You are on page 1of 12

Permintaan konsumen di bidang produksi pangan berubah.

Konsumen lebih percaya


bahwa pangan secara langsung berkontribusi pada kesehatan mereka. Saat ini pangan tidak
hanya dimaksudkan untuk mengatasi rasa lapar dan menyediakan nutrisi yang penting bagi
manusia, tetapi juga mencegah nutrisi yang berkaitan penyakit dan meningkatkan kesehatan
fisik maupun mental. Dalam hal ini pangan fungsional memegang peranan penting.
Meningkatkan permintaan akan pangan fungsional dapat dijelaskan dengan meningkatnya
biaya kesehatan, peningkatan harapan hidup dan keinginan dari orang tua untuk meningkatkan
kualitas hidupnya dimasa mendatang.
Pengembangan dari pangan fungsional baru menjadi lebih menantang karena harus
memenuhi ekspektasi konsumen atas produk yang secara bersamaan memiliki rasa enak dan
sehat. Pengembangan pangan fungsional baru merupakan proses yang membutuhkan biaya
mahal. Pengembangan ini membutuhkan ilmu pengetahuan yang detail atas produk dan
konsumen, di mana ilmu pemasaran kualitatif maupun kuantitatif harus dilakukan sebelum
memperkenalkan produkke pasar. Kesuksesan dari pengembangan pangan fungsional secara
komersial bergantung pada rasa, penampilan, harga, dan klaim kesehatan bagi konsumen.
Industri pangan mempertimbangkan banyak variabel dalam merekayasa ulang produk
fungsional, seperti penerimaan sensoris, stabilitas, harga, dan sifat kimia. Variasi metode
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi terhadap pangan fungsional.
Tujuan dari review jurnal ini adalah memberi gambaran mengenai teknologi yang
digunakan untuk mengembangkan pangan fungsional. Teknologi yang digunakan
diklasifikasikan dalam tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri dari teknologi tradisional
yang digunakan dalam pengolahan makanan, yaitu formulasi dan pencampuran, serta budidaya
dan pengembangbiakan. Kelompok kedua didasari oleh teknologi yang mencoba membentuk
struktur untuk mencegah kerusakan senyawa fisiologis aktif, mikroenkapsulasi, edible film dan
coating, serta vakum impregnasi. teknologi terbaru. Kelompok ketiga terdiri dari teknologi
terbaru bertujuan untuk merancang personalized functional food.
A. Adaptasi dari teknologi tradisional yang umum digunakan dalam
pengolahanpangan
a. Formulasi dan pencampuran
Teknologi ini tergolong mudah, murah, dan telah digunakan secara luas
dalam pengolahan pangan. Telah sukses mengontrol kekurangan vitamin A dan D,
beberapa vitamin B (thiamin, riboflavin, dan niasin), iodine, dan zat besi.
Fortifikasi terhadap produk sereal dengan thiamin, riboflavin, dan niasin telah
umum dilakukan. Selain itu produk margarine yang difortifikasi dengan vitamin
A, susu dengan vitamin D serta diperkaya dengan fitosterol digunakan bagi pasien
yang memiliki resiko tinggi terhadap kardiovaskuler.
b. Teknik budidaya dan pengembangbiakan
Pertanian dan peternakan menyediakan sumber nutrisi utama yang
dibutuhkan oleh manusia. Ada konsensus umum antar ahli gizi bahwa cara terbaik
untuk mengatasi kekurangan mikronutrien adalah melalui diversifikasi dalam diet
untuk memasukkan sayuran , buah-buahan, daging dan ikan. Namun hal ini tidak
selalu mungkin dapat dilakukan.Tetapi bioteknologi memberikan alternatif yang
berguna dalam peningkatan produk pangan dengan menggunakan alat molekular
biologi dan pengembangan bibit genetik yang dimodifikasi mampu mmodifikasi
komponen makanan. Sebagai contoh, tanaman padi Golden Rice 2 mengandung
37 mikrogram/gram dari total karotenoid.
Pengembangbiakan hewan juga menawarkan kemungkinan peningkatan
produk pangan. Sebagai contoh, susu modifikasi disarankan untuk meningkatkan
kualitas nutrisi dari susu dan pengolahanannya menjadi produk susu.
B. Teknologi khusus untuk pembuatan makanan fungsional dalam mencegah
penurunan senyawa fisiologis aktif
i. Mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi didasarkan pada efek menanamkan matriks polimer,
yang menciptakan sebuah lingkungan mikro dalam kapsul sehingga mampu
mengendalikan interaksi antara bagian internal dan eksternal. Sistem enkapsulasi
mampu melindungi komponen bioaktif dari degradasi kimia (seperti oksidasi atau
