You are on page 1of 8

Pemeriksaan Penunjang

1. Lung Function Test


Peak expiratory flow rate (PEFR) atau FEV
1
berfungsi untuk mendiagnosis asma dan
tingakatannya.
2. Skin test
Berfungsi untuk mengetahui penyebab dari asma.
3. Chest X-ray
Berfungsi untuk komplikasi (pneumotoraks) atau untuk memeriksa pulmonaty shadows dengan
allergic bronchipulmonary aspergilosis
4. Histamine bronchial provocation test
Untuk mengindikasikan adanya airway yang hiperresponsif, biasanya ditemukan pada seluruh
penyakit asma, terutama pada pasien dengan gejala utama batuk.
Test ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang mempunyai fungsi paru yang buruk (FEV
1
<1,5L)
5. Blood and sputum test
Pasien dengan asma mungkin memiliki peningakatan eosinofil di darah perifer (>9,4x10
9
/L).



Refleks bersin
Ferleks bersin sama dengan refleks batuk kecuali,bahwa refleks ini berlangsung pada saluran
hidung,bukan pada saluran pernafasan bagian bawah.Rangsangan awal yang menimbulkan refleks
bersin adalah iritasi dalam saluran hidung.

Mekanisme refleks bersin :
Rangsangan reseptor

Nervus trigeminus

Medula oblongata

Inspirasi udara

Epiglotis tertutup,udara banyak dalam paru-paru

Otot perut dan diafragma berkontraksi( frekuensi dalam paru )

Epiglotis terbuka

Uvula ditekan

Udara dan benda asing di rongga hidung keluar bersama dengan tercetusnya bersin

SPUTUM
Orang dewasa normal membentuk mukus sekitar 100 ml dalam saluran pernafasan setiap
hari.Mukus disiafragma menuju faring oleh gerakan pembersihan normal dari silia yang membatasi
saluran pernafasan,jika terbentuk mukus yang berlebihan maka proses normal pembersihan mungkin
tidak efektif lagi.Sehingga mukus tertimbun,jika hal ini terjadi maka membran mukosa terangsang dan
mukus ini dibatukan keluar sebagai sputum.
Mekanisme pembentukan sputum :
sel goblet mukosa

mukosa 100 ml perhari

gangguan abnormal
(terjadi penimbunan prodiksi berlebihan pada saluran pernafasan)

kerja silia

membran mukosa terangsang

tekanan intratoracak + tekanan intra abdomen

batuk + sekret mukosa keluar sputum

Macam-macam sputum berdasarkan warna :
Sputum berwarna hijau ( sputum acrogenosum)
proses penimbunan nanah akibat verdoperoksidase yang menghasilkan PMN dalam sputum (
berbau busuk )
Sputum berwarna kekuning-kuningan ( sputum altunioid )
adanya infeksi
Sputum berdarah ( sputum mentum )
Sputum merah muda dan berbusa
tanda edema paru akut
Sputum berlendir,lemgkt dan berwarna abu-abu
tanda bronkitis akut


pilek menahun
1. Berikut ini adalah pembahasan ringkas anatomi organ THT yang terkait:
a. Hidung luar terbentuk oleh tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang
berfungsi melebarkan dan menyempitkan rongga hidung, menonjol pada garis di antara pipi dengan bibir atas;
struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas, kubah tulang, yang tidak dapat
digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago, yang sedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah
adalah lobulus hidung yang paling mudah digerakkan.
b. Rongga hidung (cavitas nasi) berbentuk terowongan dari depan ke belakang. Lubang depan cavitas nasi
disebut nares anteriror dan lubang belakangnya disebut nares posterior (choanae) yang menghubungkan cavitas
nasi dengan nasofaring. Tepat di belakang nares anterior terdapat vestibulum yang dilapisi rambut dan kelenjar
sebasea.
c. Tiap cavitas nasi memiliki 4 dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding medial
adalah septum nasi. Bagian terluar dari septum dilapisi oleh kelenjar mukosa. Dinding lateral mempunyai
empat buah concha yakni concha inferior, chonca media, chonca superior, dan chonca suprema. Di antara
concha dan dinding lateral hidung terdapat meatus. Dinding inferior merupakan dasar dari rongga hidung dan
dibentuk oleh os maxilla dan os palatum. Dinding superior dibentuk oleh lamina kribriformis yang
memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.
d. Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan
cabang dari a. oftalmika. Bagian bawah dari rongga hidung mendapat pendarahan dari a. maxilaris interna.
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Vena hidung memiliki nama yang
sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya.
e. Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis anterior, sedangkan
bagian lain mendapat persarafan sensoris dari n. maxilla.
f. Rongga hidung dilapisi oleh dua jenis mukosa, mukosa olfaktori dan mukosa respiratori.
g. Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral rongga udara hidung; jumlah,
bentuk, ukuran, dan simetrinya bervariasi. Secara umum diberi nama, sinus maxillaris, sfenoidalis, frontalis,
dan ethmoidalis.

