You are on page 1of 22

ADVANCE/BASIC LIFE SUPPORT

Oleh

Ananthakrishnan A/L Rajendram 1301-1212-3501

Preceptor:
Indriasari, dr., SpAn-KIC, M.Kes





BAGIAN ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014








(Basic Life Support)


Penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi yaitu posisi, pembukaan
jalan nafas, ventilasi buatan dan kompresi dada luar. Setiap langkah ABC pada BHD dimulai
dengan tidak ada respon, tidak ada nafas, dan tidak ada nadi.
Pada korban yang tiba-tiba kolaps, harus ditentukan tingkat kesadaran. Pasien
diletakkan dalam posisi telentang. Sementara itu mintalah pertolongan dan memanggil sistem
pelayanan gawat darurat medis.

C: Circulation ( Sirkulasi)
Periksa denyut nadi arteri carotis. Pemeriksaan tidak boleh lebih dari 10 detik.
(1)

1. a. Bila merasakan adanya pulsasi pada sirkulasi korban:
- Teruskan pemberian nafas buatan sampai korban dapat bernafas normal
sendiri.
- Kira- kira setiap 10 kali nafas (sekitar tiap menit) periksa kembali pulsasi,
tidak lebih dari 10 detik tiap kali.
- Bila korban mulai bernafas normal dengan sendirinya, namun belum sadar,
balikkan korban pada posisi yang benar dan kembali lakukan nafas buatan
bila nafas korban berhenti kembali.
b. Bila korban tidak ada pulsasi dan anda sebagai penolong tidak dapat
memastikan, mulailah kompresi dada.

A: Airway (Jalan Nafas)
Pada pasien yang tidak sadar sering terjadi sumbatan jalan nafas akibat lidah yang
jatuh ke pangkal sehingga menutupi dinding posterior faring. Tanda obstruksi jalan nafas
partial adalah snoring, crowing, gurgling, wheezing. Pasien harus dibuka jalan nafas dengan
mengekstensi kepala. Terdapat 3 metode agar dibuka jalan nafas: Chin-lift (mengekstensi
kepala dengan mengangkat dagu ke atas), Head tilt (mengekstensi kepala dan mengangkat
leher) dan Jaw thrust ( mengekstensi kepala dengan mendorong mandibula ke depan). Jaw
thrust merupakan metode yang aman untuk memelihara jalan nafas agar tetap terbuka pada
pasien dengan dugaan patah tulang leher.


B: Breathing (Pernafasan)
Setelah jalan nafas dibuka, penolong harus menilai apakah pasien dapat bernafas
spontan dengan mendengarkan bunyi nafas dari hidung dan mulut korban dan memperhatikan
gerak nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak kembali, diperlukan ventilasi
buatan.

Langkah langkah diperuntukkan bagi korban dewasa dan anak diatas 8 tahun.
1. Pastikan keselamatan bagi penolong dan korban dari lingkungan sekitarnya.
2. Awasi korban dan perhatikan bila korban memberikan respon. Peganglah bahu
korban dengan hati-hati dan tanyakan dengan keras: Apakah anda baik-baik
saja?
3. a. Bila ada jawaban atau gerakan :
- Letakkan korban dalam posisi yang baik dan aman, awasi kondisinya, dan
berikan bantuan bila diperlukan.
- Perhatikan korban secara teratur.
b. Bila korban tidak ada jawaban :
- Segera lakukan pertolongan BHD.
- Letakkan korban pada posisi terlentang dan bukalah jalan nafas dengan
menggunakan metode chin lift, head tilt atau jaw thrust
-






Gambar 2.2 Memposisikan Jalan Nafas B : Chin Lift, C: Neck Lift
















Gambar 2.3 A,B Jaw Trust C.Triple Manuver

- Singkirkan setiap benda asing yang menghalangi jalan nafas dari mulut
penderita, termasuk gigi palsu . Tehnik untuk membebaskan jalan nafas dari
benda asing. Bila korban sadar usahakan agar membatukkannya, melakukan
abdominal thrust ataupun back blow. Bila pasien tidak sadar lakukan
abdominal thrust ataupun back blow dalam posisi horizontal.








