You are on page 1of 93

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN

MAS DAN NILA PADA KERAMBA JARING APUNG (KJA) SISTEM


JARING KOLOR DI KJA WADUK CIKONCANG,
KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, BANTEN






Oleh :
HARIS PERDANA
A 14102538




SKRIPSI























PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
35
RINGKASAN

HARIS PERDANA. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas
dan Nila pada Keramba J aring Apung (KJ A) Sistem J aring Kolor di Waduk
Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten. (Di bawah
bimbingan DWI RACHMINA).

Peningkatan produksi perikanan melalui pengembangan usaha perikanan
bertujuan agar terpenuhinya kebutuhan potein hewani bagi masyarakat untuk
mencapai pola konsumsi yang lebih berimbang. Sumber daya perairan umum
yang potensial dimanfaatkan untuk pengembangan usaha perikanan seperti
waduk, sungai, saluran irigasi teknis, rawa dan danau.
Waduk merupakan perairan umum yang dapat dimanfaatkan untuk usaha
perikanan budidaya melalui teknologi Keramba J aring Apung (KJ A). Pada saat
ini berkembang usaha pembesaran ikan polikultur yaitu ikan yang dipelihara di
KJ A terdiri dari dua jenis ikan, umumnya ikan mas sebagai komoditas utama
dipelihara pada jaring lapisan atas dan ikan nila sebagai komoditas tambahan
dipelihara pada jaring lapisan bawah/jaring kolor. Teknologi KJ A sudah
berkembang pesat di beberapa danau dan waduk seperti di waduk Saguling, Cirata
dan J atiluhur yang terdapat di J awa Barat. Waduk Cikoncang merupakan salah
satu waduk yang dikembangkan dan dimanfaatkan untuk usaha pembesaran ikan
dengan menggunakan teknologi KJ A sistem jaring kolor. Untuk mengkaji
kelayakan usaha tersebut, maka perlu dilakukan studi atau analisis kelayakan
finansial usaha.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat desain kelayakan usaha
melalui analisis aspek pasar, teknis, manjemen, hukum dan lingkungan.
Selanjutnya, dilakukan analisis kelayakan finansial dengan menggunakan
beberapa kriteria investasi untuk memperoleh gambaran kelayakan usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor di Waduk Cikoncang.
Metode perhitungan dilakukan berdasarkan umur ekonomis KJ A konstruksi kayu
yaitu selama dua tahun. Berdasarkan analisis sensitivitas, dilakukan pengujian
kepekaan usaha terhadap perubahan-perubahan dalam biaya pakan dan benih,
harga jual ikan dan jumlah produksi yang akan mempengaruhi kelayakan finansial
usaha. Kriteria-kriteria investasi yang digunakan untuk mengukur kelayakan
finansial usaha yaitu nilai NPV, Net B/C Rasio, IRR, Payback Period.
Aspek pasar yang dianalisis meliputi permintaan, penawaran, harga,
program pemasaran dan perkiraan penjualan ikan, struktur pasar dan faktor
persaingan usaha. Tingkat permintaan ikan mas dan nila dapat diketahui dari
tingkat konsumsi ikan yang semakin meningkat yaitu sebesar 9,41 persen/tahun.
J umlah penawaran ikan mas dan nila pada tahun 2006 mencapai 4.246,02 ton.
Harga ikan mas dan nila ditingkat petani cukup beragam dan bersaing dengan
produk yang sama dari luar daerah. Strategi pemasaran ditinjau dari bauran
pemasaran yaitu produk, harga, saluran distribusi dan promosi. Ditinjau dari
aspek teknis cukup memadai yaitu ketersediaan sumber air yang baik, kedalaman
lebih dari lima meter dan pemanfaatan waduk belum optimal untuk kegiatan
budidaya ikan. Aspek manajemen usaha masih sederhana dengan bentuk badan
usaha perseorangan. Usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring
36
kolor mempunyai dampak positif yang cukup besar bagi lingkungan sekitarnya
diantaranya terserapnya tenaga kerja baru dan ekonomi masyarakat dapat
diberdayakan.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial usaha dengan menggunakan
tingkat suku bunga sebesar 13 persen menunjukkan bahwa kegiatan usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor di waduk Cikoncang
layak untuk diusahakan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai hasil perhitungan
NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp. 15.578.956. Usaha pembesaran ikan
memberikan keuntungan bersih setelah pajak sebesar Rp. 15.578.956 selama umur
ekonomisnya.
Hasil perhitungan nilai Net B/C rasio menunjukkan angka lebih besar dari
satu yaitu 1,206. Setiap Rp. 1 yang dikeluarkan untuk penambahan biaya
produksi variabel dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 1,206. Nilai IRR
yang diperoleh lebih besar dari tingkat suku bunga yang ditetapkan yaitu sebesar
37,14 persen. Dengan demikian, usaha pembesaran ikan mas dan nila dengan
menggunakan KJ A sistem jaring kolor memberikan rata-rata pendapatan per tahun
sebesar 37,14 persen dari modal yang diinvestasikan. J angka waktu yang
diperlukan untuk pengembalian biaya investasi usaha selama satu tahun tujuh
bulan.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value menunjukkan
bahwa kenaikan harga ikan mas dan nila maksimum sebesar 7,43 persen dan
harga pakan maksimum sebesar 2,82 persen, penurunan harga jual ikan mas dan
nila sebesar 1,77 persen dan penurunan produksi maksimum sebesar 1,77 persen.
Usaha pembesaran ikan pada KJ A sistem jaring kolor lebih sensitif terhadap
perubahan harga jual ikan dan hasil produksi dibanding dengan perubahan biaya
pakan dan benih ikan.
Berdasarkan analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa harga jual
ikan dan hasil produksi serta biaya produksi variabel menentukan tingkat
kelayakan yang diperoleh. Dengan demikian, pemeliharaan ikan nila sebagai
komoditas tambahan yang dipelihara pada lapisan jaring bawah/jaring kolor akan
memberikan tambahan hasil produksi yang dapat memberikan kelayakan lebih
tinggi serta produktifitas usaha dapat ditingkatkan.










37
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN
MAS DAN NILA PADA KERAMBA JARING APUNG (KJA) SISTEM
JARING KOLOR DI KJA WADUK CIKONCANG,
KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, BANTEN






Skripsi


Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor





Oleh :
HARIS PERDANA
A 14102538

















PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
38
J udul : Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila
pada Keramba J aring Apung (KJ A) Sistem J aring Kolor di KJ A Waduk
Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten
Nama : Haris Perdana
NRP : A14102538








Menyetujui :
Dosen Pembimbing,





Ir. Dwi Rachmina, M.S.
NIP. 131 918 503








Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian,





Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019






Tanggal Lulus Ujian :

39
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJ UDUL
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS
DAN NILA PADA KERAMBA J ARING APUNG (KJ A) SISTEM J ARING
KOLOR DI KJA WADUK CIKONCANG, KECAMATAN WANASALAM,
KABUPATEN LEBAK, PROPINSI BANTEN BELUM PERNAH DIAJ UKAN
PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN
UNTUK TUJ UAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA
J UGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL
KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG
PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI
SEBAGAI RUJ UKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.


Bogor, J anuari 2008



Haris Perdana
A14102538










40
RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dilahirkan di
Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Tahun 1999 penulis menyelesaikan
pendidikan di SMAN1 Rangkasbitung dan pada tahun 2002 telah menyelesaikan
pendidikan di Program Diploma III Agroteknologi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan
pendidikan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas
Pertanian, IPB. Sejak tahun 2005 penulis menjadi staf di Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Penulis menyelesaikan Pendidikan
Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis pada tahun 2008 dengan judul Skripsi
Analisis Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada Keramba J aring
Apung (KJA) Sistem J aring Kolor di Waduk Cikoncang, Kecamatan Wanasalam,
Kabupaten Lebak, Propinsi Banten.
















41
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Analisis
Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada Keramba J aring
Apung (KJA) Sistem J aring Kolor di KJ A Waduk Cikoncang, Kecamatan
Wanasalam, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Skripsi disusun sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 pada Program Sarjana
Ekstensi Manajemen Agribisnis, IPB.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan serta masukan
hingga terselesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Ir. Dwi Rachmina, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, kritik dan saran-saran hingga terselesaikan skripsi ini
2. Ir. J uniar Atmakusumah, M.S. selaku dosen penguji utama pada sidang ujian
skripsi yang telah memberikan kritik dan saran pada penulis
3. Dra. Yusalina, M.Si. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah
memberikan kritik dan saran pada penulis
4. Ir. Nety Tinaprilla, M.M. selaku dosen evaluator yang telah memberikan
kritik dan saran-sarannya
5. Ir. Hermawan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lebak
yang telah memberikan izin dan dukungannya
6. Rekan-rekan di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lebak terutama di
Bidang Perencanaan yang telah memberikan saran-saran, data dan informasi
serta rekan-rekan di UPT BBI Bapak Cakrawan dan Bapak Hadi yang telah
membantu kelancaran pelaksanaan observasi di lapangan
7. Orang tua dan istri yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat
8. Rekan-rekan satu almamater di Ekstensi MAB yaitu Roby Ramdhan yang
telah bersedia menjadi pembahas seminar makalah penelitian, Hendra Sucipto
dan Efri yang telah membantu kelancaran seminar
42
9. Semua pihak yang tidak dapat sebutkan satu persatu, terima kasih atas
bantuan dan semangatnya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
Skripsi ini, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk
perbaikan dan penyempurnaan. Semoga hasil karya ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran yang berguna untuk pembangunan perikanan di Kabupaten
Lebak khususnya dan di Propinsi Banten umumnya, Amin.



Bogor, J anuari 2008



Haris Perdana
A14102538






















43
DAFTAR ISI


Halaman
KATA PENGANTAR ..... i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL ........ v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN .. viii
BAB I. PENDAHULUAN ........ 1
1.1 Latar Belakang ..
1.2 Perumusan Masalah ...
1.3 Tujuan Penelitian ...
1.4 Kegunaan Penelitian ..

1
4
7
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Perkembangan Perikanan Waduk ..
2.2 Budidaya Ikan pada Keramba J aring Apung (KJA) ..........
8
9
2.2.1 Pembesaran Ikan pada Keramba J aring Apung (KJ A)
Tunggal (Polikultur)
2.2.2 Pembesaran Ikan pada Keramba J aring Apung (KJ A)
Sistem Kolor (Polikultur) ....
2.2.3 Analisis Usaha Budidaya Ikan pada Keramba J aring
Apung (KJA) ...............................................................
9
10
12
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 17
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis . 17
3.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Proyek .. .
3.1.2 Identifikasi Biaya dan Manfaat ..
3.1.3 Aspek-aspek Studi Kelayakan Proyek
3.1.3.1 Aspek Pasar ..
3.1.3.2 Aspek Teknis ...
3.1.3.3 Aspek Manajemen ...
3.1.3.4 Aspek Hukum ..
3.1.3.5 Aspek Lingkungan ...
3.1.3.6 Aspek Keuangan ..
3.1.4 Analisis Sensitivitas ..
3.1.4.1 Harga ....
3.1.4.2 Keterlambatan Pelaksanaan .
3.1.4.3 Kenaikan Biaya ............................................
3.1.4.4 Hasil .............................................................
17
18
19
19
20
22
23
23
23
24
25
25
25
25
3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual .. 27
44
BAB IV. METODE PENELITIAN
28
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....
4.2 J enis dan Sumber Data .
4.3 Metode Analisis Data ...
28
28
28
4.3.1 Analisis Aspek Pasar .....
4.3.2 Analisis Aspek Teknis ....
4.3.3 Analisis Aspek Manajemen .......
4.3.4 Analisis Aspek Hukum ......
4.3.5 Analisis Aspek Lingkungan ...
4.3.6 Analisis Aspek Finansial ....
4.3.7 Analisis Sensitivitas ...
29
29
29
30
30
30
32
BAB V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN .... 34
5.1 Gambaran Umum Kecamatan Wanasalam .. 34
5.2 Gambaran Umum Waduk Cikoncang .. 36
BAB VI. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA ...................... 38
6.1 Analisis Aspek-aspek Studi Kelayakan ................................. 38
6.1.1 Analisis Aspek Pasar ................................................... 38
6.1.2 Analisis Aspek Teknis ................................................. 42
6.1.3 Analisis Aspek Manajemen ......................................... 49
6.1.4 Analisis Aspek Hukum ................................................ 50
6.1.5 Analisis Aspek Lingkungan ......................................... 50
6.1.6 Analisis Aspek Finansial/Keuangan ............................
6.1.6.1 Analisis Biaya ................................................
6.1.6.2 Analisis Manfaat ...........................................
6.1.6.3 Nilai Arus Tunai (Cash Flow) ........................
6.1.6.4 Proyeksi Laba/Rugi ........................................
6.1.6.5 Net Profit Margin ............................................
6.1.6.6 Net Present Value (NPV) ...............................
6.1.6.7 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ...................
6.1.6.8 Internal Rate of Return (IRR) .
6.1.6.9 Payback Period ..
50
51
57
59
62
63
63
62
64
64
6.2 Analisis Sensitivitas ............................................................... 65
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 69
7.1 Kesimpulan ............................................................................ 69
7.2 Saran ....................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .. 72
LAMPIRAN .................................................................................................... 75






45
DAFTAR TABEL


Nomor
Halaman

1. Data Produksi Perikanan Nasional dari Tahun 2001-2005 . 1
2. Produksi Ikan Air Tawar menurut J enis Budidaya di Indonesia
Pada Tahun 2004 .

2
3. Luas Usaha, Produksi dan Produktifitas Budidaya Ikan pada KJ A
di Indonesia Tahun 2001-2004 ...................................................................

3
4. J umlah Produksi Perikanan Budidaya J aring Apung di Indonesia
Menurut J enis Ikan dan Propinsi Penghasil Ikan Tahun 2004 ....................

4
5. Luas Usaha, Produksi dan Produktifitas Perikanan Budidaya KJ A di
Propinsi Banten Tahun 2002-2005 ...........................................................

5
6. Luas Usaha dan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar di Kabupaten
Lebak Tahun 2003-2006 .............................................................................

6
7. Perbandingan Hasil Penelitian Budidaya Ikan pada KJ A dengan
Sistem Monokultur dan Sistem Polikultur (J aring Kolor) ..........................

15
8.

9.
Komposisi Penduduk Kecamatan Wanasalam berdasarkan
Matapencaharian pada Tahun 2004 ...........................................................
Konsumsi Ikan Per Kapita dan J umlah Konsumsi Ikan di Kabupaten
Lebak Tahun 2003-2006 ....................................................................

36

38
10. Produksi dan J umlah Ikan Mas dan Nila dari Luar Daerah
Kabupaten Lebak Tahun 2006 ...

39
11.

12.

13.
14.
15.

16.

17.
Produksi Ikan Mas dan Nila di KJ A Waduk Cikoncang per Musim
Tanam ....
J enis Input Tetap dan Variabel yang Digunakan pada Usaha
Pembesaran Ikan Mas dan Nila di KJ A Waduk Cikoncang ..
Perhitungan Biaya Investasi 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor ..................
Perhitungan Biaya Reinvestasi Perlengkapan ............................................
Perhitungan Biaya Variabel Tahun ke-1 Usaha Pembesaran
Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor .........................
Perhitungan Biaya Variabel Tahun ke-2 Usaha Pembesaran
Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor .........................
Perhitungan Biaya Penyusutan dan Perkiraan Nilai Sisa
per Tahun dari 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor .......................................


43

47
52
52

53

55

56


46
18.
19.

20.

21


22.


23.

24.
25.



Perhitungan Biaya Tetap per Tahun ..........................................................
Perhitungan Penerimaan Tahun ke-1 dari 5 Unit KJ A Sistem J aring
Kolor ..........................................................................................................
Perhitungan Penerimaan Tahun ke-2 dari 5 Unit KJ A
Sistem J aring Kolor ...
Nilai Arus Tunai Tahun ke-1 Usaha Pembesaran Ikan Mas
dan Nila pada 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor dengan
Tingkat Suku Bunga 13 Persen .
Nilai Arus Tunai Tahun ke-2 Usaha Pembesaran Ikan Mas dan
Nila pada 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor dengan Tingkat
Suku Bunga 13 Persen ..
Proyeksi Laba/Rugi Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila
pada KJ A Sistem J aring Kolor ..
Nilai NPV, Net B/C dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen ....................
Hasil Analisis Switching Value yang Menghasilkan NPV=0/,
Nilai Net B/C Rasio=1 dan Nilai IRR=13 Persen .......................................

57

58

59

60


61

62
63


66
























47
DAFTAR GAMBAR


Nomor
Halaman

1. Konstruksi Keramba J aring Apung (KJA) Kolor II ............................... 11
2. Konstruksi Keramba J aring Apung (KJA) Kolor IV .............................. 12
3. Kerangka Pemikiran Konseptual Analisis Kelayakan Finansial
Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada KJ A Sistem
J aring Kolor ............................................................................................

26
4. Saluran Distribusi Penjualan Ikan Mas dan Nila di KJ A Waduk
Cikoncang ............................................................. .
5. Siklus Produksi Ikan Mas Per Musim Tanam Selama 2 Tahun .
6. Siklus Produksi Ikan Nila Per Musim Tanam Selama 2 Tahun .


41
44
44




























48
DAFTAR LAMPIRAN


Nomor
Halaman

1.

2.




Kegiatan Budidaya Pembesaran Ikan pada KJ A Sistem J aring
Kolor di Waduk Cikoncang ...............................................................
Perhitungan Nilai NPV, Net B/C Rasio, IRR dan PBP
Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit
KJ A Sistem J aring Kolor dengan Tingkat Suku Bunga
13 Persen ...........................................................................................

76
77












49
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan Indonesia dalam mencapai swasembada beras pada tahun
1984 merupakan prestasi yang perlu terus dipertahankan dan bahkan
dikembangkan menjadi swasembada pangan lain seperti ikan, sehingga
tercapainya pola konsumsi masyarakat yang lebih berimbang. Sumber daya ikan
merupakan salah satu modal dasar pembangunan, terutama dalam kaitannya
dengan penyediaan protein hewani guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menurut Cahyono (2005), peranan sektor perikanan dalam pembangunan
nasional antara lain meningkatkan produksi perikanan, meningkatkan lapangan
kerja baru dan meningkatkan kebutuhan konsumsi ikan untuk memenuhi gizi
masyarakat. Pada tahun 2006 sektor pertanian (dalam arti luas) mampu menyerap
tenaga kerja paling banyak yaitu sebesar 44,5 persen (42,3 juta orang tenaga
kerja) dari total 95,1 juta orang tenaga kerja nasional yang terserap pada berbagai
bidang pekerjaan. Sub sektor perikanan mampu menyerap tenaga kerja sebesar
14,4 persen atau sebanyak 6,1 juta orang tenaga kerja (Badan Pusat Statistik,
2007). Produksi perikanan nasional setiap tahunnya mengalami peningkatan dari
tahun 2001-2005 dengan laju kenaikan per tahun sebesar 6,57 persen. Data
produksi perikanan nasional dari tahun 2001-2005 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Produksi Perikanan Nasional Indonesia Tahun 2001-2005
Tahun Produksi (ton)
2001 5.353.470
2002 5.515.648
2003 5.915.988
2004 6.350.420
2005 6.900.000
Laju (%/tahun) 6,57
Sumber : Direktorat J enderal Perikanan Tangkap, 2005
Statistik Perikanan. http//:www.dkp.go.id, tanggal 25 J anuari 2007
(diolah).
50

Budidaya ikan di perairan umum merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan produksi perikanan melalui perluasan lahan perikanan dengan
memanfaatkan perairan umum. Tujuan lainnya adalah untuk pelestarian sumber
daya alam dan lingkungan hidup. Sumber daya perairan umum yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya perikanan seperti waduk, sungai,
saluran irigasi teknis, rawa dan danau. Pada tahun 2000 luas perairan waduk
tercatat 500.000 ha (Cahyono, 2005).
Waduk merupakan perairan umum yang sangat potensial dikembangkan
untuk budidaya ikan. Teknologi budidaya ikan pada Keramba J aring Apung
(KJA) saat ini sudah berkembang dengan pesat di beberapa danau dan waduk
seperti di waduk Saguling, Cirata dan J atiluhur yang terdapat di J awa Barat.
Selain dimanfaatkan untuk usaha budidaya perikanan, waduk juga memiliki
fungsi utama sebagai sediaan air, irigasi, tenaga listrik dan agrowisata.
Menurut Direktorat J enderal Perikanan Budidaya (2005), produksi
budidaya ikan air tawar pada jaring apung secara nasional pada tahun 2004 baru
mencapai 62.371 ton atau 5,95 persen dari total produksi ikan air tawar sebesar
1.047.691 ton (Tabel 2). Masih rendahnya produksi budidaya ikan KJ A
dikarenakan pengembangan budidaya ikan air tawar terbatas pada penggunaan
lahan untuk dijadikan tambak, kolam dan sawah.

