You are on page 1of 21

19

BAB III
DASAR TEORI
III.1 Metode Seismik
Metode seismik adalah salah satu metode geofisika yang berdasar pada
sifat-sifat gelombang seismik. Gelombang seismik sendiri adalah gelombang
bunyi yang merambat dalam medium bumi. Dikarenakan medium bumi terdiri
dari lapisan-lapisan batuan yang memiliki densitas dan kecepatan yang berbeda
pada setiap lapisannya, maka gelombang yang melewati bidang batas antar lapisan
akan terpantulkan atau terbiaskan ( hukum Snell ), diilustrasikan pada gambar 3.1.
Maka gelombang seismik yang melewati bidang batas antar medium akan
memenuhi persamaan : (3.1)
dimana :
1
= sudut datang.

2
= sudut bias.
V
p1
= kecepatan gelombang seismik pada medium pertama.
Gambar 3.1 Lintasan gelombang seismik saat melewati batas antara
dua medium
1 2
1 2
sin sin
p p
V V

20
V
p2
= kecepatan gelombang seismik pada medium kedua.
Berdasarkan sifat tersebut maka dikembangkan dua jenis metode seismik
yaitu metode seismik refleksi/pantul yang berdasar pada sifat gelombang terpantul
dan metode seismik refraksi/bias yang berdasar pada sifat gelombang terbiaskan.
Kedua jenis metode tersebut memiliki karakteristik dan kegunaan masing-masing.
Dalam eksplorasi hidrokarbon metode yang sering digunakan adalah metode
seismik refleksi (pantul).
III.2. Metode Seismik Refleksi
Dalam eksplorasi hidrokarbon, metode seismik refleksi dilakukan dengan
cara menggenerasikan sumber gelombang yang akan menyebabkan gelombang
menjalar kebawah permukaan dan terpantul oleh bidang batas medium, akhirnya
sampai ke permukaan dan diterima oleh geophone (gambar 3.2).
Sumber ledakan
G
1
G
2
G

Geophone
Gelombang refleksi

1
V
1

2
V
2
Gambar 3.2. Penjalaran gelombang seismik dari sumber ke penerima
21
2 2 1 1 2 1
2 2 1 1 2 1
P P
P P
V V AI AI
RC
V V AI AI




+ +
Berdasarkan sifat gelombang terpantul tersebut, metode seismik refleksi
pada dasarnya menganalisa gelombang terpantul dari bidang batas medium.
Dengan demikian dapat diketahui karakteristik perlapisan batuan bawah
permukaan yang merupakan kunci utama dalam eksplorasi hidrokarbon.
Setiap medium akan mempunyai nilai impedansi akustik yang berbeda,
impedansi akustik adalah parameter yang menggambarkan kemampuan medium
untuk menjalarkan gelombang akustik. Nilai impedansi akustik dinyatakan
dengan persamaan :
p
AI V (3.2)
dimana AI = Accoustic Impedance ( Impedansi Akustik)
= densitas medium
V
p
= kecepatan gelombang P
Perbedaan impedansi akustik antar medium akan mempengaruhi koefisien
refleksi, yaitu nilai perbandingan antara amplitudo gelombang datang dan
amplitudo gelombang pantul atau disebut juga reflektifitas. Nilai koefisien refleksi
dinyatakan sebagai berikut :
(3.3)
dimana RC = Reflection Coefficient (koefisien refleksi )

