduk
Kecamatan Wanasalam sampai dengan tahun 2004 sebanyak 44.157 jiwa, terdiri
dari laki-laki sebanyak 22.691 jiwa dan wanita sebanyak 21.466 jiwa (Bappeda
Kab. Lebak, 2005).
Bentuk fisiografi Kecamatan Wanasalam mempunyai bentang lahan
berada pada lereng datar sampai berbukit dengan kemiringan tanah 0-15 persen.
Ketinggian tempat mencapai 0-200 m di atas permukaan laut (dpl). Sebagian
besar lahan mencapai 98,8 persen merupakan dataran rendah (kurang dari 100 m
dpl) meliputi dataran 80,53 persen dan pantai 18,27 persen. Dataran tinggi (lebih
dari 100 m dpl) hanya mencapai 1,2 persen (Bappeda Kab. Lebak, 2005).
J enis tanah yang terdapat di Kecamatan Wanasalam adalah podsolik,
latosol, alluvial dan regosol yang mempunyai pH 4-7,5. Tingkat kesuburan tanah
secara umum dari tidak subur sampai agak subur dengan tingkat kepekaan
terhadap erosi dari tidak peka sampai sangat peka. Morfologi lahan
bergelombang hingga landai karena berbatasan dengan lautan. Keadaan curah
hujan menurut Schmidt-Ferguson termasuk pada iklim basah yaitu tipe A dan B.
J umlah curah hujan rata-rata per tahun berkisar antara 2.000-3.000 mm dengan
jumlah hari hujan 122-130 hari hujan per tahun (Bappeda Kab. Lebak, 2005).
83
Bencana yang perlu mendapat perhatian adalah bencana letusan gunung
api, gempa bumi dan bencana longsor akibat berkembangnya kegiatan pertanian
yang tidak berwawasan konservasi. Berdasarkan kondisi geologi (litologi,
stratigrafi dan struktur geologi), bentuk medan (sudut lereng dan bentuk muka
tanah), curah hujan, tata guna lahan dan kondisi kegempaan, Kecamatan
Wanasalam termasuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah rendah.
Pusat gempa dangkal yang terdekat yang pernah terjadi di sekitar Selat Sunda
dengan magnitude 6-6,9 dan 7-7,9 dengan kedalaman pusat gempa antara 0-65 km
(Bappeda Kab. Lebak, 2005).
Pemanfaatan lahan di Kecamatan Wanasalam didominasi oleh kawasan
budidaya dataran rendah (pertanian lahan basah dan lahan kering) dan kawasan
non budidaya (kawasan pariwisata, pengembangan pelabuhan laut, pemukiman
dan fasilitas umum).
5.1.2 Kependudukan
Kecamatan Wanasalam merupakan daerah pemekaran dari Kecamatan
Malingping pada tahun 2004 yang terdiri dari 12 Desa. J umlah penduduk tercatat
sebanyak 45.990 jiwa pada tahun 2004 dan 47.823 jiwa pada tahun 2005 dengan
jumlah penduduk terbesar terdapat di Desa Muara dan Wanasalam dengan
kepadatan penduduk masing-masing sebesar 6 jiwa/ha dan 5 jiwa/ha. Rata-rata
kepadatan penduduk di Kecamatan Wanasalam sebesar 3 jiwa/ha. Laju
pertambahan penduduk rata-rata di Kecamatan Wanasalam termasuk kategori
tinggi yaitu sebesar 1,87 persen per tahun (Bappeda Kab. Lebak, 2005).
5.1.3 Komposisi Pendidikan dan Tenaga Kerja
Komposisi penduduk Kecamatan Wanasalam pada tahun 2004
berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang
berpendidikan rendah (Sekolah Dasar) masih dominan mencapai 62,58 persen,
36,53 persen berpendidikan menengah (SMP dan SMU), sedangkan penduduk
yang berpendidikan tinggi (Perguruan Tinggi) hanya mencapai 0,41 persen.
Berkaitan dengan pengembangan usaha budidaya ikan di KJ A, maka salah satu
aspek yang perlu diperhatikan adalah sumber daya manusia petani. Sumber daya
84
manusia petani yang rendah akan menjadi faktor penghambat. Kegiatan yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan SDM petani dapat dilakukan melalui
kegiatan alih teknologi (Bappeda Kab. Lebak, 2005).
Komposisi penduduk berdasarkan matapencaharian pada tahun 2004
menunjukkan bahwa sektor pertanian (arti luas) merupakan sektor yang paling
banyak menyerap tenaga kerja, dimana sebesar 50,25 persen penduduk adalah
petani. Posisi kedua terbanyak matapencaharian penduduk sebagai buruh
tani/kebun mencapai 19,62 persen. Komposisi penduduk Kecamatan Wanasalam
berdasarkan matapencaharian pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi Penduduk Kecamatan Wanasalam berdasarkan
Matapencaharian pada Tahun 2004
No Matapencaharian Persentase (%)
1. Petani 50,25
2. Buruh tani/kebun 19,62
3. Buruh bangunan 15,21
4. Pedagang/pengusaha 8,18
5. Nelayan 3,61
6. Industri 1,31
7. PNS/TNI/Polri 1,25
8. Buruh industri 1,31
Jumlah 100,00
Sumber : Bappeda Kab. Lebak, 2005.
5.2 Gambaran Umum Waduk Cikoncang
Waduk Cikoncang berlokasi di Desa Cipedang Kecamatan Wanasalam.
Waduk ini selesai dibangun pada tahun 1993 dengan luas area 2.252 ha dan
kedalaman mencapai 10-15 m. Waduk Cikoncang termasuk dalam kategori
waduk dataran rendah dengan ketinggian lebih kurang 170 m dpl. Sumber utama
air waduk berasal dari sungai Cikoncang, Cibeureum, Sangiang dan anak sungai
Cipaas, Cikarang, Cikaludan dan Cihaer. Areal waduk mempunyai topografi alam
yang relatif datar dan tidak berbukit-bukit. Sarana penunjang di daerah ini kurang
85
memadai seperti fasilitas jalan yang rusak, jarak yang cukup jauh dari pasar dan
terminal. Kecamatan Wanasalam dapat ditempuh melalui jalan darat dari
Rangkasbitung dengan menggunakan angkutan umum bus dan mini bus, dari ibu
kota Kecamatan Wanasalam menuju Desa Cipedang dapat ditempuh dengan
kendaraan ojeg atau dengan cara menyewa kendaraan.
Fungsi awal pembangunan waduk Cikoncang adalah sebagai irigasi
pertanian, sediaan air dan pengendali banjir. Pemanfaatan Waduk dalam bidang
perikanan pada awalnya hanya terbatas pada penangkapan ikan, kemudian
berkembang dengan adanya kegiatan pemeliharaan ikan pada keramba jaring
apung pada tahun 2000. Perkembangan jumlah petani ikan jaring apung sampai
dengan tahun 2004 sebanyak empat orang, namun pada tahun 2006 petani ikan
berkurang menjadi satu orang.
Kondisi lingkungan yang ada disekitar waduk Cikoncang adanya pertanian
lahan surut untuk kegiatan bercocok tanam di beberapa daerah hulu sungai.
Selain usaha budidaya pembesaran ikan pada KJ A juga hadir usaha penangkapan
ikan dengan bagan terapung dan alat pancing. Bagian hilir bendungan/sungai
banyak dimanfaatkan untuk pertanian sawah. Daya dukung waduk adalah areal
kehutanan dan perkebunan yang masih dominan.
86
BAB VI. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA
6.1 Analisis Aspek-aspek Studi Kelayakan
Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk menganalisis kelayakan
suatu unit bisnis baik yang berbadan hukum maupun tidak. Hasil analisis
finansial akan lebih bermanfaat dengan dilengkapi dengan analisis aspek-aspek
studi kelayakan yang lain seperti aspek pasar, teknis, manjemen, hukum dan
lingkungan.
6.1.1 Analisis Aspek Pasar
Analisis aspek pasar dilakukan untuk mengamati permintaan, penawaran,
harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan ikan mas dan nila, struktur
pasar dan faktor persaingan usaha. Pangsa pasar ikan mas dan nila di Kabupaten
Lebak cukup prospektif dengan jumlah penduduk sampai dengan tahun 2006
sebanyak 1.202.909 jiwa.
6.1.1.1 Permintaan
Ikan mas dan nila merupakan ikan air tawar yang sudah dikenal oleh
masyarakat. Ikan ini banyak diusahakan melalui budidaya ikan di sawah, kolam
air tenang, kolam air deras maupun di keramba jaring apung. Tingkat permintaan
ikan mas dan nila dapat diketahui dengan cara menganalisis tingkat konsumsi ikan
secara keseluruhan.
Tabel 9. Konsumsi Ikan Per Kapita dan J umlah Konsumsi Ikan di Kabupaten
Lebak Tahun 2003-2006
Tahun
Konsumsi Ikan Per
Kapita (kg)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Jumlah Konsumsi
Ikan (kg)
2003 13,00 1.122.368 14.590.784,00
2004 13,50 1.125.475 15.193.912,50
2005 14,30 1.176.350 16.821.805,00
2006 16,94 1.202.909 20.377.278,46
Laju (%/tahun) 9,41 2,35 11,99
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak, 2007 (diolah)
Berdasarkan data Tabel 9, menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ikan di
Kabupaten Lebak setiap tahunnya meningkat dengan laju kenaikan sebesar 11,99
87
persen per tahun seiring dengan meningkatnya jumlah konsumsi ikan per kapita
dan jumlah penduduk. Kebutuhan konsumsi ikan bagi masyarakat sebagian dapat
dipenuhi melalui peningkatan produksi ikan mas dan nila pada kegiatan usaha
budidaya di KJ A.
6.1.1.2 Penawaran
J umlah penawaran ikan mas dan nila di Kabupaten Lebak diperoleh
berdasarkan data produksi dan jumlah ikan yang masuk dari luar daerah yang
mengalami kenaikan setiap tahunnya. Ikan mas dan nila diproduksi dari berbagai
kegiatan usaha budidaya seperti budidaya kolam air deras, kolam air tenang,
sawah dan jaring apung. J umlah penawaran ikan mas di Kabupaten Lebak pada
tahun 2006 sebesar 3.613,12 ton, dimana sebanyak 2.372,32 ton masih dipenuhi
dari luar daerah dan sebanyak 1.240,80 ton diproduksi di dalam daerah. J umlah
penawaran ikan nila pada tahun 2006 sebesar 623,90 ton dapat dipenuhi dari
produksi di dalam daerah (Tabel 10). Berdasarkan data tersebut menunjukkan
bahwa terdapat peluang usaha bagi peningkatan produksi ikan mas dan nila untuk
memenuhi kebutuhan ikan di Kabupaten Lebak.
Tabel 10. Produksi dan J umlah Ikan Mas dan Nila dari Luar Daerah Kabupaten
Lebak Tahun 2006
No
Jenis
Ikan
Produksi
(ton)
Jumlah Ikan yang
Masuk ke Kabupaten
Lebak (ton)
Jumlah (ton)
1. Mas 1.240,80 2.372,32 3.613,12
2. Nila 623,90 - 632,90
J umlah 1.864,70 2.372,32 4.246,02
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak, 2007.
