You are on page 1of 6

SEMINAR NASIONAL

FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2008


Surabaya, 5 November 2008
Diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS

PEMISAHAN OKSIGEN TERLARUT DALAM AIR MELALUI


KONTAKTOR MEMBRAN SERAT BERONGGA DENGAN METODE
GAS PENYAPU

Sutrasno Kartohardjono dan Immanuel Kharisma


Departemen Teknik Kimia – Fakultas Teknik Universitas Indonesia,
Kampus Baru UI – Depok, 16424
Email : sutrasno@che.ui.edu

Abstrak

Kontaktor berbasis membran memiliki keunggulan sebagai media kontak yang baik antara fasa
cair dan gas karena beberapa alasan seperti luas kontak yang jauh lebih besar dari kolom
kontaktor, mudah dikombinasikan dengan proses lain, mudah di scale-up, ramah lingkungan dan
efesiensi ruang. Salah satu aplikasi dalam industri untuk kontaktor membran adalah pada
produksi air bebas oksigen seperti pada pembangkit listrik tenaga uap dan industri
semikonduktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas kontaktor membran serat
berongga dalam memisahkan oksigen terlarut dari dalam air menggunakan metode gas penyapu.
Membran yang dipakai dalam penelitian adalah berbahan polipropilen hidrofobik berdiameter 0,2
cm dan dibundel dalam selongsong berdiameter 2.5 cm menjadi kontaktor membran serat
berongga. Penelitan berfokus pada kinerja kontaktor membran dalam mengurangi kadar oksigen
dari air pada kontaktor yang berisi 30, 40 dan 50 serat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
koefisien perpindahan massa yang terjadi di dalam kontaktor membran serat berongga naik
dengan naiknya laju alir air dan turun dengan naiknya jumlah serat di dalam kontaktor. Korelasi
perpindahan massa yang terjadi di dalam kontaktor membran serat berongga dapat diwakili oleh
persamaan: Sh = 0.011 φ-1.42 Re0.99 yang menunjukkan adanya ketergantungan koefisien
perpindahan massa terhadap tingkat kepadatan serat di dalam kontaktor membran (φ) dan laju
alir cairan di dalam kontaktor (Re).

Kata Kunci: oksigen terlarut, Kontaktor membran dan koefisien perpindahan massa.

1. Pendahuluan

Air sebagai salah satu utilitas utama dalam industri memiliki peranan yang sangat penting. Kandungan air
proses ini, masih memiliki kadar oksigen yang walaupun tingkatnya kecil namun efeknya akan cukup besar
terhadap proses produksi secara keseluruhan. Antara lain seperti efek korosif dan juga efek oksidatif. Misalkan
saja pada industri semikonduktor dan pembangkit listrik, bilamana air proses yang dipakai memiliki kadar
oksigen yang masih cukup tinggi akan dapat menyebabkan terjadinya proses korosi yang lebih cepat terhadap
peralatan produksi dan juga produk yang dihasilkan, misalkan terjadinya korosi pada turbin atau terciptanya chip
yang cacat karena kandungan SiO2 yang terlalu besar. Keperluan pemisahan oksigen dari air pada tiap industri
tentunya dapat berbeda-beda, tergantung dari keperluan dan tingkat toleransinya. Dalam industri pembangkit
listrik, sebagai contoh, korosi pada boiler atau sisem perpipaan di dalamnya dapat dicegah jika tingkat oksigen
terlarut dalam air di bawah 0.5 ppm (mg/L) (Ito, 1998). Pada industri semikonduktor, konsentrasi oksigen
terlarut harus diturunkan hingga ke level kurang dari 10 ppb (mg/m3) untuk mencegah pembentukkan silika
oksida (lapisan oksida) dalam sistem water-immersion.
Sebagai contoh, proses pemisahan yang telah dilakukan untuk desorpsi oksigen adalah dengan cara
mengkontakkan air (dalam packing tower) dengan oksigen terlarut dengan fasa gas atau cair yang akan
menerima oksigen terlarut tersebut (desorpsi oksigen), namun kelemahannya yaitu akan terjadinya flooding atau
kebanjiran bila laju alir gas terlalu besar dibanding laju alir fasa cair, selain flooding dapat juga terjadi unloading
bila laju alir fasa cair lebih besar dari laju alir fasa gas. Masalah lainnya ialah timbulnya gejala foaming
(terbentuknya emulsi) yang akan menurunkan luas permukaan kontak perpindahan massa (Gabelman, 1999).
Teknologi desorpsi oksigen yang lebih baik dan berkembang saat ini adalah pemakaian sistem membran
kontaktor. Sistem membran ini memiliki banyak kelebihan dibanding sistem konvensional seperti packed tower
tadi, seperti misalkan lebih besarnya luas permukaan kontak per volume dibanding metode konvensional seperti
penggunaan packed & tray column, Luas kontak membran mencapai 1600-6600 m2/m3 jauh dibandingkan
packed & traycolumn 30-300 m2/m3” (Mulder, 1997). Karena fungsinya yang sebagai kontaktor mencegah
dispersi antara fasa gas dan cair, maka permasalahan seperti foaming, flooding dan uploading dapat dihindari.
Keunggulan lainnya adalah kontaktor membran memiliki biaya investasi dan operasional yang lebih rendah,
mudah dikombinasikan dengan unit operasi lain, mudah di scale-up, operasi dapat berlangsung kontinyu, tidak
mencemari lingkungan karena tidak ada zat aditif yang digunakan dan tidak memerlukan ruang yang besar.
Sedangkan kelemahan yang paling sering ada dalam teknologi membran adalah terjadinya channeling & fouling
(tertutupnya permukaan membran karena adanya polarisasi konsentrasi) yang menurunkan efisiensi kinerja
membran sehinga membran mempunyai batas umur operasi (2 – 3 tahun).
Pada proses kontak gas/cair melalui kontaktor membran serat berongga, serat membran yang biasanya
sering digunakan adalah membran mikropori yang berbahan hidrofobik. Dengan membran ini air tidak akan
membasahi membran dan pori-pori membran akan terisi oleh gas sehingga memberikan difusivitas yang tinggi.
Membran yang akan digunakan dalam penelitian adalah membran polipropilen yang sifatnya hidrofobik
sehingga dapat mencegah air membasahi membran, dan hanya oksigen terlarut yang dapat melewati membran.
Secara umum untuk mengurangi kandungan oksigen terlarut dalam air melalui kontaktor membran dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu penggunan vakum, penggunaan gas penyapu, dan kombinasi dari kedua cara
tersebut. Penelitian ini akan berfokus pada tingkat efektivitas dari modul kontaktor membran serat berongga
yang digunakan dalam usaha memindahkan oksigen terlarut dari air dengan metode gas penyapu melalui uji
perpindahan massa dan hidrodinamika air.

