Professional Documents
Culture Documents
Dimana Tb mula mula didefinisikan sebagai titik didih rerata molal
kemudian berubah menjadi titik didih rerata Kubik dan akhirnya menjadi
titik didih rerata tengahan dalam R, dan S adalah berat jenis pada 60/60F.
klasifikasi ini juga berlaku untuk fraksi minyak bumi langsung (Straight
Run Fraction). Adapun faktor karakterisasi untuk berbagai golongan
minyak mentah adalah :
a. Minyak mentah dasar paraffin : K>12,1
b. Minyak mentah dasar tengahan : K = 11,5 12,1
c. Minyak mentah dasar naften : K = 10,5 11,45
d. Minyak mentah dasar aromat : K<10,5
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
33
7. Klasifikasi Berdasarkan Indeks Korelasi
Klasifikasi ini dikembangkan oleh H.M. Smith dari U.S Bureau of
Mines yang juga berlaku untuk fraksi minyak bumi. Indeks ini diperoleh
dengan jalan melukiskan kebalikan titik didih rata rata volumetrik suatu
fraksi terhadap berat jenis pada 60/60F di dalam suatu diagram referensi
dimana di dalam diagram ini terdapat garis garis untuk setiap jenis
hidrokarbon. Untuk senyawa hidrokarbon paraffin normal garis ini diberi
angka nol, sedangkan untuk benzene diberi angka 100. Berdasarkan grafik
tersebut didapat persamaan empiric sebagai berikut :
I.K = 473,7.S 456,8 + 48,640/K
Dimana I.K adalah indeks korelasi, S adalah gravitas jenis pada 60/60F,
dan K adalah titik didih rerata dalam K. Harga indeks antara 0 15
merupakan hidrokarbon paraffin fraksi dominan; harga indeks 15 50
merupakan hidrokarbon naften atau campuran hidrokarbon paraffin,
naften, dan aromat fraksi dominan; dan harga indeks di atas 50 merupakan
hidrokarbon aromat fraksi dominan.
8. Klasifikasi Minyak Bumi Lainnya
Klasifikasi minyak bumi yang lain yaitu berdasarkan pada kandungan
belerang. Minyak mentah digolongkan menjadi 3 golongan minyak
mentah, yaitu minyak mentah dengan kandungan belerang rendah
(<0,1%), minyak mentah dengan kandungan belerang sedang (0,1 1,0%),
dan minyak mentah dengan kandungan belerang tinggi (>1,0%).
Disamping itu, minyak mentah dapat juga dibagi kedalam minyak mentah
masam (sour crude) dan minyak mentah manis (sweet crude) yang tidak
didasarkan pada kandungan belerang, tetapi kandungan hydrogen sulfit.
Batas kandungan hydrogen sulfit adalah 0,05ft
3
/100 galon minyak mentah.
4.2.2 Proses Pengolahan
Pada umumnya proses pengolahan minyak bumi terdiri atas empat
golongan proses, yaitu pemisahan fisik (Physical Separation), blending
(blending proccess), conversion proccess, dan treating proccess. Beberapa
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
34
proses yang dipakai dalam pengolahan minyak bumi untuk menghasilkan
produk-produk yang diinginkan antara lain: distillation, solvent extraction,
absorption, cracking, reforming, alkilation, isomerisasi dan polimerisasi
(Nelson, 1958).
a. Distilasi
Distilasi merupakan teknik pemisahan dengan memanfaatkan titik
didih masing-masing komponen dalam campuran dalam suatu kolom yang
memiliki beberapa tray di dalamnya. Tujuan distilasi ini adalah untuk
memisahkan komponen volatile sebagai gas dari bagian atas kolom dan
mengambil fraksi-fraksi lain berdasarkan titik didihnya serta mengambil
fraksi terberatnya sebagai produk bawah. Untuk pemisahan yang
kompleks dan sulit digunakan beberapa kolom.
b. Solven Extraction
Solvent extraction merupakan pemisahan komponen-komponen dari
campuran dengan menggunakan liquid yang memiliki karakteristik
tertentu. Operasi ini biasa dipakai untuk pemisahan senyawa aromatik
dengan parafin.
c. Absorption
Komponen gas atau cairan yang teruapkan dipisahkan melalui
absorpsi selektif, biasanya dalam pelarut liquid. Dalam industri minyak
bumi (Petroleum Industries), operasi ini biasanya berlangsung di dalam
packed tower.
d. Cracking
Cracking adalah pemecahan molekul hidrokarbon besar menjadi
molekul lebih kecil. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan
temperatur tinggi (thermal cracking) atau kombinasi antara temperatur
tinggi dengan pemakaian katalis.
