You are on page 1of 16

1

BAB I
PENDAHULUAN


Saat ini abortus masih merupakan masalah kontroversi di masyarakat Indonesia,
Namun terlepas dari kontorversi tersebut, abortus merupakan masalah kesehatan
masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu.
1

Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah
perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya abortus juga merupakan
penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan
sepsis (Gunawan, 2000).

Kematian ibu yang disebabkan komplikasi abortus sering tidak muncul dalam laporan
kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena
hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.
1,2









2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Abortus adalah suatu ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Istilah abortus digunakan untuk menunjukkan pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
2,4
Pernah dilaporkan
bayi dilahirkan dapat hidup diluar kandungan dengan berat badan 297 gram waktu
lahir. Akan tetapi jarang bayi dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat
terus hidup, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin
mencapai 500 gram atau kurang dari 20 minggu.
2


Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah. Abortus
biasanya ditandai dengan terjadinya perdarahan pada ibu yang sedang hamil. Dengan
adanya USG, sekarang dapat diketahui bahwa abortus dapat dibedakan menjadi 2
jenis.
2
Yang pertama adalah abortus karena kegagalan perkembangan janin dimana
gambaran USG menunjukkan kantong kehamilan yang kosong, sedangkan jenis yang
kedua adalah abortus karena kematian janin, di mana janin tidak menunjukkan
tanda-tanda kehidupan seperti denyut jantung atau pergerakan yang sesuai dengan
usia kehamilan.
4,11

Menurut kejadiannya, abortus dapat dibagi menjadi abortus spontan dan abortus
provokatus.
2,4

1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau
dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Abortus yang terjadi tanpa obat-obatan atau
secara otomatis mengosongkan uterus. Secara luas dikenal dengan istilah
keguguran.
15

3

2. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan
medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum
atau dilakukan oleh orang yang tdak berwenang.
15

Seorang wanita dikatakan menderita abortus habitualis, apabila wanita tersebut
mengalami abortus 3 kali atau lebih secara berturut - turut atau terus menerus tanpa
tenggang waktu. Wanita yang mengalami peristiwa tersebut, umumnya tidak
mendapat kesulitan menjadi hamil, akan tetapi kehamilannya tidak akan bertahan
lama atau tidak akan berlangsung terus tetapi akan berhenti sebelum waktunya
dengan kata lain akan mengalami abortus (keguguran). Biasanya kejadian abortus
ini terjadi pada trimester pertama, tetapi kadang-kadang pada kehamilan lebih
tua.
2,4,15


Etiologi

Abortus habitualis diduga disebabkan oleh beberapa hal yang kemungkinan besar
sangat berpengaruh, diantaranya adalah
2,4
:
a. Faktor Janin
a. Kelainan pada zigot
Kelainan genetik pada suami istri (kromosom yang dibawa oleh kedua pasangan)
diduga menyebabkan keguguran.6,8,10 Kelainan telur menyebabkan kelainan
pertumbuhan yang sedemikian rupa sehingga janin tidak mungkin hidup terus,
misalnya karena faktor endogen seperti kelainan kromosom (trisomi dan
polyploidi).
b. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas). Endarteritis dapat
terjadi dalam villikorealis dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu,
sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Faktor
Maternal