6.1.1.3 Harga
Harga ikan mas dan nila di tingkat petani cukup beragam per musim
tanamnya. Harga rata-rata ikan mas pada musim tanam pertama dijual dengan
harga Rp. 9.500/kg, musim tanam kedua senilai Rp. 10.000/kg, musim tanam
ketiga senilai Rp. 10.500/kg dan musim tanam keempat senilai Rp.9.500/kg.
Harga ikan mas tertinggi dicapai pada musim tanam (MT) kedua dan ketiga
88
sekitar bulan April-J uni dan J uli-September, dimana terjadi kenaikan harga ikan
akibat berkurangnya pasokan ikan karena musim kemarau. Harga ikan mas hasil
produksi KJA cukup bersaing dengan harga produk yang sama dari luar daerah,
dimana harga ikan mas dari luar daerah lebih tinggi dengan selisih antara Rp.500-
Rp. 1.000. Harga rata-rata ikan nila pada musim tanam kedua dan keempat
masing-masing dijual dengan harga Rp. 7.500 dan Rp. 7.000 per kilogramnya.
6.1.1.4 Strategi Pemasaran
Menurut Husnan dan Muhamad (2000), bauran pemasaran (marketing mix)
merupakan salah satu strategi pemasaran yang bertujuan agar produk dapat
dipasarkan dan dapat mencapai market share. Komponen-komponen bauran
pemasaran lazim disebut dengan 4p yaitu produk (product), harga (price), saluran
distribusi (place) dan promosi (promotion).
1) Produk
Produk ikan mas dan nila yang dijual disesuaikan dengan kebutuhan pasar
baik dalam ukuran, berkesinambungan, bentuk dan kualitas atau mutu. Ukuran
ikan mas yang dijual berkisar antara 125-250 gram per ekor, sedangkan untuk
ikan nila sekitar 320-500 gram per ekor. Kesinambungan penjualan ikan mas dan
nila perlu ditingkatkan untuk memenuhi permintaaan pasar dengan cara mengatur
pola tanam. Bentuk ikan mas dan nila yang dijual berupa ikan hidup atau ikan
segar sesuai dengan permintaan pasar, sehingga mutu ikan dapat dipertahankan.
2) Harga
Harga produk merupakan salah satu komponen yang perlu diperhatikan
dalam pemasaran agar dapat bersaing dengan produk yang sama. Harga ikan mas
pada tingkat petani yang berasal dari daerah penelitian dijual lebih rendah dari
harga ikan yang berasal dari luar daerah, sehingga memiliki daya saing yang
cukup tinggi.
3) Saluran Distribusi
Distribusi ikan mas dan nila dilakukan dengan cara transportasi ikan
hidup. Ikan yang didistribusikan ke pedagang pengumpul dilengkapi dengan
oksigen, bertujuan untuk menjaga mutu produk. Saluran distribusi penjualan
ikan mas dan nila di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Penjualan
ikan mas dan nila ada yang langsung ke konsumen akhir atau melalui pedagang
89
pengumpul dan akhirnya ke konsumen akhir. Saluran yang ke tiga yaitu dari
petani ditampung oleh pedagang pengumpul kemudian disalurkan ke pedagang
pengecer dan akhirnya ke konsumen akhir.
Gambar 4. Saluran Distribusi Penjualan Ikan Mas dan Nila
di KJ A Waduk Cikoncang.
4) Promosi
Pemerintah Daerah telah berupaya membantu promosi produk perikanan
dengan tujuan untuk meningkatkan konsumsi ikan masyarakat yaitu melalui
program Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan pameran pembangunan.
Beberapa kegiatan promosi yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan poster
dan leaflet berisi tentang manfaat ikan dan cara memilih ikan yang aman (food
safety).
6.1.1.5 Perkiraan Penjualan
Perkiraan penjualan ikan mas yang bisa dicapai dari hasil budidaya KJ A di
daerah penelitian rata-rata sebanyak 13,43 ton/musim tanam dan ikan nila
sebanyak 1,7 ton/musim tanam, perkiraan penjualan disesuaikan dengan
kemampuan produksi. Produksi ikan mas dan nila baru mampu mengisi
penawaran sebesar 1,33 persen dari total keseluruhan penawaran ikan mas dan
nila sebesar 4.246,02 ton pada tahun 2006.
6.1.1.6 Struktur Pasar
Harga ikan mas dan nila ditentukan oleh skema pasar yaitu permintaan dan
penawaran. Terdapat banyak penjual ikan baik dari dalam daerah dan luar daerah.
Penawaran ikan mas dan nila dari dalam daerah berasal dari budidaya kolam,
sawah dan KJ A. Pembeli ikan mas dan nila terdiri dari berbagai kegiatan baik
Petani ikan
Konsumen
akhir
Pedagang pengumpul Pedagang pengumpul
Pedagang pengecer
90
komersial maupun non komersial seperti rumah makan, pemancingan dan
konsumsi rumah tangga.
6.1.1.7 Persaingan Usaha
Faktor persaingan yang perlu diperhatikan di daerah penelitian yaitu
kegiatan usaha budidaya ikan di kolam dan sawah. Persaingan usaha tersebut
tidak ada permasalahan karena pasar mampu menyerap komoditas ikan mas dan
nila.
6.1.2 Analisis Aspek Teknis
Analisis aspek teknis membahas tentang lokasi kegiatan usaha, luas
produksi, lay out KJ A dan pemilihan jenis teknologi dan peralatan serta kegiatan
budidaya. Aspek teknis dapat menguji kelayakan usaha pembesaran ikan mas dan
nila pada KJ A secara teknis dan pengoperasiannya.
6.1.2.1 Lokasi Usaha
Lokasi kegiatan usaha budidaya pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A
di daerah penelitian dipilih berdasarkan pada ketersediaan lahan waduk yang
memadai, yaitu :
1) Sumber air waduk Cikoncang berasal dari aliran sungai sehingga sirkulasi air
dalam kondisi baik.
2) Waduk Cikoncang memiliki kedalaman lebih dari lima meter sesuai dengan
persyaratan minimal kedalaman untuk kegiatan budidaya pada KJ A.
3) Waduk Cikoncang terletak di dataran rendah sehingga peluang terjadinya up
welling (umbalan) sangat kecil dibanding dengan waduk yang terletak di
dataran tinggi. Up welling merupakan gejala alam yang mengakibatkan arus
balik dari dasar waduk yang dapat mengapungkan lumpur ke permukaan
perairan, biasanya terjadi pada pergantian musim dari musim kemarau ke
hujan.
4) Pemanfaatan waduk baru mencapai 0,006 persen (1.280 m
2
) masih di bawah
batas maksimum yang ditetapkan sebesar 10 persen dari luas total areal waduk
seluas 2.252 ha. Penetapan batas maksimum pemanfaatan waduk untuk
kegiatan budidaya ikan bertujuan agar ekosistem perairan tetap lestari dalam
jangka panjang.
91
5) Waduk Cikoncang merupakan salah satu perairan umum yang dapat
dimanfaatkan oleh setiap orang.
6.1.2.2 Luas Produksi, Produktifitas dan Rencana Produksi
Produksi lima unit KJ A di daerah penelitian rata-rata menghasilkan ikan
mas sebanyak 13,43 ton/musim tanam dan ikan nila sebanyak 1,70 ton/musim
tanam. Produksi ikan mas dan nila tertinggi dapat dicapai pada musim tanam ke-4
antara bulan Oktober-Desember yang didukung oleh kualitas dan suplay air yang
baik. J umlah produksi ikan mas dan nila per musim tanam selama umur
ekonomis KJ A sistem jaring kolor dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Produksi Ikan Mas dan Nila di KJ A Waduk Cikoncang per Musim
Tanam
No.
Jenis
Ikan
Produksi (kg)
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Jumlah
MT 1 MT2 MT3 MT4 MT 1 MT2 MT3 MT4
1. Mas
13.450
13.420
13.415
13.440
13.455
13.423
13.416
13.442
107.461
2. Nila -
1.740 -
1.750 -
1.741 -
1.753
6.984
J umlah
13.450
15.160
13.415
15.190
13.455
15.164
13.416
15.195
114.445
Hasil produksi ikan mas dan nila diperoleh pada tiap akhir periode Musim
Tanam (MT). Musim tanam ikan mas dalam satu tahun terdiri dari empat kali,
Periode MT pertama ikan mas antara bulan J anuari-Maret, periode MT kedua
antara bulan April-J uni, periode MT ketiga antara bulan J uli-September dan
periode MT keempat antara bulan Oktober-Desember. Siklus produksi ikan mas
di KJ A sistem jaring kolor berfluktuasi bergantung pada MT. Akhir periode MT
kedua dan ketiga bertepatan dengan musim kemarau dimana kualitas air menjadi
menurun. Pengaruh negatif penurunan kualitas air menyebabkan produksi ikan
mas rendah. Siklus produksi ikan mas di KJ A sistem jaring kolor disajikan pada
Gambar 5.
92
Siklus Produksi Ikan Nila Per MusimTanam
Selama 2 Tahun
1.740
1.750
1.741
1.753
1.730
1.735
1.740
1.745
1.750
1.755
MT 1 MT 2 MT 1 MT 2
Tahun ke-1 Tahun ke-2
P
r
o
d
u
k
s
i
(
k
g
)
Siklus Produksi Ikan Mas Per MusimTanamSelama 2 Tahun
13.450
13.420
13.415
13.440
13.455
13.423
13.416
13.442
13.390
13.400
13.410
13.420
13.430
13.440
13.450
13.460
MT 1 MT 2 MT 3 MT 4 MT 1 MT 2 MT 3 MT 4
Tahun ke-1 Tahun ke-2
P
r
o
d
u
k
s
i
(
k
g
)
Gambar 5. Siklus Produksi Ikan Mas Per Musim Tanam Selama 2 Tahun
Musim tanam ikan nila hanya dua kali per tahun, hal ini dikarenakan
pemeliharaan ikan nila tidak intensif pakan sehingga diperlukan waktu yang lebih
lama untuk pemeliharaannya yaitu enam bulan. Periode MT pertama ikan nila
antara bulan J anuari-J uni, periode MT kedua antara bulan J uli-Desember. Siklus
produksi ikan nila hampir sama dengan ikan mas berfluktuasi bergantung pada
MT. Akhir periode MT pertama sebagai waktu panen ikan nila bertepatan dengan
musim kemarau dimana kualitas air menjadi menurun. Pengaruh negatif
penurunan kualitas air menyebabkan produksi ikan nila rendah. Siklus produksi
ikan nila di KJ A sistem jaring kolor disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Siklus Produksi Ikan Nila Per Musim Tanam Selama 2 Tahun
93
Produktifitas usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring
kolor dapat diketahui dari perbandingan produksi dengan luas lahan usaha.
