Pengembangan dari pangan fungsional baru menjadi lebih menantang karena harus memenuhi ekspektasi konsumen atas produk yang secara bersamaan memiliki rasa enak dan sehat. Pengembangan pangan fungsional baru merupakan proses yang membutuhkan biaya mahal. Pengembangan ini membutuhkan ilmu pengetahuan yang detail atas produk dan konsumen, di mana ilmu pemasaran kualitatif maupun kuantitatif harus dilakukan sebelum memperkenalkan produkke pasar. Kesuksesan dari pengembangan pangan fungsional secara komersial bergantung pada rasa, penampilan, harga, dan klaim kesehatan bagi konsumen. Industri pangan mempertimbangkan banyak variabel dalam merekayasa ulang produk fungsional, seperti penerimaan sensoris, stabilitas, harga, dan sifat kimia. Variasi metode dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi terhadap pangan fungsional.
Pengembangan dari pangan fungsional baru menjadi lebih menantang karena harus memenuhi ekspektasi konsumen atas produk yang secara bersamaan memiliki rasa enak dan sehat. Pengembangan pangan fungsional baru merupakan proses yang membutuhkan biaya mahal. Pengembangan ini membutuhkan ilmu pengetahuan yang detail atas produk dan konsumen, di mana ilmu pemasaran kualitatif maupun kuantitatif harus dilakukan sebelum memperkenalkan produkke pasar. Kesuksesan dari pengembangan pangan fungsional secara komersial bergantung pada rasa, penampilan, harga, dan klaim kesehatan bagi konsumen. Industri pangan mempertimbangkan banyak variabel dalam merekayasa ulang produk fungsional, seperti penerimaan sensoris, stabilitas, harga, dan sifat kimia. Variasi metode dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi terhadap pangan fungsional.
Pengembangan dari pangan fungsional baru menjadi lebih menantang karena harus memenuhi ekspektasi konsumen atas produk yang secara bersamaan memiliki rasa enak dan sehat. Pengembangan pangan fungsional baru merupakan proses yang membutuhkan biaya mahal. Pengembangan ini membutuhkan ilmu pengetahuan yang detail atas produk dan konsumen, di mana ilmu pemasaran kualitatif maupun kuantitatif harus dilakukan sebelum memperkenalkan produkke pasar. Kesuksesan dari pengembangan pangan fungsional secara komersial bergantung pada rasa, penampilan, harga, dan klaim kesehatan bagi konsumen. Industri pangan mempertimbangkan banyak variabel dalam merekayasa ulang produk fungsional, seperti penerimaan sensoris, stabilitas, harga, dan sifat kimia. Variasi metode dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi terhadap pangan fungsional.
Permintaan konsumen di bidang produksi pangan berubah.
Konsumen lebih percaya
bahwa pangan secara langsung berkontribusi pada kesehatan mereka. Saat ini pangan tidak hanya dimaksudkan untuk mengatasi rasa lapar dan menyediakan nutrisi yang penting bagi manusia, tetapi juga mencegah nutrisi yang berkaitan penyakit dan meningkatkan kesehatan fisik maupun mental. Dalam hal ini pangan fungsional memegang peranan penting. Meningkatkan permintaan akan pangan fungsional dapat dijelaskan dengan meningkatnya biaya kesehatan, peningkatan harapan hidup dan keinginan dari orang tua untuk meningkatkan kualitas hidupnya dimasa mendatang. Pengembangan dari pangan fungsional baru menjadi lebih menantang karena harus memenuhi ekspektasi konsumen atas produk yang secara bersamaan memiliki rasa enak dan sehat. Pengembangan pangan fungsional baru merupakan proses yang membutuhkan biaya mahal. Pengembangan ini membutuhkan ilmu pengetahuan yang detail atas produk dan konsumen, di mana ilmu pemasaran kualitatif maupun kuantitatif harus dilakukan sebelum memperkenalkan produkke pasar. Kesuksesan dari pengembangan pangan fungsional secara komersial bergantung