Tabel 2. Produksi Ikan Air Tawar menurut J enis Budidaya di Indonesia pada
Tahun 2004
No Jenis Budidaya Jumlah (Ton) Persentase (%)
1. Tambak 559.612 53,41
2. Kolam 286.182 27,32
3. Karamba 53.694 5,13
4. J aring Apung 62.371 5,95
5. Sawah 85.832 8,19
Jumlah 1.047.691 100,00
Sumber : Direktorat J enderal Perikanan Budidaya, 2005.

51
Tabel 3 menggambarkan luas usaha, jumlah produksi perikanan budidaya
KJ A di Indonesia yang setiap tahunnya mengalami kenaikan. Laju kenaikan luas
usaha dan tingkat produksi pada tahun 2001-2004 masing-masing sebesar 51,67
persen dan 15,42 persen. Luas usaha mengalami kenaikan tertinggi pada tahun
2004 yaitu sebesar 952 ha dari 382 ha pada tahun 2003. Kenaikan luas usaha
pada tahun 2004 tidak diikuti dengan kenaikan produktivitas lahan budidaya yang
mengalami penurunan menjadi 65,52 ton/ha dari 150,86 ton/ha pada tahun 2003.
Rendahnya produktivitas lahan pada tahun 2004 dikarenakan adanya kematian
masal ikan sebelum dipanen akibat arus bawah air (Direktorat J enderal Perikanan
Budidaya, 2005).



Tabel 3. Luas Usaha, Produksi dan Produktivitas Budidaya Ikan pada KJ A
di Indonesia Tahun 2001 - 2004
Tahun
Luas Usaha
(Ha)
Produksi
(Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
2001 361 40.710 112,77
2002 363 47.172 130,26
2003 382 57.628 150,86
2004 952 62.371 65,52
Laju (%/tahun) 51,77 15,42 (8,41)
Sumber : Direktorat J enderal Perikanan Budidaya, 2005 (diolah).

Berdasarkan data statistik budidaya ikan KJ A pada tahun 2004 di
Indonesia, ikan mas dan nila merupakan jenis ikan air tawar yang paling banyak
dibudidayakan masing-masing produksinya sebanyak 42.382 ton dan 15.319 ton.
Produksi perikanan budidaya ikan pada KJ A secara nasional tertinggi dihasilkan
di J awa Barat yaitu 40.817 ton dari total produksi sebanyak 62.371 ton atau
mencapai 65,44 persen dengan sentra produksinya terletak di waduk Cirata,
Saguling dan J atiluhur. Produksi budidaya ikan pada KJ A di Propinsi Banten
pada tahun 2004 sebesar 120 ton atau 0,19 persen dari total produksi nasional
sebesar 62.371 ton
1
, sedangkan luas usaha baru mencapai 18 ha (hektar) atau
sebesar 0,78 persen dari total potensi waduk yang tersedia seluas 2.302 ha di

1
Statistik Perikanan Budidaya. http://www/dkp.go.id. Tanggal 25 J uli 2006
52
Propinsi Banten (Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten, 2005).
Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa masih ada peluang usaha untuk
meningkatkan produksi budidaya ikan KJ A di Propinsi Banten. Data Produksi
Perikanan KJ A menurut J enis Ikan dan Propinsi Penghasil Ikan dapat dilihat pada
Tabel 4.

Tabel 4. J umlah Produksi Perikanan Budidaya KJ A di Indonesia menurut J enis
Ikan dan Propinsi Penghasil Ikan Tahun 2004
No Propinsi
Produksi Ikan (Ton)
Mas Nila Gurame Mujair Tambak Lele Patin Lain Jumlah
1.
Sumatera
Utara
3.392 - - - - - - - 3.392
2. Sumatera
Barat
2.911 1.928 - - - - - - 4.893
3. J ambi 47 477 8 - - - 134 95 761
4. Bangka
Belitung
- 20 - - - - - - 20
5. Lampung 646 68 - - - 16 60 7 797
6. Banten 64 56 - - - 120
7. J awa Barat 31.545 7.365 664 1 722 520 40.817
8. J awa Timur 1.896 632 632 316 158 79 79 - 3.792
9. Bali 13 94 - 4 111
10. Kalimantan
Selatan
54 66 - - - - 9 129
11. Sulawesi
Utara
1.806 4.078 - 240 - - - - 6.124
12. Gorontalo - 533 - - - - - - 533
13. Sulawesi
Tengah
- - - - - - 923 - 923
14. Maluku
Utara
8 2 - 3 - - - - 13

Jumlah 42.382 15.319 1.304 563 158 96 1.927 622 62.371
Sumber : Statistik Perikanan Budidaya Banten. http://www.dkp.go.id. Tanggal
25 J uli 2006.

1.2. Perumusan Masalah
Perkembangan luas usaha budidaya ikan pada KJ A di Propinsi Banten dari
tahun 2002-2005 mengalami peningkatan dengan laju kenaikan sebesar 169,44
persen/tahun, namun produksi dan produktifitasnya mengalami penurunan
masing-masing sebesar 18,95 persen/tahun dan 38,02 persen/tahun. Rendahnya
produksi dan produktifitas lahan diantaranya disebabkan besarnya biaya investasi,
biaya operasioanal/variable, serta waktu pengembalian modal yang cukup lama.
Berdasarkan uraian tersebut, apakah kegiatan usaha budidaya ikan pada KJ A di
Propinsi Banten masih layak atau tidak untuk dikembangkan?. Luas usaha dan
53
produksi perikanan budidaya KJ A di Propinsi Banten dari tahun 2002-2005
disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Luas Usaha, Produksi dan Produktivitas Perikanan Budidaya KJ A di
Propinsi Banten Tahun 2002 - 2005
Tahun Luas Usaha (Ha) Produksi (Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
2002 0,06 198,00 3.300,00
2003 0,06 196,00 3.266,67
2004 0,36 119,50 331,94
2005 0,39 99,40 254,87
Laju (%/tahun) 169,44 (18,95) (38,02)
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten, 2005 (diolah).

Tabel 6 menyajikan data luas usaha dan produksi budidaya ikan air tawar
di Kabupaten Lebak dari tahun 2003-2006. Luas usaha dan produksi perikanan
budidaya air tawar di Kabupaten Lebak setiap tahunnya mengalami kenaikan
dengan laju kenaikan masing-masing sebesar 12,04 persen/tahun dan 13,59
persen/tahun, namun dilihat dari laju kenaikan produktivitas lahan sangat rendah
hanya mencapai 2,97 persen/tahun. Rendahnya produktivitas lahan diantaranya
disebabkan sebagian besar lahan usaha budidaya ikan baik kolam maupun sawah
merupakan lahan tadah hujan. Upaya peningkatan produksi ikan air tawar
diarahkan pada pengembangan usaha budidaya ikan di perairan umum waduk,
karena ketersediaan air baik sepanjang waktu dan tidak pernah mengalami
kekeringan pada musim kemarau. Berdasarkan permasalahan tersebut, apakah
usaha budidaya ikan di waduk Cikoncang layak untuk dikembangkan sehingga
akan memberikan keuntungan secara finansial?.
Rencana pengembangan budidaya ikan sistem KJ A di waduk Cikoncang
terkait dengan rencana jangka panjang Pemerintah Propinsi Banten dan
Pemerintah Kabupaten Lebak yang akan mengembangkan beberapa kecamatan
menjadi kawasan agropolitan. Salah satu kecamatan yang akan dikembangkan
adalah kecamatan Wanasalam melalui pengembangan komoditas pertanian,
perikanan dan perkebunan (Bappeda Kab. Lebak, 2007). Komoditas perikanan
yang potensial dikembangkan adalah ikan mas dan nila melalui kegiatan budidaya
54
pada KJ A sistem jaring kolor. Budidaya ikan sistem KJ A jaring kolor lebih
efisien dalam penggunaan pakan, karena ikan nila dapat memanfaatkan sisa-sisa
pakan dari ikan mas (Sukamto dan Maryam 2005).

Tabel 6. Luas Usaha, Produksi dan Produktivitas Perikanan Budidaya Air Tawar
di Kabupaten Lebak Tahun 2003-2006
Tahun Luas Usaha (Ha) Produksi (Ton)
Produktivitas
(Ton/Ha)
2003 2.900,02 2.109,20 0,73
2004 2.942,72 2.250,20 0,77
2005 3.962,00 2.649,20 0,67
2006 3.962,09 3.082,70 0,78
Laju (%/tahun) 12,04 13,59 2,97
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak, 2007 (diolah).

Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Prop. Banten (2007),
pembangunan bidang kelautan dan perikanan di Kabupaten Lebak diarahkan pada
pengembangan budidaya ikan air tawar yang berbasiskan kawasan melalui
pemanfaatan lahan-lahan potensial. Waduk merupakan salah satu perairan umum
potensial yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kegiatan budidaya
perikanan air tawar. Lahan waduk yang sangat potensial untuk pengembangan
budidaya ikan pada KJ A di Kabupaten Lebak mencapai 2.252 ha, namun sampai
dengan tahun 2006 tingkat pemanfaatannya masih rendah yaitu 0,18 ha atau 0,008
persen (Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak, 2007). Berdasarkan
permasalahan tersebut, apakah lahan waduk yang tersedia dapat dikembangkan
lebih luas lagi, sehingga dapat memberikan manfaat?. Berapa batas maksimum
penggunaan lahan waduk untuk kegiatan usaha budidaya ikan pada KJ A?.
Tingkat konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Lebak pada tahun 2006
baru mencapai 16,94 kg/kapita/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak,
2007), namun dibanding dengan tingkat konsumsi ikan nasional masih tertinggal
jauh. Pada tahun 2006 tingkat konsumsi ikan nasional sudah mencapai 25,03
kg/kapita/tahun
2
. Usaha pengembangan budidaya ikan diharapkan dapat

2
Rapat Koordinasi Nasional. http://www/dkp.go.id. Tanggal 25 J anuari 2007
55
meningkatkan produksi perikanan yang pada akhirnya dapat memenuhi dan
meningkatkan konsumsi ikan masyarakat.

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, lingkungan dan
kelayakan finansial usaha pembesaran ikan mas dan nila pada Keramba
J aring Apung (KJ A) sistem jaring kolor di daerah penelitian.
2. Melakukan analisis tingkat sensitivitas kelayakan usaha pembesaran ikan
mas dan nila pada Keramba J aring Apung (KJ A) sistem jaring kolor di
daerah penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang
lengkap tentang usaha pembesaran ikan mas dan nila pada Keramba J aring Apung
(KJA) dengan sistem jaring kolor bagi pihak yang berkepentingan :
1. Bagi penulis sebagai media untuk melihat serta menganalisis masalah yang
timbul di lapangan dan mencari penyelesaian masalahnya.
2. Bagi investor sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada Keramba J aring
Apung (KJ A) sistem jaring kolor dalam rangka peningkatan produksi ikan air
tawar.
3. Sebagai bahan informasi penelitian bagi pihak-pihak yang berkepentingan.








56
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Perikanan Waduk
Menurut J angkara (2000), waduk adalah wilayah yang digenangi badan air
sepanjang tahun serta dibentuk atau dibangun atas rekayasa manusia. Waduk
dibangun dengan cara membendung aliran sungai sehingga air sungai tertahan
sementara dan menggenangi bagian daerah aliran sungai atau water shed yang
rendah. Waduk dapat dibangun di dataran rendah maupun dataran tinggi.
Beberapa waduk dapat dibangun disepanjang aliran sungai. Waduk yang
dibangun di dataran tinggi atau hulu sungai akan memiliki bentuk menjari, relatif
sempit dan bertebing curam serta dalam. Waduk yang dibangun di dataran rendah
atau hilir sungai berbentuk bulat, relatif luas dan dangkal.
Menurut Rochdianto (2000), Usaha ke arah pembudidayaan ikan di
perairan umum kian hari memang terasa kian mendesak. Hal ini perlu dimaklumi
karena usaha penangkapan ikan yang tidak diimbangi dengan usaha budidaya dan
penebaran ikan (restocking), lambat laun akan mengganggu kelestarian sumber
daya perairan. Bila di sungai dikenal budidaya ikan sistem keramba, maka di
waduk dan danau dapat diterapkan cara budidaya ikan dalam keramba jaring
apung. Budidaya ikan dengan sistem ini pada prinsipnya mirip dengan sistem
keramba.
Keuntungan budidaya ikan dalam keramba jaring apung yaitu ongkos
produksi untuk penyediaan tanah (untuk membangun kolam) berkurang, dapat
mengatasi berkurangnya lahan budidaya ikan akibat terdesak oleh kegiatan
pertanian, industri serta pembangunan perumahan. Secara teknis keuntungan
yang diperoleh antara lain adalah intensifikasi produksi ikan dan optimasi
penggunaan pakan dapat diterapkan, pesaing dan pemangsa ikan mudah
dikendalikan serta pengelolaan dan pemanenan tidak terlalu rumit. Pemanfaatan
danau dan waduk menyangkut kepentingan masyarakat luas, maka dituntut agar
fungsi utama perairan, kelestarian sumber daya hayati dan ekosistem perairan
harus diperhatikan (Rochdianto, 2000).


57
2.2 Budidaya Ikan pada Keramba Jaring Apung
Budidaya ikan di Keramba J aring Apung (KJA) sudah dilakukan sejak
tahun 1978 di perairan Situ Lido Bogor, dikembangkan oleh Balai Penelitian
Perikanan Darat yang sekarang menjadi Balai Riset Perikanan Air Tawar.
Kemudian berturut-turut pada tahun 1982 di Waduk J atiluhur, Kelapa Dua dan
Cibubur J akarta, tahun 1984 di Danau Tondano Sulawesi Utara, Cekdam Guna
Sari J awa Barat, pada tahun 1986 di Riam Kanan Kalimantan selatan serta Danau
Toba Sumatera Utara. Hasil uji coba tersebut menunjukkan bahwa budidaya ikan
di KJ A memiliki prospek cerah (Rochdianto, 2000).
Menurut Achmad et al. (1995) dalam Fahrur dan Tamsil (2005), keramba
jaring apung biasa digunakan untuk menamai wadah pemeliharaan ikan dari jaring
yang dibentuk segi empat atau silindris dan diapungkan dalam air permukaan
menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu atau besi serta pemberian
jangkar disetiap sudutnya. Ukuran kantong keramba jaring disesuaikan dengan
jenis, ukuran dan kepadatan ikan yang akan dipelihara.
Menurut Sutarman et al. (2003) dalam Fahrur dan Tamsil (2005), untuk
pembesaran ikan digunakan mata jaring 1 inci (2,54 cm). Bahan yang digunakan
harus memenuhi beberapa syarat yang layak seperti simpul kuat dan halus/tanpa
simpul, tidak melukai ikan, dapat melindungi ikan dari predator, mudah dipotong
dan dirajut serta mudah dibersihkan. Bahan jaring biasanya dibuat dari bahan
polietilen (Direktorat J enderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2005).
Budidaya ikan pada KJ A terdiri dari sistem jaring tunggal (monokultur) dan
sistem jaring kolor (polikultur).

2.2.1 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem
Tunggal (Monokultur)
Menurut Suyanto dalam Maulana (2003), pembesaran ikan pada KJ A
tunggal biasanya dilakukan secara monokultur yaitu dalam satu jaring pada
lapisan atas ditebarkan hanya satu jenis ikan tanpa ada jenis ikan lain, dimana
ikan yang ditebar sebagai komoditas pokok. Pada sistem KJ A tunggal pakan
tambahan mutlak diberikan karena jumlah pakan alami dalam waduk relatif
sedikit, bahkan hampir tidak ada. Pakan tambahan berupa pellet diberikan setiap
hari dengan dosis tiga persen dari berat ikan. J aring apung yang telah terpasang di
58
danau atau waduk biasanya dirakit menjadi satu unit. Satu unit rakit jaring
terapung terdiri dari empat net kolam dan satu tempat jaga (Direktorat J enderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2005).

2.2.2 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Kolor
(Polikultur)
Menurut penelitian Sukamto dan Maryam (2005), teknik budidaya
Keramba J aring Apung (KJA) dengan sistem jaring kolor yaitu jaring terdiri atas
bagian bawah satu buah jaring dan di bagian atas dua buah jaring dalam dua
petakan. Ada lagi jaring kolor empat yang terdiri dari atas satu jaring di bagian
bawah dan empat jaring di bagian atas di dalam empat petakan. Berdasarkan
teknik budidaya sistem KJ A kolor petani ikan tidak harus membudidayakan ikan
nila di jaring apung secara khusus, akan tetapi dapat dibudidayakan bersama
dengan ikan mas (budidaya ikan secara polikultur) serta produksi ikan dapat
ditingkatkan yaitu dari ikan mas di jaring atas dan ikan nila di jaring bawah.
Keramba jaring apung sistem kolor terdiri dari jaring kolor dua dan jaring
kolor empat. J aring kolor dua artinya untuk jaring atas 7x7x3 m
3
terdiri atas dua
petak sedangkan untuk di bagian bawah 17x9x5 m
3
, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 1. J aring kolor empat memiliki ukuran jaring kolor bagian
atas 7x7x3 m
3
yang terdiri atas 4 petak dan bagian bawah berukuran 17x17x 5 m
3
,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 (Sukamto dan Maryam, 2005).
Pada awalnya sistem KJ A kolor digunakan oleh para petani ikan di Waduk
J atiluhur, Cirata dan Saguling untuk mengantisipasi kematian massal ikan yang
hampir terjadi setiap tahun. Hal ini disebabkan sisa pakan yang terbuang ke dasar
perairan, sehingga menyebabkan mutu/kualitas air menurun. Efisiensi pakan pada
sistem KJ A kolor bisa ditingkatkan karena pakan atau debu pakan yang terbuang
ke bawah atau ke pinggir bisa dimanfaatkan ikan lain yang dipelihara seperti ikan
nila, sehingga pakan yang terbuang ke perairan juga semakin berkurang (Sukamto
dan Maryam, 2005).