J umlah produksi rata-rata ikan mas dan nila (polikultur) sebesar 14.305,63
kg/tahun dengan luas usaha 1.280 m
2
. Produktifitas usaha pembesaran ikan mas
dan nila pada KJ A sistem jaring kolor di daerah penelitian sebesar 11,18 kg/m
2
,
namun dibandingkan dengan produktifitas usaha yang sama di waduk Cirata
masih tertinggal jauh. Produktifitas budidaya ikan mas dan nila di waduk Cirata
mencapai 32,14 kg/m
2
(Maulana, 2003).
Rencana produksi mengacu pada target maksimum luas usaha yang boleh
digarap sebesar 10 persen dari total areal waduk seluas 2.252 ha yaitu 225,2 ha
(2.252.000 m
2
). Diperkirakan jumlah produksi ikan mas dengan luasan usaha
2.252.000 m
2
mencapai 94.532.367,09 kg/tahun dan ikan nila mencapai
6.144.634,65 kg/tahun dengan asumsi produksi rata-rata ikan mas sebesar
53.730,50 kg/tahun dan ikan nila sebesar 3.492,50 kg/tahun untuk setiap luasan
1.280 m
2
(lima unit KJ A sistem jaring kolor). Berdasarkan data tersebut serta
mengacu pada data produksi ikan mas dan nila yang masuk dari luar daerah,
menunjukkan bahwa produksi ikan KJ A sistem jaring kolor dapat memenuhi
kebutuhan ikan di daerah Kabupaten Lebak bahkan mampu untuk memasok ikan
ke luar daerah. Untuk mencapai produksi sesuai dengan rencana diperlukan
benih ikan mas sebanyak 7.037.520 kg/tahun dan benih ikan nila sebanyak
5.278.140 kg/tahun (asumsi luasan usaha 1.280 m
2
dibutuhkan benih rata-rata
ikan mas sebesar 4.000 kg/tahun dan ikan nila sebesar 3.000 kg/tahun). Besarnya
kebutuhan ikan mas dan nila menjadi peluang besar untuk pengembangan unit-
unit usaha pembenihan ikan oleh masyarakat sekitar. Semakin dekatnya sumber-
sumber input dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi.
6.1.2.3 Lay Out Keramba J aring Apung
Konstruksi keramba jaring apung terdiri dari kerangka jaring, pelampung
dan kantong atau jaring pemeliharaan ikan.
1) Kerangka jaring apung menggunakan bambu dan kayu kaso yang memiliki
daya tahan selama dua tahun. Kerangka bambu berfungsi untuk
menggantungkan kantong jaring dan sebagai tempat pijakan di atas keramba
94
jaring apung. Kerangka kayu digunakan untuk menjepit pelampung agar tidak
terlepas. J umlah bambu yang digunakan sebanyak 600 batang per lima unit
KJ A dan menggunakan kayu kaso sebanyak 500 batang per lima unit KJ A.
2) Pelampung yang digunakan terdiri dari drum plastik. Penggunaan pelampung
bertujuan agar kantong jaring dapat terapung dipermukaan air. Drum plastik
yang digunakan sebanyak 240 buah.
3) Kantong atau jaring digunakan untuk wadah pemeliharaan ikan. Bahan jaring
yang digunakan harus memenuhi syarat kuat dan tahan lama. Bahan jaring
yang digunakan biasanya terbuat dari net nylon atau polyethylene. J aring yang
digunakan terdiri dari jaring lapisan atas (kolam jaring atas) berukuran
7x7x2,5 m dengan lebar mata jaring 1,27 cm dan jaring lapisan bawah (kolam
jaring bawah/jaring kolor) berukuran 16x16x3 m dengan lebar mata jaring
3,81 cm. J aring lapisan atas digunakan untuk pemeliharaan ikan mas dan
jaring lapisan bawah digunakan untuk pemeliharaan ikan nila. Setiap unit
KJ A terdiri dari empat kolam jaring lapisan atas dan satu kolam jaring lapisan
bawah. J umlah KJ A yang diusahakan sebanyak lima unit terdiri dari 20
kolam jaring atas (980 m
2
) dan lima kolam jaring bawah/jaring kolor
(1.280 m
2
).
6.1.2.4 Teknologi dan peralatan
Kegiatan budidaya ikan mas dan nila di daerah penelitian termasuk dalam
kategori budidaya pembesaran ikan. Teknologi pembesaran ikan mas dan nila
yang digunakan di area waduk adalah teknologi keramba jaring apung dilengkapi
kolam jaring atas dan kolam jaring bawah (jaring kolor). Ikan mas dipelihara
pada kolam jaring atas dan ikan nila dipelihara pada kolam jaring bawah.
Perlengkapan yang dipergunakan untuk menunjang kegiatan usaha budidaya ikan
pada KJ A yaitu tabung oksigen, plastik bag, serok, ember plastik, baskom plastik
dan perahu.
6.1.2.5 Penggunaan Input
Input yang digunakan pada kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila
di KJ A sistem jaring kolor terdiri dari input tetap dan variabel. Input tetap yang
digunakan terdiri dari konstruksi KJ A dan perlengkapannya. J enis input tetap dan
variabel dapat dilihat pada Tabel 12.
95
Tabel 12. J enis Input Tetap dan Variabel yang Digunakan pada Usaha
Pembesaran Ikan Mas dan Nila di KJ A Waduk Cikoncang
No. Jenis Input
I. Input Tetap :
Bahan jaring
Drum plastik
Bambu
Kayu Kaso
Paku
Tambang
Bandul/pemberat
J angkar
Rumah jaga
Tabung oksigen
Plastik bag
Serok
Ember dan Baskom plastik
Perahu
II. Input Variabel :
Benih ikan mas dan nila
Pakan
Tenaga kerja
Obat-obatan
Isi ulang oksigen
6.1.2.6 Kegiatan Budidaya
Kegiatan budidaya ikan di daerah penelitian merupakan teknik
pembesaran ikan mas dan nila dengan menggunakan teknik KJ A jaring kolor.
KJ A tersebut terdiri dari kolam jaring atas dan kolam jaring bawah/jaring kolor.
Kegiatan budidaya pembesaran ikan pada KJ A jaring kolor di waduk Cikoncang
dapat dilihat pada Lampiran 1. Tahapan kegiatan pembesaran ikan yaitu tahap
persiapan, penebaran benih, pemberian pakan, pengendalian penyakit, panen dan
penanganan paska panen.
1) Persiapan
Tahap persiapan pembesaran ikan mas dan nila yaitu pengadaan sarana
dan prasarana atau input, penyusunan konstruksi KJ A. Penentuan lokasi
tempet peletakan KJ A dipilih perairan yang memiliki kedalaman lebih dari
lima meter dan tidak ditempatkan dekat dengan pintu air.
96
2) Penebaran Benih
Benih ikan mas yang ditebarkan berukuran 5-8 cm atau berumur sekitar
1,5-2 bulan dengan jumlah benih sekitar 50 kg/kolam jaring atas atau sekitar
5.000 ekor/kolam jaring atas (jumlah ikan per kilogram sekitar 100 ekor).
J umlah benih ikan mas dalam lima unit KJ A sebanyak 1.000 kg atau sekitar
100.000 ekor. Benih ikan mas dipelihara selama tiga bulan sampai ikan siap
dipanen. Benih ikan nila yang ditebar mempunyai ukuran 8-12 cm atau
berumur sekitar 2-4 bulan dengan jumlah ikan sekitar 300 kg/kolam jaring
bawah atau sekitar 15.000 ekor/kolam jaring bawah (jumlah ikan per kilogram
sekitar 50 ekor). J umlah ikan nila dalam lima unit KJ A sebanyak 1.500 kg
atau sekitar 75.000 ekor. Lama pemeliharaan benih ikan nila selama enam
bulan sampai ikan siap dipanen. Ikan nila yang dipelihara pada kolam jaring
bawah/kolam jaring kolor tidak diberikan pakan secara langsung, akan tetapi
memanfaatkan sisa pakan ikan mas yang dipelihara pada kolam jaring atas.
Benih ikan mas diperoleh dari luar daerah dengan kisaran harga pada tingkat
petani antara Rp. 22.000 Rp. 25.000/kg, sedangkan benih ikan nila diperoleh
dari Balai Benih Ikan dan pembenihan masyarakat sekitar dengan harga pada
tingkat petani senilai Rp. 12.500/kg.
3) Pemberian Pakan
Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
kegiatan budidaya ikan, karena pembesaran ikan pada KJ A bergantung pada
pemberian pakan tambahan. Pakan yang digunakan berupa pakan
buatan/pellet memiliki sifat terapung sehingga memudahkan dalam melakukan
pengawasan terhadap perkembangan ikan. Pakan yang diberikan memiliki
ukuran sekitar 2 mm. Frekuensi pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga
kali dalam sehari yaitu pada waktu pagi, siang dan sore hari. Pakan diberikan
secara langsung pada ikan mas di kolam jaring atas, sedangkan ikan nila hanya
menerima sisa-sisa pakan dari ikan mas. Harga pakan ikan pada tingkat petani
berkisar Rp. 4.200 Rp. 4.500/kg.
4) Pengendalian Penyakit
Serangan penyakit pada ikan di daerah penelitian jarang terjadi, hal ini
disebabkan kondisi kualitas air waduk masih cukup baik. Penyakit yang
97
pernah terjadi pada ikan ditandai kulit luka memerah dan sisik pada luka
terlepas diakibatkan oleh bakteri Aeromonas hydrophiladan. Pengobatan
dapat dilakukan dengan cara penyuntikan dengan Terramycine 25-30 mg/kg
ikan, diulang tiga hari sekali sebanyak tiga kali ulangan atau dengan cara
mencampur pakan dengan Terramycine 50 mg/kg ikan/hari selama 7-10 hari.
5) Panen dan Penanganan Pasca Panen
Panen ikan mas dilakukan sampai usia pemeliharaan selama tiga bulan
dan ikan nila selama enam bulan. Panen ikan dilakukan pada pagi hari untuk
menjaga kondisi ikan tetap segar. Ikan yang akan dipanen dipuasakan selama
satu hari dengan tujuan agar pada saat pendistribusian ikan tidak banyak
mengeluarkan kotoran yang dapat menyebabkan racun. Panen ikan dilakukan
dengan cara mengangkat jaring sehingga dapat mempermudah penangkapan
ikan, kemudian dilakukan penimbangan. Ikan mas didistribusikan dengan
cara memasukan ikan kedalam plastik yang diberi air bersih dan oksigen,
sedangkan ikan nila memiliki kondisi fisik lebih kuat dimasukan ke dalam
drum plastik yang diberi air tanpa oksigen.
6.1.3 Analisis Aspek Manajemen
Aspek manajemen yang dianalisis meliputi struktur organisasi, spesifikasi
tenaga kerja, wewenang dan tanggung jawab, kebutuhan upah dan pelaksana
kegiatan usaha dan jadwal kegiatan usaha. Struktur organisasi petani pengelola
kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A hanya terdiri atas ketua
dan anggota. Petani pemilik merangkap sebagai ketua, pemilik modal dan
pengelola keuangan, sedangkan tenaga kerja yang berjumlah tiga orang sebagai
anggota. Ketua memiliki wewenang dan bertanggung jawab atas kelancaran
kegiatan budidaya baik secara teknis dan keuangan secara keseluruhan. Tenaga
kerja memiliki pengalaman dalam kegiatan budidaya di kolam dan sawah.