1
,
2
= densitas medium 1 dan 2
V
P1
,V
P2
= kecepatan gelombang P pada medium 1 dan 2
V
P
= AI = impedansi akustik medium
22
Posisi koefisien refleksi relatif terhadap posisi perlapisan geologi dapat
diperlihatkan pada gambar 3.3.
Koefisien refleksi dapat bernilai positif maupun negatif tergantung pada besarnya
impedansi akustik kedua medium yang bersangkutan dan nilai mutlaknya tidak
lebih dari 1.
Karena dalam metode seismik menggunakan sumber energi yang
digambarkan sebagai wavelet, jejak seismik diasumsikan sebagai hasil konvolusi
antara reflektifitas dengan wavelet sumber yang ditunjukkan pada gambar 3.4.
Gambar 3.3. Reflektivitas batuan
*
=
Lapisan Batuan Deret KR Wavelet Jejak seismik
Gambar 3.4. Penyusun jejak seismik, dengan adalah operator konvolusi
23
Setiap bidang batas yang menjadi bidang pantul (reflektor) akan
digambarkan sebagai puncak (peak) atau lembah (trough) pada penampang
seismik tergantung dari nilai koefisien releksinya (KR). Namun ada saat dimana
seismik tidak dapat memberi gambaran secara jelas pada saat memisahkan even
satu dengan even yang lain. Keadaan tersebut terjadi saat tebal lapisan dibawah
resolusi seismik.
Resolusi seismik adalah kemampuan seismik untuk memisahkan dua even
atau reflektor yang berdekatan. Resolusi seismik dibedakan menjadi dua, yaitu
resolusi vertikal dan resolusi horisontal.
a. Resolusi Vertikal
Resolusi vertikal adalah kemampuan gelombang seismik untuk memisahkan
atau membedakan dua bidang batas perlapisan secara vertikal. Resolusi
vertikal sangat tergantung pada ketebalan dan panjang gelombang. Dua
refleksi akan terpisah dengan baik jika ketebalan lapisan sama atau lebih besar
dari seperempat panjang gelombang (tuning thickness). Saat ketebalan lapisan
kurang dari seperempat panjang gelombang, maka dua refleksi akan
menumpuk (overlap) dan terjadi interferensi. Panjang gelombang dapat
dituliskan dalam persamaan :
f
V
(3.4)
dengan, = panjang gelombang seismik (m)
V = kecepatan (m/s)
f = frekuensi (Hz)
24
Informasi antara 2 even refleksi yang berdekatan dapat dilihat pada gambar
3.5.
Pada gambar 3.5(c). terlihat bahwa batas antar lapisan tidak dapat lagi
diinterpretasikan dari data seismik.
b. Resolusi Horisontal
Resolusi horisontal berhubungan dengan pemisahan kenampakan-kenampakan
di sepanjang refleksi seismik yang diukur secara lateral. Ada tiga faktor utama
yang mempengaruhi resolusi horisontal menurut Anstey (1986), yaitu :
a) Kerapatan interval jejak pada penampang seismik.
Jika interval terlalu besar, maka kenampakan-kenampakan kecil (reef,
lensa, sesar, channel) yang menarik akan hilang atau tidak terlihat,
ditunjukkan pada gambar 3.6. Jadi, untuk mendapatkan target yang kecil,
interval jejak seismiknya harus disesuaikan.
b) Panjang bentangan.
Pengambilan panjang bentangan sebaiknya proporsional dengan luas area
survey karena dapat mempengaruhi perubahan kenampakan lateral pada
Gambar 3.5. Efek interferensi, (a) ketebalan lapisan > tuning thickness ,
(b) ketebalan lapisan = tuning thickness, (c) ketebalan lapisan < tuning
thickness
A B C
25
reflektor,hal ini ditunjukkan pada gambar 3.7. Kenampakan struktur sesar
menjadi samar karena perubahan amplitudo yang sebenarnya sepanjang
reflektor menjadi tereduksi, sehingga batas-batas suatu channel maupun
reef menjadi tidak jelas.
c) Difraksi.
Difraksi dapat timbul akibat perubahan yang tiba-tiba dari bidang
reflektor, misalnya sesar, intrusi, dan karst. Bidang kontak yang berubah
Gambar 3.7. Bentangan yang terlalu panjang akan menyamarkan indikasi
perubahan lateral (contoh : sesar)