4

2. Faktor Ibu
a. Kelainan anatomi pada rahim
Kelainan anatomi pada uterus perlu dibedakan antara kelainan bawaan yang
diderita ibu ataupun kelainan yang didapat oleh karena adanya penyakit dalam
rahim. Misalnya terdapat mioma uteri yang menyebabkan tidak ada ruang yang
cukup untuk berkembangnya hasil konsepsi di dalam rahim sehingga terjadi
keguguran, terutama pada trimester kedua kehamilan.
b. Abnormalitas uterus yang mengakibatkan kelainan kavum uteri atau adanya
halangan terhadap pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya fibroid,
malformasi kongenital, prolaps atau retroversio uteri. Kelainan uterus
diantaranya: hipoplasia uterus, mioma (terutama submukosa), serviks
inkompeten. Serviks inkompeten ditandai oleh pembukaan serviks tanpa nyeri
pada trimester kedua, atau mungkin awal trimester ketiga, disertai prolaps atau
menggembungnya selaput ketuban ke dalam vagina, diikuti oleh pecahnya
selaput ketuban dan ekspulsi janin immatur. Apabila tidak diterapi secara efektif,
rangkaian ini akan berulang setiap kehamilan.
c. Gangguan fungsi rahim (endometrium)
Malfungsi endometrium dapat mengganggu implantasi atau mengganggu bakal
janin dalam pertumbuhan. Diduga ini dipengaruhi oleh : kelainan hormonal,
gangguan nutrisi ibu, penyakit infeksi yang diderita ibu (toxo, rubella), kelainan
imunologi dan faktor psikologi.8,10 Bila lingkungan di endometrium disekitar
tempat implantasi kurang sempurna menyebabkan pemberian zat-zat makanan
pada hasil konsepsi terganggu.
d. Gangguan Hormonal
Ibu yang berisiko mengalami keguguran berulang adalah ibu yang memiliki
gangguan hormonal. Misalnya gangguan hormonal kelenjar gondok. Gangguan
pada kelenjar gondok ini disebut hipertiroidisme bila kadar tiroidnya terlalu
tinggi, atau disebut hipotiroidisme bila kadar tiroidnya sangat rendah. Kelainan
ini dapat menimbulkan gangguan metabolisme, suatu gangguan yang dapat
mempengaruhi perkembangan janin dan menimbulkan keguguran karena
5

terganggunya hormon progesteron.Penurunan sekresi progesteron diperkirakan
sebagai penyebab terjadinya abortus pada usia kehamilan 10-12 minggu, yaitu
saat plasenta mengambil alih fungsi korpus luteum dalam produksi hormon.
e. Karena ACA (anticardiolipin antibody)
Sekitar 60% ibu yang memiliki kelainan antibodi atau auto antibodi, berisiko
mengalami keguguran berulang. Kelainan ini disebut dengan APS
(antiphospholipid syndrome). Ini merupakan kelainan di dalam sistem
kekebalan tubuh. Yaitu terbentuknya antibodi-antibodi yang tidak normal,
seperti ACA (anticardiolipin antibody). Penderita dengan ACA inilah yang
disebut penderita APS. Ibu yang menderita APS dapat mengalami keguguran.
Antibodinya yang abnormal, mengakibatkan pembekuan sirkulasi darah. Jika
ACA terbawa sampai ke dalam rahim, mengakibatkan pengentalan darah
bahkan pembekuan darah dalam plasenta. Jika darah membeku, terjadilah
sumbatan jalan darah ke plasenta sehingga oksigen dan nutrisi sama sekali tak
terkirim. Akibatnya janin tak mendapat makanan yang dibutuhkannya, dan
berujung pada kematian janin. Bila janin rusak secara otomatis janin akan
dikeluarkan oleh tubuh.Keguguran bisa terjadi pada akhir trimester pertama atau
pada trimester kedua.
f. Gaya hidup, seperti merokok dan alkoholisme.
Penelitian epidemiologi mengenai merokok tembakau dan abortus spontan
menemukan bahwa merokok tembakau dapat meningkatkan risiko untuk
terjadinya abortus spontan. Namun, hubungan antara merokok dan abortus
spontan tergantung pada faktor-faktor lain termasuk konsumsi alkohol,
perjalanan reproduksi, waktu gestasi untuk abortus spontan, kariotipe fetal, dan
status sosio ekonomi.
g. Faktor imunologis
Ketidakcocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human Leukocyte Antigen)
mempunyai peranan sebagai faktor penting dalam kematian janin berulang. Dua
model patofisiologis utama yang berkembang adalah teori autoimun (imunitas
teradap tubuh sendiri) dan teori aloimun (imunitas terhadap orang lain).
6

Resiko berulangnya abortus setelah abortus I adalah 20% ; resiko setelah abortus II
adalah 25% dan resiko setelah abortus III adalah 30%.
10


Patofisiologi

Kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian
diikuti dengan perdarahan di dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan
nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel sel peradangan akut, dan akhirnya
perdarahan pervaginam. Hasil konsepsi terlepas seluruhnya atau sebagian yang
diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan
kontraksi rahim dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan keluar rongga
rahim(ekspulsi). Seringkali fetus tak Nampak dan ini disebut blighted ovum yang
juga merupakan salah satu penyebab dilakukannya kuretase (International Federation
of Gynecology and Obsetric, 2000).

Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi
paling lama 2 minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk
mempertahankan janin tidak layak jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus
tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke 10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
7

dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke 10 vili korealis belum
melekat dengan erat kedalam desidua hingga telur mudah lepas keseluruhannya.
Antara minggu ke 10-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis
dengan desidua makin erat sehingga mulai saat tersebut sering terdapat sisa-sisa
korion (plasenta) tertinggal jika terjadi abortus.
11,12


Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara
dalam, sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8
sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan
sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar
dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tak
jelas bentuknya (blighted ovum) janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta,
fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
11,12,13


Manifestasi Klinis
Terjadi abortus spontan secara berulang dan berturut-turut sekurang-kurangnya 3 kali.
Gejala terjadinya abortus adalah sebagai berikut
2,4
:
1. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat.
3. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
4. Rasa nyeri atau kram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus.

Pemeriksaan ginekologi :
Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
8

ada/tidak jaringan keluar dari ostium uteri, ada/tidak cairan atau jaringan berbau
busuk dari ostium uteri.
Periksa dalam vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa,
kavum Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.

Pemeriksaan Penunjang
Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 23 minggu setelah abortus.
Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.

Diagnosis
Pada umumnya, diagnosis abortus ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis: Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis.
Gejalanya seperti abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan
disertai kehamilan menghilang, mamma agak mengendor, uterus mengecil, tes
kehamilan negatif. Adanya perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak
gejala/keluhan lain, cari faktor risiko/predisposisi. Riwayat penyakit umum dan
riwayat obstetri/ginekologi. Wanita usia reproduktif dengan perdarahan
pervaginam abnormal harus selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya
kehamilan.
Pemeriksaan fisik umum: Periksa keadaan umum dan tanda vital secara sistematik.
Jika keadaan umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera.
Pemeriksaan Ginekologi jika memungkinkan, cari sumber perdarahan: apakah dari
dinding vagina, atau dari jaringan serviks, atau darah mengalir keluar dari ostium.
Pemeriksan dalam vagina dilakukan untuk menentukan besar dan letak uterus.
Adneksa dan parametrium diperiksa, ada tidaknya massa atau tanda akut lainnya.
Laboratorium jika diperlukan, ambil darah/cairan/jaringan untuk pemeriksaan
penunjang (ambil sediaan sebelum pemeriksaan dalam vagina).
9

Pemeriksaan Penunjang
Dengan USG dapat diketahui apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan
usia kehamilan. Dengan human chorionic gonadotropin (hCG) test bisa diketahui
kemungkinan kehamilan. Khususnya diagnosis abortus habitualis karena
inkompetensi serviks menunjukkan gambaran klinik yang khas, yaitu dalam
kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai nyeri perut
bawah, ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah. Kemudian timbul nyeri perut
bawah yang selanjutnya diikuti oleh pengeluaran janin yang biasanya masih hidup
dan normal. Apabila penderita datang dalam triwulan pertama maka gambaran
klinik tersebut dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan dalam vagina tiap
minggu. Penderita tidak jarang mengeluh bahwa ia mengeluarkan banyak lendir
dari vagina. Diluar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan
histerosalpingografi dimana ostium internum uteri melebar lebih dari 8 mm.

