You are on page 1of 21

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Teori Terkait
1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna Bagian Bawah.
Kolon (usus besar) memiliki panjang kurang lebih 1,3 m dan terdiri dari cecum dengan
appendix, bagian distal ileum masuk kedalam cecum sebagai projeksi papiloform yang bulat atau
oval, bentuk ini disebut valvula ileoceal. Yang bersambung ke kolon asenden, kolon
transversum, kolon desenden dan kolon sigmoid. Mukosa dinding usus besar permukaannya
sangat halus, berbentuk sebagai lipatan semisirkuler, plica semilunares. Mukosa terdiri dari sel
epitel kolumnar yang tinggi berlapis tunggal. Tidak ada vili di kolon, tapi ada kripti-kripti dimana
epitel terdiri dari banyak sel goblet yang memproduksi mucus, seperti di usus halus ada kelenjar
limfatik. Dinding otot di bentuk sebagai lapisan dalam sirkuler dan luar longitudinal, merupakan
lapisan yang tidak sirkumferensial di kolon tapi sebaliknya dibentuk kedalam tiga ikatan grup
yang disebut taenia coli. Lapisan serosa kolon asendens dan kolon desendens berada sebagian
dibawah peritoneum, menyambung dengan peritoneum pada bagian depan saja. Kolon
transversum dan sigmoid berada di peritoneum, persyarafan pada kolon yaitu system saraf
otonom, system saraf enteric dan system saraf instrisic melalui pleksus mysentrika dan
submukosa. Tugas utama kolon yaitu , absorbsi air dan elektrolit yang masuk kedalam usus
dengan cairan pencernaan, sebagai transport produksi sisa dan secara temporer meyimpan produk
sisa.( Macellus Simadibrata).
Rektum bersambung dengan kolon sigmoid dan mulai pada tingkat setinggi vertebra
sacral ketiga, rectum berbentuk S-shaped dan seluruhnya sepanjang 15 cm mengikuti curvature
sacrum dan coccyx. Rektum memiliki tiga kurva lateral dan bagian dalam dari lipatan tranversal
10
ini dinamakan rectal valves of Houston. Ampula recti merupakan bagian atas dari rectum,
secara normal bagian ini benar-benar kosong dari bahan fecal, bahan fekal disimpan di kolon
sigmoid tetapi ada juga bahan fecal mencapai ampula recti sehingga timbul keinginan untuk
defikasi. Rektum berjalan kebawah ,melalui pelvic floor yang terdiri dari lapisan
musculotendinous yang terbentuk lebih predominan dari serat bercorak yang dikenal dengan otot
levator ani. Ketika rectum berjalan melalui pelvis bersatu dengan canal anus, arahnya tidak lurus
membentuk sudut 90 derajat, sudut ini penting sekali untuk mempertahankan fecal continence(
Marcellus Simadibrata ).
Kanal anus pelvic floor membentuk batas rectum dan kanal anus memiliki panjang
kurang lebih 3-4 cm dan dikelilingi otot spingter. Dinding kanal anal dibentuk oleh beberapa
lapisan , mukosa bagaian atas dari kanal anal dibatasi oleh epitel kolumnar, bagian distal dari
kanal anus dibatasi oleh anoderm. Lapisan tipis dari epitel skuamosa berlapis yang kurang
mengandung kelenjar keringat dan folikel rambut. Perbatasan antara epitel ini dinamakan linea
mukokutanea atau linca dentate, beberapa lipatan mukosa longitudinal (columnaeanales atau
clumna morgagni) timbul pada proksimal kanal anus dan berakhir pada linea dentate, dimana
mereka mengelilingi kripti anus tubular dan kelenjar. Mukosadisisni memiliki gambaran ungu di
banding warna merah muda pada mukosa kanal anus lainnya.