59




9 m




17 m
A. Tampak atas





5 m 5 5 5 m





B. Tampak samping
Gambar 1. Konstruksi Keramba J aring Apung (KJ A) Kolor II
Keterangan :
: Pelampung dari drum : Kerangka bambu
/ : Pemberat/jangkar

: J aring kolor/bawah untuk pemeliharaan ikan nila

: J aring atas untuk pemeliharaan ikan mas
Sumber : Sukamto dan Maryam, 2005



J aring I






J aring II


J aring kolor
3 m


7 m
J aring I


7m


7 m
J aring II


7m
60





17 m






17 m
A. Tampak atas





5 m




B. Tampak samping
Gambar 2. Konstruksi Keramba J aring Apung (KJ A) Kolor IV
Sumber : Sukamto dan Maryam, 2005

2.2.3 Analisis Usaha Budidaya Ikan pada Keramba Jaring Apung (KJA)
Penelitian mengenai budidaya ikan pada KJ A sistem jaring kolor belum
banyak dilakukan, tetapi penelitian mengenai analisis kelayakan usaha telah
banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan analisis kelayakan
7 m

7 m
J aring I

7 m

7m
J aring III

7 m

7 m
J aring II

7 m

7 m
J aring IV
3 m



J aring





J aring



J aringkolor
3 M
61
finansial budidaya ikan pada KJ A telah dilakukan oleh Mungky (2001), Gultom
(2002) dan Maulana (2003).
Mungky (2001), melakukan penelitian yang bertujuan membuat desain
investasi usaha pembesaran ikan kolam jaring apung sistem tunggal (monokultur)
dengan studi kasus pada KJ A Batuhapur, Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, J awa
Barat. Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis keuntungan usaha, kelayakan
finansial dan analisis sensitivitas. Analisis dilakukan selama satu tahun dengan
tiga kali musim tanam. Luas kolam 1.568 m
2
(32 unit kolam) dengan produksi
total ikan mas 48.000 kg/tahun. Produktifitas lahan sebesar 10,20 kg/m
2
. Harga
ikan mas di tingkat petani senilai Rp. 5.000/kg. Penerimaan total pertahun
sebesar Rp. 240.000.000 dengan biaya total sebesar Rp. 215.976.960/tahun.
Pendapatan pertahun sebesar Rp. 24.023.040. Analisis imbangan penerimaan dan
biaya (R/C Ratio) sebesar 1,1. Nilai NPV sebesar Rp. 98.952.859 dengan tingkat
diskonto 16 persen. Nilai IRR sebesar 34 persen yang berarti usaha memberikan
pendapatan sebesar 34 persen/tahun dari modal yang diinvestasikan. Nilai Net
Benefit Cost Ratio (Net B/C) sebesar 1,93.
Gultom (2002), melakukan penelitian mengenai prospek pengembangan
usaha budidaya ikan mas dalam jaring apung sistem tunggal (monokultur) di
Danau Toba Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Analisis yang dilakukan
meliputi analisis usaha, finansial dan sensitivitas. Analisis dilakukan selama
setahun dengan dua kali musim tanam. Luas usaha 24 m
2
/kolam, namun tidak
diketahui jumlah unit kolam yang diteliti. Produksi rata-rata ikan mas 19.914
kg/tahun. Harga ikan mas di tingkat petani senilai Rp. 9.000/kg. Penerimaan
rata-rata pertahun sebesar Rp. 179.229.600 dengan biaya rata-rata sebesar Rp.
141.047.852/tahun. J umlah rata-rata pendapatan pertahun sebesar Rp.
38.181.748. Nilai R/C Ratio sebesar 1,27. Nilai NPV sebesar Rp. 55.495.666
dengan tingkat diskonto 18 persen. Nilai IRR sebesar 57,39 persen yang berarti
usaha memberikan pendapatan sebesar 57,39 persen/tahun dari modal yang
diinvestasikan. Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) sebesar 2,5.
Maulana (2003), melakukan penelitian mengenai kelayakan usahatani
pembesaran dan pemasaran ikan nila gift budidaya keramba jaring apung di Desa
Cikidang Bayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, J awa Barat. Analisis
62
usaha tani dilakukan terhadap budidaya ikan pada KJ A dengan sistem tunggal
(monokultur) dan sistem kolor (polikultur). Penelitian meliputi analisis usahatani
(penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani), analisis kelayakan investasi (aspek
pasar, aspek teknik dan teknologi, aspek lingkungan dan aspek finansial) dan
analisis pemasaran.. Perhitungan dilakukan selama setahun dengan tiga kali
musim tanam. Luas usaha KJ A monokultur 196 m
2
(empat unit kolam). Produksi
rata-rata usahatani KJ A monokultur 14.400kg/tahun. Produktifitas lahan sebesar
73,47 kg/m
2
. Harga ikan nila di tingkat petani senilai Rp. 3.800/kg. Penerimaan
rata-rata pertahun usahatani KJ A monokultur sebesar Rp. 54.720.000 dengan
biaya rata-rata sebesar Rp. 42.180.642,85/tahun. J umlah pendapatan pertahun
sebesar Rp. 12.539.357,15. Nilai R/C Ratio sebesar 1,297. Nilai NPV sebesar Rp.
53.856.359,94 dengan tingkat diskonto 12 persen. Nilai IRR sebesar 179 persen.
Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) sebesar 7,59.
Perhitungan luas usahatani KJ A sistem kolor (polikultur) terdiri dari luas
jaring atas dan jaring bawah/jaring kolor. Luas jaring atas 588 m
2
(12 unit kolam)
dengan komoditas ikan mas dan jaring bawah 588 m
2
(tiga unit kolam) dengan
komoditas ikan nila. J umlah produksi ikan mas 30.600 kg/tahun dan ikan nila
7.200 kg/tahun. Harga ikan mas di tingkat petani senilai Rp. 6.200/kg. Total
produktifitas lahan sebesar 32,14 kg/m
2
. Penerimaan total per tahun dari
pemeliharaan ikan mas dan nila sebesar Rp. 217.080.000. dengan biaya total
produksi sebesar Rp. 170.779.500/tahun. J umlah pendapatan total pertahun
sebesar Rp. 46.300.000. Nilai R/C Ratio sebesar 1,271. Nilai NPV sebesar Rp.
193.072.372,67 dengan tingkat diskonto 12 persen. Nilai IRR sebesar 132 persen.
Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) sebesar 5,63 (Maulana, 2003).
Perbandingan hasil penelitian budidaya ikan pada KJ A dengan sistem monokultur
dan sistem polikultur (jaring kolor) disajikan pada Tabel 7.






63
Tabel 7. Perbandingan Hasil Penelitian Budidaya Ikan pada KJ A dengan Sistem
Monokultur dan Sistem Polikultur (J aring Kolor)
No Uraian
Budidaya
Monokultur
ikan mas *
Budidaya
Monokultur
Ikan Mas
**
Budidaya
Monokultur
Ikan Nila
***
Budidaya
Polikultur
Ikan Mas dan
Nila ***
1. Luas Usaha
(m
2
)
- J aring Atas
- J aring
Bawah
1.568 196 588
2. Produksi
Total (kg/th)
48.000 19.914 14.400 37.800
3. Produktifitas
(Kg/m
2
)
30,61 - 73,47 32,14
4. Penerimaan
Total
(Rp./th)
240.000.000 179.229.600 54.720.000 217.080.000
5. Harga
(Rp/kg)
- Ikan Mas
- Ikan Nila
5.000
-
9.000
-
6.200
3.800
6.200
3.800
6. Tingkat
Diskonto
(%)
16 18 12 12
7. Biaya Total
(Rp./th)
215.976.960 141.047.852 42.180.642,85 170.779.500
8. Pendapatan
Total
(Rp./th)
24.023.040 38.181.748 12.539.357,15 46.300.500
9. R/C Ratio 1,1 1,27 1,297 1,271
10. NPV (Rp.) 98.952.859 55.495.666 53.856.359,94 193.073.372,67
11. IRR (%) 34 57,39 179 132
12. Net B/C 1,93 2,5 7,59 5,63
Keterangan :
* Sumber dari penelitian Mungky (2001)
** Sumber dari penelitian Gultom (2002)
*** Sumber dari penelitian Maulana (2003)

Berdasarkan data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa produktifitas lahan
tertinggi dicapai pada budidaya ikan nila di KJ A dengan sistem monokultur
(tunggal). Capaian penerimaan dan pendapatan total terbesar pada budidaya ikan
KJ A sistem polikultur (sistem jaring kolor). Nilai R/C Ratio tertinggi pada
budidaya ikan nila pada KJ A dengan sistem monokultur sebesar 1,297 yang
64
berarti bahwa setiap Rp. 1 yang dikeluarkan untuk biaya produksi akan
menghasilkan Rp. 1,297. Nilai NPV tertinggi diperoleh pada kegiatan budidaya
ikan KJ A polikultur sebesar Rp. 193.073.372,67. Budidaya ikan nila pada KJ A
sistem monokultur memberikan keuntungan internal terbesar yaitu 132 persen dari
nilai investasi yang ditanamkan. Nilai Net B/C tertinggi diperoleh pada budidaya
ikan nila dengan sistem monokultur.
Studi kali ini melakukan analisis kelayakan finansial usaha pembesaran
ikan mas dan nila pada Keramba J aring Apung (KJA) sistem jaring kolor di
Waduk Cikoncang yang merupakan salah satu waduk yang terletak di dataran
rendah. Gejala alam umbalan sangat kecil kemungkinan terjadi di waduk dataran
rendah. Umbalan dapat mengakibatkan arus balik dari dasar waduk yang dapat
mempengaruhi pengaturan pola tanam dan kelayakan finansial usahanya.




















65
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Proyek
Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-
sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang
mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) di waktu
yang akan datang, dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan
sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu
tujuan (objektive) dan mempunyai suatu titik tolak (starting poin) dan suatu titik
akhir (ending poin). Biaya-biayanya maupun hasilnya yang pokok dapat diukur
(Kadariah, Karlina dan Gray, 1999).
Menurut Gittinger (1986), proyek merupakan elemen operasional yang
paling kecil yang disiapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan yang
terpisah dalam suatu perencanaan nasional atau program pembangunan pertanian.
Proyek merupakan kegiatan tertentu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu. Biasanya proyek merupakan kegiatan yang khas yang secara
nyata berbeda dari kegiatan investasi yang diterangkan terdahulu dan kelihatannya
berbeda pula dari kegiatan penggantinya, bukan merupakan bagian rutin dari suatu
program yang sedang dilaksanakan. Proyek pertanian adalah kegiatan usaha yang
rumit karena menggunakan sumber-sumber daya untuk memperoleh keuntungan
atau manfaat.
Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu
proyek (biasanya merupakan investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Aktiva
yang lebih terbatas terutama dipergunakan oleh pihak swasta yang lebih berminat
tentang manfaat ekonomis suatu investasi, sedangkan dari pihak pemerintah atau
lembaga non profit, pengertian menguntungkan bisa dalam arti yang lebih relatif.
Pertimbangannya berbagai faktor seperti manfaat bagi masyarakat luas yang bisa
berwujud penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan sumber daya yang melimpah.
Hal ini dikaitkan dengan penghematan devisa ataupun penambahan devisa yang
diperlukan oleh pemerintah. Dampak proyek bisa berupa dampak ekonomis, bisa
juga yang bersifat sosial. Pada umumnya suatu studi kelayakan proyek akan
66
menyangkut tiga aspek, yaitu : 1). Manfaat ekonomis proyek bagi proyek itu
sendiri (sering disebut sebagai manfaat finansial), 2). Manfaat ekonomis proyek
tersebut bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (sering disebut manfaat
ekonomi nasional), 3). Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat sekitar
proyek tersebut. Tujuan studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari
keterlanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata
tidak menguntungkan. Studi kelayakan ini akan memakan biaya, tetapi biaya
tersebut relatif kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek
yang menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Muhamad, 2000).

3.1.2 Identifikasi Biaya dan Manfaat
Secara sederhana suatu biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu
tujuan atau segala sesuatu yang mengurangi pendapatan nasional dan secara
langsung mengurangi jumlah barang dan jasa akhir. Suatu manfaat adalah segala
sesuatu yang membantu suatu tujuan atau segala sesuatu yang langsung
menambah jumlah dan jasa akhir (Gittinger, 1986).
Menurut Choliq, Wirasasmita dan Hasan (1999), biaya proyek adalah
seluruh biaya yang dikeluarkan guna mendatangkan penghasilan (return) pada
masa yang akan datang. Benefit adalah suatu manfaat yang diperoleh dari suatu
proyek baik yang dapat dihitung atau dinilai dengan uang (tangible benefit)
ataupun yang tidak dapat dinilai dengan uang (intangible benefit), baik secara
langsung (direct benefit) maupun yang tidak langsung (indirect benefit).
Menurut Choliq, Wirasasmita dan Hasan (1999), biaya proyek pada
dasarnya diklasifikasikan atas biaya investasi dan biaya operasional.
1. Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan mulai proyek tersebut
dilaksanakan sampai proyek tersebut mulai berjalan (beroperasi). Biaya
investasi misalnya pendirian bangunan pabrik, pembelian mesin dan
peralatannya, tenaga kerja yang berhubungan dengan investasi dan
sebagainya.
2. Biaya operasional adalah seluruh biaya yang dikeluarkan karena proses
produksi berlangsung dan secara rutin biaya ini harus dilakukan. Biaya
67
operasional misalnya pembelian bahan baku, biaya listrik dan air, bahan bakar
dan sebagainya.

3.1.3 Aspek-aspek Studi Kelayakan Proyek
Untuk melakukan studi kelayakan, terlebih dahulu harus ditentukan aspek-
aspek apa yang akan dipelajari. Walaupun belum ada kesepakatan tentang aspek
apa saja yang perlu diteliti, tetapi umumnya penelitian akan dilakukan terhadap
aspek-aspek pasar, teknis, keuangan, hukum dan ekonomi negara. Tergantung
pada besar kecilnya dana yang tertanam dalam investasi tersebut, maka terkadang
juga ditambahkan studi tentang dampak sosial (Husnan dan Muhamad, 2000).

3.1.3.1 Aspek Pasar
Menurut Husnan dan Muhamad (2000), aspek pasar dan pemasaran terdiri
dari permintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan.
1. Permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis
konsumen, perusahaan besar pemakai dan proyeksi permintaan tersebut.
2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun juga yang berasal
dari impor. Bagaimana perkembangannya di masa lalu dan bagaimana
perkiraan di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penawaran, seperti jenis barang yang bisa menyaingi, perlindungan dari
pemerintah dan sebagainya.
3. Harga, dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi dalam
negeri lainnya. Apakah ada kecenderungan perubahan harga dan bagaimana
polanya.
4. Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan
dan bauran pemasaran (marketing mix). Identifikasi siklus kehidupan produk
dan pada tahap apa produk akan dibuat.
5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan dan market share yang bisa
dikuasai perusahaan.
6. Struktur Pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, monopoli, oligopoli dan
monopolistik. Pasar persaingan sempurna adalah pasar yang harga-harganya
tidak mungkin dipengaruhi oleh pembeli atau penjual secara perorangan
68
dengan pembelian atau penjualannya. Pasar persaingan sempurna mempunyai
syarat yaitu produk yang serba sama (homogen), Mobilitas sumber tidak ada
pembatasnya dan terdapat banyak pembeli dan penjual. Pasar monopoli yaitu
suatu pasar atau sektor industri yang hanya memiliki satu perusahaan
(produsen) tunggal yang bertindak sebagai satu-satunya penjual atau pemasok
atas suatu barang yang tidak ada substitutan atau barang penggantinya. Pasar
oligopoli yaitu jumlah perusahaan yang kuat lebih dari dua tapi tetap sedikit,
dalam struktur oligopoli iklim kompetitif masih terjaga. Pasar monopolistik
adalah suatu pasar yang memiliki banyak perusahaan yang menjual produk-
produk yang terdiferensiasi (product differentiation), terdapat banyak produk
yang mirip namun berbeda, yang semuanya menyajikan pilihan-pilihan (Miller
dan Meiners, 2000).
7. Faktor persaingan perlu diperhatikan dari perusahaan sejenis terutama
terhadap usaha yang telah ada dan kemungkinan tentang berdirinya usaha
sejenis lainnya di masa yang akan datang (Ibrahim, 2003).

3.1.3.2 Aspek Teknis
Menurut Gittinger (1986), analisis secara teknis berhubungan dengan input
proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-
jasa. Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses
pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut
selesai dibangun. Berdasarkan analisa ini dapat diketahui rancangan awal
penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya. Aspek teknis
membahas tentang lokasi proyek, luas produksi, lay out pabrik dan pemilahan
jenis teknologi dan equipment (Husnan dan Muhamad, 2000).
1. Lokasi proyek
Lokasi proyek untuk perusahaan industri mencakup dua pengertian yakni
lokasi dan lahan pabrik serta lokasi untuk bukan pabrik. Pengertian kedua
menunjuk pada lokasi untuk kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan
dengan proses produksi, yakni meliputi bangunan administrasi perkantoran
dan pemasaran. Pemilihan lokasi pabrik harus memperhatikan variabel-
variabel utama dan bukan utama. Variabel utama terdiri dari ketersediaan
69
bahan mentah untuk proses operasi perusahaan, letak bahan mentah yang
dituju, ketersediaan tenaga listrik dan air terutama untuk jenis industri hulu,
tersedianya tenaga kerja terdidik maupun terlatih akan berpengaruh terhadap
biaya produksi yang ditanggung perusahaan dan fasilitas transportasi.
Variabel sekunder yang perlu diperhatikan antara lain : hukum dan peraturan,
iklim dan keadaan tanah, sikap dari masyarakat setempat, rencana masa depan
perusahaan.
2. Luas produksi dan rencana produksi
Luas produksi produksi merupakan jumlah produk yang akan diproduksi
untuk mencapai keuntungan yang optimal. Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam penentuan luas produksi adalah batasan permintaan,
tersedianya kapasitas mesin-mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja
pengelola proses produksi, kemampuan finansial dan manajemen,
kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa yang akan
datang. Perencanaan produksi tergantung pada pangsa pasar dari produk yang
dihasilkan.
3. Lay out
Lay out merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan
fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan. Pengertian lay out mencakup lay out
site (lay out lahan lokasi proyek), lay out pabrik, lay out bangunan bukan
pabrik dan fasilitasnya. Lay out pabrik terdiri dari dua tipe utama yaitu lay
out fungsional (lay out process) dan lay out produk (lay out garis). Dalam lay
out fungsional mesin-mesin dan peralatan yang mempunyai fungsi yang sama
dikelompokkan dan ditempatkan dalam suatu ruang/tempat tertentu. Pada lay
out produk, mesin dan peralatan disusun berdasarkan urutan dari opersi
pembuatan produk.
4. Pemilihan jenis teknologi dan equipment
Patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah
seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang
diharapkan. Pemilihan equipment dipengaruhi oleh proses produksi yang
dipilih, derajat mekanisasi dan luas produksi yang ditetapkan.

70
5. Penggunaan input
Input dibutuhkan bagi produksi suatu komoditi. Input atau faktor produksi
atau sumber-sumber daya produktif secara sederhana dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori, yakni modal (capital) dan tenaga kerja (labor).
Klasifikasi lebih jauh terbagi menjadi dua golongan input, yakni input tetap
(fixed input) dan input yang berubah-ubah atau input variabel (variable input).
Berdasarkan klasifikasi ini, maka modal dianggap sebagai biaya tetap,
sedangkan tenaga kerja dianggap sebagai biaya variabel (Miller dan Meiners,
2000).

3.1.3.3 Aspek Manajemen
Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa
pembangunan proyek yang meliputi pelaksana proyek, jadwal penyelesaian
proyek, siapa yang melakukan studi masing-masing aspek pemasaran, teknis dan
sebagainya. Manajemen dalam operasi meliputi bentuk organisasi/badan usaha
yang dipilih, struktur organisasi (deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan),
anggota direksi dan tenaga-tenaga kunci. J umlah tenaga kerja yang akan
digunakan (Husnan dan Muhamad, 2000).
1. Manajemen pembangunan proyek
Tahap rencana pembangunan proyek dapat menerangkan bagaimana
menyusun rencana penyelesaian proyek tepat pada waktunya.
Mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan sumber daya agar sarana fisik
proyek tersebut bisa disiapkan tepat pada waktunya. Fasilitas penunjang
yang harus disiapkan seperti tenaga kerja, transportasi, komunikasi dan
berbagai perangkat lunak.
2. Manajemen dalam operasi
Manajemen dalam operasi menjelaskan tentang bagaimana merencanakan
pengelolaan proyek tersebut dalam opersinya nanti. Beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah bentuk badan usaha yang sebaiknya digunakan, jenis-jenis
pekerjaan yang diperlukan agar usaha tersebut bisa berjalan dengan lancar,
persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk bisa menjalankan pekerjaan-
71
pekerjaan tersebut dengan baik, struktur organisasi yang akan dipergunakan,
mencari tenaga untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

3.1.3.4 Aspek Hukum
Aspek hukum mempelajari tentang badan usaha yang dipergunakan.,
jaminan-jaminan yang bisa disediakan kalau akan menggunakan sumber dana
yang berupa pinjaman. Berbagai izin, akta, sertifikat yang diperlukan untuk
kegiatan usaha (Husnan dan Muhamad, 2000).

3.1.3.5 Aspek Lingkungan
Pembangunan mempunyai dampak terhadap kualitas lingkungan secara
global baik dampak positif maupun negatif. Pembangunan yang
berkesinambungan merupakan tuntutan yang realistis dan bersifat jangka panjang.
Faktor pokok yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan adalah
pembangunan dengan menggunakan teknologi yang mencemari (polluting
technology) (Choliq, Wirasasmita dan Hasan, 1999).

3.1.3.6 Aspek Keuangan
Aspek keuangan/finansial menyangkut masalah pengeluaran dan
penerimaan dari pelaksanaan proyek, menyangkut masalah-masalah kemampuan
proyek dalam pengembalian dana-dana proyek, lebih jauh lagi apakah proyek itu
akan berkembang sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri. Analisis
finansial menitik beratkan kepada pendekatan individu yaitu analisis yang melihat
suatu hasil kegiatan proyek dilihat dari segi individu dalam hal ini bisa
perorangan, perseroan, CV ataupun kelompok usaha lainnya yang berhubungan
langsung dengan proyek. Proyek-proyek yang akan dilakukan swasta pada
umumnya cukup hanya dianalisis secara analisis finansial saja, sedangkan proyek-
proyek pemerintah pada umumnya dianalisis secara analisis finansial dan ekonomi
(Choliq, Wirasasmita dan Hasan, 1999).
Menurut Choliq, Wirasasmita dan Hasan (1999), unsur-unsur yang perlu
diperhatikan dalam perhitungan kelayakan suatu proyek yaitu :
72
1. Harga, analisis finansial menggunakan harga yang berlaku setempat atau
market price atau harga yang diterima oleh pengusaha.
2. Subsidi, besarnya subsidi dalam analisis finansial merupakan keringanan
karena mengurangi biaya Adanya subsidi akan menambah benefit, dengan
perkataan lain subsidi tidak diperhitungkan dalam biaya proyek
3. Pajak, besarnya pajak dalam analisis finansial diperhitungkan dalam biaya
proyek.
4. Upah, upah yang digunakan dalam analisis finansial baik untuk tenaga kerja
ahli, menengah maupun kasar adalah upah yang berlaku setempat.
5. Bunga modal, besarnya bunga modal dalam analisis finansial dibedakan atas
bunga yang dibayarkan kreditur, dianggap biaya dan untuk bunga atas modal
proyek tidak dianggap biaya.
Menurut Kadariah, Karlina dan Gray (1999), beberapa kriteria investasi
yang digunakan untuk menilai kelayakan suatu proyek, antara lain : 1). Net
Present Value dari Arus-arus Benefit dan Biaya (NPV), 2). Internal Rate of
Return (IRR), 3). Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), 4). Gross Benefit-Cost Ratio
(Gross B/C), 5). Profitability Ratio. Untuk melihat posisi keuangan unit usaha
ditambahkan analisis proyeksi laba/rugi dan Net Profit Marjin (Ibrahim, 2003).