Gambar 2.4 Posisi Berdiri A:Back Blow B: Heimlich Manuver








Gambar 2.5 Posisi Horizontal A:Back Blow B: Abdominal Thrust

5. a. Bila korban bernafas normal:
- Balikkan korban dalam posisi perbaikan (Recovery position).
- Kirimkan korban atau minta bantuan.
- Awasi korban untuk tetap bernafas.
b. Bila korban tidak bernafas atau hanya bernafas lemah dan tidak adekuat:
- Meminta orang lain untuk mencari bantuan; bila anda seorang diri, tinggalkan
korban dan pergi untuk minta bantuan, kembali dan mulai melakukan nafas
buatan:
Balikkan korban ke posisi terlentang
Berikan 2 kali pernafasan yang efektif dan pastikan bahwa nafas buatan
dapat mengangkat dinding dada dan turun kembali.
Lakukan kepala ditolak dan dagu diangkat.
Pijitlah kedua lubang hidung dengan perlahan dengan menggunakan ibu jari
dan telunjuk.
Bukalah mulut korban dan dagu korban tetap dalam posisi terangkat.
Tarik nafas dalam-dalam untuk mengisi udara paru dan letakkan bibir
disekeliling mulut korban dan pastikan tiupan anda tidak bocor.
Tiuplah keras-keras kedalam paru korban melalui mulut korban dan
perhatikan dada korban terangkat dan mengembang.
Pertahankan posisi kepala dan dagu seperti posisi tersebut diatas, dan
jauhkan bibir anda dari mulut korban dan perhatikan dada korban turun dan
udara dari paru korban keluar dari mulut atau hidung.










Gambar 2.6 Cara pemberian nafas buatan tanpa menggunakan alat










Gambar 2.7 Cara pemberian nafas buatan dengan menggunakan alat

Teori Kompresi Dada: Demonstrasi Echocardiography menunjukkan bahwa katup
jantung (cardiac valves) menjadi tidak berfungsi utuh selama resusitasi, selain itu batuk
menunjukkan suatu hasil sebagai penopang sirkulasi yang berjalan. (life sustaning
circulation).
(1)

Alternatif teori kompresi dada berupa menekan dinding dada akan mengakibatkan
peningkatan tekanan dalam dinding dada (intra torachic pressure) yang akan menghasilkan
darah keluar dari ruang dada, selanjutnya akan mengalir sesuai dengan alur sirkulasi karena
vena-vena (pembuluh darah balik) menuju dalam ruang dada kolaps, sedangkan arteria tetap
paten.
(4)
Rekomendasi denyut 100 kali permenit merupakan refleksi ilmiah yang menunjukkan
kompresi lebih cepat dan kemampuan seorang penolong untuk mempertahankan kecepatan
lebih tinggi. Hal ini penting, meskipun diakui kompresi dada yang dilakukan optimal tidak
akan melebihi 30% dari sirkulasi pada perfusi otak normal.
(1)






Gambar 2.8 A Skema dari kompresi jantung, B. Pompa tekanan intrathoraks
C. Kolaps dari pernafasan dan stuktur vena
(4)





Elemen-elemen BHD terdiri dari 3 tindakan yaitu ABC : Circlation, Airway, Breathing.
6. Periksa denyut nadi arteri carotis. Pemeriksaan tidak boleh lebih dari 10 detik.
(1)

7. a. Bila merasakan adanya pulsasi pada sirkulasi korban:
- Teruskan pemberian nafas buatan sampai korban dapat bernafas normal
sendiri.
- Kira- kira setiap 10 kali nafas (sekitar tiap menit) periksa kembali pulsasi,
tidak lebih dari 10 detik tiap kali.
- Bila korban mulai bernafas normal dengan sendirinya, namun belum sadar,
balikkan korban pada posisi yang benar dan kembali lakukan nafas buatan
bila nafas korban berhenti kembali.
b. Bila korban tidak ada pulsasi dan anda sebagai penolong tidak dapat
memastikan, mulailah kompresi dada.
- Tangan diletakkan pada posisi setengah terbawah tulang dada (sternum)
korban.
- Dengan menggunakan telunjuk dan jari tengah, tentukan batas costa
terbawah yang paling dekat dengan anda. Pertahankan kedua jari bersama-
sama dan telusurilah sebelah atas sampai titik dimana teraba sendi costa
dan sternum.
- Dengan jari tengah anda pada titik tersebut, tempatkanlah jari telunjuk
pada sternum.
- Telusuri tumit tangan anda yang sebelahnya lagi pada sternum sampai
dapat mencapai telunjuk anda, ini adalah pertengahan tulang dada
terbawah korban.
- Kuncilah kedua jari-jari tangan dengan jari-jari tangan sebelahnya lagi,
dan pastikan bahwa tekanan kedua tangan anda tidak menekan costa
korban. Jangan sekali-sekali melakukan penekanan pada dinding perut
bagian atas atau bagian bawah procesus xyphoideus.
- Posisi anda vertikal diatas dada korban dan dengan lengan tegak lurus,
lakukan penekanan pada tulang dada tersebut sekitar 4-5 cm.
-
Lepaskanlah penekanan ini tanpa melepaskan tangan dari tulang sternum,
dan lakukanlah berulang-ulang sekitar kurang lebih 100 kali tiap menit (
2 kompresi pada setiap detik). Kompresi dan lepaskan kompresi seperti
diatas dalam sekuen waktu yang sama.
(1)