Gambar 3.6. Target yang tidak terlihat karena interval jejak yang
terlalu besar
26
tiba-tiba akan menghamburkan energi ke seluruh arah dan terekam dalam
jejak seismik yang berbentuk hiperbolik dengan sumber difraksi sebagai
puncaknya (apex). Meskipun penyederhanaan sering dilakukan dengan
mengasumsikan bahwa gelombang seismik pantul berasal dari satu titik,
tetapi sebenarnya refleksi tersebut dapat berasal dari daerah di mana
terjadi interaksi antara muka gelombang dan bidang reflektor. Efek
difraksi biasanya dihilangkan dengan teknik migrasi. Ilustrasi terjadinya
difraksi pada sebuah sesar ditunjukkan pada gambar 3.8.
III.3 Seismogram Sintetik
Dalam penerapannya, metode seismik selalu didukung oleh data sumur.
Hal ini dimaksudkan untuk mengontrol interpretasi seismik dengan data
sebenarnya yang diperoleh dari data sumur. Pada dasarnya data sumur adalah data
parameter-parameter fisis batuan yang diukur dalam fungsi kedalaman pada
sebuah sumur. Data sumur dapat dipercaya kebenarannya karena diukur langsung.
Gambar 3.8. Ilustrasi terjadinya difraksi pada bidang sesar
27
Jenis data yang sering digunakan diantaranya data densitas, data kecepatan, data
potensial diri dan lain-lain.
Dari data densitas dan data kecepatan pada sumur kita dapat mengetahui
nilai impedansi akustik dan nilai koefisien refleksi, sehingga kita dapat
mengetahui deret koefisien refleksi pada sumur tersebut. Dengan
mengkonvolusikan wavelet yang tepat, diharapkan kita bisa mendapatkan jejak
sintetik yang sama dengan jejak yang terekam pada pada seismik. Seismogram
sintetik adalah jejak seismik buatan hasil konvolusi antara reflektifitas dengan
yang diperoleh dari data sumur dengan wavelet tertentu ( gambar 3.9).
Setelah mendapat seismogram sintetik, langkah selanjutnya adalah
pengikatan antara data sumur yang dalam hal ini adalah seismogram sintetik
dengan jejak seismik. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui even-even yang
terlihat pada data sumur agar bisa diketahui kenampakannya di jejak seismik
sehingga memudahkan interpretasi.
Gambar 3.9. Konvolusi koefisien refleksi dengan wavelet
menghasilkan seismogram sintetik
28
III.4. Metode Seismik Refleksi Dalam Eksplorasi Hidrokarbon
Dalam eksplorasi hidrokarbon, metode seismik terdiri atas tiga tahap, yaitu
akuisisi, pemrosesan data dan interpretasi data.. Pada tahap akuisisi data atau
pengumpulan data dilakukan survei seismik untuk mendapatkan data seismik pada
suatu daerah yang menurut informasi geologi mempunyai kemungkinan besar
mengandung cadangan hidrokarbon. Parameter-parameter pengambilan data
disesuaikan dengan target.
Pada Tahap pengolahan, data seismuk yang didapatkan pada tahap akuisisi
selanjutnya diolah agar menjadi data yang siap diinterpretasi pada tahap
selanjutnya. Pada dasarnya tahap ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
data dan menghilangkan semua gangguan yang ada. Keluaran dari tahap ini
adalah data seismik yang sudah termigrasi.
Tahap interpretasi bertujuan untuk menerjemahkan data seismik ke dalam
pengertian geologi. Pada tahap ini keluaran dari tahap pengolahan dapat langsung
diinterpretasikan maupun diolah secara lanjut untuk memudahkan
penginterpretasian yang sering disebut dengan advance processing. Metode yang
sering digunakan pada advance processing adalah metode atribut seismik, AVO
dan inversi.
III.5 Atribut Seismik
Atribut seismik didefinisikan sebagai sifat kuantitatif dan deskriptif dari
data seismik yang dapat ditampilkan pada skala yang sama dengan data aslinya
(Barnes, 1999). Sedangkan Chien dan Sidney (1997) mendefinisikan atribut