Tenaga kerja memiliki tanggung jawab terhadap kelancaran kegiatan pembesaran
ikan pada KJ A secara teknis. Pelaksanaan kegiatan usaha pembesaran ikan mas
dilaksanakan selama tiga bulan dan ikan nila selama enam bulan. J adwal kegiatan
usaha pembesaran ikan meliputi jadwal pemberian pakan dan memeriksa
98
persediaan pakan, pengawasan adanya gangguan atau kerusakan pada jaring
dengan cara membagi jadwal penjagaan.
6.1.4 Analisis Aspek Hukum
Aspek hukum yang dianalisis terdiri dari bentuk badan usaha dan izin
usaha. Bentuk badan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A di daerah
penelitian merupakan badan usaha perorangan. Sesuai dengan Peraturan Daerah
Propinsi Banten Nomor 6 Tahun 2004 tentang Izin Usaha Perikanan dinyatakan
bahwa setiap usaha perikanan yang berdomisili di Propinsi Banten wajib memiliki
izin. Usaha pembudidayaan ikan pada Keramba J aring Apung yang memiliki
lebih dari empat unit diwajibkan memiliki izin dan dikenakan retribusi sebesar
Rp. 14.000/unit/tahun, dengan asumsi satu unit =4x(7x7x2,5m3). Usaha KJ A
yang luasnya 2,5 ha atau lebih, atau jumlahnya 500 unit atau lebih wajib
dilengkapi dengan analisis Dampak Lingkungan.
6.1.5 Analisis Aspek Lingkungan
Pemeliharaan ikan mas dan nila pada KJ A di waduk memiliki dampak
positif dan negatif terhadap lingkungan perairan dan masyarakat sekitar waduk.
Dampak positif terhadap masyarakat yaitu dapat terserapnya tenaga kerja baru dan
ekonomi masyarakat dapat diberdayakan mulai dari tingkat petani pembenih,
pembesaran dan penjual serta pemilik sarana transportasi. Dampak positif
terhadap lingkungan yaitu terpeliharanya kelestarian sumber daya ikan di perairan
waduk karena kegiatan perikanan tidak bergantung pada penangkapan ikan. Sisa-
sisa pakan dari KJ A dapat dimanfaatkan sebagai makanan bagi ikan-ikan yang
hidup bebas di luar area KJ A.
Dampak negatif dari adanya kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila
pada KJ A di waduk masih dalam batas kewajaran. Populasi unit KJ A masih
sedikit sehingga tidak berpengaruh buruk terhadap kualitas air.
6.1.6 Analisis Aspek Finansial/Keuangan
Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantitatif
usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor. Analisis
99
finansial dilakukan pada ikan mas sebagai komoditas utama yang dipelihara pada
kolam jaring atas dan ikan nila sebagai komoditas tambahan yang dipelihara pada
kolam jaring kolor/jaring bawah. Untuk menganalisis aspek finansial diperlukan
analisis biaya dan manfaat, nilai arus tunai (cash flow), kemudian dapat dihitung
beberapa kriteria investasi yaitu NPV, IRR dan Net B/C. Analisis kriteria
investasi sebagai ukuran tentang layak tidaknya kegiatan usaha dilihat dari segi
keuangan (Ibrahim, 2003). Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis
finansial usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor,
yaitu :
1) Umur ekonomis sekitar dua tahun berdasarkan kegunaan konstruksi KJ A
secara ekonomis
2) Pola tanam usaha pembesaran ikan mas sebanyak empat kali musim tanam per
tahun dan ikan nila sebanyak dua kali musim tanam per tahun. Masa
pemeliharaan ikan mas selama tiga bulan dan ikan nila selama enam bulan.
3) Biaya investasi dikeluarkan dalam satu tahun yaitu pada tahun ke nol
4) Tingkat suku bunga ditetapkan sebesar 13 persen sesuai dengan rata-rata
tingkat suku bunga kredit yang berlaku saat ini di Bank Umum
5) Modal investasi yang digunakan berasal dari modal pribadi pemilik
6.1.6.1 Analisis Biaya
Biaya kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila meliputi biaya
investasi, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi yang diperhitungkan
dalam arus tunai (cash flow) terdiri dari :
1) Biaya investasi awal yang dikeluarkan pada tahun ke nol
2) Biaya reinvestasi yang muncul pada saat proyek berjalan.
Biaya investasi awal terdiri atas biaya investasi kolam jaring atas dan
bawah serta biaya investasi perlengkapan. Perhitungan biaya investasi awal untuk
lima unit KJ A sistem jaring kolor dapat dilihat pada Tabel 13. Biaya investasi
awal terbesar berasal dari biaya pembangunan konstruksi kolam jaring atas senilai
Rp. 38.252.500. Total biaya investasi awal untuk lima unit KJ A sistem jaring
kolor sebesar Rp. 60.437.500.
100
Tabel 13. Perhitungan Biaya Investasi 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor
No. Komponen Biaya Satuan
Jumlah
Unit
Harga Satuan
(Rp.)
Jumlah
Biaya (Rp.)
1 2 3 4 5 6=4x5
I. Biaya Investasi Kolam
Jaring Atas
1 Drum plastic buah 240 13.000 3.120.000
2 Bambu batang 600 3.000 1.800.000
3 Kayu kaso batang 500 3.500 1.750.000
4 Bahan jarring atas kg 500 45.000 22.500.000
5 Paku kg 175 7.500 1.312.500
6 Tambang kg 90 25.000 2.250.000
7 Bandul/pemberat buah 80 17.500 1.400.000
8 J angkar buah 8 65.000 520.000
9 Biaya pengerjaan (5 hari) orang 4 30.000 600.000
10 Rumah J aga unit 1 3.000.000 3.000.000
Jumlah I 38.252.500
II. Biaya Investasi Kolam
Jaring Bawah/Kolor
1 Bahan jarring kolor kg 250 45.000 11.250.000
2 Tambang kg 60 25.000 1.500.000
3 Bandul/pemberat buah 40 17.500 700.000
4 Biaya pengerjaan (2 hari) orang 4 30.000 240.000
Jumlah II 13.690.000
III. Biaya Investasi
Perlengkapan
1 Tabung oksigen berat kotor
75kg
buah 4 950.000 3.800.000
2 Plastik bag kg 5 22.500 112.500
3 Serok buah 5 12.500 62.500
4 Ember plastik buah 2 5.000 10.000
5 Baskom plastik buah 2 5.000 10.000
6 Perahu unit 1 4.500.000 4.500.000
Jumlah III 8.495.000
Jumlah Total 60.437.500
Biaya pengadaan bahan jaring merupakan komponen biaya investasi awal
terbesar. Tingginya biaya investasi dikarenakan komponen utama konstruksi KJ A
seperti bahan jaring dan jangkar berasal dari luar daerah.
Tabel 14. Perhitungan Biaya Reinvestasi Perlengkapan
No. Komponen Biaya Satuan
Jumlah
Unit
Harga Satuan
(Rp.)
Jumlah Biaya
(Rp.)
1 2 3 4 5 6=4x5
1 Plastik bag kg 5 22.500 112.500
2 Serok buah 5 12.500 62.500
3 Ember plastik buah 2 5.000 10.000
4 Baskom plastik buah 2 5.000 10.000
Jumlah 195.000
101
Total biaya reinvestasi yang diperhitungkan dalam arus tunai pada tahun
ke dua sebesar Rp. 195.000. Perhitungan biaya reinvestasi usaha pembesaran ikan
mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor ditampilkan pada Tabel 14.
Tabel 15. Perhitungan Biaya Variabel Tahun Ke-1 Usaha Pembesaran Ikan Mas
dan Nila pada 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor
No. Komponen Biaya Satuan
Jumlah
Unit
Harga Satuan
(Rp.)
Jumlah Biaya
(Rp.)
1 2 3 4 5 6=4x5
I. Musim Tanam 1 :
1 Pakan kg 20.000 4.200 84.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 22.000 22.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila kg 1.500 12.300 18.450.000
5 Biaya Angkut Benih kali 1 850.000 850.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 9 50.000 450.000
J umlah I 132.695.000
II. Musim Tanam 2 :
1 Pakan kg 20.000 4.200 84.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 23.000 23.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila - - - -
5 Biaya Angkut Benih kali 1 700.000 700.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 10 50.000 500.000
J umlah II 115.145.000
III. Musim Tanam 3 :
1 Pakan kg 20.000 4.200 84.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 25.000 25.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila kg 1.500 12.500 18.750.000
5 Biaya Angkut Benih kali 1 850.000 850.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 9 50.000 450.000
J umlah 3 135.995.000
IV. Musim Tanam 4 :
1 Pakan kg 20.000 4.200 84.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 24.000 24.000.000
3 Upah TK (3 orang) org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila - - - -
5 Biaya Angkut Benih kali 1 700.000 700.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 10 50.000 500.000
J umlah 4 116.145.000
Total Biaya Variabel Tahun ke-1 499.980.000
102
Komponen biaya yang diperhitungkan dalam biaya reinvestasi merupakan
komponen-komponen yang memiliki umur kegunaannya kurang dari dua tahun.
Biaya reinvestasi muncul pada awal tahun ke dua yaitu untuk mengganti biaya
perlengkapan yang mengalami kerusakan.
Komponen biaya variabel terdiri dari biaya pembelian benih ikan mas dan
nila, pakan dan upah tenaga kerja, biaya angkut benih, obat-obatan, upah panen
dan isi ulang oksigen. Rincian perhitungan biaya variabel tahun pertama usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada 5 unit KJ A Sistem J aring Kolor disajikan
pada Tabel 15.
Berdasarkan perhitungan biaya variabel pada tahun pertama menunjukkan
bahwa komponen terbesar biaya variabel berasal dari pembelian pakan mencapai
Rp. 84.000.000/musim tanam. Biaya pakan menyumbang 74,67 persen atau Rp.
336.000.000 terhadap total biaya variabel pada tahun pertama. Besarnya biaya
pakan dikarenakan pemeliharaan ikan mas di KJ A memerlukan intensifikasi
pemberian pakan buatan dan adanya keterbatasan ruang gerak ikan mas untuk
mencari makanan tambahan alami. Komponen kedua terbesar biaya variabel yaitu
biaya benih ikan mas dan nila mencapai 26,24 persen atau Rp.131.200.000 dari
total biaya variabel pada tahun pertama.
Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa biaya variabel pada tahun
kedua mengalami peningkatan sebesar 4,8 persen atau meningkat menjadi Rp.
523.980.000. Peningkatan biaya variabel tahun kedua dipengaruhi oleh kenaikan
harga pakan sebesar 7,14 persen dari Rp. 4.200/kg menjadi Rp. 4.500/kg. Harga
benih ikan mas tertinggi dicapai pada musim tanam ketiga dan keempat karena
awal musim tanam sekitar bulan J uli dan Oktober sudah memasuki musim
kemarau, dimana pasokan benih berkurang yang menyebabkan harga benih
menjadi naik. Kenaikan harga benih ikan mas tertinggi pada MT ketiga yaitu dari
harga Rp.23.000/kg menjadi Rp. 25.000/kg atau mengalami kenaikan sebesar 8,69
persen. Sedangkan benih ikan nila mengalami kenaikan sebesar 1,63 persen dari
harga Rp. 12.300/kg menjadi Rp. 12.500/kg.