Pada lapisan otot ada dua spingter anus yaitu ,spingter anus interna dan spingter anus
ekterna, dimana secara bersama pelvic floor bekerja segabai tenaga penahan untuk
memprrtahan fecal continence. Spingter interna ini merupakan lanjutan dari lapisan otot polos
sirkuler dalam rectum dan mempertahankan tekanan otot yang kuntinyu yang mendemostrasikan
fluktuasi siklik. Spingter ini secara total berada dalam control ototnom dan terutama bertanggung
jawab bagi tekanan istirahat kanal anus. Spingter eksterna biasanya terbagi atas tiga bagian yaitu
subkutan, superfisialis, dan dalam. Spingter ekstena ini bertanggung jawab bagi tekanan
memotong sukarela (voluntary), tetapi juga berperan pada waktu istirahat. Spingter ekstena terdiri
dari dua tipe berbeda dari serat oto bercorak, merah dan putih. Meskipun serat otot merah
nampak sukarela (voluntary ), serat tersebut dapat mempertahankan keadaan kontraksi tonik
sama seperti spingter interna. Serat putih berkemampuan untuk kontraksi kuat, tetapi hanya
dapat mempertahankan tingkat kontraksi maksimal ini untuk waktu yang pendek. Otot levator ani
di pelvic floor terdiri dari pubococcygeus dengan otot puborektalis membentuk puborectal
sling, ileococygeus, dan ishiococygeus, akan tetapi tetap ada variasi. Otot puborectalis lebih
penting karena kontraksi otot ini mempertahankan sudut anorektal kurang lebih 90 derajat, sudat
ini penting dalam mempertahankan continence.
Persarafan rectum dan bagian atas canal anal dipersarafi oleh serat- serat dari system
saraf ototnom dan saraf enteric (ENS). Spingter eksterna dan otot levator ani di persyarfi oleh
saraf somatic, cabang timbul dari saraf sacral kedua, ketiga dan keempat menyatu dengan saraf
udendal dan canal anal, distal dari linea deritate, dipengaruhi oleh serat aferen saraf rectal
inferior. Mukosa rectum dan proksimal kanal anus kurang akan persarafan sensorik somatic.(dr
Marcellus Simadibrata K PhD SpPD KGEH ).
2. Kolonoskopi .
Kolonoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat keadaan lumen saluran cerna bagian
bawah (SCBB) mulai dari anus, rectum, kolon sigmoid, kolon descendens, kolon trasversum,
kolon ascendens, sekuk, valvula Bauhini, hingga ileus terminalis dengan menggunakan
kolonoskop.( Syafruddin AR.Lelosutan,2009). Kolonoskopi merupakan sarana diagnostik yang
penting untuk dilakukan pada penyakit kolon. Dengan pemeriksaan memungkinkan pengamatan
seluruh colon, rectum serta ileum terminalis. Pengamatan ditujukan untuk mencari kelainan yang
ada secara menyeluruh pada mucosa, lumen serta isinya dan motilitas dari saluran cerna. Dapat
diamati pula adanya kompresi dari luar kolon. Disamping prosedur diagnostik juga bisa dipakai
sebagai prosedur terapeutik terhadap polip, dilatasi, mengambil benda asing serta tindakan lain.
Indikasi diagnostik :
a. Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang belum jelas sebabnya, seperti : fecal occuli
blood,hematokhezia dan atau melena yang tidak ditemukan sumbernya pada endoskopi gastro
duodenoskopi.
b. Evaliasi kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi.
c. Diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya.
d. Defisiensi besi yang belum diketahui penyebabnya.
e. Penyakit inflamasi usus (IBD-Inflamatori bowel disease).
f. Perubahan kebiasaan defekasi yang presisten.
g. Untuk mendapatkan jaringan biopsi dari kolon.
Indikasi terapeutik :
a. Polipektomi.
b. Mengatasi perdarahan dari neoplasma, ulserasi, ektasi, vaskular, dll.
c. Ekstirpasi korpus alienum.
d. Dilatasi balon pada lesi stenotik.
e. Terapi laser.
Kontra indikasi absolut :
a. Pasien tidak kooperatif
b. Perforasi usus, Peritonitis.
c. Hamil trimester ke-3.
Kontra indikasi relatif :
a. Kelainan integritas usus, berupa : kolitis akut berat, obstuksi intestinal atau baru menjalani
anastomosis usus.
b. Visualisasi terganggu : karena persiapan kurang baik, perdarahan akut gastrointestinal masif.
c. Kelainan organ sekitar berupa aneurisme aorta atau arteri iliaka, serta atau baru menjalani
operasi.
d. Faktor penyakit dasar : Koagulasi dan, atau sakit berat.