2. Metodologi

Membran serat berongga yang digunakan pada penelitian ini MEMCOR CMF-S S10T oleh MEMCOR
Australia berbahan propilen, berdiameter luar 2 mm dengan ukuran pori 0,1 µm. Ada 3 buah kontaktor membran
yang digunakan dengan diameter selongsongnya sekitar 2.5 cm dan panjang 40 cm dengan jumlah serat 30, 40
dan 50 buah. Skema eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema susunan peralatan dalam eksperimen

Pada uji perpindahan massa, pertama kali reservoir diisi air distilasi hingga penuh dan diukur suhu dan
konsentrasi oksigen terlarutnya menggunakan DO meter model 3100 Insite IG. Kemudian, ke dalam modul
dialirkan gas N2 ke dalam serat membran terlebih dahulu selama ± 30 detik agar pori-pori serat terisi gas N2.
Setelah itu air dialirkan ke dalam flow meter terlebih dahulu sebelum memasuki kontaktor membran pada bagian
selongsong dengan kecepatan yang diinginkan. Sementara air yang keluar dari kontaktor membran diukur
kembali kandungan oksigennya menggunakan DO meter model 3100 Insite IG. Untuk uji hidrodinamika air
dilakukan cara yang sama dengan uji perpindahan massa, hanya yang diukur adalah penurunan tekanan air yang
terjadi selama melewati kontaktor membran menggunakan manometer digital Lutron PM-9100 HA.
Koefisien perpindahan massa oksigen yang terjadi melalui kontaktor membran serat berongga didapat dari
Persamaan (1) yaitu:
Q ⎛ Ci − C * ⎞
kL = ln⎜ ⎟ (1)
Am ⎜⎝ C o − C * ⎟⎠

Dimana kL, Q dan Am adalah koefisien perpindahan massa, laju alir air yang memasuki kontaktor dan luas
permukaan serat membran, sementara Ci, Co dan C* adalah konsentrasi oksigen terlarut dalam air yang
memasuki kontaktor, yang keluar kontaktor dan konsentrasi kesetimbangan. Fluks gas oksigen yang berpindah
melalui serat membran, J, selanjutnya dapat dihitung menggunakan Persamaan (2).