103
Tabel 16. Perhitungan Biaya Variabel Tahun ke-2 Usaha Pembesaran Ikan Mas
dan Nila pada 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor
No. Komponen Biaya Satuan
Jumlah
Unit
Harga
Satuan (Rp.)
Jumlah
Biaya (Rp.)
1 2 3 4 5 6=4x5
I. Musim Tanam 1 :
1 Pakan kg 20.000 4.500 90.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 22.000 22.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila kg 1.500 12.300 18.450.000
5 Biaya Angkut Benih kali 1 850.000 850.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 9 50.000 450.000
J umlah I 138.695.000
II. Musim Tanam 2 :
1 Pakan kg 20.000 4.500 90.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 23.000 23.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Biaya Angkut Benih kali 1 700.000 700.000
5 Benih Ikan Nila - - -
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 10 50.000 500.000
J umlah II 121.145.000
III. Musim Tanam 3 :
1 Pakan kg 20.000 4.500 90.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 25.000 25.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Biaya Angkut Benih kali 1 850.000 850.000
5 Benih Ikan Nila kg 1.500 12.500 18.750.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 9 50.000 450.000
J umlah 3 141.995.000
IV. Musim Tanam 4 :
1 Pakan kg 20.000 4.500 90.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 24.000 24.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila - - - -
5 Biaya Angkut Benih kali 1 700.000 700.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 10 50.000 500.000
J umlah 4 122.145.000
Total Biaya Variabel Tahun ke-2 523.980.000
Menurut Horngren, Harrison, Robinson dan Secokusumo (1996), tujuan
utama perhitungan penyusutan adalah untuk memperhitungkan penurunan
kegunaan aktiva tetap karena pemakaian dan untuk menentukan jumlah
104
keuntungan yang diperoleh perusahaan. Semua aktiva tetap kecuali tanah hanya
akan memberikan manfaat dalam suatu jangka waktu tertentu. Pemakaian aktiva
tetap yang terus menerus merupakan elemen yang menyebabkan terjadinya
penyusutan. Perhitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus
yaitu menghitung selisih antara nilai perolehan dengan jumlah perkiraan nilai sisa
dibagi umur kegunaanya. Perkiraan biaya penyusutan KJ A sistem jaring kolor
dan perlengkapannya sebesar Rp. 11.951.250/tahun. Nilai sisa yang diharapkan
pada akhir masa kegunaan KJ A sebesar Rp.10.715.000. Bahan jaring merupakan
komponen terbesar penyumbang biaya penyusutan. Perhitungan biaya penyusutan
dan perkiraan nilai sisa per tahun dari lima unit KJ A sistem jaring kolor
ditampilkan pada Tabel 17.
Tabel 17. Perhitungan Biaya Penyusutan dan Perkiraan Nilai Sisa per Tahun dari
5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor
No.
Komponen Biaya
Penyusutan
Umur
Kegunaan
(Tahun)
Nilai
Perolehan
(Rp.)
Jumlah
Perkiraan
Nilai
Sisa(Rp.)
Perkiraan
Penyusutan
(Rp./th)
1 2 3 4 5 6=(4-5)/3
I. Kolam Jaring Atas
1 Drum plastic 5 3.120.000 960.000 432.000
2 Bambu 2 1.800.000 - 900.000
3 Kayu kaso 2 1.750.000 - 875.000
4 Bahan jarring atas 5 22.500.000 5.000.000 3.500.000
5 Paku 2 1.312.500 - 656.250
6 Tambang 2 2.250.000 450.000 900.000
7 Bandul/pemberat 5 1.400.000 400.000 200.000
8 J angkar 5 520.000 80.000 88.000
9 Rumah J aga 5 3.000.000 300.000 540.000
Jumlah I 7.190.000 8.091.250
II. Kolam Jaring Bawah
1 Bahan jarring kolor 5 11.250.000 2.500.000 1.750.000
2 Tambang 2 1.500.000 300.000 600.000
3 Bandul/pemberat 5 700.000 200.000 100.000
Jumlah II 3.000.000 2.450.000
III. Perlengkapan
1 Tabung oksigen berat
kotor 75kg 10
3.800.000
400.000 340.000
2 Plastik bag 1 112.500 - 112.500
3 Serok 1 62.500 - 62.500
4 Ember plastik 1 10.000 - 10.000
5 Baskom plastik 1 10.000 - 10.000
6 Perahu 5 4.500.000 125.000 875.000
Jumlah III 525.000 1.410.000
Jumlah Total 10.715.000 11.951.250
105
Komponen biaya tetap yang masuk ke dalam perhitungan arus tunai usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor terdiri dari retribusi
izin usaha perikanan dan biaya perawatan jaring. Retribusi dibebankan sebesar
Rp. 14.000/jaring/tahun. Biaya perawatan jaring dikeluarkan setiap kali selesai
panen ikan yaitu sebayak empat kali per tahunnya.
Perawatan jaring dikerjakan oleh tiga orang pekerja selama dua hari yang
dibayar berdasarkan upah harian. Besaran biaya perawatan jaring sebanyak empat
kali yaitu Rp. 840.000. Total biaya tetap yang diperhitungakan dalam arus tunai
sebesar Rp. 910.000/tahun. Rincian biaya tetap yang dapat diperhitungkan per
tahunnya ditampilkan pada Tabel 18.
Tabel 18. Perhitungan Biaya Tetap per Tahun
No. Komponen Biaya
Jumlah
(Rp./th)
1 Retribusi Izin Usaha Perikanan (5 unit x @ Rp. 14.000) 70.000
2 Biaya Perawatan J aring (3 org x 2 hr x @ Rp. 35.000) x 4 MT 840.000
Jumlah Biaya Tetap 910.000
Keterangan :
MT =Musim Tanam
6.1.6.2 Analisis Manfaat
Analisis finansial usaha lebih menitik beratkan pada financial benefit atau
manfaat yang dapat di nilai dengan uang (tangible benefit). Manfaat yang dapat
diperoleh dari kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem
jaring kolor di peroleh dari penerimaan hasil penjualan ikan mas dan nila dari lima
unit KJ A. Penerimaan penjualan ikan mas sebanyak dua kali dan penerimaan
penjualan ikan nila sebanyak satu kali untuk dua kali musim tanam.
Penerimaan hasil usaha penjualan ikan mas sebanyak empat kali per tahun
dan ikan nila sebanyak dua kali pertahun. Berdasarkan Tabel 19 menunjukkan
bahwa penerimaan total usaha pada tahun pertama sebesar Rp. 555.812.000.
Penerimaan usaha terbesar diperolah dari penjualan ikan mas pada musim tanam
ketiga yaitu sebesar Rp. 140.857.500 yang dipengaruhi oleh harga jual ikan yang
tinggi di tingkat petani mencapai Rp. 10.500/kg. Kegiatan panen ikan mas pada
musim tanam ketiga sekitar bulan September bertepatan dengan musim kemarau
106
dimana harga ikan menjadi meningkat karena persediaan ikan mas di pasar
semakin sedikit. Penerimaan hasil penjualan ikan nila pada musim tanam ikan
kedua sekitar bulan J uni cukup tinggi sebesar Rp. 13.050.000, hal ini dipengaruhi
oleh harga ikan nila yang cukup tinggi ditingkat petani yaitu Rp. 7.500/kg.
Tabel 19. Perhitungan Penerimaan Tahun Ke-1 dari 5 Unit KJ A Sistem J aring
Kolor
No.
Komponen
Penerimaan
Harga Satuan
(Rp./kg)
Produksi
(kg)
Jumlah (Rp.)
1 2 3 4 5=3x4
I. Musim Tanam 1 :
1 Ikan Mas 9.500 13.450 127.775.000
2 Ikan Nila - - -
J umlah 1 13.450 127.775.000
II. Musim Tanam 2 :
1 Ikan Mas 10.000 13.420 134.200.000
2 Ikan Nila 7.500 1.740 13.050.000
J umlah 2 15.160 147.250.000
III. Musim Tanam 3 :
1 Ikan Mas 10.500 13.415 140.857.500
2 Ikan Nila - - -
J umlah 3 13.415 140.857.500
IV. Musim Tanam 4 :
1 Ikan Mas 9.500 13.440 127.680.000
2 Ikan Nila 7.000 1.750 12.250.000
J umlah 4 15.190 139.930.000
Jumlah Total 57.215 555.812.500
Perhitungan penerimaan usaha pada tahun kedua dari lima unit KJ A dapat
ditampilkan pada Tabel 20. Berdasarkan perhitungan penerimaan pada tahun
kedua menunjukkan bahwa total penerimaan usaha pada tahun kedua sebesar Rp.
557.695.000 atau mengalami peningkatan dibandingkan hasil penerimaan pada
tahun pertama sebesar 0,34 persen. Peningkatan hasil penerimaan dipengaruhi
oleh meningkatnya hasil produksi ikan mas dan nila pada tahun kedua sebanyak
57.230 kg.
107
Tabel 20. Perhitungan Penerimaan Tahun Ke-2 dari 5 Unit KJ A Sistem J aring
Kolor
No.
Komponen
Penerimaan
Harga Satuan
(Rp./kg)
Produksi (kg)
Jumlah
(Rp.)
1 2 3 4 5=3x4
I. Musim Tanam 1 :
1 Ikan Mas 9.500 13.455 127.822.500
2 Ikan Nila - - -
J umlah 1 13.455 127.822.500
II. Musim Tanam 2 :
1 Ikan Mas 10.000 13.423 134.230.000
2 Ikan Nila 8.000 1.741 13.928.000
J umlah 2 15.164 148.158.000
III. Musim Tanam 3 :
1 Ikan Mas 10.500 13.416 140.868.000
2 Ikan Nila - - -
J umlah 3 13.416 140.868.000
IV. Musim Tanam 4 :
1 Ikan Mas 9.500 13.442 127.699.000
2 Ikan Nila 7.500 1.753 13.147.500
J umlah 4 15.195 140.846.500
Jumlah Total 57.230 557.695.000
Harga jual ikan mas mengalami penurunan tertinggi terjadi pada MT
keempat yaitu 9,52 persen dari harga awal Rp. 10.500/kg menjadi Rp. 9.500/kg,
sedangkan harga ikan nila mengalami penurunan tertinggi pada tahun pertama
sebesar Rp. 500/kg atau 7,14 persen. Penurunan produksi ikan mas tertinggi
terjadi pada MT kedua tahun pertama sebesar 0,24 persen dari produksi awal
sebanyak 13.455 kg menjadi 13.423 kg, sedangkan produksi ikan nila mengalami
penurunan produksi mencapai 0,68 persen dari produksi awal 1.753 kg menjadi
1.741 kg.