Kolonoskopi berasal dari kata kolon dan copy ( Endoskopi ) yang berarti : usus besar dan
melihat jadi arti sederhananya adalah melihat kondisi saluran pencernaan bagian bawah / usus
besar dengan menggunakan alat (scope) Secara teori kolonoskopi adalah suatu pemeriksaan
kolon (usus besar mulai dari anus,rektum,sigmoid,kolon desendens,tranversum,asendens sampai
sekum dan ilium terminale.Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menilai jika hasil radiologi
meragukan ,atau tidakditemukannya suatu kelainan sehingga perlu dievaluasi lebih lanjut,tujuan
selanjutnya adalah meneliti suatu penyakit pada mukosa colon yang disertai penurunan berat
badan dan adanya anemia tanpa tahu penyebabnya,menegakkan suatu diagnosis suatu
keganasan/kanker pada kolon (usus besar),melakukan tindakan terapiutik dan biopsi mukosa
kolon,selanjutnya adalah sebagai follow up setelah pengakatan/operasi suatu kanker usus atau
evaluasi setelah polipektomy (pengambilan polip).(By Hombar pakpahan, ww goggle, 2009).
3. Persiapan kolonoskopi
Kolonoskopi merupakan tindakan endoskopi untuk melihat saluran cerna bagian bawah
mulai dari anus, regtosigmid, koloan desenden, kolon transversum, kolon asendens, caecum dan
ileocecal valve. Pada keadaan tgertentu tindakan kolonoskopi ini dilanjutkan untuk melihat
mukosa ileum pars terminalis.(Marcellus Simadibrata). Ketepatan dan keamanan terapetik pada
kolonoskopi tergantung dari kualitas persiapan bersihan kolon. Persiapan pre kolonoskopi terdiri
dari :
a. Persiapan Mental dan psikologi.
Sebelumnya menjalankan pemeriksaan kolonoskopi pasien dan keluarga diberikan
penjelasan tentang manfaat dan tujuan prosedur pemeriksaan dan persiapannya, agar pasien
tidak cemas atau takut sehingga persiapan dan pemeriksaan kolonoskopi berjalan dengan
lancar dan memperoleh hasil yang optimal.
b. Persiapan fisik.
Persiapan fisik pada pasien terdapat berbagai cara dan setiap Rumah Sakit
mempunyai prosedur tetap untuk persiapan kolonoskopi. Persiapan yang ideal adalah
pengosongan yang sempurna dari bahan faeses secara cepat tanpa menyebabkan
ketidaknyamanan serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pasien, disamping itu
tidak merubah anatomi maupun histology mukosa usus. Kegagalan persiapan akan menyita
biaya, serta waktu pasien maupun operator disamping keterlambatan diagnosis. Pasien yang
telah mengikuti sesuai instruksi namun masih terdapat kegagalan harus diulang dengan
interval waktu yang lebih panjang. Persiapan usus pada kolonoskopi yang tidak baik
menyebabkan lolosnya lesi, pembatalan tindakan, menambah waktu prosedur serta seringnya
menambah komplikasi dan biaya. Penting diperhatikan bahwa pasien harus tetap dalam
kondisi hydrasi yang cukup, pasien dalam kondisi yang lemah atau usia lebih dari 65 tahun
harus didampingi selama pemberian pencahar.
Persiapan yang dilakukan di Ruang tindakan rawat jalan C RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta adalah sudah sesuai dengan teori yang ada dan memerlukan waktu panjang yaitu 3
hari agar mendapat hasil yang optimal. Persiapan tersebut antara lain :
Hari pertama diet klien hanya mengkomsumsi bubur dengan kecap dan bias
ditambah minum susu nutren optimum tetapi tetap harus minum banyak yaitu 3-4 liter per
hari. Hari kedua diet pasien hanya boleh minum susu nutren optimum sampai pukul 18.00
wib dan tetap harus minum banyak yaitu 3-4 liter per hari, pukul 20.00 wib klien minum
garam Inggris 30 gr yang diencerkan dalam air putih sebanyak 200 cc atau minum fleet
phosposoda 8 oz ditambahkan air 240 ml
Hari ketiga diet pasien sudah tidak boleh makan kecuali minum air putih sebanyak
3-4 liter, pukul 05.00
pasien diberi fleet enema melalui anus, bila pasien menggunakan anastesi pasien di puasakan
mulai pukul 24.00 wib sampai tindakan akan dilaksanakan.