29
seismik sebagai pengukuran spesifik mengenai sifat geometri, kinematik, dinamik
atau statistikal hasil turunan dari data seismik.
Pada dasarnya atribut seismik digunakan untuk memperjelas semua
informasi yang terdapat pada data seismik sehingga memudahkan interpretasinya
dengan cara melihat semua aspek-aspek pada data seismik dalam kaidah fisika.
Dengan demikian data seismik dapat dikelompokkan sesuai dengan sifat fisisnya
yang berhubungan dengan sifat fisis medium yang dilewati gelombang.
Atribut seismik terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah atribut
kompleks yang berdasarkan tentang jejak kompleks dan atribut AVO yang
berdasar pada anomali AVO. Pada penelitian ini atribut seismik yang dimaksud
adalah atribut kompleks.
III.5.1 Jejak Kompleks
Analisa jejak kompleks banyak dibahas dalam bidang ilmu elektronika dan
matematika. Jejak kompleks disebut juga sebagai pre-envelope dalam bidang
elektronika. Ahli matematika biasanya menggunakan istilah analitic signal atau
suatu sinyal yang tidak mempunyai komponen frekuensi negatif. Aplikasi dalam
bidang geofisika, khususnya dalam bidang seismik eksplorasi dilakukan pertama
kali oleh Taner dkk. (1979).
Pada metode ini, seismik dianggap sebagai jejak kompleks, dimana jejak
kompleks terdiri dari bagian riil dan bagian imajiner. Bagian imajiner disebut juga
sebagai quadrature trace atau konjugat kompleks, jejak kompleks sinyal seismik
30
ditunjukkan pada gambar 3.10. Jejak kompleks di kawasan waktu dinyatakan
sebagai :
( ) ( ) ( ) * t t t F f jf + (3.5)
dengan F
(t)
adalah jejak kompleks pada kawasan waktu, f
(t)
adalah jejak seismik
riil, f*
(t)
adalah jejak seismik imajiner dan j adalah bilangan kompleks. Jejak
seismik sebenarnya adalah jejak riil dari konsep jejak kompleks, sehingga atribut
kompleks membutuhkan metode untuk mendapatkan jejak imajiner dari jejak riil.
Untuk memperoleh jejak imajiner dari jejak riil dapat digunakan Transformasi
Hilbert atau Transformasi Wavelet Kontinyu.
III.5.2. Transformasi Hilbert
Transformasi Hilbert merupakan operator yang menggeser fase suatu
sinyal sebesar t /2. Contoh yang paling sederhana, hasil transformasi Hilbert
dari fungsi kosinus adalah fungsi sinus. Transformasi Hilbert disebut juga sebagai
all pass filter. Transformasi Hilbert hanya menggeser fase sinyal dan tidak
mengubah spektrum amplitudo dari sinyal. Transformasi Hilbert digunakan untuk
Gambar 3.10. Jejak seismik kompleks pada kawasan waktu
31
menghasilkan jejak imajiner dari jejak riilnya. Suatu fungsi riil ( f
(t)
) dengan hasil
transformasi Hilbert (f*
(t)
) dapat digunakan untuk perhitungan jejak kompleks.
Persamaan Transformasi Hilbert dapat diturunkan dengan dua cara. Cara
yang pertama adalah menggunakan Transformasi Fourier berdasarkan pengertian
jejak kompleks pada kawasan frekuensi. Cara yang kedua adalah berdasarkan
definisi dasar Transformasi Hilbert yaitu pergeseran fase t /2. Dalam penelitian
ini digunakan cara yang pertama.
III.5.2.a. Transformasi Fourier
Transformasi Fourier merupakan transformasi yang digunakan untuk
membawa sinyal dalam kawasan waktu (time domain) ke dalam kawasan
frekuensi (frequency domain). Dalam transformasi ini, gelombang akan dibagi
menjadi gelombang-gelombang sinus yang mempunyai beragam frekuensi.
Transformasi Fourier akan menghasilkan distribusi densitas spektral yang
mencirikan amplitudo dan fase dari beragam frekuensi yang menyusun suatu
sinyal.
Transformasi Fourier dan invers Transformasi Fourier (transformasi balik)
suatu fungsi f
(t)
dapat dituliskan :
( ) ( )
j t
F f t e dt