6.1.6.3 Nilai Arus Tunai (Cash Flow)
Menurut Ibrahim (2003), perkiraan nilai arus penerimaan dan pengeluaran
kas perlu dilakukan untuk menghitung suatu kriteria investasi. Nilai arus tunai
atau cash flow terdiri dari arus penerimaan kas (cash inflow) dan arus pengeluaran
kas (cash aut flow). Perhitungan nilai arus tunai dilakukan terhadap usaha
pembesaran ikan mas sebagai komoditas utama dan ikan nila sebagai komoditas
tambahan pada KJ A sistem jaring kolor. Arus penerimaan kas meliputi nilai
produksi total dan nilai sisa, sedangkan arus pengeluaran kas terdiri dari biaya
108
investasi, biaya tetap dan biaya variabel. Nilai produksi ikan mas dan nila
diperoleh dari hasil penjualan ikan mas dan nila pada harga tingkat petani. Nilai
sisa diperoleh dari nilai kas yang diharapkan dari aktiva tetap konstruksi KJ A
sistem jaring kolor pada akhir masa kegunaannya.
Biaya investasi usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem
jaring kolor yaitu biaya pembuatan konstruksi KJ A serta biaya pengadaan sarana
dan prasarana pendukung. Biaya tetap merupakan biaya retribusi izin usaha
perikanan dan biaya perawatan jaring per tahun. Biaya variabel terdiri dari biaya
pembelian pakan, benih ikan mas dan nila, upah tenaga kerja, biaya angkut benih,
obat-obatan, upah panen dan isi ulang oksigen yang dihitung per musim tanam.
Arus penerimaan kas diperoleh dari komponen penjualan hasil produksi
ikan mas dan nila serta perkiraan nilai sisa aktiva tetap KJ A sistem jaring kolor
pada akhir umur ekonomisnya. Biaya-biaya yang dapat diperhitungkan dalam
pengeluaran kas teridiri dari biaya investasi dan reinvestasi, biaya tetap dan biaya
variabel.
Tabel 21. Nilai Arus Tunai Tahun ke 1 Usaha Pembesaran Ikan Mas pada 5 Unit
KJ A Sistem J aring Kolor dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen
N
o
Uraian
Tahun Nol
(Rp.)
Tahun ke 1 (Rp.)
MT 1 MT 2 MT 3 MT 4
1 Arus Penerimaan
Kas (Cash Inflow)
a. Nilai Produksi
- 127.775.000 147.250.000 140.857.500 139.930.000
b. Nilai Sisa Aktiva
Tetap
- - - - -
Jumlah Cash
Inflow
- 127.775.000 147.250.000 140.857.500 139.930.000
2 Arus Pengeluaran
Kas (Cash Outflow)
a. Biaya Investasi -60.437.500 - - - -
b. Biaya Tetap - - - - 910.000
c. Biaya Variabel
per Musim Tanam
- 132.695.000 115.145.000 135.995.000 116.145.000
Jumlah Cash
Outflow
- 60.437.500 132.995.000 115.145.000 135.995.000 117.055.000
3 Net Benefit
Sebelum Pajak -60.437.500 -4.920.000 32.105.000 4.862.500 22.875.000
4 Pajak 10% - - 2.718.500 486.250 2.287.500
5 Net Benefit Setelah
Pajak -60.437.500 -4.920.000 29.386.500 4.376.250 20.587.500
Berdasarkan Tabel 21 mengenai perhitungan arus tunai di tahun pertama,
menunjukkan bahwa penerimaan musim tanam pertama dan ketiga diperoleh dari
hasil penjualan ikan mas, sedangkan penerimaan pada musim tanam kedua dan
109
keempat diperoleh dari hasil penjualan dua komoditas yaitu ikan mas dan nila
sehingga akan menghasilkan penerimaan yang lebih tinggi. Penerimaan pada
musim tanam kedua dan keempat masing-masing sebesar Rp. 147.250.000 dan
Rp. 139.930.000. Namun penerimaan dari hasil penjualan ikan mas dan nila pada
musim tanam keempat lebih rendah dibandingkan penerimaan pada musim tanam
ketiga yang mencapai Rp. 140.857.500. Rendahnya penerimaan di musim tanam
keempat disebabkan oleh rendahnya harga ikan di pasaran yaitu masing-masing
senilai Rp. 9.500/kg untuk ikan mas dan Rp. 7.000/kg untuk ikan nila. Arus
pengeluaran kas terbesar terjadi pada musim tanam kesatu dan ketiga masing-
masing sebanyak Rp. 132.995.000 dan Rp. 135.995.000. Hal ini terjadi karena
ada tambahan biaya benih ikan nila. Manfaat bersih setelah pajak tahun kesatu
musim tanam pertama masih bernilai negatif, kemudian musim tanam kedua
sampai dengan musim tanam keempat manfaat bersih atau keuntungan bernilai
positif. Perhitungan nilai arus tunai usaha di tahun kedua ditampilkan pada Tabel
22.
Tabel 22. Nilai Arus Tunai Tahun ke 2 Usaha Pembesaran Ikan Mas pada 5 Unit
KJ A Sistem J aring Kolor dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen
No Uraian
Tahun ke 2 (Rp.)
MT 1 MT 2 MT 3 MT 4
1 Arus Penerimaan Kas
(Cash Inflow)
a. Nilai Produksi 127.822.500 148.158.000 140.868.000 140.846.500
b. Nilai Sisa Aktiva
Tetap - - - 10.715.000
Jumlah Cash Inflow 127.822.500 148.158.000 140.868.000 151.561.500
2 Arus Pengeluaran Kas
(Cash outflow)
a. Biaya Investasi 195.000 - - -
b. Biaya Tetap - - - 910.000
c. Biaya Variabel per
Musim Tanam 138.695.000
121.145.000
141.995.000
122.145.000
Jumlah Cash Outflow 139.190.000 121.145.000 141.995.000 123.055.000
3 Net Benefit Sebelum
Pajak -11.067.500
27.013.000 -1.127.000
28.506.500
4 Pajak 10% - 1.594.550 - 2.737.950
5 Net Benefit Setelah
Pajak -11.067.500 25.418.450 -1.127.000 25.768.550
Berdasarkan Tabel 22 mengenai perhitungan arus tunai di tahun kedua,
menunjukkan bahwa penerimaan terbesar dicapai pada musim tanam kedua dan
keempat masing-masing sebesar Rp. 148.158.000 dan Rp. 151.561.500. Besarnya
110
penerimaan ini merupakan hasil penjualan ikan mas dan nila serta ada
peningkatan produksi ikan. Pengeluaran kas terbanyak terjadi pada musim tanam
kesatu sebesar Rp. 139.190.000 dan musim tanam ketiga sebesar Rp. 141.995.000
karena adanya tambahan biaya benih ikan nila. Manfaat bersih pada musim tanam
kesatu dan ketiga masih bernilai negatif yang berarti bahwa biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk usaha pembesaran ikan mas dan nila di KJ A masih lebih besar
dari penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan ikan. Penerimaan pada
musim tanam kedua dan keempat menghasilkan manfaat bersih yang bernilai
positif.
6.1.6.4 Proyeksi Laba/Rugi
Menurut Ibrahim (2003), analisis finansial membahas proyeksi laba/rugi
yang bertujuan untuk mengetahui posisi keuangan dari suatu proyek atau usaha
yang akan dilaksanakan. Berdasarkan perhitungan proyeksi laba/rugi pada Tabel
23 menunjukkan bahwa usaha pembesaran ikan di KJ A sistem jaring kolor
memperoleh laba. Laba terbesar diperoleh pada tahun kesatu sebesar Rp.
39.493.125 setelah dipotong pajak. Rendahnya perolehan laba pada tahun kedua
disebabkan oleh adanya peningkatan yang cukup besar terhadap biaya pakan dan
benih yang merupakan komponen utama dalam struktur biaya variabel,
peningkatan biaya variabel tidak diimbangi dengan penerimaan usaha yang besar.
Proyeksi laba/rugi untuk usaha pembesaran ikan pada KJ A sistem jaring kolor
dilakukan per tahun selama umur ekonomisnya disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Proyeksi Laba/Rugi Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada KJ A
Sistem J aring Kolor
No. Uraian Tahun ke 1 Tahun ke 2
1. Penerimaan Usaha 555.812.500 557.695.000
2. Biaya-biaya :
- Biaya Reinvestasi
- Biaya Penyusutan per Tahun
- Biaya Variabel
11.951.250
499.980.000
195.000
11.951.250
523.980.000
3. Laba/Rugi Sebelum Pajak 10 % 43.881.250 21.568.750
4. Laba/Rugi Setelah Pajak 10 % 39.493.125 19.411.875
111
6.1.6.5 Net Profit Margin (NPM)
Berdasarkan laba bersih yang diperoleh usaha KJ A sistem jaring kolor ini
dapat diketahui Net Profit Margin yaitu rasio yang menggambarkan tingkat
keuntungan yang diperoleh unit usaha dibandingkan dengan pendapatan yang
diterima dari kegiatan operasionalnya. Semakin tinggi nilai NPM maka semakin
tinggi pula profitabilitas suatu usaha (Dendawijaya, 2000). Nilai NPM usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor selama dua tahun
sebesar 5,3 persen. Kemampuan usaha pembesaran ikan ini dalam menghasilkan
laba dari kegiatan usaha pokok sebesar 5,3 persen.
6.1.6.6 Net Present Value (NPV)
Menurut Ibrahim (2003), apabila hasil NPV lebih besar dari nol
menunjukkan bahwa suatu usaha/proyek feasible (layak) untuk dilaksanakan.
Berdasarkan kriteria NPV menunjukkan bahwa usaha pembesaran ikan mas dan
nila layak untuk dilaksanakan karena mempunyai prospek yang menguntungkan.
Tabel 24, menampilkan data mengenai usaha pembesaran ikan mas dan nila yang
dipelihara di KJ A sistem jaring kolor dengan luas usaha 1.280 m
2
pada tingkat
suku bunga (discount rate) 13 persen yang memberikan manfaat bersih (Net
Present Value) setelah pajak yaitu sebesar Rp. 15.578.956.
Tabel 24. Nilai Present Value (NPV) dan Net B/C dengan Tingkat Suku Bunga
13 Persen
No Uraian
Net Benefit
Setelah
Pajak (Rp.)
Diskon
Faktor
13 %
PV DF 13 %
(Rp.)
Net
B/C
1 Tahun Nol -60.437.500 1 -60.437.500
2 Tahun Ke-1 :
MT 1
MT 2
MT 3
MT 4
-4.920.000
29.386.500
4.376.250
20.587.500
0,96990
0,94072
0,91242
0,88496
-4.771.908
27.644.468
3.992.978
18.219.114
3 Tahun Ke-2 :
MT 1
MT 2
MT 3
MT 4
-11.067.500
25.418.450
-1.127.000
25.768.550
0,85832
0,83249
0,80744
0,78315
-9.499.457
21.160.605
-909.985
20.180.640
Jumlah NPV = 15.578.956 1,206
112
Nilai NPV usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring
kolor di daerah penelitian masih tergolong kecil dibandingkan dengan usaha
pembesaran ikan dengan teknologi yang sama di daerah Kabupaten Cianjur yang
mencapai Rp. 193.073.372,67 (Maulana, 2003). Rendahnya nilai NPV di daerah
penelitian diantaranya disebabkan tingginya biaya pengadaan sarana dan
prasarana konstruksi KJ A, biaya pakan serta biaya benih ikan mas.