Persiapan pasien sebelum pemeriksaan kolonoskopi dilakukan, colon harus
dibersihkan dari Feses dan kotoran lain. Pasien memakai celana yang mempunyai
lobang berukuran 13 cm untuk jalur scop.
c. Persiapan Alat
Sebelum dipergunakan alat harus diperiksa terlebih dahulu apakah sudah siap untuk
dipakai, yang terdiri dari :
1) Xenon light source
2) Video system center.
3) Colono videoscope.
4) 1 set mediview system
5) Suction
6) Monitor tensi, saturasi, nadi dan RR
7) Resusitasi kit
8) Biopsi forceps.
9) Oksigen berserta slang.
10) Celana bolong.
11) Sarung tangan
12) Kassa.
13) Spuit.
14) Kapas.
15) Botol untuk jaringan patologi anatomi.
4. Kepatuhan.
Definisi menurut Soraona (1993) Kepatuhan merupakan ketaatan atau ketidaktaatan pada
perintah, aturan dan disiplin. Perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dari tahap
kepatuhan, identifikasi, kemudian intenalisasi. Sedangkan menurut Kelman (1985). Kepatuhan
dimulai dari individu mematuhi. Dimulai dari individu yang mematuhi anjuran tanpa kerelaan
karena takut hukuman atau sanksi. Tahap identifikasi adalah kepatuhan karena merasa di awasi.
Jadi pengukuran kepatuhan melalui identifikasi adalah sementara dan kembali tidak patu lagi bila
sudah tidak diawasi lagi. Tahap intenalisasi adalah tahap individu melakukan sesuatu karena
memahami makna, mengetahui pentingnya menjalankan persiapan kolonoskopi secara rasional.
Jadi kepatuhan dapat diukur dari individu yang mematuhi atau mentaati karena telah memahami
makna suatu ketentuan yang berlaku. Perubahan sikap dan individu di mulai dari patuh terhadap
aturan/institusi, seringkali memperoleh imbalan/janji jika menurut anjuran/pedoman.
Menurut Sarwono (1993), mengemukakan bahwa patuh (compliance) menghasilkan
perubahan tingkah laku yang sementara, dan individu cendrung kembali ke pandangan/perilaku
yang semula jika pengawasan kelompok mengendur atau jika ia pindah dari kelompoknya.
Menurut Sacket dalam (Niven 2002) kepatuhan berasl dari kata dasar patuh yang berarti disiplin
dan taat, mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan
a. Faktor-Faktor yang Mendukung Kepatuhan Pasien
Feuer Stein, et al (dalam Niven, 2002: 198), ada beberapa faktor yang dapat
mendukung sikap patuh pasien, diantaranya:
1) Usia
Hubungan antara kepatuhan dengan usia dipengaruhi oleh beberapa factor.
Beberapa factor yang mempengaruhi hubungan antara kepatuhan dengan usia diantaranya
adalah kekhususan penyakit yang diderita, waktu terjangakit penyakit tersebut, dan
ketentuan yang berlaku untuk dapat dinyatakan sebagai seorang yang patuh dalam
menjalani perawatan, penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
kepatuhan dapat meningkat atau menurun sejalan usia. Usia mempengaruhi terhadap daya
tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan
kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak
menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan
masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.
Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup :
Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin
banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena
mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan
menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang
lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat
ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia
2) Jenis kelamin.
Para peneliti menemukan bahwa hanya terdapat sedikit perbedaan antara
kepatuhan pria dan wanita secara keseluruhan, tetapi ada beberapa perbedaan dalam
rekomendasi khusus. Beberapa peneliti menemukan bahwa pria dan wanita kurang lebih
memiliki tendesi yang sama untuk tidak menjalankan program latihan mereka. Meskipun
demukian, wanita menunjukan tingakat kepatuhan yang lebih baik pada diet unutk
kesehatan dan menjalankan beberapa tipe pengobatan tertentu dibandingkan pria.