%
(3.6a)
atau bisa ditulis :
(3.6b)
sedangkan f(t) :
1
( ) ( )
2
j t
f t F e d

%
(3.7)
j [ ( ) cos( ) sin( ) f t t j t dt

32
dimana ( ) F
%
adalah Transformasi Fourier dari ( ) f t , dan ( ) f t adalah invers
Transformasi Fourier dari ( ) F
%
. Dari kedua persamaan diatas dapat diketahui
bahwa untuk melihat sinyal dalam kawasan frekuensi digunakan Transformasi
Fourier dan untuk melihat sinyal dalam kawasan waktu digunakan invers
Transformasi Fourier, dengan kata lain tidak bisa melihat sinyal dalam kawasan
waktu dan frekuensi sekaligus. Saat sinyal dalam kawasan frekuensi, informasi
waktu akan hilang, sehingga untuk sinyal-sinyal yang tidak stasioner atau transien
tidak bisa diketahui keterangan tentang waktu kejadian sebuah even.
Untuk menghasilkan jejak imajiner dari jejak riil terlebih dulu membawa
data ke kawasan frekuensi, dinyatakan dengan :
, ) , ) , ) , ) F F Z sgn + (3.8)
dengan
, )
0 1
0 0
0 1 sgn
<

> +


(3.9)
, ) Z didefinisikan sebagai jejak kompleks pada kawasan frekuensi. Jejak
kompleks spektrum amplitudonya mempunyai harga nol untuk frekuensi negatif.
Untuk frekuensi positif, spektrum amplitudonya mempunyai harga dua kali lipat
dari spektrum riil,hal ini ditunjukkan oleh gambar 3.11.
Transformasi Fourier balik dari , ) Z dapat dituliskan :
(3.10)
, )
, )
0
1
( )
2
1
j t
j t
Z e d z t
F e d

33
dari persamaan 3.5 dan 3.8 didapatkan hubungan
, ) , ) , ) , ) , ) * sgn f t j f t F F + + (3.11)
Tanda menyatakan Transformasi Fourier maju maupun balik. Dari persamaan
3.11 dapat kita lihat bahwa , ) , ) F t f dan , ) , ) , ) * sgn j f t F , maka
akan didapatkan:
, ) , ) , ) , )
* sgn f t F j (3.12)
Transformasi Fourier balik dari , ) sgn j adalah t / 1 , maka akan didapat jejak
imajiner pada kawasan waktu.
, ) , )
, ) , )
1
* * f t f t
t
H f t

(3.13)
dengan t / 1 merupakan Transformasi Hilbert pada kawasan waktu.
Gambar 3.11. Penggambaran jejak kompleks dalam domain frekuensi
(a) Jejak riil dan (b) Jejak kompleks
a b
34
Pada prinsipnya untuk mendapat jejak imajiner adalah dengan
mentransformasi jejak riil yang semula dalam domain waktu ke domain frekuensi
menggunakan Transformasi Fourier. Selanjutnya spektrum untuk frekuensi
negatif dihilangkan sedangkan spektrum positif dikalikan dua. Kemudian
dilakukan inverse Transformasi Fourier untuk mendapatkan jejak imajiner pada
kawasan waktu.
III.5.2.b. Atribut Seismik Berbasis Transformasi Hilbert
Jejak kompleks pada persamaan (3.5) dapat dinyatakan dalam bentuk :
( )
( ) ( )
j t
z t A t e