Penatalaksanaan
Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh karena itu,
penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang
sempurna, anjuran istirahat cukup banyak, larangan koitus dan olah raga. Terapi
dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid, dan lainnya mungkin hanya
mempunyai pengaruh psikologis. Risiko perdarahan pervaginam yang hebat maka
perlu diperhatikan adanya tanda-tanda syok dan hemodinamik yang tidak stabil serta
tanda-tanda vital. Jika pasien hipotensi, diberikan secara intravena-bolus salin normal
(NS) untuk stabilisasi hemodinamik, memberikan oksigen, dan mengirim jaringan
yang ada, ke rumah sakit untuk diperiksa.
2,4,15


Pada serviks inkompeten, apabila penderita telah hamil maka operasi untuk
menguatkan ostium uteri internum sebaiknya dilakukan pada kehamilan 12 minggu.
Dasar operasi ialah memperkuat jaringan serviks yang lemah dengan melingkari
daerah ostium uteri internum dengan benang sutra atau dakron yang tebal. Bila terjadi
10

gejala dan tanda abortus insipien, maka benang harus segera diputuskan, agar
pengeluaran janin tidak terhalang.Tindakan untuk mengatasi inkompetensi serviks
yaitu dengan penjahitan mulut rahim yang dikenal dengan teknik Shirodkar Suture
atau dikenal juga dengan cervical cerclage atau pengikatan mulut lahir. Cara ini bisa
menghindari ancaman janin lahir prematur. Faktor keberhasilannya hingga 85 - 90
persen. Tindakan ini biasanya dilakukan sebelum kehamilan mencapai usia 20 minggu
dengan mengikat mulut rahim agar tertutup kembali sampai masa kehamilan berakhir
dan janin siap untuk dilahirkan .Tindakan pengikatan mulut rahim dilakukan dengan
pembiusan lokal dan menggunakan benang berdiameter 0,5 cm, yang bersifat tidak
dapat diserap oleh tubuh. Jahitan ini akan dilepas pada saat kehamilan mencapai usia
36-37 minggu, atau saat bayi sudah siap dilahirkan. Agar tindakan pengikatan
berfungsi optimal. Pasien tidak boleh berhubungan seksual dengan pasangan selama
1-2 minggu sampai ikatan cukup stabil. Pengikatan ini umumnya akan dibuka setelah
kehamilan mencapai 37 minggu, kehamilan cukup bulan sekitar 7 bulan, atau bila ada
tanda-tanda melahirkan.
2,15


Komplikasi

Komplikasi abortus habitualis adalah sebagai berikut
2
:
Perdarahan
Penyebab kematian kedua yang paling penting adalah perdarahan. Perdarahan
dapat disebabkan oleh abortus yang tidak lengkap atau cedera organ panggul atau
usus. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian biasanya disebabkan
oleh tidak tersedianya darah atau fasilitas transfusi rumah sakit serta keterlambatan
pertolongan yang diberikan.
Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan
flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci,
Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum),
11

Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada
lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium
sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi
terbatas pada desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi
menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.
Organisme-organisme yang paling sering mengakibatkan infeksi paska abortus
adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,
Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens.
Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus
dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena
dapat membentuk gas.
2,4,15

Sepsis
Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat.
2,4,15


Prognosis
Prognosis tergantung pada etiologi dari abortus spontan sebelumnya, umur pasien,
dan umur kehamilan. Koreksi kelainan endokrin pada wanita dengan abortus
habitualis memiliki prognosis yang baik untuk terjadinya kehamilan yang sukses (>
90%). Pada wanita dengan etiologi tidak diketahui, kemungkinan mencapai
kehamilan yang sukses adalah 40-80%. Angka kelahiran hidup setelah rekaman
denyut jantung janin pada 5-6 minggu usia kehamilan pada wanita dengan abortus
habitualis disebutkan sekitar 77%. Ketika USG panggul transvaginal menunjukkan
embrio paling sedikit 8 minggu diperkirakan usia kehamilan (EGA) dan aktivitas
jantung, laju keguguran untuk pasien yang lebih muda dari 35 tahun adalah 3-5% dan
untuk mereka yang di atas 35 tahun, sebanyak 8%. Prognosis yang kurang baik bila
pada pemeriksaan USG didapatkan tingkat aktivitas jantung janin kurang dari dari 90
kali per menit, suatu kantung kehamilan berbentuk atau berukuran tidak normal, dan
perdarahan subchorionic yang hebat. Tingkat keguguran secara keseluruhan untuk
12

pasien di atas 35 tahun adalah 14% dan untuk pasien yang berumur di bawah 35 tahun
adalah 7%.
2,4





























