You are on page 1of 61

KEPERAWATAN PROFESIONAL

Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah


Foundation of Nursing 1









Disusun Oleh:
Frita Ferdiana
Meti Verdian Y 115070200111045
Reny Rudy A
Hartono
Ade Rumondang M
Suryat Mohsan 115070207111016
Aga Aulia 115070207111026
Ayuni Rizka U 115070200131001
Carina Rega U 115070200131005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013




Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan keperawatan
professional
Tujuan Khusus:
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan perspektif
sejarah keperawatan
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan pengaruh
budaya terhadap keperawatan
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan pengaruh
sosial lain terhadap keperawatan
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan pendidikan
keperawatan profesional
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan praktek
keperawatan professional
Mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan falsafah dan
paradigma keperawatan
















PERSPEKTIF SEJARAH KEPERAWATAN
1. Perspektif sejarah keperawatan
a. Sejarah Perkembangan di Dunia
Sejarah keperawatan di dunia diawali pada zaman purbakala
(Primitive Culture) sampai pada munculnya Florence Nightingale
sebagai pelopor keperawatan yang berasal dari Inggris.

1) Zaman Purbakala (Primitive Culture)
Manusia diciptakan memiliki naluri untuk merawat diri sendiri
(tercermin pada seorang ibu). Harapan pada awal perkembangan
keperawatan adalah perawat harus memiliki naluri keibuan (Mother
Instinc). Dari masa Mother Instic kemudian bergeser ke zaman
dimana orang masih percaya pada sesuatu tentang adanya kekuatan
mistic yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kepercayaan
ini dikenal dengan nama Animisme. Mereka meyakini bahwa sakitnya
seseorang disebabkan karena kekuatan alam/apengaruh gaib seperti
batu-batu, pohon-pohon besar dan gunung-gunung tinggi.
Kemudian dilanjutkan dengan kepercayaan pada dewa-dewa
dimana pada masa itu mereka menganggap bahwa penyakit
disebabkan karena kemarahan dewa, sehingga kuil-kuil didirikan
sebagai tempat pemujaan dan orang yang sakit meminta
kesembuhan di kuil tersebut. Setelah itu perkembangan keperawatan
terus berubah dengan adanya Diakones dan Philantrop, yaitu suatu
kelompok wanita tua dan janda yang membantu pendeta dalam
merawat orang sakit, sejak itu mulai berkembanglah ilmu
keperawatan.
Peran tabib dan perawat jelas berbeda, tabib adalah
medicineman yang mengobati penyakit dengan jalan melantunkan
nyanyian, memberi semangat dari ketakutan atau membuka otak
untuk menghilangkan jiwa yang jahat. Perawat biasanya berperan
sebagai ibu yang merawat familinya sewaktu sakit dengan
memberikan perawatan fisik dan memberikan obat dari tumbuh-
tumbuhan. Peran ini diteruskan sampai saat ini.

2) Zaman Keagamaan
Perkembangan keperawatan mulai bergeser kearah spiritual
dimana seseorang yang sakit dapat disebabkan karena adanya
dosa/akutukan Tuhan. Pusat perawatan adalah tempat-tempat
ibadah sehingga pada waktu itu pemimpin agama disebut sebagai
tabib yang mengobati pasien. Perawat dianggap sebagai budak
dan hanya membantu dan bekerja atas perintah pemimpin agama.

3) Zaman Masehi
Pada permulaan masehi, agama Nasrani mulai berkembang.
Pada masa ini keperwatan mengalami kemajuan yang berarti
seiring dengan kepesatan perkembangan agama Nasrani.
Organisasi pertama yang dibentuk pada saat itu dinamakan
Deaconesses, mengunjungi orang-orang sakit dan anggota
keagamaan laki-laki memberikan perawtan serta mengubur orang
mati. Pada perang salib perawat laki-laki dan perempuan bertugas
merawat orang-orang yang luka dalam peperangan tersebut.
Kemajuan profesi keperawatan pada masa ini juga terlihat
jelas dengan berdirinya rumah sakit terkenal di Roma yang
bernama Monastic Hospital. Rumah sakit ini dilengkapi dengan
fasilitas perawatan berupa bangsal-bangsal perawatan untuk
merawat orang sakit serta bangsal-bangsal lain sebagai tempat
merawat orang cacat, miskin, dan yatim piatu.

4) Pertengahan abad VI Masehi
Pada abad ini keperawatan berkembang di Asia Barat Daya
yaitu Timur Tengah, seiring dengan perkembangan agama Islam.
Pengaruh agama Islam terhadap perkembangan keperawatan tidak
lepas dari keberhasilan Nabi Muhammad SAW menyebarkan
agama Islam. Abad VII Masehi, di Jazirah Arab berkembang pesat
ilmu pengetahuan seperti Ilmu Pasti, Kimia, Hygiene dan obat-
obatan. Pada masa ini mulai muncul prinsip-prinsip dasar
keperawatan kesehatan seperti pentingnya kebersihan diri,
kebersihan makanan dan lingkungan. Tokoh keperawatan yang
terkenal dari Arab adalah Rafidah

5) Permulaan abad XVI
Pada masa ini, struktur dan orientasi masyarakat berubah
dari agama menjadi kekuasaan, yaitu perang, eksplorasi kekayaan
dan semangat kolonial. Gereja dan tempat-tempat ibadah ditutup,
padahal tempat ini digunakan oleh orde-orde agama untuk merawat
orang sakit. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan keperawatan. Untuk memenuhi kebutuhan perawat,
wanita yang pernah melakukan kejahatan dan telah bertobat dapat
diterima bekerja sebagai perawat. Akibat reputasi yang jelek ini,
perawat menerima gaji yang rendah dengan jam kerja lama pada
kondisi yang buruk.
Pengaruh perang salib terhadap keperawatan :
a) Mulai dikenal konsep P3K
b) Perawat mulai dibutuhkan dalam ketentaraan sehingga
timbul peluang kerja bagi perawat dibidang sosial.

a. Masa sebelum Perang Dunia II
Dasar pelayanan keperawatan dititikberatkan pada
pengaduan sebagai ungkapan cinta bersama yang diinspirasikan
oleh ajaran agama. Sasarannya adalah pelayanan orang yang
sakit. Kegiatan pelayanan ditujukan untuk menolong orang sakit
agar sembuh atau lebih sehat. Tenaaga perawat yang memberi
pelayanan tersebut sedikit sekali atau bahkan tanpa pendidikna
formal. Yang terpenting adalah magang atau pengalaman praktik
langsung, karena pada masa itu yang menonjol adalah role
model atau model peran. Ruang lingkup pelayanan perawatan
lebih bersifat kuratif dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar
fisiologis manusia yang sakit.

b. Masa selama Perang Dunia II
Selama perang, banyak kejadian yang merupakan tekanan
bagi setiap bangsa di dunia. Tekanan perang ini mendorong
manusia mengadakan perubahan-perubahan. Kemajuan teknologi
dimaksudkan untuk berlomba menaklukan dunia. Penerapan
teknologi modern dalam bidang pelayanan orang sakit telah mulai
diperkenalkan waktu itu sebagai jawaban atas kebutuhan
pelayanan kesehatan akibat penderitaan sakit selama perang.
Timbulnya penyakit akibat perang, menyebabkan dibutuhkannya
peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga medis maupun
perawat. Kemampuan satu bidang profesi tertentu tidak dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
waktu itu. Inipun merupaakan tantangan baru bagi perawat dalam
memberikan pelayanan kesehatan bersama dengan profesi lain.
c. Masa Pascaperang Dunia II
Akibat perang dunia II yang mengakibatkan banyaknya
penderitaan bagi penduduk dunia telah menggugah semua pihak
untuk memperbaiki keadaan dunia. Perkembangan pesat di segala
ilmu dan bidang kehidupan, sekaligus merupakan perubahan-
perubahan untuk mewujudkan masyarakat dunia yang sejahtera.
Perkembangan dalam bidang perawatan secara pesat terjadi di
Amerika yang dipengaruhi oleh :
- Kesadaran masyarakat yang meningkat di bidang kesehatan
- Pertambahan penduduk yang relatif tinggi menimbullkan masalah
baru dalam bidang pelayanan kesehatan.
- Pertumbuhan ekonomi, akan memperngaruhi tingkah laku
- Perkembangan ilmu pengetahuan terutama yang menyangkut ilmu
kedokteran, pertemuan-pertemuan penting dalam bidang medik,
cara-cara baru dalam terapi yang semuanya sangat penting dalam
proses penyembuhan penyakit.
- Upaya-upaya menjadi lebih aktif dan kreatif sehingga tidak hanya
meliputi pelayanan kuratif saja melainkan juga upaya preventif dan
promotif
- Adanya perkembangan baru dalam kebijakan pendidikan,
sehingga sekolah perawat harus mengalami perubahan juga.
Dasar pemikiran semula, The Nurse must give total patient care
dalam arti sempit telah berkembang, dalam arti luas perawat lebih
menyadari atas makna totality of the individual client dari sebelumnya.
Oleh karena itu terjadi perubahan dari perawat bekerja sendiri menjadi
bekerja secara team.
Dalam dekade ini telah dilancarkan perjuangan untuk pengakuan
keperawatan sebagai profesi. Lucile Brown (1948) menulis laporan
tentang pengakuan perawat sebagai profesi merupakan titik tolak yang
besar untuk kehifdupan perawat dan profesi perawat. Ia memperhatikan
penghargaan pada perawat dalam kaitannya dengan tanggung jawab
sebagai penyelenggara pelayanan perawatan yang bermutu. Untuk itu
disadari perlunya suatu pengelolaan pelayanan keperawatan yang baik
untuk menjamin mutu dan sekaligus tersedia alat evaluasi keperawtan
tersebut.
6) Sejak tahun 1950
Dalam mengacu proses profesionalisme, perlu
pengembangan pendidikan keperawata. Sebenarnya pendidikan
keperawatan di tingkat universitas sudah ada sejak tahun 1909 di
Universitas Minesota Amerika. Namun pengakuan perawat sebagai
profesi, baru terjadi tahun 1950, inipun baru pengakuan saja, belum
memenuhi karakteristik profesi.
Pendidikan perawat pada tingkat Bachelor dimulai tahun
1919. Pada tahun 1977 telah terdapat 3830 orang lulusan master di
bidang keperawatan dan pada tahun 1972 terdapat 9 institusi yang
melaksanakan program Doktor di bidang keperawatan. Di Thailand
pendidikan keperawatan pada tingkat Bachelor dimulai tahun 1966,
dan pada tingkat Master dimulai tahun 1986.
Proses keperawatan yang dimulai pada tahun 1950 dianggap
sebagai stadium embrio. Pada saat itu proses keperawatan belum
dipahami dan belum bisa diterima, tetapi sudah dilakukan sehari-hari.
Pada tahun 1955 Lydia Hall memberikan presentasi tentang
Perawatan adalah suatu proses, hakikatnya menyangkut empat
hal pokok yaitu :
- Nursing at the patient
- Nursing to the patient
- Nursing for the patient
- Nursing with the patient

Ada 3 Rumah Sakit yang berperan besar pada masa itu terhadap
perkembangan keperawatan :
a) Hotel Dieu di Lion
Awalnya pekerjaan perawat dilakukan oleh bekas wanita tuna susila yang
telah bertobat. Selanjutnya pekerjaan perawat digantikan oleh perawat
terdidik melalui pendidikan keperawatan di Rumah Sakit ini.
b) Hotel Dieu di Paris
Pekerjaan perawat dilakukan oleh orde agama. Sesudah Revolusi
Perancis, orde agama dihapuskan dan pekerjaan perawat dilakukan oleh
orang-orang bebas. Pelopor perawat di rumah sakit ini adalah Genevieve
Bouquet.
c) ST. Thomas Hospital (1123 M)
Pelopor perawat di RS ini adalah Florence Nightingale (1820). Pada masa
ini perawat mulai dipercaya banyak orang. Pada saat perang Crimean
War, Florence ditunjuk oleh negara Inggris untuk menata asuhan
keperawatan di rumah sakit Militer di Turki. Hal tersebut memberi peluang
bagi Florence untuk meraih prestasi dan sekaligus meningkatkan status
perawat. Kemudian Florence dijuluki dengan nama The Lady of the
Lamp.