(3.14)
dengan nilai A(t) dan (t) adalah :
2 2
( ) ( ) * ( ) A t f t f t + (3.15)
1
*( )
( ) tan
( )
f t
t
f t

1
]
(3.16)
Nilai A(t) adalah nilai envelope atau disebut juga nilai amplitudo sesaat
(instantaneous amplitude) dan kuat refleksi. Atribut ini sensitif dengan perubahan
impedansi akustik, bright spot, batas sekuen, ketidakselarasan dan perubahan
lingkungan pengendapan.
Nilai (t) sering disebut dengan fase sesaat (instantaneous phase) yang
merupakan sudut yang terbentuk antara komponen riil dan imajiner. Atribut ini
biasa digunakan untuk melihat kemenerusan lapisan, karena sifatnya yang
independen terhadap amplitudo.
35
Perubahan fase sesaat terhadap waktu akan menghasilkan fungsi yang
disebut frekuensi sesaat (instantaneous frequency), dapat dinyatakan dengan :
dt
t d
t
) (
) (

(3.17)
Melalui atribut frekuensi sesaat kita dapat mengetahui karakter frekuensi dari
suatu reflektor sehingga memudahkan interpretasi, juga dapat mengetahui adanya
fluida pori dari karakter frekuensi rendah pada data.
Ketiga nilai atribut di atas merupakan atribut dasar yang populer
digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Selain itu masih banyak atribut lain
yang diturunkan dari persamaan ketiga atribut diatas. Namun pada penelitian ini
difokuskan pada tiga atribut utama tersebut.
III.5.3.a Transformasi Wavelet Kontinyu
Karena di alam sebagian besar sinyal merupakan sinyal yang tidak
stasioner, maka diperlukan sebuah transformasi yang mempunyai resolusi tinggi
dalam menganalisa sinyal. Diantaranya adalah STFT (Short Time Fourier
Transform), namun metode ini masih mempunyai kelemahan dalam pemilihan
jendela (window). STFT masih menggunakan window yang mempunyai lebar
tetap, sedangkan sinyal terdiri dari bermacam-macam frekuensi dari rendah
sampai tinggi. Pemilihan window lebar akan baik untuk frekuensi rendah tapi
buruk untuk frekuensi tinggi sedangkan window sempit baik untuk frekuensi
tinggi namun buruk untuk frekuensi rendah.
36
Kemudian dikenalkan transformasi wavelet. Transformasi ini memecah
atau mendekomposisi sinyal menjadi versi terskala (scaled) dan tergeser (shifted)
dari sebuah wavelet utama (mother wavelet) (Foufula dan Kumar, 1994). Dengan
demikian transformasi ini akan menghasilkan window waktu yang fleksibel, skala
kecil (window sempit) untuk frekuensi tinggi dan skala besar (window lebar)
untuk frekuensi rendah (Nurcahya, 2003). Sehingga hasil transformasi ini akan
mempunyai resolusi yang lebih tinggi daripada transformasi Fourier.
Transformasi wavelet fungsi
2
( ) x t R pada waktu t = u dan skala s
didefinisikan (Mallat, 1998) sebagai :
, , ( , ) , ( ) ( ) ( ) x u s u s W u s x t x t t dt

(3.18)
dengan :
,
1
( ) u s
t u
t
s s
_


,
(3.19)
adalah fungsi wavelet utama (mother wavelet), dan
,
1
( ) u s
t u
t
s s
_


,
(3.20)
adalah konjugate dari fungsi wavelet tersebut. Harga s yang kecil berhubungan
dengan fungsi wavelet yang mempunyai frekuensi yang tinggi dan berlaku
sebaliknya.
Sedangkan transformasi balik (inverse) dari transformasi waveletnya adalah :
,
2
0
1 1
( ) ( , ) ( ) x u s x t W u s t duds
C s