3.1.4 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) adalah meneliti suatu analisa
untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang
berubah-ubah. Bagaimana sensitivitasnya manfaat sekarang neto suatu proyek
pada tingkat nilai ekonomi atau pada harga finansial, atau terhadap rasio
perbandingan manfaat dan investasi neto atau terhadap biaya-biaya pelaksanaan
yang terus meningkat, terhadap penurunan harga-harga, terhadap perpanjangan
periode waktu pelaksanaan). Pada bidang pertanian, proyek-proyek sensitif
berubah-ubah akibat beberapa masalah utama yaitu harga, keterlambatan
pelaksanaan dan hasil (Gittinger, 1986).



73
3.1.4.1 Harga
Pada setiap proyek pertanian barangkali diteliti apa yang akan terjadi bila
asumsi mengenai harga jual produk proyek pertanian tersebut ternyata keliru.
Analis boleh saja membuat asumsi alternatif lain mengenai harga jual pada masa
yang akan datang dan meneliti pengaruhnya terhadap manfaat sekarang neto yang
akan diterima oleh proyek, terhadap tingkat pengembalian secara nilai finansial
maupun ekonomi atau terhadap rasio perbandingan manfaat dan investasi neto
(net benefit-investmen ratio).

3.1.4.2 Keterlambatan Pelaksanaan
Keterlambatan pelaksanaan mempengaruhi hampir semua proyek-proyek
pertanian. Meneliti pengaruh-pengaruh keterlambatan dalam proyek terhadap
manfaat sekarang neto, tingkat pengembalian secara finansial dan secara ekonomi,
dan ratio manfaat-investasi neto dari suatu investasi dalam bidang pertanian
merupakan salah satu bagian yang penting dari analisis sensitivitas.

3.1.4.3 Kenaikan Biaya
Proyek-proyek cenderung sangat sensitif terhadap kenaikan biaya terutama
untuk konstruksi, karena biaya-biaya seringkali diperkirakan sebelum proyek
dilaksanakan yang mungkin faktor diskonto yang digunakan terlalu besar atau
karena semua fasilitas harus sudah tersedia padahal manfaat proyek belum dapat
direlisasikan. Salah satu alasan mengapa proyek harus diuji kembali bila terjadi
kenaikan biaya adalah terdapat ketidakpastian mengenai harga yang sebenarnya
dan jumlah yang harus dibayar untuk peralatan dan perlengkapan, terdapat
kecenderungan bagi teknisi dan analis proyek dalam mengestimasi biaya
didasarakan kepada asumsi-asumsi dan kerangka pelaksanaan proyek yang terlalu
optimis mengenai harga input proyek.

3.1.4.4 Hasil
Analis harus menguji kembali mengenai suatu usaha proyek mengenai
sensitivitasnya terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam
memperkirakan hasil yang akan diperoleh. Proyek-proyek pertanian terdapat
74
kecenderungan untuk bersikap optimis dalam memperkirakan hasil yang akan
diperoleh, terutama bila suatu cara panenan baru diusulkan dan bila informasi
agronominya terutama didasarkan atas percobaan-percobaan eksperimental.


























Gambar 3. Kerangka Pemikiran Konseptual Analisis Kelayakan Finansial Usaha
Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada KJ A Sistem J aring Kolor


Layak
Tidak Layak
Analisis
Sensitivitas
Aspek Pasar :
- Permintaan
- Penawaran
- Harga
- Perkiraan
Penjualan
- Struktur Pasar
Aspek Manajemen :
- Struktur Organisasi
- Spesifikasi Tenaga Kerja
- Wewenang dan
Tanggung J awab
- Kebutuhan Upah
- Pelaksana Kegiatan
Usaha dan J adwal
KegiatanUsaha
Aspek Teknis :
- Lokasi Proyek
- Penggunaan Input
- Luas Produksi dan
Rencana Produksi
- Lay Out lahan lokasi
- Pemilihan J enis
Teknologi dan
Aspek Hukum :
- Bentuk Badan
Usaha
- IzinUsaha
Aspek
Finansial
Aspek Lingkungan :
- Dampak positif
- Dampak negatif
75
3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual
Usaha pembesaran ikan mas dan nila di waduk Cikoncang menggunakan
teknologi KJ A sistem jaring kolor. Usaha pembesaran ikan ini merupakan suatu
unit bisnis perorangan yang tidak berbadan hukum dianalisis berdasarkan
kelayakan finansial usaha. Untuk menentukan kelayakan finansial usaha harus
ditentukan terlebih dahulu kelayakan dari aspek pasar, teknis, manajemen, hukum
dan lingkungan.
.Hasil kelayakan analisis finansial usaha dapat menghasilkan dua
rekomendasi yaitu layak atau tidak layak. Analisis sensitivitas dapat menguji
kembali pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah,
sehingga dapat diperoleh hasil analisis kelayakan finansial usaha yang lebih
lengkap dan bermanfaat. Berdasarkan uraian tersebut, dibuatlah bagan kerangka
pemikiran pada Gambar 3.

















76
BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Waduk Cikoncang, Desa Ketapang, Kecamatan
Wanasalam, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Pemilihan lokasi penelitian
ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan karena waduk ini
diarahkan untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya pembesaran ikan pada
KJ A di Kabupaten Lebak. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai
dari bulan September sampai dengan Nopember 2007.

4.2 Jenis dan Sumber Data
J enis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer
dan sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh dari hasil pengamatan di
lapangan dan melalui wawancara langsung dengan petani ikan pemilik, buruh tani
dan informan lainnya yang ditetapkan secara purposive sampling. Informan
terdiri dari pedagang input dan output maupun petugas pengawas perikanan. Data
primer seperti harga input dan output, biaya dan jumlah produksi, jumlah
penjualan serta data lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, antara lain : internet,
Badan Pusat Statistik, Buletin, Departemen Kelautan dan Perikanan, Dinas
Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten dan Kabupaten Lebak, hasil-hasil
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya serta literur-literatur yang
mendukung penelitian ini. Data sekunder berupa data permintaan dan penawaran
pasar, data potensi perikanan, data produksi perikanan Indonesia, luas usaha
budidaya ikan, konsumsi ikan perkapita serta data lain yang berkaitan dengan
penelitian ini.

4.3 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis aspek
pasar, teknis, manajemen, hukum, lingkungan, finansial dan analisis sensitivitas.
Analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum dan lingkungan dilakukan
terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis finansial sehingga memberikan
77
informasi yang lengkap mengenai kelayakan usaha pembesaran ikan mas dan nila
dengan sistem jaring kolor. Analisis yang terakhir yaitu analisis sensitivitas
digunakan untuk menguji kelayakan usaha bila terjadi perubahan harga produk,
biaya dan jumlah produksi. Pengolahan data dilakukan dengan tahapan
pemasukan data, transfer data dan editing data, pengolahan data dengan
menggunakan mesin hitung kalkulator dan komputer dengan program Excel.
J umlah KJ A yang di analisis sebanyak lima unit KJ A sistem jaring kolor,
terdiri dari 20 kolam jaring atas dan lima kolam jaring bawah atau jaring kolor.
Benih ikan mas yang dipelihara pada kolam jaring atas mempunyai ukuran 5-8 cm
berumur sekitar dua bulan, sedangkan benih ikan nila yang dipelihara pada kolam
jaring kolor mempunyai ukuran 8-12 cm berumur sekitar tiga bulan.

4.3.1 Analisis Aspek Pasar
Aspek pasar dianalisis secara deskriptif atau kualitatif. Analisis aspek
pasar dilakukan untuk mengetahui permintaan, penawaran, harga, perkiraan
penjualan, struktur pasar dan persaingan. Usaha pembesaran ikan mas dan nila
dengan sistem jaring kolor dikatakan layak ditinjau dari aspek pasar bila terdapat
suatu permintaan dengan harga yang menguntungkan.

4.3.2 Analisis Aspek Teknis
Analisis aspek teknis dilakukan secara deskriptif. Analisis ini meliputi
lokasi proyek, penggunaan input, luas produksi dan rencana produksi, lay out
lahan lokasi serta pemilihan jenis teknologi dan equipment.

4.3.3 Aspek Manajemen
Analisis aspek manajemen dilakukan secara deskriptif. Analisis ini
menjelaskan mengenai pengelolaan usaha pembesaran ikan mas dan nila dengan
sistem jaring kolor, meliputi struktur organisasi, spesifikasi tenaga kerja,
wewenang dan tanggung jawab, kebutuhan biaya upah, pelaksana kegiatan dan
jadwal kegiatan usaha.


78
4.3.4 Analisis Aspek Hukum
Analisis aspek hukum dilakukan secara deskriptif. Aspek hukum yang
dianalisis meliputi bentuk badan dan izin usaha budidaya ikan pada KJ A sistem
jaring kolor di waduk Cikoncang.

4.3.5 Analisis Aspek Lingkungan
Analisis aspek lingkungan dilakukan secara deskriptif. Aspek lingkungan
yang dianalisis mengenai pengaruhnya terhadap lingkungan sosial maupun
lingkungan hidup sekitar baik berupa dampak positif maupun negatif adanya
usaha budidaya ikan di waduk.

4.3.6 Analisis Aspek Finansial
Analisis aspek finansial dilakukan terhadap lima unit KJ A sistem jaring
kolor. Setiap unit KJ A terdiri dari jaring atas empat petak (196 m
2
) dan satu
jaring bawah/jaring kolor (289 m2). J aring atas ditebar ikan mas sebagai
komoditas utama dan jaring bawah ditebar ikan nila sebagai komoditas tambahan.
Menurut Ibrahim (2003), format aliran kas (cash flow) disusun untuk
menganalisis finansial. Cash flow terdiri dari cash inflow (arus penerimaan kas)
dan cash outflow (arus pengeluaran kas). Cash inflow meliputi nilai produksi total,
penerimaan pinjaman, dana bantuan, nilai sewa, nilai sisa dan lain-lain. Cash
outflow terdiri dari biaya investasi, biaya produksi, pembayaran pinjaman dan
bunga, pajak dan lain-lain. Pengurangan cash inflow dengan cash outflow
diperoleh net benefit (manfaat bersih). Analisis kriteria investasi yang digunakan
untuk menilai kelayakan usaha dapat dihitung setelah cash flow diketahui.
Kriteria investasi yang digunakan adalah NPV, IRR dan Net B/C (Kadariah,
Karlina dan Gray, 1999).
4.3.6.1 Net Present Value (NPV)
Net Present Valu (NPV) atau nilai bersih sekarang adalah nilai sekarang
(present value) dari selisih antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada
discount rate tertentu. NPV merupakan kelebihan manfaat dibandingkan biaya.
J ika present value manfaat lebih besar daripada present value biaya, berarti
proyek tersebut menguntungkan. Dengan perkataan lain, apabila NPV>0 berarti
79

=
+

=
n
t
t
i
Ct Bt
NPV
0
) 1 (
) (

=
=
+

=
n
t
t
n
t
t
i
Ct Bt
i
Ct Bt
C B Net
0
0
) 1 (
) (
) 1 (
) (
/
0 ) ( > Ct Bt
0 ) ( > Ct Bt
proyek tersebut menguntungkan. Sebaliknya jika NPV<0 berarti proyek tersebut
tidak layak diusahakan (Choliq, Wirasasmita dan Hasan, 1999).
Cara perhitungan NPV menurut Kadariah, Karlina dan Gray (1999),
adalah sebagai berikut :



Keterangan :
Bt = Benefit pada tahun ke t
Ct = Biaya pada tahun ke t
n = Umur ekonomis dari proyek
t = Tahun

4.3.6.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Menurut Ibrahim (2003), Net B/C merupakan perbandingan net benefit
yang telah didiskonto yang bernilai positif dengan net benefit yang telah di
discount yang bernilai negatif. J ika nilai Net B/C lebih besar dari satu berarti
gagasan suatu usaha layak untuk dikerjakan dan jika lebih kecil dari satu berarti
tidak layak untuk dikerjakan. Net B/C sama dengan satu berarti cash in flow sama
dengan cash outflow. Perhitungan Net B/C (Kadariah, Karlina dan Gray, 1999),
adalah sebagai berikut :





4.3.6.3 Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Choliq, Wirasasmita dan Hasan (1999), IRR adalah suatu kriteria
investasi untuk mengetahui presentase keuntungan dari suatu proyek tiap-tiap
tahun dan merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga
pinjaman. IRR adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan Net Present
Value sama dengan nol. J ika hasil perhitungan IRR lebih besar dari discount rate
dikatakan proyek tersebut layak, sedangkan IRR yang sama dengan discount rate
80
t
i I
v
PBP
) 1 ( +
=
berarti pulang pokok dan di bawah discount rate berarti proyek tersebut tidak
layak (Ibarahim, 2003).
Nilai IRR ditentukan dengan menghitung nilai NPV
1
dan nilai NPV
2
dengan cara coba-coba. Apabila nilai NPV
1
telah menunjukkan angka positif
maka discount factor yang kedua harus lebih besar dari discount rate, sebaliknya
apabila NPV
2
menunjukkan angka negatif maka discount factor yang kedua
berada di bawah discount rate. Berdasarkan hasil percobaan ini, nilai IRR berada
antara nilai NPV positif dan nilai NPV negatif yaitu NPV nol. Formula untuk
IRR (Ibrahim, 2003), adalah sebagai berikut :


Keterangan :
i
1
= Discount Rate yang menghasilkan NPV
1

i
2
= Discount Rate yang menghasilkan NPV
2

4.3.6.4 Payback Period
Menurut Ibrahim (2003), payback period adalah waktu tertentu yang
menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flow) secara kumulatif sama
dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Analisis Payback Period
diperlukan untuk mengetahui berapa lama usaha yang dikerjakan dapat
mengembalikan investasi. Semakin cepat dalam pengembalian biaya investasi
sebuah proyek, maka semakin baik proyek tersebut karena semakin lancar
perputaran modal. Perhitungan payback period menggunakan data yang telah
didiskontokan (discounted payback period) sebagai berikut :


Keterangan :
v = Nilai Investasi
I = Net Benefit

4.3.7 Analisis Sensitivitas
Menurut Kadariah, Karlina dan Gray (1999), analisis sensitivitas bertujuan
untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu
kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat.
) (
1 2
2 1
1
1
i i
NPV NPV
NPV
i IRR

+ =
81
Variasi yang digunakan pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti
(switching value). Analisis sensitivitas secara langsung memilih sejumlah nilai
yang dengan nilai tersebut dilakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap
penting pada analisa proyek dan kemudian dapat ditentukan pengaruh perubahan
terhadap daya tarik proyek. Sebaliknya, bila ingin dihitung suatu nilai pengganti
maka harus ditanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalam analisa
yang akan diganti agar supaya proyek dapat memenuhi tingkat minimum
diterimanya proyek sebagaimana ditunjukkan oleh salah satu ukuran-ukuran
kemanfaatan proyek (Gittinger, 1986).
Variabel-variabel yang akan dirubah dalam skenario analisis switching
value yaitu harga output, biaya input dan hasil produksi atau kuantitas output.
Perubahan variabel-variabel tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar pada
perhitungan biaya total, jumlah produksi, jumlah penerimaan dan manfaat bersih
dari usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor.



















82
BAB V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN


5.1 Gambaran Umum Kecamatan Wanasalam
5.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah
Kecamatan Wanasalam merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Lebak Propinsi Banten. J arak dari Rangkasbitung sebagai ibukota
Kabupaten Lebak sekitar 120 km yang dihubungkan oleh jalan negara, propinsi
dan kabupaten. Secara administrasi wilayah Kecamatan Wanasalam dibatasi :
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Malingping
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Cikeusik Kabupaten
Pandeglang
Luas Kecamatan Wanasalam berdasarkan data pokok kecamatan tahun
2003/2004 adalah 12.922 ha yang terbagi pada 12 desa. J umlah penduduk
Kecamatan Wanasalam sampai dengan tahun 2004 sebanyak 44.157 jiwa, terdiri
dari laki-laki sebanyak 22.691 jiwa dan wanita sebanyak 21.466 jiwa (Bappeda
Kab. Lebak, 2005).
Bentuk fisiografi Kecamatan Wanasalam mempunyai bentang lahan
berada pada lereng datar sampai berbukit dengan kemiringan tanah 0-15 persen.
Ketinggian tempat mencapai 0-200 m di atas permukaan laut (dpl). Sebagian
besar lahan mencapai 98,8 persen merupakan dataran rendah (kurang dari 100 m
dpl) meliputi dataran 80,53 persen dan pantai 18,27 persen. Dataran tinggi (lebih
dari 100 m dpl) hanya mencapai 1,2 persen (Bappeda Kab. Lebak, 2005).
J enis tanah yang terdapat di Kecamatan Wanasalam adalah podsolik,
latosol, alluvial dan regosol yang mempunyai pH 4-7,5. Tingkat kesuburan tanah
secara umum dari tidak subur sampai agak subur dengan tingkat kepekaan
terhadap erosi dari tidak peka sampai sangat peka. Morfologi lahan
bergelombang hingga landai karena berbatasan dengan lautan. Keadaan curah
hujan menurut Schmidt-Ferguson termasuk pada iklim basah yaitu tipe A dan B.
J umlah curah hujan rata-rata per tahun berkisar antara 2.000-3.000 mm dengan
jumlah hari hujan 122-130 hari hujan per tahun (Bappeda Kab. Lebak, 2005).
83
Bencana yang perlu mendapat perhatian adalah bencana letusan gunung
api, gempa bumi dan bencana longsor akibat berkembangnya kegiatan pertanian
yang tidak berwawasan konservasi. Berdasarkan kondisi geologi (litologi,
stratigrafi dan struktur geologi), bentuk medan (sudut lereng dan bentuk muka
tanah), curah hujan, tata guna lahan dan kondisi kegempaan, Kecamatan
Wanasalam termasuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah rendah.
Pusat gempa dangkal yang terdekat yang pernah terjadi di sekitar Selat Sunda
dengan magnitude 6-6,9 dan 7-7,9 dengan kedalaman pusat gempa antara 0-65 km
(Bappeda Kab. Lebak, 2005).
Pemanfaatan lahan di Kecamatan Wanasalam didominasi oleh kawasan
budidaya dataran rendah (pertanian lahan basah dan lahan kering) dan kawasan
non budidaya (kawasan pariwisata, pengembangan pelabuhan laut, pemukiman
dan fasilitas umum).

5.1.2 Kependudukan
Kecamatan Wanasalam merupakan daerah pemekaran dari Kecamatan
Malingping pada tahun 2004 yang terdiri dari 12 Desa. J umlah penduduk tercatat
sebanyak 45.990 jiwa pada tahun 2004 dan 47.823 jiwa pada tahun 2005 dengan
jumlah penduduk terbesar terdapat di Desa Muara dan Wanasalam dengan
kepadatan penduduk masing-masing sebesar 6 jiwa/ha dan 5 jiwa/ha. Rata-rata
kepadatan penduduk di Kecamatan Wanasalam sebesar 3 jiwa/ha. Laju
pertambahan penduduk rata-rata di Kecamatan Wanasalam termasuk kategori
tinggi yaitu sebesar 1,87 persen per tahun (Bappeda Kab. Lebak, 2005).

5.1.3 Komposisi Pendidikan dan Tenaga Kerja
Komposisi penduduk Kecamatan Wanasalam pada tahun 2004
berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang
berpendidikan rendah (Sekolah Dasar) masih dominan mencapai 62,58 persen,
36,53 persen berpendidikan menengah (SMP dan SMU), sedangkan penduduk
yang berpendidikan tinggi (Perguruan Tinggi) hanya mencapai 0,41 persen.
Berkaitan dengan pengembangan usaha budidaya ikan di KJ A, maka salah satu
aspek yang perlu diperhatikan adalah sumber daya manusia petani. Sumber daya
84
manusia petani yang rendah akan menjadi faktor penghambat. Kegiatan yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan SDM petani dapat dilakukan melalui
kegiatan alih teknologi (Bappeda Kab. Lebak, 2005).
Komposisi penduduk berdasarkan matapencaharian pada tahun 2004
menunjukkan bahwa sektor pertanian (arti luas) merupakan sektor yang paling
banyak menyerap tenaga kerja, dimana sebesar 50,25 persen penduduk adalah
petani. Posisi kedua terbanyak matapencaharian penduduk sebagai buruh
tani/kebun mencapai 19,62 persen. Komposisi penduduk Kecamatan Wanasalam
berdasarkan matapencaharian pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi Penduduk Kecamatan Wanasalam berdasarkan
Matapencaharian pada Tahun 2004
No Matapencaharian Persentase (%)
1. Petani 50,25
2. Buruh tani/kebun 19,62
3. Buruh bangunan 15,21
4. Pedagang/pengusaha 8,18
5. Nelayan 3,61
6. Industri 1,31
7. PNS/TNI/Polri 1,25
8. Buruh industri 1,31
Jumlah 100,00
Sumber : Bappeda Kab. Lebak, 2005.