7) Florence Nightingale
Florence kembali ke Inggris setelah perang Crimean. Pada tahun 1840
Inggris mengalami perubahan besar dimana sekolah-sekolah perawat
mulai bermunculan dan Florence membuka sekolah perawat modern.
Beliau menetapkan struktur dasar sebagai prasyarat dalam pendidikan
perawat :
- Mendirikan sekolah perawat
- Menentukan tujuan pendidikan perawat
- Menetapkan pengetahuan yang harus dimiliki para calon sebagai
dasar perawatan.
Di samping itu, Florence Nightingale telah berpendapat bahwa :
- Perlu persiapan pendidikan yang berlainan bagi perawat pelaksana
dan perawat administrator atau supervisor.
- Perlu diperhatikan bahwa harus ada perubahan tentang jam kerja
perawat yang waktu itu berlangsung 12 jam/hari dan 7 hari/minggu.
- Perlu diperhatikan peningkatan pendapatan perawat setiap 6 bulan,
mengingat beban dan tanggung jawab mereka.
Konsep pendidikan Florence ini mempengaruhi pendidikan keperawatan
di dunia. Kontribusi Florence bagi perkembangan keperawatan antara lain:
a) Nutrisi merupakan bagian terpenting dari asuhan keperawatan.
b) Okupasi dan rekreasi merupakan terapi bagi orang sakit
c) Manajemen Rumah Sakit
d) Mengembangkan pendidikan keperawatan
e) Perawatan berdiri sendiri berbeda dengan profesi kedokteran
f) Pendidikan berlanjut bagi perawat.


Masa-masa penting dalam Sejarah Keperawatan Sejak akhir 1800-an
1860 Nightingale Traning School for Nurses didirikan di Rumah
Sakit St. Thomas di London, Inggris. Ini merupakan
program terorganisasi pertama untuk pelatihan perawat.
1874 Sekolah pelatihan perawat pertama di Kanada didirikan di
St. Catherines Ontario.
1882 Amerika Serikat meratifikasi Palang Merah Amerika,
didirikan oleh Clara Barton
1883 Mary Agnes Snively menjabat sebagai direktur Rumah
Sakit Umum Toronto dan membentuk Assosiasi Nasional
Perawat Terlatih Kanada, yang merupakan benih dari
Asosiasi Perawat Kanada (CAN)
1890 Nurses Associated Alumnae of the United States and
Canada (NAAUSC) didirikan. Kelompok ini kemudian
menjadi Asosiasi Perawat Amerika (ANA).
1893 Henry Street Settlement dibuka oleh Lilian Wald dan
Harriet Brawster.
1901 Program keperawatan pertama yang berafiliasi dengan
universitas didirikan, yaitu Army Nurse Corps
1908 Navy Nurse Corps didirikan; Asosiasi Perawat Terlatih
Nasional Kanada (kemudian beralih nama menjadi Asosiasi
Perawat Kanada, 1924) didirikan.
1911 NAAUSC menjadi Assosiasi Perawat Amerika (ANA)
1922 Sigma Theta Tau, International Honor Society of Nursing,
dibentuk oleh enam siswa keperawatan dari Indiana
University
1923 Laporan Goldmark, survei yang didanai oleh yayasan
Rockeller menunjukkan adanya kebutuhan dukungan dana
untuk program sekolah keperawatan; maka didirikan
sekolah keperawatan Yale.
1948 Laporan Brown: Dr. Esther Lucille Brown memutuskan
bahwa program pendidikan keperawatan harus berafiliasi
dengan universitas dan memiliki swadana mandiri. Beliau
menganjurkan pendidikan akademi dalam universitas dan 2
tahun pendidikan yang berpusat pada keterampilan teknis.
1952 Dr. Mildred Montag mendirikan program keperawatan
strata pertama
1953 Liga Keperawatan Nasional (NLN), bersama dengan
universitas, membuka program strata keperawatan.
1960 Sekolah Keperawatan Universitas Yale mendefinisikan
keperawatan sebagai profesi, interaksi, dan hubungan
antara dua manusia
1964 Nurses Training Act (Undang-Undang Pelatihan Perawat)
telah disahkan dan mengalokasikan dana sebesar $300
juta untuk pendidikan keperawatan
1965 Jerome Lysaught, Direktur Komisi Nasional Keperawatan,
menganjurkan peran keperawatan diklasrifikasi dari profesi
kesehatan lainnya. Juga dianjurkan tambahan dukungan
finansial dan kesempatan karier untuk menarik minat para
perawat
1975 NLN mewajibkan kurikulum berbasis teori untuk akreditasi
1985 ANA menerbitkan Code for Nurses With Interpretive
Statement
1994 Reformassi pelayanan kesehatan
1996 Laporan pew : meninjau kebutuhan dan kekurangan
perawat di masa depan. Institute of Medicine (I0M)
melaporkan hal yang sama
Data dari: Donahue, M.P. 1996. Nursing: the Ffinest art----an illustrated
history. Edisi 2. St. Louis: Mosby


b. Sejarah dan Perkembangan Keperawatan di Indonesia
Seperti halnya perkembangan keperawatan di dunia pada umumnya,
perkembangan keperawatan di Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi
sosial dan ekonomi. Penjajahan pemerintah kolonial Belanda, Inggris dan
Jepang serta situasi pemerintah Indonesia setelah merdeka mewarnai
perkembangan keperawatan di Indonesia. Sejarah dan perkembangan
keperawatan di Indonesia dimulai pada masa penjajahan Belanda sampai
pada masa kemerdekaan.
1) Masa Penjajahan Belanda
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari
penduduk pribumi yang disebut Velpeger dengan dibantu Zieken Oppaser
sebagai penjaga orang sakit. Tahun 1799 didirikan rumah sakit Binen
Hospital di Jakarta untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda.
Usaha pemerintah kolonial Belanda pada masa ini adalah membentuk
Dinas Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Daendels
mendirikan rumah sakit di Jakarta, Surabaya dan Semarang, tetapi tidak
diikuti perkembangan profesi keperawatan, karena tujuannya hanya untuk
kepentingan tentara Belanda.

2) Masa Penjajahan Inggris (1812 1816)
Gubernur Jenderal Inggris ketika VOC berkuasa yaitu Raffles sangat
memperhatikan kesehatan rakyat. Semboyannya yaitu kesehatan adalah
milik manusia, ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat
kesehatan penduduk pribumi antara lain :
- pencacaran umum
- cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa
- kesehatan para tahanan

Setelah pemerintahan kolonial kembali ke tangan Belanda, kesehatan
penduduk mengalami kemajuan. Pada tahun 1819 didirikan rumah sakit,
salah satu diantaranya adalah Stadverband di Glodok Jakarta. Pada tahun
1919 rumah sakit ini dipindahkan ke Salemba yaitu rumah sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) yang saat ini menjadi rumah sakit pusat rujukan
nasional dan pendidikan nasional. Tahun 1816 1942 berdiri beberapa
rumah sakit milik Misionaris Katolik dan Zending Protestan antara lain
rumah sakit PGI Cikini Jakarta, rumah sakit. ST Carollus Jakarta, rumah
sakit ST. Boromeus di Bandung, rumah sakit Elizabeth di Semarang.
Bersamaan dengan itu berdiri pula sekolah-sekolah perawat.
RS PGI Cikini tahun 1906 menyelenggarakan pendidikan juru rawat,
RSCM tahun 1912 ikut menyelenggarakan pendidikan juru rawat. Itulah
sekolah perawat pertama yang berdiri di Indonesia meskipun baru
pendidikan okupasional.

3) Zaman Penjajahan Jepang (1942 1945)
Kekalahan tentara sekutu dan kedatangan tentara Jepang tahun 1942-
1945 menyebabkan perkembangan keperawatan mengalami kemunduran.
Karena para pekerja perawat pada masa Belanda dan Inggris sudah
dikerjakan oleh perawat yang telah dididik, maka pada masa Jepang
tugas perawat dilakukan oleh mereka yang tidak dididik untuk menjadi
perawat, pimpinan rumah sakit diambil alih oleh Jepang, akhirnya terjadi
kekurangan obat sehingga timbul wabah.