(
J = k L C o − Ci ) (2)

Korelasi perpindahan massa yang terjadi didalam kontaktor membran serat berongga biasanya dinyatakan
dalam Persamaan (3) yaitu,

Sh = f (ϕ ) Re a Sc b (3)
d
Sh = k L e (4)
D
vL d e
Re = (5)
ν
ν
Sc = (5)
D

dimana Sh, Re dan Sc adalah bilangan Sherwood, Reynolds dan Schmidt; f(ϕ) adalah fungsi geometri kontaktor;
de dan D adalah diameter ekivalen kontaktor dan koefisien difusivitas oksigen di dalam air ; ρ, vL dan µ adalah
densitas, kecepatan linear dan viskositas air yang memasuki kontaktor membran. Selanjutnya penurunan
tekanan air yang mengalir di dalam kontaktor membran serat berongga, ∆P, akan memenuhi persamaan (6) yaitu,

2 flρv L
2

∆P = (6)
de

dimana f dan l adalah faktor friksi dan panjang kontaktor.

3. Hasil dan Pembahasan

Kinerja perpindahan massa yang diperoleh dari eksperimen dihitung menggunakan Persamaan (1)
bergantung pada konsentrasi oksigen terlarut dalam air pada saat masuk dan keluar kontaktor, konsentrasi
oksigen terlarut dalam air kesetimbangan yang merupakan fungsi suhu, laju alir air dan luas permukaan serat
membran di dalam kontaktor. Eksperimen dilakukan tiga kali untuk setiap laju alir air, dan nilai rata-rata
diambil untuk memastikan pembacaan dan meminimalkan kesalahan dalam eksperimen.
Koefisien perpindahan massa dan fluks oksigen yang melalui serat membran di dalam kontaktor
diperlihatkan pada Gambar 2 dan 3. Koefisien perpindahan massa dan fluks, seperti yang diharapkan, naik
dengan naiknya kecepatan air di dalam kontaktor membran membran. Di sisi lain koefisien perpindahan massa
dan fluks turun dengan naiknya kerapatan kontaktor membran yang digunakan. Ini berarti semakin kecil
kerapatan modul membran semakin baik proses perpindahan massa yang terjadi dalam system kontaktor cair-
gas. Pada kontaktor membran dengan kerapatan rendah efek aliran yang trasversal dan efek permukaan baru
(surface renewal effect) merupakan factor utama yang mempengaruhi besarnya koefisien perpindahan massa
pada modul membran (Kartohardjono, 2005). Fenomena serupa juga terjadi untuk perpindahan panas dimana
angka Nusselt naik dengan naiknya fraksi kekosongan alat penukar panas yang digunakan (Lipnizki, 2001).
Untuk melihat ketergantungan koefisien perpindahan oksigen terhadap parameter proses, korelasi biasanya
dinyatakan dalam bilangan tidak berdimensi yaitu bilangan Sherwood, Sh, Reynolds, Re, dan Schmidt, Sc.
Bilangan Sherwood, Reynolds dan Schmidt masing-masing akan mewakili koefisien perpindahan massa, sifat
aliran air dan kekentalannya. Persamaan umum untuk menghubungkan parameter-parameter ini dinyatakan
dalam Persamaan (3), dan untuk sistem air oksigen dalam studi ini viskositas airnya dapat dianggap konstan
sehingga nilai b pada persamaan tersebut diambil dari literatur yaitu 0,33 dan Persamaan (3) dapat
disederhanakan menjadi
Sh = f (ϕ ) Re a Sc 0,33 (7)

0.01

k L (cm/s)

n = 30 serat
n = 40 serat
n = 50 serat
0.001
10 100
v L (cm/s)
Gambar 2. Variasi koefisien perpindahan massa, kL, terhadap laju alir air, vL.

0.08
n = 30 serat
0.07 n = 40 serat
n = 50 serat
0.06
J (g/m2-jam)

0.05

0.04

0.03

0.02

0.01

0
0 5 10 15 20 25 30
v L (cm/detik)

Gambar 3. Variasi fluks perpindahan massa, J, terhadap laju alir air, vL.

Gambar (4) memperlihatkan data eksperimen Sh yang diplot terhadap Re pada berbagai fraski kepadatan
serat membran di dalam kontaktor untuk menentukan eksponen bilangan Reynolds, a, seperti pada Persamaan
(7) untuk setiap kontaktor. Seperti halnya pada koefisien perpindahan massa, bilangan Sherwood naik dengan
naiknya laju alir air (yang dinyatakan sebagai bilangan Reynolds), dan turun dengan naiknya kerapatan serat
membran di dalam kontaktor. Lebih jauh lagi dengan metode grafis korelasi perpindahan massa yang terjadi di
dalam kontaktor membran dapat diekspresikan seperti pada Persamaan (8).