5.2 Gambaran Umum Waduk Cikoncang

Waduk Cikoncang berlokasi di Desa Cipedang Kecamatan Wanasalam.
Waduk ini selesai dibangun pada tahun 1993 dengan luas area 2.252 ha dan
kedalaman mencapai 10-15 m. Waduk Cikoncang termasuk dalam kategori
waduk dataran rendah dengan ketinggian lebih kurang 170 m dpl. Sumber utama
air waduk berasal dari sungai Cikoncang, Cibeureum, Sangiang dan anak sungai
Cipaas, Cikarang, Cikaludan dan Cihaer. Areal waduk mempunyai topografi alam
yang relatif datar dan tidak berbukit-bukit. Sarana penunjang di daerah ini kurang
85
memadai seperti fasilitas jalan yang rusak, jarak yang cukup jauh dari pasar dan
terminal. Kecamatan Wanasalam dapat ditempuh melalui jalan darat dari
Rangkasbitung dengan menggunakan angkutan umum bus dan mini bus, dari ibu
kota Kecamatan Wanasalam menuju Desa Cipedang dapat ditempuh dengan
kendaraan ojeg atau dengan cara menyewa kendaraan.
Fungsi awal pembangunan waduk Cikoncang adalah sebagai irigasi
pertanian, sediaan air dan pengendali banjir. Pemanfaatan Waduk dalam bidang
perikanan pada awalnya hanya terbatas pada penangkapan ikan, kemudian
berkembang dengan adanya kegiatan pemeliharaan ikan pada keramba jaring
apung pada tahun 2000. Perkembangan jumlah petani ikan jaring apung sampai
dengan tahun 2004 sebanyak empat orang, namun pada tahun 2006 petani ikan
berkurang menjadi satu orang.
Kondisi lingkungan yang ada disekitar waduk Cikoncang adanya pertanian
lahan surut untuk kegiatan bercocok tanam di beberapa daerah hulu sungai.
Selain usaha budidaya pembesaran ikan pada KJ A juga hadir usaha penangkapan
ikan dengan bagan terapung dan alat pancing. Bagian hilir bendungan/sungai
banyak dimanfaatkan untuk pertanian sawah. Daya dukung waduk adalah areal
kehutanan dan perkebunan yang masih dominan.














86
BAB VI. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA

6.1 Analisis Aspek-aspek Studi Kelayakan
Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk menganalisis kelayakan
suatu unit bisnis baik yang berbadan hukum maupun tidak. Hasil analisis
finansial akan lebih bermanfaat dengan dilengkapi dengan analisis aspek-aspek
studi kelayakan yang lain seperti aspek pasar, teknis, manjemen, hukum dan
lingkungan.
6.1.1 Analisis Aspek Pasar
Analisis aspek pasar dilakukan untuk mengamati permintaan, penawaran,
harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan ikan mas dan nila, struktur
pasar dan faktor persaingan usaha. Pangsa pasar ikan mas dan nila di Kabupaten
Lebak cukup prospektif dengan jumlah penduduk sampai dengan tahun 2006
sebanyak 1.202.909 jiwa.
6.1.1.1 Permintaan
Ikan mas dan nila merupakan ikan air tawar yang sudah dikenal oleh
masyarakat. Ikan ini banyak diusahakan melalui budidaya ikan di sawah, kolam
air tenang, kolam air deras maupun di keramba jaring apung. Tingkat permintaan
ikan mas dan nila dapat diketahui dengan cara menganalisis tingkat konsumsi ikan
secara keseluruhan.

Tabel 9. Konsumsi Ikan Per Kapita dan J umlah Konsumsi Ikan di Kabupaten
Lebak Tahun 2003-2006
Tahun
Konsumsi Ikan Per
Kapita (kg)
Jumlah Penduduk
(jiwa)
Jumlah Konsumsi
Ikan (kg)
2003 13,00 1.122.368 14.590.784,00
2004 13,50 1.125.475 15.193.912,50
2005 14,30 1.176.350 16.821.805,00
2006 16,94 1.202.909 20.377.278,46
Laju (%/tahun) 9,41 2,35 11,99
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak, 2007 (diolah)

Berdasarkan data Tabel 9, menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ikan di
Kabupaten Lebak setiap tahunnya meningkat dengan laju kenaikan sebesar 11,99
87
persen per tahun seiring dengan meningkatnya jumlah konsumsi ikan per kapita
dan jumlah penduduk. Kebutuhan konsumsi ikan bagi masyarakat sebagian dapat
dipenuhi melalui peningkatan produksi ikan mas dan nila pada kegiatan usaha
budidaya di KJ A.
6.1.1.2 Penawaran
J umlah penawaran ikan mas dan nila di Kabupaten Lebak diperoleh
berdasarkan data produksi dan jumlah ikan yang masuk dari luar daerah yang
mengalami kenaikan setiap tahunnya. Ikan mas dan nila diproduksi dari berbagai
kegiatan usaha budidaya seperti budidaya kolam air deras, kolam air tenang,
sawah dan jaring apung. J umlah penawaran ikan mas di Kabupaten Lebak pada
tahun 2006 sebesar 3.613,12 ton, dimana sebanyak 2.372,32 ton masih dipenuhi
dari luar daerah dan sebanyak 1.240,80 ton diproduksi di dalam daerah. J umlah
penawaran ikan nila pada tahun 2006 sebesar 623,90 ton dapat dipenuhi dari
produksi di dalam daerah (Tabel 10). Berdasarkan data tersebut menunjukkan
bahwa terdapat peluang usaha bagi peningkatan produksi ikan mas dan nila untuk
memenuhi kebutuhan ikan di Kabupaten Lebak.

Tabel 10. Produksi dan J umlah Ikan Mas dan Nila dari Luar Daerah Kabupaten
Lebak Tahun 2006
No
Jenis
Ikan
Produksi
(ton)
Jumlah Ikan yang
Masuk ke Kabupaten
Lebak (ton)
Jumlah (ton)
1. Mas 1.240,80 2.372,32 3.613,12
2. Nila 623,90 - 632,90
J umlah 1.864,70 2.372,32 4.246,02
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak, 2007.

6.1.1.3 Harga
Harga ikan mas dan nila di tingkat petani cukup beragam per musim
tanamnya. Harga rata-rata ikan mas pada musim tanam pertama dijual dengan
harga Rp. 9.500/kg, musim tanam kedua senilai Rp. 10.000/kg, musim tanam
ketiga senilai Rp. 10.500/kg dan musim tanam keempat senilai Rp.9.500/kg.
Harga ikan mas tertinggi dicapai pada musim tanam (MT) kedua dan ketiga
88
sekitar bulan April-J uni dan J uli-September, dimana terjadi kenaikan harga ikan
akibat berkurangnya pasokan ikan karena musim kemarau. Harga ikan mas hasil
produksi KJA cukup bersaing dengan harga produk yang sama dari luar daerah,
dimana harga ikan mas dari luar daerah lebih tinggi dengan selisih antara Rp.500-
Rp. 1.000. Harga rata-rata ikan nila pada musim tanam kedua dan keempat
masing-masing dijual dengan harga Rp. 7.500 dan Rp. 7.000 per kilogramnya.
6.1.1.4 Strategi Pemasaran
Menurut Husnan dan Muhamad (2000), bauran pemasaran (marketing mix)
merupakan salah satu strategi pemasaran yang bertujuan agar produk dapat
dipasarkan dan dapat mencapai market share. Komponen-komponen bauran
pemasaran lazim disebut dengan 4p yaitu produk (product), harga (price), saluran
distribusi (place) dan promosi (promotion).
1) Produk
Produk ikan mas dan nila yang dijual disesuaikan dengan kebutuhan pasar
baik dalam ukuran, berkesinambungan, bentuk dan kualitas atau mutu. Ukuran
ikan mas yang dijual berkisar antara 125-250 gram per ekor, sedangkan untuk
ikan nila sekitar 320-500 gram per ekor. Kesinambungan penjualan ikan mas dan
nila perlu ditingkatkan untuk memenuhi permintaaan pasar dengan cara mengatur
pola tanam. Bentuk ikan mas dan nila yang dijual berupa ikan hidup atau ikan
segar sesuai dengan permintaan pasar, sehingga mutu ikan dapat dipertahankan.
2) Harga
Harga produk merupakan salah satu komponen yang perlu diperhatikan
dalam pemasaran agar dapat bersaing dengan produk yang sama. Harga ikan mas
pada tingkat petani yang berasal dari daerah penelitian dijual lebih rendah dari
harga ikan yang berasal dari luar daerah, sehingga memiliki daya saing yang
cukup tinggi.
3) Saluran Distribusi
Distribusi ikan mas dan nila dilakukan dengan cara transportasi ikan
hidup. Ikan yang didistribusikan ke pedagang pengumpul dilengkapi dengan
oksigen, bertujuan untuk menjaga mutu produk. Saluran distribusi penjualan
ikan mas dan nila di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Penjualan
ikan mas dan nila ada yang langsung ke konsumen akhir atau melalui pedagang
89
pengumpul dan akhirnya ke konsumen akhir. Saluran yang ke tiga yaitu dari
petani ditampung oleh pedagang pengumpul kemudian disalurkan ke pedagang
pengecer dan akhirnya ke konsumen akhir.








Gambar 4. Saluran Distribusi Penjualan Ikan Mas dan Nila
di KJ A Waduk Cikoncang.

4) Promosi
Pemerintah Daerah telah berupaya membantu promosi produk perikanan
dengan tujuan untuk meningkatkan konsumsi ikan masyarakat yaitu melalui
program Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan pameran pembangunan.
Beberapa kegiatan promosi yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan poster
dan leaflet berisi tentang manfaat ikan dan cara memilih ikan yang aman (food
safety).
6.1.1.5 Perkiraan Penjualan
Perkiraan penjualan ikan mas yang bisa dicapai dari hasil budidaya KJ A di
daerah penelitian rata-rata sebanyak 13,43 ton/musim tanam dan ikan nila
sebanyak 1,7 ton/musim tanam, perkiraan penjualan disesuaikan dengan
kemampuan produksi. Produksi ikan mas dan nila baru mampu mengisi
penawaran sebesar 1,33 persen dari total keseluruhan penawaran ikan mas dan
nila sebesar 4.246,02 ton pada tahun 2006.
6.1.1.6 Struktur Pasar
Harga ikan mas dan nila ditentukan oleh skema pasar yaitu permintaan dan
penawaran. Terdapat banyak penjual ikan baik dari dalam daerah dan luar daerah.
Penawaran ikan mas dan nila dari dalam daerah berasal dari budidaya kolam,
sawah dan KJ A. Pembeli ikan mas dan nila terdiri dari berbagai kegiatan baik
Petani ikan
Konsumen
akhir
Pedagang pengumpul Pedagang pengumpul
Pedagang pengecer
90
komersial maupun non komersial seperti rumah makan, pemancingan dan
konsumsi rumah tangga.
6.1.1.7 Persaingan Usaha
Faktor persaingan yang perlu diperhatikan di daerah penelitian yaitu
kegiatan usaha budidaya ikan di kolam dan sawah. Persaingan usaha tersebut
tidak ada permasalahan karena pasar mampu menyerap komoditas ikan mas dan
nila.

6.1.2 Analisis Aspek Teknis
Analisis aspek teknis membahas tentang lokasi kegiatan usaha, luas
produksi, lay out KJ A dan pemilihan jenis teknologi dan peralatan serta kegiatan
budidaya. Aspek teknis dapat menguji kelayakan usaha pembesaran ikan mas dan
nila pada KJ A secara teknis dan pengoperasiannya.
6.1.2.1 Lokasi Usaha
Lokasi kegiatan usaha budidaya pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A
di daerah penelitian dipilih berdasarkan pada ketersediaan lahan waduk yang
memadai, yaitu :
1) Sumber air waduk Cikoncang berasal dari aliran sungai sehingga sirkulasi air
dalam kondisi baik.
2) Waduk Cikoncang memiliki kedalaman lebih dari lima meter sesuai dengan
persyaratan minimal kedalaman untuk kegiatan budidaya pada KJ A.
3) Waduk Cikoncang terletak di dataran rendah sehingga peluang terjadinya up
welling (umbalan) sangat kecil dibanding dengan waduk yang terletak di
dataran tinggi. Up welling merupakan gejala alam yang mengakibatkan arus
balik dari dasar waduk yang dapat mengapungkan lumpur ke permukaan
perairan, biasanya terjadi pada pergantian musim dari musim kemarau ke
hujan.
4) Pemanfaatan waduk baru mencapai 0,006 persen (1.280 m
2
) masih di bawah
batas maksimum yang ditetapkan sebesar 10 persen dari luas total areal waduk
seluas 2.252 ha. Penetapan batas maksimum pemanfaatan waduk untuk
kegiatan budidaya ikan bertujuan agar ekosistem perairan tetap lestari dalam
jangka panjang.
91
5) Waduk Cikoncang merupakan salah satu perairan umum yang dapat
dimanfaatkan oleh setiap orang.
6.1.2.2 Luas Produksi, Produktifitas dan Rencana Produksi
Produksi lima unit KJ A di daerah penelitian rata-rata menghasilkan ikan
mas sebanyak 13,43 ton/musim tanam dan ikan nila sebanyak 1,70 ton/musim
tanam. Produksi ikan mas dan nila tertinggi dapat dicapai pada musim tanam ke-4
antara bulan Oktober-Desember yang didukung oleh kualitas dan suplay air yang
baik. J umlah produksi ikan mas dan nila per musim tanam selama umur
ekonomis KJ A sistem jaring kolor dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Produksi Ikan Mas dan Nila di KJ A Waduk Cikoncang per Musim
Tanam
No.
Jenis
Ikan
Produksi (kg)
Tahun ke-1 Tahun ke-2
Jumlah
MT 1 MT2 MT3 MT4 MT 1 MT2 MT3 MT4



1. Mas

13.450

13.420

13.415

13.440

13.455

13.423

13.416

13.442

107.461
2. Nila -

1.740 -

1.750 -

1.741 -

1.753

6.984

J umlah

13.450

15.160

13.415

15.190

13.455

15.164

13.416

15.195

114.445

Hasil produksi ikan mas dan nila diperoleh pada tiap akhir periode Musim
Tanam (MT). Musim tanam ikan mas dalam satu tahun terdiri dari empat kali,
Periode MT pertama ikan mas antara bulan J anuari-Maret, periode MT kedua
antara bulan April-J uni, periode MT ketiga antara bulan J uli-September dan
periode MT keempat antara bulan Oktober-Desember. Siklus produksi ikan mas
di KJ A sistem jaring kolor berfluktuasi bergantung pada MT. Akhir periode MT
kedua dan ketiga bertepatan dengan musim kemarau dimana kualitas air menjadi
menurun. Pengaruh negatif penurunan kualitas air menyebabkan produksi ikan
mas rendah. Siklus produksi ikan mas di KJ A sistem jaring kolor disajikan pada
Gambar 5.
92
Siklus Produksi Ikan Nila Per MusimTanam
Selama 2 Tahun
1.740
1.750
1.741
1.753
1.730
1.735
1.740
1.745
1.750
1.755
MT 1 MT 2 MT 1 MT 2
Tahun ke-1 Tahun ke-2
P
r
o
d
u
k
s
i

(
k
g
)
Siklus Produksi Ikan Mas Per MusimTanamSelama 2 Tahun
13.450
13.420
13.415
13.440
13.455
13.423
13.416
13.442
13.390
13.400
13.410
13.420
13.430
13.440
13.450
13.460
MT 1 MT 2 MT 3 MT 4 MT 1 MT 2 MT 3 MT 4
Tahun ke-1 Tahun ke-2
P
r
o
d
u
k
s
i

(
k
g
)

Gambar 5. Siklus Produksi Ikan Mas Per Musim Tanam Selama 2 Tahun

Musim tanam ikan nila hanya dua kali per tahun, hal ini dikarenakan
pemeliharaan ikan nila tidak intensif pakan sehingga diperlukan waktu yang lebih
lama untuk pemeliharaannya yaitu enam bulan. Periode MT pertama ikan nila
antara bulan J anuari-J uni, periode MT kedua antara bulan J uli-Desember. Siklus
produksi ikan nila hampir sama dengan ikan mas berfluktuasi bergantung pada
MT. Akhir periode MT pertama sebagai waktu panen ikan nila bertepatan dengan
musim kemarau dimana kualitas air menjadi menurun. Pengaruh negatif
penurunan kualitas air menyebabkan produksi ikan nila rendah. Siklus produksi
ikan nila di KJ A sistem jaring kolor disajikan pada Gambar 6.










Gambar 6. Siklus Produksi Ikan Nila Per Musim Tanam Selama 2 Tahun
93
Produktifitas usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring
kolor dapat diketahui dari perbandingan produksi dengan luas lahan usaha.
J umlah produksi rata-rata ikan mas dan nila (polikultur) sebesar 14.305,63
kg/tahun dengan luas usaha 1.280 m
2
. Produktifitas usaha pembesaran ikan mas
dan nila pada KJ A sistem jaring kolor di daerah penelitian sebesar 11,18 kg/m
2
,
namun dibandingkan dengan produktifitas usaha yang sama di waduk Cirata
masih tertinggal jauh. Produktifitas budidaya ikan mas dan nila di waduk Cirata
mencapai 32,14 kg/m
2
(Maulana, 2003).
Rencana produksi mengacu pada target maksimum luas usaha yang boleh
digarap sebesar 10 persen dari total areal waduk seluas 2.252 ha yaitu 225,2 ha
(2.252.000 m
2
). Diperkirakan jumlah produksi ikan mas dengan luasan usaha
2.252.000 m
2
mencapai 94.532.367,09 kg/tahun dan ikan nila mencapai
6.144.634,65 kg/tahun dengan asumsi produksi rata-rata ikan mas sebesar
53.730,50 kg/tahun dan ikan nila sebesar 3.492,50 kg/tahun untuk setiap luasan
1.280 m
2
(lima unit KJ A sistem jaring kolor). Berdasarkan data tersebut serta
mengacu pada data produksi ikan mas dan nila yang masuk dari luar daerah,
menunjukkan bahwa produksi ikan KJ A sistem jaring kolor dapat memenuhi
kebutuhan ikan di daerah Kabupaten Lebak bahkan mampu untuk memasok ikan
ke luar daerah. Untuk mencapai produksi sesuai dengan rencana diperlukan
benih ikan mas sebanyak 7.037.520 kg/tahun dan benih ikan nila sebanyak
5.278.140 kg/tahun (asumsi luasan usaha 1.280 m
2
dibutuhkan benih rata-rata
ikan mas sebesar 4.000 kg/tahun dan ikan nila sebesar 3.000 kg/tahun). Besarnya
kebutuhan ikan mas dan nila menjadi peluang besar untuk pengembangan unit-
unit usaha pembenihan ikan oleh masyarakat sekitar. Semakin dekatnya sumber-
sumber input dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi.