3) Pendidikan
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang pendidikan tersebut
merupakan pendidikan yang aktif, seperti penggunaan buku dan lain-lain. Menurut
Notoatmodjo (1981) Pendidikan yang dimaksud adalah formal yang diperoleh dibangku
sekolah. Pendidikan adalah setiap usaha pengaruh, perlindungan dan bantuan yang
diberikan kepada anak didik yang menuju dewasa. Pendidikan sekarang menentukan
luasnya pengetahuan seseorang dimana orang berpendidikan rendah sangat sulit
menerima sesuatu yang baru. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku
pekerja. Program pendidikan pekerja dalam bidang kesehatan dapat memberikan
landasan yang mendasar sehingga memerlukan partisipasi secara efektif dalam
menemukan sendiri pemecahan masalah ditempat.
4) Tingkat pengetahuan
Pengetahuan merupakan seluruh hasil tahu yang ada pada seseorang dari hasil
pengindraan terhadap sesuatu obyek yang di pengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap obyek tersebut. Sumber pengetahuan sebagian besar didapat dari
pengindraan menggunakan mata dan telinga. Pengetahuan yang baik merupakan dasar
seseorang melakukan perilaku yang baik.(Notoatmodjo,2005)
Teori Fungsi berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk menghadapi
dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungan menurut
kebutuhan nya, artinya perilaku manusia sangat dinamis akan terus berubah sesuai
stimulus yang ada, peningkatan pengetahuan akan membantu merubah pengetahuan,
namun pengetahuan seseorang perlu diingatkan secara terus menerus untuk menjaga
perubahan perilaku.
Tingkat pengetahuan dapat disampaikan sebagai suatu tahap dimana seseorang
mampu menghindari hal yang sedang di pelajari saat itu. Menurut Notoatmojo (2005)
tingkat pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat:
a) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingatkan suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu spesifik dari seluruhbahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukurnya antara lain mnyebutkan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang
suatu obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek
yang dipelajari.
c) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi disni dapat diartikan dalam
konteks atau situasi lain.
d) Analisis (Analisysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
kedalam komponenkomponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut,
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, dapat mengambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokan dan sebagainya.
e) Sintesis (Sintesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk
menyusun formulasi yang ada.
f) Evaluasi (Evaluasi)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuanuntuk meletakan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini didasarkan pada suatu criteria yang
telah ada.
g) Motivasi pasien
Motif atau motivasi berasal dari kata latin moreve yang berarti dorongan dari dalam
diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian motivasi tidak terlepas dari
kata kebutuhan atau need atau wont. Kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri
manusia yang perlu ditanggapi atau di respons. (Notoatmodjo, 2007: 218) . Motivasi
adalah doronganyang timbul pada diri seseorangsadar atau tidak sadar untuk
melakukan sesuatu tindakan dengan tujuan tertentu. (Budiono, alumni: 2003). Media
adalah sarana penyampaian informasi.
b. Pendekatan Praktis untuk Meningkatkan Kepatuhan Pasien
Menurut DiNicola dan DiMatteo (dalam Niven, 2002: 194), menyebutkan ada beberapa
pendekatan yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kepatuhan pasien, yaitu:
1) Buat instruksi tertulis yang mudah di interprestasikan.
2) Berikan Informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal lain.
3) Jika seseorang diberi suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang harus diingat maka
akan ada keunggulan yaitu mereka akan ada keunggulan dan berusaha mengingat hal
yang pertama ditulis. Efek keunggulan ini telah terbukti
4) Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum (non- medis) dalam hal yang
perluditekankan.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
1) Pemahaman tentang instruksi Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi, jika ia
salah paham tentang instruksi yang diterima. Ley dan Spetman (dalam Niven, 2002: 193),
menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dokter salah
mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Hal ini disebabkan kegagalan
petugas kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap dan banyaknya instruksi
yang harus diingat dan penggunaan istilah medis.