pada rasa, penampilan, harga, dan klaim kesehatan bagi konsumen. Industri pangan mempertimbangkan banyak variabel dalam merekayasa ulang produk fungsional, seperti penerimaan sensoris, stabilitas, harga, dan sifat kimia. Variasi metode dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi terhadap pangan fungsional. Tujuan dari review jurnal ini adalah memberi gambaran mengenai teknologi yang digunakan untuk mengembangkan pangan fungsional. Teknologi yang digunakan diklasifikasikan dalam tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri dari teknologi tradisional yang digunakan dalam pengolahan makanan, yaitu formulasi dan pencampuran, serta budidaya dan pengembangbiakan. Kelompok kedua didasari oleh teknologi yang mencoba membentuk struktur untuk mencegah kerusakan senyawa fisiologis aktif, mikroenkapsulasi, edible film dan coating, serta vakum impregnasi. teknologi terbaru. Kelompok ketiga terdiri dari teknologi terbaru bertujuan untuk merancang personalized functional food. A. Adaptasi dari teknologi tradisional yang umum digunakan dalam pengolahanpangan a. Formulasi dan pencampuran Teknologi ini tergolong mudah, murah, dan telah digunakan secara luas dalam pengolahan pangan. Telah sukses mengontrol kekurangan vitamin A dan D, beberapa vitamin B (thiamin, riboflavin, dan niasin), iodine, dan zat besi. Fortifikasi terhadap produk sereal dengan thiamin, riboflavin, dan niasin telah umum dilakukan. Selain itu produk margarine yang difortifikasi dengan vitamin A, susu dengan vitamin D serta diperkaya dengan fitosterol digunakan bagi pasien yang memiliki resiko tinggi terhadap kardiovaskuler. b. Teknik budidaya dan pengembangbiakan Pertanian dan peternakan menyediakan sumber nutrisi utama yang dibutuhkan oleh manusia. Ada konsensus umum antar ahli gizi bahwa cara terbaik untuk mengatasi kekurangan mikronutrien adalah melalui diversifikasi dalam diet untuk memasukkan sayuran , buah-buahan, daging dan ikan. Namun hal ini tidak selalu mungkin dapat dilakukan.Tetapi bioteknologi memberikan alternatif yang berguna dalam peningkatan produk pangan dengan menggunakan alat molekular biologi dan pengembangan bibit genetik yang dimodifikasi mampu mmodifikasi komponen makanan. Sebagai contoh, tanaman padi Golden Rice 2 mengandung 37 mikrogram/gram dari total karotenoid. Pengembangbiakan hewan juga menawarkan kemungkinan peningkatan produk pangan. Sebagai contoh, susu modifikasi disarankan untuk meningkatkan kualitas nutrisi dari susu dan pengolahanannya menjadi produk susu. B. Teknologi khusus untuk pembuatan makanan fungsional dalam mencegah penurunan senyawa fisiologis aktif i. Mikroenkapsulasi Mikroenkapsulasi didasarkan pada efek menanamkan matriks polimer, yang menciptakan sebuah lingkungan mikro dalam kapsul sehingga mampu mengendalikan interaksi antara bagian internal dan eksternal. Sistem enkapsulasi mampu melindungi komponen bioaktif dari degradasi kimia (seperti oksidasi atau hidrolisis) untuk menjamin komponen bioaktif dapat berfungsi secara keseluruhan selama proses, penyimpanan, dan transportasi. Beberapa biopolimer, seperti pati , hydrocolloids, protein whey, gelatin, dan maltodekstrin telah diuji sebagai bahan encapsulasi dengan spray drying.Molekul bioaktif makanan yang umum digunakan untuk enkapsulasi di industri adalah lipid, protein, dan karbohidrat. Molekul tersebut tidak dapat dengan mudah larut dalam produk makanan karena kelarutannya rendah dalam air dan asam lemak ganda tak jenuh, yangsangat rentan terhadap oksidasi , dan sekarang diterapkan secara luasdalam produk bubuk dengan proses enkapsulasiyang membentuk sebuah penghalang untuk oksigen. Salah satu penerapan teknologi khusus untuk