hidrolisis) untuk menjamin komponen bioaktif dapat berfungsi secara keseluruhan
selama proses, penyimpanan, dan transportasi. Beberapa biopolimer, seperti pati ,
hydrocolloids, protein whey, gelatin, dan maltodekstrin telah diuji sebagai bahan
encapsulasi dengan spray drying.Molekul bioaktif makanan yang umum
digunakan untuk enkapsulasi di industri adalah lipid, protein, dan karbohidrat.
Molekul tersebut tidak dapat dengan mudah larut dalam produk makanan karena
kelarutannya rendah dalam air dan asam lemak ganda tak jenuh, yangsangat
rentan terhadap oksidasi , dan sekarang diterapkan secara luasdalam produk bubuk
dengan proses enkapsulasiyang membentuk sebuah penghalang untuk oksigen.
Salah satu penerapan teknologi khusus untuk menghasilkan functional
food yang mencegah penurunan mutu dari senyawa fisiologis aktif bisa dilakukan
dengan mikroenkapsulasi fenolik dari kulit buah delima. Buah delima (Punica
granatum L.) merupakan buah yang mengandung zat antioksidan, anti-hipertensif,
dan anti-kanker. Aktivitas antimikrobial dari ekstrak kulit delima telah dibuktikan
dapat membunuh Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Escherichia
coli, dan Yersinia enterocolitica. Ekstrak hidro alkoholik dari kulit delima
menunjukkan aktivitas anti-diabetik melalui pengurangan tingkatan gula darah.
Selain itu, fenolik dalam kulitnya dapat digunakan sebagai bahan-bahan bioaktif
serbaguna.
Teknologi mikroenkapsulasi ini biasanya diterapkan pada industri
makanan, contohnya pada produk ice cream dan dairy products lainnya. Ice cream
kaya akan makronutrien seperti karbohidrat, lemak, protein dan beberapa
mikronutrien seperti vitamin A, D, E, kalsium, dan mineral. Tetapi ice cream
rendah di kandungan antioksidan alami seperti vitamin C, warna, dan fenolik.
Oleh karena itu, dilakukan mikroenkapsulasi dari fenolik kulit delima dan
penerapannya pada pembuatan ice cream. Tujuan dari penerapan ini adalah :
a. Untuk mengoptimalkan pengembangan metode spray drying dalam
mikroenkapsulasi dari fenolik kulit delima.
b. Untuk mengevaluasi pengaruh dari kondisi penyimpanan fenolik yang
dimikroenkapsulasi.
c. Untuk memperkaya ice cream biasa dengan fenolik yang
dimikroenkapsulasi sebagai sebuah contoh model untuk mengevaluasi
biaktivitas fenolik in vitro.
Bahan-bahan yang digunakan dan tahapan proses yang dilakukan dalam
mikroenkapsulasi fenolik kulit delima pada ice cream adalah sebagai berikut :
1. Bahan-bahan dan bahan kimia
Bahan utamanya berupa kulit delima, kulit ini dikeringkan secara
alami tanpa bantuan cahaya matahari pada suhu ruanagan selama 5 hari.
Digunakan empat tipe maltodextrins, yaitu Maldex G150 (DE14e17),
Maldex 19 (DE 18e20), dan dua maltodextrins lain yang mengandung DE
13e17 dan 16.5e19.5.
2. Ekstraksi fenolik
Fenolik dari kulit delima diekstraksi menggunakan air pada suhu
100C selama 5 menit. Dua ratus gram kulit yang dikeringkan dengan
sempurna diletakkan dalam gelas beker. Kemudian ditambahkan 1 L air
mendidih yang didistilasi. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi, lalu
supernatan yang dihasilkan dikumpulkan dan disimpan pada suhu 4C
sampai pada saat akan digunakan.
3. Mikroenkapsulasi fenolik kulit delima
a. Persiapan dari infeed solutions
Jumlah kandungan fenolik (TPC) dari ekstraksi 2950 244 mg/100
mL dan biasanya untuk 2000 mg/100 mL dengan menambah air.
Maltodextrins ditambah kedalam ekstrak fenolik dengan pencampuran
terus-menerus pada 10.000 rpm menggunakan Ultra-Turrax homogenizer
selama 10 menit. Setiap percobaan spray drying dilakukan menggunakan
200 mL bagian dari pencampuran (n=3). Ekstrak juga dipersiapkan tanpa
penambahan maltodextrins hanya untuk mendapatkan bubuk fenolik (n=3).
b. Mikroenkapsulasi dengan spray drying
Alat yang digunakan adalah laboratory scale spray dryer dengan
chamber berdiameter 16,5 cm dan panjangnya 60 cm. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pada proses ini yaitu temperatur udara inlet, rasio bahan
(fenolik/maltodextrins), dan tipe maltodextrins.
4. Analisis mikrokapsulasi
a. Yield dan efficiency mikroenkapsulasi
Mikroenkapsulasi Yield Y, dan mikroenkapsulasi efficiency E, dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Y(%) =