2) Kualitas interaksi Menurut Korcsh dan Negrete (dalam Niven, 2002: 194) Kualitas
interkasi antara petugas kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam
menentukan derajat kepatuhan. Ada beberapa keluhan, antara lain kurangnya minat yang
diperlihatkan oleh dokter, penggunaan istilah medis secara berlebihan, kurangnya empati,
tidak memperolah kejelasan mengenai penyakitnya. Pentingnya keterampilan
interpersonal dalam memacu kepatuhan terhadap pengobatan.
3) Isolasi Keluarga dan Sosial Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat mempengaruhi
dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat menentukan
tentang programpengobatan yang dapat mereka terima.
4) Keyakinan Sikap dan Kepribadian Keyakinan seseorang tentang kesehatan berguna untuk
memperkirakan adanya ketidakpatuhan. Orang-orang yang tidak patuh adalah orang yang
mengalami depresi, ansietas sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki ego yang
lebih lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian pada diri
sendiri(Niven,2002:195)
d. Derajat Ketidak patuhan Ditentukan oleh Faktor
Neil Niven (2002: 193), juga mengungkapkan derajat ketidakpatuhan itu ditentukan
oleh beberapa factor,yaitu:
1) Kompleksitas prosedur pengobatan.
2) Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan.
3) Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi program tersebut.
4) Apakah penyakit tersebut benar-benar menyakitkan.
5) Apakah pengobatan itu berpotensi menyelamatkan hidup.
6) Keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien dan bukan petugas kesehatan.
5. Dukungan Keluarga.
Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan
keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan membantu jika diperlukan.
Fungsi dukungan keluarga menurut Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa
keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu :
a. Dukungan informasional.
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan deseminator (penyebar) informasi tentang
dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan
mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya
suatu stresor karena informasi yang diberikan dapat meyumbangkan aksi sugesti yang khusus
pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan
pemberian informasi.
b. Dukungan Penilaian.
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menegahi
pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya
memberikan support, penghargaan dan perhatian.
c. Dukungan Instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya kesehatan
penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari
kelelahan.
d. Dukungan Emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi
dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian,
mendengarkan dan didengarkan.
Sumber dukungan keluarga.
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga
sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak
digunakan, tetapi anggota keluargamemandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu
siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat
berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan suami/istri atau dukungan dari
saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman,1998).
Manfaat dukungan keluarga.
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan,
sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan.
Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat
keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini
meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman,1998).
Wills (1985) dalam Friedman (1998) meyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga
(dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (
dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat , dari kesehatan ) pun ditemukan.
Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan
kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial
yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari
sakit dan dikalangan kaum tua,fungsi kognitif,fisik dan kesehatan emosi ( Ryan dan Austin dalam
Friedman,1998 ).
Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga.
MenurutFeiring dan Lewis (1998), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan
bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-
pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak
perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan
orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia.
Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cendrung untuk lebih tidak bisa
meraskan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu
yang lebih tua.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial
ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan
orangtua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih
demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada
lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat
dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orangtua dengan kelas sosial
bawah.
6. Sikap Petugas.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek ( Notoatmodjo,2003:124 ). Menurut New comb, salah seorang ahli psikologis
sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan
bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.(Notoatmodjo,2003:124). Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang
terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai
suatu penghayatan terhadap objek. (Notoatmodjo,2003:124,125).
Petugas adalah orang yang bertugas, menurut (Suharso dan Ananingsih,2005:589).