e. Reforming
Reforming bertujuan untuk meningkatkan kualitas gasoline. Dengan
menggunakan thermal atau catalytic reforming, straight run gasoline
dimodifikasi struktur molekulnya sehingga mempunyai bilangan oktan
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
35
yang lebih tinggi. Untuk saat ini, reforming biasanya menggunakan katalis
dan gas hidrogen.
f. Alkilation
Alkilation merupakan reaksi penggabungan hidrokarbon rantai lurus
dan bercabang dengan molekul kompleks yang baru. Dalam industri
minyak bumi, proses serupa dipakai untuk memproduksi gasoline dengan
nilai oktan tinggi. Contoh produk alkilation adalah iso-oktan.
g. Isomerisasi
Isomerisasi merupakan proses pengaturan kembali atom dalam
molekul, misalnya konversi dari normal-parafin menjadi iso-parafin.
Isomerisasi metasiklopentana menjadi sikloheksana adalah salah satu
contoh yang menggunakan teknik catalytic reforming menjadi produk
aromatik.
h. Polimerisasi
Polimerisasi merupakan reaksi kimia yang menggabungkan molekul-
molekul tunggal menjadi molekul yang lebih besar. Produk awal disebut
monomer dan produk akhir disebut polimer. Bila dua atau lebih monomer
terlihat dalam proses dinamakan kopolimerisasi. Kombinasi dua molekul
monomer disebut dimer, kombinasi tiga monomer disebut trimer, dan bila
dua sampai sepuluh molekul monomer membentuk polimer disebut
oligomerisasi.
4.2.3 Produk Minyak Bumi
Komponen produk minyak bumi terdiri dari parafin, olefin, naften
dan aromat. Hal tersebut tergantung dari jenis pengolahannya. Besarnya
kandungan komponen dalam produk minyak bumi akan berpengaruh
terhadap sifat-sifat produk yang dihasilkan. Pada proses pengolahan minyak
bumi tidak pernah diperoleh pemisahan senyawa-senyawa hidrokarbon
murni, melainkan berupa campuran yang sangat kompleks. Produk-produk
yang dihasilkan berupa fraksi-fraksi sebagai yang ditunjukkan oleh tabel 2.2
(Harjono, 2001).
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
36
Tabel 3.4 Fraksi-fraksi produk minyak bumi
No Fraksi
Titik didih
(
o
C)
Kegunaan
1 Fuel gas -160 40 Bahan bakar revinery
2 Propana -40 12 LPG
3 Butana -12 1 Menaikkan volatilitas gasoline
4
Light naptha
-1 150
- komponen gasoline
- reformer feed-stocke
5 Gasoline -1 180 Bahan bakar motor
6
Heavy naphta
150 205
- Reformer feed stoke
- Jet fuel
7 Kerosene 205 260 Fuel oil
8 Stove oil 205 290 Fuel oil
9
Light gas oil
260 315
- Fuel oil furnace
- Komponen bahan bakar
diesel
10
Heavy gas oil
315 425
Feed stock untuk katalitik
kraker
11 Lubricating oil >400 Minyak lumas
12 Vacuum gasoil 425 600 Feed stock untuk katalitik
13
Residu
>400
- Heavy fuel oil
- Aspal
4.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Blending
Pada saat melakukan proses pencampuran, diharapkan semua
komponen dapat bercampur dengan merata menjadi suatu larutan yang
homogen. Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah :
1. Temperatur
Setiap komponen yang akan dicampur untuk dijadikan minyak
bakar industri harus betul-betul dalam keadaan cair. Perlu diingat bahwa
untuk memanaskan suatu komponen, maka dibutuhkan temperatur yang
cukup akan tetapi tidak melebihi flash pointnya, guna memudahkan
pengadukan.
2. Komponen-komponen
Penentuan komposisi komponen harus sesuai denga yang
diinginkan agar diperoleh minyak bakar yang memenuhi spesifikasi
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
37
yang telah ditentuan. Perbandingan komposisi yang dicanpur didapat
melalui perhitungan pendekatan berdasarkan data analisis masing-
masing komponen.
3. Pengadukan
Sistem atau cara pengadukan terhadap komponen-komponen yang
telah di campur, akan sangat berpengaruh terhadap homogenitas
campuran yang dihasilkan, antara lain yaitu sistem mixer atau juga
sistem sirkulasi.