Sh = 0.0015ϕ −1.42 Re 0.99 Sc 0,33 (8)

Karena viscositas cairan tetap maka Persamaan (8) dapat disederhanakan lagi menjadi,

Sh = 0.011ϕ −1.42 Re 0.99 (9)


2
⎛df ⎞
ϕ = n ⎜⎜ ⎟⎟ (10)
⎝ dk ⎠

Ketergantungan angka Sherwood terhadap angka Reynolds yang tinggi (rata-rata nilai a = 0,99) menunjukkan
bahwa proses perpindahan massa terjadi pada daerah turbulen (Costello, 1993).
Penurunan tekanan diplot terhadap bilangan Reynolds seperti pada Gambar (5) untuk melihat efek aliran
terhadap penurunan tekanan air yang mengalir di dalam kontaktor membran serat berongga. Penurunan tekanan
air yang mengalir di dalam kontaktor pada bilangan Reynolds yang sama, seperti diperlihatkan pada Gambar (5),
naik dengan naiknya fraksi kepadatan membran sebagai akibat naiknya friksi antara serat membran di dalam
kontaktor dengan air. Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya jumlah serat di dalam kontaktor akan menurunkan
diameter ekivalen kontaktor, de, dan area yang tersedia untuk aliran yang akan menaikan kecepatan linear air, vL,
pada bilangan Reynolds yang sama, dan seperti diperlihatkan pada Persamaan (6) penurunan tekanan naik
dengan naiknya vL dan turunnya de.

1000
Sh

100

n = 30 serat
n = 40 serat
n = 50 serat
10
100 1000 10000
Re
Gambar 4. Variasi bilangan Sherwood, Sh, terhadap bilangan Reynolds, Re.

0.01
∆P (bar)

40 serat
50 serat
30 serat
0.001
100 1000 10000
Re

Gambar 5. Variasi penurunan tekanan air, ∆P, terhadap bilangan Reynolds, Re.

4. Kesimpulan

Eksperimen telah dilakukan untuk memisahkan oksigen terlarut dari air melalui kontaktor membran serat
berongga menggunakan N2 sebagai penyapu. Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa koefisien perpindahan
massa dan fluks gas oksigen melalui serat membran naik dengan naiknya laju alir air, dan turun dengan naiknya
jumlah serat di dalam kontaktor. Sementara itu penurunan tekanan air yang melewati kontaktor membran naik
baik dengan naiknya laju alir air maupun jumlah serat membran di dalam kontaktor. Korelasi perpindahan massa
yang terjadi di dalam kontaktor membran serat berongga dapat diwakili oleh persamaan: Sh = 0.011 φ-1.42 Re0.99
yang menunjukkan adanya ketergantungan koefisien perpindahan massa terhadap tingkat kepadatan serat di
dalam kontaktor membran (φ) dan laju alir cairan di dalam kontaktor (Re).
Notasi

Am luas permukaan serat membran [m2]


Ci konsentrasi oksigen terlarut dalam air yang memasuki kontaktor [kg/m3]
Co konsentrasi oksigen terlarut dalam air yang keluar kontaktor [kg/m3]
C* konsentrasi oksigen terlarut dalam kesetimbangan [kg/m3]
de diameter ekivalen kontaktor [m]
df diameter serat membran [m]
dk diameter selongsong kontaktor [m]
D koefisien difusivitas oksigen di dalam air [m2/det]
f faktor friksi
f(ϕ) fungsi geometri kontaktor
J fluks perpindahan massa [kg/m2-jam]
kL koefisien perpindahan massa [m/det]
l panjang kontaktor [m]
n jumlah serat membran di dalam kontaktor
Q laju alir air [m3/det]
Re bilangan Reynolds
Sc bilangan Shmidt
Sh bilangan Sherwood
vL kecepatan linear air m/det]

ϕ fraksi kepadatan membran


ρ densitas air kg/m3]
ν viskositas kinematik m2/det]

Daftar Pustaka

1. Costello, M.J., Fane, A.G., Hogan, P.A., and Schofield, R.W., (1993.),”The effect of shell side
hydrodynamics on the performance of axial flow hollow fibre modules”, Journal of Membrane Science 80,
hal. 1-11.
2. Gabelman, A., S.T. Hwang, (1999), ”Hollow Fiber Membrane Contactors”. Journal of Membrane Science,
159, hal 61-106.
3. Ito, A., K. Yamagiwa, M. Tamura, M. Furusawa, (1998), “Removal of Dissolved Oxygen using Non-porous
Hollow Fibre Membrane”, Journal of Membrane Science, 145, hal 111-117.
4. Kartohardjono, S., and Vicki Chen, (2005), “Mass Transfer and Fluids Hydrodynamics in Sealed End
Hydrophobic Hollow Fiber Membrane Gas-Liquid Contactors”, Journal of Applied Membrane Science and
Technology 2, hal. 1-12.
5. Lipnizki, F., and Field, R.W., (2001), “Mass transfer performance for hollow fibre modules with shell-side
axial feed flow: using an engineering approach to develop a framework”, Journal of Membrane Science 193,
hal. 195-208.
6. Mulder M., (1997), “Basic Principles of Membrane Technology”, Kluwer Academic Publishers.

You might also like