6.1.2.3 Lay Out Keramba J aring Apung
Konstruksi keramba jaring apung terdiri dari kerangka jaring, pelampung
dan kantong atau jaring pemeliharaan ikan.
1) Kerangka jaring apung menggunakan bambu dan kayu kaso yang memiliki
daya tahan selama dua tahun. Kerangka bambu berfungsi untuk
menggantungkan kantong jaring dan sebagai tempat pijakan di atas keramba
94
jaring apung. Kerangka kayu digunakan untuk menjepit pelampung agar tidak
terlepas. J umlah bambu yang digunakan sebanyak 600 batang per lima unit
KJ A dan menggunakan kayu kaso sebanyak 500 batang per lima unit KJ A.
2) Pelampung yang digunakan terdiri dari drum plastik. Penggunaan pelampung
bertujuan agar kantong jaring dapat terapung dipermukaan air. Drum plastik
yang digunakan sebanyak 240 buah.
3) Kantong atau jaring digunakan untuk wadah pemeliharaan ikan. Bahan jaring
yang digunakan harus memenuhi syarat kuat dan tahan lama. Bahan jaring
yang digunakan biasanya terbuat dari net nylon atau polyethylene. J aring yang
digunakan terdiri dari jaring lapisan atas (kolam jaring atas) berukuran
7x7x2,5 m dengan lebar mata jaring 1,27 cm dan jaring lapisan bawah (kolam
jaring bawah/jaring kolor) berukuran 16x16x3 m dengan lebar mata jaring
3,81 cm. J aring lapisan atas digunakan untuk pemeliharaan ikan mas dan
jaring lapisan bawah digunakan untuk pemeliharaan ikan nila. Setiap unit
KJ A terdiri dari empat kolam jaring lapisan atas dan satu kolam jaring lapisan
bawah. J umlah KJ A yang diusahakan sebanyak lima unit terdiri dari 20
kolam jaring atas (980 m
2
) dan lima kolam jaring bawah/jaring kolor
(1.280 m
2
).
6.1.2.4 Teknologi dan peralatan
Kegiatan budidaya ikan mas dan nila di daerah penelitian termasuk dalam
kategori budidaya pembesaran ikan. Teknologi pembesaran ikan mas dan nila
yang digunakan di area waduk adalah teknologi keramba jaring apung dilengkapi
kolam jaring atas dan kolam jaring bawah (jaring kolor). Ikan mas dipelihara
pada kolam jaring atas dan ikan nila dipelihara pada kolam jaring bawah.
Perlengkapan yang dipergunakan untuk menunjang kegiatan usaha budidaya ikan
pada KJ A yaitu tabung oksigen, plastik bag, serok, ember plastik, baskom plastik
dan perahu.
6.1.2.5 Penggunaan Input
Input yang digunakan pada kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila
di KJ A sistem jaring kolor terdiri dari input tetap dan variabel. Input tetap yang
digunakan terdiri dari konstruksi KJ A dan perlengkapannya. J enis input tetap dan
variabel dapat dilihat pada Tabel 12.
95

Tabel 12. J enis Input Tetap dan Variabel yang Digunakan pada Usaha
Pembesaran Ikan Mas dan Nila di KJ A Waduk Cikoncang
No. Jenis Input
I. Input Tetap :
Bahan jaring
Drum plastik
Bambu
Kayu Kaso
Paku
Tambang
Bandul/pemberat
J angkar
Rumah jaga
Tabung oksigen
Plastik bag
Serok
Ember dan Baskom plastik
Perahu
II. Input Variabel :
Benih ikan mas dan nila
Pakan
Tenaga kerja
Obat-obatan
Isi ulang oksigen

6.1.2.6 Kegiatan Budidaya
Kegiatan budidaya ikan di daerah penelitian merupakan teknik
pembesaran ikan mas dan nila dengan menggunakan teknik KJ A jaring kolor.
KJ A tersebut terdiri dari kolam jaring atas dan kolam jaring bawah/jaring kolor.
Kegiatan budidaya pembesaran ikan pada KJ A jaring kolor di waduk Cikoncang
dapat dilihat pada Lampiran 1. Tahapan kegiatan pembesaran ikan yaitu tahap
persiapan, penebaran benih, pemberian pakan, pengendalian penyakit, panen dan
penanganan paska panen.
1) Persiapan
Tahap persiapan pembesaran ikan mas dan nila yaitu pengadaan sarana
dan prasarana atau input, penyusunan konstruksi KJ A. Penentuan lokasi
tempet peletakan KJ A dipilih perairan yang memiliki kedalaman lebih dari
lima meter dan tidak ditempatkan dekat dengan pintu air.
96
2) Penebaran Benih
Benih ikan mas yang ditebarkan berukuran 5-8 cm atau berumur sekitar
1,5-2 bulan dengan jumlah benih sekitar 50 kg/kolam jaring atas atau sekitar
5.000 ekor/kolam jaring atas (jumlah ikan per kilogram sekitar 100 ekor).
J umlah benih ikan mas dalam lima unit KJ A sebanyak 1.000 kg atau sekitar
100.000 ekor. Benih ikan mas dipelihara selama tiga bulan sampai ikan siap
dipanen. Benih ikan nila yang ditebar mempunyai ukuran 8-12 cm atau
berumur sekitar 2-4 bulan dengan jumlah ikan sekitar 300 kg/kolam jaring
bawah atau sekitar 15.000 ekor/kolam jaring bawah (jumlah ikan per kilogram
sekitar 50 ekor). J umlah ikan nila dalam lima unit KJ A sebanyak 1.500 kg
atau sekitar 75.000 ekor. Lama pemeliharaan benih ikan nila selama enam
bulan sampai ikan siap dipanen. Ikan nila yang dipelihara pada kolam jaring
bawah/kolam jaring kolor tidak diberikan pakan secara langsung, akan tetapi
memanfaatkan sisa pakan ikan mas yang dipelihara pada kolam jaring atas.
Benih ikan mas diperoleh dari luar daerah dengan kisaran harga pada tingkat
petani antara Rp. 22.000 Rp. 25.000/kg, sedangkan benih ikan nila diperoleh
dari Balai Benih Ikan dan pembenihan masyarakat sekitar dengan harga pada
tingkat petani senilai Rp. 12.500/kg.
3) Pemberian Pakan
Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
kegiatan budidaya ikan, karena pembesaran ikan pada KJ A bergantung pada
pemberian pakan tambahan. Pakan yang digunakan berupa pakan
buatan/pellet memiliki sifat terapung sehingga memudahkan dalam melakukan
pengawasan terhadap perkembangan ikan. Pakan yang diberikan memiliki
ukuran sekitar 2 mm. Frekuensi pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga
kali dalam sehari yaitu pada waktu pagi, siang dan sore hari. Pakan diberikan
secara langsung pada ikan mas di kolam jaring atas, sedangkan ikan nila hanya
menerima sisa-sisa pakan dari ikan mas. Harga pakan ikan pada tingkat petani
berkisar Rp. 4.200 Rp. 4.500/kg.
4) Pengendalian Penyakit
Serangan penyakit pada ikan di daerah penelitian jarang terjadi, hal ini
disebabkan kondisi kualitas air waduk masih cukup baik. Penyakit yang
97
pernah terjadi pada ikan ditandai kulit luka memerah dan sisik pada luka
terlepas diakibatkan oleh bakteri Aeromonas hydrophiladan. Pengobatan
dapat dilakukan dengan cara penyuntikan dengan Terramycine 25-30 mg/kg
ikan, diulang tiga hari sekali sebanyak tiga kali ulangan atau dengan cara
mencampur pakan dengan Terramycine 50 mg/kg ikan/hari selama 7-10 hari.
5) Panen dan Penanganan Pasca Panen
Panen ikan mas dilakukan sampai usia pemeliharaan selama tiga bulan
dan ikan nila selama enam bulan. Panen ikan dilakukan pada pagi hari untuk
menjaga kondisi ikan tetap segar. Ikan yang akan dipanen dipuasakan selama
satu hari dengan tujuan agar pada saat pendistribusian ikan tidak banyak
mengeluarkan kotoran yang dapat menyebabkan racun. Panen ikan dilakukan
dengan cara mengangkat jaring sehingga dapat mempermudah penangkapan
ikan, kemudian dilakukan penimbangan. Ikan mas didistribusikan dengan
cara memasukan ikan kedalam plastik yang diberi air bersih dan oksigen,
sedangkan ikan nila memiliki kondisi fisik lebih kuat dimasukan ke dalam
drum plastik yang diberi air tanpa oksigen.

6.1.3 Analisis Aspek Manajemen
Aspek manajemen yang dianalisis meliputi struktur organisasi, spesifikasi
tenaga kerja, wewenang dan tanggung jawab, kebutuhan upah dan pelaksana
kegiatan usaha dan jadwal kegiatan usaha. Struktur organisasi petani pengelola
kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A hanya terdiri atas ketua
dan anggota. Petani pemilik merangkap sebagai ketua, pemilik modal dan
pengelola keuangan, sedangkan tenaga kerja yang berjumlah tiga orang sebagai
anggota. Ketua memiliki wewenang dan bertanggung jawab atas kelancaran
kegiatan budidaya baik secara teknis dan keuangan secara keseluruhan. Tenaga
kerja memiliki pengalaman dalam kegiatan budidaya di kolam dan sawah.
Tenaga kerja memiliki tanggung jawab terhadap kelancaran kegiatan pembesaran
ikan pada KJ A secara teknis. Pelaksanaan kegiatan usaha pembesaran ikan mas
dilaksanakan selama tiga bulan dan ikan nila selama enam bulan. J adwal kegiatan
usaha pembesaran ikan meliputi jadwal pemberian pakan dan memeriksa
98
persediaan pakan, pengawasan adanya gangguan atau kerusakan pada jaring
dengan cara membagi jadwal penjagaan.

6.1.4 Analisis Aspek Hukum
Aspek hukum yang dianalisis terdiri dari bentuk badan usaha dan izin
usaha. Bentuk badan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A di daerah
penelitian merupakan badan usaha perorangan. Sesuai dengan Peraturan Daerah
Propinsi Banten Nomor 6 Tahun 2004 tentang Izin Usaha Perikanan dinyatakan
bahwa setiap usaha perikanan yang berdomisili di Propinsi Banten wajib memiliki
izin. Usaha pembudidayaan ikan pada Keramba J aring Apung yang memiliki
lebih dari empat unit diwajibkan memiliki izin dan dikenakan retribusi sebesar
Rp. 14.000/unit/tahun, dengan asumsi satu unit =4x(7x7x2,5m3). Usaha KJ A
yang luasnya 2,5 ha atau lebih, atau jumlahnya 500 unit atau lebih wajib
dilengkapi dengan analisis Dampak Lingkungan.

6.1.5 Analisis Aspek Lingkungan
Pemeliharaan ikan mas dan nila pada KJ A di waduk memiliki dampak
positif dan negatif terhadap lingkungan perairan dan masyarakat sekitar waduk.
Dampak positif terhadap masyarakat yaitu dapat terserapnya tenaga kerja baru dan
ekonomi masyarakat dapat diberdayakan mulai dari tingkat petani pembenih,
pembesaran dan penjual serta pemilik sarana transportasi. Dampak positif
terhadap lingkungan yaitu terpeliharanya kelestarian sumber daya ikan di perairan
waduk karena kegiatan perikanan tidak bergantung pada penangkapan ikan. Sisa-
sisa pakan dari KJ A dapat dimanfaatkan sebagai makanan bagi ikan-ikan yang
hidup bebas di luar area KJ A.
Dampak negatif dari adanya kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila
pada KJ A di waduk masih dalam batas kewajaran. Populasi unit KJ A masih
sedikit sehingga tidak berpengaruh buruk terhadap kualitas air.

6.1.6 Analisis Aspek Finansial/Keuangan
Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantitatif
usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor. Analisis
99
finansial dilakukan pada ikan mas sebagai komoditas utama yang dipelihara pada
kolam jaring atas dan ikan nila sebagai komoditas tambahan yang dipelihara pada
kolam jaring kolor/jaring bawah. Untuk menganalisis aspek finansial diperlukan
analisis biaya dan manfaat, nilai arus tunai (cash flow), kemudian dapat dihitung
beberapa kriteria investasi yaitu NPV, IRR dan Net B/C. Analisis kriteria
investasi sebagai ukuran tentang layak tidaknya kegiatan usaha dilihat dari segi
keuangan (Ibrahim, 2003). Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis
finansial usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor,
yaitu :
1) Umur ekonomis sekitar dua tahun berdasarkan kegunaan konstruksi KJ A
secara ekonomis
2) Pola tanam usaha pembesaran ikan mas sebanyak empat kali musim tanam per
tahun dan ikan nila sebanyak dua kali musim tanam per tahun. Masa
pemeliharaan ikan mas selama tiga bulan dan ikan nila selama enam bulan.
3) Biaya investasi dikeluarkan dalam satu tahun yaitu pada tahun ke nol
4) Tingkat suku bunga ditetapkan sebesar 13 persen sesuai dengan rata-rata
tingkat suku bunga kredit yang berlaku saat ini di Bank Umum
5) Modal investasi yang digunakan berasal dari modal pribadi pemilik
6.1.6.1 Analisis Biaya
Biaya kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila meliputi biaya
investasi, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi yang diperhitungkan
dalam arus tunai (cash flow) terdiri dari :
1) Biaya investasi awal yang dikeluarkan pada tahun ke nol
2) Biaya reinvestasi yang muncul pada saat proyek berjalan.
Biaya investasi awal terdiri atas biaya investasi kolam jaring atas dan
bawah serta biaya investasi perlengkapan. Perhitungan biaya investasi awal untuk
lima unit KJ A sistem jaring kolor dapat dilihat pada Tabel 13. Biaya investasi
awal terbesar berasal dari biaya pembangunan konstruksi kolam jaring atas senilai
Rp. 38.252.500. Total biaya investasi awal untuk lima unit KJ A sistem jaring
kolor sebesar Rp. 60.437.500.


100
Tabel 13. Perhitungan Biaya Investasi 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor
No. Komponen Biaya Satuan
Jumlah
Unit
Harga Satuan
(Rp.)
Jumlah
Biaya (Rp.)
1 2 3 4 5 6=4x5
I. Biaya Investasi Kolam
Jaring Atas

1 Drum plastic buah 240 13.000 3.120.000
2 Bambu batang 600 3.000 1.800.000
3 Kayu kaso batang 500 3.500 1.750.000
4 Bahan jarring atas kg 500 45.000 22.500.000
5 Paku kg 175 7.500 1.312.500
6 Tambang kg 90 25.000 2.250.000
7 Bandul/pemberat buah 80 17.500 1.400.000
8 J angkar buah 8 65.000 520.000
9 Biaya pengerjaan (5 hari) orang 4 30.000 600.000
10 Rumah J aga unit 1 3.000.000 3.000.000
Jumlah I 38.252.500
II. Biaya Investasi Kolam
Jaring Bawah/Kolor


1 Bahan jarring kolor kg 250 45.000 11.250.000
2 Tambang kg 60 25.000 1.500.000
3 Bandul/pemberat buah 40 17.500 700.000
4 Biaya pengerjaan (2 hari) orang 4 30.000 240.000
Jumlah II 13.690.000
III. Biaya Investasi
Perlengkapan
1 Tabung oksigen berat kotor
75kg
buah 4 950.000 3.800.000
2 Plastik bag kg 5 22.500 112.500
3 Serok buah 5 12.500 62.500
4 Ember plastik buah 2 5.000 10.000
5 Baskom plastik buah 2 5.000 10.000
6 Perahu unit 1 4.500.000 4.500.000
Jumlah III 8.495.000
Jumlah Total 60.437.500

Biaya pengadaan bahan jaring merupakan komponen biaya investasi awal
terbesar. Tingginya biaya investasi dikarenakan komponen utama konstruksi KJ A
seperti bahan jaring dan jangkar berasal dari luar daerah.

Tabel 14. Perhitungan Biaya Reinvestasi Perlengkapan
No. Komponen Biaya Satuan
Jumlah
Unit
Harga Satuan
(Rp.)
Jumlah Biaya
(Rp.)
1 2 3 4 5 6=4x5
1 Plastik bag kg 5 22.500 112.500
2 Serok buah 5 12.500 62.500
3 Ember plastik buah 2 5.000 10.000
4 Baskom plastik buah 2 5.000 10.000
Jumlah 195.000
101
Total biaya reinvestasi yang diperhitungkan dalam arus tunai pada tahun
ke dua sebesar Rp. 195.000. Perhitungan biaya reinvestasi usaha pembesaran ikan
mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor ditampilkan pada Tabel 14.

Tabel 15. Perhitungan Biaya Variabel Tahun Ke-1 Usaha Pembesaran Ikan Mas
dan Nila pada 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor
No. Komponen Biaya Satuan
Jumlah
Unit
Harga Satuan
(Rp.)
Jumlah Biaya
(Rp.)
1 2 3 4 5 6=4x5
I. Musim Tanam 1 :
1 Pakan kg 20.000 4.200 84.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 22.000 22.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila kg 1.500 12.300 18.450.000
5 Biaya Angkut Benih kali 1 850.000 850.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 9 50.000 450.000
J umlah I 132.695.000
II. Musim Tanam 2 :
1 Pakan kg 20.000 4.200 84.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 23.000 23.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila - - - -
5 Biaya Angkut Benih kali 1 700.000 700.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 10 50.000 500.000
J umlah II 115.145.000
III. Musim Tanam 3 :
1 Pakan kg 20.000 4.200 84.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 25.000 25.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila kg 1.500 12.500 18.750.000
5 Biaya Angkut Benih kali 1 850.000 850.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 9 50.000 450.000
J umlah 3 135.995.000
IV. Musim Tanam 4 :
1 Pakan kg 20.000 4.200 84.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 24.000 24.000.000
3 Upah TK (3 orang) org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila - - - -
5 Biaya Angkut Benih kali 1 700.000 700.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 10 50.000 500.000
J umlah 4 116.145.000
Total Biaya Variabel Tahun ke-1 499.980.000

102
Komponen biaya yang diperhitungkan dalam biaya reinvestasi merupakan
komponen-komponen yang memiliki umur kegunaannya kurang dari dua tahun.
Biaya reinvestasi muncul pada awal tahun ke dua yaitu untuk mengganti biaya
perlengkapan yang mengalami kerusakan.
Komponen biaya variabel terdiri dari biaya pembelian benih ikan mas dan
nila, pakan dan upah tenaga kerja, biaya angkut benih, obat-obatan, upah panen
dan isi ulang oksigen. Rincian perhitungan biaya variabel tahun pertama usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada 5 unit KJ A Sistem J aring Kolor disajikan
pada Tabel 15.
Berdasarkan perhitungan biaya variabel pada tahun pertama menunjukkan
bahwa komponen terbesar biaya variabel berasal dari pembelian pakan mencapai
Rp. 84.000.000/musim tanam. Biaya pakan menyumbang 74,67 persen atau Rp.
336.000.000 terhadap total biaya variabel pada tahun pertama. Besarnya biaya
pakan dikarenakan pemeliharaan ikan mas di KJ A memerlukan intensifikasi
pemberian pakan buatan dan adanya keterbatasan ruang gerak ikan mas untuk
mencari makanan tambahan alami. Komponen kedua terbesar biaya variabel yaitu
biaya benih ikan mas dan nila mencapai 26,24 persen atau Rp.131.200.000 dari
total biaya variabel pada tahun pertama.
Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa biaya variabel pada tahun
kedua mengalami peningkatan sebesar 4,8 persen atau meningkat menjadi Rp.
523.980.000. Peningkatan biaya variabel tahun kedua dipengaruhi oleh kenaikan
harga pakan sebesar 7,14 persen dari Rp. 4.200/kg menjadi Rp. 4.500/kg. Harga
benih ikan mas tertinggi dicapai pada musim tanam ketiga dan keempat karena
awal musim tanam sekitar bulan J uli dan Oktober sudah memasuki musim
kemarau, dimana pasokan benih berkurang yang menyebabkan harga benih
menjadi naik. Kenaikan harga benih ikan mas tertinggi pada MT ketiga yaitu dari
harga Rp.23.000/kg menjadi Rp. 25.000/kg atau mengalami kenaikan sebesar 8,69
persen. Sedangkan benih ikan nila mengalami kenaikan sebesar 1,63 persen dari
harga Rp. 12.300/kg menjadi Rp. 12.500/kg.



103
Tabel 16. Perhitungan Biaya Variabel Tahun ke-2 Usaha Pembesaran Ikan Mas
dan Nila pada 5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor
No. Komponen Biaya Satuan
Jumlah
Unit
Harga
Satuan (Rp.)
Jumlah
Biaya (Rp.)
1 2 3 4 5 6=4x5
I. Musim Tanam 1 :
1 Pakan kg 20.000 4.500 90.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 22.000 22.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila kg 1.500 12.300 18.450.000
5 Biaya Angkut Benih kali 1 850.000 850.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 9 50.000 450.000
J umlah I 138.695.000
II. Musim Tanam 2 :
1 Pakan kg 20.000 4.500 90.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 23.000 23.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Biaya Angkut Benih kali 1 700.000 700.000
5 Benih Ikan Nila - - -
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 10 50.000 500.000
J umlah II 121.145.000
III. Musim Tanam 3 :
1 Pakan kg 20.000 4.500 90.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 25.000 25.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Biaya Angkut Benih kali 1 850.000 850.000
5 Benih Ikan Nila kg 1.500 12.500 18.750.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 9 50.000 450.000
J umlah 3 141.995.000
IV. Musim Tanam 4 :
1 Pakan kg 20.000 4.500 90.000.000
2 Benih Ikan Mas kg 1.000 24.000 24.000.000
3 Upah TK org/bulan 3 750.000 6.750.000
4 Benih Ikan Nila - - - -
5 Biaya Angkut Benih kali 1 700.000 700.000
6 Obat-obatan pot 1 55.000 55.000
7 Upah Panen orang 4 35.000 140.000
8 Isi Ulang Oksigen ulangan 10 50.000 500.000
J umlah 4 122.145.000
Total Biaya Variabel Tahun ke-2 523.980.000

Menurut Horngren, Harrison, Robinson dan Secokusumo (1996), tujuan
utama perhitungan penyusutan adalah untuk memperhitungkan penurunan
kegunaan aktiva tetap karena pemakaian dan untuk menentukan jumlah
104
keuntungan yang diperoleh perusahaan. Semua aktiva tetap kecuali tanah hanya
akan memberikan manfaat dalam suatu jangka waktu tertentu. Pemakaian aktiva
tetap yang terus menerus merupakan elemen yang menyebabkan terjadinya
penyusutan. Perhitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus
yaitu menghitung selisih antara nilai perolehan dengan jumlah perkiraan nilai sisa
dibagi umur kegunaanya. Perkiraan biaya penyusutan KJ A sistem jaring kolor
dan perlengkapannya sebesar Rp. 11.951.250/tahun. Nilai sisa yang diharapkan
pada akhir masa kegunaan KJ A sebesar Rp.10.715.000. Bahan jaring merupakan
komponen terbesar penyumbang biaya penyusutan. Perhitungan biaya penyusutan
dan perkiraan nilai sisa per tahun dari lima unit KJ A sistem jaring kolor
ditampilkan pada Tabel 17.