4) Zaman Kemerdekaan
a) Periode tahun 1945-1962
Tahun 1945-1950 merupakan periode awal kemerdekaan dan merupakan
masa transisi Pemerintah Republik Indonesia sehingga boleh dikatakan
tidak ada perkembangan. Tenaga perawat yang digunakan di unit-unit
pelayanan keperawatan adalah tenaga yang ada, pendidikan tenaga
keperawatan masih meneruskan sistem pendidikan yang telah ada
(lulusan pendidikan Perawat Pemerintah Belanda).
Perkembangan keperawatan secara konseptual belum ada yang dapat
diketahui dari tidak adanya kejelasan konsep-konsep keperawatan
ditambah tidak adanya pola ketenagaan untuk pelayanan keperawatan,
demikian pula pola pendidikan tenaga keperawatan. Bentuk-bentuk
kegiatan pelayanan keperawatan dari tahun 1945 sampai akhir tahun
1962-an masih berorientasi pada keterampilan melaksanakan prosedur
dan lebih pada perpanjangan tangan untuk kegiatan-kegiatan pelayanan
medis, sampai adanya perubahan konsep tentang keperawatan sebagai
profesi tahun 1983.
Pembangunan di bidang kesehatan dimulai pada tahun 1949, yaitu
pembangunan rumah sakit dan balai pengobatan. Sampai dengan tahun
1950 pendidikan tenaga keperawatan yang ada adalah pendidikan tenaga
keperawatan dengan dasar pendidikan umum Mulo +3 tahun untuk
mendapatkan ijazah A (perawat umum) dan ijazah B untuk perawat jiwa.
Ada juga pendidikan perawat dengan dasar sekolah rakyat +4 tahun
pendidikan yang lulusannya disebut mantri juru rawat. Baru pada tahun
1953 dibuka sekolah pengatur rawat dengan tujuan untuk menghasilkan
tenaga keperawatan yang lebih berkualitas. Pendidikan ini dibuka di tiga
tempat (yaitu di Jakarta, di Bandung dan di Surabaya), kecuali pendidikan
perawat di Bandung, keduanya berada dalam institusi rumah sakit.
Tahun 1955 di buka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan pendidikan
dasar umum sekolah rakyat ditambah pendidikan 1 tahun dan Sekolah
Pengamat Kesehatan yaitu sebagai pengembangan SDK ditambah
pendidikan 1 tahun. Sampai dengan tahun 1955 ini tampak
pengembangan keperawatan tidak berpola, baik tatanan pendidikannya
maupun pola ketenagaan yang diharapkan.
Tahun 1962 dibuka Akademi Keperawatan, pendidikan tenaga
keperawatan dengan dasar pendidikan umum SMA di Jakarta, di RSUP
Cipto Mengunkusumo yang sekarang kita kenal sebagai Poltekkes
Jurusan keperawatan Jakarta. Konsep-konsep pendidikan tinggi belum
tampak yang dapat ditinjau dari kelembagaannya yang berada dalam
organisasi institusi pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Demikian juga
penerapan kurikulumnya yang masih berorientasi pada keterampilan
tindakan dan belum dikenalkannya konsep-konsep keperawatan.
b) Periode tahun 1963-1982
Pada masa tahun 1963-1982 tidak terlalu banyak perkembangan di
bidang keperawatan, sekalipun sudah banyak perubahan dalam
pelayanan, tempat tenaga lulusan Akademi Keperawatan banyak diminati
oleh rumah sakit-rumah sakit, khususnya rumah sakit besar.
c) Periode tahun 1983-sekarang
Sejak adanya kesepakatan pada lokakarya nasional (Januari 1983)
tentang pengakuan dan diterimanya keperawatan sebagai suatu profesi,
dan pendidikannya berada pada pendidikan tinggi, terjadi perubahan
mendasar dalam pandangan tentang pendidikan keperawatan. Pendidikan
keperawatan lebih pada penumbuhan, pembinaan sikap dan keterampilan
profesional keperawatan disertai dengan landasan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu keperawatan.
Tahun 1983 merupakan tahun kebangkitan profesi keperawatan di
Indonesia, sebagai perwujudan lokakarya tersebut. Tahun 1984
diberlakukan kurikulum nasional untuk Diploma III Keperawatan.
Tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia dan kurikulum pendidikan tenaga
keperawatan jenjang S1 juga disahkan.
Tahun 1992 merupakan tahun penting bagi profesi keperawatan, karena
secara hukum keberadaan tenaga keperawatan sebagai profesi diakui
dalam undang-undang yaitu yang dikenal dengan Undang-Undang No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan sebagai penjabarannya.
Tahun 1995 dibuka lagi Program Studi Ilmu Keperawatan di Indonesia,
yaiut di Universitas Padjajaran Bandung dan PSIK Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia berubah menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK).
Tahun 1998 dibuka kembali program S1 Keperawatan yang ketiga yaitu
Program Studi Ilmu Keperawatan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Kurikulum Ners disahkan, yang merupakan hasil pembaruan kurikulum S1
Keperawatan tahun 1985.
Tahun 1999 program S1 kembali dibuka, yaitu Program Studi Ilmu
Keperawatan (PSIK) Universitas Airlangga Surabay, PSIK di Universitas
Brawijaya Malang, PSIK di Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, PSIK
di Universitas Sumatera Utara, PSIK di Universitas Diponegoro Jawa
Tengah, PSIK di Universitas Andalas, dan dengan SK Mendikbud No.
129/D/0/1999 dibuka Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) di St.
Carolus Jakarta. Kurikulum DIII Keperawatan selesai diperbarui dan mulai
diberlakukan secara nasional.
Tahun 2000 diterbitkan SK Menkes No. 647 tentang Registrasi dan Praktik
Perawat sebagai regulasi praktik keperawatan sekaligus kekuatan hukum
bagi tenaga perawat dalam menjalankan praktik keperawatan secara
profesional (Kusnanto, S.Kp, M.Kes. 2004.)


























PENGARUH BUDAYA TERHADAP KEPERAWATAN

Latar belakang Sosiokultural
Budaya adalah jumlah total dari mempelajari cara berbuat, berfikir, dan
merasakan. Budaya merupakan bentuk kondisi yang menunjukkaan
dirinya melalui tingkah laku. Bahasa, pembawaan, nilai dan gerakan tubuh
merefleksikan asal budaya. Budaya mempengaruhi cara klien dan
perawat melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai situasi.
Perawat belajar untuk mengetahui makna budaya dalam proses
komunikasi. Pengaruh kebudayaan menetapkan batas kebudayaan
menetapkan batas bagaimana seseorang bertindak dan berkomunikasi.
(potter dan Perry, 2005)
Budaya mempengaruhi metoda komunikasi tentang gejala atau
perasaan menderita pada orang lain. Perbedaan muncul dalam
penyingkapan diri atau ketika keinginan untuk menunjukkan emosi dan
informasi psikologis pada orang lain. Misalnya orang Amerika dan Eropa
lebih terbuka dan ingin mendiskusikan masalah keluarga yang pribadi,
sedngkan orang Amerika Latin, Afrika, dan Asia enggan untuk
mengemukakan informasi pribadi atau keluarga pada orang asing seperti
perawat atau dokter. Beberapa grup (misalnya Amerika Latin dan Asia
Amerika) mengambil gerakan tubuh diam dan menarik diri karena gerakan
tubuh terbuka atau argumentatif dianggap memberikan aspek negatif
pada kehormatan keluarga. Dalam kelompok lainnya, membicarakan diri
sendiri dianggap menyombongkan diri ; orang Amerika Asli misalnya,
menghargai sikap diam dan merasa nyaman dengan hal tersebut. Pada
beberapa kelompok etnik atau kelompok rasial, diam, rasa malu hanya
terjadi jika ada orang asing atau profesional dari budaya yang lebih
dominan; kadang hal ini terjadi karena rasa ketidakpercayaan historis
yang berdasarkan padaa diskriminasi. Pada kondisi lain daapat
dipengaruhi oleh kesetiaan padaa keluarga dan persetujuan tidak akann
membagi masalah pada orang yang bukan anggota keluarga. (potter dan
Perry, 2005)
Perbedaan bahasa juga dapat merintangi komunikasi dan
hubungan. Ketika perawat melakukan perawatan pada klien yang
berbicara dalam bahasa yang berbeda, mungkin diperlukan seorang
penerjemah. Selain unntuk kegiatan sosial atau untuk aktivitas perawatan,
penerjemah rumah sakit diperuntukkan bagi anggota keluarga.
Penerjemah rumah sakit umumnya memahami terminologi medis dan
dapat menyampaikan kebijakan dan prosedur rumah sakit. Jika anggota
keluarga bertindak sebagai penerjemah, mungkin akan menjadi lebih
mudah bagi perawat untuk menyiasati cara berkomunikasi dengan klien.
Perawat dapat mempelajari kata kunci seperti, air, sakit, atau kamat mandi
untuk meyakinkan bahwa kebutuhan dasar pasien dikaji dan
dipahami.(potter dan Perry, 2005)
Pentingnya mengetahui perbedaan Budaya dalam Prektik
Keperawatan
Pengetahuan tentang perbedaan budaya menjadi hal yang sangat
vital dalam praktik keperawatan. Pengetahuan tentang budaya dan
pengaruhnya terhadap interaksi perawatan kesehatan sangat perlu untuk
perawat, baik perawat di setting klinik, edukasi, penelitian maupun
administrasi. Perbedaan budaya menunjukkan perbedaan ras dan etnik,
bagaimanapun, konsep atau ciri-ciri dari pengalaman seseorang tidak
sama.
Pengetahuan dan skill yang berhubungan dengan Perbedaan
budaya dapat memperkuat dan memperluas sistem penyampaian
perawatan kesehatan. Budaya yang lainnya dapat menyediakan suatu
contoh tempat alternative dalam pelayanan, penyampaian system, konsep
sakit, dan bentuk dari treatment. Konsen dari illness, heaalth, dan
wellness merupakan salah satu bagian dari kepercayaan dari budaya
tersebut. Yang perlu diketahui oleh perawat yaitu :
1) Bagaimana grup budaya menjelaskan pemahaman tentang proses
kehidupannya
2) Bagaimana grup budaya mendefinisikan sehat dan sakit
3) Apakah grup budaya melakukan pemeliharaan kesehatan
(wellness)
4) Apakah kepercayaan grup budaya yang bisa menyebabkan sakit
5) Bagaimana seorang healer mengobati dan merawat masyarakat di
budaya tsb
6) Bagaimana latar belakang budaya dari pengaruh perawat yang
merawat
Ini sangat penting sebagai pertimbangan factor yang berpengaruh dalam
masyarakat dan mengenal variasi budaya di dalamnya yang berarti bahwa
masing-masing klien harus dikaji perbedaan budayanya.
Budaya diartikan luas yang mencangkup sistem kepercayaan
sebuah bermacam-macam grup. Perbedaan budaya menunjukkan
perbedaan antara masyarakat berdasarkan sebuah kepercayaan nilai dan
ideologiyang disepakati, norma, adat dan berdasarkan fakta dalam hidup.
Maka dari itu, penentuan sikap dari seorang perawat dalam melakukan
perawatn pada klien akan menentukan sebesar apa tujuan dari perawatan
itu akan berhasil.
Menurut Wafa Sader, RN, BSN, MSN 12 Mei 2009, ada beberapa
tantangan baru bagi para pekerja di bidang kesehatan dalam menanggapi
perbedaan budaya yaitu :
1) Perbedaan Bahasa
2) Perbedaan konsep dari sehat daan sakit
3) Kematian
4) Nyeri
5) Perbedaan persepsepsi makanan dan nutrisi
6) Keluarga
7) Agama atau kepercayaana
Jika masalah tetap belum didefinisikan dan belum ada hasil, akan
mengakibatkan pasien menerima perawatan yang tidak pantas atau
perawatan dengan kualitas rendah.
Memperbaiki pemahaman akan merubah sebuah kemampuan
untuk memberikan kualitas perawatan kesehatan dan utuk membangun
kepercayaan relasi dengan pasien ( Potter dan Perry. 2005 )





