(Mudjiraharjo, 2002)
4.2.5 Avtur
Avtur memiliki sifat yang menyerupai kerosin karena memiliki rentang
panjang rantai C yang sama. Komponen-komponen kerosin dan avtur terutama
adalah senyawa-senyawa hidrokarbon parafinik (CnH2n+2) dan monoolefinik
(CnH2n) atau naftenik (sikloalkan, CnH2n) dalam rentang C10 C15. Sifat ini
dipilih karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan bahan bakar jenis
lain. Contohnya adalah volatilitas; dibandingkan dengan bensin, avtur memiliki
volatilitas yang lebih kecil sehingga mengurangi kemungkinan kehilangan bahan
bakar dalam jumlah besar akibat penguapan pada ketinggian penerbangan. Hal
lain yang menguntungkan dari avtur adalah kandungan energi per volumnya lebih
tinggi dibandingkan dengan bensin sehingga mampu memberikan energi bagi
pesawat untuk penerbangan jarak yang lebih jauh.
Avtur sebagai bahan bakar pesawat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
yang berbasis bahan mirip kerosin (Jet A dan Jet A1) dan yang berbasis campuran
nafta-kerosin (Jet B). Tabel 2.1. menampilkan spesifikasi persyaratan mutu jenis-
jenis avtur tersebut menurut standar ASTM. Jet A1 adalah jenis avtur yang paling
sering digunakan untuk bahan bakar pesawat di seluruh dunia karena memenuhi
standar ASTM, standar spesifikasi Inggris DEF STAN 91-91, dan NATO Code F-
35. Jet A adalah bahan bakar pesawat yang memiliki sifat yang sangat mirip
dengan kerosin, diproduksi hanya untuk memenuhi standar ASTM sehingga
umumnya hanya dapat ditemukan di kawasan Amerika Serikat. Jet B jarang
digunakan karena sulit untuk ditangani (mudah meledak), dan hanya digunakan
pada daerah beriklim sangat dingin.
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
38
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Uji Penyerapan Atomik
5.1.1 Pendahuluan
Teknik analisa dari spektrofotometer serapan atom (atomik absorption
spectrophotometry, AAS) pertama kali diperkenalkan oleh Welsh (Australia) pada
tahun 1955. Merupakan metoda yang popular untuk analisa logam karena di
samping relatif sederhana ia juga selektif dan sangat sensitif. Merupakan metoda
yang popular untuk analisa logam karena di samping relatif sederhana ia juga
selektif dan sangat sensitif. Sebagian besar atom akan berada pada ground state,
dan sebagian kecil (tergantung suhu) yang tereksitasi akan memancarkan cahaya
dengan panjang gelombang yang khas untuk atom tersebut ketika kembali ke
ground state. Beberapa metode yang sejenis seperti spektrometri emisi nyala
(flame emission spectrometry, FES) telah dikenal lebih dahulu, sedangkan
spektrometri fluoresensi atom (atomic fluorescence spectrometry, AFS) adalah
teknik yang baru dan masih dalam pengembangan . Prinsip analisis dengan AAS
adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. AAS
banyak digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan menyerap energi
dan terjadi eksitasi atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak
stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh
tenaga eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekuansi radiasi yang dipancarkan
karakteristik untuk setiap unsur dan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom
yang tereksitasi yang kemudian mengalami deeksitasi. Teknik ini dikenal dengan
SEA (spektrofotometer emisi atom). Untuk AAS keadaan berlawanan dengan cara
emisi yaitu, populasi atom pada tingkat dasar dikenakan seberkas radiasi, maka
akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat
dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan intensitas
radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom
yang berada pada tingkat dasar tersebut.
Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam
sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur
yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala,
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
39
tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar
(ground state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang
diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan.
Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan
panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini
mengikuti hukum Lambert-Beer. yakni absorbansi berbanding lurus dengan
panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua
variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan
sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam
larutan sampel.
5.1.2. Pengertian
Spektrofotometri serapan atom atau Atomic Absorption Spectophotometer
atau AAS adalah salah satu metode analisis yang dapat digunakan untuk
penentuan konsentrasi semua logam dan semilogam dengan kepekaan yang tinggi.
Pelatihan ini akan memberikan pemahaman yang mendalam tentang metodologi
spektrofotometri serapan atom, disertai dengan aplikasinya untuk menganalisa
kandungan logam berat antara lain : Pb, Cd, Cu, Cr, Fe, Zn, Mn, Ni dan lain-lain,
baik berupa sampel Padat, Cair, Gas Makanan dan Tanaman.
Radiasi dari sumber cahaya (hollow cathode lamp) dengan energi yang
sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom-atom dari unsur yang diperiksa
untuk melakukan transisi elektronik, dipancarkan melalui nyala. Pada nyala
tersebut, atom-atom dari zat yang diperiksa akan meresap radiasi tadi sesuai
dengan konsentrasi zat tersebut yaitu sesuai dengan populasi atom-atom pada
level energi terendah (ground state). AAS tidak tergantung dari suhu, sedangkan
pada FES di mana jumlah atom yang tereksitasi yang menentukan intensitas emisi
berubah-ubah secara eksponensial sesuai dengan temperatur. Di samping itu juga
terdapat perbedaan pada bentuk (design) dari pembakar (burner) dan pada AAS
radiasi lampu ditahan-diteruskan berganti-ganti menggunakan chopper untuk
membedakannya dengan radiasi yang dipancarkan oleh nyala api.