Tabel 17. Perhitungan Biaya Penyusutan dan Perkiraan Nilai Sisa per Tahun dari
5 Unit KJ A Sistem J aring Kolor
No.
Komponen Biaya
Penyusutan
Umur
Kegunaan
(Tahun)
Nilai
Perolehan
(Rp.)
Jumlah
Perkiraan
Nilai
Sisa(Rp.)
Perkiraan
Penyusutan
(Rp./th)
1 2 3 4 5 6=(4-5)/3
I. Kolam Jaring Atas
1 Drum plastic 5 3.120.000 960.000 432.000
2 Bambu 2 1.800.000 - 900.000
3 Kayu kaso 2 1.750.000 - 875.000
4 Bahan jarring atas 5 22.500.000 5.000.000 3.500.000
5 Paku 2 1.312.500 - 656.250
6 Tambang 2 2.250.000 450.000 900.000
7 Bandul/pemberat 5 1.400.000 400.000 200.000
8 J angkar 5 520.000 80.000 88.000
9 Rumah J aga 5 3.000.000 300.000 540.000
Jumlah I 7.190.000 8.091.250
II. Kolam Jaring Bawah
1 Bahan jarring kolor 5 11.250.000 2.500.000 1.750.000
2 Tambang 2 1.500.000 300.000 600.000
3 Bandul/pemberat 5 700.000 200.000 100.000
Jumlah II 3.000.000 2.450.000
III. Perlengkapan
1 Tabung oksigen berat
kotor 75kg 10

3.800.000

400.000 340.000
2 Plastik bag 1 112.500 - 112.500
3 Serok 1 62.500 - 62.500
4 Ember plastik 1 10.000 - 10.000
5 Baskom plastik 1 10.000 - 10.000
6 Perahu 5 4.500.000 125.000 875.000
Jumlah III 525.000 1.410.000
Jumlah Total 10.715.000 11.951.250

105
Komponen biaya tetap yang masuk ke dalam perhitungan arus tunai usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor terdiri dari retribusi
izin usaha perikanan dan biaya perawatan jaring. Retribusi dibebankan sebesar
Rp. 14.000/jaring/tahun. Biaya perawatan jaring dikeluarkan setiap kali selesai
panen ikan yaitu sebayak empat kali per tahunnya.
Perawatan jaring dikerjakan oleh tiga orang pekerja selama dua hari yang
dibayar berdasarkan upah harian. Besaran biaya perawatan jaring sebanyak empat
kali yaitu Rp. 840.000. Total biaya tetap yang diperhitungakan dalam arus tunai
sebesar Rp. 910.000/tahun. Rincian biaya tetap yang dapat diperhitungkan per
tahunnya ditampilkan pada Tabel 18.

Tabel 18. Perhitungan Biaya Tetap per Tahun
No. Komponen Biaya
Jumlah
(Rp./th)
1 Retribusi Izin Usaha Perikanan (5 unit x @ Rp. 14.000) 70.000
2 Biaya Perawatan J aring (3 org x 2 hr x @ Rp. 35.000) x 4 MT 840.000
Jumlah Biaya Tetap 910.000
Keterangan :
MT =Musim Tanam

6.1.6.2 Analisis Manfaat
Analisis finansial usaha lebih menitik beratkan pada financial benefit atau
manfaat yang dapat di nilai dengan uang (tangible benefit). Manfaat yang dapat
diperoleh dari kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem
jaring kolor di peroleh dari penerimaan hasil penjualan ikan mas dan nila dari lima
unit KJ A. Penerimaan penjualan ikan mas sebanyak dua kali dan penerimaan
penjualan ikan nila sebanyak satu kali untuk dua kali musim tanam.
Penerimaan hasil usaha penjualan ikan mas sebanyak empat kali per tahun
dan ikan nila sebanyak dua kali pertahun. Berdasarkan Tabel 19 menunjukkan
bahwa penerimaan total usaha pada tahun pertama sebesar Rp. 555.812.000.
Penerimaan usaha terbesar diperolah dari penjualan ikan mas pada musim tanam
ketiga yaitu sebesar Rp. 140.857.500 yang dipengaruhi oleh harga jual ikan yang
tinggi di tingkat petani mencapai Rp. 10.500/kg. Kegiatan panen ikan mas pada
musim tanam ketiga sekitar bulan September bertepatan dengan musim kemarau
106
dimana harga ikan menjadi meningkat karena persediaan ikan mas di pasar
semakin sedikit. Penerimaan hasil penjualan ikan nila pada musim tanam ikan
kedua sekitar bulan J uni cukup tinggi sebesar Rp. 13.050.000, hal ini dipengaruhi
oleh harga ikan nila yang cukup tinggi ditingkat petani yaitu Rp. 7.500/kg.

Tabel 19. Perhitungan Penerimaan Tahun Ke-1 dari 5 Unit KJ A Sistem J aring
Kolor
No.
Komponen
Penerimaan
Harga Satuan
(Rp./kg)
Produksi
(kg)
Jumlah (Rp.)
1 2 3 4 5=3x4
I. Musim Tanam 1 :
1 Ikan Mas 9.500 13.450 127.775.000
2 Ikan Nila - - -
J umlah 1 13.450 127.775.000
II. Musim Tanam 2 :
1 Ikan Mas 10.000 13.420 134.200.000
2 Ikan Nila 7.500 1.740 13.050.000
J umlah 2 15.160 147.250.000
III. Musim Tanam 3 :
1 Ikan Mas 10.500 13.415 140.857.500
2 Ikan Nila - - -
J umlah 3 13.415 140.857.500
IV. Musim Tanam 4 :
1 Ikan Mas 9.500 13.440 127.680.000
2 Ikan Nila 7.000 1.750 12.250.000
J umlah 4 15.190 139.930.000
Jumlah Total 57.215 555.812.500

Perhitungan penerimaan usaha pada tahun kedua dari lima unit KJ A dapat
ditampilkan pada Tabel 20. Berdasarkan perhitungan penerimaan pada tahun
kedua menunjukkan bahwa total penerimaan usaha pada tahun kedua sebesar Rp.
557.695.000 atau mengalami peningkatan dibandingkan hasil penerimaan pada
tahun pertama sebesar 0,34 persen. Peningkatan hasil penerimaan dipengaruhi
oleh meningkatnya hasil produksi ikan mas dan nila pada tahun kedua sebanyak
57.230 kg.




107
Tabel 20. Perhitungan Penerimaan Tahun Ke-2 dari 5 Unit KJ A Sistem J aring
Kolor
No.
Komponen
Penerimaan
Harga Satuan
(Rp./kg)
Produksi (kg)
Jumlah
(Rp.)
1 2 3 4 5=3x4
I. Musim Tanam 1 :
1 Ikan Mas 9.500 13.455 127.822.500
2 Ikan Nila - - -
J umlah 1 13.455 127.822.500
II. Musim Tanam 2 :
1 Ikan Mas 10.000 13.423 134.230.000
2 Ikan Nila 8.000 1.741 13.928.000
J umlah 2 15.164 148.158.000
III. Musim Tanam 3 :
1 Ikan Mas 10.500 13.416 140.868.000
2 Ikan Nila - - -
J umlah 3 13.416 140.868.000
IV. Musim Tanam 4 :
1 Ikan Mas 9.500 13.442 127.699.000
2 Ikan Nila 7.500 1.753 13.147.500
J umlah 4 15.195 140.846.500
Jumlah Total 57.230 557.695.000

Harga jual ikan mas mengalami penurunan tertinggi terjadi pada MT
keempat yaitu 9,52 persen dari harga awal Rp. 10.500/kg menjadi Rp. 9.500/kg,
sedangkan harga ikan nila mengalami penurunan tertinggi pada tahun pertama
sebesar Rp. 500/kg atau 7,14 persen. Penurunan produksi ikan mas tertinggi
terjadi pada MT kedua tahun pertama sebesar 0,24 persen dari produksi awal
sebanyak 13.455 kg menjadi 13.423 kg, sedangkan produksi ikan nila mengalami
penurunan produksi mencapai 0,68 persen dari produksi awal 1.753 kg menjadi
1.741 kg.

6.1.6.3 Nilai Arus Tunai (Cash Flow)
Menurut Ibrahim (2003), perkiraan nilai arus penerimaan dan pengeluaran
kas perlu dilakukan untuk menghitung suatu kriteria investasi. Nilai arus tunai
atau cash flow terdiri dari arus penerimaan kas (cash inflow) dan arus pengeluaran
kas (cash aut flow). Perhitungan nilai arus tunai dilakukan terhadap usaha
pembesaran ikan mas sebagai komoditas utama dan ikan nila sebagai komoditas
tambahan pada KJ A sistem jaring kolor. Arus penerimaan kas meliputi nilai
produksi total dan nilai sisa, sedangkan arus pengeluaran kas terdiri dari biaya
108
investasi, biaya tetap dan biaya variabel. Nilai produksi ikan mas dan nila
diperoleh dari hasil penjualan ikan mas dan nila pada harga tingkat petani. Nilai
sisa diperoleh dari nilai kas yang diharapkan dari aktiva tetap konstruksi KJ A
sistem jaring kolor pada akhir masa kegunaannya.
Biaya investasi usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem
jaring kolor yaitu biaya pembuatan konstruksi KJ A serta biaya pengadaan sarana
dan prasarana pendukung. Biaya tetap merupakan biaya retribusi izin usaha
perikanan dan biaya perawatan jaring per tahun. Biaya variabel terdiri dari biaya
pembelian pakan, benih ikan mas dan nila, upah tenaga kerja, biaya angkut benih,
obat-obatan, upah panen dan isi ulang oksigen yang dihitung per musim tanam.
Arus penerimaan kas diperoleh dari komponen penjualan hasil produksi
ikan mas dan nila serta perkiraan nilai sisa aktiva tetap KJ A sistem jaring kolor
pada akhir umur ekonomisnya. Biaya-biaya yang dapat diperhitungkan dalam
pengeluaran kas teridiri dari biaya investasi dan reinvestasi, biaya tetap dan biaya
variabel.
Tabel 21. Nilai Arus Tunai Tahun ke 1 Usaha Pembesaran Ikan Mas pada 5 Unit
KJ A Sistem J aring Kolor dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen
N
o
Uraian
Tahun Nol
(Rp.)
Tahun ke 1 (Rp.)
MT 1 MT 2 MT 3 MT 4
1 Arus Penerimaan
Kas (Cash Inflow)

a. Nilai Produksi
- 127.775.000 147.250.000 140.857.500 139.930.000
b. Nilai Sisa Aktiva
Tetap
- - - - -
Jumlah Cash
Inflow
- 127.775.000 147.250.000 140.857.500 139.930.000
2 Arus Pengeluaran
Kas (Cash Outflow)
a. Biaya Investasi -60.437.500 - - - -
b. Biaya Tetap - - - - 910.000
c. Biaya Variabel
per Musim Tanam
- 132.695.000 115.145.000 135.995.000 116.145.000
Jumlah Cash
Outflow
- 60.437.500 132.995.000 115.145.000 135.995.000 117.055.000
3 Net Benefit
Sebelum Pajak -60.437.500 -4.920.000 32.105.000 4.862.500 22.875.000
4 Pajak 10% - - 2.718.500 486.250 2.287.500
5 Net Benefit Setelah
Pajak -60.437.500 -4.920.000 29.386.500 4.376.250 20.587.500

Berdasarkan Tabel 21 mengenai perhitungan arus tunai di tahun pertama,
menunjukkan bahwa penerimaan musim tanam pertama dan ketiga diperoleh dari
hasil penjualan ikan mas, sedangkan penerimaan pada musim tanam kedua dan
109
keempat diperoleh dari hasil penjualan dua komoditas yaitu ikan mas dan nila
sehingga akan menghasilkan penerimaan yang lebih tinggi. Penerimaan pada
musim tanam kedua dan keempat masing-masing sebesar Rp. 147.250.000 dan
Rp. 139.930.000. Namun penerimaan dari hasil penjualan ikan mas dan nila pada
musim tanam keempat lebih rendah dibandingkan penerimaan pada musim tanam
ketiga yang mencapai Rp. 140.857.500. Rendahnya penerimaan di musim tanam
keempat disebabkan oleh rendahnya harga ikan di pasaran yaitu masing-masing
senilai Rp. 9.500/kg untuk ikan mas dan Rp. 7.000/kg untuk ikan nila. Arus
pengeluaran kas terbesar terjadi pada musim tanam kesatu dan ketiga masing-
masing sebanyak Rp. 132.995.000 dan Rp. 135.995.000. Hal ini terjadi karena
ada tambahan biaya benih ikan nila. Manfaat bersih setelah pajak tahun kesatu
musim tanam pertama masih bernilai negatif, kemudian musim tanam kedua
sampai dengan musim tanam keempat manfaat bersih atau keuntungan bernilai
positif. Perhitungan nilai arus tunai usaha di tahun kedua ditampilkan pada Tabel
22.
Tabel 22. Nilai Arus Tunai Tahun ke 2 Usaha Pembesaran Ikan Mas pada 5 Unit
KJ A Sistem J aring Kolor dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen
No Uraian
Tahun ke 2 (Rp.)
MT 1 MT 2 MT 3 MT 4
1 Arus Penerimaan Kas
(Cash Inflow)
a. Nilai Produksi 127.822.500 148.158.000 140.868.000 140.846.500
b. Nilai Sisa Aktiva
Tetap - - - 10.715.000
Jumlah Cash Inflow 127.822.500 148.158.000 140.868.000 151.561.500
2 Arus Pengeluaran Kas
(Cash outflow)

a. Biaya Investasi 195.000 - - -
b. Biaya Tetap - - - 910.000
c. Biaya Variabel per
Musim Tanam 138.695.000

121.145.000

141.995.000

122.145.000
Jumlah Cash Outflow 139.190.000 121.145.000 141.995.000 123.055.000
3 Net Benefit Sebelum
Pajak -11.067.500

27.013.000 -1.127.000

28.506.500
4 Pajak 10% - 1.594.550 - 2.737.950
5 Net Benefit Setelah
Pajak -11.067.500 25.418.450 -1.127.000 25.768.550

Berdasarkan Tabel 22 mengenai perhitungan arus tunai di tahun kedua,
menunjukkan bahwa penerimaan terbesar dicapai pada musim tanam kedua dan
keempat masing-masing sebesar Rp. 148.158.000 dan Rp. 151.561.500. Besarnya
110
penerimaan ini merupakan hasil penjualan ikan mas dan nila serta ada
peningkatan produksi ikan. Pengeluaran kas terbanyak terjadi pada musim tanam
kesatu sebesar Rp. 139.190.000 dan musim tanam ketiga sebesar Rp. 141.995.000
karena adanya tambahan biaya benih ikan nila. Manfaat bersih pada musim tanam
kesatu dan ketiga masih bernilai negatif yang berarti bahwa biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk usaha pembesaran ikan mas dan nila di KJ A masih lebih besar
dari penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan ikan. Penerimaan pada
musim tanam kedua dan keempat menghasilkan manfaat bersih yang bernilai
positif.

6.1.6.4 Proyeksi Laba/Rugi
Menurut Ibrahim (2003), analisis finansial membahas proyeksi laba/rugi
yang bertujuan untuk mengetahui posisi keuangan dari suatu proyek atau usaha
yang akan dilaksanakan. Berdasarkan perhitungan proyeksi laba/rugi pada Tabel
23 menunjukkan bahwa usaha pembesaran ikan di KJ A sistem jaring kolor
memperoleh laba. Laba terbesar diperoleh pada tahun kesatu sebesar Rp.
39.493.125 setelah dipotong pajak. Rendahnya perolehan laba pada tahun kedua
disebabkan oleh adanya peningkatan yang cukup besar terhadap biaya pakan dan
benih yang merupakan komponen utama dalam struktur biaya variabel,
peningkatan biaya variabel tidak diimbangi dengan penerimaan usaha yang besar.
Proyeksi laba/rugi untuk usaha pembesaran ikan pada KJ A sistem jaring kolor
dilakukan per tahun selama umur ekonomisnya disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23. Proyeksi Laba/Rugi Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada KJ A
Sistem J aring Kolor
No. Uraian Tahun ke 1 Tahun ke 2
1. Penerimaan Usaha 555.812.500 557.695.000
2. Biaya-biaya :
- Biaya Reinvestasi
- Biaya Penyusutan per Tahun
- Biaya Variabel
11.951.250
499.980.000
195.000
11.951.250
523.980.000
3. Laba/Rugi Sebelum Pajak 10 % 43.881.250 21.568.750
4. Laba/Rugi Setelah Pajak 10 % 39.493.125 19.411.875


111
6.1.6.5 Net Profit Margin (NPM)
Berdasarkan laba bersih yang diperoleh usaha KJ A sistem jaring kolor ini
dapat diketahui Net Profit Margin yaitu rasio yang menggambarkan tingkat
keuntungan yang diperoleh unit usaha dibandingkan dengan pendapatan yang
diterima dari kegiatan operasionalnya. Semakin tinggi nilai NPM maka semakin
tinggi pula profitabilitas suatu usaha (Dendawijaya, 2000). Nilai NPM usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor selama dua tahun
sebesar 5,3 persen. Kemampuan usaha pembesaran ikan ini dalam menghasilkan
laba dari kegiatan usaha pokok sebesar 5,3 persen.

6.1.6.6 Net Present Value (NPV)
Menurut Ibrahim (2003), apabila hasil NPV lebih besar dari nol
menunjukkan bahwa suatu usaha/proyek feasible (layak) untuk dilaksanakan.
Berdasarkan kriteria NPV menunjukkan bahwa usaha pembesaran ikan mas dan
nila layak untuk dilaksanakan karena mempunyai prospek yang menguntungkan.
Tabel 24, menampilkan data mengenai usaha pembesaran ikan mas dan nila yang
dipelihara di KJ A sistem jaring kolor dengan luas usaha 1.280 m
2
pada tingkat
suku bunga (discount rate) 13 persen yang memberikan manfaat bersih (Net
Present Value) setelah pajak yaitu sebesar Rp. 15.578.956.

Tabel 24. Nilai Present Value (NPV) dan Net B/C dengan Tingkat Suku Bunga
13 Persen
No Uraian
Net Benefit
Setelah
Pajak (Rp.)
Diskon
Faktor
13 %
PV DF 13 %
(Rp.)
Net
B/C
1 Tahun Nol -60.437.500 1 -60.437.500
2 Tahun Ke-1 :
MT 1
MT 2
MT 3
MT 4

-4.920.000
29.386.500
4.376.250
20.587.500
0,96990
0,94072
0,91242
0,88496

-4.771.908
27.644.468
3.992.978
18.219.114

3 Tahun Ke-2 :
MT 1
MT 2
MT 3
MT 4

-11.067.500
25.418.450
-1.127.000
25.768.550
0,85832
0,83249
0,80744
0,78315

-9.499.457
21.160.605
-909.985
20.180.640

Jumlah NPV = 15.578.956 1,206
112
Nilai NPV usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring
kolor di daerah penelitian masih tergolong kecil dibandingkan dengan usaha
pembesaran ikan dengan teknologi yang sama di daerah Kabupaten Cianjur yang
mencapai Rp. 193.073.372,67 (Maulana, 2003). Rendahnya nilai NPV di daerah
penelitian diantaranya disebabkan tingginya biaya pengadaan sarana dan
prasarana konstruksi KJ A, biaya pakan serta biaya benih ikan mas.
6.1.6.7 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Menurut Ibrahim (2003), Net Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan
antara manfaat bersih yang telah didiskontokan yang bernilai positif dengan
manfaat bersih yang telah didiskontokan yang bernilai negatif. Berdasarkan Tabel
24 menunjukkan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring
kolor dengan tingkat suku bunga 13 persen adalah sebesar 1,204. Makna angka
ini menjelaskan bahwa setiap tambahan pengeluaran satu rupiah dalam biaya
produksi variabel akan menghasilkan tambahan keuntungan bersih sebesar Rp.
1,204 yang akan diperoleh setiap musim tanam. Berdasarkan kriteria Net B/C,
usaha pembesaran ikan mas dan nila layak untuk dilaksanakan pada KJ A sistem
jaring kolor karena memiliki Nilai Net B/C lebih besar dari satu. Penambahan
biaya produksi variabel di daerah penelitian hanya memberikan keuntungan bersih
yang kecil dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan yang sama di Waduk
Cirata dengan nilai Net B/C sebesar 5,63 (Maulana, 2003).