menghasilkan functional food yang mencegah penurunan mutu dari senyawa fisiologis aktif bisa dilakukan dengan mikroenkapsulasi fenolik dari kulit buah delima. Buah delima (Punica granatum L.) merupakan buah yang mengandung zat antioksidan, anti-hipertensif, dan anti-kanker. Aktivitas antimikrobial dari ekstrak kulit delima telah dibuktikan dapat membunuh Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Escherichia coli, dan Yersinia enterocolitica. Ekstrak hidro alkoholik dari kulit delima menunjukkan aktivitas anti-diabetik melalui pengurangan tingkatan gula darah. Selain itu, fenolik dalam kulitnya dapat digunakan sebagai bahan-bahan bioaktif serbaguna. Teknologi mikroenkapsulasi ini biasanya diterapkan pada industri makanan, contohnya pada produk ice cream dan dairy products lainnya. Ice cream kaya akan makronutrien seperti karbohidrat, lemak, protein dan beberapa mikronutrien seperti vitamin A, D, E, kalsium, dan mineral. Tetapi ice cream rendah di kandungan antioksidan alami seperti vitamin C, warna, dan fenolik. Oleh karena itu, dilakukan mikroenkapsulasi dari fenolik kulit delima dan penerapannya pada pembuatan ice cream. Tujuan dari penerapan ini adalah : a. Untuk mengoptimalkan pengembangan metode spray drying dalam mikroenkapsulasi dari fenolik kulit delima. b. Untuk mengevaluasi pengaruh dari kondisi penyimpanan fenolik yang dimikroenkapsulasi. c. Untuk memperkaya ice cream biasa dengan fenolik yang dimikroenkapsulasi sebagai sebuah contoh model untuk mengevaluasi biaktivitas fenolik in vitro. Bahan-bahan yang digunakan dan tahapan proses yang dilakukan dalam mikroenkapsulasi fenolik kulit delima pada ice cream adalah sebagai berikut : 1. Bahan-bahan dan bahan kimia Bahan utamanya berupa kulit delima, kulit ini dikeringkan secara alami tanpa bantuan cahaya matahari pada suhu ruanagan selama 5 hari. Digunakan empat tipe maltodextrins, yaitu Maldex G150 (DE14e17), Maldex 19 (DE 18e20), dan dua maltodextrins lain yang mengandung DE 13e17 dan 16.5e19.5. 2. Ekstraksi fenolik Fenolik dari kulit delima diekstraksi menggunakan air pada suhu 100C selama 5 menit. Dua ratus gram kulit yang dikeringkan dengan sempurna diletakkan dalam gelas beker. Kemudian ditambahkan 1 L air mendidih yang didistilasi. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi, lalu supernatan yang dihasilkan dikumpulkan dan disimpan pada suhu 4C sampai pada saat akan digunakan. 3. Mikroenkapsulasi fenolik kulit delima a. Persiapan dari infeed solutions Jumlah kandungan fenolik (TPC) dari ekstraksi 2950 244 mg/100 mL dan biasanya untuk 2000 mg/100 mL dengan menambah air. Maltodextrins ditambah kedalam ekstrak fenolik dengan pencampuran terus-menerus pada 10.000 rpm menggunakan Ultra-Turrax homogenizer selama 10 menit. Setiap percobaan spray drying dilakukan menggunakan 200 mL bagian dari pencampuran (n=3). Ekstrak juga dipersiapkan tanpa penambahan maltodextrins hanya untuk mendapatkan bubuk fenolik (n=3). b. Mikroenkapsulasi dengan spray drying Alat yang digunakan adalah laboratory scale spray dryer dengan chamber berdiameter 16,5 cm dan panjangnya 60 cm. Faktor-faktor yang mempengaruhi pada proses ini yaitu temperatur udara inlet, rasio bahan (fenolik/maltodextrins), dan tipe maltodextrins. 4. Analisis mikrokapsulasi a. Yield dan efficiency mikroenkapsulasi Mikroenkapsulasi Yield Y, dan mikroenkapsulasi efficiency E, dapat dirumuskan sebagai berikut : Y(%) =
x100
E(%) = (1-