Gambar 2.9 Cara pemberian kompresi jantung
Kombinasi Nafas Buatan dan Kompresi Dada:
- Setelah 30 kali kompresi berilah 2 kali nafas buatan yang efektif.
- Kembali pada posisi semula yang baik, lakukan 30 kali kompresi secara terus
menerus dan juga tiap 30 kali kompresi diberikan nafas buatan 2 kali,
dinamakan rasio 30 : 2.
- Hentikanlah perlakuan ini dan lakukan pemeriksaan tanda-tanda sirkulasi.
Namun demikian janganlah menghentikan resusitasi.
(1)













Gambar 2.10 Cara pemberian kombinasi nafas buatan dan kompresi dada
untuk satu orang penolong











Gambar 2.11 Cara pemberian kombinasi nafas buatan dan kompresi dada untuk dua orang
penolong


8. Lanjutkanlah resusitasi sampai :
- Penolong berkualitas mengambil alih tindakan resusitasi.
- Korban menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
- Anda kelelahan.
Bila ada lebih dari seorang penolong, hendaknya yang seorang memulai resusitasi, sedangkan
yang lainnya pergi untuk meminta pertolongan secepat mungkin. Bila penolong hanya
30:2
30:2
seorang, pastikanlah meminta pertolongan atau melakukan resusitasi. Bila penyebab
ketidaksadaran korban merupakan masalah dalam nafas seperti dibawah ini:
- Trauma (cedera)
- Tenggelam
- Chocking
- Keracunan obat dan alkohol
Penolong hendaknya melakukan resusitasi untuk 1 menit sebelum meminta pertolongan.
(1)

BHL terutama ditujukan bagi para klinisi dan sarjana kedokteran yang akan
melaksanakan kepaniteraan di rumah sakit. BHL ditujukan dengan menggunakan teknik-
teknik khusus dan alat-alat tertentu, untuk mengusahakan secara cepat restorasi yang efektif
irama jantung. Komponen yang sangat penting pada BHL adalah penggunaan defibrilator dan
teknik BLS yang efektif dan efisien.


Teknik-Teknik Khusus Pada BHL
Advanced airwy management, diperlukan teknik-teknik dan obat-obatan khusus, serta
keterampilan tinggi dan hendaknya digunakan pada penderita apneu yang telah dilakukan
BHD.
Oro and nasopharyngeal airwy, mudah penggunaannya. Bentuk umum adalah jalan
nafas oro nasofarings Guedel (Mayo) dan biasanya penderita toleran untuk pemasangannya.
Intubasi trakea salah satu cara yang efektif secara pasti udara atau O
2
masuk ke saluran nafas
yang lebih daam.
Oropharyngea airwy yang lainnya adalah Laryngeal mask airwy (LMA) dapat
dilakukan bila intubasi gagal, hampir sama efektifnya dengan teknik sungkup dan kantung
udara.
Teknik pembedahan untuk jalan nafas dilakukan bila terjadi obstruksi jalan nafas yang
dibutuhkan untuk hidup di kala tindakan-tindakan lain gagal dilakukan. Tindakan emergensi
dapat diakses untuk memperbaiki kelancaran jalan nafas melalui membran krikotiroid yang
relatif tidak ada pembuluh darah, dengan memakai jarum kanula no. 12 atau 14 yang
disambung dengan tabung suntik membran krikotiroid sampai udara dapat diaspirasi. Ujung
kanula kemudian dihubungkan pada sumber oksigen dan diberikan oksigen 15 L/menit dan
ventilasi pasien selama l detik dan biarkan untuk ekspirasi selama 4 detik.