13



BAB III

KESIMPULAN

Abortus adalah suatu ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Istilah abortus digunakan untuk menunjukkan pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Seorang wanita
dikatakan menderita abortus habitualis, apabila wanita tersebut mengalami abortus 3
kali atau lebih secara berturut - turut atau terus menerus tanpa tenggang waktu.
Abortus habitualis diduga disebabkan oleh beberapa hal yang kemungkinan besar
sangat berpengaruh, diantaranya adalah :
a. Faktor Janin
a. Kelainan pada zigot
b. Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas).
2. Faktor Ibu
a. Kelainan anatomi pada rahim
b. Abnormalitas uterus
c. Gangguan fungsi rahim (endometrium)
d. Gangguan Hormonal
e. Karena ACA (anticardiolipin antibody)
f. Gaya hidup, seperti merokok dan alkoholisme.
g. Faktor imunologis
Pada umumnya, diagnosis abortus ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik umum:
Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksan dalam vagina
Pemeriksaan Penunjang
14

Dengan USG dapat diketahui apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan
usia kehamilan. Diluar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan
histerosalpingografi dimana ostium internum uteri melebar lebih dari 8 mm.

Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh karena itu,
penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan
yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak, larangan koitus dan olah raga.
Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid, dan lainnya mungkin
hanya mempunyai pengaruh psikologis.Risiko perdarahan pervaginam yang hebat
maka perlu diperhatikan adanya tanda-tanda syok dan hemodinamik yang tidak
stabil serta tanda-tanda vital. Jika pasien hipotensi, diberikan secara
intravena-bolus salin normal (NS) untuk stabilisasi hemodinamik, memberikan
oksigen, dan mengirim jaringan yang ada, ke rumah sakit untuk diperiksa.

















15



DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym. Abortus (Revisi 1). [on line] 2009 [cited 2009 November 13]. Available
from : URL : http://yamachiyo.wordpress.com
2. Hariadi R. Abortus Spontan Berulang. Dalam : Ilmu Kedokteran Fetomaternal.
Edisi Perdana. Surabaya : Penerbit Himpunan Kedokteran Fetomaternal
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.; 2004. Hal. 326-34.
3. Wiknjosastro H. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Dalam : Ilmu Kebidanan.
Edisi 3. Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. Hal.
309-10.
4. Wiknjosastro H. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam : Ilmu
Kandungan. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2008. Hal. 246-50
5. Vorvick L. Uterus. [on line] 2009 [cited 2009 November 1]. Available from :
URL : http://www.healthcentral.com/sexual-health/
6. Brotherlim. Anatomi dan Fisiologi Sister Reproduksi Wanita.[on line] 2008 [cited
2009 November 1]. Available from : URL :
http://www.bluefame.com/lofiversion/index.php/f35.html
7. Anonym. Uterus and Uterine Tubes. [on line] 2008 [cited 2009 Oktober 30].
Available from : URL :
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/66/illu_cervix.jpg
8. Faiz O, Moffat D. Visera Pelvis. Dalam : At a Glance Series Anatomi. Jakarta :
Penerbit Erlangga; 2002. Hal. 56-7.
9. Anonym. File : Gray589.png [on line] 2007 [cited 2009 Oktober 30]. Available
from : URL :
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/d4/gray589.png
10. Anonym. Uterus. [on line] 2007 [cited 2009 oktober 29]. Available from : URL :
http://www.wikipedia.com
16

11. Widjanarko B. Abortus. [on line] 2009 [cited 2009 November 3]. Available from :
http://reproduksiumj.com
12. Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE, Wallach EE. Recurrent Pregnancy Loss. In :
Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics. 3
rd
ed. Lippincott Williams
& Wilkins. 2007. P.3-6
13. Carr BR, Blackwell RE, Azziz R. Recurrent Pregnancy Loss. In : Essential
Reproductive Medicine. New York : McGraw-Hill. 2005. P. 586.
14. Curtis MG, Overholt S, Hopkins MP. Infertility and Recurrent Pregnancy Loss. In
: Glass Ofice Gynecology, 6
th
ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2006. P.6-7.
15. Mochtar R, Lutan D. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Dalam:
Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;1998. Hal.
214-15.

You might also like