(3.21)
37
dengan
2
( )
C d

< +

%
(3.22)
adalah kondisi admisibilitas fungsi wavelet dimana ( ) % adalah Transformasi
Fourier dari fungsi wavelet yang digunakan.
Parameter-parameter yang perlu diperhatikan dalam pemilihan fungsi
wavelet adalah nilai mean (rata-rata) dan norm.
a. Mean
Fungsi wavelet yang dipilih harus mempunyai mean yang sama dengan nol,
atau dengan kata lain energinya terbatas.
( ) 0 t dt

(3.23)
b. Norm
Norm adalah akar dari hasil perkalian antara fungsi wavelet dan konjugatenya
(inner product). Norm dari fungsi wavelet yang dipilih harus sama dengan satu.
, ) , , , ,
1
2
2
( ) ( ) ( ) ( ) 1 u s u s u s u s t t t t

1

1
]

(3.24)
Dengan demikian, integral minus tak hingga sampai tak hingga (3.18) akan
memberikan hasil yang berhingga.
Beberapa fungsi yang bisa digunakan dalam aplikasi transformasi wavelet
adalah Wavelet Haar, Wavelet DOG dan Wavelet Morlet. Namun yang paling
38
sering digunakan adalah Wavelet Morlet karena memiliki akurasi yang baik dalam
analisa waktu dan frekuensi dibanding wavelet lainnya. Wavelet Morlet adalah
fungsi wavelet yang dibuat dari fungsi sinus dikalikan dengan Fungsi Gaussian
(Torrence dan Kompo, 1998). Lebar Wavelet Morlet adalah sama dengan lebar
Fungsi Gaussian yang mengenai fungsi sinus (gambar 3.12).
Wavelet tersebut berbentuk kompleks dan biasa digunakan untuk mengekstraksi
informasi amplitudo atau fase suatu sinyal. Karena wavelet merupakan fungsi
Gambar 3.12. Rekonstruksi Morlet Wavelet
(a). fungsi sinus dikalikan fungsi gaussian (b). Wavelet Morlet
Gambar 3.13 Komponen Wavelet Morlet dan spektrum frekuensinya
(a). komponen riil (garis tebal), komponen imajiner (garis patah-patah)
(b). spectrum frekuensi dari Wavelet Morlet
39
komplek maka wavelet tersebut mempunyai bagian riil dan imajiner seperti
diperlihatkan pada gambar 3.13.
III.5.3.b Atribut Seismik Berbasis Transformasi Wavelet Kontinyu
Fungsi wavelet (t) adalah fungsi kompleks, dengan demikian hasil
Transformasi Wavelet dari z(t) yang berupa W
x(t)
(u,s) akan berupa fungsi
kompleks juga. Karena W
x(t)
(u,s) merupakan fungsi kompleks, maka dapat
dipisahkan menjadi komponen riil dan komponen imajinernya, bagian riil 1
W
x(t)
(u,s) ] dan bagian imajinernya [W
x(t)
(u,s) ] (Nurcahya, 2004).
Setelah mengetahui komponen riil dan imajinernya maka selanjutnya
dapat dihitung atribut seismik yang berdasar pada Transformasi Wavelet. Pada
dasarnya rumus yang digunakan adalah sama, sehingga kegunaan dari atribut
seismik yang berbasis pada Ttransformasi Wavelet Kontinyu sama dengan atribut
seismik yang berbasis pada Transformasi Hilbert. Penghitungan untuk atribut
utamanya adalah sebagai berikut :
Amplitudo sesaat (instantaneous amplitude)
j [ , ) j [ , )
( ) ( ) ( )
2 2
( , ) ( , ) ( , ) x t x t x t A u s W u s W u s + (3.25)
Fase sesaat (instantaneous phase)
j [
j [
1
( )
( )
( )
( , )
( , ) tan
( , )
x t
x t
x t
W u s
u s
W u s

,
(3.26)
Frekuensi sesaat (instantaneous frequency)
( ) ( )
1
( , ) ( , )
2
x t x t
d
F u s u s
dt
(3.27)

You might also like