6.1.6.7 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Menurut Ibrahim (2003), Net Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan
antara manfaat bersih yang telah didiskontokan yang bernilai positif dengan
manfaat bersih yang telah didiskontokan yang bernilai negatif. Berdasarkan Tabel
24 menunjukkan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring
kolor dengan tingkat suku bunga 13 persen adalah sebesar 1,204. Makna angka
ini menjelaskan bahwa setiap tambahan pengeluaran satu rupiah dalam biaya
produksi variabel akan menghasilkan tambahan keuntungan bersih sebesar Rp.
1,204 yang akan diperoleh setiap musim tanam. Berdasarkan kriteria Net B/C,
usaha pembesaran ikan mas dan nila layak untuk dilaksanakan pada KJ A sistem
jaring kolor karena memiliki Nilai Net B/C lebih besar dari satu. Penambahan
biaya produksi variabel di daerah penelitian hanya memberikan keuntungan bersih
yang kecil dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan yang sama di Waduk
Cirata dengan nilai Net B/C sebesar 5,63 (Maulana, 2003).
6.1.6.8 Internal Rate of Return (IRR)
Nilai IRR menggambarkan persentase pendapatan rata-rata yang dapat
diperoleh dari modal yang diinvestasikan setiap tahun selama umur kegunaan
suatu kegiatan usaha (Ibrahim, 2003). Perkiraan nilai IRR diperoleh dengan cara
mencoba menghitung terhadap nilai suku bunga (i) terdiskonto untuk
mendapatkan nilai NPV yang bernilai positif dan negatif mendekati nol. Nilai
IRR usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor
berdasarkan eksplorasi data untuk diskon faktor 13, 37 dan 38 persen.
NPV bernilai positif terkecil berada pada tingkat diskon faktor 37 persen
dan NPV bernilai negatif terkecil berada pada diskon faktor 38 persen.
Perhitungan IRR usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring
113
kolor menghasilkan nilai sebesar 37,14 persen. Dengan demikian usaha ini akan
memberikan kelebihan pendapatan rata-rata setiap tahun dari modal yang telah
ditanamkan sebesar 37,14 persen. Nilai ini lebih besar atau berada jauh di atas
suku bunga 13 persen sebagai biaya opportunity of capital. Artinya dengan biaya
opportunity of capital sebesar 13 persen, usaha ini masih layak dilaksanakan
karena memberikan pendapatan rata-rata sebesar 37 persen per tahun dari modal
yang ditanamkan.
6.1.6.9 Payback Period
Menurut Ibrahim (2003), analisis payback period perlu ditampilkan dalam
studi kelayakan untuk mengetahui berapa lama suatu usaha atau proyek yang baru
dikerjakan dapat mengembalikan investasi. Nilai payback period usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor diperoleh dari
perbandingan nilai investasi dengan net benefit yang terdiskonto.
Semakin cepat pengembalian biaya investasi sebuah proyek/usaha,
semakin baik proyek tersebut karena semakin lancar perputaran modal (Ibrahim,
2003). J angka waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor selama satu tahun
tujuh bulan. Selama umur ekonomisnya dua tahun, usaha pembesaran ikan mas
dan nila sudah mampu mengembalikan biaya investasi dari nilai net benefit yang
diperoleh. Semakin besar nilai net benefit yang diperoleh semakin singkat waktu
pengembalian yang dapat ditentukan.
6.2 Analisis Sensitivitas
Menurut Kadriah, Karlina dan Gray (1999), analisis sensitivitas bertujuan
untuk menganalisis pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang
berubah-ubah. Proyek/usaha pertanian sensitiv terhadap perubahan harga output,
keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya-biaya dan kesalahan dalam perkiraan
hasil. Berdasarkan perubahan-perubahan yang pernah terjadi di daerah penelitian
menunjukkan bahwa harga benih ikan, pakan dan harga jual ikan serta hasil
produksi sering berubah. Biaya benih dan pakan merupakan komponen biaya
terbesar serta harga jual ikan dan produksi merupakan komponen yang paling
114
menentukan dari penerimaan. Dalam analisis usaha pembesaran ikan mas dan
nila pada KJ A sistem jaring kolor menggunakan skenario (dengan asumsi variabel
yang lain tetap konstan) 1). Terjadi peningkatan harga benih ikan, 2). Peningkatan
harga pakan, 3). Penurunan harga jual ikan dan 4). Penurunan hasil produksi
Variasi yang digunakan pada analisis sensitivitas yaitu switching value
(nilai pengganti), dalam analisis switching value dapat diketahui batas maksimum
perubahan yang dapat ditolerir oleh kegiatan usaha agar dapat layak untuk
dilaksanakan. Nilai perubahan maksimum diperoleh dengan cara mencoba-coba
tingkat perubahan sampai menghasilkan nilai NPV sama dengan nol. IRR sama
dengan tingkat suku bunga 13 persen dan nilai Net B/C Rasio sama dengan satu.
Hasil analisis swithing value ditampilkan pada Tabel 25.
Tabel 25. Hasil Analisis Switching Value yang Menghasilkan Nilai NPV=0,
Nilai Net B/C Rasio=1 dan Nilai IRR=13 Persen
No Komponen Perubahan
Maksimum Perubahan
(%)
1 Kenaikan harga benih ikan mas dan nila 7,43
2 Kenaikan harga pakan 2,82
3 Penurunan harga jual ikan mas dan nila 1,77
4 Penurunan hasil produksi 1,77
1. Peningkatan harga benih ikan
Biaya benih ikan merupakan komponen kedua terbesar dalam struktur
biaya variabel dan dapat berfluktuasi setiap waktu sesuai dengan keadaan yang
berubah. Berdasarkan hasil analisis switching value menunjukkan bahwa
peningkatan maksimum harga benih ikan yang dapat ditolerir oleh usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor adalah sebesar 7,43
persen (dengan asumsi variabel yang lain tetap konstan). Kenaikan harga benih
ikan sebesar 7,43 persen menghasilkan nilai NPV sama dengan nol, nilai Net B/C
Rasio sama dengan satu dan nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga 13 persen
(Tabel 26). Peningkatan biaya benih dapat meningkatkan pula biaya variabel
sebesar 7,43 persen. Peningkatan yang lebih besar dari 7,43 persen terhadap biaya
benih ikan pada tingkat suku bunga 13 persen akan menyebabkan usaha
pembesaran ikan ikan mas dan nila tidak layak dilanjutkan karena menghasilkan
115
nilai NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio menjadi kurang dari 1 serta nilai
IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga 13 persen.
Kenaikan harga benih ikan mas yang mencapai 8,93 persen pada MT
ketiga perlu diperhatikan karena sudah melampaui batas maksimum kenaikan
yang diperbolehkan berdasarkan perhitungan analisis switching value. Tingginya
kenaikan harga benih ikan mas yang mencapai 8,93 persen akan mengakibatkan
usaha ini tidak layak dilaksanakan karena akan mengalami kerugian (asumsi
variabel lain tetap konstan). Kenaikan harga benih ikan nila masih wajar karena
baru mencapai 1,63 persen.
2. Peningkatan harga pakan
Biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam struktur biaya.
Berdasarkan hasil analisis switching value menunjukkan bahwa peningkatan
maksimum harga pakan ikan yang masih layak sebesar sebesar 2,82 persen.
Kenaikan harga pakan yang lebih tinggi dari 2,82 persen (dengan asumsi variabel
lain tetap konstan) pada tingkat suku bunga 13 persen akan menyebabkan usaha
pembesaran ikan mas dan nila tidak layak dilanjutkan karena menghasilkan nilai
NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio menjadi kurang dari 1 serta nilai IRR
yang lebih kecil dari tingkat suku bunga 13 persen. Tabel 26 menunjukkan
peningkatan harga pakan maksimum sebesar 2,82 persen menghasilkan nilai NPV
sama dengan nol, nilai Net B/C Rasio sama dengan satu dan nilai IRR sebesar
sama dengan tingkat suku bunga 13 persen.
Kenaikan harga pakan ikan mas yang mencapai 7,14 persen perlu
diperhatikan karena sudah melampaui batas maksimum kenaikan yang
diperbolehkan berdasarkan perhitungan analisis switching value. Tingginya
kenaikan harga pakan sebesar 7,14 persen akan mengakibatkan usaha ini tidak
layak dilaksanakan karena akan mengalami kerugian (asumsi variabel lain tetap
konstan).
3. Penurunan harga jual ikan
Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value pada Tabel 26,
menunjukkan bahwa penurunan maksimum harga jual ikan sebesar 1,77 persen
masih memberikan kelayakan usaha karena menghasilkan nilai NPV sama dengan
nol, nilai Net B/C Rasio sama dengan satu dan nilai IRR sama dengan tingkat
116
suku bunga 13 persen. Penurunan harga jual ikan yang lebih besar dari 1,77
persen (dengan asumsi variabel lain tetap konstan) pada tingkat suku bunga 13
persen akan menyebabkan usaha pembesaran ikan ikan mas dan nila tidak layak
dilanjutkan karena menghasilkan nilai NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio
menjadi kurang dari satu serta nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga
13 persen.
Penurunan harga jual ikan mas yang mencapai 9,42 persen pada MT
keempat dan ikan nila mencapai 7,14 persen perlu diperhatikan karena sudah
melampaui batas maksimum penurunan yang diperbolehkan berdasarkan
perhitungan analisis switching value. Tingginya penurunan harga jual ikan mas
dan nila mengakibatkan usaha ini tidak layak dilaksanakan karena akan
mengalami kerugian (asumsi variabel lain tetap konstan).
4. Penurunan hasil produksi
Berdasarkan hasil analisis switching value yang ditampilkan pada Tabel 26
menunjukkan bahwa penurunan maksimum hasil produksi ikan mas dan nila yang
masih masih dikatakan layak sebesar 1,77 persen (dengan asumsi variabel lain
tetap konstan), penurunan produksi sebesar 1,77 persen menghasilkan nilai NPV
sama dengan nol, nilai Net B/C rasio sama dengan satu dan nilai IRR sama
dengan tingkat suku bunga 13 persen. Penurunan harga jual ikan yang lebih besar
dari 1,77 persen pada tingkat suku bunga 13 persen akan menyebabkan usaha
pembesaran ikan ikan mas dan nila tidak layak dilanjutkan karena menghasilkan
nilai NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio menjadi kurang dari satu serta nilai
IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga 13 persen. Penurunan hasil produksi
ikan mas di KJ A sistem jaring kolor sebesar 0,24 persen dan ikan nila sebesar
0,68 persen masih berada di bawah batas maksimum penurunannya yaitu 1,77
persen, sehinggga usaha ini masih layak dilaksanakan (asumsi variable lain tetap
konstan).