Berikut ini merupakan pembahasan ringkas mengenai aspek histologi organ terkait:
a. Epitel organ pernafasan yang biasa berupa toraks bersilia, bertingkat palsu, berbeda-beda pada berbagai
bagian hidung, bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu, dan derajat
kelembaban udara. Mukoa pada ujung anterior konka dan septum sedikit melampaui internum masih dilapisi
oleh epitel berlapis torak tanpa silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus inspirasi
epitel menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler. Sel-sel meatus media dan inferior yang terutama
menangani arus ekspirasi memiliki silia yang panjang dan tersusun rapi.
b. Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran udara lambat atau lemah. Jumlah
kelenjar penghasil secret dan sel goblet, yaitu sumber dari mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria.
c. Terdapat dua jenis kelenjar mukosa pada hidung, yakni kelenjar mukosa respiratori dan olfaktori. Mukosa
respiratori berwarna merah muda sedangkan mukosa olfaktori berwarna kuning kecoklatan.
d. Silia, struktur mirip rambut, panjangnya sekitar 5-7 mikron, terletak pada permukaan epitel dan bergerak
serempak secara cepat ke arah aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secara lambat.



Berikut ini adalah pembahasan singkat mengenai aspek fisiologis organ THT terkait:
a. Hidung berfungsi sebagai jalan udara pernafasan. Udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas
setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, dan seterusnya. Pada ekspirasi terjadi
hal sebaliknya.
b. Mukus pada hidung berfungsi untuk mengatur kondisi udara sekaligus sebagai penyaring dan pelindung
udara inspirasi dari debu dan bakteri bersama rambut hidung, dan silia.
c. Fungsi utama hidung adalah sebagai organ penghidu, dilakukan oleh saraf olfaktorius.
d. Fungsi sinus paranasal antara lain sebagai pengatur kondisi udara, sebgai penahan suhu, membantu
keseimbangan kepala, membantu resonansi suara, sebagai peredam perubahan tekanan udara, membantu
produksi mukus dan sebagainya.

2. Pilek menahun dicetuskan oleh pemaparan allergen terhadap individu yang mudah tersensitasi. Berbagai
alergen pencetus, misalnya debu rumah, mites, kapuk, kapur, bulu binatang, wool, parfum, insektisida, human
danders (serpihan kulit dari manusia terutama di tempat tidur), makanan tertentu, obat-obatan, dan sebagainya.
Penyebab yang paling dominan ialah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan alergen ingestan.
Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang
lain seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor nonspesifik pun
dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca, kelembaban yang
tinggi. gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih ringan dibandingkan dengan golongan musiman,
tetapi karena lebih persisten, maka komplikasinya lebih sering ditemukan.

3. Patomekanisme pilek menahun dimulai dari pemaparan allergen ke individu yang mudah tersensitasi.
Antibodi IgE diproduksi oleh sel plasma kemudian berikatan dengan reseptor spesifik Fc-R pada sel mast dan
sel basofil. Bila terjadi pemaparan ulang dari allergen yang sama maka ikatan antibodi IgE terhadap allergen
akan mencetuskan pengeluaran beberapa mediator kimiawi dari sel mast dan basofil yang bersangkutan, baik
berupa mediator primer meliputi histamin, protease, ECF, dan NCF, maupun mediator sekunder misalnya
leukotrines B4, C4, D4, Prostaglandin D2, dan sebagainya. Mediator yang utama adalah histamin yang
mempunyai efek dilatasi pada pembuluh darah kecil, meningkatkan permiabilitas kapiler, sehingga cairan
keluar dari pembuluh darah. Efek histamin pada saraf sensoris adalah meningkatkan sekresi kelenjar mukosa
dan mencetuskan terjadinya bersin. Secara klinis tampak sebagai gejala rinorhea, terasa ada lendir di pangkal
tenggorokan akibat mobilisasi mucus, bersin, dan sebagainya.