x100

E(%) = (1-


) x 100
b. Analisis warna
Warna dari sampel diukur berdasarkan nilai CIE L
*
, a
*
, b
*
menggunakan
kolorimeter.
c. Total kandungan fenolik
Total kandungan fenolik(TPC) dari ekstrak kulit delima dan
mikrokapsul dapat ditentukan dengan metode berikut, lima gallic acid (20-
100 mg/L) dengan konsentrasi yang berbeda digunakan untuk membuat
regresi linier (R
2
= 0.998). Hasil akhirnya yaitu dirumuskan sebagai mg
gallic acid sama dengan (GAE) per g bahan kering. Penentuan fenolik pada
mikrokapsul juga ditentukan dengan cara yang sama.
d. Analisis UPLC fenolik
Ekstrak kandungan fenolik ditentukan dengan metode Ultra
Performance Liquid Chromatography (UPLC) menggunakan alat Shimadu
Prominence UPLC sistem CBM-20A communication bus module, dua LC-
20ADXR pumps, SIL-20ACXR auto-sampler, DGU-20A5 degasser, CTO-
20AS VP column oven, dan SPD-M20A photodiode array detector (DAD).
Ekstrak fenolik ditentukan dengan membandingkan waktu penyimpanan,
UV-vis, referensi kandungan ekstra spectra dan spiking. Konsentrasi
punicalagin dan ellagic acid dihitung menggunakan kurva kalibrasi.
e. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Morfologi dari mikrokapsul dipelajari menggunakan scanning ellectron
microscopy pada 20 kV dengan nilai perbesaran 3000-5000.
5. Kestabilan penyimpanan
Mikrokapsul disimpan pada suhu 4C di light protected desiccators
yang terdapat silika gelnya selama 3 bulan. Mikrokapsul dianalisis pada
hari 1, 15, 30, 60, dan 90 selama penyimpanan.
6. Memperkaya sampel ice cream dengan mikroenkapsulasi fenolik dan
analisis dari sampel
Bahan ice cream yang digunakan adalah low fat Turkishice cream.
Sampel ice cream diperkaya dengan fenolik mikroenkapsulasi 0,5 dan 1%
(w/w) pada bahan kering. Dengan tujuan, sampel ice cream mengandung 0;
0,05; dan 1% fenolik, bahan yang pelu dipersiapkan menggunakan susu,
susu skim bubuk, sukrosa, cream, salep, maltodextrins, dan fenolik
mikroenkapsulasi.
a. Ekstraksi fenolik di sampel ice cream
Sepuluh gram dari sampel ice cream diekstraksi dengan 100 mL aseton
untuk 1 jam pada suhu 40C menggunakan shaking water bath.
b. Aktivitas antioksidan dan inhibitor alpha glucosidaseice cream
Aktivitas antioksidan sampel sebagai nilai EC
50
ditentukan dengan
metode spektofotometrik menggunakan radikal DPPH. Aktivitas inhibitor
alpha glucosidase dari ekstrak ice cream dapat ditentukan dengan metode
enzimatis.
7. Analisis sensori
Uji A 9-point scale acceptance digunakan untuk menentukan
penerimaan dari sampel ice cream. Dalam pengujian digunakan panelis
tidak terlatih dari konsumen berjumlah 60 panelis dengan kisaran usia 19-
46 tahun.
8. Analisis secara statistik
Dalam analisis statistik digunkan ANOVA, Turkeys HSD test, dan SPSS
17.0.1.
Kulit buah delima merupakan sumber yang kaya akan fenolik. Senyawa
fenolik yang terkandung dalam kulit buah ini yaitu punicalagins. Dari hasil
penelitian, fenolik kulit delima yang dimikroenkapsulasi cocok sebagai komposisi
untuk menambah functional properties, tepatnya untuk antioksidan dan aktivitas
inhibitor alpha glucosidase dalam ice cream. Lebih dari 75% panelis menerima
penambahan fenolik pada ice cream.
ii. Edible film dan coating
Setiap jenis material yang digunakan untuk melapisi bahan makanan
sebagai upaya memperpanjang daya tahan produk yang dapat dimakan bersama
makanan dengan atau tanpa menghilangkan material tersebut disebut sebagai
edible film atau coating. Teknik ini diaplikasikan pada banyak produk untuk
mengontrol kelembaban, pertukaran gas, atau proses oksidasi. Keunggulan utama
dalam penggunaan edible film dan coating adalah beberapa bahan komposisi
aktifnya yang dapat digabungkan dalam matriks polimer dan dapat dikonsumsi
bersama dengan makanan sehingga meningkatkan keamanan bahkan atribut
sensorik dan nutrisi dari produk.