PENGARUH SOSIAL LAIN TERHADAP KEPERAWATAN

Pada tahun 4000 SM wanita diizinkan untuk melakukan peran
perawat hanya di rumah saja. Tindakan criminal dan adanya perang
saudara memiliki dampak yang signifikan terhadap masa depan
keperawatan dengan berfokus pada perempuan sebagai penyedia
perawat sehingga perlunya pelatihan perawat. Selama abad ke-20,
evolusi dalam pendidikan kesehatan sebagai profesi keperawatan
menunjukkan kemajuan. Selama Perang dunia II membawa reformasi
sosial dan menciptakan jaminan kesehatan yang didukung oleh dokter
dan rumah sakit. Keperawatan secara eksklusif adalah profesi perempuan
dan memiliki sedikit kekuasaan.
Pada tahun 1960 adalah satu dekade pertumbuhan dan perubahan
kemajuan teknologi yang meningkatkan lingkup praktis medis dan
keperawatan. Tahun 1970 teori keperawatan sedang dikembangkan dan
pendidikan keperawatan sedang diintegrasikan ke dalam pengaturan
universitas. Pada tahun 1980 keperawatan menjadi lebih dikhususkan dan
otonom. Pesatnya kemajuan teknologi dalam kedokteran diperlukan
spesialisasi lainnya dalam keperawatan. Tahun 1990 perawat secara aktif
mengambil tanggung jawab lebih untuk memberikan pelayanan
kesehatan.
Pada tahun 2010 bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, era
dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional
keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu
masa transisi atau pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola
kehidupan masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang
maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek
kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang berupa
masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya
angka kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang
gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola
nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat juga
menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut
usia serta penyakit degeneratif.
Pada masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi
peningkatan kesempatan untuk meningkatkan pendidikan yang lebih
tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi itu
berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis
menghendaki pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang
profesional. Keadaan ini memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan
khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global internasional
dalam memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki
kemampuan professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka
terhadap aspek social budaya, memiliki wawasan yang luas dan menguasi
perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang
professional di Indonesia masih belum menggembirakan, banyak faktor
yang dapat menyebabkan masih rendahnya peran perawat professional,
diantaranya :
1. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan.
Tahun 1985 pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI,
sedangkan di negara barat pada tahun 1869.
2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3. Keterlambatan system pelayanan keperawatan., ( standart, bentuk
praktik keperawatan, lisensi ).
Menyadari peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam
dunia kesehatan akan berdampak negatif terhadap mutu pelayanan
kesehatan bagi tercapainya tujuan kesehatan maka solusi yang harus
ditempuh adalah :
1. Pengembangan pendidikan keperawatan
Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam
pengembangan perawatan professional, pengembangan teknologi
keperawatan, pembinaan profesi dan pendidikan keperawatan
berkelanjutan. Akademi Keperawatan merupakan pendidikan keperawatan
yang menghasilkan tenaga perawatan professional dibidang keperawatan.
Sampai saat ini jenjang ini masih terus ditata dalam hal SDM pengajar,
lahan praktik dan sarana serta prasarana penunjang pendidikan.
2. Memantapkan system pelayanan perawatan professional
Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi,
lisensi dan sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan
model praktik keperawatan professional dalam memberikan asuhan
keperawatan harus segera di lakukan untuk menjamin kepuasan
konsumen/klien.
3. Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan
dinamis serta kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu
menjadi kepentingan organisasi dan mengintegrasikannya menjadi
serangkaian kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi
organisasi keperawatan merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu
organisasi profesi yang mandiri dan mampu menghidupi anggotanya
melalui upaya jaminan kualitas kinerja dan harapan akan masa depan
yang lebih baik serta meningkat.
Komitmen perawat guna memberikan pelayanan keperawatan yang
bermutu baik secara mandiri ataupun melalui jalan kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain sangat penting dalam terwujudnya pelayanan
keperawatan professional. Nilai professional yang melandasi praktik
keperawatan dapat di kelompokkan dalam :
a. Nilai intelektual
Nilai intelektual dalam prtaktik keperawatan terdiri dari :
Body of Knowledge
Pendidikan spesialisasi (berkelanjutan)
Menggunakan pengetahuan dalam berpikir secara kritis dan
kreatif.
b. Nilai komitmen moral
Pelayanan keperawatan diberikan dengan konsep altruistic, dan
memperhatikan kode etik keperawatan. Menurut Beauchamp & Walters
(1989) pelayanan professional terhadap masyarakat memerlukan
integritas, komitmen moral dan tanggung jawab etik.
Aspek moral yang harus menjadi landasan perilaku perawat adalah :

Beneficience
Selalu mengupayakan keputusan dibuat berdasarkan keinginan
melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien. (Johnstone, 1994)
Fair
Tidak mendeskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, social budaya,
keadaan ekonomi dan sebagainya, tetapi memprlakukan klien sebagai
individu yang memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki.
Fidelity
Berperilaku caring (peduli, kasih sayang, perasaan ingin membantu),
selalu berusaha menepati janji, memberikan harapan yang memadahi,
komitmen moral serta memperhatikan kebutuhan spiritual klien.
c. Otonomi, kendali dan tanggung gugat
Otonomi merupakan kebebasan dan kewenangan untuk melakukan
tindakan secara mandiri. Hak otonomi merujuk kepada pengendalian
kehidupan diri sendiri yang berarti bahwa perawat memiliki kendali
terhadap fungsi mereka. Otonomi melibatkan kemandirian, kesedian
mengambil resiko dan tanggung jawab serta tanggung gugat terhadap
tindakannya sendiribegitupula sebagai pengatur dan penentu diri
sendiri. Kendali mempunyai implikasi pengaturan atau pengarahan
terhadap sesuatu atau seseorang. Bagi profesi keperawatan, harus ada
kewenangan untuk mengendalikan praktik, menetapkan peran, fungsi dan
tanggung jawab anggota profesi. Tanggung gugat berarti perawat
bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukannya terhadap
klien.


PENDIDIKAN KEPERAWATAN PROFESIONAL

Pendidikan keperawatan di indonesia mengacu kepada UU No. 20 tahun
2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jenis pendidikan keperawatan di
Indonesia mencakup:
- Pendidikan Vokasional : yaitu jenis pendidikan diploma sesuai
dengan jenjangnya untuk memiliki keahlian ilmu terapan keperawatan
yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia.
- Pendidikan Akademik; yaitu pendidikan tinggi program sarjana dan
pasca sarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu
pengetahuan tertentu
- Pendidikan Profesi; yaitu pendidikan tinggi setelah program sarjana
yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan
persyaratan keahlian khusus.

Jenjang pendidikan keperawatan mencakup program pendidikan diploma,
sarjana, magister, spesialis
- Program pendidikan diploma III keperawatan
Pada jenjang pendidikan Diploma III bersifat pendidikan profesi,
menghasilkan
ahli madya keperawatan (A.Md.Kep) sebagai perawat professional
pemula.
Pendidikan keperawatan pada jenjang diploma di kembangkan terutama
untuk menghasilkan lulusn/perawat yang memiliki sikap dan menguasai
kemampuan keperawatan umum dan dasar. Pendidikan pada tahap ini
lebih menekankan penguasaan sikap dan keterampilan dalam bidang
keprofesian dengan landasan pengetahuan yang memadai. Sebagai
perawat generalis ia telah memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan
professional dalam keperawatan sehingga mampu melaksanakan asuhan
keperwatan umum pada masyarakat dengan berpedoman pada etika
keperawatan.
- Program pendidikan sarjana keperawatan
Pendidikan pada tahap ini bersifat pendidikan akdemik professional
(pendidikan keprofesian), menekankan pada penguaasaan landasn
keilmuan, yaitu ilmu keperawatan dan ilmu-ilmu penunjang, penumbuhan
serta pembinaan sikap dan keterampilan professional dalam keperawatan.
Pada jenjang pendidikan ini, menghasilkan perawat generalis, terdapat
dua tahap program, yaitu tahap program akademik yang pada akhir
pendidikan mendapat gelar akademik sarjana keperawatan (S.Kp.) dan
tahap program keprofesian yang pada akhir pendidikan mendapat sebutan
profesi Ners (Ns).
Pada jenjang pendidikan ini, orientasi pendidikan adalah ilmu
pengetahuna dan teknologi serta masyarakat yang bermakna bahwa arah
pengembangan dan pembinaan adalah ilmu pengetahuan dan teknologi
serta masyarakat. Kurikulum pendidikan dibangun dalam kerangka
konsep yang kokoh, yaitu :
(a). penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan,
(b). memecahkan masalah secara ilmiah
(c) sikap, kemampuan dan tingkah laku professional
(d) belajar aktif dan mandiri, serta
(E) belajar di masyarakat.kelompok ilmu yang terdapat dalam kurikulum
pendidikan mencakup kelompok-kelompok ilmu dasar dan penunjang.
Berbagai bentuk pengalaman belajar dilaksanakan dan dikembangkan di
dalam tatanan yang relevan, khususnya pengalaman belajar praktik
(PBP), pengalaman belajar klinik (PBK) dan pengalaman belajar lapangan
(PBL). PBK dan PBL dilaksanankan didalam tatanan pelayanan
kesehatan, khususnya pelayanan keperawatan nyata yang ada,
sedangkan PBP dilaksanankan didalam laboratorium keperawatan
dengan fasilitas peralatan laboratorium yang cukup. Melalui kurukulum
pendidikan yang demikian, diharapkan dapat menghasilkan perawat yang
mampu dan mau melaksanakan asuhan keperawtan sesuai yang diruntut
oleh profesi keperawatan, dan menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat
dan pembangunan kesehatan.
- Program pendidikan magister keperawatan
Dalam menghadapi tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta tuntutan kebutuhan dan permintaan masyarakt yang
diperkirakan akan terus meningkat, pendidikan pascsarjana dalam bidang
keperawatan juga dikembangkan. Hal ini diperlukan agar pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang keperawatan melalui
berbagai bentuk penelitian dapat dilaksanakan, dan selanjutnya di
manfaatkan dalam upaya meningktakan mutu asuhan keperawatn.
- Program pendidikan spesialis bidang keperawatan
Dalam memenuhi atau menjawab tuntutan kebutuhan masyarakat dan
pembangunan kesehatan di masa depan, dan bertolak pada pandangan
bahwa setiap saat dan tahap pembangunan perlu diupayakan untuk
meningktakan relevansi dan mutu asuhan keperawatan kepada
masyarakat, maka dikembangkan pendidikan keperawatan pada jenjang
spesialis. Pendidikan jenjang ini lebih merupakan pendidikann yang
memperdaam pengetahuna dan keterampilan keprofesian. Sifat
memperdalam ilmu pengetahuan keperawatan, walaupun lebih
mengutamakan ilmu keperawatan kinik, namu tidak dapt dipisahkan
sepenuhnya dengan perkembangan kelompok-kelompok ilmu dasar dan
penunjang, termasuk ilmu dasar keperawatan.
Jenis pendidikan pada jenjang pendidikan ini didasarkan pada tuntutan
kebutuhan pelayanan keperawatan, dan perkembangan ilmu
keperawatan, khususnya ilmu keperawatan klinis. Dalam pengembangan
jenjang pendidikan ini dicegah terjadinya fragmentasi yang berlebih yang
dapat merugikan masyarakat dan perkembanagn profesi keperawatan.
Penetapan jenis spesialisasi dilakukan secara bersama-sama oleh pihk
yang bertanggung jawab terhadap pengembanagn pendidikan tinggi
keperawatan, pelayanan keperawatan dan kesehatan, serta organisasi
profesi keperawatan.
Pendidikan jenjang Spesialis Keperawatan, terdiri dari:
1) Spesialis Keperawatan Medikal Bedah, (Sp.KMB)
2) Spesialis Keperawatan Maternitas, (Sp.Kep.Mat)
3) Spesialis Keperawatan Komunitas, (Sp.Kep.Kom)
4) Spesialis Keperawatan Anak, (Sp.Kep.Anak)
5) Spesialis Keperawatan Jiwa, (Sp.Kep.Jiwa)
(Kusnanto.2004)
1. Register Nurse
Register Nurse (RN) adalah seseorang yang telah mendapatkan ijin
praktek keperawatan pada suatu Negara tertentu yang telah
menyeleaikan kurikulum pada pendidikan keperawatan yang
terakreditasi dan telah lulus National Council Licensure Examination for
Registered Nurses (NCLEX-RN).
2. Licensed Vocational Nurse/Licensed Practical Nurse
Program Pemndidikan, focus pada skill tertentu biasanya
diselesaikan dalam waktu 15 bulan. LVN/LPN bekerja dalam
pengawasan perawat RN.
3. Entry-Level Education
a) Diploma Programs
Pendidikan selama 2-3 tahun meliputi pendidikan ketrampilan di RS.
b) Associate Degree Programs
Pendidikan selama 2 tahun, focus pad pendidikan dasar, pendidikan
keperawatan dan keterampilan teknis keperawatan
c) Baccalaureate Degree Programs
Minimal masa studi 4 tahun, meliputi pendidikan keperawatan secara
umum (general). Pendidikan berfokus pada kemampuan berpikir kritis,
keputusan klinik, kemampuan membuat keputusan dan pengetahuan
klinik.
d) Graduate Degree Entry Programs
Mempersiapkan sarjana dari disiplin ilmu selain keperawatan untuk
masuk menjadi perawat generalis. Program ini juga meliputi pendidikan
spesialistik seperti perawat praktisi, perawat administrator, perawat
kebidanan, perawtat spesialis klinik dan perawat pendidik.
4. Advance Practice Education
a) Masters Degree Programs
b) Doktoral Degree Programs
5. Continuiting Education
Suatu istilah yang dipakai untuk mendiskripsikan suatu program
atau kursus dalam keperawatan professional untuk mengembagkan dan
mempertahankan keahlian klinis untuk meningkatkan kualitas
keperawatan.


























PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESSIONAL

A. Pendahuluan
Kemajuan zaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan
untuk bersikap profesional. Profesionalisme perawat dapat diwujudkan
dibidang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu usaha untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesional tersebut adalah
pengembangan model praktek keperawatan profesional (MPKP) yang
memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan
keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan
tersebut. MPKP sangat bermanfaat bagi perawat, dokter, pasien dan
profesi lain dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan MPKP,
perawat dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya terhadap pasien
sejak masuk hingga keluar rumah sakit. Implementasi MPKP harus
ditunjang dengan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang
memadai.
Banyak metode praktek keperawatan yang telah dikembangkan selama
35 tahun terakhir ini, yang meliputi keperawatan fungsional, keperawatan
tim, keperawatan primer, praktik bersama, dan manajemen kasus. Setiap
unit keperawatan mempunyai 2 upaya untuk menyeleksi model yang
paling tepat berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan
prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Katagori pasien didasarkan atas,
tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan pasien , Usia, Diagnosa
atau masalah kesehatan yang dialami pasien dan terapi yang dilakukan
(Bron, 1987). Pelayanan yang profesional identik dengan pelayanan yang
bermutu, untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dalam
melakukan kegiatan penerapan standart asuhan keperawatan dan
pendidikan berkelanjutan. Dalam kelompok keperawatan yang tidak kalah
pentingnya yaitu bagaimana caranya metode penugasan tenaga
keperawatan agar dapat dilaksanakan secara teratur, efesien tenaga,
waktu dan ruang, serta meningkatkan ketrampilan dan motivasi kerja.
Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada
enam macam, yaitu: model kasus, model fungsional, model tim, model
primer, model manajemen perawatan, dan model perawatan berfokus
pada pasien.
B. Macam-macam Metode Penugasan
1. Metode fungsional
Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada penyelesaian
tugas dan prosedur keperawatan. Perawat ditugaskan untuk melakukan
tugas tertentu untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di
suatu ruangan. Model ini digambarkan sebagai keperawatan yang
berorientasi pada tugas dimana fungsi keperawatan tertentu ditugaskan
pada setiap anggota staff. Setiap staff perawat hanya melakukan 1-2 jenis
intervensi keperawatan pada semua pasien dibangsal. Misalnya seorang
perawat bertanggung jawab untuk pemberian obat-obatan, seorang yang
lain untuk tindakan perawatan luka, seorang lagi mengatur pemberian
intravena, seorang lagi ditugaskan pada penerimaan dan pemulangan,
yang lain memberi bantuan mandi dan tidak ada perawat yang
bertanggung jawab penuh untuk perawatan seorang pasien.
Seorang perawat bertanggung jawab kepada manajer perawat. Perawat
senior menyibukan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat
pelaksana pada tindakan keperawatan. Penugasan yang dilakukan pada
model ini berdasarkan 3 kriteria efisiensi, tugas didistribusikan
berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing perawat dan dipilih
perawat yang paling murah. Kepala ruangan terlebih dahulu
mengidentifikasm tingkat kesulitan tindakan, selanjutnya ditetapkan
perawat yang akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang
dimaksud. Model fungsional ini merupakan metode praktek keperawatan
yang paling tua yang dilaksanakan oleh perawat dan berkembang pada
saat perang dunia kedua.
Kelebihan :
Efisien karena dapat menyelesaikan banyak pekerjaan dalam
waktu singkat dengan pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang
baik
Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
Perawat akan trampil untuk tugas pekerjaan tertentu saja
Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai
kerja.
Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang
berpengalaman untuk tugas sederhana.
Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta
didik yang melakukan praktek untuk ketrampilan tertentu.
Kelemahan :
Pelayanan keperawatan terpisah-pisah atau tidak total sehingga
kesulitan dalam penerapan proses keperawatan.
Perawat cenderung meninggalkan klien setelah melakukan tugas
pekerjaan.
Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan
dengan ketrampilan saja.
Tidak memberikan kepuasan pada pasien ataupun perawat lainnya.
Menurunkan tanggung jawab dan tanggung gugat perawat
Hubungan perawat dank klien sulit terbentuk

2. Metode TIM
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan perawat. Kelompok
ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman kerja serta
memiliki pengetahuan dibidangnya (Regestered Nurse). Pembagian tugas
dalam kelompok dilakukan oleh pimpinan kelompok/ ketua group dan
ketua group bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota group / tim.
Selain itu ketua group bertugas memberi pengarahan dan menerima
laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota
tim dalam menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan dan
selanjutnya ketua tim melaporkan pada kepala ruang tentang kemajuan
pelayanan / asuhan keperawatan terhadap klien. Keperawatan Tim
berkembang pada awal tahun 1950-an, saat berbagai pemimpin
keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim dapat menyatukan
perbedaan katagori perawat pelaksana dan sebagai upaya untuk
menurunkan masalah yang timbul akibat penggunaan model fungsional.
Pada model tim, perawat bekerja sama memberikan asuhan keperawatan
untuk sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan seorang perawat
profesional (Marquis & Huston, 2000).
Dibawah pimpinan perawat professional, kelompok perawat akan dapat
bekerja bersama untuk memenuhi sebagai perawat fungsional.
Penugasan terhadap pasien dibuat untuk tim yang terdiri dari ketua tim
dan anggota tim. Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap
anggota kelompok mempunyai kontriibusi dalam merencanakan dan
memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa
tanggung jawab perawat yang tinggi. Setiap anggota tim akan merasakan
kepuasan karena diakui kontribusmnya di dalam mencapai tujuan
bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu.
Potensi setiap anggota tim saling melengkapi menjadi suatu kekuatan
yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta menimbulkan
rasa kebersamaan dalam setiap upaya dalam pemberian asuhan
keperawatan. Pelaksanaan konsep tim sangat tergantung pada filosofi
ketua tim apakah berorientasi pada tugas atau pada klien. Perawat yang
berperan sebagai ketua tim bertanggung jawab untuk mengetahui kondisi
dan kebutuhan semua pasien yang ada di dalam timnya dan
merencanakan perawatan klien. Tugas ketua tim meliputi: mengkaji
anggota tim, memberi arahan perawatan untuk klien, melakukan
pendidikan kesehatan, mengkoordinasikan aktivitas klien. Menurut
Tappen (1995), ada beberapa elemen penting yang harus diperhatikan:
Pemimpin tim didelegasikan/diberi otoritas untuk membuat
penugasan bagi anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan
demokratik atau partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota tim.
Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan
kepada kelompok pasien.
Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat
sukses. Komunikasi meliputi: penu!isan perawatan klien, rencana
perawatan klien, laporan untuk dan dari pemimpin tim, pentemuan tim
untuk mendiskusikan kasus pasien dan umpan balik informal di antara
anggota tim.
Kelebihan :
Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif.
Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.
Konflik antar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk
belajar.
Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.
Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang
berbeda-beda secara efektif.
Peningkatan kerja sama dan komunikasi di antara anggota tim
dapat menghasilkan sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi staf
secara keseluruhan, memberikan anggota tim perasaan bahwa ia
mempunyai kontribusi terhadap hasil asuhan keperawatan yang diberikan
Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat
dipertanggungjawabkan
Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama
bertugas
Kelemahan :
Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan
supervisi anggota tim dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi baik
sebagai perawat pemimpin maupun perawat klinik
Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila
konsepnya tidak diimplementasikan dengan total
Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat
tim ditiadakan, sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.
Perawat yang belum trampil dan belum berpengalaman selalu
tergantung staf, berlindung kepada anggota tim yang mampu.
Akontabilitas dari tim menjadi kabur.
Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena
membutuhkan tenaga yang mempunyai keterampilan tinggi.
Tanggung jawab Kepala Ruang
Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan
standar asuhan keperawatan.
Mengorganisir pembagian tim dan pasien
Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan
kepemimpinan.
Menjadi nara sumber bagi ketua tim.
Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang
metode/model tim dalam pemberian asuhan keperawatan.
Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di
ruangannya,
Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di
ruangannya,
Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang
lainnya
Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di
ruangannya, kemudian menindak lanjutinya
Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan.
Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
Tanggung jawab ketua tim :
Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala
ruangan,
Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya
yang didelegasikan oleh kepala ruangan.
Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
asuhan keperawatan bersama-sama anggota timnya,
Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan
bimbingan melalui konferens.
Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang
diharapkan serta mendokumentasikannya.
Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan,
Menyelenggarakan konferensi
Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan,
Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi
tanggungjawab timnya
Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan,
Tanggung jawab anggota tim
Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.
Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah
diberikan berdasarkan respon klien.
Berpartisipasi dalam setiap memberiikan masukan untuk
meningkatkan asuhan keperawatan
Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.
Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
Memberikan laporan
3. Metode Primer
Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan
beberapa konsep dan perawatan total pasien. Keperawatan primer
merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan di mana
perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam terhadap perencanaan
pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak klien
masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Selama jam kerja,
perawat primer memberikan perawatan langsung secara total untuk klien.
Ketika perawat primer tidak sedang bertugas, perawatan
diberikan/didelegasikan kepada perawat asosiet yang mengikuti rencana
keperawatan yang telah disusuni oleh perawat primer. Pada model ini,
klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan akan mengetahui bahwa
pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab perawat primer tertentu.
Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer
mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial,
kontak dengan lembaga sosial masyarakat membuat jadual perjanjian
klinik, mengadakan kunjungan rumah, dan lain sebagainya. Dengan
diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut akontabilitas yang tinggi
terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Tanggung jawab mencakup
periode 24 jam, dengan perawat kolega yang memberikan perawatan bila
perawat primer tidak ada. Perawatan yang yang diberikan direncanakan
dan ditentukan secara total oleh perawat primer.
Metode keperawatan primer mendorong praktek kemandirian perawat,
yang ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus menerus antara
pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan
dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Perawat
primer bertanggung jawab untuk membangun komunikasi yang jelas di
antara pasien, dokter, perawat asosiet, dan anggota tim kesehatan lain.
Walaupun perawat primer membuat rencana keperawatan, umpan balik
dari orang lain diperlukan untuk pengkoordinasian asuhan keperawatan
klien.
Dalam menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu berhati-hati
karena memerlukan beberapa kriteria, di antaranya dalam menetapkan
kemampuan asertif, self direction kemampuan mengambil keputusan yang
tepat, menguasai 10 keperawatan klinik, akuntabel serta mampu
berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara maju
pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat primer adalah
seorang perawat spesialis klinik yang mempunyai kualifikasi master dalam
bidang keperawatan. Karakteristik modalitas keperawatan primer adalah :
Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan
keperawatan pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan sampai
pemulangan
Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan
keperawatan, kolaborasi dengan pasien dan professional kesehatan lain,
dan menyusun rencana perawatan.
Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh
perawat primer kepada perawat sekunder selama shift lain.
Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala.
Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat primer
Kelebihan :
Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil
dan memungkinkan untuk pengembangan diri.
Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi
meningkatkan motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat
Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan
perawat primer dalam memberikan atau mengarahkan perawatan
sepanjang hospitalisasi.
Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran
manajer operasional dan administrasi
Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberiikan asuhan
keperawatan secara holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh perawat
primer adalah memungkinkan pengembangan diri melalui penerapan ilmu
pengetahuan.
Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi
tentang kondisi klien selalu mutakhir dan komprehensif serta informasi
dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan
kliennya.
Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas
mereka.
Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan
supervisi dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada klien.
Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan
karena terpenuhi kebutuhannya secara individu.
Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan
perawat yang mengetahui semua tentang kliennya.
Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
Metode ini mendukung pelayanan profesional.
Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga
keperawatan tetapi harus berkualitas tinggi
Kelemahan :
Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional
Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri,
memiliki akontabilitas dan kemampuan untuk mengkaji serta
merencanakan asuhan keperawatan untuk klien.
Akontabilitas yang total dapat membuat jenuh.
Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama.
Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.
Ketenagaan metode primer
Setiap perawat primer adalah perawat bedside
Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun non
professional sebagai perawat asisten
Tanggung jawab Kepala Ruang dalam metode primer
Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
Mengorganisir pembagian pasien kepada perawat primer
Menyusun jadual dinas dan memberi penugasan pada perawat
asisten
Orientasi dan merencanakan karyawan baru
Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staff
Tanggung jawab perawat primer :
Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara
komprehensif
Membuat tujuan dan rencana keperawatan
Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang
diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain
Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga
sosial dimasyarakat
Membuat jadual perjanjian klinis
Mengadakan kunjungan rumah
4. Metode kasus
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab
terhadap pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk
satu pasien dengan pemberian perawatan konstan untuk periode tertentu.
Metode penugasan kasus biasa diterapkan untuk perawatan khusus
seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan komunitas.
Kelebihan :
Perawat lebih memahami kasus per kasus
Adanya Sistem evaluasi
Kekurangan :
Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab
Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama

5. Metode Modifikasi
Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan
dengan modifikasi antara tim dan primer. Menurut Sudarsono (2000),
MPKP dikembangkan beberapa jenis sesuai dengan kondisi sumber daya
manusia yang ada, antara lain adalah:
a. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan
profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan
kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk
melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan riset serta
memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan
kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu
tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang
asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisnya.
Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan 14 hasil riset dalam
memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis
direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya.
Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam
memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis
direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10)
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I.
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama
yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan
yang digunakan. Pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan
primer dan metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKP) merupakan
tahap awal untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan
asuhan keperawatan profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat
3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian
asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan Menurut
Ratna S. Sudarsono (2000), bahwa penetapan sistem model MAKP ii
didasarkan pada beberapa alasan, yaitu :
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat
primer harus mempunyai latar belakang pendidikan SI keperawatan atau
setara
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni , karena tanggung
jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim
c. Melalui kombinasi kedua model ini diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akountabilitasnya terdapat pada primer.
Disamping itu karena saat ini perawat yang ada di rumah sakit sebagaian
besar adalah lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan dari perawat
primer atau ketua tim tentang asuhan keperawatan. Nilai-nilai profesional
dari penatalaksanaan kegiatan keperawatan diaplikasikan dalam bentuk
aktifitas pelayanan profesional yang dipaparkan dalam 4 pilar sebagai
berikut :
1. Pendekatan Manajemen (Management Approach )
2. Penghargaan karir ( compensatory rewards )
3. Hubungan Profesional ( professional relationship)
4. Sistem pemberian asuhan pasien ( patient care delivery system )
merupakan Kegiatan yang ditetapkan pada tiap pilar merupakan kegiatan
dasar MPKP yang dapat dikembangkan jika tenaga keperawatan yang
bekerja berkualitas.















FALSAFAH DAN PARADIGMA KEPERAWATAN

Falsafah adalah keyakinan terhadap nilai-nilai yang menjadi pedoman
untuk mencapai suatu tujuan dan dipakai sebagai pandangan hidup.
Falsafah menjadi ciri utama pada suatu komonitas, baik komunitas berskal
besar maupun berskala kecil, salah satunya adalah profesi keperawatan.
Falsafah keperawatan adalah : keyakinan perawat terhadap nilai-nilai
keperawatan yang menjadi pedoman dalam memberikan asuhan
keperawatan , baik kepada individu, keluarga, kelompok maupun
masyarakat. Keyakinan terhadap nilai keperawatan harus menjadi
pegangan setiap perawat.
Falsafah keperawatan itu sudah harus tertanam dalam diri setiap perawat
dan menjadi pedoman baginya untuk berprilaku, baik di tempat kerja
maupun di lingkungan pergaulan social lainnya. Falsafah keperawatan
bukan suatu hal yang harus dihafal melainkan sebuah baju yang melekat
pada diri perawat. Dengan kata lain falsafah keperawatan merupakan
roh yang mendiami pribadi setiap perawat. Artinya falsafah keperawatan
menjadi landasan bagi perawat dalam menjalankan profesinya.
Beberapa keyakinan yang harus dimiliki perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Manusia adalah individu yang memiliki kebutuhan bio-psiko-sosio-
spiritual yang unik.
2. Keperawatan adalah bantuan bagi umat manusia yang bertujuan
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal
3. Tujuan asuhan keperawatan dapat dicapai melalui usaha bersama
dari semua anggota tim kesehatan dan pasien/ keluarga
4. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat menggunakan
proses keperawatan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan klien
5. Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat, memiliki
wewenang dalam melakukan asuhan keperawatan secara utuh
berdasarkan standar asuhan keperawatan
6. Pendidikan keperawatan harus dilaksanakan terus menerus untuk
mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan staff dalam pelayanan
kesehatan
1. Manusia adalah individu yang memiliki kebutuhan bio-psiko-
sosio-spiritual yang unik.

Keyakinan ini menjadi pedoman bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan : perawat harus memenuhi kebutuhan klien secara holistic.
Kebutuhan klien yang holistic dan unik menuntut kemampuan perawat
yang tepat dalam menganalisis kebutuhan klien. Karenanya, untuk
mewujudkan semua ini , perawat harus memiliki pengetahuan yang
mendalam tentang aspek manusia yang meliputi aspek biologis,
psikologis, social, spiritual, dan cultural secara keseluruhan.
Kelima aspek tersebut harus dipelajari oleh setiap perawat. Dengan
menguasai kelima aspek tersebut, perawat akan mampu mengatasi
berbagai hambatan dan kesulitan didalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dan dapat membantu mereka mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Klien yang dirawat di rumah sakit tidak hanya
mengalami gangguan pada aspek fisik/biologis saja, tetapi juga aspek lain
seperti psikologis, social dan spiritual.

2. Keperawatan adalah bantuan bagi umat manusia yang
bertujuan meningkatkan derajat kesehatan yang optimal

Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan professional
yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan berbasis ilmu dan
kiat keperawatan, yang berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual
komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat baik sehat maupun sakit, yang mencakup keseluruhan proses
kehidupan manusia. Profesi keperawatan mempunyai andil besar dalam
meningkatkan derajat kesehatan, baik individu maupun masyarakat.
Kontribusi keperawatan dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat didasarkan pada beberapa konsep keperawatan.
Pertama, asuhan yang diberikan perawat bersipat holistic- menyeluruh
pada semua spek manusia klien. Bukan berfokus pada kebutuhan
biologis semata .
Kedua, sasaran asuhan keperawatan adalah klien, mulai dari tingkat
individu sampai tingkat masyarakat. Dalam konsep ini perawat meyakini
bahwa jika individu sehat, komunitas atau masyarakat sehat pula. Dengan
kata lain, derajat kesehatan masyarakat akan optimal jika derajat
kesehatan setiap individunya optimal.
Ketiga, lingkup layanan keperawatan bukan terbatas pada klien yang sakit
saja, tetapi juga klien yang sehat. Tujuan perawatan terhadap klien yang
sakit antara lain membantu klien mencapai kesembuhan dan menjalankan
fungsinya sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Selain itu,
tujuan perawatan terhadap klien yang sehat adalah membantu klien agar
mempertahankan kesehatannya.
Keempat, eksistensi keperawatan berlangsung sepanjang kehidupan
manusia. Selama masih ada kehidupan manusia, selama itu pula
keperawatan tetap ada. Terlebih dengan adanya pergeseran
perkembangan pola penyakit akibat perubahan pola hidup dan
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan.
Kelima, intervensi keperawatan mencakup upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitative. Semua intervensi keperawatan tersebut
dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan klien, mulai dari
level individu hingga masyarakat, baik dalam kondisi sehat maupun sakit.

3. Tujuan asuhan keperawatan dapat dicapai melalui usaha
bersama dari semua anggota tim kesehatan dan pasien/ keluarga

Asuhan keperawatan merupakan bentuk layanan keperawatan
professional kepada klien dengan menggunakan metodelogi proses
keperawatan. Asuhan keperawatan diberikan untuk memenuhi kebutuhan
hidup dasar klien pada semua tingkatan usia dan tingkatan focus.
Sebagai suatu bentuk layanan professional, asuhan keperawatan
tentunya tidak dilakukan berdasarkan intuisi atau kebiasaan semata,
melainkan dilandasi oleh pengetahuan ilmiah dan tetap memperhatikan
aspek manusiawi yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
Oleh karena itu, dalam menetapkan tujuan dan rencana asuhan
keperawatan, perawat harus melibatkan klien dan keluarga.
Upaya melibatkan klien dan keluarga dalam penetapan tujuan asuhan
keperawatan mempunyai beberapa manfaat. Pertama, klien dan keluarga
akan merasa memiliki tanggung jawab dalam pencapaian tujuan
perawtan, kedua, dapat terwujud dan terbina kerja sama yang baik antara
perawat, klien dan keluarga yang dilandasi oleh rasa saling percaya.
Perawat adalah tenaga kesehatan yang secara langsung berhubungan
dengan manusia. Klien yang dirawat menyerahkan kesehatan dan
keselamatan hidupnya kepada petugas kesehatan, termasuk perawat.
Oleh karena itu, perawat tidak boleh berbuat semena-mena. Wujud
ketidaksemena-menaan perawat terhadap klien adalah dengan
melibatkan klien dan keluarga secara aktif di dalam memberikan asuhan
keperawatan.

4. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat menggunakan
proses keperawatan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan klien

Proses keperawatam merupakan metode ilmiah sistematik yang
digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien guna
mencapai dan mempertahankan keadaan bio-psiko-sosio-spiritual yang
optimal. Dikatakan sebagai metode ilmiah Karena proses keperawatan
terdiri atas beberapa tahap atau langkah yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar hidup klien.
Melalui proses keperawatan, perawat akan terhindar dari berbagai
tindakan malefisien di dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien. Selain itu, proses keperawatan juga merupakan wujud tanggung
jawab dan tanggung gugat perawat, karena semua hal yang dilakukan
oleh perawat terhadap klien terdokumentasi dengan baik dan benar.

5. Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat, memiliki
wewenang dalam melakukan asuhan keperawatan secara utuh
berdasarkan standar asuhan keperawatan

Sebagai tenaga kesehatan yang professional, perawat harus siap
bertanggung jawab terhadap apapun yang dilakukannya. Tanggung jawab
perawat bukan hanya ditujukan kepada klien dan keluarga, tetapi juga
kepada masyarakat, profesi perawat itu sendiri, dan terutama bertanggung
jawab kepada tuhan.
Selain itu, perawat juga harus siap bertanggung gugat jika suatu saat klien
atau pihak lain melakukan gugatan terkait asuhan keperawatan yang
diberikan. Tanggung jawab dan tanggung gugat ini merupakan bukti
bahwa keperawatan adalah profesi yang professional. Oleh karena itu,
asuhan keperawatan yang diberikan perawat harus didasarkan pada
standard dank ode etik keperawatan. Standard keperawatan tersebut
merupakan ketentuan baku yang telah ditetapkan dan disahkan sebagai
prosedur tetap bagi perawat dalam menjalankan profesinya.