) x 100 b. Analisis warna Warna dari sampel diukur berdasarkan nilai CIE L * , a * , b * menggunakan kolorimeter. c. Total kandungan fenolik Total kandungan fenolik(TPC) dari ekstrak kulit delima dan mikrokapsul dapat ditentukan dengan metode berikut, lima gallic acid (20- 100 mg/L) dengan konsentrasi yang berbeda digunakan untuk membuat regresi linier (R 2 = 0.998). Hasil akhirnya yaitu dirumuskan sebagai mg gallic acid sama dengan (GAE) per g bahan kering. Penentuan fenolik pada mikrokapsul juga ditentukan dengan cara yang sama. d. Analisis UPLC fenolik Ekstrak kandungan fenolik ditentukan dengan metode Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC) menggunakan alat Shimadu Prominence UPLC sistem CBM-20A communication bus module, dua LC- 20ADXR pumps, SIL-20ACXR auto-sampler, DGU-20A5 degasser, CTO- 20AS VP column oven, dan SPD-M20A photodiode array detector (DAD). Ekstrak fenolik ditentukan dengan membandingkan waktu penyimpanan, UV-vis, referensi kandungan ekstra spectra dan spiking. Konsentrasi punicalagin dan ellagic acid dihitung menggunakan kurva kalibrasi. e. Scanning Electron Microscopy (SEM) Morfologi dari mikrokapsul dipelajari menggunakan scanning ellectron microscopy pada 20 kV dengan nilai perbesaran 3000-5000. 5. Kestabilan penyimpanan Mikrokapsul disimpan pada suhu 4C di light protected desiccators yang terdapat silika gelnya selama 3 bulan. Mikrokapsul dianalisis pada hari 1, 15, 30, 60, dan 90 selama penyimpanan. 6. Memperkaya sampel ice cream dengan mikroenkapsulasi fenolik dan analisis dari sampel Bahan ice cream yang digunakan adalah low fat Turkishice cream. Sampel ice cream diperkaya dengan fenolik mikroenkapsulasi 0,5 dan 1% (w/w) pada bahan kering. Dengan tujuan, sampel ice cream mengandung 0; 0,05; dan 1% fenolik, bahan yang pelu dipersiapkan menggunakan susu, susu skim bubuk, sukrosa, cream, salep, maltodextrins, dan fenolik mikroenkapsulasi. a. Ekstraksi fenolik di sampel ice cream Sepuluh gram dari sampel ice cream diekstraksi dengan 100 mL aseton untuk 1 jam pada suhu 40C menggunakan shaking water bath. b. Aktivitas antioksidan dan inhibitor alpha glucosidaseice cream Aktivitas antioksidan sampel sebagai nilai EC 50 ditentukan dengan metode spektofotometrik menggunakan radikal DPPH. Aktivitas inhibitor alpha glucosidase dari ekstrak ice cream dapat ditentukan dengan metode enzimatis. 7. Analisis sensori Uji A 9-point scale acceptance digunakan untuk menentukan penerimaan dari sampel ice cream. Dalam pengujian digunakan panelis tidak terlatih dari konsumen berjumlah 60 panelis dengan kisaran usia 19- 46 tahun. 8. Analisis secara statistik Dalam analisis statistik digunkan ANOVA, Turkeys HSD test, dan SPSS 17.0.1. Kulit buah delima merupakan sumber yang kaya akan fenolik. Senyawa fenolik yang terkandung dalam kulit buah ini yaitu punicalagins. Dari hasil penelitian, fenolik kulit delima yang dimikroenkapsulasi cocok sebagai komposisi untuk menambah functional properties, tepatnya untuk antioksidan dan aktivitas inhibitor alpha glucosidase dalam ice cream. Lebih dari 75% panelis menerima penambahan fenolik pada ice cream. ii. Edible film dan coating Setiap jenis material yang digunakan untuk melapisi bahan makanan sebagai upaya memperpanjang daya tahan produk yang dapat dimakan bersama makanan dengan atau tanpa menghilangkan material tersebut disebut sebagai edible film atau coating. Teknik ini diaplikasikan pada banyak produk untuk mengontrol kelembaban, pertukaran gas, atau proses oksidasi. Keunggulan utama dalam penggunaan edible film dan coating adalah beberapa bahan komposisi aktifnya yang dapat digabungkan dalam matriks polimer dan dapat dikonsumsi bersama dengan makanan sehingga meningkatkan keamanan bahkan atribut sensorik dan nutrisi dari produk. Edible film dapat dibentuk melalui dua proses utama, yaitu proses basah di mana biopolimer tersebar atau dilarutkan dalam film forming solution, diikuti dengan