4. Sesak napas ini diakibatkan oleh adanya obstruksi saluran napas akibat hipersekresi kelenjar mukosa
sehingga terjadi perubahan mukosa, perubahan struktural, atau pun keduanya. Perubahan mukosa ini dapat
bersifat patologis (virus, bakteri, jamur, alergi, vasomotor, RM, mukosa hipertrofi, dan atrofi). Perubahan
struktur yang dapat menyebabkan obstruksi saluran pernapasan hidung bisa mengenai septum (deformitas
septum nasi, trauma septum nasi, hematoma septum, abses septum, dan perforasi septum) atau pertumbuhan
baru (polip hidung, papilloma, papilloma inversi, dll). Kelainan mukosa bisa mengenai septum (deformitas
septum nasi, trauma septum nasi, hematoma septum, abses septum, dan perforasi septum) atau pertumbuhan
baru (polip hidung, papilloma, papilloma inversi, dll). Biasanya dapat dilihat sekret yang jernih atau
mukopurulen dengan konka yang merah, membengkak, dan edema. Selama periode aktif (eksaserbasi) reaksi
hidung alergi , atau vasomotor dapat dilihat sekresi yang jernih, konka yang pucat keunguan, membengkak dan
edema. Bila hidung tenang (remisi) maka penderita reaksi hidung alergi atau vasomotor akan mempunyai
mukosa yang normal. Pada pemeriksaan RM, biasanya mukosa berwarna merah dan granular, sedangkan pada
mukosa hiperplasia, tampak mukosa pucat, dengan atau tanpa sejumlah perubahan polipoid dan bisa pula
granular. Pada atrofi mukosa, mukosa dapat merah muda, tetapi biasanya tipis dan tergantung dari derajat
atrofi, ia dapat disertai dengan krusta yang berbau busuk.

5. Mukosa hidung pasien biasanya basah, pucat, dan terjadi perubahan warna. Konka mengalami
pembengkakan. Jika terdapat infeksi penyerta, sekret dapat bervariasi dari encer hingga kental dan purulen;
pada saat yang sama mukosa hidung menjadi merah karena inflamasi, terbendung atau kering sama sekali.
Selain itu dapat pula terjadi perubahan degeneratif polipoid pada seluruh mukosa hidung. Kemungkinan polip
juga tidak dapat disingkirkan. Radiogram sinus paranasalis tidak spesifik tetapi dapat menunjukkan penebalan
mukosa dan pengumpulan sekret. Gejala yang khas pada penderita nasal alergi ialah terdapatnya serangan
bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat
kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan
sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari lima kali setiap serangan.
Gejala lain ialah rinorhea yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-
kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Demam tidak terjadi kecuali bila terdapat infeksi
sekunder. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya
banyak sekret yang encer.

6. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis dengan gejala pilek menahun dapat ditempuh melalui:
a. Anamnesis, dimulai dengan menanyakan riwayat penyakti alergi dalam keluarga. Pasien juga perlu ditanya
mengenai gangguan alergi selain yang menyerang hidung, seperti asma, ekzema, urtikaria, atau sensitivitas
obat. Saat-saat dimana gejala sering timbul juga membantu menentukan alergi musiman. Ditanyakan pula
lingkungan kerja dan tempat tinggal, aktivitas di luar rumah, hewan peliharaan, idiosinkrasi terhadap makanan
tertentu, dan sebagainya.
b. Pemeriksaan hidung melalui rhinoskopi atau endoskopi, mukosa hidung pasien biasanya basah, pucat, dan
terjadi perubahan warna, konka membengkak. Jika terdapat infeksi penyerta, sekret dapat bervariasi dari encer
hingga kental dan purulen; pada saat yang sama mukosa hidung menjadi merah karena inflamasi, terbendung
atau kering sama sekali. Selain itu dapat pula terjadi perubahan degeneratif polipoid pada seluruh mukosa
hidung. Kemungkinan polip juga tidak dapat disingkirkan. Radiogram sinus paranasalis tidak spesifik tetapi
dapat menunjukkan penebalan mukosa dan pengumpulan sekret.
c. Pemeriksaan penunjang, dapat dilakukan uji makanan provokatif dan eliminasi bila pasien dicurigai alergi
terhadap makanan tertentu, tes antibodi IgE total (PRIST) atau IgE spesifik (RAST atau ELISA), tes kulit
misalnya uji cukit, SET, hitung basofil, netrofil, dan sebagainya bergantung pada kebutuhan.

7. Penyakit-penyakit yang dapat memiliki tanda dan gejala pilek menahun antara lain rhinitis alergi perennial,
rhinitis vasomotor, rhinitis medikamentosa, dan sinusitis kronik.

You might also like