6. Pendidikan keperawatan harus dilaksanakan terus menerus
untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan staff
dalam pelayanan kesehatan

Keperawatan merupakan profesi sepanjang hayat, dengan demikian,
perawat adalah pelajar sejati. Artinya, setiap perawat dituntut untuk terus
meningkatkan kompetensinya baik dari segi kognitif,psikomotor, maupun
efektif. Salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi diri perawat
adalah melalui pendidikan formal atau informal. Oleh karena itu, dalam
setiap diri perawat harus tertanam motivasi yang kuat untuk selalu
meningkatkan pendidikan.
Pendidikan berpengaruh pada pola piker seseorang, yang akhirnya
berpengaruh pula pada perilaku professional. Pendidikan keperawatan
yang tinggi akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan
kualitas asuhan keperawatan. Dengan demikian, peningkatan pendidikan
bagi perawat merupakan suatu keharusan.
Peningkatan pendidikan keperawatan menjadi tanggung jawab bersama
bagi semua unsure terkait, seperti organisasi profesi perawat (PPNI),
instansi tempat perawat bekerja, dan pemerintah ( dalam hal ini
departemen kesehatan dan departemen pendidikan nasional). Tentunya
peningkatan pendidikan ini harus dibarengi dengan pengakuan terhadap
eksistensi profesi keperawatan. Akan tetapi, jangan sampai dengan
tingkat pendidikan yang tinggi, perawat justru semakin jauh dengan klien.
Oleh Karena itu penyusunan dan pengembangan kurikulum pendidikan
keperawatan harus berorientasi pada hakekat keperawatan yaitu care
(asmadi.2008)















Paradigma Keperawatan

Paradigma adalah suatu cara pandang mendasar atau cara kita
melihat, memikirkan, memaknai, menyikapi, serta memilih tindakan atas
fenomena yang ada. Paradigma merupakan suatu diagram atau kerangka
berpikir yang menjelaskan suatu fenomena. Paradigm mengandung
berbagai konsep yang terkait dengan focus keilmuannya.
Paradigma keperawatan merupakan suatu pandangan global yang
dianut oleh mayoritas kelompok ilmiah (keperawatan) atau hubungan
berbagai teori yang membentuk suatu susunan yang mengatur hubungan
di antara teori tersebut guna mengembangkan model konseptual dan
teori-teori keperawatan sebagai kerangka kerja keperawatan. Paradigma
keperawatan terdiri atas empat unsur, yaitu keperawatan, manusia, sehat-
sakit, dan lingkungan. Keempat unsur inilah yang membedakan
paradigma keperawatan dengan teori lain. Teori keperawatan didasarkan
pada keempat konsep tersebut, yakni konsep manusia, konsep sehat-
sakit, konsep lingkungan, dan konsep keperawatan sebagai
intinya.hubungan keempat komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar
2.1 (Asmadi, 2008).







Manusia
Manusia sebagai makhluk bioo-psiko-sosial-spiritual yang utuh dan
unik. Teori kebutuhan manusia memandang manusia sebagai suatu
keterpaduan, keseluruhan yang terorganisir yang mendorong untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan manusia dipandang
sebagai tekanan internal sebagai hasil dari perubahan keadaan system,
dan tekanan ini dinyatakan dengan perilaku untuk mencapai tujuan
sehingga terpenuhinya kebutuhan.
Manusia adalah makhluk hidup yng lebih sempurna dibandingkan dengan
makhluk hidup yang lain. Konsep tentang manusia bermacam-macam. Ad
yang menyatakan bahwa manusia adalah hewan yang beakal. Ada
pulayang menyatakan manusia adalah makhluk yang hina dan rendah
karena diciptakan dari tanah. Ini semua menandakan bahwa manusia
adalah makhluk misterius (masalah manusia yang multikompleks), dan
manusia umumnya tidak Mampu mengetahui hakikat manusia secara
utuh. Konsep seseorang tentang manusia dipengaruhi oleh beberapa hal
berikut.
1. Filsafat hidup individu/bangsa. Sebagai contoh, seorang komunis
tentu mempunyai konsep yang dipengaruhi oleh falsafah
negaranya-berasaskan komunis dan tidak meyakini adanya Tuhan.
Hal ini tentunya berbeda dengan konsep bangsa Indonesia yang
mempunyai asas Pancasila dan percaya terhadap Tuhan.
2. Pengalaman hidup seseorang. Seseorang yang hidup dan
berinteraksi dengan orang-orang yang ramah, baik, sopan, akan
berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang baik, ramah,
dan sopan. Sebaliknya, seseorang yang pernah memiliki
pengalaman yang tidak menyenangkan selama berinteraksi dengan
orang lain dapat mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang
kejam dan tidak punya perasaan.
3. Pengetahuan manusia tentang dirinya. Pengetahuan manusia
tentang dirinya sangat terbatas, salah satunya karena manusia
cenderung memikirkan hal-hal di luar dirinya (mis., alam semesta,
harta, dll.).
Walaupun konsep tentang manusia masih beragam dan belum
tercapai kesamaan persepsi, profesi keperawatan mempunyai konsep
tentang manusia yang memandang dan meyakini manusia sebagai
makhluk yang unik, sebagai system adaptif, dan sebagai makhluk holistic.
Manusia sebagai makhluk unik
Manusia sebagai makhluk unik mengandung pengertian bahwa
manusia mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda satu sama lain.
Begitu pula dengan responnya terhadap stimulus. Sebagai contoh, ada
dua orang yang sama-sama lapar karena sejak pagi belum mendapat
makan. Orang pertama berespons dengan menahan/mengganjal peutnya
dengan kedua tangannya,sedangkan orang kedua beteriak meminta
makan. Contoh ini membuktikan bahwa dari stimulus yang sama
dihasilkan respons yang berbeda. Ini menunjukkan adanya keunikan
manusia. Dalam konteks keperawatan, keunikan manusia menjadi
pertimbangan utama bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan.
Manusia sebagai system adaptif atau terbuka
Manusia sebagai system adaptif/terbuuka memandang manusia
sebagai system terbuka yang dinamis yang memerlukan berbagai
masukan dari subsistem maupun suprasistem. Subsistem terdiri atas
komponen sel, organ, dan system organ. Suprasistem meliputi keluarga,
komunitas, masyarakat, dan social budaya di dalam mempertahankan
suatu keadaan seimbang. Tujuan utama manusia sebagai system
terbukaadalah sebagai berikut.
1. Tetap bertahan serta berusaha untuk mencapai kebahagiaan
lahir/batin.
2. Dapat memelihara /menempatkan dirinya dalam situasi apapun
agar tetap sehat.
3. Derajat kesehatan manusia ditentukan oleh kemampuannya
beradaptasi dengan segala pengaruh, baik yang berasal dari dalam
maupun luar diri.
Manusia sebagai makhluk holistik
Keperawatan memandang manusia sebagai manusia sebagai
makhlk holistic yang meiputi bio-psiko-sosio-spiritual-kultural. Ini menjadi
prinsip keperawatan bahwa asuhan keperawatan yang diberikan harus
memerhatikan aspek tersebut. Klien yang dirawat di rumah sakit harus
mendapatkan perhatian bukan hanya pada aspek biologis, tetapi juga
aspek-aspek yang lain. Sebagai makhluk holistic, manusia utuh dilihat dari
aspek jasmani dan rohani, unik, serta berusaha untuk memenuhi
kebutuhannya, dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, terus-
menerus menghadapi perubahan lingkungan, dan berusaha beradaptasi
dengan lingkungan.

Bila dipandang dari aspek keperawatan maka tekanan tersebut
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keperawatan dan kesehatan
individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat yang menjadi sasaran
dalam perawatan masyarakat. Kebutuhan dasar tersebut dirumuskan
menurut Hirarchy Maslow.