6.1.6.8 Internal Rate of Return (IRR)
Nilai IRR menggambarkan persentase pendapatan rata-rata yang dapat
diperoleh dari modal yang diinvestasikan setiap tahun selama umur kegunaan
suatu kegiatan usaha (Ibrahim, 2003). Perkiraan nilai IRR diperoleh dengan cara
mencoba menghitung terhadap nilai suku bunga (i) terdiskonto untuk
mendapatkan nilai NPV yang bernilai positif dan negatif mendekati nol. Nilai
IRR usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor
berdasarkan eksplorasi data untuk diskon faktor 13, 37 dan 38 persen.
NPV bernilai positif terkecil berada pada tingkat diskon faktor 37 persen
dan NPV bernilai negatif terkecil berada pada diskon faktor 38 persen.
Perhitungan IRR usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring
113
kolor menghasilkan nilai sebesar 37,14 persen. Dengan demikian usaha ini akan
memberikan kelebihan pendapatan rata-rata setiap tahun dari modal yang telah
ditanamkan sebesar 37,14 persen. Nilai ini lebih besar atau berada jauh di atas
suku bunga 13 persen sebagai biaya opportunity of capital. Artinya dengan biaya
opportunity of capital sebesar 13 persen, usaha ini masih layak dilaksanakan
karena memberikan pendapatan rata-rata sebesar 37 persen per tahun dari modal
yang ditanamkan.

6.1.6.9 Payback Period
Menurut Ibrahim (2003), analisis payback period perlu ditampilkan dalam
studi kelayakan untuk mengetahui berapa lama suatu usaha atau proyek yang baru
dikerjakan dapat mengembalikan investasi. Nilai payback period usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor diperoleh dari
perbandingan nilai investasi dengan net benefit yang terdiskonto.
Semakin cepat pengembalian biaya investasi sebuah proyek/usaha,
semakin baik proyek tersebut karena semakin lancar perputaran modal (Ibrahim,
2003). J angka waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor selama satu tahun
tujuh bulan. Selama umur ekonomisnya dua tahun, usaha pembesaran ikan mas
dan nila sudah mampu mengembalikan biaya investasi dari nilai net benefit yang
diperoleh. Semakin besar nilai net benefit yang diperoleh semakin singkat waktu
pengembalian yang dapat ditentukan.

6.2 Analisis Sensitivitas
Menurut Kadriah, Karlina dan Gray (1999), analisis sensitivitas bertujuan
untuk menganalisis pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang
berubah-ubah. Proyek/usaha pertanian sensitiv terhadap perubahan harga output,
keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya-biaya dan kesalahan dalam perkiraan
hasil. Berdasarkan perubahan-perubahan yang pernah terjadi di daerah penelitian
menunjukkan bahwa harga benih ikan, pakan dan harga jual ikan serta hasil
produksi sering berubah. Biaya benih dan pakan merupakan komponen biaya
terbesar serta harga jual ikan dan produksi merupakan komponen yang paling
114
menentukan dari penerimaan. Dalam analisis usaha pembesaran ikan mas dan
nila pada KJ A sistem jaring kolor menggunakan skenario (dengan asumsi variabel
yang lain tetap konstan) 1). Terjadi peningkatan harga benih ikan, 2). Peningkatan
harga pakan, 3). Penurunan harga jual ikan dan 4). Penurunan hasil produksi
Variasi yang digunakan pada analisis sensitivitas yaitu switching value
(nilai pengganti), dalam analisis switching value dapat diketahui batas maksimum
perubahan yang dapat ditolerir oleh kegiatan usaha agar dapat layak untuk
dilaksanakan. Nilai perubahan maksimum diperoleh dengan cara mencoba-coba
tingkat perubahan sampai menghasilkan nilai NPV sama dengan nol. IRR sama
dengan tingkat suku bunga 13 persen dan nilai Net B/C Rasio sama dengan satu.
Hasil analisis swithing value ditampilkan pada Tabel 25.

Tabel 25. Hasil Analisis Switching Value yang Menghasilkan Nilai NPV=0,
Nilai Net B/C Rasio=1 dan Nilai IRR=13 Persen
No Komponen Perubahan
Maksimum Perubahan
(%)
1 Kenaikan harga benih ikan mas dan nila 7,43
2 Kenaikan harga pakan 2,82
3 Penurunan harga jual ikan mas dan nila 1,77
4 Penurunan hasil produksi 1,77

1. Peningkatan harga benih ikan
Biaya benih ikan merupakan komponen kedua terbesar dalam struktur
biaya variabel dan dapat berfluktuasi setiap waktu sesuai dengan keadaan yang
berubah. Berdasarkan hasil analisis switching value menunjukkan bahwa
peningkatan maksimum harga benih ikan yang dapat ditolerir oleh usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor adalah sebesar 7,43
persen (dengan asumsi variabel yang lain tetap konstan). Kenaikan harga benih
ikan sebesar 7,43 persen menghasilkan nilai NPV sama dengan nol, nilai Net B/C
Rasio sama dengan satu dan nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga 13 persen
(Tabel 26). Peningkatan biaya benih dapat meningkatkan pula biaya variabel
sebesar 7,43 persen. Peningkatan yang lebih besar dari 7,43 persen terhadap biaya
benih ikan pada tingkat suku bunga 13 persen akan menyebabkan usaha
pembesaran ikan ikan mas dan nila tidak layak dilanjutkan karena menghasilkan
115
nilai NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio menjadi kurang dari 1 serta nilai
IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga 13 persen.
Kenaikan harga benih ikan mas yang mencapai 8,93 persen pada MT
ketiga perlu diperhatikan karena sudah melampaui batas maksimum kenaikan
yang diperbolehkan berdasarkan perhitungan analisis switching value. Tingginya
kenaikan harga benih ikan mas yang mencapai 8,93 persen akan mengakibatkan
usaha ini tidak layak dilaksanakan karena akan mengalami kerugian (asumsi
variabel lain tetap konstan). Kenaikan harga benih ikan nila masih wajar karena
baru mencapai 1,63 persen.
2. Peningkatan harga pakan
Biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam struktur biaya.
Berdasarkan hasil analisis switching value menunjukkan bahwa peningkatan
maksimum harga pakan ikan yang masih layak sebesar sebesar 2,82 persen.
Kenaikan harga pakan yang lebih tinggi dari 2,82 persen (dengan asumsi variabel
lain tetap konstan) pada tingkat suku bunga 13 persen akan menyebabkan usaha
pembesaran ikan mas dan nila tidak layak dilanjutkan karena menghasilkan nilai
NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio menjadi kurang dari 1 serta nilai IRR
yang lebih kecil dari tingkat suku bunga 13 persen. Tabel 26 menunjukkan
peningkatan harga pakan maksimum sebesar 2,82 persen menghasilkan nilai NPV
sama dengan nol, nilai Net B/C Rasio sama dengan satu dan nilai IRR sebesar
sama dengan tingkat suku bunga 13 persen.
Kenaikan harga pakan ikan mas yang mencapai 7,14 persen perlu
diperhatikan karena sudah melampaui batas maksimum kenaikan yang
diperbolehkan berdasarkan perhitungan analisis switching value. Tingginya
kenaikan harga pakan sebesar 7,14 persen akan mengakibatkan usaha ini tidak
layak dilaksanakan karena akan mengalami kerugian (asumsi variabel lain tetap
konstan).
3. Penurunan harga jual ikan
Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value pada Tabel 26,
menunjukkan bahwa penurunan maksimum harga jual ikan sebesar 1,77 persen
masih memberikan kelayakan usaha karena menghasilkan nilai NPV sama dengan
nol, nilai Net B/C Rasio sama dengan satu dan nilai IRR sama dengan tingkat
116
suku bunga 13 persen. Penurunan harga jual ikan yang lebih besar dari 1,77
persen (dengan asumsi variabel lain tetap konstan) pada tingkat suku bunga 13
persen akan menyebabkan usaha pembesaran ikan ikan mas dan nila tidak layak
dilanjutkan karena menghasilkan nilai NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio
menjadi kurang dari satu serta nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga
13 persen.
Penurunan harga jual ikan mas yang mencapai 9,42 persen pada MT
keempat dan ikan nila mencapai 7,14 persen perlu diperhatikan karena sudah
melampaui batas maksimum penurunan yang diperbolehkan berdasarkan
perhitungan analisis switching value. Tingginya penurunan harga jual ikan mas
dan nila mengakibatkan usaha ini tidak layak dilaksanakan karena akan
mengalami kerugian (asumsi variabel lain tetap konstan).
4. Penurunan hasil produksi
Berdasarkan hasil analisis switching value yang ditampilkan pada Tabel 26
menunjukkan bahwa penurunan maksimum hasil produksi ikan mas dan nila yang
masih masih dikatakan layak sebesar 1,77 persen (dengan asumsi variabel lain
tetap konstan), penurunan produksi sebesar 1,77 persen menghasilkan nilai NPV
sama dengan nol, nilai Net B/C rasio sama dengan satu dan nilai IRR sama
dengan tingkat suku bunga 13 persen. Penurunan harga jual ikan yang lebih besar
dari 1,77 persen pada tingkat suku bunga 13 persen akan menyebabkan usaha
pembesaran ikan ikan mas dan nila tidak layak dilanjutkan karena menghasilkan
nilai NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio menjadi kurang dari satu serta nilai
IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga 13 persen. Penurunan hasil produksi
ikan mas di KJ A sistem jaring kolor sebesar 0,24 persen dan ikan nila sebesar
0,68 persen masih berada di bawah batas maksimum penurunannya yaitu 1,77
persen, sehinggga usaha ini masih layak dilaksanakan (asumsi variable lain tetap
konstan).
Berdasarkan Tabel 26 dapat diambil kesimpulan bahwa usaha pembesaran
ikan pada KJ A sistem jaring kolor lebih sensitif terhadap perubahan harga jual
ikan dan hasil produksi dibanding dengan biaya pakan dan benih ikan. Penurunan
yang kecil saja terhadap harga jual dan hasil produksi ikan akan menyebabkan
usaha menjadi tidak menguntungkan.
117
VII. KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan
Waduk Cikoncang yang berlokasi di Kabupaten Lebak, Banten, selain
mempunyai fungsi utama sebagai irigasi pertanian dan sediaan air, juga
dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan. Pemanfaatan Waduk dalam bidang
perikanan pada awalnya hanya terbatas pada penangkapan ikan dengan
menggunakan alat pancing dan jala, kemudian berkembang dengan adanya
kegiatan pemeliharaan ikan mas dan pada keramba jaring apung sistem jaring
kolor.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai analisis
kelayakan finansial usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring
kolor, diantaranya :
1) Beberapa elemen yang dianggap penting dari aspek pasar yaitu peluang
permintaan dan penawaran. Permintaan konsumsi ikan di Kabupaten Lebak
cukup besar, hal ini terlihat dari semakin meningkatnya konsumsi ikan
masyarakat setiap tahunnya dengan laju kenaikan sebesar 9,41 persen per
tahun. Penawaran ikan mas di Kabupaten Lebak sebagian besar dipenuhi dari
luar daerah, sehingga terdapat peluang usaha untuk meningkatkan produksi
budidaya perikanan di dalam daerah.
2) Aspek teknis, air waduk Cikoncang berasal dari aliran sungai sehingga
sirkulasi air cukup baik dan cocok untuk pembesaran ikan mas dan nila.
Kedalaman waduk telah memenuhi syarat minimal kedalaman yaitu 5 meter.
Waduk Cikoncang terletak di dataran rendah sehingga kemungkinan
terjadinya up welling (umbalan) sangat kecil. Pemanfaatan lahan waduk
masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan yaitu sebesar 10 persen dari
luas total area waduk seluas 2.252 ha, sehingga ekosistem perairan masih tetap
lestari dalam jangka panjang.
3) Aspek manajemen kegiatan usaha masih sederhana. Struktur organisasi hanya
terdiri dari ketua dan anggota. Petani pemilik merangkap sebagai ketua,
pemilik modal dan pengelola keuangan, sedangkan tenaga kerja yang
berjumlah tiga orang sebagai anggota.
118
4) Aspek hukum, bentuk badan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA
sistem jaring kolor merupakan badan usaha perseorangan.
5) Usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor
mempunyai dampak positif terhadap masyarakat yaitu dapat terserapnya
tenaga kerja baru dan ekonomi masyarakat dapat diberdayakan mulai dari
tingkat petani pembenih, pembesaran dan penjual serta pemilik sarana
transportasi. Dampak positif terhadap lingkungan yaitu terpeliharanya
kelestarian sumber daya ikan di perairan waduk karena kegiatan perikanan
tidak bergantung pada penangkapan ikan.
6) Berdasarkan analisis aspek finansial menunjukkan bahwa usaha pembesaran
ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor masih layak dilaksanakan
karena menghasilkan nilai NPV yang positif yaitu sebesar Rp. 15.578.956,
nilai Net B/C rasio lebih dari satu yaitu sebesar 1,206, persentase nilai IRR
sebesar 37,14 persen lebih besar dari tingkat suku bunga yang ditetapkan.
Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan biaya investasi selama satu
tahun tujuh bulan.
7) Berdasarkan analisis switching value menunjukkan bahwa usaha pembesaran
ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor lebih sensitiv terhadap
penurunan harga jual ikan dan penurunan hasil produksi ikan, dengan
maksimum penurunan masing-masing sebesar 1,77 persen. Penurunan harga
jual dan hasil produksi ikan yang lebih besar dari 1,77 persen akan
menyebabkan usaha tidak layak.

7.2 Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan sebagai berikut :
1) Perlu adanya peningkatan produksi ikan mas dan nila dari budidaya KJA
melalui perluasan lahan usaha budidaya KJ A sampai batas maksimum luas
lahan yang ditetapkan yaitu 10 persen untuk mencapai produksi yang
maksimum. Usaha pembesaran ikan nila bersama ikan mas perlu ditingkatkan
karena terjadi efisiensi dalam penggunaan pakan.
2) Pemerintah Daerah dapat membantu dalam penyediaan modal untuk para
petani kecil yang ingin mengembangkan usaha perikanan karena usaha ini
119
membutuhkan biaya investasi yang cukup besar serta berperan sebagai
fasilitator antara pihak petani ikan dengan pihak perbankan. Usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJ A sistem jaring kolor mempunyai
kemampuan menghasilkan laba sebesar 5,3 persen dari kegiatan usaha
pokoknya.
3) Mengantisipasi perubahan-perubahan dalam biaya produksi dan harga jual,
disarankan agar petani ikan bergabung dengan petani lainnya untuk
membentuk organisasi atau koperasi yang bertujuan agar para petani
mempunyai posisi tawar menawar yang tinggi.























120
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia 2006. Badan Pusat Statistik.
J akarta.

Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kab. Lebak. 2005. Master
Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kab. Lebak. Rangkasbitung.

Cahyono. 2005. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.

Charles T. Horngren, Walter T. Horrison, J r. Michael A. Robinson dan
Secokusumo. 1996. Akuntansi di Indonesia. Penerbit Salemba Empat.
J akarta.

Choliq, A, H.R.A.R. Wirasasmita, S. Hasan. 1999. Evaluasi Proyek (Suatu
Pengantar). Pionir J aya. Bandung.

Dendawijaya, L. 2000. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia. J akarta.

Departemen Kelautan dan Perikanan,. 2006. Statistik Perikanan Budidaya.
Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.dkp.go.id/ . 25 J uli
2006.

Departemen Kelautan dan Perikanan,. 2007. Rapat Koordinasi Nasional
Departemen Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan
Perikanan. http://www.dkp.go.id/ . 25 J anuari 2007.

Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten. 2005. Statistik Perikanan
Budidaya Banten 2005. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten.
Serang.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lebak. 2007. Laporan Tahunan 2006.
Rangkasbitung.

Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten. 2007. Perencanaan
Pembangunan Kelautan dan Perikanan Berbasiskan Kawasan disampaikan
pada Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah Bidang Kelautan dan
Perikanan Tingkat Propinsi Banten. April 2007. Dinas Kelautan dan
Perikanan Propinsi Banten. Serang.

Direktorat J enderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 2005. Teknologi
untuk Masyarakat Pesisir : Seri Budidaya Perikanan. Direktorat J enderal
Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan
Perikanan. J akarta.

121
Direktorat J enderal Perikanan Budidaya. 2005. Statistik Perikanan Budidaya
Indonesia Tahun 2004. Direktorat J enderal Perikanan Budidaya.
Departemen Kelautan dan Perikanan. J akarta.

Direktorat J enderal Perikanan Tangkap. 2005. Statistik Perikanan Tangkap
Indonesia Tahun 1999-2004. Direktorat J enderal Perikanan Tangkap.
Departemen Kelautan dan Perikanan. J akarta.

Fahrur, M dan Tamsil. 2005. Buletin Litkayasa Akuakultur. Pusat Riset
Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol. 4 No. 1,
Hal 33.

Gittinger, J .P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press). J akarta.

Gultom, 2002. Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Mas Dalam J aring
Apung di Danau Toba, Desa Pasar Pangururan, Kabupaten Toba Samosir.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB (tidak
dipublikasikan). Bogor.

Husnan, S dan S. Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit Penerbit dan
Percetakan AMP YKPN. Yogyakarta.

Ibrahim, M. Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. J akarta.

J angkara, J . 2000. Pembesaran Ikan Air Tawar Di Berbagai Lingkungan
Pemeliharaan. Penebar Swadaya. J akarta.

Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. J akarta

Maulana, A. B. 2003. Analisis Kelayakan Usahatani Pembesaran dan Pemasaran
Ikan Nila Gift Budidaya Keramba J aring Apung, Desa Cikidang
Bayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, J awa Barat. Skirpsi.
Fakultas Pertanian IPB (tidak dipublikasikan). Bogor.

Miller, Roger LeRoy dan Roger E. Meiners. 2000. Teori Ekonomi Intermediat.
PT. Raja Grafindo Persada. J akarta.

Mungky, HGPL. 2001. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan
pada Kolam J aring Apung, KJ A Batuhapur, Waduk Cirata, Kabupaten
Cianjur, J awa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB (tidak
dipublikasikan). Bogor.

Rochdianto, A. 2000. Budidaya Ikan di J aring Apung. Penebar Swadaya.
J akarta.

122
Sukamto dan S. Maryam. 2005. Buletin Litkayasa Akuakultur. Pusat Riset
Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol. 4 No. 1,
Hal 5.































123










LAMPIRAN





















124









































Lampiran 1. Kondisi Kegiatan Budidaya Pembesaran Ikan pada KJ A Sistem
J aring Kolor di Waduk Cikoncang.




Lampiran 2. Perhitungan Nilai NPV, B/C Rasio dan IRR Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor dengan Tingkat Suku
Bunga 13 Persen
No. Uraian
Tahun Nol
(Rp.)
Tahun ke 1 (Rp.) Tahun ke 2 (Rp.)
MT 1 MT 2 MT 3 MT 4 MT 1 MT 2 MT 3 MT 4
1
Arus Penerimaan Kas (Cash
Inflow)
a. Nilai Produksi -

127,775,000

147,250,000 140,857,500 139,930,000

127,822,500 148,158,000

140,868,000

140,846,500
b. Nilai Sisa Aktiva Tetap -

-

- - - - - -

10,715,000
Jumlah Cash Inflow -

127,775,000

147,250,000 140,857,500 139,930,000

127,822,500 148,158,000 140,868,000

151,561,500
2
Arus Pengeluaran Kas (Cash
Outflow)
a. Biaya Investasi 60,437,500

-

- - -

195,000 - - -
b. Biaya Tetap -

-

- - 910,000 - - -

910,000
c. Biaya Variabel per Musim Tanam -

132,695,000

115,145,000 135,995,000 116,145,000

138,695,000 121,145,000

141,995,000

122,145,000
Jumlah Cash Outflow 60,437,500

132,695,000

115,145,000 135,995,000 117,055,000

138,890,000 121,145,000

141,995,000

123,055,000
3 Net Benefit Sebelum Pajak -60,437,500 -4,920,000

32,105,000 4,862,500 22,875,000
-
11,067,500 27,013,000
-
1,127,000

28,506,500
4 Pajak 10% -

-

2,718,500 486,250 2,287,500 - 1,594,550 -

2,737,950
5 Net Benefit Setelah Pajak -60,437,500 -4,920,000 29,386,500 4,376,250 20,587,500 -11,067,500 25,418,450 -1,127,000 25,768,550
6 Discount Factor 13% 1

0.96990

0.94072 0.91242 0.88496

0.85832 0.83249 0.80744

0.78315
7 PV 13 % -60,437,500
-
4,771,908

27,644,468 3,992,978 18,219,114
-
9,499,457 21,160,605
-
909,985

20,180,640
8 NPV 13 % 15,578,956
9 Net B/C Rasio 1.206
12 IRR 37,14 %
13 PBP 1.6


35

You might also like