Edible film dapat dibentuk melalui dua proses utama, yaitu proses basah
di mana biopolimer tersebar atau dilarutkan dalam film forming solution, diikuti
dengan penguapan dari pelarut, dan proses kering yang bergantung pada perilaku
termoplastik dari beberapa protein dan polisakarida pada tingkat kelembaban
rendah dalam compression molding dan ekstrusi. Salah satu keuntungan utama
menggunakan edible film dan coating adalah memiliki potensi yang tinggi untuk
membawa bahan aktif seperti anti browning agent, pewarna, rasa, nutrisi, rempah-
rempah, dan senyawa anti mikroba yang dapat memperpanjang daya tahan
produk, dan mengurangi risiko pertumbuhan patogen pada permukaan makanan.
Generasi baru dari edible coating masih dalam pengembangan, tujuan
pengembangan adalah untuk memungkinkan penggabungan dan atau pelepasan
komponen aktif dengan menggunakan teknologi nano seperti nanoencapsulation
dan sistem multilayer. Saat ini, teknologi nano digunakan dalam peningkatan
aspek nutrisi pada makanan dengan penambahan nanoscale additive dan nutrien
melalui sistem delivery nanosized untuk komponen bioaktif. Mikro dan
nanoencapsulasi dari komponen aktif dengan edible coating dapat membantu
mengendalikan pelepasan di bawah kondisi yag spesifik, sehingga dapat menjaga
dari kelembaban, panas maupun kondisi ekstrim lain dan meningkatkan stabilitas
dan viabilitas. Proses pelapisan (coating) makanan dengan nanolaminate terdiri
dari pencelupan produk ke dalam rangkaian larutan berisi substansi yang akan
terserap ke dalam permukaan makanan maupun dengan penyemprotan substansi
pada permukaan makanan. Pelapisan (coating) nanolaminate terdiri dari bahan
bahan food-grade (protein, polisakarida, lipid) dan dapat termasuk bermacam
macam agen fungsional seperti antimikrobial, agen antibrowning, antioksidan,
enzim, flavouring, dan pewarna. Beberapa peneliti telah berusaha untuk
menggabungkan mineral, vitamin, dan asam lemak ke dalam formulasi edible film
dan coating untuk meningkatkan nilai gizi dari beberapa buah-buahan dan
sayuran.
iii. Vaccum impregnation
Meningkatnya ketertarikan masyarakat terhadap manfaat pangan
menyebabkan pengembangan signifikan terhadap nutraceuticals dan fungsional
pangan dalam industri pangan. Contohnya fructooligosaccharides yang memiliki
manfaat kesehatan seperti aktivasi sistem imun, resisten infeksi, sintetis vitamin,
pencegahan kanker dan mengurangi kolestrol. Vacuum impregnation (VI) telah
dianggap sebagai alat atau metoda untuk memperoleh larutan yang diinginkan
untuk meningkatkan fungsi porositas buah dan sayuran. Porositas mengambarkan
persentase dari total ruang yang tersedia untuk ditempati oleh suatu cairan atau
gas. Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume total pori-
pori bahan dengan volume total bahan per satuan volume tertentu.
Vacuum impregnation adalah suatu teknik yang memungkinkan
beberapa komponen kimia atau bahan pangan dalam fase kekosongan dengan
perendaman pada zat terlarut tertentu dan penyimpanan dengan tekanan tertentu.
Manfaat VI adalah mempertahankan warna, memperoleh tekstur yang diinginkan,
mengurangi tingkat oksidasi dan memperkuat kandungan nutrisi bahan seperti
kalsium dan probiotik. Efektivitas VI dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
aliran fluida eksternal, variabel operasi .dan mikrostruktur pangan.
Proses ini menggunakan vacuum pressure dalam sebuah sistem dimana
banyak sekali fenomena yang terjadi yang disebabkan beberapa variabel dan
dikelompokkan menjadi variable internal dan eksternal makanan. Variabel
eksternal yaitu tekanan adalah penentu utama karena akan menghasilkan daya atau
kekuatan sedangkan variable internal tergantung pada karakteristik bahan yaitu
sifat porosity bahan. Berikut adalah table nilai fraksi porosity beberapa bahan
pangan.
Tabel 1. Nilai Fraksi Porosity Beberapa Bahan Pangan.