Kebuuhan dasar manusia menurut Maslow, kemudian
dikembangkan oleh Richard A. Khalish (1973), di mana tingkatan
kebutuhan dasar manusia sebagai berikut:
Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan oksigen
Kebutuhan cairan dan elektrolit
Kebutuhan nutrisi
Kebutuhan eliminasi
Kebutuhan istirahat
Kebutuhan menghindari dari rasa nyeri
Kebutuhan regulasi suhu badan
Kebutuhan stimulasi
Kebutuhan melaksanakan aktivitas/kegiatan
Kebutuhan eksplorasi dan manipulasi
Kebutuhan seksual
Kebutuhan Rasa Aman dan Keselamatan
Bebas dari bahaya yang disebabkan oleh penyakit
Bebas dari rasa takut
Bebas dari bahaya bahan-bahan kimia
Bebas dari bahaya-bahaya yang mengancam tubuh
Bebas dari bahaya-bahaya yang disebabkan oleh suhu
Bebas dari bahaya-bahay yang disebabkan oleh fisik.
Elektrik.
Memiliki lingkungan yang teratur dan dapat dikelola dengan
baik
Memiliki lingkungan hidup yang stabil
Kebutuhan Dicintai, Mencintai, dan Dimiliki
Memberikan dan menerima cintai dan kasih sayang
Membutuhkan teman hidup dan bergaul
Membutuhkan hubungan interpersonal dan kasih saying
Membutuhkan peran yang memuaskan
Membutuhkan perlakuan yang halus
Membutuhkan kebersamaan
Membutuhkan pergaulan yang intim
Kebutuhan akan harga diri
Menghargai diri sendiri
Menghargai orang llain
Dihargai oleh orang lain
Kebebasan yang mandiri
Prestise
Dikenal dan diakui
Penghargaan
Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan pengenalan diri sendiri
Kebutuhan penerimaan diri sendiri
Kebutuhan kenyataan diri sendiri
Kebutuhan hubungan interpersonal yang mendalam
Kebutuhan penghargaan diri sendiri
Kebutuhan pemenuhan diri sendiri
Kebutuhan akan persepsi yang sehat dan realities.
Sebagai sasaran asuhan keperawatan, lingkup klien dalam layanan
keperawatan, yaitu individu, keluarga, atau masyarakat.
1. Individu sebagai klien. Individu adalah anggota keluarga
yang unik, sebagai kesatuan utuh dari aspek bio-psiko-
sosio-spiritual. Dalam hal ini, perawat berperan memenuhi
kebutuhan dasar individu karena:
a. Kelemahan fisik dan mental
b. Keterbatasan pengetahuan
c. Dan kurang kemauan menuju kemandirian
2. Keluarga sebagai klien. Keluarga merupakan kelompok
individu yang memiliki hubungan yang erat secara kontinu
sehingga terjadi interaksi satu sama lain, baik dalam
lingkungan sendiri maupun masyarakat secara umum.
Adapun alas an keluarga sebagai focus layanan kesehatan
adalah sebagai berikut.
a. Keluarga adalah unit utama dalam masyarakat dan
merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan
masyarakat
b. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat
menimbulkan, mencegaah,
memperbaiki/mengabaikan masalah kesehatan di
dalam kelompoknya.
c. Masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan.
Penyakit pada salah satu anggota keluarga akan
berpengaruh terhadap seluruh keluarga.
d. Keluarga tetap berperan sebgai pengambil keputusan
dalam perawatannya.
e. Keluarga merupakan perantara yang efektif untuk
berbagai usaha kesehatan masyarakat.
3. Masyarakat sebagai klien.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling
bergaul, saling berinteraksi. Ciri- cirri masyarakat seperti
yang disampaikan oleh Kuntjaraningrat(1990) adalah
sebagai berikut:
Interaksi antar warga-warganya
Adat istiadat, norma-norma, hokum-hukum dan aturan-
aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku
warga kota atau desa
Suatu komunitas dalam waktu
Suatu raasa identitas kuat yang mengikat semua warga
Dengan demikian masyarakat adalah kesatuan hidup manusia
yang berinteraksi menurut suatu system adat istiadat tertentu yang
bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama
(Koentjaraningrat, 1990).
Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan masyarakat,
perawat melihat masyarakat sebagai kumpulan individu dalam suatu
hubungan yang saling ketergantungan untuk memperoleh kebutuhan
hidupnya secara terorganisir. Masyarakat merupakan suatu bentuk
system social, dalam hubungan dengan lingkungannya, akan berusaha
mencapai tingkat pemenuhan kebutuhan seperti yang dikemukakan oleh
Maslow maupun A. Khalish, termasuk didalamnya untuk memenuhi
kebutuhan akan asuhan keperawatan dan pelayanan kesehatan.
Unit-unit masyarakat adalah komuniti, keluarga, kelompok yang
mempunyai tujuan dan nilaii yang sama. Koentjaraningrat (1990)
mendefinisikan komunitas sebagai suatu kesatuan hidup manusia, yang
menempati suatu wilayah nyata, dan yang berinteraksi menurut suatu
system adat istiadat, serta terikat oleh suatu rasa identitas suatu
komunitas.
Dengan demikian ciri dari komuniti adalah sebagai berikut:
Kesatuan wilayah
Kesatuan adat istiadat
Rasa identitas komunitas, dan
Loyalitas terhadap komunitas.
Masyarakat sebagai suatu system social menunjukkan bahwa
semua orang bersatu untuk saling melindungi dalam kepentingan
bersama, dan berfungsi sebagai suatu kesatuan dan secara terus-
menerus mengadakan hubungan (interaksi) dengan system yang lebih
besar. Bagian-bagian yang saling berinteraksi tersebut merupkan sub-
sistem dari komuniti seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan
keluarga.
Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau
lebih, yang dipersatukan oleh hubungan darah, perkawinan, adopsi atau
pengakuan sebagai anggota keluarga yang tinggal bersama, satu
kesatuan/unit yang membina kerjasama yang bersumber dari kebudayaan
umum, dimana setiap anggotanya belajar dan melakukan peranannya
seperti yang diharapkan. Keluarga sebagai suatu sitem social melakukan
beberapa fungsi yang paling dasar seperti memberikan keturunan,
sosialisasi, psikologi, seleksi, proteksi, dan sebagainya.
Dalam perawatan kesehatan masyarakat keluarga sebagai unit
utama yang menjadi sasaran pelayanan, karena keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat atau komuniti. Apabila salah satu diantara
anggota keluarga mempunyai masalah keperawatan atau kesehatan akan
mempengaruhi anggota keluarga yang lain, demikian pula terhadap
kelompok dan masyarakat disekitarnya. Masalah kesehatan keluarga
saling berkaitan terhadap anggota keluarga, kelompok maupun
masyarakat secara keseluruhan, yang akhirnya memberikan gambaran
terhadap masalah kesehatan secara menyeluruh.
Sehat sakit
Kesehatan manusia bergerak maju atau mundur dalam kontinuitas
tertentu, dimana jarak ini menentukan apakah seseorang dikatakan sehat
atau sakit. Kesehatan tidak pernah constant. Parson mengatakan sehat
adalah kemampuan melaksanakan peran dan fungsi dengan efektif,
sedangkan Dubois mengatakan kesehatan proses yang kreatif, dimana
individu secara aktif dan terus menerus mengadaptasi lingkungan.
Dan menurut beberapa ahli keperawatan diantaranya Peplau
mengatakan bahwa, kesehatan adalah proses yang berlangsung
mengarah pada kreatifitas, konstruktif, dan produktif, Oream mengatakan
bahwa kesehatan keadaan integritas individu. Pemeliharaan diri sendiri
secara umum adalah dasar untuk berfungi secara optimal. Sedangkan
King mengatakan bahwa kesehatan adalah keadaan yang dinamis dalam
siklus hidup dan memperoleh adaptasi terus menerus terhadap stress.
Dan Hendric L. Blum mengatakan bahwa ada 4 (empat) factor
utama yang mempengaruhi kesehatan masyarakat, yaitu lingkungan,
perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan merupakan
factor yang paling dominan mempengaruhi kesehatan masyarakat, karena
dilingkunganlah manusia mengadakan interaksi dan interelasi dalam
proses kehidupannya, baik dalam lingkungan fisik, psikologis, social-
budaya, ekonomi, dimana kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh
perilaku individu,keluarga, kelompok maupun masyarakat, yang erat
kaitannya dengan kebiasaan, norma, adat istiadat yang berlaku di
masyarakat.
Konsep sehat-sakit adalah konsep yang kompleks dan
multiinterpretasi. Banyak factor yang memengaruhi kondisi sehat mauun
sakit. Pengertian sehat-sakit juga beragam. Setiap individu, keluarga,
masyarakat, maupun profesi kesehatan mengartikan sahat/sakit secara
berbeda, bergantung pada paradigmanya.
Definisi sehat
Berabad-abad lalu, sehat diartikat sebagai kondisi yang normal dan
alami. Karenanya, segala sesuatu yang tidak normal dan bertentangan
dengan alam dianggap sebagai kondisi tidak sehat yang harus dicegah.
Sehat sendiri bersifat dinamis yang statusnya terus-menerus berubah.
Kesehatan memengaruhi tingkat fungsi seseorang, baik dari segi
fisiologis, psikologis, dan dimensi sosikultural. Keadaan sehat/normal
sendiri merupakan hal yang sulit didefinisikan. Secara umum, ada
beberapa definisi sehat yang dapat dijadikan acuan.
1. Menurut WHO. Sehat adalah keadaan keseimbangan yang
sempurna, baik fisik, mental, dan social, tidak hanya bebas
dari penyakit dan kelemahan.
2. Menurut Parson. Sehat adalah kemampuan optimal individu
untuk menjalankan peran dan tugasnya secara efektif.
3. Menurut undang-undang kesehatan RI No. 23 Tahun 1992.
Sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
social dan ekonomis.
Sakit adalah keadaan tidak normal.sehat. secara sederhana,
sakit atau dapat pula disebut penyakit merupakan suatu bentuk
kehidupan atau keadaan di luar batas normal. Tolak ukur yang
paling mudah untuk menentukan kondisi sakit/penyakit adalah
jika terjadi perubahan dari niai rata-rata normal yang telah
ditetapkan.
Penyakit berbeda dengan rasa sakit. Penyakit sifatnya objektif
karena masing-masing memiliki parameter tertentu, sedangkan
rasa sakit sifatnya subjektif karena merupakan keluhan yang
dirasakan seseorang. Perbedaan ini mempunyai implikasi
berbeda. Seseorang yang menderita penyakit belum tentu
merasakan sakit. Sebaliknya, seseorang yang mengeluh sakit
belum tentu menderita penyakit.
Keperawatan
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan
professional yang mrupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Layanan ini berbentuk
layanan bio-psiko-sosio-spiritual komprehensif yang ditujukan bagi
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, baik sehat maupun sakit
yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Lokakarya
Keperawatan Nasional, 1983). Berdasarkan konsep keperawatan di atas,
dapat ditarik beberapa hal yang merupakan hakikat/prinsip dari
keperawatan, antara lain:
1. Keperawatan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari profesi
kesehatan lain di dalam memberikan layanan kesehatan kepada
klien. Sebagai bagian integral dari layanan kesehatan kedudukan
perawat dengan profesi kesehatan lainnya (mis., dokter) adalah
sama, yakni sebagai mitra. Ini tentunya juga harus diiringi dengan
pengakuan dan penghormatan terhadap profesi perawat. Kita tahu
bahwa profesi kesehatan yang terbanyak jumlahnya dan terdepan
dalam memberikan pelayanan kesehatan adalah perawat.
Karenanya, profesi keperawatan tidak bisa dipisahkan dari system
kesehatan.
2. Keperawatan mempunyai beberapa tujuan, antara lain memberi
bantuan yang paripurna dan efektif kepada klien serta memenuhi
kebutuhan dasar manusia (KDM) klien.
3. Fungsi utama perawat adalah membantu klien (dari level indvidu
hingga masyarakat), baik dalam kondisi sakit maupun sehat, guna
mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui layanan
keperawatan. Layanan keperawatan diberikan karena adanya
kelemahan fisik, mental, dan keterbatasan pengetahuan serta
kurangnya kemauan untuk dapat melaksanakan kegiatan
kehidupan sehari-hari secara mandiri.
4. Intervensi keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, menyembuhkan, serta memelihara
kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative sesuai wewenang, tanggung jawab, etika profesi
keperawatan yang memungkinkan setiap orang mencapai
kemampuan hidup sehat dan produktif (Asmadi, 2008).
Lingkungan
Lingkungan adalah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh luar
yang memengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organism.
Secara umum, lingkungan dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan fisik
dan lingkungan non fisik.
1. Lingkungan fisik, yaitu lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar
manusia. Lingkungan fisik ini meliputi banyak hal, seperti cuaca,
musim, keadaan geografis, struktur geologis, dll.
2. Lingkungan non-fifik, yaitu lingkungan yang muncul akibat adanya
interaksi antar-manusia. Lingkungan non fisik ini meliputi social-
budaya, norma, nilai, adat istiadat, dll.
Untuk memahami hubungan lingkungan dengan kesehatan, dapat
digunakan model segitiga yang menjelaskan hubungan antara
agens, hospes, dan lingkungan. Agens merupakan factor yang
dapat menyebabkan penyakit, seperti factor biologis, kimiawi,
mekanis, dan psikologis. Pejamu (hospes) adala semua factor yang
terdapat pada diri manusia yang dapat memengaruhi timbulnya
penyakit serta perjalanan suatu penyakit. Factor tersebut antara
lain keturunan, mekanisme pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin,
status perkawinan, pekerjaan, kebiasaan hidup, dan sebagainya.
Hubungan antara agens, hospes, dan lingkungan dalam
menyebabkan suatu penyakit secara sederhana dapat dijelaskan
pada gambar 2.4.









(Asmadi, 2008)
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kusnanto, S.Kp, M.Kes. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik
Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC

Potter dan Perry. 2005. Buku aAjar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses, daan Praktik volume 1. Edisi 4. EGC: Jakarta

Philadelphia, W.B. Saunders. Huber,. D., (2000). Leadershi~ and nursing
care management Philadelpia: W.B. Saunders Company. Kelompok
Pekerja Keperawatan ,

Keliat, B.A., dkk (2000). Pedoman manajemen sumber daya manusia
perawat ruang model praktek keperawatan profesional rumah sakit
Marzoeki Mahdi Bogor. Makalah : tidak dipublikasikan

Manurung, I., (2001). Model Pemberian Asuhan Keperawatan Makalah.
Bogor: tidak dipublikasi

Philadelphia : JB Lippincott Nursalam (2007), Manajemen Keperawatan.
Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Proffesional. Jakarta : Salemba
Medika

Sitorus, R, Yulia (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di
Rumah Sakit; Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan
Keperawatan di Ruang Rawat, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Sudarsono, R.S. (2000). Berbagai model praktek keperawatan profesional
di rumah sakit. Makalah seminar dan semiloka MPKP II. Jakarta : tidak
dipublikasikan

You might also like