penguapan dari pelarut, dan proses kering yang bergantung pada perilaku termoplastik dari beberapa protein dan polisakarida pada tingkat kelembaban rendah dalam compression molding dan ekstrusi. Salah satu keuntungan utama menggunakan edible film dan coating adalah memiliki potensi yang tinggi untuk membawa bahan aktif seperti anti browning agent, pewarna, rasa, nutrisi, rempah- rempah, dan senyawa anti mikroba yang dapat memperpanjang daya tahan produk, dan mengurangi risiko pertumbuhan patogen pada permukaan makanan. Generasi baru dari edible coating masih dalam pengembangan, tujuan pengembangan adalah untuk memungkinkan penggabungan dan atau pelepasan komponen aktif dengan menggunakan teknologi nano seperti nanoencapsulation dan sistem multilayer. Saat ini, teknologi nano digunakan dalam peningkatan aspek nutrisi pada makanan dengan penambahan nanoscale additive dan nutrien melalui sistem delivery nanosized untuk komponen bioaktif. Mikro dan nanoencapsulasi dari komponen aktif dengan edible coating dapat membantu mengendalikan pelepasan di bawah kondisi yag spesifik, sehingga dapat menjaga dari kelembaban, panas maupun kondisi ekstrim lain dan meningkatkan stabilitas dan viabilitas. Proses pelapisan (coating) makanan dengan nanolaminate terdiri dari pencelupan produk ke dalam rangkaian larutan berisi substansi yang akan terserap ke dalam permukaan makanan maupun dengan penyemprotan substansi pada permukaan makanan. Pelapisan (coating) nanolaminate terdiri dari bahan bahan food-grade (protein, polisakarida, lipid) dan dapat termasuk bermacam macam agen fungsional seperti antimikrobial, agen antibrowning, antioksidan, enzim, flavouring, dan pewarna. Beberapa peneliti telah berusaha untuk menggabungkan mineral, vitamin, dan asam lemak ke dalam formulasi edible film dan coating untuk meningkatkan nilai gizi dari beberapa buah-buahan dan sayuran. iii. Vaccum impregnation Meningkatnya ketertarikan masyarakat terhadap manfaat pangan menyebabkan pengembangan signifikan terhadap nutraceuticals dan fungsional pangan dalam industri pangan. Contohnya fructooligosaccharides yang memiliki manfaat kesehatan seperti aktivasi sistem imun, resisten infeksi, sintetis vitamin, pencegahan kanker dan mengurangi kolestrol. Vacuum impregnation (VI) telah dianggap sebagai alat atau metoda untuk memperoleh larutan yang diinginkan untuk meningkatkan fungsi porositas buah dan sayuran. Porositas mengambarkan persentase dari total ruang yang tersedia untuk ditempati oleh suatu cairan atau gas. Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume total pori- pori bahan dengan volume total bahan per satuan volume tertentu. Vacuum impregnation adalah suatu teknik yang memungkinkan beberapa komponen kimia atau bahan pangan dalam fase kekosongan dengan perendaman pada zat terlarut tertentu dan penyimpanan dengan tekanan tertentu. Manfaat VI adalah mempertahankan warna, memperoleh tekstur yang diinginkan, mengurangi tingkat oksidasi dan memperkuat kandungan nutrisi bahan seperti kalsium dan probiotik. Efektivitas VI dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aliran fluida eksternal, variabel operasi .dan mikrostruktur pangan. Proses ini menggunakan vacuum pressure dalam sebuah sistem dimana banyak sekali fenomena yang terjadi yang disebabkan beberapa variabel dan dikelompokkan menjadi variable internal dan eksternal makanan. Variabel eksternal yaitu tekanan adalah penentu utama karena akan menghasilkan daya atau kekuatan sedangkan variable internal tergantung pada karakteristik bahan yaitu sifat porosity bahan. Berikut adalah table nilai fraksi porosity beberapa bahan pangan. Tabel 1. Nilai Fraksi Porosity Beberapa Bahan Pangan.