D = Drug and Fluid (Pemberian obat-obatan dan cairan melalui infus secara intravena)
Adrenalin (epinefrin) merupakan obat utama dalam resusitasi henti jantung. Pemberian
1 mg adrenalin harus dilakukan tiap tiga menit selama henti jantung.
Pemberian adrenalin meningkatkan aliran darah ke otak dan miokard dengan cara
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan meningkatkan tekanan darah sistolik.
Diberikan 0,5-1 mg iv ulangi dengan dosis lebih besar jika perlu natrium bikarbonat l mEq/kg
iv, jika henti jantung lebih dari 2 menit. Ulangi dosis ini setiap 10 menit sampai timbul
denyut nadi. Monitor dan normalkan pH arteri. Berikan cairan intravena menurut indikasi.
Atropin sebagai dosis tunggal 3 mg atropin cukup untuk menimbulkan blokade tonus
vagal secara menyeluruh dan hanya digunakan sekali bila terjadi asistole. Juga diindikasikan
pada bradikardia simtomatik dengan dosis 0,2-1 mg.
Sodium Bikarbonat, pada henti jantung yang berkepanjangan, dapat terjadi asidosis.
Penggunaan natrium bikarbonat sebagai buffer masih merupakan suatu yang kontoversial,
berhubungan dengan hiperosmolitas dan produksi karbondioksida dan dapat memperburuk
asidosis intraseluler. Namun demikian penggunaan natrium bikarbonat masih
direkomendasikan (50 ml larutan 8,4 %) 15 menit sejak terjadinya henti jantung atau pH
kurang dari 7,1 atau defisit basa negatif dari -10.
Cairan yang tepat untuk mengatasi kehilangan darah atau plasma adalah biasanya ringer
laktat (3-4x volume darah hilang), diikuti koloid (lx penambahan volume darah hilang),
diikuti dengan sediaan PRC atau WB untuk mengembalikan hematokrit sampai 30%. Diatesa
hemoragik paling baik diterapi dengan FFP atau FWB.

E = ElectroCardiography = EKG yaitu monitor denyut jantung.
Teknik monitor EKG selama RJPO:
1. Lakukan langkah ABC
2. Lakukan EKG cepat melalui padle defibrilator, bila terlihat adanya ventrikular takikardi
atau fibrilasi ventrikel beri kejutan
3. Dengan cepat pasang elektroda pada ekstremitas. Lead II : tangan kanan (negatif), kiri
(positif), tangan kiri (ground)
4. Setelah itu cata sirkulasi spontan

F = Fibrillation Treatment, dilakukan biasanya pada tempat khusus
(CICU.ICU.dll) dimana diberikan terapi shock listrik
A.S 100-400 W.det(joule)
Lidokain 1-2 mg/kg iv jika perlu teruskan infus intravena
Jika sistol ulangi dberikan kalsium dan vasopresor jika perlu teruskan resusitasi sampai
denyut nadi baik. Pulihkan normotensi segera.
Penyebab henti jantung adalah ventrikel fibrilasi dimana fungsi jantung dapat
dikembalikan dengan menggunakan fibrilasi elektrik. Defibrilasi menghantarkan arus listrik
terhadap jantung, diikuti secara simultan depolarisasi miokard sehingga terjadi refraktori. Hal
ini menyebabkan berhentinya fibrilasi ventrikel sementara, sehingga pacemaker pada jantung
sinoatrial node merailiki kesempatan untuk membentuk sinus ritme kembali.
Defibrilator terdiri dari sumber energi, konversi AC/DC, suatu kapasitor dan padel
elektroda. Pada defibrilator modern terdapat EKG monitor melalui padel atau pada lead yang
dihubungkan dengan defibrilator. Energi yang dihantarkan ke jantung bergantung juga pada
ketebalan dinding dada pasien dimana dinding dada berperan menghambat penghantaran
energi yang diberikan. Secara empiris pemberian energi awal diberikan 200 Joule sebanyak
dua kali dan diikuti pemberian energi sebesar 360 Joule. Saat pemberian energi, harus
diperhatikan letak dari padle, dimana terdapat dua padle yaitu padle sternum dan apeks. Jika
gambaran EKG telah sesuai dengan indikasi defibrilasi, pemberian energi tiga kali berturut-
turut harus dilakukan kurang dari 90 detik sesuai dengan algoritma BHL. Jika diantara tiga
kali pemberian energi tidak tampak perubahan pola pada EKG, maka tidak perlu dilakukan
pemeriksaan nadi diantar satu siklus defibrilasi tersebut.














Algoritma Pada BHL

















































Obat-obat yang digunakan











DAFTAR PUSTAKA


American Heart Association. International Concencus Conference on Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care Science with Treatment
Recommendation, Texas, January 2005.

Utief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi kedua.2002
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.

Morgan GE, Mikhail MS, Murray, MJ, Urson CP. Clinlcal Anesthesiology. third edition.
2002. New York: Lange Medical School.

Redjeki, IS. SpAn Cardiopulmonary Resuscitation, slide kuliah, Bagian Anestesiologi dan
Unit Perawatan Intensif RSHS, Fak. Kedokteran Unpad, Bandung

Soerasdi, Errasmus. Resusitasi Jantung Paru, Bantuan Hidup Dasar. Bagian/ SMF
Anestesiologi dan Unit Perawatan Intensif RSHS, Fak. Kedokteran Unpad, Bandung

You might also like