Atom-penyerapan (AAS) menggunakan spektroskopi penyerapan cahaya
untuk mengukur konsentrasi gas-fase atom.. Karena biasanya sampel cairan atau
makanan padat, maka atom atau ion analisa harus menguap dalam api atau grafit
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
40
furnace. Atom menyerap cahaya ultraviolet atau terlihat dan membuat transisi
elektronik yang lebih tinggi tingkat energi. Analisa konsentrasi yang ditentukan
dari jumlah penyerapan.. Menerapkan hukum Beer-Lambert yang berbunyi
:Schematic of an atomic-absorption experiment Skematis dari atom-percobaan
penyerapan. Hukum ini langsung dalam spektroskopi AAS sulit karena variasi
dalam atomisasi efisiensi dari matriks sampel, dan nonuniformity konsentrasi dan
panjang jalan analisa atom (dalam tungku grafit AAS). Konsentrasi pengukuran
biasanya ditentukan dari kurva kerja setelah kalibrasi instrumen dengan standar
yang diketahui konsentrasi.
5.1.3. Prinsip Kerja
Sampel yang digunakan biasanya berbentuk cairan, oleh karena itu analat
(atom atau ion) harus diuapkan terlebih dahulu. Dalam AAS, ada tiga metode
untuk menambahkan energi panas ke sampel, yaitu :
1. Flame AAS
Flame Atomizer merupakan perangkat Spektroskopi Atomik yang proses
pengatomannya dilakukan melalui pemanasan media api. Flame atomizer dapat
digunakan untuk AES, AFS, dan AAS. Bentuk umumnya dari Atomizer flame
adalah sebuah pipa konsentrik, dimana sampel larutan dihisap ke dalam pipa
kapilernya.
Flame AAS menggunakan api sebagai nebulizer untuk memanaskan
sampel sehingga teratomisasi menjadi gas. Flame (energi panas) menyebabkan
atom mengalami transisi dari ground state ke excited site. Ketika atom melakukan
transisi, atom menyerap beberapa cahaya dari sumber beam (HCL = Hollow
Cathode Lamp). Hollow Cathode Lamp (HCL) adalah sumber radiasi yang umum
dipakai pada AAS. Di dalam lampu, yang terisi dengan gas argon atau neon,
terdapat katoda logam yang mengandung logam yang akan tereksitasi dan sebuah
anoda. Ketika beda potensial yang tinggi dilalui ke katoda dan anoda, partikel gas
akan terionisasi. Pada pertambahan beda tegangan, ion gas memiliki energy yang
cukup untuk mengeluarkan atom logam dari katoda. Beberapa atom akan
tereksitasi dan mengemisikan cahaya dengan frekuensi yang sesuai dengan logam
yang ada. Semakin besar konsentrasi larutan, semakin banyak energi yang akan
diserap. Light beam (HCL) harus diletakkan secara tepat pada bagian terpanas dari
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
41
api dan mengalirkannya ke detektor. Detektor akan mengukur intensitas cahaya.
Ketika beberapa cahaya diserap, intensitas dari beam akan berkurang. Detektor
akan menyimpan reduksi cahaya tersebut sebagai absorpsi.
Nebulization - Pengubahan sampel cairan menjadi fine spray / aerosol
Desolvation - Padatan atom dicampur dengan gaseous fuel
Volatilization - Padatan atom dirubah menjadi uap di dalam flame.
Pengaruh suhu terhadap Atomizer Flame:
Suhu semakin tinggi -> meningkatkan jumlah populasi atom di dalam flame,
dan meningkatkan sensitivitasnya.
Suhu Flame menentukan -> jumlah relatif dari atom yang tereksitasi ataupun
yang tidak tereksitasi di dalam sebuah flame.