Proses dilakukan dengan dua tahap yaitu menerapkan tekanan vakum ( P1 ) ke tangki yang berisi produk dan direndam dalam larutan untuk waktu ( t1 ) dan kemudian mengembalikan tekanan untuk tekanan atmosfer ( P2 ) sementara produk tetap direndam selama waktu ( t2 ). Pada tahap awal, gas dan cairan bahan dalam kapiler dikeluarkan dan pori-pori bahan diperluas. Selama tahap kedua karena gradien peresapan pori-pori dan larutan eksternal telah terjadi maka kapiler relaxed. VI dapat memasukkan zat terlarut atau terdispersi berguna langsung ke dalam struktur berpori dari matriks makanan. Selain itu dapat meningkatkan laju perpindahan massa sebagai akibat dari jalur difusi lebih pendek setelah langkah impregnasi dalam proses operasi padat-cair seperti pengasinan daging, dehidrasi osmotik buah-buahan , ekstraksi minyak pelarut cair dan penggabungan pengawet atau aditif untuk makanan . VI memiliki aplikasi luas dalam buah dan sayuran pengolahan dan memberikan banyak keuntungan.
Gambar 1. Skema Mesin Vacuum Chamber untuk Vacuum Impregnation
C. Teknologi terbaru bertujuan untuk merancang personalized functional food: nutrigenomics Nutrigenomik (kadang-kadang disebut genomik gizi)mempertimbangkan interaksi antara makanan atau suplemen makanan dan genom individu, dan berakibat pada fenotipe mereka. Saran diet yang tepat untuk satu individu mungkin tidak sesuai atau berbahaya bagi yang lain.Fenech et al. (2005)melakukan studi yang menggambarkandampak yang kuat dari sembilan mikronutrien dan interaksi merekapada kerusakan genom tergantung pada tingkat asupan.Mikronutrien adalah vitamin E, kalsium, folat, retinol,asam nikotin, B-karoten, riboflavin, asam pantotenat, danbiotin.Ada beberapa isu yang perlu ditangani sebelum pendekatan genombisa menjadi metode yang dapat diterima untuk panduan dalam pengembangan makananatau rekomendasi gizi .
Sumber : Betoret, E., Betoret, N., and Fito, P. 2011. Functional foods development : Trends and Technologies. Trends inFood Science and Technology, 22 (2011) 498-508. Bourtoom,T. 2008. Edible Film and Coating: Characteristics and Properties. International Food Research Journal 15 (3): (2008). Fatma, Erdogan., Cam, Mustafa., and Icyer, Necattin Cihat. 2013. Promegranate peel phenolics: Microencapsulation, storage stability, and potential ingredient for functional food development. Food Science and Technology, 55 (2014) 117-123. Ursachi, Claudiu., Segal, Rodica., and Claudia, Muresan. 2009. Vacuum Impregnation Preteatment of Fresh Cut Vegetable. ACTA Technica Corviniensis, 11 (2009) 17-20.
TUGAS GIZI INDUSTRI FUNCTIONAL FOODS DEVELOPMENT : TRENDS AND TECHNOLOGIES
Disusun Oleh : Astrid Romanna Silaen (10/299983/TP/09746) Febria Setiana (10/300106/TP/09769) Helnina Desi (10/300402/TP/09813) Dewi Widowati (10/302713/TP/09901)
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013