B. Penelitian Terkait.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rosmarlina Syahrir yang berjudul Gambaran Inflamatori Bowel
Disease pada Diare Kronik dan Bab Berdarah Berdasarkan Hasil Kolonoskopi dan Hitologi di
SMF Gastroentologi-Hepatologi Departemen Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto Jakarta
Tahun 2007 menyampaikan bahwa akurasi diagnostik kolonoskopi pada IBD adalah 89% dengan
4% kesalahan dan 7% hasil meragukan. Perbedaan hasil ini memang sangat memungkinkan
karena memang tidak mudah membuat diagnisis penyakit IBD ini, karena tidak ada gambaran
klinis yang khas dan gambaran kolonoskopi juga tidak spesipik, begitu juga untuk gambaran
histopatologinya dan terdapatnya perbadaan sarana diagnostik penunjang yang tersedia.Jenis
penelitian ini retrospektif deskriptif dengan disain penelitian cross sectional jumlah sampel terdiri
dari 49 orang . Hubungan antara klinis dengan hasil kolonoskopi p= 0,1846 --- P= 0,05 tidak
bermakna
2. Penelitian yang dilakukan oleh Audrey Calderwood yang berjudul Alat BBPS dapat menilai
kebersihan usus besar selama kolonoskopi tahun 2010 menyatakan bahwa keandalan Boston usus
besar skala (BBPS), adalah alat yang menilai kebersihan usus besar selama kolonoskopi,
menunjukkan akurasi dan dapat menjadi alat standar Internasional dan untuk tingakat kebersihan
usus besar selama kolonoskopi. Jaminan kualitas dan penelitian dari hasil kolonoskopi terdiri dari
tiga segmen usus besar (kanan,melintang,kiri). Penelitian ini memvalidasi keadaan dan kwalitas
dari BBPS dalam penelitian dan pengaturan klinis, yang meliputi kepentingan penelitian
pencegahan kanker usus besar dan kwalitas kolonoskopi.(htt:/ww,asge, org. American Society for
Gatrointestinal endoskopi, 2010).
3. Penelitian yang dilakukan Margaretha Oktaviana (2009) Faktor-faktor yang berhubungan
dengan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Dalam Mengkomsumsi obat anti tuberkulosis.Jenis
penelitian ini deskritif analitik dengan pendekekatan cross sectional populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh pasien tubekulosis paru yang dinyatakan positif tubekulosis paru dan masih
menjalankan pengobatan dipuskesmas panungganan pada bulan januari sampai dengan agustus
2008. Penetuan sampel diambil dengan menggunakan sampel jenuh yang berjumlah 62 sampel.
Dari uji statistik dapat disimpulkan tidak dapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin,
usia,pendidikan,status ekonomi dengan kepatuhan responden pendrita tuberkulosis paru dalam
mengkomsumsi obat anti tuberkulosis di puskesman panungganan dan hasil dari uji statistik dapat
disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara kesadaran, motivasi responden, jarak,
dukungan keluarga dan sikap petugas dengan kepatuhan responden mengkomsumsi obat anti
tuberkulosis paru. Hasil penelitian disajikan alam bentuk tabel distribusi frekwensi dengan analisa
menggunakan chi square dengan signifikasi = 0,05 didapat P sebesar 0,000 Sampai saat ini
persiapan kolonoskopi yang ideal merupaka topic yang selalu menarik dibicarakan. Sampai
sejauh ini persiapan yang ideal tidak bersifat general mengingat begitu besarnya variasi didalam
individu termasuk dinamika dari usus itu sendiri. Tentunya sampai saat ini persiapan yang ideal
tersebut belum tercapai, factor independen penyebab persiapan kolo yang tidak baik adalah
terlambat mulainya persiapan, gagal mengikuti instruksi persiapan, pasien rawat inap, jenis
kelamin ,usia, tingakat pendidikan dan pengetahuan pasien. Berdasarkan data yang di peroleh
dari Ruang tindakan rawat jalan C RSPAD Gatot Soebroto Jakarta yaitu jumlah pasien yang
dilakukan pemeriksaan kolonoskoipi sebanyak 124 orang (januari 2009 samapai desember 2009),
dan yang gagal karena persiapan adalah 24 orang yang disebabkan oleh berbagai factor penyebab
kegagalan persiapan. Pada tahun 2010 tercatat jumlah pasien yang dilakukan kolonoskopi
sebanyak 211 orang dengan kegagalan persiapan sebanyak 32 orang dengan berbagai factor yang
mempengaruhi kagagalan.
C. Kerangka Teori
- Umur
- Jenis klamin
- Pendidikan
- Pengetahuan
- Dukungan keluarga
- Sikap petugas kesehatan
Kepatuhan

You might also like