2. Graphite furnace AAS
Menggunakan tabung grafit dengan energi listrik yang besar untuk
memanaskan dan mengatomisasi sampel. Teknik GF-AAS sering digunakan
untuk analisis unsur-unsur logam dengan sensitivitas dan batas pendeteksian 20
sampai 1000 kali lebih baik dari pada teknik FAAS. Teknik GF-AAS
menggunakan proses electrothermal heating karena menggunakan pemanasan
sampel terprogram dengan energi listrik berdasar pada prinsip yang sama seperti
atomisasi nyala. Perbedaanya hanya terletak pada tempat pembakar sampel
(burner) dalam nyala api digantikan dengan atomizer atau furnace yang
dipanaskan dengan listrik. Dalam system pemanasan tersebut terdapat power
supply dan controller yang dapat diatur sedemikian rupa sehingga mengendalikan
perubahan temperatur dalam atomizer tersebut. Terdapat tiga bagian utama dalam
teknik GF-AAS yaitu sumber cahaya, tempat sampel dan alat pendeteksi serapan.
Sumber cahaya yang digunakan dapat menggunakan Hollow Cathode
Lamp (HCL) atau Electrodeless Discharge Lamp (EDL). Katoda lampu umumnya
adalah Hollowed-out Cylinder terbuat dari logam spesifik tempat penghasilan
spektrum cahaya. Anoda dan Katoda terlapisi di dalam silinder kaca yang berisi
gas neon atau argon bertekanan rendah. Pada ujung HCL terdapat jendela
(Window) untuk memancarkan radiasi. Tempat sampel dapat berupa burner
maupun atomizer. Dalam GF-AAS tempat sampel menggunakan atomizer yang
merupakan tempat proses pembentukan atom (atomisasi) terbuat dari karbon
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
42
grafit berbentuk tabung (graphite tube), dialiri gas inert seperti argon (Ar)
sehingga tidak bereaksi terhadap atom -atom sampel. Ukurannya sangat kecil
mempunyai panjang 3 cm diameter dalam 4 -6 mm.
Bagian kelompok pembacaan serapan terdiri dari monokromator, detektor,
penguat signal (amplifier), CPU (untuk tampilan signal serapan dan penyimpanan
data). Cahaya dari sumber lampu harus terfokus pada sampel dan diarahkan pada
monokromator dimana lampu akan dihamburkan dan melalui grating (terali
pemisah) sehingga yang diinginkan saja yang difokuskan ke detektor. Sebelum
masuk ke detector spektrum garis spesifik dari monokromator diperkuat oleh
amplifier terkebih dahulu. Pembacaan sinyal absorpsi akan dideteksi oleh detekt
or dan ditampilkan pada monitor CPU untuk kemudian dilakukan analisis data.
Analisis GF-AAS memiliki beberapa kelebihan dibandingkan FAAS di
antaranya yaitu memiliki kepekaan yang tinggi untuk analisis sampel yang minim
kuantitasnya, teknik GF-AAS lebih tepat daripada FAAS karena dapat dilakukan
dengan berat dan volume sampel yang kecil (analisis mikro), analisis dapat
dilakukan tanpa preparasi sampel, sehingga injeksi sampel dapat langsung
dilakukan ke dalam atomizer untuk sampel cair yang kental (viscous) termasuk
urine, serum, darah, plasma, bahan makanan cair (susu).
3. Electrothermal
Electrothermal atomizer adalah metode Spektroskopi Atomik yang proses
atomisasinya menggunakan pemanasan oleh arus listrik. Electrothermal Atomizer
umumnya digunakan untuk AAS dan AFS.
Keuntungan: sampel dibutuhkan hanya sedikit dan dalam konsentrasi
sangat rendah.
1.Sampel diinjeksikan kedalam pembakar grafit. Selanjutnya sampel diuapkan
dan kemudian diabukan.
2.Setelah sampel berbentuk abu. Tegangan pada pembakar grafit dinaikkan
hingga 2000oC hingga 3000oC. Sampel pada saat ini mengalami atomisasi.
3.Sampel yang mengalami atomisasi kemudian ditembak dengan lampu hollow
cathode atau flourescense sebelum dianalisa akhirnya.
5.1.4 Bagian-Bagian AAS
1. Lampu Katoda (Hollow Chatode Lamp)
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
43
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda
memiliki atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur
yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu
katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda
terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur.
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa
logam sekaligus.
Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol
digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu
dimasukkan ke dalam soket pada AAS. Bagian yang hitam ini merupakan bagian
yang paling menonjol dari ke-empat besi lainnya. Lampu katoda berfungsi
sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang
akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang
kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena
bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada
lingkungan sekitar.
Sumber cahaya biasanya merupakan lampu katoda cekung dari elemen
yang sedang diukur. Laser juga digunakan dalam instrumen penelitian. Karena
laser yang cukup intens untuk membangkitkan atom ke tingkat energi yang lebih
tinggi, mereka mengijinkan AAS dan fluoresensi atom pengukuran dalam satu
instrumen. Kerugian dari sempit-band ini sumber cahaya adalah bahwa hanya satu
elemen yang dapat diukur pada suatu waktu.
2. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi
gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu 20000K, dan ada
juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan
kisaran suhu 30000K. regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk
pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam
tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator. Merupakan pengatur tekanan
yang berada di dalam tabung.
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
44
3. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian
luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya
bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah
sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring,
karena bila lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting
berfungsi untuk menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada AAS, dan
mengeluarkannya melalui cerobong asap yang terhubung dengan ducting.
4. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini
berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada
waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan,
dimana pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada
bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau
berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan merupakan
tombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan
disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai
tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan AAS. Alat ini berfungsi
untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi
terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup. Uap air yang dikeluarkan,
akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar menjadi basah,
oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya
ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah., dan uap air akan terserap
ke lap.
5. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena
burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar
tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata.
Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada
lobang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api.
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
45
Perawatan burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang
aspirator dimasukkan ke dalam botol yang berisi aquabides selama 15 menit, hal
ini merupakan proses pencucian pada aspirator dan burner setelah selesai
pemakaian. Selang aspirator digunakan untuk menghisap atau menyedot larutan
sampel dan standar yang akan diuji. Selang aspirator berada pada bagian selang
yang berwarna oranye di bagian kanan burner. Sedangkan selang yang kiri,
merupakan selang untuk mengalirkan gas asetilen. Logam yang akan diuji
merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu
dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di dalam
larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi. Nilai eksitasi
dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang dihasilkan
berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna
api merah, maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling
biru, merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas, dengan
konsentrasi.
6. Buangan Pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah
pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar
sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena
bila hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat
pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk.
Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga
dilengkapi dengan lampu indicator. Bila lampu indicator menyala, menandakan
bahwa alat AAS atau api pada proses pengatomisasian menyala, dan sedang
berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan tersebut juga
berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak tersenggol kaki. Bila buangan
sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit,
agar tidak kering.
7. Unit Atomisasi
A. Atominasi nyala
Tujuan Atomisasi nyala : untuk mendapatkan atom-atom netral. Atomisasi
dapat dilakukan dengan nyala api (paling banyak digunakan) atau tanpa nyala.
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
46
Pemilihan pasangan fuel-oksidan sangat tergantung dari temperatur nyala yang
diperlukan untuk proses atomisasi, meskipun faktor-faktor yang mereduksi
pembentukan oksida logam juga penting. Juga diusahakan agar latar belakang
emisi dari nyala tidak mengganggu analisa.
Fungsi dari atomisasi nyala yaitu:
a. Mengubah zat yang diperiksa dari larutan atau bentuk padat menjadi bentuk gas
penguapan.
b. Mengubah molekul dalam bentuk uap menjadi atom atomisasi.
c. Pada FES untuk mengeksitasi uap atom/molekul sehingga menghasilkan radiasi
emisi.
d. Komponen-komponen dari gas-gas pembentuk nyala membatasi daerah analisa
pada panjang gelombang di luar daerah resapan atmosfer, yaitu pada panjang
gelombang di atas 210 nm.
Perbandingan dari bahan bakar dan oksidan juga menentukan suhu dan
komposisi nyala gas yang terjadi. Bila jumlah oksidan lebih banyak dari bahan
bakan maka nyala yang terjadi disebut oxidising flame dan bila sebaliknya disebut
reducing flame. Nyala jenis mana yang dipakai tergantung dari sifat unsur yang
diperiksa. Misalnya unsur-unsur yang cenderung utnuk membentuk oksida yang
stabil (Al,Si, Ti, dan Lantanida) diperlukan nyala dengan suhu tinggi dengan
lingkungan yang dapat mereduksi, misalnya nyala asetilendinitrogen monoksida.
B. Sistem Atomisasi Dengan Elektrothermal (Tungku)
Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat
mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti, sensitivitas, jumlah sampel dan
penyiapan sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu:
a. Tahap pengeringan atau penguapan larutan
b. Tahap pengabuan atau penghilangan senyawa-senyawa organik dan
c. Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalsis dengan menggunakan GFAAS adalah
sama dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan sistem nyala. Beberapa
unsur yang sama sekali tidak dapat dianalisis dengan GFAAS adalah tungsten, Hf,
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
47
Nd, Ho, La, Lu, Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr, hal ini disebabkan karena
unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit.
Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:
1. Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat.
2. Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarut sampel, biasanya setelah sampel
ditempatkan dalam tungku.
3. Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interferensi dapat terjadi pada
sampel dan standard.
8. Monokromator
Monokromator celah dan kisi difraksi.Kesulitan : monokromator tidak
dapat menghalangi radiasi nyala menuju detector. Radiasi nyala dan radiasi yang
diteruskan akan bergabung menuju detector.