Proses dilakukan dengan dua tahap yaitu menerapkan tekanan vakum (
P1 ) ke tangki yang berisi produk dan direndam dalam larutan untuk waktu ( t1 )
dan kemudian mengembalikan tekanan untuk tekanan atmosfer ( P2 ) sementara
produk tetap direndam selama waktu ( t2 ). Pada tahap awal, gas dan cairan bahan
dalam kapiler dikeluarkan dan pori-pori bahan diperluas. Selama tahap kedua
karena gradien peresapan pori-pori dan larutan eksternal telah terjadi maka kapiler
relaxed. VI dapat memasukkan zat terlarut atau terdispersi berguna langsung ke
dalam struktur berpori dari matriks makanan. Selain itu dapat meningkatkan laju
perpindahan massa sebagai akibat dari jalur difusi lebih pendek setelah langkah
impregnasi dalam proses operasi padat-cair seperti pengasinan daging, dehidrasi
osmotik buah-buahan , ekstraksi minyak pelarut cair dan penggabungan pengawet
atau aditif untuk makanan . VI memiliki aplikasi luas dalam buah dan sayuran
pengolahan dan memberikan banyak keuntungan.

Gambar 1. Skema Mesin Vacuum Chamber untuk Vacuum Impregnation

C. Teknologi terbaru bertujuan untuk merancang personalized functional food:
nutrigenomics
Nutrigenomik (kadang-kadang disebut genomik gizi)mempertimbangkan
interaksi antara makanan atau suplemen makanan dan genom individu, dan berakibat
pada fenotipe mereka. Saran diet yang tepat untuk satu individu mungkin tidak sesuai
atau berbahaya bagi yang lain.Fenech et al. (2005)melakukan studi yang
menggambarkandampak yang kuat dari sembilan mikronutrien dan interaksi
merekapada kerusakan genom tergantung pada tingkat asupan.Mikronutrien adalah
vitamin E, kalsium, folat, retinol,asam nikotin, B-karoten, riboflavin, asam pantotenat,
danbiotin.Ada beberapa isu yang perlu ditangani sebelum pendekatan genombisa
menjadi metode yang dapat diterima untuk panduan dalam pengembangan
makananatau rekomendasi gizi .

Sumber :
Betoret, E., Betoret, N., and Fito, P. 2011. Functional foods development : Trends and Technologies.
Trends inFood Science and Technology, 22 (2011) 498-508.
Bourtoom,T. 2008. Edible Film and Coating: Characteristics and Properties. International Food
Research Journal 15 (3): (2008).
Fatma, Erdogan., Cam, Mustafa., and Icyer, Necattin Cihat. 2013. Promegranate peel phenolics:
Microencapsulation, storage stability, and potential ingredient for functional food development.
Food Science and Technology, 55 (2014) 117-123.
Ursachi, Claudiu., Segal, Rodica., and Claudia, Muresan. 2009. Vacuum Impregnation Preteatment of
Fresh Cut Vegetable. ACTA Technica Corviniensis, 11 (2009) 17-20.

TUGAS GIZI INDUSTRI
FUNCTIONAL FOODS DEVELOPMENT : TRENDS AND TECHNOLOGIES






Disusun Oleh :
Astrid Romanna Silaen (10/299983/TP/09746)
Febria Setiana (10/300106/TP/09769)
Helnina Desi (10/300402/TP/09813)
Dewi Widowati (10/302713/TP/09901)


JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

You might also like