Berdasarkan Tabel 26 dapat diambil kesimpulan bahwa usaha pembesaran
ikan pada KJ A sistem jaring kolor lebih sensitif terhadap perubahan harga jual
ikan dan hasil produksi dibanding dengan biaya pakan dan benih ikan. Penurunan
yang kecil saja terhadap harga jual dan hasil produksi ikan akan menyebabkan
usaha menjadi tidak menguntungkan.
117
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Waduk Cikoncang yang berlokasi di Kabupaten Lebak, Banten, selain
mempunyai fungsi utama sebagai irigasi pertanian dan sediaan air, juga
dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan. Pemanfaatan Waduk dalam bidang
perikanan pada awalnya hanya terbatas pada penangkapan ikan dengan
menggunakan alat pancing dan jala, kemudian berkembang dengan adanya
kegiatan pemeliharaan ikan mas dan pada keramba jaring apung sistem jaring
kolor.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai analisis
kelayakan finansial usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring
kolor, diantaranya :
1) Beberapa elemen yang dianggap penting dari aspek pasar yaitu peluang
permintaan dan penawaran. Permintaan konsumsi ikan di Kabupaten Lebak
cukup besar, hal ini terlihat dari semakin meningkatnya konsumsi ikan
masyarakat setiap tahunnya dengan laju kenaikan sebesar 9,41 persen per
tahun. Penawaran ikan mas di Kabupaten Lebak sebagian besar dipenuhi dari
luar daerah, sehingga terdapat peluang usaha untuk meningkatkan produksi
budidaya perikanan di dalam daerah.
2) Aspek teknis, air waduk Cikoncang berasal dari aliran sungai sehingga
sirkulasi air cukup baik dan cocok untuk pembesaran ikan mas dan nila.
Kedalaman waduk telah memenuhi syarat minimal kedalaman yaitu 5 meter.
Waduk Cikoncang terletak di dataran rendah sehingga kemungkinan
terjadinya up welling (umbalan) sangat kecil. Pemanfaatan lahan waduk
masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan yaitu sebesar 10 persen dari
luas total area waduk seluas 2.252 ha, sehingga ekosistem perairan masih tetap
lestari dalam jangka panjang.
3) Aspek manajemen kegiatan usaha masih sederhana. Struktur organisasi hanya
terdiri dari ketua dan anggota. Petani pemilik merangkap sebagai ketua,
pemilik modal dan pengelola keuangan, sedangkan tenaga kerja yang
berjumlah tiga orang sebagai anggota.
118
4) Aspek hukum, bentuk badan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA
sistem jaring kolor merupakan badan usaha perseorangan.
5) Usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor
mempunyai dampak positif terhadap masyarakat yaitu dapat terserapnya
tenaga kerja baru dan ekonomi masyarakat dapat diberdayakan mulai dari
tingkat petani pembenih, pembesaran dan penjual serta pemilik sarana
transportasi. Dampak positif terhadap lingkungan yaitu terpeliharanya
kelestarian sumber daya ikan di perairan waduk karena kegiatan perikanan
tidak bergantung pada penangkapan ikan.
6) Berdasarkan analisis aspek finansial menunjukkan bahwa usaha pembesaran
ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor masih layak dilaksanakan
karena menghasilkan nilai NPV yang positif yaitu sebesar Rp. 15.578.956,
nilai Net B/C rasio lebih dari satu yaitu sebesar 1,206, persentase nilai IRR
sebesar 37,14 persen lebih besar dari tingkat suku bunga yang ditetapkan.
Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan biaya investasi selama satu
tahun tujuh bulan.
7) Berdasarkan analisis switching value menunjukkan bahwa usaha pembesaran
ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor lebih sensitiv terhadap
penurunan harga jual ikan dan penurunan hasil produksi ikan, dengan
maksimum penurunan masing-masing sebesar 1,77 persen. Penurunan harga
jual dan hasil produksi ikan yang lebih besar dari 1,77 persen akan
menyebabkan usaha tidak layak.
7.2 Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan sebagai berikut :
1) Perlu adanya peningkatan produksi ikan mas dan nila dari budidaya KJA
melalui perluasan lahan usaha budidaya KJ A sampai batas maksimum luas
lahan yang ditetapkan yaitu 10 persen untuk mencapai produksi yang
maksimum. Usaha pembesaran ikan nila bersama ikan mas perlu ditingkatkan
karena terjadi efisiensi dalam penggunaan pakan.
2) Pemerintah Daerah dapat membantu dalam penyediaan modal untuk para
petani kecil yang ingin mengembangkan usaha perikanan karena usaha ini
119
membutuhkan biaya investasi yang cukup besar serta berperan sebagai
fasilitator antara pihak petani ikan dengan pihak perbankan. Usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor mempunyai
kemampuan menghasilkan laba sebesar 5,3 persen dari kegiatan usaha
pokoknya.
3) Mengantisipasi perubahan-perubahan dalam biaya produksi dan harga jual,
disarankan agar petani ikan bergabung dengan petani lainnya untuk
membentuk organisasi atau koperasi yang bertujuan agar para petani
mempunyai posisi tawar menawar yang tinggi.
120
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia 2006. Badan Pusat Statistik.
J akarta.
Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kab. Lebak. 2005. Master
Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kab. Lebak. Rangkasbitung.
Cahyono. 2005. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Charles T. Horngren, Walter T. Horrison, J r. Michael A. Robinson dan
Secokusumo. 1996. Akuntansi di Indonesia. Penerbit Salemba Empat.
J akarta.
Choliq, A, H.R.A.R. Wirasasmita, S. Hasan. 1999. Evaluasi Proyek (Suatu
Pengantar). Pionir J aya. Bandung.
Dendawijaya, L. 2000. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia. J akarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan,. 2006. Statistik Perikanan Budidaya.
Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.dkp.go.id/ . 25 J uli
2006.
Departemen Kelautan dan Perikanan,. 2007. Rapat Koordinasi Nasional
Departemen Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan
Perikanan. http://www.dkp.go.id/ . 25 J anuari 2007.
Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten. 2005. Statistik Perikanan
Budidaya Banten 2005. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten.
Serang.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lebak. 2007. Laporan Tahunan 2006.
Rangkasbitung.
Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten. 2007. Perencanaan
Pembangunan Kelautan dan Perikanan Berbasiskan Kawasan disampaikan
pada Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah Bidang Kelautan dan
Perikanan Tingkat Propinsi Banten. April 2007. Dinas Kelautan dan
Perikanan Propinsi Banten. Serang.
Direktorat J enderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 2005. Teknologi
untuk Masyarakat Pesisir : Seri Budidaya Perikanan. Direktorat J enderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan
Perikanan. J akarta.
121
Direktorat J enderal Perikanan Budidaya. 2005. Statistik Perikanan Budidaya
Indonesia Tahun 2004. Direktorat J enderal Perikanan Budidaya.
Departemen Kelautan dan Perikanan. J akarta.
Direktorat J enderal Perikanan Tangkap. 2005. Statistik Perikanan Tangkap
Indonesia Tahun 1999-2004. Direktorat J enderal Perikanan Tangkap.
Departemen Kelautan dan Perikanan. J akarta.
Fahrur, M dan Tamsil. 2005. Buletin Litkayasa Akuakultur. Pusat Riset
Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol. 4 No. 1,
Hal 33.
Gittinger, J .P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press). J akarta.
Gultom, 2002. Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Mas Dalam J aring
Apung di Danau Toba, Desa Pasar Pangururan, Kabupaten Toba Samosir.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB (tidak
dipublikasikan). Bogor.
Husnan, S dan S. Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit Penerbit dan
Percetakan AMP YKPN. Yogyakarta.
Ibrahim, M. Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. J akarta.
J angkara, J . 2000. Pembesaran Ikan Air Tawar Di Berbagai Lingkungan
Pemeliharaan. Penebar Swadaya. J akarta.
Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. J akarta
Maulana, A. B. 2003. Analisis Kelayakan Usahatani Pembesaran dan Pemasaran
Ikan Nila Gift Budidaya Keramba J aring Apung, Desa Cikidang
Bayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, J awa Barat. Skirpsi.
Fakultas Pertanian IPB (tidak dipublikasikan). Bogor.
Miller, Roger LeRoy dan Roger E. Meiners. 2000. Teori Ekonomi Intermediat.
PT. Raja Grafindo Persada. J akarta.
Mungky, HGPL. 2001. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan
pada Kolam J aring Apung, KJ A Batuhapur, Waduk Cirata, Kabupaten
Cianjur, J awa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB (tidak
dipublikasikan). Bogor.
Rochdianto, A. 2000. Budidaya Ikan di J aring Apung. Penebar Swadaya.
J akarta.
122
Sukamto dan S. Maryam. 2005. Buletin Litkayasa Akuakultur. Pusat Riset
Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol. 4 No. 1,
Hal 5.
123
LAMPIRAN
124
Lampiran 1. Kondisi Kegiatan Budidaya Pembesaran Ikan pada KJ A Sistem
J aring Kolor di Waduk Cikoncang.
Lampiran 2. Perhitungan Nilai NPV, B/C Rasio dan IRR Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor dengan Tingkat Suku
Bunga 13 Persen
No. Uraian
Tahun Nol
(Rp.)
Tahun ke 1 (Rp.) Tahun ke 2 (Rp.)
MT 1 MT 2 MT 3 MT 4 MT 1 MT 2 MT 3 MT 4
1
Arus Penerimaan Kas (Cash
Inflow)
a. Nilai Produksi -
127,775,000
147,250,000 140,857,500 139,930,000
127,822,500 148,158,000
140,868,000
140,846,500
b. Nilai Sisa Aktiva Tetap -
-
- - - - - -
10,715,000
Jumlah Cash Inflow -
127,775,000
147,250,000 140,857,500 139,930,000
127,822,500 148,158,000 140,868,000
151,561,500
2
Arus Pengeluaran Kas (Cash
Outflow)
a. Biaya Investasi 60,437,500
-
- - -
195,000 - - -
b. Biaya Tetap -
-
- - 910,000 - - -
910,000
c. Biaya Variabel per Musim Tanam -
132,695,000
115,145,000 135,995,000 116,145,000
138,695,000 121,145,000
141,995,000
122,145,000
Jumlah Cash Outflow 60,437,500
132,695,000
115,145,000 135,995,000 117,055,000
138,890,000 121,145,000
141,995,000
123,055,000
3 Net Benefit Sebelum Pajak -60,437,500 -4,920,000
32,105,000 4,862,500 22,875,000
-
11,067,500 27,013,000
-
1,127,000
28,506,500
4 Pajak 10% -
-
2,718,500 486,250 2,287,500 - 1,594,550 -
2,737,950
5 Net Benefit Setelah Pajak -60,437,500 -4,920,000 29,386,500 4,376,250 20,587,500 -11,067,500 25,418,450 -1,127,000 25,768,550
6 Discount Factor 13% 1
0.96990
0.94072 0.91242 0.88496
0.85832 0.83249 0.80744
0.78315
7 PV 13 % -60,437,500
-
4,771,908
27,644,468 3,992,978 18,219,114
-
9,499,457 21,160,605
-
909,985
20,180,640
8 NPV 13 % 15,578,956
9 Net B/C Rasio 1.206
12 IRR 37,14 %
13 PBP 1.6
35