You are on page 1of 32

Laporan Kasus : Pterygium

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA RSIJ CEMPAKA PUTIH-FK UMJ


Pembimbing : dr. Hj. Hasri Darni, Sp.M
Oleh : Ana Fauziah Fitri Ajei (2009730124)
Identitas Pasien
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
2
Nama : Tn. I
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 31 Tahun
Alamat : Jakarta
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Tanggal Masuk RS : 5 Maret 2014

Anamnesis
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
3
Keluhan Utama : Sakit pada mata sebelah kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan sakit mata kanan yang dirasakan sejak satu
tahun yang lalu, hilang timbul. Jika sakit mata ini timbul, mata menjadi merah,
yang sering dicetuskan jika mata terkena paparan sinar matahari yang lama, debu,
pasir, dan angin. Sering disertai dengan mata berair. Os mengeluh adanya selaput
pada pinggir mata kanan yang dalam 1 tahun terakhir semakin lebar dan terasa
mengganjal. Saat sakit mata ini timbul, tidak ada gangguan pada daya
penglihatan. Riwayat trauma pada mata sebelum keluhan muncul disangkal.
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
4
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Hipertensi dan Diabetes
Mellitus disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga OS yang mengeluhkan hal yang sama
Riwayat Psikososial
OS adalah karyawan swasta yang bekerja dikantor selama 7 jam sehari, sebagian
besar perkerjaan OS mengharuskan OS berada didepan layar komputer. OS
berangkat bekerja dengan menggunakan motor, OS tidak memakai kaca mata
dan tidak menutup kaca helm saat berkendara. Diakui OS keluhan mata
merah seringkali muncul saat OS berada di kantor atau setelah pulang dari kantor,
atau setelah OS berkendara dengan sepeda motor.
Riwayat Pengobatan
Sebelumnya OS tidak berobat ke dokter, hanya memberikan tetes mata yang di
jual bebas.
Status Oftamologikus
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
5
Kedudukan / Gerak Bola Mata : Orthophoria ODS


24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
6
Benjolan (-), udem (-), Hiperemis (-),
NT (-)
Palpebra Benjolan (-), udem (-), Hiperemis (-),
NT (-)
Injeksi konjungtiva (-), injeksi siliaris
(-), jaringan fibrovaskular dengan
puncak pada limbus kornea (+)
Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-), injeksi siliaris (-),
jaringan fibrovaskular dengan puncak
ke arah limbus kornea (-)
Infiltrat (-), sikatriks (-) Cornea Infiltrat (-), sikatriks (-)
Kedalaman sedang, hipopion(-),
hifema (-)
C.O.A Kedalaman sedang, hipopion(-),
hifema (-)
Warna coklat, sinekia (-) Iris Warna coklat, sinekia (-)
Bulat, regular, diameter 3 mm, RC (+) Pupil Bulat, regular, diameter 3 mm, RC (+)
Jernih Lensa Jernih
(tidak dapat dilihat) Vitreous Humor (tidak dapat dilihat)
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
7
Visus dan Refraksi
OD : 6/75 --- S. 0.75 --- 6/6
OS : 6/75 --- S. 0.75 --- 6/6
Resume
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
8
Tn. I, 31 tahun, datang ke RS dengan keluhan sakit mata kanan yang dirasakan
sejak satu tahun yang lalu, hilang timbul. Jika sakit mata ini timbul, mata menjadi
merah, yang sering dicetuskan jika mata terkena paparan sinar matahari yang
lama, debu, pasir, dan angin. Sering disertai dengan mata berair. Os mengeluh
adanya selaput pada pinggir mata kanan yang dalam 1 tahun terakhir semakin
lebar dan terasa mengganjal, tidak ada gangguan pada daya penglihatan.
Riwayat trauma pada mata sebelum keluhan muncul disangkal.
Diakui OS keluhan mata merah seringkali muncul saat OS berada di kantor atau
setelah pulang dari kantor, atau setelah OS berkendara dengan sepeda motor.
Pada pemeriksaan oftalmologikus ditemukan adanya jaringan fibrovaskular dengan
puncak pada limbus kornea mata kanan, berwarna merah muda. Visus ODS 6/75.
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
9
DIAGNOSIS : Pterigium Stadium II Okulus Dextra

DIAGNOSIS BANDING:
Pseudopterigium
Pinguekula

Terapi
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
10
Non Medikamentosa : Memakai pelindung mata (mis. Kaca mata, helm)
Medikamentosa
Over-the-counter (OTC) artificial tears/topical lubricating drops
Tetes mata Anti-inflamasi : Prednisolone acetate 1%
Operasi

24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
11
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

Tinjauan Pustaka
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
13
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
14
Pterygium
Definisi
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
16
Dorland, pterygium adalah bangunan mirip sayap, khususnya untuk lipatan selaput
berbentuk segitiga yang abnormal dalam fisura interpalpebralis, yang membentang
dari konjungtiva ke kornea, bagian puncak (apeks) lipatan ini menyatu dengan
kornea sehingga tidak dapat digerakkan sementara bagian tengahnya melekat
erat pada sclera, dan kemudian bagian dasarnya menyatu dengan konjungtiva.
12

Menurut American Academy of Ophthalmology, pterygium adalah proliferasi
jaringan subconjunctiva berupa granulasi fibrovaskular dari (sebelah) nasal
konjuntiva bulbar yang berkembang menuju kornea hingga akhirnya menutupi
permukaannya.
13

Pterigium adalah suatu penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip
daging yang menjalar ke kornea, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif .
2

Etiologi
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
17
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan
udara panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan
suatu neoplasma, radang, dan degenerasi.
2