9. Detektor
Fungsi : mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik.
Umum digunakan : tabung penggandaan foto ( PMT = Photo Multiplier Tube
Detector).
5.1.5 Keuntungan dan Kelemahan Metode AAS
Keuntungan metode AAS dibandingkan dengan spektrofotometer biasa
yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur
unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output
dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis
unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %).
Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana AAS tidak
mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca,
pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga
menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks
misalnya pelarut.
5.1.6. Jenis-Jenis Gangguan pada AAS
1. Gangguan Spektra
Gangguan spektra terjadi bila panjang gelombang (atomic line) dari unur
yang diperiksa berimpit dengan panjang gelombang dari atom atau molekul lain
yang terdapat dalam larutan yang diperiksa.
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
48
2. Gangguan Fisika
Sifat-sifat fisika dari larutan yang diperiksa akan menentukan intensitas
dari resapan atau emisi dari larutan zat yang diperiksa. Kekentalan mempengaruhi
laju penyemprotan ke dalam nyala dan ketegangan muka, bobot jenis, kekentalan
serta kecepatan gas menentukan besar butir tetesan. Oleh karena itu sifat-sifat
fisika dari zat yang diperiksa dan larutan pembanding harus sama. Efek ini dapat
diperbaiki dengan menggunakan pelarut organik di mana sensitivitas dapat
dinaikkan sampai 3 atau 5 kali bila dibandingkan dengan pelarut air. Ini
disebabkan karena pelarut organik mempercepat penyemprotan (kekentalannya
rendah), cepat menguap, mengurangi penurunan suhu nyala, menaikkan kondisi,
mereduksi nyala.
3. Gangguan Kimia
a.Bentuk uap
Gangguan kimia biasanya memperkecil populasi atom pada level energi
terendah. Telah disebutkan bahwa dalam nyala, atom dalam bentuk uap dapat
berkurang karena terbentuknya senyawa seperti oksida atau klorida, atau karena
terbentuknya ion.
b. Bentuk padat
Gangguan ini karena terbentuknya senyawa yang sukar menguap atau
sukar terdisosiasi dalam nyala. Hal ini terjadi pada nyala ketika pelarut menguap
meninggalkan partikel-partikel padat.
5.2. Uji Konduktivitas Listrik (Electrical Conductivity)
5.2.1. Pendahuluan
Tujuan dari uji konduktivitas listrik adalah mengetahui kemampuan bahan
bakar (Avtur) untuk menghilangkan (dissipate) muatan yang terbentuk selama
pumping dan filtering dikontrol dengan ukuran daya hantar listrik yang sangat
tergantung pada kandungan spesi ion (anion dan kation). Bila konduktivitas
sangat tinggi, penghilangan muatan cukup cepat untuk mencegah akumulasi dan
potensi bahaya yang terjadi dalam tangki penerima dapat dihindari.
Dalam pengujian konduktivitas listrik fuel terdapat dua metode yaitu,
metode pengukuran Portabel (Portable Meter Method) dan Metode Pengukuran
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
49
In-Line (Continuous In-Line Conductivity Monitor Method). Keduanya memiliki
peran pengukuran yang disesuaikan dengan tempat pengukuran. Untuk
pengukuran langsung di dalam tangki atau pengukuran laboratorium biasa
digunakan Metode Pengukuran Portabel. Sedangkan, Metode Pengukuran In-Line
biasa digunakan untuk mengetahui konduktivitas listrik di dalam sistem distribusi
bahan bakar.
5.2.2. Metode Pengukuran Portabel (Portable Meter Method)
Peralatan yang digunakan:
1. Peralatan pengukuran Konduktivitas dan Arus (Conductivity Cell And current-
Measuring Apparatus). Karena hidrokarbon memiliki konduktivitas yang jauh
lebih rendah dibandingkan larutan lainnya, maka diperlukan peralatan yang
kompatibel agar memberikan hasil respon pengukuran yang sesuai dengan besar
tegangan yang dikenakan.
2. Termometer (Thermometer). Digunakan untuk memastikan sampel yang akan
diuji berada pada range suhu yang sesuai dengan referensi.
3. Wadah sampel/ Tempat mengukur (Measuring Vessel). Wadah sampel lebih
efektif menggunakan wadah yang berbentuk silinder agar elektrode dapat ter-
cover dengan sampel dengan menyeluruh. Volume wadah yang dianjurkan lebih
dari 1 Liter.
Reagen dan Material:
Solvent Pembersih (Cleaning Solvents) menggunakkan Isopropil
Alkohol (IPA). Jika alat diindikasikan mengandung air, dapat dibersihkan dengan
menggunakan Toluen (terdiri dari campuran 50% Isopropil dan 50% Heptana).
