Professional Documents
Culture Documents
Jadi perencanaan merupakan suatu proses yang sangat bermanfaat karena dapat
membantu kita di dalam mengelola hidup kita ke arah yang lebih baik,
termasuk kehidupan kita sebagai suatu bangsa.
Karena kita ingin memperbaiki hidup bangsa kita melalui pembangunan, maka
perencanaan pembangunan jelas merupakan suatu proses yang sangat membantu.
Namun, sifat, ruang lingkup, dan pelaku perencanaan pembangunan itu sendiri
dapat berubah sesuai dengan dinamika pembangunan. Hal itu telah terjadi di
banyak negara berkembang dan juga terjadi di Indonesia.
Awal pembangunan
Pada tahap awal pembangunan Indonesia, pemerintah khususnya pemerintah
pusat, memegang peranan yang dominan di dalam pembangunan nasional beserta
perencanaannya karena pemerintah pusatlah yang memiliki kemampuan dana-yang
berasal dari minyak dan bantuan/pinjaman luar negeri-maupun daya.
Untuk menjamin bahwa rencana pemerintah ini diikuti oleh semua pihak,
termasuk departemen teknis, maka kepada Bappenas diberikan wewenang
pembiayaan pembangunan.
APBN pada waktu itu dibagi dalam anggaran rutin dan anggaran pembangunan,
dengan alokasi anggaran pembangunan ditentukan oleh Bappenas. Departemen
Keuangan hanya mengadakan penghitungan mengenai penerimaan dalam negeri
serta pengeluaran rutin untuk mengetahui besarnya tabungan pemerintah yang
merupakan salah satu komponen anggaran pembangunan di samping pinjaman luar
negeri yang pemanfaatannya juga menjadi wewenang Bappenas. Dengan demikian,
di samping merencanakan hampir seluruh kegiatan pembangunan, Bappenas juga
menetapkan prioritas pembiayaannya.
Dari situ disusun rencana pembangunan jangka panjang 25 tahun serta rencana
pembangunan lima tahun (repelita) dan rencana tahunan yang pada dasarnya
adalah anggaran pembangunan setiap tahunnya. Itu dahulu, dan memang sesuai
dengan tuntutan zamannya.
Pertama, kegiatan fisik pemerintah semakin menurun dan terbatas hanya pada
penyediaan public goods, seperti air minum, tenaga listrik, telepon,
sekolah, dan rumah sakit/puskesmas. Dengan digabungkannya anggaran rutin dan
anggaran pembangunan, maka wewenang anggaran sepenuhnya berada di tangan
Departemen Keuangan.
Karena itu, perencanaan fisik yang menyangkut public goods, baik dalam
jangka menengah dalam bentuk Medium Term Expenditure Framework maupun dalam
bentuk anggaran pembangunan tahunan, akan lebih efektif dilaksanakan oleh
Departemen Keuangan bersama-sama dengan departemen teknis dan bukan lagi
oleh Bappenas karena Bappenas tidak lagi memiliki budget power. Namun, untuk
itu dibutuhkan masa transisi karena dewasa ini Departemen Keuangan belum
memiliki kemampuan perencanaan kegiatan fisik seperti yang dimiliki dan
dibangun Bappenas selama 35 tahun lebih.
Jadi perlu semacam GBHN yang dulu merupakan TAP MPR. Namun, karena tidak ada
GBHN lagi, maka perlu ada suatu rencana indikatif jangka panjang yang
disepakati bersama dalam bentuk undang-undang/UU (sebagai pengganti GBHN)
yang memberikan indikasi ke mana bangsa ini mau dibawa dalam misalnya 20-25
tahun yang akan datang; apa tantangan yang akan dihadapi dan strategi untuk
mengatasinya dengan disertai proyeksi mengenai pelbagai skenario yang
mungkin terjadi. Rencana indikatif jangka panjang ini perlu disusun oleh
pemerintah cq Bappenas melalui suatu proses konsultatif dari bawah yang pada
akhirnya menghasilkan suatu kesepakatan bersama bukan proses sosialisasi
seperti sekarang ini, di mana pemerintah sudah memutuskan sendiri dan hanya
menjelaskan kepada masyarakat. Jadi peranan Bappenas masih penting dan
strategis di dalam merumuskan rencana indikatif tersebut.
Perencanaan atau penyusunan kebijakan ini yang harus dibuat oleh pemerintah
dan lembaga pemerintah yang tepat, untuk itu adalah Bappenas. Karena yang
direncanakan adalah kebijakan, maka sifatnya adalah issue-oriented,
strategis dan lintas-sektoral bukan sektoral seperti dalam kegiatan fisik.
Jadi semacam white paper yang dihasilkan oleh banyak negara.
Jadi seperti apa yang diperjuangkan United Nations Support Facility for
Indonesian Recovery (UNSFIR) melalui Jajaki (Jaringan Kebijakan Publik
Indonesia), suatu proses pembentukan kebijakan publik dengan melibatkan
semua stakeholders atau suatu networking among all stakeholders.
Bertolak belakang
Penggeseran di dalam sifat perencanaan pembangunan nasional di Indonesia,
termasuk peranan Bappenas dan Departemen Keuangan, seharusnya tercermin di
dalam UU No 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU
No 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Sayangnya hal itu tidak terjadi bahkan terkesan kedua UU tersebut yang tidak
disusun bersama-sama sebagai satu paket justru bertolak belakang; mungkin
karena ketua Bappenas dan menteri keuangan pada waktu itu tidak dapat
berkomunikasi secara baik. Masing-masing tampak mau mempertahankan
wilayahnya.
Beberapa saran
Untuk mengembalikan peranan perencanaan pembangunan ke jalur yang semestinya
sesuai dengan tuntutan dinamika pembangunan, maka kami mengusulkan agar:
Adrianus Mooy Senior Adviser pada United Nations Support Facility for
Indonesian Recovery