Pterygium diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar ultraviolet, pengeringan
dan lingkungan dengan angin banyak. Faktor lain yang menyebabkan
pertumbuhan pterygium antara lain uap kimia, asap, debu dan benda-benda lain
yang terbang masuk ke dalam mata. Beberapa studi menunjukkan adanya
predisposisi genetik untuk kondisi ini.
12

Gejala Klinis
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
19
Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain:
Asimptomatik
Mata sering berair dan tampak merah
Merasa seperti ada benda asing
Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium tersebut,
biasanya astigmatisme with the rule ataupun astigmatisme irreguler sehingga
mengganggu penglihatan
pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual
sehingga tajam penglihatan menurun.
10

Pemeriksaan Fisik
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
20
Adanya massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar mata (sclera)
pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan pada permukaan kornea.
Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan
peradangan.
11


24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
21
A.
Cap: Biasanya datar, terdiri atas zona abu-
abu pada kornea yang kebanyakan terdiri
atas fibroblast, menginvasi dan
menghancurkan lapisan bowman pada
kornea

B.
Whitish: Setelah cap, lapisan vaskuler tipis
yang menginvasi kornea

C.
Badan: Bagian yang mobile dan lembut,
area yang vesikuler pada konjunctiva bulbi,
area paling ujung

24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
22
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup
oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut
Youngson ):
Derajat 1 : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2
mm melewati kornea
Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4
mm)
Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
10

Diagnosa
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
23
Peningkatan rasa sakit pada salah satu atau kedua mata, disertai rasa gatal,
kemerahan dan atau bengkak.
Penglihatan terganggu, ketidaknyamanan dari peradangan dan iritasi.
Sensasi benda asing dapat dirasakan
Adanya paparan berlebihan terhadap sinar matahari atau partikel debu.
11

Test: Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah visus terpengaruh.
Dengan menggunakan slitlamp diperlukan untuk memvisualisasikan pterygium
tersebut.
11
Dengan menggunakan sonde di bagian limbus, pada pterigium tidak
dapat dilalui oleh sonde seperti pada pseudopterigium.
10

Konservatif
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
24
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati.
Pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes
mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.
Penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan
intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea.
10

Operatif
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
25
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium.
Bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva
yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk menurunkan angka
kekambuhan.
Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu memberikan hasil yang baik secara
kosmetik, mengupayakan komplikasi seminimal mungkin, angka kekambuhan yang
rendah. Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium
yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.
10

Indikasi Operasi
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
26
Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.
6


Tehnik Operasi
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
27
Teknik Bare Sclera
Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara memungkinkan sclera
untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24 persen dan 89 persen, telah
didokumentasikan dalam berbagai laporan.
1

Teknik Autograft Konjungtiva
Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar
superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium tersebut.
Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal ditekankan pentingnya
pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari graft konjungtiva
dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan orientasi akurat dari grafttersebut.
LawrenceW. Hirst, MBBS, dari Australia merekomendasikan menggunakan sayatan
besar untuk eksisi pterygium dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat
rendah dengan teknik ini.
1

24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
28
Cangkok Membran Amnion
Sebagian besar peneliti telah menyatakan bahwa itu adalah membran amnion
berisi faktor penting untuk menghambat peradangan dan fibrosis dan epithelialisai.
Membran Amnion biasanya ditempatkan di atas sklera, dengan membran basal
menghadap ke atas dan stroma menghadap ke bawah. Beberapa studi terbaru
telah menganjurkan penggunaan lem fibrin untuk membantu cangkok membran
amnion menempel jaringan episcleral dibawahnya. Lem fibrin juga telah digunakan
dalam autografts konjungtiva.
1

Mencegah Kekambuhan Operasi
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
30
Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x1 tetes/hari selama 5 hari, bersamaan
dengan pemberian dexamethasone 0,1% : 4x1 tetes/hari kemudian tappering off
sampai 6minggu.
Mitomycin C 0,04% (o,4 mg/ml) : 4x1 tetes/hari selama 14 hari, diberikan bersamaan
dengan salep mata dexamethasone.
Topikal Thiotepa (triethylene thiophosphasmide) tetes mata : 1 tetes/ 3 jam selama
6minggu, diberikan bersamaan dengan salep antibiotik Chloramphenicol, dan
steroidselama 1 minggu.
6


Prognosis
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
31
Umumnya prognosis baik.
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitotastik tetes mata
atau beta radiasi.
6

Eksisi pada pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik.
Prosedur yang baik dapat ditolerir pasien dan disamping itu pada beberapa hari
post operasi pasien akan merasa tidak nyaman, kebanyakan setelah 48 jam pasca
operasi pasien bisa memulai aktivitasnya.
Daftar Pustaka
24 June 2014 FK UMJ - RSIJ CEMPAKA PUTIH
32
Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of Pterygium
http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm?
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007. hal:2-6, 116 117
Jerome P Fisher, PTERYGIUM. 2009
http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach; Edisi 6. Philadelphia:Butterworth Heinemann Elsevier. 2006 :242-244.
Miller SJH. Parsons Disease of The Eye. 18th ed. London : Churchill Livingstone ;1996. p.142
Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III penerbitAirlangga Surabaya. 2006. hal: 102 104
Voughan & Asbury. Oftalmologi umum , Paul Riordan-eva, John P. Whitcher edisi 17Jakarta : EGC, 2009 Hal 119
www.en.wikipedia.org/wiki/Pterygium_(conjunctiva)
www.eyewiki.aao.org/Pterygium
www.inascrs.org/pterygium/
www.mdguidelines.com/pterygium18
Anderson, Dauglas M., et all. 2000. Dorlands Illistrated Medical Dictionary. 29
th
. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
American Academy of Ofthalmology. 2012. www.AAO.org
Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. 2012. Management of Pterygium.
http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201011/pearls.cfm
Terima Kasih
33

You might also like