Persiapan yang dilakukan:
Pengujian hendaknya dilakukan secara in situ atau pada titik sampel secara
langsung untuk menghindari perubahan keadaan sampel selama pengujian. Jika
cell berkontakan dengan air sedangkan pada saat itu peralatan dalam keadaan
menyala, maka secara cepat skala pengukuran akan terlihat. Apabila cell
berkontakan dengan air, hal itu dapat dibasuh dengan solvent pembersih (IPA)
dan dikeringkan dengan pengering. Dalam kondisi itu, proses kondensasi dapat
berlangsung yang menyebabkan abnormal pada keadaan titik nol, pengkalibrasian
dan pembacaan sampel. Hal ini dapat dihindari dengan menyimpan cell pada
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
50
temperatur 2 hingga 5
o
C lebihnya dari suhu sekitar pengujian. Volume sampel
yang disiapkan tidak kurang dari 1 L. Keadaan penyinaran matahari dapat dapat
mempengaruhi tingkat pembacaan konduktivitas listrik sampel (Metode D 4306).
Prosedur Pengujian:
Hasil Pengujian:
5.2.3. Metode Pengukuran Continuous In-Line (Continuous I n-Line
Measuring Method)
Peralatan yang digunakan:
Pengukuran terus-menerus digunakan ketika tepat untuk mengurangi
muatan statis sebelum aliran bahan bakar melewati saluran cell In-Line. Aliran
secara terus-menerus ke cell menghalangi kekurangan ion. Hal itu setara dengan
konduktivitas sisa yang menunjukkan pengukuran berkelanjutan.
Prosedur pengujian:
Mengguyur cell dengan aliran bahan bakar yang terkontrol dan terukur.
Kemudian membersihkan cell dan mengguyurnya selama beberapa menit.
Guyuran yang lama dianjurkan ketika melakukan kalibrasi alat. Kontrol aliran
disesuaikan dengan rekomendasi pabrikan.
Setelah dikalibrasi, kemudian menentukan skala instrumen secara
pendekatan untuk aliran fuel dan pengukuran konduktivitas bahan bakar secara
berkelanjutan. Kemudian mengukur suhu test cell (dengan menggunakan
termometer) yang merupakan suhu bahan bakar dalam sistem.
Hasil pengujian:
Hasil pengukuran konduktivitas listrik bahan bakar yang diukur
merupakan hasil yang didapatkan ketika melakukan pengukuran (Lihat Catatan
A1.1). Ketika penunjuk skala pengukuran menunjukkan hasil berosilasi selama
pengukuran, maka dianjurkan untuk mengganti baterai instrumen.
Laporan Praktek Kerja Lapangan
Pusdiklat Migas Cepu 2014
Jurusan Fisika
Universitas Negeri Malang
51
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Dari semua metode analisa yang telah dilakukan untuk mengetahui
sifat fisika, sifat kimia, dan kualitas dari Pertasol CA yang terkontaminasi
Pertasol CB, dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Pengaruh kontaminan Pertasol CB terhadap kualitas Pertasol CA dari
parameter uji yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Pertasol CA
yang terkontaminasi Pertasol CB kualitasnya sudah tidak bagus lagi
karena densitas maupun FBP yang dihasilkan sudah tidak memenuhi
spesifikasi yang sudah ditetapkan. Sehingga Pertasol CA yang sudah
terkontaminasi Pertasol CB tidak layak untuk di perjual belikan.
2. Pertasol CA yang terkontaminasi Pertasol CB sudah tidak memenuhi
spesifikasi Pertasol CA yang telah ditentukan karena dalam parameter
uji Density at 15
o
C, dan FBP tidak memenuhi spesifikasi meskipun
dalam Uji Colour Saybolt, Aromatic Content, dan Doctor Test masih
memenuhi spesifikasi. Sementara produk Pertasol CA murni dengan
semua parameter pengujian hasilnya telah memenuhi spesifikasi yang
telah ditentukan.
6.1.2. Saran
Saran yang dapat kami berikan untuk Pusdiklat Migas Cepu :
1. Kedisiplinan dan efisiensi kerja yang selam ini telah dilaksanakan agar
tetap dijaga dan terus berusaha ditingkatkan semaksimal mungkin.
2. Pemeliharaan dan perawatan hendaknya dilakukan secara berkala
terhadap seluruh peralatan yang ada di unit laboratorium, khususnya di
Laboratorium Penguji Hasil Produk Kilang
3. Penyediaan alat seperti pipet tetes, pipet volume, pengaduk gelas dan
bola hisap seharusnya ditambah untuk mempermudah praktikan dalam
melakukan analisis.